4 Sedekah yang Paling Utama Menurut Hadits, Yuk Amalkan!


Jakarta

Sedekah adalah memberikan bantuan atau pertolongan berupa harta atau lainnya dengan mengharap ridha Allah SWT, tanpa mengharap imbalan apapun dari manusia. Sedekah tak hanya berbentuk harta ataupun uang, namun juga bisa segala sesuatu yang dapat memberikan manfaat kepada orang lain.

Mengutip laman Kementerian Agama, hukum sedekah dalam Islam adalah sunnah dan memiliki banyak manfaat, baik untuk diri sendiri maupun untuk meningkatkan kesejahteraan umum.

Allah SWT telah berfirman pada surat Yusuf ayat 88 mengenai bersedekah, yakni sebagai berikut:


فَلَمَّا دَخَلُوا۟ عَلَيْهِ قَالُوا۟ يَٰٓأَيُّهَا ٱلْعَزِيزُ مَسَّنَا وَأَهْلَنَا ٱلضُّرُّ وَجِئْنَا بِبِضَٰعَةٍ مُّزْجَىٰةٍ فَأَوْفِ لَنَا ٱلْكَيْلَ وَتَصَدَّقْ عَلَيْنَآ ۖ إِنَّ ٱللَّهَ يَجْزِى ٱلْمُتَصَدِّقِينَ

Artinya: “Maka ketika mereka masuk ke (tempat) Yusuf, mereka berkata: ‘Hai Al Aziz, kami dan keluarga kami telah ditimpa kesengsaraan dan kami datang membawa barang-barang yang tak berharga, maka sempurnakanlah sukatan untuk kami, dan bersedekahlah kepada kami, sesungguhnya Allah memberi balasan kepada orang-orang yang bersedekah'”. (QS. Yusuf: 88)

Rasulullah SAW menyebut ada empat sedekah yang paling utama untuk dilaksanakan. Apa saja sedekah tersebut? Simak pembahasannya secara lengkap di bawah ini.

Nabi Muhammad SAW dalam berbagai sabdanya telah mengungkapkan ada empat sedekah yang paling utama bagi umat muslim. Mengutip buku Ensiklopedia Mizanul Hikmah oleh Muhammad M. Reysyahri, berikut penjelasannya.

1. Bersedekah dalam Kondisi Sehat

أَنْ تَصَدَّقَ وَأَنْتَ صَحِيحٌ شَحِيحٌ تَخْشَى الْفَقْرَ وَتَأْمُلُ الْغِنَى وَلَا تُمْهِلَ حَتَّى إِذَا بَلَغَتْ الْحُلْقُومَ قُلْتَ لِفُلَانٍ كَذَا وَلِفُلَانٍ كَذَا أَلَا وَقَدْ كَانَ لِفُلَانٍ

Artinya: “Hendaknya engkau bersedekah sementara engkau dalam keadaan sehat dan tamak, yakni engkau sedang menginginkan (mencintai) kehidupan dan mengkhawatirkan kemiskinan. Dan janganlah engkau menunda sedekah itu hingga (saat) ruh telah sampai di tenggorokan, lalu engkau (baru) mengatakan, ‘Untuk fulan sekian (aku berikan dari hartaku) dan untuk fulan sekian.’ Ketahuilah, harta itu telah menjadi milik fulan.” (HR Muslim)

2. Bersedekah Secara Rahasia

أَفضَلُ الصَّدَقَةِ سِرٌّ إِلَى فَقِيرٍ و جُهَدٌ مِن مُقل

Artinya: “Sedekah paling utama adalah sedekah secara rahasia kepada seorang fakir dan kerja keras seorang yang miskin.” (HR Abu Dawud & Ibnu Majah)

3. Bersedekah Kepada Orang yang Memusuhinya

عَنْهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ (لمَا سُئل عن أفضل الصَّدَقَةِ): عَلَى ذِي الرَّحِم الكاشح

Artinya: ‘Ketika ditanya tentang seutama-utama sedekah, Rasulullah bersabda: “Kepada seorang kerabat yang memusuhinya.” (HR Ahmad)

4. Bersedekah Lisan

إِنَّ افَضَلَ الصَّدَقَةِ صَدَقَةُ اللسَانٍ، تحقُنُ بِهِ الدماء، وتدفعُ بِهِ الكريهة، وتجر المنفعة إلى اخيك المسلم

Artinya: “Sesungguhnya sedekah paling utama adalah sedekah lisan, yang mencegah pertumpahan darah, menolak malapetaka, dan mendatangkan manfaat bagi saudara muslimmu.”

Manfaat Bersedekah

Selain mendapat pahala dan keberkahan dari Allah SWT, adapun manfaat lain dari bersedekah, yakni sebagai berikut:

  • Menghindarkan murka Allah SWT dan menolak bencana akibat perbuatan dosa.
  • Membantu ke sesama manusia yang sangat membutuhkan pertolongan.
  • Mempererat tali persaudaraan.
  • Memperkecil jurang pemisah antara yang kaya dan miskin.
  • Memperlancar pembangunan fasilitas pengembangan umat seperti sekolah, pesantren, rumah sakit, dan sarana ibadah.

Pembagian Sedekah

Perlu diketahui bahwa pembagian sedekah terbagi menjadi empat hal. Dilansir situs Kementerian Agama (Kemenag), berikut pembagian sedekah:

  • Sedekah wajib, yaitu sedekah dalam bentuk zakat.
  • Sedekah sunnah, yaitu sedekah yang biasa dilakukan.
  • Sedekah sunah muakad, yaitu sedekah dalam bentuk wakaf dan amal jariyah.
  • Sedekah mubah, yaitu sedekah berupa hadiah dan ibadah

Itu dia empat sedekah yang paling utama menurut hadits Rasulullah SAW. Semoga artikel ini dapat menyadarkan detikers agar lebih banyak bersedekah selama hidup di dunia.

(ilf/fds)



Sumber : www.detik.com

7 Golongan Ini Tidak Berhak Menerima Zakat, Siapa Saja?


Jakarta

Zakat adalah kewajiban yang harus dilaksanakan oleh umat muslim. Sebagai informasi, secara bahasa kata zakat berasal dari ‘zaka’ yang artinya tumbuh, suci, dan berkah.

