Sebutan Bagi Orang yang Berhak Menerima Zakat, Apa Ya?



Jakarta

Orang yang berhak menerima zakat memiliki sebutan sendiri. Golongan penerima zakat ini disebutkan dalam Al-Qur’an surah At Taubah ayat 60,

۞ اِنَّمَا الصَّدَقٰتُ لِلْفُقَرَاۤءِ وَالْمَسٰكِيْنِ وَالْعٰمِلِيْنَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوْبُهُمْ وَفِى الرِّقَابِ وَالْغٰرِمِيْنَ وَفِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَابْنِ السَّبِيْلِۗ فَرِيْضَةً مِّنَ اللّٰهِ ۗوَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ ٦٠

Artinya: “Sesungguhnya zakat itu hanyalah bagi orang-orang fakir, orang-orang miskin, para amil zakat, orang-orang yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) para hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan untuk orang-orang yang sedang dalam perjalanan (yang membutuhkan pertolongan), sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana,”


Berdasarkan firman Allah SWT pada ayat di atas, maka golongan penerima zakat terdiri atas 8 kelompok, yaitu fakir, miskin, amil, mualaf, riqab, gharimin, fisabilillah, dan ibnu sabil. Lantas, apa sebutan yang disematkan bagi para penerima zakat?

Sebutan Bagi Orang yang Berhak Menerima Zakat

Orang yang berhak menerima zakat disebut dengan mustahik. Mengutip dari buku Berzakat Itu Mudah susunan Dr H Ahmad Tajuddin Arafat M S I, secara bahasa zakat diartikan sebagai pertumbuhan dan perkembangan, kesucian, keberkahan, banyaknya kebaikan, dan keberesan.

Singkatnya, zakat berarti tumbuh dan berkembang. Menurut istilah, zakat adalah pemberian hak kepemilikan atas sebagian harta tertentu kepada orang tertentu yang telah ditetapkan oleh syariat karena Allah SWT.

Syekh Mahmud Syalthut mendefinisikan zakat sebagai sebagian harta yang dikeluarkan oleh orang kaya untuk saudara-saudaranya yang fakir dan untuk kepentingan umum yang menjadi kebutuhan vital bagi masyarakat. Zakat dapat menyucikan dosa dari orang yang mengeluarkannya, mengembangkan pahala, serta hartanya.

Hukum membayar zakat sendiri ialah wajib. Banyak ayat Al-Qur’an yang menegaskan terkait kewajiban membayar zakat, salah satunya surah Al Baqarah ayat 43,

وَأَقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَ وَٱرْكَعُوا۟ مَعَ ٱلرَّٰكِعِينَ

Arab latin: Wa aqīmuṣ-ṣalāta wa ātuz-zakāta warka’ụ ma’ar-rāki’īn

Artinya: “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk,”

8 Golongan Penerima Zakat

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya pada surah At Taubah ayat 60, setidaknya terdapat 8 golongan yang berhak menerima zakat. Fakir dan miskin disebutkan paling pertama pada ayat tersebut karena mereka sangat membutuhkan zakat jika dibanding dengan golongan yang lain.

Fakir dan miskin ialah golongan yang tidak mampu mencukupi kebutuhan hidupnya secara mandiri. Sementara amil adalah petugas yang mengumpulkan dan mendistribusikan zakat.

Selain itu, ada juga mualaf. Arti dari mualaf ialah seseorang yang baru memeluk agama Islam dan membutuhkan bantuan untuk menguatkan tauhid serta syariahnya

Lalu, ada riqab atau budak yang ingin memerdekakan dirinya. Ibnu Abbas dan Al-Hasan menyebutkan bahwa tidak masalah jika budak dimerdekakan dari hasil harta zakat.

Kemudian ada gharimin, orang-orang yang berutang untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Terakhir, fisabilillah.

Fisabilillah adalah orang-orang yang berjuang demi Allah SWT. Dahulu kala, golongan ini merupakan mereka yang terjun ke medan pertempuran atau jihad, saat ini diartikan sebagai berdakwah.

Etika Penerima Zakat yang Harus Diperhatikan

Menukil dari buku Kajian Fikih dalam Bingkai Aswaja oleh Ahmad Hawassy, hendaknya penerima zakat memiliki sejumlah sikap dan etika ketika mendapat zakat. Antara lain sebagai berikut:

  • Mengerti bahwa Allah mewajibkan memberikan zakat kepadanya agar mencukupi kepentingannya
  • Berterima kasih kepada pemberi zakat dan mendoakannya. Orang yang tidak berterima kasih sama seperti tidak bersyukur kepada Allah
  • Memperhatikan apa yang diberikan kepada dirinya, jika tidak halal maka jangan diambil
  • Menghindari terjadinya syubhat dengan cara menerima pemberian zakat secukupnya agar tidak menerima pemberian melebihi kebutuhan

Itulah pembahasan mengenai sebutan bagi orang yang menerima zakat beserta informasi terkaitnya. Semoga bermanfaat.

(aeb/rah)



Sumber : www.detik.com

Mengenal Rukun Sedekah dan Manfaat yang Didapatkan



Jakarta

Rukun sedekah penting diketahui oleh umat Islam agar sedekah yang dikeluarkan lebih maksimal dalam meraih keberkahan. Sedekah adalah pemberian sesuatu dari seorang muslim kepada yang berhak menerimanya secara ikhlas dengan mengharap ridha Allah SWT.

Islam mengajarkan pemeluknya untuk bersedekah. Perintah untuk bersedekah tercantum dalam surat Al Baqarah ayat 245, Allah SWT berfirman:

مَّن ذَا ٱلَّذِى يُقْرِضُ ٱللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَٰعِفَهُۥ لَهُۥٓ أَضْعَافًا كَثِيرَةً ۚ وَٱللَّهُ يَقْبِضُ وَيَبْصُۜطُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ


Artinya: “Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan memperlipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan,”

Dijelaskan dalam buku Fiqih susunan Khoirun Nisa’ M Pd I dkk, sedekah diberikan secara sukarela tanpa jumlah yang ditentukan. Pemberian tersebut harus dilandasi dengan rasa ikhlas, jangan sampai ada riya atau pamrih saat bersedekah.

Hukum sedekah sendiri ialah sunnah muakkad yang artinya sangat dianjurkan. Namun, pada kondisi tertentu sedekah bisa berubah menjadi wajib.

Contohnya, ada orang miskin dengan kondisi kelaparan datang kepada kita meminta makanan. Keadaan orang tersebut memprihatinkan jika tidak diberi makan dia akan sakit parah atau nyawanya terancam.

Padahal, di waktu yang bersamaan kita memiliki makanan yang dibutuhkan orang tersebut. Kondisi itulah yang membuat sedekah berubah menjadi wajib, maka jika tidak dilakukan kita akan berdosa.

Selain itu, sedekah juga dapat berubah menjadi haram hukumnya apabila kita mengetahui barang yang disedekahkan digunakan untuk kejahatan atau maksiat. Dalam bersedekah, ada sejumlah rukun yang harus diperhatikan, berikut rinciannya sebagaimana dinukil dari buku Fiqh Ekonomi Syariah karya Mardani.

