Perbedaan Sedekah dan Zakat, Muslim Wajib Tahu



Jakarta

Sedekah dan zakat memang sama-sama amalan yang dianjurkan, bahkan dalam beberapa perkara, amalan ini bisa menjadi wajib. Umat muslim harus tahu perbedaan sedekah dan zakat sebelum mengerjakan amalan ini.

Reza Pahlevi Dalimuthe, Lc, M.Ag dalam bukunya yang berjudul 100 Kesalahan dalam Sedekah menjelaskan bahwa A-Ashfahani dalam Mufradat Alfazh Al-Qur’an menerangkan arti sedekah yakni apa yang dikeluarkan seseorang dari hartanya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Sedekah dapat berupa harta maupun tidak. Sebagaimana dijelaskan Rasulullah SAW dalam sebuah hadits. Rasulullah SAW bersabda,


“Hendaknya setiap muslim bersedekah. “Para sahabat bertanya, “Wahai Rasul, bagaimana orang-orang yang tidak memiliki sesuatu bisa bersedekah?” Rasulullah Saw menjawab, “Hendaklah ia berusaha dengan tenaganya hingga ia memperoleh keuntungan bagi dirinya, lalu ia bersedekah (dengannya).” Mereka bertanya lagi, “Jika ia tidak memperoleh sesuatu? “Jawab Rasulullah Saw, “Hendaklah ia menolong orang yang terdesak oleh kebutuhan dan yang mengharapkan bantuannya.”

Mereka bertanya lagi, “Dan jika hal itu tidak juga dapat dilaksanakan?” Rasulullah Saw bersabda, “Hendaklah ia melakukan kebaikan dan menahan diri dari kejahatan, karena hal itu merupakan sedekahnya.” (HR. Ahmad bin Hambal).

Mengutip buku Keutamaan Zakat, Infak, Sedekah oleh Gus Arifin, zakat secara bahasa artinya adalah berkah, tumbuh, suci, baik, dan bersihnya sesuatu. Sedangkan zakat secara syara’ adalah hitungan tertentu dari harta dan sejenisnya di mana syara’ mewajibkan untuk mengeluarkannya kepada orang-orang fakir dan yang lainnya dengan syarat-syarat khusus. (Al-Mu’jam Al-Wasith -396)

Kata zakat semula bermakna: al-thaharah (bersih), al-namâ (tumbuh, berkembang), al-barakah (anugerah yang lestari), al madh (terpuji), dan al-shalah (kesalehan). Semua makna tersebut telah dipergunakan, baik di dalam Al-Qur’an maupun hadits.

Imam Asy Syarkhasyi al Hanafi dalam kitabnya Al Mabsuth mengatakan bahwa dari segi bahasa zakat adalah tumbuh dan bertambah. Disebut zakat, karena sesungguhnya ia menjadi sebab bertambahnya harta di mana Allah SWT menggantinya dengan nikmat di dunia dan pahala di akhirat, sebagaimana firman-Nya termaktub dalam surat Saba ayat 39,

“Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya.”

Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya mengenai ayat ini mengatakan bahwa, “apa pun yang engkau infakkan di jalan Allah maka oleh Allah akan digantinya di dunia ini dan di akhirat dengan pahala surga.”

Sedangkan pengertian “Zakat” secara fikih adalah hak yang telah ditentukan kadarnya yang wajib (dikeluarkan) pada harta-harta tertentu.

Perbedaan Sedekah dan Zakat

Zakat hukumnya wajib, sementara sedekah hukumnya sunnah. Adakalanya dalam Al-Qur’an, zakat juga disebut dengan sedekah tapi sedekah yang wajib dikeluarkan

Zakat dan sedekah sama-sama mengeluarkan harta di jalan Allah SWT dengan tujuan membersihkan harta tersebut. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 103,

خُذْ مِنْ أَمْوَٰلِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِم بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ ۖ إِنَّ صَلَوٰتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْ ۗ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

Artinya: Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoakan untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

Merangkum dari buku Dahsyatnya Sedekah oleh Ahmad Sangid, B.Ed., M.A. dijelaskan dari segi subjek (orang yang bersedekah), sedekah dianjurkan kepada setiap orang yang beriman, baik miskin maupun kaya, baik orang kuat maupun orang lemah, baik laki-laki maupun perempuan, baik yang muda maupun yang tua, baik yang lapang rezekinya maupun yang sempit, baik yang bakhil maupun yang dermawan, sedangkan zakat diwajibkan kepada orang-orang tertentu yaitu orang-orang kaya atau orang-orang yang mempunyai harta yang telah memenuhi persyaratan sebagai wajib zakat.

Dari segi yang disedekahkan, sedekah yang diberikan tidak terbatas pada harta secara fisik, perkataan yang baik, tenaga, memberi maaf kepada orang lain, memberi pertolongan kepada yang membutuhkannya baik materi atau sumbangsih ide atau pikiran, memberi solusi masalah, menunjukkan jalan orang yang sesat, maupun bantu menyeberangkan orang tua atau buta di jalan, melainkan mencakup semua kebaikan.

Sedangkan pada zakat, yang dikeluarkan terbatas pada harta kekayaan secara fisik, seperti hasil pertanian, peternakan, perdagangan, dan hasil profesi lainnya.

Dari segi penerima (objeknya), zakat hanya boleh diberikan kepada orang-orang yang telah ditentukan oleh Allah SWT didalam Al-Qur’an, yaitu kepada golongan yang delapan. Adapun sedekah selain diberikan kepada yang delapan golongan tersebut, juga boleh diberikan kepada istri, anak-anak, kerabat, tetangga, anak yatim, janda, orang yang sedang ditawan, pelayan dan lain-lain.

Zakat harus diberikan secara terang-terangan. Sebaliknya, sedekah sebaiknya diberikan secara sembunyi-sembunyi atau rahasia. Ini bertujuan agar tidak akan timbul rasa pamer dan dikenal oleh orang banyak karena kedermawanannya, tujuan sedekah memang harus semata-mata mengharapkan ridho Allah SWT.

