Tempat Umar bin Khattab Nyatakan Keislamannya di Hadapan Rasulullah



Jakarta

Umar bin Khattab RA merupakan sahabat Nabi SAW yang menjadi Khulafaur Rasyidin kedua. Dulunya ia sangat menentang nabi, namun kemudian menyatakan keislamannya di hadapan Rasulullah SAW.

Umar bin Khattab RA menyatakan keislamannya di hadapan Rasulullah SAW di rumah Arqam bin Abi al-Arqam. Allah SWT membalikkan hatinya yang semula sangat membenci Islam, menjadi sahabat Nabi SAW yang berjihad melawan kekafiran bersama beliau.

Umar bin Khattab RA tentu pernah melalui masa-masa jahiliah sebelum menjadi orang mukmin. Kisah jahiliahnya diulas dalam buku Jejak Langkah Umar bin Khattab oleh Abdul Rohim.


Masa Jahiliyah Umar bin Khattab RA

Umar bin Khattab RA adalah seorang mantan orang yang jahil (kafir). Masa kecilnya ia habiskan dengan melakukan adat masyarakat Quraisy yang tidak beradab dan penuh kesesatan.

Sejak kecil ia menjadi penggembala kambing dan unta. Hal tersebut memunculkan sikap luhur yang dimilikinya, seperti bertanggung jawab, tegar, dan berani menghadapi sesuatu.

Masa mudanya ia juga terkenal terampil dalam berbagai olahraga seperti gulat dan berkuda. Ia juga merupakan seseorang yang cerdas yang ahli dalam menciptakan syair dan mendendangkannya.

Ketika dewasa, dirinya menjadi orang yang penting bagi masyarakat Quraisy. Ia sangat mencintai masyarakatnya dan siapa pun yang mengganggu mereka, dia akan menjadi tokoh terdepan dalam membela dan mempertahankan masyarakatnya. Termasuk dakwah Nabi Muhammad SAW.

Ia sangat membenci Rasulullah SAW dan ajarannya karena ia menganggap hal ini memecah belah masyarakat Quraisy yang menurutnya sudah baik.

Umar bin Khattab RA sering menyiksa para pengikut Nabi Muhammad SAW dengan kejam. Ia tak segan-segan untuk memukul wanita, hamba sahaya, dan bahkan membuat rencana pembunuhan untuk Rasulullah SAW.

Bagi umat Islam, Umar bin Khattab RA adalah sebuah ancaman yang besar dan sangat menakutkan. Sehingga Nabi Muhammad SAW pun berdoa kepada Allah SWT untuk mengokohkan Islam dengan melunakkan hati salah satu dari dua ancaman besar untuk kaum muslim, Abu Jahal dan Umar bin Khattab RA.

Awal Mula Benih Islam Masuk ke Hati Umar bin Khattab RA

Dikisahkan dalam buku Sejarah Keteladanan Nabi Muhammad SAW: Memahami Kemuliaan Rasulullah Berdasarkan Tafsir Mukjizat Al-Qur’an oleh Yoli, suatu malam, Umar bin Khattab RA keluar rumah dan pergi menuju Ka’bah. Saat itu Nabi SAW tengah salat dan membaca surah al-Haqqah.

Peristiwa ini menjadi awal mula bergetarnya hati Umar bin Khattab RA karena prasangka buruknya langsung dijawab dengan ayat-ayat yang tengah dibaca oleh Nabi SAW.

Umar RA berkata, “Demi Allah! Ini (benar) adalah (ucapan) tukang syair sebagaimana yang dikatakan oleh orang-orang Quraisy!”

Rasulullah SAW membaca surah Al-Haqqah ayat 40-41 dalam salatnya,

اِنَّهٗ لَقَوْلُ رَسُوْلٍ كَرِيْمٍۙ ٤٠ وَّمَا هُوَ بِقَوْلِ شَاعِرٍۗ قَلِيْلًا مَّا تُؤْمِنُوْنَۙ ٤١

Artinya: “Sesungguhnya ia (Al-Qur’an) itu benar-benar wahyu (yang diturunkan kepada) Rasul yang mulia. Ia (Al-Qur’an) bukanlah perkataan seorang penyair. Sedikit sekali kamu beriman (kepadanya).”

Umar RA lalu berkata pada dirinya, “Ini adalah (ucapan) tukang tenung.”

Lalu Nabi SAW meneruskan bacaannya pada surah Al-Haqqah ayat 42-43,

وَلَا بِقَوْلِ كَاهِنٍۗ قَلِيْلًا مَّا تَذَكَّرُوْنَۗ ٤٢ تَنْزِيْلٌ مِّنْ رَّبِّ الْعٰلَمِيْنَ ٤٣

Artinya: “(Al-Qur’an) bukan pula perkataan tukang tenung. Sedikit sekali kamu mengambil pelajaran (darinya). (Al-Qur’an itu) diturunkan dari Tuhan semesta alam.”

Selanjutnya kisah Umar bin Khattab menyatakan keislamannya di rumah Arqam>>>

Umar bin Khattab RA Menyatakan Keislamannya di Rumah Arqam

Umar bin Khattab RA merasa sangat marah atas kehadiran Nabi Muhammad SAW yang menurutnya memecah belah kaum Quraisy. Ia lantas memutuskan untuk membunuh Nabi SAW agar keadaan Makkah kembali seperti semula dalam kejahilan.

Umar RA sudah siap dengan pedangnya hendak menuju rumah Arqam bin Abi al-Arqam untuk membunuh Rasulullah SAW. Namun dalam perjalanannya ia berpapasan dengan Nu’aim bin Abdullah an-Nahham al-‘Adawiy.

Orang tersebut bertanya tujuan perginya. Ia pun menyatakan kepada Umar RA bahwa saudara perempuan dan suaminya telah memeluk Islam. Umar RA pun langsung mendatangi keduanya.

Ternyata di dalam rumah itu, keduanya sedang dibacakan shahifah (lembaran Al-Qur’an) oleh Khabbab bin al-Arat.

Umar RA berkata, “Tampaknya kalian berdua sudah menjadi penganut ash-Shabiah (Islam).”

Iparnya berkata, “Wahai Umar! Bagaimana pendapatmu jika kebenaran itu berada pada selain agamamu?”

Umar RA langsung marah dan menginjak-injak iparnya itu. Tak cukup sampai di situ, ketika adiknya mencoba membela agamanya, Umar RA pun tega untuk memukul adiknya hingga memar/berdarah.