4 Rukun Sedekah

Rukun sedekah terdiri dari 4 hal, antara lain sebagai berikut:

  1. Pihak yang bersedekah
  2. Penerima sedekah
  3. Benda yang disedekahkan
  4. Sigat ijab dan kabul. Ijab adalah pernyataan pemberian dari orang yang memberi, sementara qabul berarti pernyataan penerimaan dari orang yang menerima pemberian

Manfaat Sedekah

Menurut buku Dirasah Islamiyah oleh Al Mubdi’u dkk, sebagai sebuah amalan yang mulia tentu sedekah mengandung banyak manfaat, yaitu:

1. Membuka Pintu Rezeki

Dengan bersedekah, berarti kita membuka pintu rezeki. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Baihaqi, Nabi Muhammad bersabda:

“Turunkanlah (datangkanlah) rezekimu (dari Allah) dengan mengeluarkan sedekah,” (HR Baihaqi)

2. Menghindari Marabahaya

Manfaat sedekah lainnya yaitu terhindar dari marabahaya. Sedekah menjadi penolak bala, penyubur pahala, penahan musibah, sekaligus kejahatan. Rasulullah SAW bersabda,

“Bersegeralah untuk bersedekah. Karena musibah dan bencana tidak bisa mendahului sedekah,” (HR Thabrani)

3. Memperpanjang Usia

Sedekah juga bermanfaat bagi kelangsungan hidup, yaitu memperpanjang umur. Ini sesuai dengan sabda Rasulullah yang berbunyi,

“Sesungguhnya sedekahnya orang muslim itu dapat menambah umurnya, dapat mencegah kematian yang buruk (su’ul khotimah), Allah akan menghilangkan darinya sifat sombong, kefakiran dan sifat bangga pada diri sendiri,” (HR Thabrani).

4. Sebagai Naungan di Hari Kiamat

Sedekah dapat menjadi naungan pada hari kiamat kelak, sebagaimana yang disebutkan oleh Rasulullah dalam sebuah hadits,

“Naungan bagi seorang mukmin pada hari kiamat adalah sedekahnya,” (HR Ahmad)

5. Dilipatgandakan Rezekinya

Dalam surat Al Baqarah ayat 261, Allah SWT berfirman:

مَّثَلُ ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَٰلَهُمْ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنۢبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِى كُلِّ سُنۢبُلَةٍ مِّا۟ئَةُ حَبَّةٍ ۗ وَٱللَّهُ يُضَٰعِفُ لِمَن يَشَآءُ ۗ وَٱللَّهُ وَٰسِعٌ عَلِيمٌ

Artinya: “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui,”

Itulah pembahasan mengenai rukun sedekah dan informasi terkaitnya. Semoga bermanfaat.

(aeb/nwk)



Sumber : www.detik.com

Perbedaan Sedekah, Hibah, dan Hadiah dalam Islam



Jakarta

Memberikan barang atau suatu hal dalam islam memiliki klasifikasi tergantung niat dan juga tujuan dari kegiatan tersebut. Berikut ini adalah penjelasan beberapa dari kegiatan memindahkan kepemilikan barang sekaligus perbedaan sedekah, hibah, dan hadiah.

Sebelumnya, kita perlu mengetahui makna dari masing-masing kondisi ini yaitu sedekah, hibah, dan hadiah.

Pengertian Sedekah

Sedekah adalah pemberian sukarela dari seorang muslim kepada yang berhak menerimanya tanpa batasan waktu dan jumlah, dengan niat ikhlas dan mengharap ridha Allah SWT serta pahala semata.


Menurut definisi dari Kemenag (Kementerian Agama), sedekah secara istilah berarti memberikan bantuan atau pertolongan berupa harta atau hal lainnya dengan harapan mendapatkan ridha Allah SWT, tanpa mengharap imbalan dari manusia. Sedekah tidak hanya berupa uang atau harta, tetapi juga dapat berupa segala sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain.

Lebih lanjut, dijelaskan oleh Kemenag bahwa sedekah memiliki status hukum sunnah dan memiliki manfaat yang besar, baik untuk diri sendiri maupun untuk meningkatkan kesejahteraan umum. Dalam Surah Yusuf ayat 88, Allah SWT menjelaskan sebagai berikut,

فَلَمَّا دَخَلُوا۟ عَلَيْهِ قَالُوا۟ يَٰٓأَيُّهَا ٱلْعَزِيزُ مَسَّنَا وَأَهْلَنَا ٱلضُّرُّ وَجِئْنَا بِبِضَٰعَةٍ مُّزْجَىٰةٍ فَأَوْفِ لَنَا ٱلْكَيْلَ وَتَصَدَّقْ عَلَيْنَآ ۖ إِنَّ ٱللَّهَ يَجْزِى ٱلْمُتَصَدِّقِينَ

Artinya: Maka ketika mereka masuk ke (tempat) Yusuf, mereka berkata: “Hai Al Aziz, kami dan keluarga kami telah ditimpa kesengsaraan dan kami datang membawa barang-barang yang tak berharga, maka sempurnakanlah sukatan untuk kami, dan bersedekahlah kepada kami, sesungguhnya Allah memberi balasan kepada orang-orang yang bersedekah.”

Selanjutnya, dalam ayat Al-Qur’an yaitu Surah Al-Baqarah 263 juga menjelaskan terkait dengan sedekah. Sebagaimana yang dilansir dalam buku Dahsyatnya Sedekah oleh H. Akhmad Sangid, B.Ed., M.A., ayat tersebut berbunyi sebagai berikut,

قَوْلٌ مَّعْرُوفٌ وَمَغْفِرَةٌ خَيْرٌ مِّن صَدَقَةٍ يَتْبَعُهَآ أَذًى ۗ وَٱللَّهُ غَنِىٌّ حَلِيمٌ

Artinya: “Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.”

Pengertian Hibah

Menurut Sayyid Sabiq dalam bukunya Fiqih Sunnah, hibah memiliki pengertian secara bahasa berasal dari kata ‘hubub ar-rih’ yang berarti hembusan angin. Kata ini digunakan untuk merujuk pada pemberian dan kebajikan kepada orang lain, baik berupa harta maupun hal lainnya.

Jika dilihat melalui istilah syariat, hibah adalah perjanjian pemberian kepemilikan oleh seseorang atas hartanya kepada orang lain selama dia masih hidup, tanpa ada pertukaran yang dilakukan.

Abu Bakar Jabir Al-Jazairi dalam Kitab Minhajul Muslim menjelaskan bahwa hibah adalah sedekah yang dilakukan oleh orang dewasa dengan memberikan harta, barang, atau hal-hal lain yang diperbolehkan.

Hibah juga dapat berarti pemberian oleh orang yang memiliki akal sempurna dengan aset yang dimilikinya, seperti harta atau perabotan yang diperbolehkan.

Syaikh Abdurrahman Al-Juzairi melalui Kitab Al-Fiqh ‘Ala Al-Madzahib Al-Arba’ah juga menjelaskan arti hibah sebagai pemberian kepada orang lain, meskipun bukan dalam bentuk harta.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa hibah adalah pemberian yang diberikan oleh seseorang selama dia masih hidup kepada orang lain tanpa mengharap imbalan apa pun, semata-mata untuk mencari ridha Allah SWT.

Pengertian Hadiah

Dikutip dari Buku Ajar Fiqih Muamalah Kontemporer tulisan Taufiqur Rahman, dijelaskan bahwa kata hadiah memiliki akar kata hadi yang memiliki makna penunjuk jalan, karena ia tampil di depan dan menyampaikan dengan lemah lembut. Dari sini muncul kata hidayah yang berarti penyampaian sesuatu dengan lemah lembut untuk menunjukkan simpati.