(dvs/erd)



Sumber : www.detik.com

Ini Golongan yang Tidak Berhak Menerima Sedekah, Siapa Saja?



Jakarta

Sedekah merupakan salah satu ibadah yang sangat dianjurkan dalam Islam. Sedekah adalah memberikan sebagian harta atau benda yang dimiliki kepada orang lain yang membutuhkan dengan ikhlas.

Anjuran mengeluarkan sedekah termaktub dalam dalil Al-Qur’an dan hadits. Allah SWT berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 274,

اَلَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ اَمْوَالَهُمْ بِالَّيْلِ وَالنَّهَارِ سِرًّا وَّعَلَانِيَةً فَلَهُمْ اَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْۚ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَ ٢٧٤


Artinya: “Orang-orang yang menginfakkan hartanya pada malam dan siang hari, baik secara rahasia maupun terang-terangan, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada rasa takut pada mereka dan tidak (pula) mereka bersedih.”

Namun, tidak semua orang berhak menerima sedekah. Terdapat beberapa golongan yang tidak berhak menerima sedekah, baik karena sudah memiliki harta yang cukup, atau karena ada larangan yang syar’i.

Golongan yang Tidak Berhak Menerima Sedekah

Siapa saja golongan yang tidak berhak menerima sedekah? Berikut penjelasannya:

Menurut beberapa sumber, dijelaskan beberapa golongan yang tidak berhak menerima sedekah yaitu:

1. Orang kafir

Dikutip dari Buku Saku Terapi Bersedekah karya Manshur Abdul Hakim, bahwa para ulama dan ahli fikih menyepakati bahwa memberikan sedekah kepada orang kafir atau atheis hukumnya haram.

Ibnu Mundzir mengatakan bahwa semua ulama sepakat bahwa kafir dzimmi (orang kafir yang dilindungi) tidak berhak menerima sedekah, hanya yang beragama Islam saja yang mendapatkan sedekah.

Tidak diperbolehkan memberi sedekah pada orang kafir karena mereka adalah orang yang tidak mempercayai keberadaan Allah SWT dan tidak beriman kepada risalah Islam serta kenabian Muhammad SAW.

Namun mereka boleh diberi harta berupa sedekah sunnah. Allah berfirman dalam surat Al-Insan ayat 8,

اِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللّٰهِ لَا نُرِيْدُ مِنْكُمْ جَزَاۤءً وَّلَا شُكُوْرًا ٩

Artinya: “(Mereka berkata,) “Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanya demi rida Allah. Kami tidak mengharap balasan dan terima kasih darimu.”

Artinya, orang muslim yang memberikan sedekah sunnah kepada orang kafir tetap mendapatkan pahala.

2. Bani Hasyim dan Budak Mereka

Masih mengutip dari sumber buku yang sama, bahwa yang dimaksud Bani Hasyim adalah keturunan Ali bin Abi Thalib, keturunan Uqail bin Abi Thalib, keturunan Ja’far Abi Thalib, keturunan al-‘Abbas bin ‘Abdul Muthalib, dan keturunan Harits bin Abdul Muthalib.

Rasulullah SAW bersabda, “Sungguh, sedekah itu tidak boleh diberikan kepada keluarga Muhammad. Sebab, sedekah adalah kotoran harta manusia.” (HR Muslim).

Para ulama juga memiliki perbedaan pendapat mengenai hukum Bani Hasyim menerima zakat maupun sedekah. Ada yang memperbolehkan, ada juga yang tidak memperbolehkan.

Namun, Manshur Abdul Hakim dalam bukunya membenarkan pendapat ulama yang mengatakan bahwa Bani Hasyim boleh menerima zakat ataupun sedekah jika mereka tidak mendapatkan jatah dari Baitul Mal dan seperlima untuk kerabat rasul..

3. Orangtua, anak, dan istri

Para ulama sepakat untuk melarang memberi zakat dan sedekah kepada orangtua, anak, dan istri karena mereka adalah orang yang harus diberi nafkah, bukan sedekah.

Namun jika mereka tergolong miskin dan terlilit hutang, maka suami boleh memberikan zakat atau sedekah.

4. Proyek konstruksi

Dikutip dari buku Fikih Sunnah Jilid 2 karya Sayyid Sabiq bahwa zakat atau sedekah tidak boleh diserahkan untuk pembangunan konstruksi seperti pembangunan masjid, jembatan, perbaikan jalan, dll meskipun bernilai ibadah.

Allah SWT berfirman dalam surat At-Taubah ayat 60 yang artinya,

“Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah, dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”

(dvs/dvs)



Sumber : www.detik.com

Takut Miskin dan Menunda Sedekah Jadi Tanda Orang Kikir



Jakarta

Orang yang menunda melakukan sedekah karena takut miskin termasuk dalam golongan orang kikir. Allah SWT tidak menyukai orang-orang yang kikir.

Sedekah bisa dikerjakan kapan pun dan di mana pun. Sedekah tidak harus dengan harta, oleh karenanya amalan ini termasuk yang harus dikerjakan dengan segera.

Dalam bersedekah, seorang muslim terkadang melakukan kesalahan yang tidak disadari padahal dampaknya besar. Misalnya menunda melakukan sedekah atau merasa khawatir akan menjadi susah dan miskin jika bersedekah.


Mengutip buku 100 Kesalahan dalam Sedekah oleh Reza Pahlevi Dalimuthe, Lc, M.Ag dijelaskan bahwa orang yang menunda melakukan sedekah menjadi tanda ketidakikhlasan, ketidaktulusan, ketidakteguhan jiwa, dan ada rasa takut miskin. Padahal dianjurkan ketika seseorang mempunyai keinginan untuk bersedekah, hendaknya ia segera mendistribusikannya dengan segera tanpa berpikir banyak lagi.

Diriwayatkan oleh Bukhari, Rasulullah SAW bersabda,

“Haritsah bin Wahab berkata, ‘Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, ʻBersedekahlah sesungguhnya akan datang suatu zaman kepadamu di mana seseorang membawa sedekahnya, namun dia tak menemukan seorang pun yang mau menerimanya. Orang itu berkata. Kalau kamu datang kemarin, mungkin aku akan menerimanya, tetapi hari ini aku tidak sedang membutuhkannya.”