Dari segi istilah, zakat adalah segala sesuatu yang dikeluarkan seseorang sebagai kewajiban kepada Allah SWT dan diserahkan kepada orang yang berhak menerimanya.

Allah SWT telah berfirman di dalam Al Qur’an mengenai perintah zakat bagi umat muslim. Hal ini telah dijelaskan dalam Surat Al-Baqarah ayat 43, yakni sebagai berikut:


وَاَقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتُوا الزَّكٰوةَ وَارْكَعُوْا مَعَ الرّٰكِعِيْنَ

Artinya: “Tegakkanlah salat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk.”

Selain itu, perintah menunaikan zakat juga termaktub dalam Surat Al-Baqarah ayat 110:

وَاَقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتُوا الزَّكٰوةَ ۗ وَمَا تُقَدِّمُوْا لِاَنْفُسِكُمْ مِّنْ خَيْرٍ تَجِدُوْهُ عِنْدَ اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌ

Artinya: “Dirikanlah salat serta tunaikanlah zakat. Segala kebaikan yang telah kamu kerjakan untuk dirimu akan kamu dapatkan (pahalanya) di sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”

Namun, perlu diketahui bahwa ada sejumlah golongan yang tidak berhak menerima zakat. Siapa saja mereka? Simak selengkapnya di bawah ini.

Golongan yang Tidak Berhak Menerima Zakat

Mengutip buku 17 Tuntutan Hidup Muslim oleh Wahyono Hadi Parmono, dkk, ada sejumlah golongan yang tidak berhak menerima zakat. Simak penjelasannya di bawah ini.

1. Keturunan Rasulullah SAW

Golongan yang pertama adalah mereka yang merupakan keturunan Rasulullah SAW. Dalam sebuah hadits, Nabi Muhammad SAW bersabda:

“Pada suatu hari, Hasan (cucu Rasulullah) telah mengambil sebuah kurma dari zakat lalu dimasukkan ke mulutnya. Rasulullah berkata (kepada Hasan), ‘jijik, jijik, muntahkan kurma itu, sesungguhnya tidak halal bagi kita (Nabi dan keturunannya) mengambil sedekah atau zakat.” (HR Muslim)

Lalu, Abu Hurairah pernah berkata dalam suatu hadits sebagai berikut:

“Bahawasanya Nabi SAW apabila diberi makanan, beliau menanyakannya. Apabila dijawab hadiah, beliau memakan sebagiannya. Apabila itu zakat, beliau tidak memakannya.” (HR Muslim dan Bukhari)

2. Orang Kaya

Orang kaya tentu memiliki harta yang berlimpah, oleh karena itu mereka masuk ke dalam golongan yang tidak berhak menerima zakat. Soalnya, mereka mampu untuk memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya.

Dalam suatu hadits, Rasulullah SAW bersabda:

“Barang siapa meminta-minta sedangkan ia mempunyai kekayaan maka seolah-olah ia memperbesar siksaan neraka atas dirinya. Mereka bertanya, ‘Ya Rasulullah, apakah arti kaya itu?’ Rasulullah menjawab, ‘Orang kaya adalah orang yang (hartanya) cukup untuk dimakan sehari-hari.” (HR Abu Dawud dan Ibnu Hibban)

3. Tidak Beragama dan Non-Islam

Mereka yang tidak mempunyai agama maka tidak berhak menerima zakat. Lalu, mereka yang bukan beragama muslim (non-islam) juga tidak berhak menerima zakat.

Walaupun mereka tidak berkecukupan dan umat Islam ingin membantunya, hal tersebut sah-sah saja untuk dilakukan namun tidak dianggap sebagai zakat melainkan hanya pemberian biasa.

Allah SWT telah berfirman dalam Surat Al-Insan ayat 8:

وَيُطْعِمُونَ ٱلطَّعَامَ عَلَىٰ حُبِّهِۦ مِسْكِينًا وَيَتِيمًا وَأَسِيرًا

Artinya: “Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan.”

4. Berada di Bawah Tanggungan Orang yang Berzakat

Apabila seseorang tidak mampu namun ada yang menanggungnya, maka ia termasuk golongan yang tidak berhak menerima zakat. Terkecuali ada hal lain yang memperbolehkan, seperti ia berlaku sebagai amil zakat.

5. Budak

Menurut segi hukum fiqih, budak atau pembantu seutuhnya dimiliki oleh tuannya. Oleh sebab itu, budak termasuk golongan yang tidak boleh diberikan zakat karena harta tersebut akan menjadi milik tuannya. Padahal, zakat tidak boleh diberikan kepada orang yang mampu.

6. Istri

Suami yang memberikan zakat kepada istri termasuk hal yang dilarang. Sebab, menurut Ulama Ibnu al-Mundzir mengatakan bahwa menafkahi istri menjadi kewajiban suami sebagai kepala keluarga. Maka dari itu, istri tak perlu menerima zakat dari sang suami.

“Para ulama sepakat bahwa suami tidak memberi zakat kepada istrinya. Sebab, menafkahi istri adalah kewajibannya, sehingga dengan nafkah tersebut istri tidak perlu menerima zakat, sama seperti kedua orang tua,” katanya.

7. Mempunyai Fisik Kuat dan Berpenghasilan Cukup

Golongan terakhir yang tidak berhak menerima zakat adalah yang mempunyai fisik kuat dan berpenghasilan cukup. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda:

“Sedekah (zakat) tidak halal bagi orang kaya atau orang yang memiliki kemampuan (untuk mencari harta).” (HR Ahmad)

Itu dia tujuh golongan yang tidak berhak mendapatkan zakat. Semoga artikel ini dapat menambah pengetahuan detikers.

(ilf/fds)



Sumber : www.detik.com

Wapres Sebut Perwakafan Tanah Air Mengalami Kemajuan Positif, Ini Detail Datanya



Jakarta

Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Badan Wakaf Indonesia (BWI) dibuka pada Senin malam (4/12/2023). Wakil Presiden Indonesia, KH Ma’ruf Amin turut hadir membuka agenda tahunan tersebut.