Menurut KBBI, hadiah adalah pemberian berupa kenang-kenangan, penghargaan, atau penghormatan. Menurut Zakariya Al-Anshari, hadiah”adalah penyerahan hak kepemilikan harta benda tanpa meminta ganti rugi yang umumnya dikirimkan kepada penerima sebagai bentuk penghormatan.

Menurut Qal’aji, hadiah adalah pemberian sesuatu tanpa imbalan dengan tujuan menjalin hubungan dan menghormati.

Perbedaan Sedekah, Hibah, dan Hadiah

Secara singkat perihal perbedaan ini dijelaskan oleh Imam Syafi’i yang dikutip oleh buku tulisan Taufiqur Rahman, yaitu sebagai berikut,

Imam Syafi’i membagi pemberian seseorang kepada orang lain menjadi dua bagian: yang pertama terkait dengan kematian, yaitu wasiat, dan yang kedua dilakukan saat masih hidup. Pemberian saat masih hidup ini memiliki dua bentuk, yaitu hibah dan wakaf.

Hibah merupakan pemindahan kepemilikan yang murni, sedangkan sedekah sunnah dan hadiah juga termasuk dalam kategori ini. Perbedaan antara hadiah dan hibah adalah bahwa hadiah melibatkan pemindahan sesuatu yang dihadiahkan dari satu tempat ke tempat lain.

Oleh karena itu, istilah hadiah tidak dapat digunakan dalam konteks kepemilikan properti. Namun, untuk benda-benda bergerak seperti pakaian, hamba sahaya, dan sejenisnya, semua hadiah dan sedekah dianggap sebagai hibah, tetapi tidak sebaliknya.

Hibah di lain sisi dapat dikatakan sebagai perjanjian pemberian kepemilikan oleh seseorang atas harta atau asetnya kepada orang lain saat ia masih hidup. Hibah dilakukan tanpa ada pertukaran atau pembayaran yang diminta dari penerima. Hibah sering kali dilakukan sebagai bentuk penghormatan, penguatan silaturahmi, atau memuliakan penerima.

Terakhir, mengenai hadiah biasanya diberikan dan dapat berupa barang, uang, atau hal lain yang dianggap bernilai. Dalam konteks umum, sedekah dan hibah merupakan bentuk pemberian yang lebih luas, sementara hadiah memiliki makna yang lebih khusus dan terkait dengan penghargaan atau penghormatan tertentu.

Sekian pembahasan kali ini mengenai perbedaan sekedah, hibah, dan hadiah. Semoga tulisan kali ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Aamiin yaa Rabbalalamiin.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Perintah Zakat Selalu Disandingkan dengan Ibadah Salat, Ini Dalilnya



Jakarta

Perintah zakat selalu disandingkan dengan ibadah salat. Hal ini disebutkan dalam beberapa ayat Al-Qur’an, salah satunya surat Al Baqarah ayat 110 yang berbunyi:

وَاَقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتُوا الزَّكٰوةَ ۗ وَمَا تُقَدِّمُوْا لِاَنْفُسِكُمْ مِّنْ خَيْرٍ تَجِدُوْهُ عِنْدَ اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌ ١١٠

Artinya: “Dirikanlah salat dan tunaikanlah zakat. Segala kebaikan yang kamu kerjakan untuk dirimu akan kamu dapatkan (pahalanya) di sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan,”


Selain salat yang disebut sebagai tiang agama, zakat juga menjadi ibadah wajib yang dikerjakan oleh umat Islam. Wahbah Az-Zuhaili melalui Fiqih Islam Wa Adillatuhu Juz 3 menyatakan bahwa kewajiban menunaikan zakat wajib karena kitabullah, sunnah Nabi SAW, serta ijma’ umat Islam.

Zakat mulai diwajibkan pada bulan Syawal tahun kedua hijriah setelah diwajibkannya puasa Ramadan dan zakat fitrah. Namun perlu diingat bahwa zakat fitrah tidak wajib bagi para nabi menurut ija’, karena zakat fitrah adalah alat untuk menyucikan diri yang barangkali kotor, semetara itu para nabi bebas dari kotoran.

Menukil dari buku Argumen Kontekstualisasi Zakat dalam Al-Qur’an susunan Rufi’ah, perintah zakat disandingkan dengan ibadah salat karena hendaknya seorang muslim menunaikan perintah tersebut sebagaimana salat lima waktu tanpa merasa berat.

Dr KH A Muhyiddin Khotib M H I melalui Rekonstruksi Fikih Zakat menuturkan bahwa Ibnu Abidin dari mazhab Hanafi mencatat bahwa jumlah penyandingan itu bahkan diulang sebanyak 82 kali.

Selain surat Al Baqarah ayat 110, perintah zakat yang disandingkan dengan salat juga tersemat dalam surat Al Maidah ayat 55,

إِنَّمَا وَلِيُّكُمُ ٱللَّهُ وَرَسُولُهُۥ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱلَّذِينَ يُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤْتُونَ ٱلزَّكَوٰةَ وَهُمْ رَٰكِعُونَ

Artinya: “Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan salat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah),”

Terdapat juga dalam ayat 43 surat Al Baqarah yang berbunyi:

وَأَقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَ وَٱرْكَعُوا۟ مَعَ ٱلرَّٰكِعِينَ

Artinya: “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku,”

Kedudukan Zakat dalam Islam

Kedudukan zakat termasuk ke dalam rukun Islam yang keempat. Selain itu, zakat juga sebagai pilar bangunan Islam yang agung sesuai dengan hadits yang diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar RA bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda:

بُنِيَ الإِسْلامُ عَلَى خَمْسٍ : شَهَادَةِ أَنْ لا إلهَ إلا اللهُ وَأَنْ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَصَوْمِ رَمَضَانَ وَحَجّ الْبَيْتِ لِمَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلاً

Artinya: “Islam didirikan di atas lima perkara: syahadat bahwa tidak ada Tuhan yang haq selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan salat, menunaikan zakat, berpuasa Ramadan dan haji ke Baitullah bagi siapa yang mampu,” (Muttafaqun ‘alaihi)

Jenis-jenis Zakat

Merangkum arsip detikHikmah, zakat terbagi ke dalam dua jenis yaitu zakat mal dan zakat fitrah. Berikut pembahasannya.

1. Zakat Fitrah

Zakat fitrah adalah zakat yang wajib dikeluarkan pada bulan Ramadan, tepatnya menjelang Idul Fitri. Besaran zakat fitrah setiap orang adalah satu sha’ atau setara dengan 3,5 liter atau sekitar 2,5 kilogram makanan pokok.

Zakat ini bisa berupa beras, gandum, dan sejenisnya sesuai dengan daerah yang bersangkutan. Zakat fitrah juga bisa diganti dengan uang, namun harus setara dengan harga makanan pokok sesuai besaran zakat tersebut.

2. Zakat Mal

Yang kedua yaitu zakat mal atau zakat harta. Zakat jenis ini wajib dikeluarkan seorang muslim sesuai dengan nisab dan haulnya.