Hadits ini menegaskan bahwa sedekah sebaiknya langsung dilakukan tanpa menunda dan berpikir tentang hal-hal negatif yang akan terjadi.

Dalam Al-Qur’an surah At-Taubah ayat 79, Allah SWT berfirman,

ٱلَّذِينَ يَلْمِزُونَ ٱلْمُطَّوِّعِينَ مِنَ ٱلْمُؤْمِنِينَ فِى ٱلصَّدَقَٰتِ وَٱلَّذِينَ لَا يَجِدُونَ إِلَّا جُهْدَهُمْ فَيَسْخَرُونَ مِنْهُمْ ۙ سَخِرَ ٱللَّهُ مِنْهُمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

Artinya: (Orang-orang munafik itu) yaitu orang-orang yang mencela orang-orang mukmin yang memberi sedekah dengan sukarela dan (mencela) orang-orang yang tidak memperoleh (untuk disedekahkan) selain sekedar kesanggupannya, maka orang-orang munafik itu menghina mereka. Allah akan membalas penghinaan mereka itu, dan untuk mereka azab yang pedih.

Orang yang Takut Miskin karena Bersedekah

Ketulusan dalam melakukan sedekah semata-mata untuk mendapatkan ridho Allah SWT akan menumbuhkan rasa aman bagi orang yang bersedekah.

Seseorang yang terbiasa melakukan sedekah dengan ikhlas maka tidak akan ragu dan merasa takut dalam memberi sedekah. Dengan rasa ikhlas juga, seseorang tidak takut miskin atau kekurangan harta maupun kebahagiaan dan kemudahan di masa depan.

Sementara, sedekah yang tidak tulus akan menghalangi semua kebahagiaan dan ganjaran yang dijanjikan.

“Abu Mas’ud RA berkata, “Tatkala ayat sedekah turun (At Taubah ayat 79), kami mengamalkannya sesuai dengan kemampuan masing-masing. Salah seorang sahabat bersedekah dengan banyak sekali, kemudian orang munafik berkata, ‘Mereka melakukannya dengan riya.’ Dan salah seorang sahabat lainya bersedekah dengan semampunya (sedikit). Mereka (orang munafik) mengatakan, ‘Sesungguhnya Allah SWT terlalu kaya untuk menerima sedekah yang sedikit itu. Oleh karena itu, turunlah ayat tersebut.” (HR Bukhari)

Seorang muslim yang takut bersedekah karena khawatir dirinya akan menjadi miskin, termasuk dalam golongan orang yang kikir. Orang-orang seperti ini biasanya mendapat bisikan dalam hatinya, baik dari dalam dirinya atau dari orang lain, yang menganjurkannya untuk tidak bersedekah atau tidak terlalu banyak memberi.

Yang paling berperan dalam membisikkan rasa takut akan kemiskinan dalam bersedekah adalah setan. Setan sering membisikkan dalam hati manusia dan menghasut agar tidak melakukan sedekah.

Melalui surat Al-Baqarah ayat 268, Allah SWT berfirman,

ٱلشَّيْطَٰنُ يَعِدُكُمُ ٱلْفَقْرَ وَيَأْمُرُكُم بِٱلْفَحْشَآءِ ۖ وَٱللَّهُ يَعِدُكُم مَّغْفِرَةً مِّنْهُ وَفَضْلًا ۗ وَٱللَّهُ وَٰسِعٌ عَلِيمٌ

Artinya: Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjadikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengatahui.

Ketika setan telah berhasil menghasut seseorang pada sikap kikir, mereka akan terus menggoda agar orang tersebut melakukan aneka kejahatan seperti pencurian, perampokan, pembunuhan, dan sebagainya. Di sisi lain, kekikiran melahirkan sifat rakus dan pada gilirannya menjadi lahan yang subur bagi setan untuk mengantar kepada aneka kejahatan.

Orang dengan kepribadian pelit selalu enggan mengeluarkan sedekah, atau apapun, kepada orang lain. Orang pelit akan selalu merasa kalau ia bersedekah maka rezekinya akan jauh berkurang dan ia takut jatuh miskin karenanya. Padahal sesungguhnya orang yang kikir akan berakibat buruk bagi dirinya sendiri. la bukan hanya akan mendapat cap buruk dari lingkungan sekitarnya, namun Allah SWT juga tidak menyukai orang yang kikir.

Orang yang kikir sebenarnya bukan pelit pada orang lain, namun hakikatnya ia sedang kikir pada dirinya sendiri.

Rasulullah pernah bersabda, “Tidak akan berkurang harta seorang hamba karena disedekahkan.” (HR Tirmidzi)

Mengutip buku Mengapa Sedekahku Tak Dibalas? oleh Ustaz Ahmad Zacky el-Syafa dijelaskan bahwa sedekah yang terbaik pahalanya adalah sedekah di saat tubuh masih sehat dan tidak menunda melakukan sedekah.

Dalam sebuah hadits dijelaskan, suatu ketika para sahabat bertanya kepada Rasulullah SAW, “Ya Rasulullah SAW, apakah sedekah yang paling besar pahalanya? Rasul menjawab, ‘Sedekahmu ketika kamu masih sehat, merasa takut miskin dan mendambakan kekayaan. Janganlah menunda-nunda sedekah. Sehingga, apabila ajalmu sampai di kerongkongan maka barulah kamu katakan, ‘Berikan hartaku sekian pada si Fulan dan sekian pada si Fulan. Ketahuilah bahwa harta tersebut pada hakikatnya memang untuk si Fulan.” (HR Bukhari dan Muslim)

(dvs/rah)



Sumber : www.detik.com

Bacaan Niat Zakat Fitrah untuk Diri Sendiri dan Syarat Sahnya


Jakarta

Niat zakat fitrah untuk diri sendiri perlu dipahami oleh kaum muslimin. Terlebih, niat menjadi unsur penting dalam suatu ibadah.