Wapres menuturkan bahwa perwakafan di Indonesia mengalami kemajuan yang positif. Wakaf yang semula dominan bersifat sosial, kini bertransformasi dalam bentuk-bentuk pengelolaan yang lebih produktif dan mendukung pemberdayaan masyarakat.

“Perwakafan di tanah air menunjukkan jejak kemajuan yang positif dan terus berkembang,” jelas Kiai Ma’ruf.


Selain itu, ia menyampaikan apresiasinya atas pencapaian dan pengembangan wakaf yang kini cukup signifikan. Hal ini terlihat dari terhimpunnya wakaf tanah seluas 57.263 hektar dan 440.512 bidang, rata-rata pertumbuhannya 8 persen dalam tiga tahun terakhir.

Adapun, sertifikasi tanah wakaf telah mencapai 236.511 ribu sampai dengan tahun 2023. Wapres menyebut bahwa puncak-puncak peradaban umat, ditandai oleh praktik wakaf yang hebat, mulai dari sektor pendidikan, kesehatan, dakwah, ekonomi, pertahanan dan lain sebagainya.

“Juga telah terhimpun wakaf uang yang dilaporkan ke BWI senilai Rp 2,361 triliun di tahun 2023, naik dari posisi tahun 2021 senilai Rp 1,04 triliun,” kata Kiai Ma’ruf di Rakornas BWI di Jakarta.

Lebih lanjut ia menuturkan bahwa pencapaian BWI lainnya ialah Instrumen Cash Waqf Linked Sukuk (CWLS) dan Sukuk Wakaf Retail (SWR) yang mencapai Rp 840 miliar. BWI bahkan menyabet penghargaan global innovation award dari IsDB di tahun 2023.

Kemajuan dan pencapaian di bidang wakaf, lanjut Wapres, juga ditandai dengan terbentuknya standar kompetensi nadzir, dengan jumlah nadzir serta stakeholder perwakafan yang telah tersertifikasi sebanyak 3.855 orang asesi dengan pilihan 10 skema kompetensi yang diujikan. Begitu pula dengan terbentuknya 113 asesor, dan 83 batch pelaksanaan sertifikasi yang diselenggarakan di 64 tempat uji kompetensi di seluruh Indonesia sampai bulan November 2023.

Kiai Ma’ruf juga menyatakan bahwa kini kesadaran berwakaf tak hanya dimiliki generasi yang berumur lanjut, melainkan juga mereka yang masih muda.

“Jika semula hanya dimiliki generasi yang telah berumur lanjut, kini mulai bergeser ke generasi muda, lintas profesi dan struktur sosial,” lanjutnya.

Pada Pembukaan Rakornas BWI 2023 itu Wapres juga menyampaikan tiga poin yang jadi perhatian sekaligus arahan, hal tersebut mencakup:

  1. Dorong transformasi wakaf sebagai pilar pertumbuhan dan ketahanan ekonomi nasional
  2. Menteri Agama memprakarsai revisi regulasi perwakafan nasional, revisi UU Wakaf perlu menjadi prioritas agar dapat mendorong suksesnya transformasi perwakafan nasional
  3. Intensifkan dan ekstensifkan penghimpunan wakaf uang

“Penghimpunan wakaf uang dapat menyasar sektor-sektor potensial sepert Kementerian atau Lembaga, BUMN, Pemda dan Perguruan Tinggi,” kata Wapres.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Pelaksana BWI, Prof Mohammad Nuh menyampaikan bahwa jumlah Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKS PWU) per November 2023 sebanyak 45 LKS PWU dengan profil sebaran di sembilan bank umum, 15 Unit Usaha Syariah, 21 Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.

Tahun ini juga telah terbentuk Indeks Wakaf Nasional (IWN) sebagai standar pengukuran kinerja wakaf di setiap provinsi. Hasil survei IWN tahun 2023 mencapai angka 0,318 dengan kategori baik. Angka ini meningkat cukup signifikan (0,044) dari tahun 2022 dengan nilai 0,274 dengan kategori cukup. Hal ini menunjukkan secara umum data-data yang ada mengalami perubahan yang baik.

“Lahirnya platform Satu Wakaf Indonesia, yang diinisiasi oleh BWI bersama Bank Indonesia (BI) menandai fase awal dari proses digitalisasi perwakafan nasional,” jelas Prof Nuh.

Ke depannya, Prof Nuh berharap platform Satu Wakaf Indonesia dapat terintegrasi dengan Aplikasi Sistem Informasi Wakaf (Siwak) Kementerian Agama (Kemenag), ATR BPN dan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas). Diharapkan platform tersebut mampu menjadi wahana bagi para nazhir dan pengelola bisnis untuk berkolaborasi dalam hal pendanaan serta implementasi program wakaf produktif.

Prof Nuh mengingatkan tantangan BWI kedepan. Contohnya seperti mengejar ketertinggalan, tidak hanya jumlah aset wakaf, namun juga aspek kelembagaan dan inovasi instrument wakaf. Kemudian, berlanjutnya proses sertifikasi tanah wakaf, masih terdapat 204.001 yang belum tersertifikasi.

“Berlanjutnya proses sertifikasi kompetensi nadzir dan stakeholders perwakafan, dan Amandemen Undang-Undang (UU) Wakaf guna mengakomodir aspek digitalisasi, pemberdayaan wakaf, serta pondasi kelembagaan BWI pusat dan BWI daerah, ini juga menjadi tantangan,” ungkap Ketua Pelaksana BWI itu.

Ke depannya, BWI perlu mendorong peran Bank Syariah sebagai nadzir wakaf uang sesuai mandat UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK). Juga, BWI perlu mendorong lahirnya lembaga penjaminan pembiayaan aset wakaf, dan meningkatkan koordinasi dan supervisi BWI dengan Kemenag bersama aparat penegak hukum seperti Polri, Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, Komisi Yudisial dalam menyelesaikan sengketa hukum perwakafan nasional.

“BWI bersama semua pihak harus mengembalikan kembali wakaf sebagai pilar ekonomi umat,” pungkasnya.

(aeb/erd)



Sumber : www.detik.com

Menag Sebut Rakornas BWI 2023 Jadi Momentum Perkuat Tata Kelola Wakaf



Jakarta

Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas berhalangan hadir dalam acara Pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Badan Wakaf Indonesia (Rakornas BWI 2023). Sambutan Menag lantas dibacakan dan disampaikan oleh Wakil Menteri Agama, Saiful Rahmat Dasuki.