Nisab adalah syarat minimum harta yang dapat dikategorikan sebagai wajib zakat. Sementara haul adalah masa kepemilikan harta sudah berlalu selama 12 bulan Qamariyah/tahun Hijriyah.

Zakat mal tidak memiliki batasan waktu. Dengan demikian, zakat jenis ini bisa dikeluarkan sepanjang tahun ketika syaratnya sudah terpenuhi.

Demikian pembahasan mengenai dalil perintah zakat yang selalu disandingkan dengan ibadah salat. Semoga bermanfaat.

(aeb/nwk)



Sumber : www.detik.com

Hukum Mewakafkan Harta, Benarkah Dapat Pahala yang Terus Mengalir?



Jakarta

Wakaf merupakan salah satu perbuatan hukum wakif (seseorang yang memberikan wakaf) untuk memisahkan dan atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau juga jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya. Pemberian wakaf bisa untuk keperluan ibadah atau kesejahteraan umum menurut syariah.

Lantas, apa hukum seseorang yang mewakafkan hartanya?

Menurut buku Hukum Wakaf di Indonesia Dan Proses Penanganan Sengketanya yang ditulis oleh Dr. Ahmad Mujahidin, S.H., M.H., wakaf pada mulanya hanya sekadar keinginan seseorang yang ingin berbuat baik dengan kekayaan atau rezeki yang dimilikinya dan dikelola secara individu tanpa ada aturan yang pasti.


Namun, setelah masyarakat Islam merasakan manfaat besar dari lembaga wakaf, kemudian timbul keinginan untuk mengatur perwakafan. Lantas dibentuklah lembaga yang mengatur wakaf untuk mengelola, memelihara, dan menggunakan harta wakaf, baik secara umum seperti masjid atau secara individu maupun keluarga.

Di sisi lain, berdasarkan sejarah Islam, wakaf telah dikenali sejak masa Rasulullah SAW sebab wakaf disyariatkan setelah Rasulullah SAW ke Madinah pada tahun kedua Hijriah. Sebagaimana yang tercantum dalam buku Hukum Wakaf karya HR. Daeng Naja, Rasulullah SAW pada tahun ketiga Hijriah pernah mewakafkan tujuh kebun kurma di Madinah, di antaranya ialah kebun A’raf Shafiyah, Dalal, Barqah, dan kebun lainnya.

Selain itu Rasulullah SAW juga mewakafkan perkebunan Mukhairik yang telah menjadi milik beliau setelah terbunuhnya Mukhairik ketika Perang Uhud. Beliau menyisihkan sebagian keuntungan dari perkebunan tersebut untuk menafkahi keluarganya selama setahun dan sisanya digunakan untuk membeli kuda perang, senjata, dan kepentingan kaum muslimin.

Dasar Hukum Wakaf

Merangkum buku Pengantar Hukum Zakat dan Wakaf yang disusun oleh Elsi Kartika Sari, S.H., M.H., terdapat beberapa ayat dalam Al-Qur’an dan juga hadits Rasulullah yang dapat dijadikan tumpuan atau hal yang mendasari wakaf dalam Islam.

Allah telah berfirman dalam Al-Qur’an surat Ali Imran ayat 92,

لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتّٰى تُنْفِقُوْا مِمَّا تُحِبُّوْنَ ۗوَمَا تُنْفِقُوْا مِنْ شَيْءٍ فَاِنَّ اللّٰهَ بِهٖ عَلِيْمٌ

Artinya: Kamu tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa pun yang kamu infakkan, tentang hal itu sungguh, Allah Maha Mengetahui

Selain itu, ayat yang menjelaskan tentang anjuran mewakafkan harta ada pada surat Al Baqarah ayat 267,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَنْفِقُوْا مِنْ طَيِّبٰتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّآ اَخْرَجْنَا لَكُمْ مِّنَ الْاَرْضِ ۗ وَلَا تَيَمَّمُوا الْخَبِيْثَ مِنْهُ تُنْفِقُوْنَ وَلَسْتُمْ بِاٰخِذِيْهِ اِلَّآ اَنْ تُغْمِضُوْا فِيْهِ ۗ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ غَنِيٌّ حَمِيْدٌ

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Infakkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untukmu. Janganlah kamu memilih yang buruk untuk kamu keluarkan, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata (enggan) terhadapnya. Dan ketahuilah bahwa Allah Mahakaya, Maha Terpuji.

Adapun sunnah Rasulullah SAW dari Abu Hurairah, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda, “Apabila anak Adam (manusia) meninggal dunia, maka putuslah amalnya, kecuali tiga perkara, yakni shadaqah jariyah yang mengalir terus menerus, ilmu yang bermanfaat, dan anak sholeh yang mendoakan orang tuanya.” (HR Muslim).

Hadits Rasulullah lainnya yang lebih menegaskan perkara wakaf ada pada perintah Nabi kepada Khalifah Umar RA untuk mewakafkan tanahnya yang ada di Khaibar. “Dari Ibnu Umar RA dia berkata bahwa sahabat Umar RA memperoleh sebidang tanah di Khaibar, kemudian menghadap kepada Rasulullah untuk memohon petunjuk.

Umar berkata, “Ya Rasulullah, saya mendapatkan sebidang tanah di Kahibar, saya belum pernah mendapatkan harta sebaik itu maka apakah yang engkau perintahkan kepadaku? Rasulullah menjawab, “Bila kamu suka, kamu tahan (pokoknya) tanah itu dan kamu sedekahkan (hasilnya).”

Kemudian, Umar melakukan shaqadah, tidak dijual, tidak diwariskan, dan tidak juga dihibahkan. Berkata Ibnu Umar, “Umar menyedekahkannya kepada orang-orang fakir, kaum kerabat, budak belian, sabilillah, ibnu sabil, dan tamu. Dan tidak mengapa atau tidak dilarang bagi yang menguasai tanah wakaf itu (pengurusnya) makan dari hasilnya dengan cara baik (sepantasnya) atau makan dengan tidak bermaksud menumpuk harta.” (HR Muslim).

Berdasarkan sumber-sumber yang telah disebutkan, hukum mewakafkan harta adalah sunnah muakkad. Dalam hal ini adalah amalan sunnah yang sangat dianjurkan. Sebab, wakaf termasuk sedekah jariyah yang pahalanya terus mengalir meskipun orang yang mewakafkan telah meninggal.

Manfaat dan Keutamaan Mewakafkan Harta

Menukil buku Panduan Muslim Sehari-Hari yang ditulis oleh DR. KH. M. Hamdan Rasyid, MA, dan Saiful Hadi El-Sutha, berikut ini adalah beberapa manfaat dari mewakafkan harta di jalan Allah beserta keutamaan-keutamaannya.

1. Mendapatkan Pahala Yang Terus Mengalir

Selama masih dimanfaatkan oleh orang lain dalam melaksanakan kebaikan, seseorang yang mewakafkan hartanya akan mendapatkan pahala meskipun telah wafat. Rasulullah bersabda terkait tiga amalan yang tidak akan pernah putus dan salah satunya adalah sedekah jariyah (wakaf).

2. Mendapatkan Kebaikan Sesuai yang Diwakafkan

Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang mewakafkan kudanya di jalan Allah karena keimanan kepadanya dan membenarkan janji-Nya, niscaya laparnya, hausnya, kotoran, dan kencing kuda tersebut akan menjadi timbangan kebaikan orang tersebut di hari kiamat.” (HR Al Bukhari).