Adiknya berkata, “Wahai Umar! Jika kebenaran ada padaselain agamamu, maka bersaksilah bahwa tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Allah dan bersaksilah bahwa Muhammad adalah Rasulullah.”

Umar RA merasa bersalah dan malu setelah menampar adiknya tersebut. Lantas ia meminta untuk diberikan shahifah (lembaran-lembaran Al-Qur’an) tersebut, namun ditolak oleh adiknya karena Umar RA masih najis.

Setelah mandi, ia kembali memegang shahifah tersebut dan membaca surah Thaha ayat 14,

اِنَّنِيْٓ اَنَا اللّٰهُ لَآ اِلٰهَ اِلَّآ اَنَا۠ فَاعْبُدْنِيْۙ وَاَقِمِ الصَّلٰوةَ لِذِكْرِيْ

Artinya: “Sesungguhnya Aku adalah Allah, tidak ada tuhan selain Aku. Maka, sembahlah Aku dan tegakkanlah salat untuk mengingat-Ku.”

Maka hati Umar bin Khattab RA pun bergetar. Ia lalu meminta untuk diantar ke hadapan Nabi SAW.

Setelah tiba di rumah Arqam bin Abi al-Arqam, ia mengetuk pintu dan dari celah-celah pintu itu ada seorang penjaga yang mengintip dan melihat dirinya menghunus pedang.

Rasulullah SAW mendapat laporan tersebut dan langsung menghadapi Umar RA sendiri. Beliau lantas membuka pintu itu dan langsung memegang gagang pedang Umar bin Khattab RA dan menariknya dengan keras.

Rasulullah SAW berkata, “Tidakkah engkau akan berhenti dari tindakanmu, wahai Umar, hingga Allah menghinakanmu dan menimpakan bencana sebagaimana yang terjadi terhadap al-Walid bin al-Mughairah?”

Umar RA tak menjawab pertanyaan Nabi SAW, melainkan ia menjawab dengan, “Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan (Yang berhak disembah) selain Allah dan engkau adalah Rasulullah.”

Pernyataan Umar bin Khattab RA ketika masuk Islam ini membawa kebahagiaan dan disambut dengan pekikan takbir oleh penghuni rumah sehingga terdengar sampai luar.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Nabi Ibrahim Sunat Menggunakan Kampak di Usia 80 Tahun


Jakarta

Nabi Ibrahim adalah salah satu nabi yang memiliki peran yang sangat penting dalam sejarah Islam. Ia dikenal sebagai “Khalilullah,” yang berarti “Sahabat Allah” atau “Temannya Allah”.

Tak hanya itu, Nabi Ibrahim juga dianggap sebagai salah satu nabi ulul azmi, yaitu kelompok nabi pilihan yang memiliki keteguhan dan keberanian luar biasa dalam menyampaikan ajaran Allah. Pengajaran dan contoh kehidupan Nabi Ibrahim sangat dihormati dalam agama Islam dan menjadi inspirasi bagi umat Muslim dalam menjalani kehidupan yang taat kepada Allah dan penuh kesabaran serta keimanan.

Selain kurban, Nabi Ibrahim juga mengajarkan umat Islam untuk melaksanakan khitan atau sunat. Hal ini tercantum dalam sebuah hadits yang diceritakan oleh Abu Hurairah, beliau berkata:


“Nabi Ibrahim adalah orang yang pertama kali memakai celana panjang, membersihkan rambut yang kotor, mencukur bulu kemaluan, dan orang yang pertama kali melakukan khitan dengan qadum saat beliau berusia 80 tahun. Beliau dikenal sebagai orang yang pertama kali menjamu tamu dan orang yang pertama kali rambutnya beruban.” (HR Ibnu Hibban).

Mengutip buku Kisah Para Nabi oleh Imam Ibnu Katsir, beberapa pendapat mengatakan bahwa qadum ini adalah sebuah alat yang digunakan oleh tukang kayu berupa kampak. Ada juga yang menyebut bahwa qadum adalah nama sebuah tempat (yakni, ia disunat di daerah Qadum).

Namun tidak menutup kemungkinan bahwa keterangan dari ahli kitab itu semuanya benar. Meskipun sedikit berbeda dari hadits nabi, namun bisa saja keduanya digabungkan.

Lantas, mengapa menggunakan kampak? bisa saja pada saat itu perintah Allah SWT datang kepada Nabi Ibrahim secara mendadak. Ibrahim yang tidak ingin menundanya akhirnya mengambil kampak yang ada di sekitarnya dan langsung berkhitan.

Tak hanya Ibrahim, Allah SWT juga memerintahkannya untuk mengkhitan Ismail dan juga semua hamba sahayanya. Begitu pun setiap laki-laki yang ada pada keluarganya. Kala itu Nabi Ismail dikhitan pada usia 13 tahun.

Nabi Ibrahim Sunat Usia 80 Tahun

Dalam riwayat lain, usia Nabi Ibrahim AS saat disunat juga disebutkan sama. Ia khitan di umur 80 tahun.

اختتن إبراهيم عليه السلام وهو ابن ثمانين سنة بالقدوم

“Rasulullah SAW bersabda, “Ibrahim al Khalil berkhitan setelah mencapai usia 80 tahun dan beliau berkhitan menggunakan kampak.” (HR Bukhari dan Muslim).

Sedangkan dalam riwayat Abu Hurairah, Nabi Muhammad SAW bersabda,

“Usia Ibrahim ketika dikhitan telah mencapai 120 tahun. Kemudian setelah itu Ibrahim masih menjalani kehidupannya selama 80 tahun.” (HR. Ibnu Hibban dalam kitab shahihnya)

Dalam kedua hadits di atas dapat disimpulkan bahwa tidak menutup kemungkinan jika Nabi Ibrahim dikhitan pada usia lebih dari 80 tahun. Wallahu a’lam.

(hnh/erd)



Sumber : www.detik.com

Masa Kepemimpinan Ali bin Abi Thalib sebagai Khalifah, Capai Berbagai Kemajuan



Jakarta

Ali bin Abi Thalib adalah salah satu sahabat Rasulullah SAW yang juga sepupu dari sang nabi. Ia lahir di Makkah pada 13 Rajab pada tahun ke-32 dari kelahiran Nabi Muhammad. Pendapat lain ada yang menyebut Ali lahir 21 tahun sebelum hijriah.