Dalam sebuah hadits, Nabi Muhammad SAW bersabda:

“Semua perbuatan tergantung niatnya dan (balasan) bagi tiap-tiap orang (tergantung) apa yang diniatkan.” (HR Bukhari)


Zakat fitrah sendiri diwajibkan bagi seluruh kaum muslimin tanpa mengenal usia. Dijelaskan dalam buku Fiqih Praktis susunan Muhammad Bagir, zakat fitrah disebut juga sebagai zakat badan.

Maksud dari zakat badan ialah tidak berkaitan dengan harta kekayaan (mal) seseorang. Dalil kewajiban zakat fitrah mengacu pada hadits dari Ibnu Umar, ia berakta:

“Rasulullah SAW mewajibkan zakat fitrah pada bulan Ramadan kepada manusia.” (HR Muslim)

Pembacaan niat zakat fitrah dibedakan ke dalam beberapa kelompok. Hal ini disebabkan masing-masing niat berbeda tergantung individu yang hendak membayarnya. Lalu bagaimana bunyi niat zakat fitrah untuk diri sendiri?

Bacaan Niat Zakat Fitrah untuk Diri Sendiri

Menukil buku Modul Fikih Ibadah susunan Rosidin, berikut niat zakat fitrah untuk diri sendiri yang dapat dipanjatkan.

نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ زَكَاةَ الْفِطْرِ عَنْ نَفْسِي فَرْضًا لِلَّهِ تَعَالَى

Arab latin: Nawaitu an ukhrija zakaatal fithri ‘an nafsii fardhan lillaahi ta’aalaa

Artinya: “Saya berniat mengeluarkan zakat fitrah dari diri saya, fardhu karena Allah Ta’ala.”

Syarat Zakat Fitrah

Setidaknya ada sejumlah syarat sah zakat fitrah yang harus diperhatikan oleh umat Islam. Berikut bahasannya yang dikutip dari Buku Induk Fikih Islam Nusantara oleh K H IMaduddin Utsman al-Bantanie.

  1. Islam
  2. Tenggelamnya matahari di hari terakhir bulan Ramadan
  3. Adanya kelebihan dari makanan pokok bagi dirinya dan orang yang ditanggungnya

Golongan yang Berhak Menerima Zakat Fitrah

Zakat fitrah tidak diberikan kepada sembarang orang. Golongan yang berhak menerimanya tercantum dalam surat At Taubah ayat 60,

اِنَّمَا الصَّدَقٰتُ لِلْفُقَرَاۤءِ وَالْمَسٰكِيْنِ وَالْعٰمِلِيْنَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوْبُهُمْ وَفِى الرِّقَابِ وَالْغٰرِمِيْنَ وَفِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَابْنِ السَّبِيْلِۗ فَرِيْضَةً مِّنَ اللّٰهِ ۗوَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ

Artinya: “Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, para amil zakat, orang-orang yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) para hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan untuk orang-orang yang sedang dalam perjalanan (yang memerlukan pertolongan), sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”

Jika dirinci, berikut orang-orang yang dapat menerima zakat fitrah seperti dinukil dari Buku Pintar Muslim dan Muslimah karya Rina Ulfatul Hasanah.

  • Fakir, yaitu orang yang tidak mempunyai harta dan tidak mempunyai pekerjaan atau sumber pendapatan yang tetap
  • Miskin, yaitu orang yang mempunyai pekerjaan tetap tetapi gajinya tidak dapat mencukupi kebutuhan keluarganya
  • Gharim, yaitu orang yang mempunyai banyak utang dan kesulitan untuk melunasi semua utangnya
  • Riqab, yakni budak (hamba sahaya) yang akan dimerdekakan oleh tuannya, apabila ia mampu menebus dirinya
  • Amil, yaitu orang yang bertugas mengumpulkan dan membagikan zakat
  • Muallaf, yaitu orang yang masih lemah imannya, sehingga dengan pemberian itu diharapkan akan semakin mantap imannya
  • Sabilillah, yaitu orang-orang yang berjuang di jalan Allah seperti berperang melawan musuh-musuh Allah, mendirikan sekolah (madrasah), masjid, dan lain sebagainya
  • Ibnu Sabil, yaitu musafir atau orang-orang yang kehabisan bekal di perjalanan dan perjalanannya itu tidak untuk maksiat

Demikian bacaan niat zakat fitrah untuk diri sendiri dan informasi terkaitnya. Semoga membantu.

(aeb/erd)



Sumber : www.detik.com

Orang yang Paling Berhak Menerima Sedekah, Siapa Saja?


Jakarta

Sedekah termasuk ke dalam amalan yang mengandung banyak keutamaan. Dalam bersedekah, seorang muslim harus dilandasi dengan niat ikhlas semata-mata mengharap ridha Allah SWT.

Dalam surat Saba ayat 39 dijelaskan bahwa sedekah dapat melapangkan rezeki seseorang, Allah SWT berfirman:

قُلْ اِنَّ رَبِّيْ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَّشَاۤءُ مِنْ عِبَادِهٖ وَيَقْدِرُ لَهٗ ۗوَمَآ اَنْفَقْتُمْ مِّنْ شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهٗ ۚوَهُوَ خَيْرُ الرّٰزِقِيْنَ


Artinya: Katakanlah (Nabi Muhammad), “Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya dan menyempitkannya.” Sesuatu apa pun yang kamu infakkan pasti Dia akan menggantinya. Dialah sebaik-baik pemberi rezeki.

Tidak ada nominal khusus saat bersedekah. Pemberiannya dilakukan secara sukarela tanpa jumlah yang ditentukan tanpa rasa pamrih.

Mengutip buku Fiqih susunan Khoirun Nisa’ M Pd I dkk, hukum pemberian sedekah sendiri ialah sunnah muakkad yang berarti sangat dianjurkan. Dalam kondisi tertentu sedekah dapat berubah menjadi wajib.