3. Mendapatkan Balasan Surga di Sisi Allah

Dalam hadits yang sanadnya bersumber pada Utsman bin Affan disebutkan bahwa Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang membeli sumur Ruma’ (dan mewakafkan manfaatnya untuk semua orang), maka baginya surga.” (HR Al Bukhari).

4. Dikaruniai Ketenangan Hati dan Kelapangan Jiwa

Allah telah berfirman dalam Al-Qur’an surat Al Baqarah ayat 274,

اَلَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ اَمْوَالَهُمْ بِالَّيْلِ وَالنَّهَارِ سِرًّا وَّعَلَانِيَةً فَلَهُمْ اَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْۚ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَ

Artinya: Orang-orang yang menginfakkan hartanya malam dan siang hari (secara) sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.

Dengan mengetahui keutamaan berwakaf, umat muslim dapat mencontoh sikap terpuji Rasulullah SAW dan para sahabat yang memilih untuk mewakafkan harta mereka untuk kepentingan umat muslim.

(dvs/dvs)



Sumber : www.detik.com

FEB UGM Luncurkan Aplikasi SAMAWI, Permudah Nazhir Kelola Wakaf



Jakarta

Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM bersama Badan Wakaf Indonesia (BWI) meluncurkan aplikasi SAMAWI (Sistem Akuntansi dan Manajemen Wakaf Indonesia).

Peluncuran aplikasi ini diresmikan dengan penandatanganan MOU antara Badan Wakaf Indonesia (BWI) dengan Universitas Gadjah Mada (UGM) yang digelar di Gedung Pusat Pembelajaran FEB UGM, pada Selasa (13/6/2023).

Aplikasi SAMAWI (Sistem Akuntansi dan Manajemen Wakaf Indonesia) merupakan salah satu output dari riset Tim Peneliti ENTROPY (Enhancing the Role of Islamic Philanthropy in Alleviating the Economic Impacts of Covid-19 Outbreak) yang diketuai oleh Guru Besar Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM, Prof. Mahfud Sholihin, Ph.D., dan didanai oleh LPDP.


Prof. Mahfud Sholihin, Ph.D. dalam acara press conference peluncuran aplikasi SAMAWI, menyatakan bahwa kehadiran aplikasi ini diharapkan dapat membantu para nazhir untuk memudahkan pengelolaan wakaf dengan jargon “semudah update status”.

Sebagai informasi, nazhir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya.

“Aplikasi ini insya Allah membantu para nazhir untuk memudahkan pengelolaan wakaf, melaporkan wakaf sesuai dengan pernyataan standar akuntansi keuangan nomor 112,” tutur Mahfud.

“Jargon kami, melaporkan wakaf berdasarkan SAK 112, semudah update status, karena tinggal mengentry lalu kemudian sudah jadi laporan keuangannya, tidak perlu repot-repot, realtime dan web based,” sambungnya.

Sementara ini, aplikasi SAMAWI baru dapat diakses melalui website. Akan tetapi, pengembangan kedepannya akan merambah pada aplikasi khusus yang tersedia di app store atau playstore.

Peluncuran Aplikasi SAMAWI Sekaligus Jadi Sosialisasi Perwakafan

Ketua Badan Pelaksana BWI, Prof. De. Ir. H. Mohammad Nuh, D.E.A., menyatakan bahwa peluncuran aplikasi ini turut menjadi sosialisasi perwakafan supaya seluruh mahasiswa, dosen, karyawan, dan tenaga kependidikan dapat memahami wakaf.

Dalam keterangannya, UGM akan menempatkan sebagian dana abadinya untuk dikelola Badan Wakaf Indonesia melalui instrumen cash waqf linked sukuk, yaitu instrumen yang diterbitkan oleh kementerian keuangan sejak tahun 2019 lalu.

“Cash waqf linked sukuk ini beberapa perguruan tinggi juga sudah mulai menempatkan, mulai dari ITS, IPB, ITB, UNPAD, dan UNDIP. Insya Allah dalam waktu dekat, tidak terlalu lama lagi akan ada UGM. Ini kita fokuskan pada perguruan-perguruan tinggi yang PTNBH,” terang Prof. Mohammad.

“Semua perguruan tinggi PTNBH harus punya dana abadi, endowment fund, atau bahasa aslinya wakaf. Kita menyambut dan sangat bangga betul UGM sudah merintis dana abadi itu,” imbuhnya.

Prof. Mohammad menyampaikan dalam keterangannya, bahwa instrumen cash waqf linked sukuk ini risikonya dijamin oleh pemerintah dan memberikan return atau keuntungan yang jauh lebih besar dari deposito, tidak kena pajak, dan bebas pajak.

Terakhir, ia menuturkan bahwa diluncurkannya aplikasi manajemen wakaf SAMAWI oleh FEB UGM bersama Badan Wakaf Indonesia menjadi peran besar dari perguruan tinggi dalam mengembangkan dunia perwakafan dengan sentuhan teknologi.

“Wakaf itu jangan diartikan sebagai konservatif dan tradisional. Kita sekarang lebih modern, beyond IT, beyond digital. Ini peran besar dari perguruan tinggi untuk mengembangkan perwakafan Indonesia. Perguruan tinggi kan setiap tahun mahasiswanya ganti, jadi kalau setiap anak lulusan paham tentang wakaf, maka akan tersebar di masyarakat terus,” pungkasnya.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Apa Itu Mauquf Alaih dalam Wakaf? Begini Penjelasannya



Jakarta

Mauquf alaih erat kaitannya dengan perwakafan. Wakaf sendiri tergolong ke dalam amal kebaikan yang termasuk sedekah jariyah.

Nantinya, orang yang mewakafkan harta tetap mendapat pahala meski telah wafat. Wakaf telah ada sejak zaman Rasulullah.

Menukil dari buku Hukum Perwakafan di Indonesia susunan Hujriman, wakaf berasal dari bahasa Arab “Waqoda-yaqifu-waqfa” yang artinya ragu-ragu, berhenti memperlihatkan, memerhatikan, meletakkan, mengatakan, mengabdi, memahami, mencegah, menahan, dan tetap berdiri.


Ditinjau dari segi istilah definisi wakaf ialah pemberian yang dilakukan dengan cara menahan dan menjadikannya bermanfaat untuk kemaslahatan umat. Maksud dari menahan berarti menghindarkan barang tersebut agar tidak diwariskan, dijual, dihibahkan, digadaikan, disewakan, dan sejenisnya.

Hukum wakaf adalah sunnah muakkad yang mana dianjurkan karena termasuk ke dalam sedekah jariyah. Dalil penganjuran wakaf termaktub dalam firman Allah SWT pada surat Ali Imran ayat 92,

لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتّٰى تُنْفِقُوْا مِمَّا تُحِبُّوْنَ ۗوَمَا تُنْفِقُوْا مِنْ شَيْءٍ فَاِنَّ اللّٰهَ بِهٖ عَلِيْمٌ ٩٢

Artinya: “Kamu sekali-kali tidak akan memperoleh kebajikan (yang sempurna) sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai. Apapun yang kamu infakkan, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui tentangnya,”

Dalam wakaf, terdapat juga beberapa rukun yang harus dipenuhi agar sesuai dengan syariat dan memberi keberkahan. Nah, pada rukun wakaf itu terdapat mauquf alaih.