Dalam buku Kisah Hidup Ali bin Abi Thalib oleh Dr Musthafa Murad, disebutkan nama lengkap Ali ialah Ali bin Abi Thalib bin Abdul Mutalib bin Hasyim bin Abdul Manaf. Dirinya masuk Islam saat usia muda bahkan masih anak-anak.

Nabi Muhammad SAW mengasuh, mendidik, dan mengajari Ali sejak kecil. Setelah dewasa, kasih sayang sang rasul-lah yang membentuk karakter Ali.


Ali dikenal sebagai sosok yang cerdas. Saking pintarnya, tak jarang Abu Bakar, Umar, dan Utsman mendatangi beliau untuk meminta bantuan memecahkan permasalahan yang sulit.

Jabatannya sebagai khalifah diperoleh Ali seusai Utsman bin Affan wafat. Pada tahun 35 Hijriah, Ali dinobatkan sebagai khalifah keempat seperti dinukil dari buku Sejarah Peradaban Islam susunan Akhmad Saufi dan Hasmi Fadhilah.

Masa kekhalifahan Ali tidak lama, hanya berselang 5 tahun sampai akhirnya ia wafat pada 40 Hijriah. Sebagai seorang pemimpin, Ali bin Abi Thalib merupakan pribadi yang senantiasa berakhlak baik.

Ali sering berkeliling hanya untuk menantikan siapa saja yang menghampiri beliau guna meminta bantuan atau bertanya padanya. Suatu ketika, pada siang yang terik Ali tiba di pasar.

Sang khalifah mengenakan dua lapis pakaian, gamis sebatas betis, sorban melilit tubuhnya, dan bertumpu pada sebatang tongkatnya. Ali bin Abi Thalib berjalan menyusuri pasar untuk berdakwah, mengingatkan manusia agar senantiasa bertakwa pada Allah SWT dan melakukan transaksi jual beli dengan baik.

Disebutkan, Ali bin Abi Thalib memiliki kebiasaan berjalan ke pasar seorang diri. Umumnya ia menasihati orang yang tersesat, menunjukkan arah pada orang yang kehilangan, menolong orang yang lemah, serta menasihati para pedagang dan penjual sayur.

Meski masa kepemimpinannya sebagai khalifah cukup singkat, ada sejumlah prestasi yang Ali capai. Dirinya mampu mengganti beberapa pejabat yang kurang cakap dalam bekerja demi pemerintahan yang efektif dan efisien.

Selain itu, Ali bin Abi Thalib juga membenahi keuangan negara atau Baitul Mal. Sebab, pada masa Khalifah Utsman bin Affan banyak kerabatnya yang diberi fasilitas negara.

Ali bertanggung jawab untuk membereskan permasalahan tersebut. Ia menyita harta para pejabat yang diperoleh secara tidak benar, selanjutnya harta itu disimpan di Baitul Mal untuk keperluan rakyat.

Tak sampai di situ, capaian prestasi Ali lainnya adalah memajukan bidang ilmu bahasa. Khalifah Ali bin Abi Thalib memerintahkan Abu Aswad ad Duali untuk mengembangkan pokok-pokok ilmu nahwu, yaitu ilmu yang mempelajari tata bahasa Arab. Keberadaan ilmu nahwu diharapkan dapat membantu orang-orang non-Arab dalam mempelajari sumber utama agama Islam, yaitu Al-Qur’an dan hadits.

Lalu, pada bidang pembangunan Ali juga berhasil membangun Kota Kuffah secara khusus. Mulanya, kota tersebut disiapkan sebagai pusat pertahanan oleh Mu’awiyah bin Abi Sofyan, namun pada akhirnya Kota Kuffah berkembang sebagai pusat ilmu tafsir, hadits, nahwu, dan ilmu pengetahuan lainnya.

(aeb/erd)



Sumber : www.detik.com

Mukjizat Nabi Ishaq, Dikaruniai Panjang Umur dan Ilmu yang Tinggi



Jakarta

Nabi Ishaq AS merupakan salah satu nabi yang diutus Allah SWT untuk menyebarkan ajaran agama Islam. Nabi Ishaq AS adalah putra dari Nabi Ibrahim AS dan Siti Sarah.

Semasa hidupnya, Nabi Ishaq AS dikaruniai beberapa mukjizat yang menunjukkan kebesaran Allah SWT. Nabi Ishaq AS termasuk utusan Allah SWT yang memiliki umur panjang.

Mukjizat Nabi Ishaq AS

Allah SWT memberi anugerah kepada Nabi Ishaq AS berupa mukjizat atau kelebihan. Beberapa kisah dan mukjizat Nabi Ishaq diterangkan dalam Al-Qur’an.


Mukjizat Kelahiran Nabi Ishaq AS

Dikutip dari buku Dua Puluh Lima Nabi Banyak Bermukjizat sejak Adam A.S hingga Muhammad S.A.W karya Usman bin Affan bin Abul As bin Umayyah bin Abdu Syams, Nabi Ishaq AS adalah putra dari Nabi Ibrahim AS dan Siti Sarah.

Allah SWT berfirman dalam surah Ash-Shaffat ayat 112-113,

وَبَشَّرْنٰهُ بِاِسْحٰقَ نَبِيًّا مِّنَ الصّٰلِحِيْنَ . وَبٰرَكْنَا عَلَيْهِ وَعَلٰٓى اِسْحٰقَۗ وَمِنْ ذُرِّيَّتِهِمَا مُحْسِنٌ وَّظَالِمٌ لِّنَفْسِهٖ مُبِيْنٌ ࣖ

Artinya: “Kami telah memberinya kabar gembira tentang (akan dilahirkannya) Ishaq, seorang nabi yang termasuk orang-orang saleh. Kami melimpahkan keberkahan kepadanya dan Ishaq. Sebagian keturunan keduanya ada yang berbuat baik dan ada (pula) yang terang-terangan berbuat zalim terhadap dirinya sendiri.”

Dikutip dari buku Kisah Para Nabi karya Ibnu Katsir, berita kelahiran Nabi Ishaq AS disampaikan oleh para malaikat kepada Nabi Ibrahim AS dan Siti Sarah ketika hendak menuju Madain tempat kaum Luth, untuk membinasakan mereka karena kekafiran dan kekejian mereka.

Kelahiran Nabi Ishaq AS menjadi sebuah mukjizat Allah SWT karena usia Nabi Ibrahim AS dan Sarah sudah sangat tua. Usia Sarah pada saat melahirkan Nabi Ishaq AS adalah 90-an.