“Jadi memberikan amanat kepada saya untuk membacakan sambutan beliau,” katanya dalam acara Pembukaan Rakornas BWI 2023 di Jakarta, Senin (4/12/2023).

Dalam sambutan yang dibacakan oleh Wamenag itu, Menag Yaqut menilai Rakornas BWI 2023 menjadi sebuah momentum dalam memperkuat langkah-langkah strategis tata kelola wakaf.


“Rakornas ini adalah momentum mengukuhkan dan memperkuat langkah-langkah strategis tata kelola wakaf, sehingga wakaf tak hanya menjadi kewajiban agama namun menjelma menjadi sebuah instrumen vital dalam pembangunan nasional,” ujarnya menyampaikan.

Lebih lanjut dikatakan bahwa tata kelola wakaf akan memasuki fase baru yaitu Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045. Langkah tersebut tidak hanya menjawab tuntutan zaman, melainkan juga memastikan keberlanjutan peran wakaf dan mewujudkan kesejahteraan umat.

“Era masyarakat 5.0 merupakan struktur sosial masyarakat yang ditopang oleh integrasi teknologi canggih, konektivitas yang lebih tinggi serta perkembangan kecerdasan buatan. Tata kelola wakaf harus beradaptasi secara progresif,” lanjut Wamenag membacakan.

Tata kelola wakaf di era masyarakat 5.0 harus responsif terhadap perkembangan teknologi, pemanfaatan platform digital, blockchain dan kecerdasan buatan merupakan aspek dasar yang menopang transparansi, efisiensi dan aksesibilitas tata kelola wakaf. Penerapan wakaf berbagai produk teknologi tersebut dapat memperkuat transparansi dan keamanan dalam transaksi wakaf.

Sementara itu, kecerdasan buatan dapat digunakan untuk analisis data yang mendalam terkait dengan potensi dan pemanfaatan wakaf.

Kemudian, bonus demografi dengan populasi usia produktif yang meningkat menuntut hadirnya tata kelola wakaf yang menyasar isu pendidikan, kewirausahaan, dan pengembangan ekonomi kreatif. Dalam konteksnya, kolaborasi dan sinergi antara Kementerian Agama dan BWI dalam mengarahkan program-program wakaf yang sesuai dengan kebutuhan dan potensi generasi muda adalah bagian penting pengembangan generasi produktif secara holistik.

“Kementerian Agama telah merancang roadmap penguatan tata kelola filantropi Islam, khususnya zakat dan wakaf,” jelasnya.

Lebih lanjut Wamenag menuturkan harapannya agar BWI dan Kemenag terus memperkuat koordinasi dalam menghadapi tantangan sekaligus memanfaatkan peluang tersebut.

“Mudah-mudahan acara Rakornas ini dapat memberikan sebuah terobosan-terobosan yang lebih progresif lagi dalam mengelola perwakafan di Indonesia untuk mendapatkan azas pemanfaatan yang lebih baik lagi bagi kemaslahatan umat,” kata Saiful.

(aeb/erd)



Sumber : www.detik.com

BWI Dorong Transformasi Wakaf Produktif Melalui Peta Jalan Wakaf Nasional



Jakarta

Badan Wakaf Indonesia (BWI) telah menyiapkan Peta Jalan Wakaf Nasional. Hal ini disampaikan oleh Ketua Pelaksana BWI, Prof Mohammad Nuh.

Peta Jalan Wakaf Nasional ini, menurut Prof Nuh, dimaksudkan untuk melakukan transformasi dari pengelolaan wakaf yang semula berfokus untuk memperbanyak wakif atau orang yang berwakaf.

“Memperbanyak orang yang berwakaf itu oke, tapi itu saja belum cukup, oleh karena itu kita ingin mentransformasi dari wakaf dan wakif menjadi pengelolaan yang lebih profesional, yang lebih produktif karena yang dibagikan ke mauquf alaihi atau penerima manfaat wakaf itu hasil dari pengelolaan wakaf,” ujarnya kepada wartawan selepas acara Rakornas BWI 2023 di Jakarta, Senin malam (4/12/2023).


Ia menjelaskan, yang bisa dibagikan dalam wakaf ialah hasil dari olahan induknya atau pokok wakaf. Oleh sebab itu, pengelolaan hasil wakaf produktif menjadi tema sentral, karena yang bisa dibagikan adalah hasil produktivitas wakafnya. Prof Nuh menilai hal itu belum cukup jika ingin melakukan transformasi.

“Tetapi itu saja belum cukup kita ingin melakukan transformasi yang ketiga, yaitu cara menyalurkan penerima manfaat (wakaf) itu benar-benar memiliki dampak yang maksimal, sehingga kalau itu kita bisa lakukan maka wakaf akan mudah untuk kita transformasikan untuk menjadi transformasi yang keempat yaitu wakaf 4.0,” lanjut Ketua Pelaksana BWI tersebut.

Lebih lanjut ia menjelaskan, penerima manfaat wakaf atau mauquf alaihi diupayakan untuk menjadi pemberi wakaf atau wakif. Sebab, mereka telah dibantu oleh hasil dari wakaf produktif.

Jadi, yang semula penerima wakaf menjadi pemberi wakaf. Inilah yang diharapkan kedepannya.

Di akhir, Prof Nuh menegaskan untuk memperkuat itu tidak ada cara lain kecuali dengan memperkuat nadzir dan menjadikan mereka semakin kompeten. Karena nadzir adalah pengelola harta wakaf. Dengan demikian, BWI sudah punya program untuk membuat nadzir semakin kompeten.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Arti dan Golongan yang Berhak Menerima Zakat


Jakarta

Mustahik merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari zakat. Apa arti mustahik dan siapa saja orang yang termasuk dalam golongan mustahik sesuai syariat?

Zakat adalah salah satu ibadah wajib bagi umat muslim. Zakat termasuk dalam Rukun Islam. Hal ini sebagaimana dijelaskan melalui firman Allah SWT dalam Surat Al-Baqarah Ayat 110,

وَأَقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَ ۚ وَمَا تُقَدِّمُوا۟ لِأَنفُسِكُم مِّنْ خَيْرٍ تَجِدُوهُ عِندَ ٱللَّهِ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ


Artinya: Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan.