Salah satu contoh dari perubahan hukum sedekah yaitu ketika ada seseorang datang dengan keadaan yang memprihatinkan. Kondisinya kelaparan dan apabila tidak diberi makan maka ia akan sakit atau meregang nyawa. Pada momen ini, maka hukum sedekah dari sunnah muakkad berubah menjadi wajib.

Hukum sedekah juga dapat menjadi haram jika barang atau harta yang disedekahkan berasal dari kejahatan atau perbuatan maksiat. Lantas, siapa yang paling berhak menerima sedekah?

Golongan yang Paling Berhak Menerima Sedekah

Sayyid Sabiq melalui karyanya yang berjudul Fikih Sunnah Jilid 2 menjelaskan bahwa orang yang paling berhak menerima sedekah ialah keluarga, kerabat, dan anak-anaknya. Tidak boleh bersedekah apabila harta yang digunakan untuk sedekah masih diperlukan untuk nafkah hidup diri sendiri dan keluarganya.

Lain halnya jika orang tersebut sudah mampu memenuhi kebutuhan keluarga dan diri sendiri. Maka mereka dianjurkan untuk bersedekah kepada orang lain yang lebih membutuhkannya.

Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda,

‘Sedekahlah kalian!’ Seorang sahabat berkata, ‘Ya Rasul, aku punya satu dinar?’ Rasul menjawab, ‘Sedekah kepada dirimu sendiri.’ Ia berkata, ‘Aku masih punya uang lagi?’ ‘Sedekah kepada anakmu,’ jawab Rasul. Ia berkata, ‘Aku masih punya uang?’ Rasul menjawab, ‘Sedekah kepada pelayanmu.’ Ia berkata lagi, ‘Aku masih punya uang lainnya?’ Rasul menjawab, ‘Kamu lebih tahu sedekah kepada siapa lagi.'” (HR Abu Dawud dan An-Nasai. Ini hadits shahih menurut Ibnu Hibban dan Al-Hakim)

Dalam riwayat lainnya, dijelaskan terkait sedekah yang paling utama. Dari Abu Hurairah, beliau bertanya:

“Wahai Rasulullah, apakah sedekah yang paling utama?’ Rasul menjawab, ‘Sedekah orang sedikit harta. Utamakanlah orang yang menjadi tanggung jawabmu,'” (HR Ahmad dan Abu Dawud. Hadits shahih menurut Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, dan Al-Hakim)

Manfaat Sedekah bagi Kaum Muslimin

Menukil buku Dirasah Islamiyah oleh Al Mubdi’u dkk, berikut sejumlah manfaat yang dapat diperoleh dari bersedekah.

1. Membuka Pintu Rezeki

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Baihaqi, Nabi Muhammad bersabda: “Turunkanlah (datangkanlah) rezekimu (dari Allah) dengan mengeluarkan sedekah.” (HR Baihaqi)

2. Memperpanjang Usia

Manfaat sedekah lainnya ialah memperpanjang umur. Ini sesuai dengan sabda Rasulullah yang berbunyi, “Sesungguhnya sedekahnya orang muslim itu dapat menambah umurnya, dapat mencegah kematian yang buruk (su’ul khotimah), Allah akan menghilangkan darinya sifat sombong, kefakiran dan sifat bangga pada diri sendiri.” (HR Thabrani)

3. Sebagai Naungan di Hari Kiamat

Selain itu, sedekah juga menjadi naungan di hari kiamat kelak. Dalam hadits riwayat Ahmad, Rasulullah SAW bersabda: “Naungan bagi seorang mukmin pada hari kiamat adalah sedekahnya.” (HR Ahmad)

(aeb/rah)



Sumber : www.detik.com

Hukum Harta yang Tidak Memiliki Nisab dan Haul, Bagaimana Zakatnya?



Yogyakarta

Dari lima rukun Islam, zakat merupakan rukun Islam yang ketiga.

Zakat adalah salah satu pilar utama dalam Islam yang mengharuskan umat muslim memberikan sebagian kekayaan mereka kepada yang membutuhkan.

Anjuran mengeluarkan zakat terdapat dalam surah At-Taubah ayat 103,


خُذْ مِنْ اَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيْهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْۗ اِنَّ صَلٰوتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْۗ وَاللّٰهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ ١٠٣

Artinya: “Ambillah zakat dari harta mereka (guna) menyucikan dan membersihkan mereka, dan doakanlah mereka karena sesungguhnya doamu adalah ketenteraman bagi mereka. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

Salah satu persyaratan utama untuk wajib membayar zakat adalah mencapai nisab atau haul. Namun, bagaimana jika harta seseorang tidak mencapai nisab? Berikut penjelasannya.

Arti Nisab dan Haul

Dikutip dari buku Metode Praktis Penetapan Nisab Zakat karya Setiawan Badi Utomo, haul merupakan kepemilikan terhadap kekayaan wajib zakat selama satu tahun.

Setiawan Badi Utomo dalam bukunya yang berjudul Penetapan Nisab Zakat mendefinisikan nisab adalah jumlah atau batas minimal kekayaan yang wajib dibayarkan zakatnya.

Besaran nisab dan haul dapat berbeda tergantung pada jenis harta yang dimiliki. Terdapat empat jenis harta dengan nisab atau haul yang berbeda, yaitu hasil bumi berupa biji-bijian dan buah-buahan, binatang ternak, emas dan perak, serta barang perniagaan.

Harta yang Tidak Mencapai Nisab

Masih mengutip dari sumber buku yang sama, jika harta seseorang tidak mencapai nisab atau haul, maka mereka tidak diwajibkan untuk membayar zakat. Sedangkan jika harta seseorang telah mencapai hisab atau haul, maka mereka diwajibkan untuk membayar zakat.

Dikutip dari buku Fikih Sunnah 5 Jilid Lengkap Jilid 2 karya Sayyid Sabiq, Imam Nawawi berkata bahwa sepanjang tahun mengalami kekurangan nisab, maka hitungan tahun akan terputus. Jika setelah itu nisab kembali mencukupi, maka hitungan berlaku lagi sejak tercapainya nisab tersebut.