Kisah tersebut terdapat dalam surah Hud ayat 69-73, https://www.detik.com/hikmah/quran-online/hud

وَلَقَدْ جَاۤءَتْ رُسُلُنَآ اِبْرٰهِيْمَ بِالْبُشْرٰى قَالُوْا سَلٰمًا ۖقَالَ سَلٰمٌ فَمَا لَبِثَ اَنْ جَاۤءَ بِعِجْلٍ حَنِيْذٍ ٦٩ فَلَمَّا رَآٰ اَيْدِيَهُمْ لَا تَصِلُ اِلَيْهِ نَكِرَهُمْ وَاَوْجَسَ مِنْهُمْ خِيْفَةً ۗقَالُوْا لَا تَخَفْ اِنَّآ اُرْسِلْنَآ اِلٰى قَوْمِ لُوْطٍۗ ٧٠ وَامْرَاَتُهٗ قَاۤىِٕمَةٌ فَضَحِكَتْ فَبَشَّرْنٰهَا بِاِسْحٰقَۙ وَمِنْ وَّرَاۤءِ اِسْحٰقَ يَعْقُوْبَ ٧١ قَالَتْ يٰوَيْلَتٰىٓ ءَاَلِدُ وَاَنَا۠ عَجُوْزٌ وَّهٰذَا بَعْلِيْ شَيْخًا ۗاِنَّ هٰذَا لَشَيْءٌ عَجِيْبٌ ٧٢ قَالُوْٓا اَتَعْجَبِيْنَ مِنْ اَمْرِ اللّٰهِ رَحْمَتُ اللّٰهِ وَبَرَكٰتُهٗ عَلَيْكُمْ اَهْلَ الْبَيْتِۗ اِنَّهٗ حَمِيْدٌ مَّجِيْدٌ ٧٣

Artinya: “Sungguh, utusan Kami (malaikat) benar-benar telah datang kepada Ibrahim dengan membawa kabar gembira. Mereka mengucapkan, “Selamat.” Dia (Ibrahim) menjawab, “Selamat.” Tidak lama kemudian, Ibrahim datang dengan membawa (suguhan) daging anak sapi yang dipanggang. Ketika (Ibrahim) melihat tangan mereka tidak menjamahnya, dia mencurigai dan memendam rasa takut kepada mereka. Mereka (malaikat) berkata, “Jangan takut! Sesungguhnya kami diutus kepada kaum Lut (untuk menghancurkan mereka).” Istrinya berdiri, lalu tersenyum. Kemudian, Kami sampaikan kepadanya kabar gembira tentang (kelahiran) Ishaq dan setelah Ishaq (akan lahir) Ya’qub (putra Ishaq). Dia (istrinya) berkata, “Sungguh mengherankan! Mungkinkah aku akan melahirkan (anak) padahal aku sudah tua dan suamiku ini sudah renta? Sesungguhnya ini benar-benar sesuatu yang ajaib.” Mereka (para malaikat) berkata, “Apakah engkau merasa heran dengan ketetapan Allah? (Itu adalah) rahmat dan berkah Allah (yang) dicurahkan kepada kamu, wahai ahlulbait! Sesungguhnya Dia Maha Terpuji lagi Maha Mulia.”

Mukjizat Panjang Umur

Dikutip dari buku Dua Puluh Lima Nabi Banyak Bermukjizat sejak Adam A.S Hingga Muhammad S.A.W karya Usman bin Affan bin Abul As bin Umayyah bin Abdu Syams, Nabi Ishaq AS termasuk salah satu nabi yang dianugerahi panjang umur oleh Allah SWT.

Nabi Ishaq AS membantu sang ayah, Nabi Ibrahim AS menyebarkan dakwahnya. Allah SWT mengutus Nabi Ishaq untuk meneruskan dakwah Nabi Ibrahim kepada umatnya di tanah Palestina setelah Nabi Ibrahim wafat.

Nabi Ishaq menyerukan kaum di Palestina untuk menyembah Allah, mendirikan sholat, mengingatkan akan akhirat, dan perintah-perintah baik lainnya.

Nabi Ishaq AS diketahui wafat pada usia 170 tahun.

Dikaruniai Nabi Yaqub sebagai Anak

Nabi Ishaq AS belum menikah di usia 40 tahun. Sang ayah, Nabi Ibrahim AS kemudian meminta pelayannya untuk mencarikan istri bagi Nabi Ishaq AS.

Kemudian Nabi Ishaq AS menikah dengan seorang wanita Irak bernama Rifkah. Keduanya kemudian dianugerahi dua anak laki-laki kembar yang kemudian diberi nama Ish dan Yaqub.

(dvs/dvs)



Sumber : www.detik.com

Kisah Abu Hurairah dan Kurma, Bukti Baktinya pada Ibunda


Jakarta

Para sahabat nabi memiliki sifat, sikap, dan perilaku yang tidak kalah mulia daripada suri tauladan mereka, Rasulullah SAW. Salah satu sahabat yang berhati mulia dan sangat berbakti kepada orang tuanya adalah Abu Hurairah RA.

Bagaimanakah kisah Abu Hurairah RA dan kurma demi ibunya itu? Berikut kisah ringkasnya.

Kisah Abu Hurairah RA dan Kurma Demi Ibunda

Kisah Abu Hurairah RA dan kurma demi ibundanya ini menunjukkan betapa cintanya dan sayangnya ia kepada ibunya. Sehingga ia rela untuk membagi makanan yang bahkan dirinya masih kekurangan.


Kisah ini diambil dari buku Golden Stories: Kisah-Kisah Indah dalam Sejarah Islam oleh Mahmud Musthofa Saad. Suatu waktu, Abu Hurairah RA pernah berkata, “Suatu ketika, aku keluar dari rumahku menuju masjid. Aku tidak keluar kecuali karena lapar.”

Beberapa saat kemudian, Abu Hurairah RA bertemu dengan para sahabat Rasulullah SAW. Mereka mengatakan, “Wahai Abu Hurairah, faktor apa yang mendorongmu keluar sekarang ini?”

Ia menjawab, “Tiada yang mendorongku keluar kecuali rasa lapar.”

Mereka mengatakan lagi, “Demi Allah, tidak ada yang mendorong kami keluar kecuali karena kelaparan.” Lalu Abu Hurairah RA bersama para sahabat itu pun beranjak hendak menghadap kepada Rasulullah SAW.

Melihat kedatangan tersebut, maka Rasulullah SAW bertanya, “Faktor apa yang mendorongmu keluar sekarang ini?”