Mengutip buku Zakat di Indonesia oleh DR. Supani dijelaskan secara bahasa, zakat artinya subur dan tambah besar atau berkembang. Zakat juga memiliki arti dan makna kesucian, keberkahan dan penyucian.

Menurut istilah syara, zakat adalah pemberian suatu yang wajib diberikan dari sekumpulan harta tertentu menurut sifat-sifat dan ukuran tertentu kepada golongan tertentu yang berhak menerimanya. Golongan orang-orang yang berhak menerima zakat ini disebut sebagai mustahik.

Pengertian dan Golongan Mustahik

Sayid Sabiq dalam Fiqih Sunnah Juz 1 menerangkan, mustahik adalah orang atau badan yang berhak menerima zakat. Terdapat delapan golongan mustahik yang dijelaskan dalam Al-Qur’an surat At Taubah ayat 60,

۞ إِنَّمَا ٱلصَّدَقَٰتُ لِلْفُقَرَآءِ وَٱلْمَسَٰكِينِ وَٱلْعَٰمِلِينَ عَلَيْهَا وَٱلْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِى ٱلرِّقَابِ وَٱلْغَٰرِمِينَ وَفِى سَبِيلِ ٱللَّهِ وَٱبْنِ ٱلسَّبِيلِ ۖ فَرِيضَةً مِّنَ ٱللَّهِ ۗ وَٱللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ

Artinya: Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana

Ulama berselisih pendapat mengenai makna huruf lam pada firman Allah lifuqara’. Imam Malik berpendapat bahwa huruf lam sekadar berfungsi menjelaskan siapa yang berhak menerimanya agar tidak keluar dari kelompok yang telah disebutkan. Allah SWT menyebut kelompok-kelompok tersebut untuk menjelaskan kepada siapa sewajarnya zakat diberikan sehingga siapapun di antara mereka maka jadilah.

Meskipun terdiri dari 8 golongan, zakat tidak harus diberikan kepada semua mustahik.

Imam Malik berpenapat bahwa ulama-ulama dari kalangan sahabat Rasulullah SAW sepakat membolehkan memberikan zakat walau kepada salah satu mustahik yang disebut oleh ayat.

Imam Syafii berpendapat bahwa huruf lam mengandung makna kepemilikan, sehingga semua yang disebut dalam ayat harus mendapat bagian yang sama. Ini menurutnya dikuatkan oleh kata innama/hanya yang mengandung makna pengkhususan.

Sementara ulama pengikut Imam Syafii berpandangan bahwa kalau dibagikan kepada tiga golongan mustahik maka itu sudah cukup.

Adapun 8 golongan yang berhak menerima zakat sesuai ayat yang termaktub dalam surat At Taubah ayat 60 di atas, yaitu:

1. Orang Fakir: orang yang amat sengsara hidupnya, tidak mempunyai harta dan tenaga untuk memenuhi penghidupannya.

2. Orang Miskin: orang yang tidak cukup penghidupannya dan dalam keadaan kekurangan.

3. Pengurus Zakat: orang yang diberi tugas untuk mengumpulkan dan membagikan zakat.

4. Mualaf: orang kafir yang ada harapan masuk Islam dan orang yang baru masuk Islam yang imannya masih lemah.

5. Memerdekakan Budak: mencakup juga untuk melepaskan Muslim yang ditawan oleh orang-orang kafir.

6. Orang yang berhutang: orang yang berhutang karena untuk kepentingan yang bukan maksiat dan tidak sanggup membayarnya. Adapun orang yang berhutang untuk memelihara persatuan umat Islam dibayar hutangnya itu dengan zakat, walaupun ia mampu membayarnya.

7. Orang yang berjuang di jalan Allah (Sabilillah): Yaitu untuk keperluan pertahanan Islam dan kaum muslimin. Di antara mufassirin ada yang berpendapat bahwa fi sabilillah itu mancakup juga kepentingan-kepentingan umum seperti mendirikan sekolah, rumah sakit dan lain-lain.

8. Orang yang sedang dalam perjalanan (ibnu sabil) yang bukan maksiat mengalami kesengsaraan dalam perjalanannya.

(dvs/lus)



Sumber : www.detik.com

4 Keutamaan Sedekah Hari Jumat, Jangan Terlewat Ya!



Jakarta

Di antara hari-hari yang lain, hari Jumat merupakan hari yang terbaik. Hal ini berdasarkan pada pernyataan dalam beberapa hadits.

Salah satunya yaitu bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sebaik-baik hari ketika matahari terbit adalah hari Jumat. Pada hari itu, Adam diciptakan dan pada hari itu dia dimasukkan ke dalam surga serta pada hari itu pula dia dikeluarkan dari surga. Hari kiamat pun tidak akan terjadi melainkan pada hari Jumat.” (HR Muslim, Abu Daud, Nasai, dan Tirmidzi)

Hari Jumat juga merupakan waktu terbaik untuk bersedekah. Sebab sedekah di hari Jumat memiliki keutamaan yang mulia. Berikut keutamaan sedekah hari Jumat.


Keutamaan Sedekah Hari Jumat

Sedekah merupakan salah satu bentuk amal kebaikan yang sangat dianjurkan untuk dilakukan oleh umat Islam. Hari Jumat merupakan waktu terbaik untuk bersedekah karena terdapat keutamaan yang mulia. Berikut keutamaannya:

1.Pahala sedekahnya akan dilipat gandakan

Diriwayatkan dalam sebuah hadits, “Sedekah itu dilipat gandakan pahalanya pada hari Jumat (yakni bila sedekah itu pada hari Jumat maka pahala berlipat ganda dari hari lain.)” (HR Abi Syaibah)

Merujuk pada buku Buku Panduan Khutbah Jum’at untuk Pemula oleh Irfan Maulana, kemuliaan hari Jumat menjadi penyebab berlipatnya gandanya pahala sedekah. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan suatu amal dilipatgandakan pahalanya.