Lantas, apa yang dimaksud dengan mauquf alaih?

Pengertian Mauquf Alaih

Mengutip buku Wakaf Uang: Konsep dan Implementasinya susunan Dr H Acep Zoni Saeful Mubarok M Ag dkk, mauquf alaih adalah pihak yang ditunjuk untuk memperoleh manfaat dari peruntukkan harta benda wakaf sesuai pernyataan kehendak wakif yang dituangkan dalam Akta Ikrar Wakaf (AIW). Sederhananya, mauquf alaih berarti penerima wakaf perorangan yang harus disebutkan namanya.

Apabila nama penerima tidak disebutkan, maka harta wakaf akan diberikan kepada fakir miskin. Penerima wakaf tidak memiliki kepemilikan pribadi atas harta tersebut, melainkan hanya dapat memanfaatkannya.

Dijelaskan melalui Hukum Perdata Islam karya Siska Lis Sulistiani, mauquf alaih tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai ibadah. Ini sesuai dengan sifat amalan wakaf sebagai salah satu bagian dari ibadah.

Selain itu, mauquf alaih juga dibedakan ke dalam dua macam, yaitu mauquf alaih yang bersifat tertentu dan mauquf alaih yang bersifat umum. Menurut Imam Al-Ghazali, syarat dari mauquf alaih yang bersifat tertentu ialah orang yang pantas dalam menerima hadiah dan wasiat, sementara syarat dari mauquf alaih yang sifatnya umum yaitu hal-hal yang bertujuan untuk pendekatan kepada Allah SWT seperti dikutip dari buku Ekonomi dan Manajemen ZISWAF tulisan Dr Tika Widiastuti S E M Si.

4 Rukun Wakaf

Selain mauquf alaih, ada sejumlah rukun lainnya yang harus dipenuhi ketika hendak berwakaf. Apa saja? Berikut pemaparannya seperti dikutip dari buku Hukum Wakaf Indonesia dan Proses Penanganan Sengketanya oleh Dr Ahmad Mujahidin S H M H.

1. Wakif

Pewakaf atau wakif harus memenuhi syarat-syarat seperti, sudah mencapai usia baligh, memiliki akal sehat, dan menjadi pemilik sah dari barang yang akan diwakafkan. Selain itu, tidak ada paksaan dalam proses mewakafkan dan tidak ada larangan bagi wakif untuk menghibahkan harta tersebut.

2. Mauquf

Mauquf adalah harta yang dapat diwakafkan adalah harta yang kepemilikannya sah dan halal. Contohnya seperti barang-barang yang dapat dipindahkan seperti buku, kendaraan, dan sejenisnya, serta barang-barang yang tidak dapat dipindahkan seperti tanah atau rumah.

3. Mauquf Alaih

Mauquf alaih adalah penerima wakaf. Mauquf alaih tidak memiliki kepemilikan pribadi atas harta wakaf, tetapi dapat memanfaatkan harta tersebut.

4. Sighat

Sighat wakaf merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh pihak yang mewakafkan. Beberapa ulama juga berpendapat bahwa sighat dapat dilakukan baik secara lisan maupun tertulis oleh pewakaf.

Sebaiknya, proses pengikraran wakaf sebaiknya disaksikan oleh minimal dua orang saksi. Bahkan lebih baik jika ada kehadiran seorang notaris dan dokumen wakaf juga diresmikan melalui sertifikat.

Demikian pembahasan mengenai mauquf alaih dan informasi terkaitnya. Semoga bermanfaat.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Mengenal Syarat Wakaf, Lengkap dengan Rukun dan Keutamaannya



Jakarta

Syarat wakaf penting diketahui oleh umat Islam. Wakaf adalah salah satu sedekah jariyah yang mana ketika pewakaf wafat maka pahalanya tetap mengalir.

Secara istilah, wakaf merupakan pemberian yang dilakukan dengan cara menahan dan menjadikannya bermanfaat untuk kemaslahatan umat. Definisi menahan di sini yaitu menghindarkan barang tersebut agar tidak diwariskan, dijual, dihibahkan, digadaikan, disewakan, dan sejenisnya, seperti dikutip dari buku Hukum Perwakafan di Indonesia susunan Hujriman.

Wakaf hukumnya sunnah muakkad yang berarti dianjurkan. Dalil mengenai anjuran wakaf tersemat dalam surat Ali Imran ayat 92,


لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتّٰى تُنْفِقُوْا مِمَّا تُحِبُّوْنَ ۗوَمَا تُنْفِقُوْا مِنْ شَيْءٍ فَاِنَّ اللّٰهَ بِهٖ عَلِيْمٌ ٩٢

Artinya: “Kamu sekali-kali tidak akan memperoleh kebajikan (yang sempurna) sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai. Apapun yang kamu infakkan, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui tentangnya,”

Lantas, apa saja yang termasuk ke dalam syarat wakaf? Berikut pembahasannya sebagaimana dinukil dari buku Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia oleh Dr Mardani.

Syarat Wakaf dalam Islam

Menurut Prof Dr Abdullah bin Muhammad ath-Thayyar, syarat wakaf terdiri atas 4 hal yaitu:

  1. Wakaf dilakukan pada barang yang boleh dijual dan diambil manfaatnya dalam keadaan barangnya masih tetap utuh, seperti harta tidak bergerak, hewan, perkakas, senjata, dan lain sebagainya
  2. Wakaf digunakan untuk kebaikan, seperti kepentingan orang-orang miskin, masjid, kaum kerabat yang muslim atau ahli dzimmi
  3. Wakaf dilakukan pada barang yang telah ditentukan. Dengan demikian, tidak sah wakaf pada barang yang tidak diketahui
  4. Wakaf dilakukan tanpa syarat. Wakaf dengan syarat tidak sah kecuali jika seseorang mengatakan “itu adalah harta wakaf setelah aku meninggal dunia,” wakaf tetap sah dengan syarat seperti ini.

Sementara itu, dalam UU Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, syarat wakaf terdiri atas 6 hal yang mencakup:

  1. Wakif atau orang yang mewakafkan harta
  2. Nazir atau orang yang bertanggung jawab mengelola harta wakaf tersebut
  3. Harta benda wakaf atau harta yang diwakafkan
  4. Ikrar wakaf untuk kehendak mewakafkan sebagian harta bendanya demi kepentingan orang banyak
  5. Peruntukan harta benda wakaf atas harta yang tersedia
  6. Jangka waktu wakaf

4 Rukun Wakaf dalam Islam

Mengutip dari buku Hukum Wakaf di Indonesia dan Proses Penanganan Sengketanya oleh Dr Ahmad Mujahidin S H M H, berikut merupakan 4 rukun wakaf:

1. Pewakaf

Seorang wakif harus memenuhi sejumlah syarat seperti, berusia baligh, berakal sehat, dan menjadi pemilik sah dari barang yang akan diwakafkan. Selain itu, tidak ada paksaan dalam proses mewakafkan dan tidak ada larangan bagi wakif untuk menghibahkan harta tersebut.

2. Mauquf

Mauquf adalah harta yang dapat diwakafkan adalah harta yang kepemilikannya sah dan halal. Termasuk dalam kategori ini adalah barang-barang yang dapat dipindahkan seperti buku, kendaraan, dan sejenisnya, serta barang-barang yang tidak dapat dipindahkan seperti tanah atau rumah.