Abu Hurairah dan lainnya menjawab, “Wahai Rasulullah, kami datang karena lapar.”

Lalu Rasulullah SAW meminta sepiring kurma, kemudian memberikan dua buah kurma kepada masing-masing sahabat yang hadir seraya mengatakan, “Makanlah kedua buah kurma ini dan kemudian minumlah air sesudahnya. Karena keduanya akan mencukupi kebutuhan kalian pada hari ini.”

Abu Hurairah RA kemudian memakan satu buah. Sedangkan satu buah lainnya disimpannya di pangkuannya. Melihat hal itu ini, Rasulullah SAW pun menegurnya, “Wahai Abu Hurairah, mengapa kamu sisakan buah ini?”

“Aku menyisakannya untuk ibuku.” jawab Abu Hurairah RA.

Lalu Rasulullah SAW memerintahkan, “Makanlah ia. Karena aku akan memberimu dua buah kurma lagi untuknya.”

Siapakah Abu Hurairah RA?

Abu Hurairah RA berasal dari kabilah Daus yang tinggal di daerah Yaman. Ia masuk Islam pada tahun ketujuh hijriah atau 7 H seperti dikutip dari buku Cahaya Abadi Muhammad SAW 3 oleh M. Fethullah Gulen.

Abu Hurairah RA adalah sahabat yang selalu mendampingi Nabi Muhammad SAW selama empat tahun hingga wafatnya beliau. Dirinya menjadi mualaf setelah kepala suku Daus yang memiliki nama Thufail bin Amr menyatakan keislamannya kepada Nabi Muhammad SAW.

Setelah menjadi seorang muslim, Thufail bin Amr menyebarkannya kepada sukunya sehingga banyak dari mereka masuk Islam. Abu Hurairah RA juga ikut dalam perjalanan hijrah ke Madinah bersama Rasulullah SAW setelah menyatakan keislamannya.

Nama asli Abu Hurairah RA adalah Abd Asy-Syams yang memiliki arti hamba Matahari. Setelah Rasulullah SAW mengetahui ini saat Perang Khaibar, beliau mengganti nama tersebut menjadi Abdurrahman.

Suatu saat, Rasulullah SAW melihat seekor kucing kecil di kamar Abu Hurairah RA. Lantas beliau memanggil Abu Hurairah RA dengan sebutan, “Ya Aba Hurairah!”

Inilah awal mula bagaimana nama Abdurrahman menjadi Abu Hurairah yang berarti bapak kucing kecil. Walaupun sebenarnya ia lebih suka dipanggil dengan Abu Hirr (Bapak Kucing), namun karena kecintaannya kepada Rasulullah SAW, ia rela untuk dipanggil dengan Abu Hurairah.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Kisah Nabi Yunus AS di Dalam Perut Paus dan Doa yang Dipanjatkannya



Jakarta

Nabi Yunus AS merupakan satu dari 25 nabi dan rasul yang kisahnya tersemat dalam Al-Qur’an. Dirinya sempat ditelan oleh ikan paus dan hidup di dalamnya selama berhari-hari atas izin Allah SWT.

Dalam Al-Qur’an, kisah Nabi Yunus AS tersemat dalam surah As Saffat ayat 139 – 148. Ibnu Katsir dalam Kitab Qashash Al-Anbiyaa yang diterjemahkan oleh Saefullah MS menjelaskan bahwa Nabi Yunus AS diutus oleh Allah SWT kepada negeri Ninawa dekat Kota Mosul, Irak.

Kala itu, beliau ditugaskan untuk mengajak penduduk Ninawa beriman kepada Allah SWT dan meninggalkan sesembahan berhala mereka. Sayangnya, meski telah berdakwah sekian lama justru kaum Nabi Yunus AS lebih memilih untuk mengingkari Allah SWT.


Segala upaya telah dilakukan oleh Nabi Yunus AS, tapi tetap saja kaumnya enggan beriman kepada Allah SWT. Yunus AS merasa putus asa sekaligus kesal.

Mengutip buku Kisah Para Nabi susunan Ibnu Katsir, sang nabi menyampaikan bahwa azab Allah akan turun. Ia kemudian memutuskan untuk meninggalkan kaumnya yang ingkar itu.

Benar saja, selepas kepergian Nabi Yunus AS datanglah hukuman Allah. Setelah itu, penduduk Ninawa bertaubat dan kembali ke jalan yang benar sekaligus memohon ampun kepada Allah SWT.

Dikatakan, Allah SWT tidak memerintahkan Nabi Yunus AS untuk meninggalkan kaumnya. Namun beliau pergi menaiki kapal yang membawanya ke tempat lain.

Di tengah perjalanan, kapal yang dinaiki Nabi Yunus AS diterpa badai. Air laut yang mulanya tenang berubah menjadi bergelombang, para penumpang panik karena kapal mulai oleng dan dapat tenggelam karena banyaknya muatan.

Dikisahkan dalam Qashash Al-Anbiyaa, penumpang kapal memutuskan untuk membuat undian. Nantinya, salah satu dari mereka harus dilemparkan ke dalam laut untuk mengurangi beban muatan.

Atas kuasa Allah, nama Nabi Yunus AS muncul berkali-kali hingga pengundian ketiga. Mulanya mereka ragu karena beliau merupakan utusan Allah SWT.

Setelahnya, Nabi Yunus AS dilemparkan ke laut. Allah SWT lalu mengutus ikan besar yang diduga paus untuk menelannya. Walau begitu, Nabi Yunus AS tidak hancur ataupun dimakan oleh paus.

Di dalam perut paus, Yunus AS hidup hingga berhari-hari. Ada perbedaan pendapat terkait waktu lamanya ia menetap di dalam perut paus, sebagian menyebut kurang dari sehari, ada juga yang mengatakan 3 hari, 7 hari, bahkan 40 hari. Hanya Allah SWT yang mengetahui lama waktu sang nabi di dalam paus tersebut.

Berada di dalam kegelapan perut paus tidak membuat Nabi Yunus AS gentar. Dikatakan, ia mendengar ikan-ikan lainnya bertasbih memuji Allah SWT kala dibawa mengarungi lautan oleh ikan paus.