Di antaranya karena keutamaan waktu dan tempat, kapan dan dimana amalan tersebut dilakukan. Keutamaan sedekah di hari Jumat disebabkan adanya “gabungan” dua kebaikan itu, sedekah dan hari Jumat, yang sama-sama mulia dan penuh keutamaan.

2. Didoakan malaikat

Merujuk pada buku Fikih Madrasah Ibtidaiyah Kelas V oleh Yusak Burhanudin dan Muhammad Najib, para malaikat akan mendoakan kebaikan pada setiap orang yang melakukan sedekah pada hari Jum’at. Sebaiknya sedekah pada hari Jumat dilaksanakan pada pagi hari.

Sebab, selain agar mendapatkan keutamaan sedekah hari Jumat, juga agar mendapatkan keutamaan doa malaikat. Para malaikat selalu mendoakan kebaikan pada setiap orang yang bersedekah di pagi hari.

Rasulullah SAW bersabda, “Setiap pagi hari dimana para hamba berada di dalamnya, ada dua malaikat yang turun seraya malaikat pertama berdoa; Ya Allah, berikanlah ganti bagi orang yang bersedekah. Dan malaikat satunya lagi berdoa’ Ya Allah, berikanlah kebinasaan bagi yang tidak mau bersedekah (pelit). (HR Bukhari dan Muslim)

3. Hari Jumat merupakan hari terbaik

Merujuk pada sumber sebelumnya, hari Jumat merupakan hari yang paling baik. Bahkan disebut sebagai sayyidul ayyam (pemimpin hari-hari lainnya). Pada hari Jumat, Allah SWT akan membuka pintu ampunan, doa dikabulkan, dan amal baik dijanjikan pahala yang sangat besar. Maka dari itulah Rasulullah SAW menganjurkan umatnya untuk memperbanyak ibadah, dzikir, selawat, amal saleh, dan sedekah di hari Jumat.

4. Dapat menghapus maupun meringankan dosa

Merujuk pada buku Cantik dengan Sedekah oleh Indriya Rusmana Dani & Muthia Esfand, bersedekah dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja. Namun, sangat dianjurkan untuk sedekah hari Jumat, sebab keutamaan dan faedahnya yang luar biasa.

Malaikat akan melaporkan segala amal perbuatan yang dikerjakan manusia setiap hari Jumat. Sedekah di hari Jumat dapat menghapus maupun meringankan dosa yang telah diperbuat.

Waktu Dianjurkannya Sedekah

Meskipun diutamakan sedekah pada hari Jumat, sedekah juga dianjurkan pada waktu-waktu tertentu. Dirangkum dari sumber sebelumnya, berikut waktu-waktu dianjurkannya sedekah selain hari Jumat:

1. Sedekah pada malam Lailatul Qadar

Ramadhan adalah bulan yang penuh rahmat dan ampunan, terlebih pada malam Lailatul Qadar. Selain memperbanyak iktikaf untuk mendekatkan diri memohon ampunan Allah SWT, hendaknya juga memperbanyak sedekah dengan harapan agar terhapus segala dosa dan keinginan dikabulkan.

2. Sedekah saat Idul Fitri

Di luar zakat fitrah yang memang diwajibkan untuk dikeluarkan, ada pula sedekah. Sang penerima zakat tidak hanya menerima beras atau uang zakat, namun juga mendapat kelebihan harta dan materi lainnya yang akan dinikmatinya pada hari seluruh umat muslim merayakannya.

3. Sedekah saat Bulan Rajab

Bulan Rajab dikenal dengan bulan sedekah. Sehingga sangat disarankan untuk memperbanyak sedekah pada Bulan Rajab.

4. Bulan Rabiul Awal

Jika banyak bersedekah pada bulan Rabiul Awal, maka tidak hanya takwa dan mengingat Allah SWT, namun juga mengingat Rasulullah SAW. Sebab Rabiul Awal merupakan bulan lahir dan wafatnya Rasulullah SAW.

5. Sedekah saat Bulan Ramadhan

Ramadhan adalah bulan yang penuh rahmat dan ampunan Allah SWT. Segala perbuatan baik akan dilipat gandakan, termasuk sedekah.

6. Sedekah pada tanggal 10 Muharram

Sangat dianjurkan bersedekah pada tanggal 10 Muharram. Sebab, keutamaan dan faedahnya sangat luar biasa.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Mengenal Asnaf Gharimin, Salah Satu Golongan Penerima Zakat


Jakarta

Zakat merupakan kewajiban yang harus di bayar oleh umat Islam. Terdapat delapan golongan orang yang berhak menerima zakat.

Termaktub dalam surah At Taubah ayat 60, Allah SWT berfirman,

۞ اِنَّمَا الصَّدَقٰتُ لِلْفُقَرَاۤءِ وَالْمَسٰكِيْنِ وَالْعٰمِلِيْنَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوْبُهُمْ وَفِى الرِّقَابِ وَالْغٰرِمِيْنَ وَفِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَابْنِ السَّبِيْلِۗ فَرِيْضَةً مِّنَ اللّٰهِ ۗوَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ ٦٠


Artinya: “Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, para amil zakat, orang-orang yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) para hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan untuk orang-orang yang sedang dalam perjalanan (yang memerlukan pertolongan), sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.”

Menurut buku Diskursus (Asnaf Tsamaniyyah), Delapan Golongan Penerima Zakat oleh Rahmad Hakim, asnaf adalah orang-orang yang berhak menerima zakat. Terdapat delapan golongan penerima zakat, yaitu fakir, miskin, amil, muallaf, gharimin, riqab, fii sabilillah, dan ibnu sabil.

Asnaf gharimin adalah salah satu golongan penerima zakat. Lantas, apa yang dimaksud asnaf gharimin?

Pengertian Asnaf Gharimin

Merujuk pada buku Fiqh Sunnah karya Sayyid Sabiq, asnaf gharimin adalah orang-orang yang berhutang dan menghadapi kesulitan untuk melunasinya. Mereka terdiri dari beberapa golongan. Di antara mereka adalah orang yang menanggung beban hutang untuk mendamaikan sengketa, atau menjamin hutang orang lain hingga kewajiban membayar hutang tersebut terpaksa menghabiskan seluruh harta yang dimilikinya.