Jenis Harta yang Tidak Memiliki Nisab

Mengutip buku Metode Praktis Penetapan Nisab Zakat karya Setiawan Badi Utomo, hasil pendapatan seperti hasil pertanian, buah-buahan, madu, barang tambang, dan sejenisnya, zakatnya harus dikeluarkan ketika diperoleh, dan tidak menunggu sampai waktu satu tahun.

Dikutip dari buku Fikih Sunnah 5 Jilid Lengkap Jilid 2 karya Sayyid Sabiq, harta yang tidak boleh dibayarkan sebagai zakat yaitu:

1. Zakat binatang yang tidak ternak

Zakat tidak wajib dikeluarkan pada kuda dan keledai, kecuali jika dikomersilkan.

Rasulullah SAW bersabda, “Aku memaklumi kuda dan budak untuk tidak dikeluarkan zakat pada keduanya.” (HR Ahmad dan Abu Daud)

2. Zakat anak hewan yang belum berumur satu tahun

Jika hewan ternak telah beranak di pertengahan tahun, maka diwajibkan untuk mengeluarkan zakat jika anak hewan tersebut telah berusia satu tahun.

3. Zakat rikaz (harta karun) dan tambang

Abu Hanifa, Ahmad, dan Malik berpendapat bahwa zakat harta karun adalah wajib, dalam jumlah sedikit maupun dalam jumlah banyak, tanpa harus satu nisab.

4. Zakat hasil laut

Mayoritas ulama berpendapat bahwa zakat hasil laut tidak diwajibkan seperti mutiara, marjan, zubarjad, ikan paus, dll. Namun menurut riwayat dari Ahmad, zakat mutiara dan ikan paus wajib dikeluarkan jika telah mencapai satu nisab.

5. Zakat harta dari hasil usaha

Jika seseorang mempunyai satu-satunya harta yang mencapai satu nisab, atau mempunyai harta sejenis yang tidak mencukupi satu nisab, maka wajib mengeluarkan zakatnya dengan menggabungkan hasil usahanya tersebut hingga mencukupi masa satu tahun.

6. Zakat harta milik bersama

Jika suatu harta menjadi milik bersama, maka masing-masing dari mereka tidak diwajibkan untuk mengeluarkan zakatnya hingga harta yang mereka miliki mencapati nisab secara sempurna.

(dvs/dvs)



Sumber : www.detik.com

Sedekah yang Paling Besar Pahalanya, Apa Itu?


Jakarta

Sedekah adalah amalan yang paling mudah dilakukan dan mengandung banyak keutamaan. Anjuran bersedekah disebutkan dalam surat Al Baqarah ayat 274,

اَلَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ اَمْوَالَهُمْ بِالَّيْلِ وَالنَّهَارِ سِرًّا وَّعَلَانِيَةً فَلَهُمْ اَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْۚ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَ ٢٧٤

Artinya: “Orang-orang yang menginfakkan hartanya pada malam dan siang hari, baik secara rahasia maupun terang-terangan, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada rasa takut pada mereka dan tidak (pula) mereka bersedih.”


Dijelaskan dalam buku 100 Kesalahan dalam Sedekah susunan Reza Pahlevi Dalimuthe Lc M Ag, sedekah artinya apa yang dikeluarkan seseorang dari hartanya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Sedekah tidak hanya selalu berkaitan dengan harta, namun juga hal-hal lainnya.

Hukum bersedekah sangat dianjurkan atau sunnah muakkad. Keutamaan sedekah sendiri sangat banyak.

Disebutkan dalam sebuah hadits riwayat Bukhari, sedekah bahkan dapat menjauhkan dari api neraka.

“Dari Adi bin Hatim mengatakan, Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Jagalah diri kalian dari api neraka sekalipun hanya dengan sebiji kurma.” Kemudian beliau berpaling dan menyingkir, kemudian beliau bersabda lagi: “Jagalah diri kalian dari neraka”, kemudian beliau berpaling dan menyingkir (tiga kali) hingga kami beranggapan bahwa beliau melihat neraka itu sendiri, selanjutnya beliau bersabda: “Jagalah diri kalian dari neraka sekalipun hanya dengan sebiji kurma, kalaulah tidak bisa, lakukanlah dengan ucapan yang baik.”

Lantas, sedekah apa yang paling besar pahalanya?

Sedekah yang Paling Besar Pahalanya

Terkait sedekah yang paling besar pahalanya pernah dibahas dalam sebuah hadits yang bersumber dari riwayat Abu Hurairah RA melalui kitab Zakat. Seorang lelaki mendatangi Nabi Muhammad seraya bertanya,

“Ya Rasulullah, sedekah mana yang paling besar pahalanya?”

Beliau bersabda, “Yaitu jika engkau bersedekah, engkau itu masih sehat dan sebenarnya engkau kikir. Kau takut menjadi fakir dan engkau sangat berharap menjadi kaya. Tetapi janganlah engkau menunda-nunda sehingga apabila nyawamu telah sampai di kerongkongan lalu berkata, ‘Yang ini untuk fulan dan yang ini untuk fulan’, padahal yang demikian itu memang untuk fulan.” (HR Muttafaq’alaih).

Menurut Syarah Riyadhus Shalihin Jilid 1 oleh Imam Nawawi, hadits tersebut ditafsirkan bahwa ketika seorang muslim bersedekah dalam keadaan sehat, maka pahala yang didapatkannya begitu besar. Menurutnya, sifat kikir dalam diri seseorang paling terlihat ketika mereka dalam keadaan sehat.

Imam Nawawi menjelaskan, ketika seorang muslim bersikap dermawan dan bersedekah dalam keadaan sehat maka itu membuktikan keikhlasan hatinya dan cinta yang besar pada Allah SWT. Tentu berbeda dengan kondisi orang yang tengah sakit atau berada di penghujung ajal.

Kondisi tersebut, lanjut Imam Nawawi, membuat seorang muslim melihat harta bukan lagi miliknya. Sebab, kondisi mereka sudah putus asa dengan hidup.