Telur-telur ikan yang banyaknya tak terhingga itu juga turut bertasbih seraya mengagungkan kekuatan dan kebesaran Allah SWT. Nabi Yunus AS lantas menyadari perbuatannya dan bertaubat kepada Allah sambil membaca doa yang diabadikan pada surat Al Anbiya ayat 87,

لآ اِلٰهَ اِلَّآ اَنْتَ سُبْحٰنَكَ اِنِّيْ كُنْتُ مِنَ الظّٰلِمِيْنَ

Arab latin: Lā ilāha illā anta subḥānaka innī kuntu minaẓ-ẓālimīn

Artinya: “Tidak ada tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau. Sesungguhnya aku termasuk orang-orang zalim.”

Itulah kisah Nabi Yunus AS saat di dalam perut ikan paus. Semoga kisah tersebut dapat diperoleh hikmahnya.

(aeb/erd)



Sumber : www.detik.com

Kisah Halimatus Sa’diyah Jadi Ibu Susuan Rasulullah saat Kecil


Jakarta

Halimatus Sa’diyah adalah salah satu ibu susuan Rasulullah SAW. Hal itu bermula saat sang ibu kandung, Aminah RA, menitipkan Rasulullah SAW bayi pada Halimatus Sa’diyah.

Bangsawan Arab di Hijaz, terutama Makkah, memiliki kebiasaan dan adat untuk menitipkan anak-anak mereka, baik laki-laki maupun perempuan, kepada orang lain yang berada di luar kota untuk disusui dan diasuh oleh mereka.

Beberapa hari setelah lahirnya anak-anak orang Arab, biasanya mereka akan menitipkan anak-anak mereka di sebuah dusun orang-orang Badui. Anak-anak ini akan tinggal di sana selama usianya kira-kira 7-8 tahun.


Begitu pula dengan Nabi Muhammad SAW. Selain kepada Tsuwaibah, Rasulullah SAW kecil juga pernah disusui oleh ibu susuan bernama Halimah binti Abu Zuaib yang berasal dari Bani Sa’ad

Kisah Halimatus Sa’diyah Jadi Ibu Susuan Nabi

Dikutip dari buku yang berjudul Sejarah Terlengkap Nabi Muhammad SAW: Dari Sebelum Masa Kenabian hingga Sesudahnya karya Abdurrahman bin Abdul Karim, Halimah binti Abu Zuaib berasal dari kabilah Bani Sa’ad. Ia lebih dikenal dengan sebutan Halimatus Sa’diyah.

Suatu saat, Halimatus Sa’diyah pergi ke Makkah untuk mencari rezeki dengan membawa seorang anak Arab yang akan ia rawat dan susui.

Setelah lama ia menawarkan jasanya, ia menuju rumah Aminah, ibu Nabi Muhammad SAW untuk menawarkan jasanya tersebut. Akhirnya ia pulang dengan membawa Nabi Muhammad SAW kecil untuk dirawatnya.

Halimatus Sa’diyah mengasuh Nabi Muhammad SAW selama kurang lebih empat tahun lamanya.

Ketika Nabi Muhammad SAW menginjak usia dua tahun, Halimatus Sa’diyah menghentikan susuannya dan hendak dikembalikan Rasulullah SAW kepada Aminah. Namun, saking sayangnya Halimatus Sa’diyah kepada Nabi Muhammad SAW, ia meminta agar anak itu kembali ia rawat di dusunnya.

Karena Aminah takut anak yang tumbuh subur dan sehat itu terganggu penyakit yang ada di Makkah, maka ia mengizinkan Halimatus Sa’diyah untuk merawatnya kembali.

Nabi Muhammad SAW kecil lalu kembali diasuh oleh Halimatus Sa’diyah hingga umurnya empat tahun sebelum dikembalikan kepada Aminah.

Nabi Muhammad SAW selalu membawa keberkahan kepada seluruh makhluk dan umat manusia. Begitupun kepada ibu sepersusuannya, Halimatus Sa’diyah.

Sebelum berangkat kembali ke dusun Bani Sa’ad, Halimatus Sa’diyah dan suaminya berhenti untuk berkemah dahulu bersama rombongannya di suatu tempat.

Di sana, ia menyusui Abdullah dan Nabi Muhammad SAW bersamaan. Saat inilah keberkahan dan keajaiban dirasakan oleh Halimatus Sa’diyah.

Biasanya air susunya kering dan sedikit, namun setelah kehadiran Nabi Muhammad SAW, air susunya menjadi melimpah. Begitu pula dengan unta tunggangannya yang tadinya kurus, menjadi sangat gemuk dan memiliki banyak susu. Sehingga mereka bisa memerah susu unta tersebut dan dibagikan kepada rombongannya.

Paginya, saat mereka kembali ke perkampungan Bani Sa’ad, unta Halimatus Sa’diyah yang tadinya adalah unta paling lemah dan lambat, berubah menjadi unta yang paling cepat. Orang-orang lantas berkata, “Apakah itu untamu yang kemarin? Pelan-pelanlah, wahai Halimah.”

Harits, suami Halimatus Sa’diyah, berkata kepada istrinya, “Demi Allah! Sungguh, kau telah mengambil bayi yang penuh keberkahan.”

Selama masa persusuan Nabi Muhammad SAW kepada Halimatus Sa’diyah, beliau sangat disayang oleh ibu susuannya itu melebihi anak-anak kandungnya yang lain. Allah SWT juga mengangkat serta melimpahkan rezeki yang baik kepada keluarga Halimatus Sa’diyah tersebut.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Mengapa Raja Abrahah Menyerang Kakbah? Ini Alasannya



Jakarta

Alasan mengapa Raja Abrahah menyerang Kakbah dijelaskan dalam buku Seni Kepemimpinan Ala Nabi Menjadi Pemimpin Sejati Sesuai Sunah karya Muhammad Wildan Aulia D.U. Semuanya bermula sebelum kedatangan Islam di Jazirah Arab. Masa ini disebut sebagai pra-Islam dalam buku tersebut.

Kawasan Jazirah Arab pada masa pra-Islam secara geografis maupun sosio-kultural terbagi menjadi dua wilayah, yaitu bagian selatan dan utara.

Wilayah selatan memiliki kondisi alam yang sangat subur dan banyak sumber mata air sehingga menyebabkan peradaban masyarakatnya menjadi sangat maju. Hal ini terbukti dengan banyaknya kerajaan-kerajaan besar di sana.


Sebaliknya, di wilayah utara yaitu tempatnya Madinah dan Makkah termasuk dalam wilayah yang tandus dan kering. Hujan jarang turun di wilayah ini sehingga peradabannya pun tidak semaju wilayah selatan. Satu-satunya simbol kebesaran masyarakat Arab di wilayah utara adalah Kakbah.