Bisa juga seseorang yang terpaksa berhutang karena dalam keadaan terdesak oleh kebutuhan hidup, atau berhutang karena hendak membebaskan dirinya dari perbuatan masiat. Maka, semua orang yang berhutang di atas diperkenankan untuk menerima zakat hingga dapat melunasinya.

Dari Anas RA, Rasulullah SAW bersabda, “Tidak dihalalkan meminta-minta kecuali bagi tiga golongan, yaitu: Orang fakir yang tidak memiliki apa-apa, orang yang mempunyai hutang yang sangat banyak, dan orang yang menanggung denda yang sangat menyulitkan.” (HR Abu Daud dan lainnya)

Dirangkum dari buku Edisi Indonesia: Fikih Ibadah Madzhab Syafi’i oleh Alauddhin Za’tari, terdapat dua jenis gharimin, yaitu:

  • Orang fakir yang berhutang untuk kepentingan dirinya sendiri yang digunakan untuk hal-hal yang dibolehkan syariat Islam, dan bisa juga dikarenakan ada bencana atau musibah yang menimpanya.
  • Orang muslim yang berhutang untuk digunakan mendamaikan perselisihan demi meredakan fitnah yang dikhawatirkan bisa terjadi di kalangan kaum muslimin, atau menyumbang musibah dan bencana yang menimpa kaum muslim. Dalam konteks ini tidak disyaratkan harus fakir.

Hal yang Diperhatikan Ketika Memberikan Zakat untuk Asnaf Gharimin

Merujuk pada sumber sebelumnya, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan ketika akan memberikan zakat untuk asnaf gharimin, yaitu:

  • Tidak boleh memberikan harta zakat kepada gharim yang digunakan bagi kepentingan dirinya sendiri untuk perbuatan maksiat. Namun jika ia telah benar-benar bertaubat, maka boleh memberikan zakat kepadanya.
  • Boleh membayar hutang untuk orang yang sudah meninggal dari harta zakat jika warisan peninggalan tidak mencukupi dan para ahli waris tidak sanggup membayarnya. Dengan melunasi hutangnya, maka si mayit akan terbebas dari tanggungan.
  • Tidak boleh menerima zakat jika memiliki penghasilan yang cukup untuk menutupi hutangnya.
  • Hanya boleh menggunakan zakat untuk membayar hutang dalam kapasitas gharim. Namun jika menima harta tersebut dalam kapasitas fakir, maka ia boleh menggunakannya untuk memenuhi kebutuhannya.
  • Gharim yang fakir atau gharim yang miskin lebih berhak untuk diberikan zakat daripada orang fakir atau orang miskin yang tidak sedang menanggung hutang.
  • Boleh memberikan harta zakat kepada gharim sebesai nilai hutangnya. Jika harta zakat itu sudah dapat menutupi hutangnya, atau ia sudah kaya sebelum tanggungan hutangnya dipenuhi, maka ia wajib mengembalikan harta zakat tersebut kepada orang yang memberikannya.
  • Boleh memberikan harta zakat kepada gharim untuk jangka wakt satu tahun, meskipun dari waktu satu tahun ini masih ada sisa beberapa bulan untuk batas waktu pelunasan. Namun tidak boleh diberikan untuk melunasi tanggungan hutang tahun berikutnya, kecuali terjadi kesepakatan
  • Bagi orang yang berpenghasilan, tidak patut berhutang untuk mendirikan tempat usaha atau membuka ladang pertanian atau tempat tinggal dengan mengandalkan harta zakat
  • Kerabat Rasulullah SAW yang berstatus gharim boleh diberikan harta dari sektor ini jika hak-hak mereka yang telah ditetapkan terputus secara syariat.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

5 Macam Sedekah untuk Diri Sendiri, Ini Penjelasannya


Jakarta

Islam memiliki banyak amalan yang dapat dilakukan oleh setiap muslim. Sedekah merupakan salah satu amalan mulia yang dianjurkan dalam agama Islam.

Termaktub dalam surah Al Hadid ayat 7, Allah SWT berfirman,

اٰمِنُوْا بِاللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ وَاَنْفِقُوْا مِمَّا جَعَلَكُمْ مُّسْتَخْلَفِيْنَ فِيْهِۗ فَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنْكُمْ وَاَنْفَقُوْا لَهُمْ اَجْرٌ كَبِيْرٌ ٧


Artinya: “Berimanlah kepada Allah dan Rasul-Nya serta infakkanlah (di jalan Allah) sebagian dari apa yang Dia (titipkan kepadamu dan) telah menjadikanmu berwenang dalam (penggunaan)-nya. Lalu, orang-orang yang beriman di antaramu dan menginfakkan (hartanya di jalan Allah) memperoleh pahala yang sangat besar.”

Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya sedekah dapat meredam kemurkaan Tuhan, dan menolak mati dalam keadaan su’ul khatimah.” (HR Tirmidzi)

Tidak hanya bersedekah untuk orang lain, ada juga sedekah untuk diri sendiri. Terdapat beberapa macam sedekah yang dapat dilakukan untuk diri sendiri.

Macam-macam Sedekah untuk Diri Sendiri

Dirangkum dari buku Di Bawah Naungan Arsy oleh Rizem Aizid, sedekah kepada diri sendiri adalah manfaat dan pahalanya akan kembali kepada orang yang bersedekah. Sedekah ini sesuai dengan pepatah, “Siapa yang menanam maka dialah yang memanen”.

Terdapat beberapa macam sedekah yang dapat dilakukan untuk diri sendiri, seperti:

1. Salat Dhuha

Salat dhuha merupakan salah satu cara bersedekah untuk diri sendiri. Caranya yaitu dengan melaksanakan salat dhuha sebanyak dua rakaat.

Dalam sebuah riwayat, Rasulullah SAW bersabda, “Begitu pagi tiba, setiap persendian kalian hendaknya bersedekah. Setiap tasbih adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, mengajak kepada kebaikan adalah sedekah, dan mencegah kemungkaran adalah sedekah. Semua itu dicukupi dengan salat dhuha (sebanyak) dua rakaat.” (HR Muslim)

2. Membaca Al-Qur’an

Membaca Al-Qur’an merupakan amalan yang sangat dianjurkan untuk dikerjakan oleh setiap muslim. Membaca Al-Qur’an juga merupakan bentuk sedekah untuk diri sendiri.