3. Mauquf ‘alaih

Mauquf ‘alaih adalah penerima wakaf perorangan harus disebutkan namanya. Namun, jika nama penerima tidak disebutkan maka harta wakaf akan diberikan kepada para fakir miskin.

Penerima wakaf tidak memiliki kepemilikan pribadi atas harta tersebut, melainkan hanya dapat memanfaatkannya.

4. Sighat

Pernyataan atau sighat wakaf ini merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh pihak yang mewakafkan. Beberapa ulama juga berpendapat bahwa sighat dapat dilakukan baik secara lisan maupun tertulis oleh pewakaf.

Sebaiknya, proses pengikraran wakaf sebaiknya disaksikan oleh minimal dua orang saksi. Bahkan lebih baik jika ada kehadiran seorang notaris dan dokumen wakaf juga diresmikan melalui sertifikat.

Keutamaan Wakaf

Keutamaan dari wakaf yaitu diganjar pahala sedekah jariyah seperti yang disinggung pada pembahasan sebelumnya. Dalam surat Al Hadid ayat 7, Allah SWT berfirman:

اٰمِنُوْا بِاللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ وَاَنْفِقُوْا مِمَّا جَعَلَكُمْ مُّسْتَخْلَفِيْنَ فِيْهِۗ فَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنْكُمْ وَاَنْفَقُوْا لَهُمْ اَجْرٌ كَبِيْرٌۚ ٧

Artinya: “Berimanlah kepada Allah dan Rasul-Nya serta infakkanlah (di jalan Allah) sebagian dari apa yang Dia (titipkan kepadamu dan) telah menjadikanmu berwenang dalam (penggunaan)-nya. Lalu, orang-orang yang beriman di antaramu dan menginfakkan (hartanya di jalan Allah) memperoleh pahala yang sangat besar,”

Dalam sebuah riwayat, Nabi Muhammad menjelaskan terkait keutamaan wakaf. Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda:

“Sesungguhnya yang didapati oleh orang yang beriman dari amalan dan kebaikan yang ia lakukan setelah ia mati adalah, ilmu yang ia ajarkan dan sebarkan, anak shalih yang ia tinggalkan, mushaf Al-Qur’an yang ia wariskan, masjid yang ia bangun, rumah bagi ibnu sabil (musafir yang terputus perjalanan) yang ia bangun, sungai yang ia alirkan, sedekah yang ia keluarkan dari harta ketika ia sehat dan hidup, semua itu akan dikaitkan dengannya setelah ia mati,” (HR Ibnu Majah)

Pada surat Al Baqarah ayat 261, dikatakan Allah akan melipatgandakan ganjaran bagi orang yang menafkahkan hartanya di jalan-Nya.

مَثَلُ الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ اَمْوَالَهُمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ اَنْۢبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِيْ كُلِّ سُنْۢبُلَةٍ مِّائَةُ حَبَّةٍ ۗ وَاللّٰهُ يُضٰعِفُ لِمَنْ يَّشَاۤءُ ۗوَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ ٢٦١

Artinya: “Perumpamaan orang-orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah adalah seperti (orang-orang yang menabur) sebutir biji (benih) yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan (pahala) bagi siapa yang Dia kehendaki. Allah Maha Luas lagi Maha Mengetahui,”

Itulah pembahasan tentang syarat wakaf beserta informasi terkaitnya. Semoga bermanfaat.

(aeb/rah)



Sumber : www.detik.com

Jenis Harta Wakaf, Bisa Benda Bergerak dan Tidak Bergerak



Jakarta

Wakaf ditafsirkan sebagai sedekah jariyah yang pahalanya terus mengalir selama harta wakaf masih bermanfaat. Banyak jenis harta yang bisa diwakafkan, mulai dari benda bergerak hingga benda tidak bergerak.

Mengutip buku Hukum Wakaf di Indonesia dan Proses Penanganan Sengketanya karya Ahmad Mujahidin, kata wakaf sendiri berasal dari bahasa Arab wa-qa-fa yang berarti menahan, berhenti, diam di tempat atau berdiri. Secara istilah, wakaf terkadang bermakna objek atau benda yang diwakafkaan (al-mauquf bih).

Istilah wakaf juga bermakna menahan zat benda dan memanfaatkan hasilnya atau menahan zat dan menyedekahkan manfaatnya.


Dalil tentang wakaf banyak tercatat dalam Al-Qur’an, salah satunya dalam surat Al Baqarah ayat 261

مَثَلُ الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ اَمْوَالَهُمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ اَنْۢبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِيْ كُلِّ سُنْۢبُلَةٍ مِّائَةُ حَبَّةٍ ۗ وَاللّٰهُ يُضٰعِفُ لِمَنْ يَّشَاۤءُ ۗوَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ

Artinya: “Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Luas, Maha Mengetahui.”

Syarat Harta yang Diwakafkan

Harta yang diwakafkan disebut Al-Mauquf. Harta itu sah dipindahmilikkan, apabila memenuhi beberapa persyaratan:

  • Harta yang diwakafkan itu harus barang yang berharga.
  • Harta nyag diwakafkan itu harus diketahui dan ditentukan bendanya. Jadi apabila harta itu tidak diketahui jumlahnya (majhul), maka pengalihan milik tidak sah.
  • Harta yang diwakafkan itu pasti dimiliki oleh orang yang berwakaf (wakif). Tidak boleh mewakafkan harta yang sedang dijadikan jaminan atau digadaikan kepada pihak lain.
  • Harta itu mestilah berdiri sendiri, tidak melekat kepada harta lain (mufarrazan) atau disebut juga dengan istilah (ghaira shai’)

Jenis Harta Wakaf

Adapun jenis benda yang diwakafkan terbagi menjadi tiga macam, berikut rinciannya:

Wakaf benda tak bergerak (diam)

Contohnya seperti tanah, rumah, toko, dan semisalnya. Telah sepakat para ulama tentang disyariatkannya wakaf jenis ini.

Wakaf benda bergerak (bisa dipindah)

Contohnya seperti mobil, hewan, dan semisalnya. Termasuk dalil yang menunjukkan bolehnya wakaf jenis ini adalah hadits: “Adapun Khalid maka dia telah mewakafkan baju besinya dan pedang (atau kuda)-nya di jalan Allah Ta’ala” (HR Al-Bukhari dan Muslim)

Wakaf berupa uang

Uang juga dapat menjadi harta yang sah diwakafkan. Uang dapat dimanfaatkan sebagai modal usaha yang keuntungan dapat bermanfaat bagi kemaslahatan.

Mengutip buku Sejarah Perkembangan Wakaf dalam Persepektif Hukum Islam dan Peraturan Perundang-undangan di Indonesia oleh Nur Afifuddin, Lilik Rosidah dan Edy Sutrisno dijelaskan bahwa di Indonesia ada hukum yang mengatur tentang wakaf. Sebagaimana tercantum dalam Pasal 16 ayat (1) Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004.

Selama harta yang diwakafkan memiliki manfaat bagi masyarakat, maka pahala yang didapat oleh orang yang memberi wakaf akan terus mengalir. Hal ini dijelaskan melalui satu hadist yang diriwayatkan oleh Imam Muslim yang bersumber dari Abu Hurairah yang didasarkan pada sabda Nabi Muhammad.