Dalam buku Muhammad Nabi untuk Semua yang ditulis oleh Maulana Wahiduddin Khan menyebutkan bahwa Kakbah adalah pusat pemujaan dari seluruh Jazirah Arab.

Semua suku bangsa mendirikan patung berhalanya di sana. Mereka menganggap Kakbah adalah tempat yang suci sehingga datang berbondong-bondong ke sana untuk beribadah.

Dengan kedatangan rombongan-rombongan menyembah berhala di Kakbah ini, Makkah selalu mendapat keuntungan yang besar dari para peziarah itu.

Hal ini lah yang membuat Abrahah ingin menarik sumber keuangan tersebut ke daerahnya sendiri, yakni Yamen yang terletak di tenggara Kota Makkah.

Ia menggunakan berbagai cara untuk bisa mencapai tujuannya itu. Ia membunuh Gubernur Yamen sebelumnya dan mengambil alih kekuasaannya. Lalu ia memaksa Raja Abissinia untuk mengakui kekuasaannya di daerah itu.

Di Kota San’a Raja Abrahah membangun sebuah gereja yang besar dan melancarkan propaganda agar para penduduk mau pindah untuk berziarah di gerejanya daripada di Kakbah.

Tujuannya bukan lain agar bisa mengambil keuntungan dagang dari para peziarah yang datang dari Makkah dari San’a.

Semua usaha yang dilakukan Raja Abrahah tersebut tidak ada satu pun yang berhasil. Akhirnya ia memutuskan untuk menghancurkan Kakbah agar para peziarah pindah ke gereja yang dibuatnya.

Pada tahun kelahiran Nabi Muhammad SAW yakni pada 570 M, Raja Abrahah memutuskan untuk mengumpulkan pasukannya beserta gajah-gajahnya. Ia lalu datang ke Kakbah dan berusaha untuk menghancurkannya.

Abdurrahman bin Abdul Karim dalam bukunya yang berjudul Sejarah Terlengkap Nabi Muhammad SAW: Dari Sebelum Masa Kenabian hingga Sesudahnya, menerangkan bahwa usaha yang dilakukan oleh Raja Abrahah ini tidak berhasil.

Di tengah perjalanan untuk menghancurkan Kakbah, Allah SWT mengutus burung Ababil untuk membinasakan pasukan gajah tersebut.

Burung-burung Ababil itu datang dengan membawa batu dari api dan menyerang pasukan tersebut dari atas hingga mereka semua binasa.

Kisah ini diabadikan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an surah Al-Fil ayat 1-5 yang bunyinya,

اَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِاَصْحٰبِ الْفِيْلِۗ (1)

Artinya: Tidakkah engkau (Nabi Muhammad) memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap pasukan bergajah?

اَلَمْ يَجْعَلْ كَيْدَهُمْ فِيْ تَضْلِيْلٍۙ (2)

Artinya: Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka itu sia-sia?

وَّاَرْسَلَ عَلَيْهِمْ طَيْرًا اَبَابِيْلَۙ (3)

Artinya: Dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong

تَرْمِيْهِمْ بِحِجَارَةٍ مِّنْ سِجِّيْلٍۙ (4)

Artinya: yang melempari mereka dengan batu dari tanah liat yang dibakar,

فَجَعَلَهُمْ كَعَصْفٍ مَّأْكُوْلٍ ࣖ (5)

Artinya: sehingga Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat).

Demikian alasan mengapa Raja Abrahah menyerang Kakbah yang tidak lain karena ia ingin mengambil keuntungan demi kekuasaannya.

(erd/erd)



Sumber : www.detik.com

Wafatnya Ibunda Rasulullah SAW pada Usia Nabi Berapa?


Jakarta

Sebelum diangkat menjadi seorang nabi, Rasulullah Muhammad SAW sudah mendapat banyak cobaan dari Allah SWT. Salah satunya adalah menjadi yatim piatu di usia enam tahun.

Ayah Nabi Muhammad SAW sudah lebih dahulu meninggal saat Rasulullah SAW masih di dalam kandungan. Dalam buku-buku sejarah disebutkan bahwa Abdullah bin Abdul Muthalib wafat saat Nabi SAW dalam kandungan baru dua bulan.

Abdullah bin Abdul Muthalib Wafat saat Nabi SAW Masih dalam Kandungan

Nabi Muhammad SAW dilahirkan dari ayah yang bernama Abdullah bin Abdul Muthalib dan ibu yang bernama Aminah binti Wahab. Nabi Muhammad lahir dari keturunan pilihan di antara kabilah-kabilah Arab, yaitu keturunan Ismail bin Ibrahim AS.


“Ayahnya bernama Abdullah bin Abd al-Muthalib bin Hasyim bin Abdi Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin Nadhar bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’ad bin Adnan. Keturunan Ismail bin Ibrahim AS.” Tulis H. Murodi dalam bukunya yang berjudul Pendidikan Agama Islam: Sejarah Kebudayaan Islam untuk Madrasah Tsanawiyah Kelas VII.

Menjelang usianya yang ke-24, Abdullah menikahi seorang perempuan bernama Aminah bin Wahab. Keduanya dikaruniai seorang anak, yaitu Muhammad SAW. Namun, Abdullah belum pernah bertemu dengan anaknya itu lantaran ia sudah wafat terlebih dahulu.

Abdullah meninggal dunia di Madinah dalam usia 25 tahun, di kediaman pamannya dari Bani Najjar.

Saat itu Abdullah sedang pergi ke Madinah untuk membeli kurma dan dijualnya kembali ketika di kotanya. Namun, sesampainya di Madinah ia jatuh sakit, lalu meninggal dunia.

Di saat yang sama, istrinya ia tinggal di rumah dan masih mengandung anaknya, Muhammad. Artinya, Nabi Muhammad SAW sudah menjadi seorang yatim bahkan sebelum beliau lahir ke dunia.

Wafatnya Ibunda Rasulullah SAW pada Usia Nabi yang ke Berapa?

“Ibu Nabi SAW, Aminah binti Wahab dari Bani An-Najjar, meninggal dunia saat beliau berusia enam tahun. Ada yang mengatakan empat tahun.” Jelas buku Syarah Safinatun Naja: Ringkasan Akidah, Sirah Nabawiyah, Ibadah dalam Madzhab Asy-Syafi’i oleh Amjad Rasyid.