Hadits di atas menunjukkan bahwa muslim dianjurkan untuk bersedekah dalam keadaan sehat, kaya, dan kikir agar mendapat pahala yang besar sebagaimana dikatakan oleh Asy Syarqawi. Dalam keterangannya yang diterjemahkan oleh Syaikh Muhammad Musthafa Imarah melalui Jawahir Al-Bukhari, dikatakan bahwa keadan tersebut menunjukkan kebenaran tujuan dari bersedekah dan kuatnya keinginan untuk mendekatkan diri kepada-nya.

(aeb/erd)



Sumber : www.detik.com

Ini Urutan Pertama Penerima Infaq Menurut Islam



Jakarta

Infaq menjadi salah satu ibadah prinsip penting dalam ajaran Islam yang mendorong umat muslim untuk memberikan sebagian dari harta mereka kepada yang membutuhkan. Siapa orang yang pertama dan paling berhak menerima infaq?

Dalam Islam, memberikan infaq merupakan salah satu cara untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan juga sebagai bentuk kepedulian terhadap sesama.

Namun, dalam memberikan infaq, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan. Salah satunya adalah urutan dalam memberikan infaq.


Pengertian Infaq

Dikutip dari buku Hukum Perdata Islam: Penerapan Hukum Keluarga dan Hukum Bisnis Islam di Indonesia karya Siska Lis Sulistiani, Infaq adalah harta yang dikeluarkan oleh seseorang setiap ia mendapatkan rezeki sesuai dengan yang dikehendakinya.

Hal tersebut menjadi bentuk amal yang memiliki nilai penting dalam meningkatkan kebaikan diri.

Dasar Hukum Infaq

Dasar hukum infaq telah dijelaskan dalam Al-Qur’an. Salah satunya terdapat dalam surah Ali Imran ayat 134,

الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ فِى السَّرَّۤاءِ وَالضَّرَّۤاءِ وَالْكٰظِمِيْنَ الْغَيْظَ وَالْعَافِيْنَ عَنِ النَّاسِۗ وَاللّٰهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَۚ ١٣٤

Artinya: “(yaitu) orang-orang yang selalu berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, orang-orang yang mengendalikan kemurkaannya, dan orang-orang yang memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan.”

Selain dalam Al-Qur’an, dasar hukum infaq juga telah disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW dalam sebuah hadits tentang keutamaan berinfak,

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : لَيْسَ عَلَى الْمُسْلِمِ فِي عَبْدِ وَلاَ فَرَسِهِ صَدَقَةٌ رَوَاهُ البُخَارِي وَلْمُسْلِمِ : لَيْسَ فِي الْعَبْدِ صَدَقَةٌ إِلَّا صَدَقَةُ الْفِطْرِ

Artinya: “Dari Abu Hurairah RA, ia berkata: Rasulullah SAW pernah bersabda: “Orang muslim tidak diwajibkan mengeluarkan zakat budak dan kudanya.””(HR Bukhari)

Urutan Pertama dalam Memberikan Infaq

Urutan pertama dalam memberikan infaq terdapat dalam surah Al-Baqarah ayat 215,

يَسْـَٔلُوْنَكَ مَاذَا يُنْفِقُوْنَ ۗ قُلْ مَآ اَنْفَقْتُمْ مِّنْ خَيْرٍ فَلِلْوَالِدَيْنِ وَالْاَقْرَبِيْنَ وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنِ وَابْنِ السَّبِيْلِ ۗ وَمَا تَفْعَلُوْا مِنْ خَيْرٍ فَاِنَّ اللّٰهَ بِهٖ عَلِيْمٌ ٢١٥

Artinya: “Mereka bertanya kepadamu (Nabi Muhammad) tentang apa yang harus mereka infakkan. Katakanlah, “Harta apa saja yang kamu infakkan, hendaknya diperuntukkan bagi kedua orang tua, kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan orang yang dalam perjalanan (dan membutuhkan pertolongan).” Kebaikan apa saja yang kamu kerjakan, sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya.”

Menurut buku Edisi Indonesia Tafsir Ibnu Katsir, orang tua menjadi urutan pertama sebagai penerima infaq. Setelah itu baru anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan orang yang dalam perjalanan (dan membutuhkan pertolongan). Tidak disebutkan dalam ayat tersebut rebana, seruling, patung, dan tirai dinding (barang yang haram dan sia-sia).

Allah SWT mengetahui segala bentuk kebaikan dan akan membalasnya dengan pahala yang lebih besar.

Keutamaan Infaq

Dikutip dari buku Panduan Muslim Kaffah Sehari-hari dari Kandungan hingga Kematian karya Muh. Hambali, seorang muslim akan mendapatkan beberapa keutamaan dengan melakukan infaq seperti

  • Allah SWT akan mengampuni dosa-dosanya
  • Akan didoakan malaikat
  • Meringankan beban orang lain
  • Bekal menuju akhirat

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa memberikan infaq merupakan salah satu bentuk ibadah yang dianjurkan dalam Islam. Dalam memberikan infaq, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, salah satunya adalah urutan dalam memberikan infaq. Urutan pertama dalam memberikan infaq menurut Islam adalah orang tua

(dvs/dvs)



Sumber : www.detik.com

Buka Rakornas 2023, Wapres Minta Baznas Perkuat Digitalisasi-Kepercayaan Masyarakat



Jakarta

Wapres KH Ma’ruf Amin mendorong Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) untuk senantiasa melakukan perbaikan nyata. Termasuk dalam memperkuat digitalisasi kelembagaan hingga kepercayaan dari masyarakat.

Hal ini disampaikannya saat membuka Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Baznas 2023 di The Sultan Hotel & Residence Jakarta, Rabu (20/9/2023).

“Tingkatkan pemanfaatan-pemanfaatan teknologi digital secara terintegrasi agar pengumpulan penyaluran serta pengelolaan ZIS dan dana sosial keagamaan lainnya mencapai hasil yang semakin optimal,” ujarnya.


Meski demikian, Wapres menambahkan, ia sudah melihat sudah mulai dilakukan digitalisasi oleh Baznas dalam hal pengelolaan zakat.