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

Artinya: Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau doa anak yang sholeh.” (HR Muslim).

(dvs/lus)



Sumber : www.detik.com

Ketentuan Orang yang Berzakat dan Harta Zakat



Jakarta

Zakat merupakan salah satu ibadah dalam Islam. Terdapat ketentuan yang harus dipenuhi ketika membayar zakat, yakni syarat wajib dan syarat sah.

Apabila salah satu syarat wajib ini tidak terpenuhi, kewajiban untuk menunaikan zakat terhitung masih belum ada. Walaupun jika seseorang tetap mengeluarkan sebagian hartanya untuk disedekahkan, maka hukumnya tetap sah dan mendapat pahala dengan catatan secara syariat tidak dikategorikan ke dalam zakat karena bukan kewajiban.

Ahmad Sarwat, Lc, M.A menyebutkan dalam bukunya Ensiklopedia Fikih Indonesia 3: Zakat, apabila seorang muslim sudah memenuhi semua ketentuannya, maka wajib hukumnya menunaikan zakat. Orang yang melalaikannya akan mendapatkan dosa di akhirat dan ancaman di dunia sebab zakat termasuk ke dalam salah satu rukun Islam. Sementara terkait syarat sah, apabila terdapat syarat yang belum terpenuhi maka amalan zakat dianggap tidak sah.


Mengutip buku Anak Rajin Sedekah yang ditulis oleh Baihaqi Nu’man, syarat wajib zakat terdiri dari dua macam, yakni syarat bagi orang yang wajib berzakat dan syarat bagi harta yang dizakatkan. Berikut penjelasan lengkapnya.

Syarat Bagi Orang yang Wajib Berzakat

1. Beragama Islam

Zakat hanya diwajibkan bagi orang Islam (umat muslim) saja. Orang yang tidak beragama Islam tidak diwajibkan mengeluarkan zakat.

Hal ini didasari oleh hadits Nabi ketika beliau berkata kepada sahabatnya, Mu’adz bin Jabal yang akan diutus ke Negeri Yaman, “Sesungguhnya engkau akan berhadapan dengan Ahli Kitab. Oleh sebab itu, tindakan pertama yang akan engkau lakukan adalah menyerukan kepada mereka agar meyakini bahwa tidak ada Tuhan selain Allah SWT dan Muhammad adalah utusan Allah.

Jika mereka menyambut seruanmu itu, maka beritahu mereka bahwa Allah mewajibkan sholat lima waktu sehari semalam. Apabila mereka mengerjakannya, maka beritahu mereka bahwa Allah mewajibkan mereka berzakat yang diambil dari harta orang-orang kaya dan diserahkan kepada para fakir-fakir miskin di antara mereka.” (HR Al-Bukhari dan Muslim).

2. Merdeka Jiwa dan Raga

Para ulama telah menyepakati bahwa budak (hamba sahaya) tidak wajib mengeluarkan zakat. Hal itu disebabkan karena secara hukum mereka tidak memiliki harta. Ini berlaku sampai dengan zaman sebelum perbudakan dihapus. Setelah adanya pelarangan perbudakan, syarat ini sudah tidak relevan lagi.

3. Baligh dan Berakal Sehat

Hanya umat muslim yang telah baligh dan sehat akalnya yang perlu berzakat. Anak-anak yang belum baligh dan orang yang tidak berfungsi dengan baik akalnya (gila) tidak dikenai kewajiban berzakat.

Hal tersebut dilandasi oleh hadits Nabi Muhammad SAW, “Tidak dikenakan pembebanan hukum atas tiga orang, (yaitu): anak-anak sampai ia dewasa, orang tidur sampai ia bangun, dan orang gila sampai ia sembuh.” (HR Al-Hakim).

Syarat bagi Harta yang Wajib Dizakatkan

1. Merupakan Hak Milik

Harta yang merupakan hak milik maksudnya adalah harta yang dizakatkan mutlak dimiliki oleh orang yang wajib zakat dan tidak bersangkutan dengan hak orang lain. Harta tersebut harus benar-benar diperoleh dengan usahanya dengan cara yang halal dan memenuhi syariat Islam.

Apabila berzakat dengan harta yang bukan hak milik sepenuhnya maka zakatnya tidak sah. Seperti misalnya dengan harta hasil berutang, harta hasil mencuri, harta pinjaman, dan lain sebagainya.

2. Harta yang Berkembang

Harta yang berkembang maksudnya adalah harta yang dengan sengaja dibiarkan akan memiliki kemungkinan untuk berkembang dalam rangka mendapatkan keuntungan. Sementara itu, bersumber dari buku Bunga Rampai Zakat dan Wakaf yang disusun oleh Sri Oftaviani, dkk., disebutkan bahwa harta berkembang yang dimaksud dapat tumbuh melalui kegiatan usaha maupun perdagangan.

Adapun terkait estimasi yang menjadi syarat wajib zakat artinya adalah harta yang nilainya memiliki kemungkinan bertambah, seperti emas, perak, dan mata yang yang semuanya mempunyai kemungkinan pertambahan nilai dengan memperjualbelikannya.

3. Telah Mencukupi Nisabnya

Nisab adalah jumlah minimal dari harta yang wajib dizakati berdasarkan ketetapan agama Islam. Kebanyakan standar zakat harta (zakat mal) menggunakan nilai harga emas saat ini, jumlahnya sebanyak 85 gram. Nilai emas dijadikan ukuran nisab untuk menghitung zakat uang simpanan, emas, saham, perniagaan, dan pendapatan.

4. Melebihi Kebutuhan Pokok

Harta yang jumlahnya telah mampu menutupi seluruh kebutuhan pokok seperti belanja keluarga sehari-hari (makanan), rumah, pakaian, dan barang-barang pelengkap milik pribadi dan keluarga maka harta tersebut sudah termasuk cukup untuk dizakatkan.

Apabila masih kekurangan dari segi finansial atau hanya pas-pasan untuk menyambung hidup, maka zakat tidak diwajibkan. Sebab, Allah mempermudah setiap hamba-Nya yang kesulitan dengan menyamakan bahwa bersedekah pada keluarga sendiri dengan menafkahi mereka juga sama-sama mendapatkan pahala.

5. Bebas dari Utang

Maksudnya, harta yang sudah mencapai satu nisab terbebas dari utang. Apabila utang tersebut tidak mengurangi nisab harta yang wajib dizakatkan, maka zakat tetap wajib dibayarkan.

6. Telah Cukup Haul

Dalam hal ini, harta tersebut telah dimiliki selama satu tahun (12 bulan), sekitar 354 hari menurut penanggalan Hijriah atau 365 hari menurut penanggalan Masehi. Hal ini bersumber dari hadits Rasulullah SAW, “Tidak ada zakat atas suatu kekayaan sampai berlaku satu tahun (haul).” (HR Abu Dawud, Ad-Daruqutni, Ibnu Majah, dan Al-Baihaqi).

Demikian penjelasan dari syarat wajib zakat yang perlu diketahui. Secara garis besar, syarat wajib zakat fitrah dan zakat harta (zakat mal) sama, yang membedakannya hanya waktu pelaksanaannya sehingga sifatnya kondisional (menyesuaikan). Adapun pada zakat mal pembayaran dilaksanakan jika telah mencapai nisab dan haul.

(dvs/dvs)



Sumber : www.detik.com