Dalam sumber sebelumnya disebutkan, Nabi Muhammad SAW lahir pada tanggal 12 Rabiul Awal, tahun Gajah, atau bertepatan pada 20 April 571 M. Setelah lahir, beliau diasuh oleh ibunya sendiri.

Selain itu, Nabi Muhammad SAW juga disusui oleh Tsuwaibah Aslamian, mantan budak Abu Lahab. Selanjutnya Muhammad juga disusui oleh Halimah Sa’diyah binti Abu Dzu’aib di perkampungan Bani Sa’ad.

Cobaan kembali menimpa Nabi Muhammad SAW ketika usianya menginjak enam tahun.

Suatu saat, Aminah binti Wahab melakukan perjalanan dari Madinah ke Makkah bersama anaknya, Muhammad. Di Madinah, ia mengunjungi paman-paman dan saudara-saudaranya dari pihak ayah, yaitu keturunan Bani Adi bin Najjar.

Namun, dalam perjalanan kembali ke Makkah tersebut, Aminah binti Wahab meninggal dunia di Abwa. Wafatnya Ibunda Rasulullah SAW pada Usia Nabi yang ke enam tahun.

Dalam buku Meneladani Akhlak Rasul dan Para Sahabat oleh A. Fatih Syuhud, Aminah binti Wahab meninggal dunia pada tahun 47 sebelum hijriah atau bertepatan dengan tahun 577 masehi.

Setelah ditinggal orang tua untuk selamanya, Nabi Muhammad SAW diasuh oleh kakeknya yang bernama Abdul Muthalib hingga usia menginjak delapan tahun.

Abdul Muthalib meninggal dunia di usia Nabi SAW yang kedelapan tahun. Selanjutnya Muhammad dirawat oleh pamannya, Abu Thalib hingga tumbuh dewasa.

(erd/erd)



Sumber : www.detik.com

Kisah Perang Uhud, Kekalahan Pasukan Muslim karena Perpecahan



Jakarta

Perang Uhud adalah salah satu peristiwa paling signifikan dalam sejarah Islam yang terjadi pada awal periode kenabian. Peristiwa ini memiliki dampak mendalam dan banyak pelajaran yang dapat dipetik oleh umat Islam hingga saat ini.

Berikut kisah perang Uhud yang merupakan peristiwa penting dalam sejarah Islam.

Dikutip dari buku Perang Uhud (Sabtu, 15 Syawal 3 H/Januari 625 M) karya Muhammad Ridha, Perang Uhud berlangsung pada hari Sabtu, 15 Syawal 3 Hijriah atau 625 Masehi setelah sekitar satu tahun setelah Perang Badar.


Pada saat itu, Makkah adalah pusat konflik antara umat Islam dan kaum musyrikin Quraisy yang memusuhi Islam. Perang Uhud dimulai sebagai konflik bersenjata yang disebabkan oleh dendam kaum musyrikin setelah kekalahan mereka dalam Perang Badar. Sasaran utama dari kaum Quraisy adalah Hamzah bin Abdul Muthalib.

Persiapan Pertempuran

Mengutip buku Biografi Rasulullah: Sebuah Studi Analitis Berdasarkan Sumber-sumber yang Otentik karya Mahdi Rizqullah Ahmad, dkk, perang uhud dari pihak Quraisy dipimpin oleh Abu Sufyan dengan 3000 tentara dan sejumlah wanita-wanita pelayan.

Sementara 1.000 pasukan muslimin terdiri dari gabungan orang Makkah dan Madinah. Namun, dalam perjalanan menuju Gunung Uhud, Abdullah bin Ubay salah satu pemimpin bani terbesar di kaum Quraisy membelot dan membawa 300 pasukan muslimin, karenanya sisa dari prajurit muslim yang ada hanya 700 orang.

Rasulullah SWT bermimpi mengenai apa yang akan terjadi dalam perang Uhud nanti dan menyampaikan mimpinya kepada para sahabat.

“Aku bermimpi menggerakkan pedangku, tetapi tiba-tiba bagian depannya patah. Maka itulah yang akan terjadi pada kaum Muslimin pada Perang Uhud (nanti). Kemudian, aku menggerakkannya kembali lalu pedang itu kembali sempurna seperti semula. Maka, itulah yang akan dikaruniakan Allah kepada kaum Muslimin pada saat penaklukan (Kota Makkah) kelak dan pada hari berkumpulnya orang-orang yang beriman. Aku juga melihat seekor sapi. Demi Allah, sapi itu dalam keadaan sangat bagus. Maka sapi itu adalah kaum Muslimin pada waktu Perang Uhud.”

Rasulllah SAW menafsirkan mimpinya sebagai kekalahan dan banyaknya korban dari para sahabatnya.

Kemudian, Rasulullah SAW mengadakan musyarawarah dengan para sahabatnya untuk mengevaluasi strategi yang akan mereka pakai. Perang Uhud dipimpin langsung oleh Rasulullah SAW.

Ketika Pertempuran Berlangsung

Dikutip dari buku 60 Orang Besar di Sekitar Rasulullah SAW karya Khalis Muhammad Khalid, peperangan pun dimulai. Di medan perang, Hamzah dan kaum Muslimin terus menghantam kaum Quraisy itu hingga semakin dekat dengan kemenangan yang besar.

Namun, pasukan berkuda kaum Quraisy datang dari arah belakang saat mereka lalai. Meskipun kaum Muslimin telah kembali menyatukan barisan, tapi kekuatan mereka kalah dengan kekuatan kaum Quraisy.

Kemudian, salah satu budak yang handal memadah dari Habsyi yang bernama Wahsyi ini mengintai Hamzah dari pepohonan.

Wahsyi pun melempar pedangnya hingga mengenai perut Hamzah dan akhirnya menewaskan Hamzah.

Masih mengutip dari sumber buku yang sama, kaum Muslimin berusaha untuk mempertahankan posisi dan melindungi Nabi Muhammad SAW dengan sekeras mungkin hingga mengakibatkan banyak korban jiwa berjatuhan termasuk sahabat dan keluarga Nabi.

Pelajaran dari Perang Uhud

Dikutip dari buku Ketika Rasulullah Harus Berperang karya Ali Muhammad Ash-Shallabi, pelajaran yang dapat diambil dari peristiwa perang Uhud yaitu:

– Memotivasi untuk bersungguh-sungguh dan giat di medan perang

– Memotivasi untuk bersabar ketika berperang dan berhadapan dengan musuh

– Menjelaskan dampak buruk perpecahan dan konflik

(dvs/dvs)



Sumber : www.detik.com