“(Hal ini) demi menciptakan transformasi tata kelola syariah yang mendatangkan maslahat bagi umat,” tuturnya.

Wapres juga menyoroti potensi yang besar bagi zakat di Indonesia.

“Berarti kita perlu rumuskan teknik ngambilnya (pengumpulan zakat),” ujarnya.

Salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam hal itu, kata Wapres, adalah trust atau kepercayaan masyarakat.

“Jangan sampai orang tidak mau berzakat melalui Baznas,” katanya.

Di samping itu, Wapres menyebut, keberadaan dan peran Baznas sebagai mitra strategis pemerintah sangat krusial. Hal ini dirujuknya pada partisipasi aktif Baznas dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan bersama pemerintah.

“Terlebih dihadapkan dengan menuju target kemiskinan ekstrem menjadi 0 persen pada 2024 atau lebih cepat 6 bulan dari target SDGs,” tutur Wapres.

Wapres mengatakan, upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan penghapusan kemiskinan ekstrem hanya dapat diwujudkan melalui kolaborasi dan kerja sama seluruh pemangku kepentingan.

“Saya minta Baznas terus konsisten meningkatkan partisipasi aktifnya, tidak hanya mengurangi beban pengeluaran kelompok miskin ekstrem tapi juga meningkatkan pemberdayaan ekonomi masyarakat miskin ekstrem,” katanya.

Sementara itu, Ketua Baznas KH Noor Achmad pesan Wapres tersebut akan dipertegas dalam Rakornas 2023. Pertama, terkait penguatan kelembagaan dan infrastruktur secara digital.

“Kedua, harus mendapatkan trust dan seluruh LAZ seluruh Indonesia harus mendapat kepercayaan dan transparan,” bebernya.

Rakornas Baznas 2023 diselenggarakan pada 20-23 September 2023 di Jakarta. Pembukaannya turut dihadiri oleh Menag Yaqut Cholil Qoumas, Kepala BPKH Fadlul Imansyah, dan pimpinan Baznas provinsi dari seluruh Indonesia.

(dvs/erd)



Sumber : www.detik.com

Ketua Soroti Kesenjangan di Daerah, Masih Ada Pimpinan Baznas Tak Digaji



Jakarta

Ketua Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) RI KH Noor Achmad melaporkan kesenjangan yang dialami pada Baznas sejumlah daerah. Ada pimpinan yang hanya digaji 500 ribu per bulannya bahkan disebut tidak mendapat gaji apa-apa.

Keterangan ini disampaikan dalam sambutannya pada pembukaan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Baznas 2023 di Hotel Sultan, Jakarta, Rabu (20/9/2023).

“Pimpinan Baznas tersebut (di daerah) yang luar biasa ada yang mendapatkan gaji 500 ribu per bulan, bahkan ada yang tidak mendapatkan apa-apa, bahkan mengeluarkan uang sendiri,” beber pria yang juga disapa Kiai Noor ini.


Kondisi tersebut, disebut Kiai Noor, terjadi di Baznas bagian Timur. Ia pun kemudian mengambil contoh kesenjangan yang terlihat di Baznas daerah Jawa dan Sumatera dengan Baznas yang berada di bagian Timur.

Tidak hanya gaji, kesenjangan lain yang terlihat adalah kondisi kantor Baznas sendiri. Beberapa disebutnya masih tidak memiliki kantor atau berpindah-pindah sesuai dengan posisi ketua Baznas daerah tersebut.

Kiai Noor kemudian melanjutkan kesenjangan lainnya yakni nihilnya dukungan dan kolaborasi dengan pemerintah daerah (pemda) setempat, “Masih banyak yang belum banyak mendapat dukungan dari pemerintah daerah setempat,” ungkapnya.

Selain itu, laporan yang diterimanya terkait kesenjangan kondisi Baznas di daerah terlihat pada minimnya orang yang berminat dalam pengelolaan dana keagamaan. Hal ini disebabkan karena jumlah muslim yang minoritas di daerah tersebut.

“Contohnya dari pendaftaran pimpinan Baznas, kalau diminta 10, dikirim ke pusat buat diambil 5, itu hanya ada kurang dari 5. Saking minimnya,” tutur Kiai Noor.

Padahal, Kiai Noor mengatakan, sudah ada penerapan program 4 penguatan yang terdiri dari, organisasi, kelembagaan, serta manajemen; Sumber Daya Manusia (SDM); infrastruktur; dan jaringan. Namun, kesenjangan tersebut masih terlihat mencolok.

“Dalam kenyataannya, dari jumlah 34 provinsi dan 514 kabupaten/kota Baznas, ada perbedaan-perbedaan yang sangat mencolok antara kabupaten satu dengan yang lain atau provinsi satu dengan provinsi yang lain,” ujarnya.

Untuk itu, Kiai Noor melanjutkan, para pimpinan Baznas dari daerah yang disebutkannya diundang langsung untuk menghadiri Rakornas Baznas 2023 di Jakarta dengan pembiayaan full dari Baznas pusat.

“Kami melihat betapa beratnya mereka berjuang untuk Baznas di daerah-daerah tersebut. Kami juga masih melihat begitu berkutatnya teman-teman kami di daerah dalam rangka memperkuat Baznas,” pungkasnya.

Rakornas Baznas 2023 digelar mulai hari ini hingga 22 September 2023 dengan tema 3 A (aman syar’i, aman regulasi, dan aman NKRI). Rapat besar ini akan membahas evaluasi pencapaian pengelolaan zakat per provinsi tahun 2022 dan semester 1 2023, penguatan pencapaian target 2030, serta perencanaan target, dan strategi pengelolaan zakat tahun 2024.

Pembukaan Rakornas Baznas ditandai dengan pemukulan gong beberapa kali oleh Wapres Ma’ruf Amin di Hotel Sultan, Jakarta Pusat. Secara bersamaan, hal itu juga menandai dibukanya training of trainer (ToT) bahasa isyarat Al-Qur’an.

(aeb/erd)



Sumber : www.detik.com