Rasulullah SAW bersabda, “Orang yang keras membaca Al-Qur’an layaknya orang yang terang-terangan ketika memberi sedekah, dan orang yang lirih membaca Al-Qur’an laksana orang yang sembunyi-sembunyi ketika memberi sedekah.” (HR Tirmidzi dan Ahmad)

3. Membaca Tasbih, Tahmid, Takbir, dan Tahlil

Membaca tasbih, tahmid, takbir, dan tahlil merupakan amalan dzikir yang memiliki keutamaan sebagai sedekah. Hal ini berdasarkan dengan sabda Rasulullah SAW,

“Di setiap ruas-ruas jari seseorang ada kapasitas untuk bersedekah. Setiap tasbih adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, dan mencegah kemungkaran adalah sedekah, namun dua rakaat yang dilakukan seseorang menyamai semua itu.” (HR Muslim)

4. Bersholawat kepada Rasulullah SAW

Sholawat merupakan ungkapan yang diucapkan seorang hamba dan pahalanya akan kembali kepada hamba tersebut. Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa di antara umatmu yang bersholawat kepadamu sekali, maka Allah menuliskan baginya sepuluh kebaikan, menghapuskan darinya sepuluh keburukan, meninggikannya sebanyak sepuluh derajat, dan mengembalikan kepadanya sepuluh derajat pula.” (HR Ahmad)

5. Berpuasa

Puasa memiliki banyak manfaat untuk keimanan dan kesehatan. Selain itu, puasa juga merupakan salah satu opsi yang dapat dilakukan jika ingin bersedekah untuk diri sendiri.

Rasulullah SAW bersabda, “Ia (hamba) meninggalkan makanan, minuman, dan keinginannya demi untuk-Ku. Puasa adalah untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan membalasnya. Satu kebaikan berlipat sepuluh.” (HR Bukhari)

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Golongan yang Tidak Berhak Mengeluarkan Zakat Fitrah, Siapa Saja?


Jakarta

Zakat fitrah adalah kewajiban bagi seluruh umat Islam. Pelaksanaannya sendiri ialah pada bulan Ramadan sampai Hari Raya Idul Fitri sebelum pelaksanaan salat Id.

Menukil buku Fikih Madrasah Tsanawiyah susunan Zainal Muttaqin dan Amir Abyan, dalil pelaksanaan zakat fitrah bersandar pada hadits yang berbunyi:

“Rasulullah SAW telah mewajibkan zakat fitrah untuk membersihkan orang yang berpuasa dan untuk memberi makan orang miskin. Siapa yang membagikan zakat fitrah sebelum salat Id maka zakatnya itu diterima dan siapa yang membagikan zakat fitrah setelah salat Id maka itu termasuk sedekah biasa.” (HR Abu Dawud dan Ibnu Majah)


Wahbah az-Zuhaili dalam Kitab Fiqhul Islam wa Adillatuhu menjelaskan, zakat fitrah disyariatkan pada tahun kedua Hijriah, di tahun diwajibkannya puasa Ramadan sebelum zakat.

Orang yang wajib membayar zakat fitrah ialah setiap muslim yang merdeka yang mampu mengeluarkan pada waktunya. Para ulama Mazhab Syafi’i berpandangan zakat fitrah bukan hanya kewajiban bagi orang kaya, melainkan juga orang-orang yang telah memiliki harta satu nisab, selain harta yang ia manfaatkan untuk makanannya sekeluarga.

Golongan yang Tidak Berhak Mengeluarkan Zakat Fitrah

Meski zakat fitrah disyariatkan bagi seluruh kaum muslimin, ada sejumlah golongan yang justru tidak berhak mengeluarkannya. Siapa saja? Berikut bahasannya yang dikutip dari buku Zakat, Infak, Sedekah karya Gus Arifin.

  • Orang yang jika berzakat maka tidak mempunyai sisa makanan lagi
  • Orang yang tidak memeluk agama Islam
  • Orang yang sudah meninggal sebelum terbenamnya matahari pada hari terakhir di bulan Ramadan
  • Orang yang baru saja memeluk agama Islam setelah terbenamnya matahari pada hari terakhir di bulan Ramadan
  • Bayi yang baru saja lahir setelah terbenamnya matahari pada hari terakhir bulan Ramadan
  • Tanggungan dari istri yang baru saja dinikahi setelah terbenamnya matahari pada hari terakhir di bulan Ramadan

Kelompok Penerima Zakat Fitrah

Setelah mengetahui golongan yang berhak dan tidak berhak mengeluarkan zakat fitrah, siapa saja yang akan menerimanya? Mengutip dari buku Rahasia Puasa & Zakat oleh Muhammad Al-Baqir, berikut 8 golongan mustahik zakat.

  • Fakir, mereka merupakan orang yang tidak memiliki harta serta tak mampu untuk mencari nafkah hidupnya
  • Miskin, berbeda dengan fakir, meski tidak mampu mencari nafkah biasanya miskin masih memiliki makanan dan pakaian sehari-hari
  • Amil zakat, yaitu orang yang mengelola pengumpulan dan pembagian zakat
  • Mualaf, yakni orang yang perlu dihibur hatinya agar masuk Islam dengan mantap
  • Riqab atau mukatib yang artinya hamba sahaya dengan perjanjian bebas. Harta zakat yang diberikan dimaksudkan untuk membebaskan perbudakan
  • Gharim, orang yang kurang mampu dan berutang untuk keperluannya. Namun, mereka yang berutang untuk maksiat atau zina tidak termasuk ke dalam golongan penerima zakat
  • Pejuang fi sabilillah yaitu orang yang berjuang di jalan Allah SWT untuk membela ajaran Islam namun tidak menerima upah dari negara, departemen atau lembaga terkait
  • Ibnu sabil, sama artinya dengan musafir atau orang yang dalam perjalanan ke suatu negeri dan tidak bermaksud maksiat pada perjalanan itu

Demikian golongan yang tidak berhak menerima zakat fitrah. Semoga bermanfaat.

(aeb/rah)



Sumber : www.detik.com