Kapan Bulan Safar 1447 H? Cek Kalender Hijriahnya di Sini



Jakarta

Penanggalan Hijriah atau kalender Islam memiliki peran penting dalam kehidupan umat Islam, terutama dalam menentukan waktu-waktu ibadah seperti puasa, haji, dan hari-hari besar Islam. Salah satu bulan dalam kalender Hijriah akan dilalui adalah bulan Safar, bulan kedua setelah Muharram.

Merujuk Kalender Hijriah Indonesia Tahun 2025 oleh Kementerian Agama (Kemenag) tercatat 1 Safar 1447 H bertepatan dengan hari Sabtu, 26 Juli 2025. Kemudian, 30 Safar 1447 H jatuh pada Ahad, 24 Agustus 2025.

Penetapan 1 Safar 1447 H Versi Kemenag

Berdasarkan kalender Hijriah resmi Kementerian Agama RI, 1 Safar 1447 H jatuh pada hari Sabtu, 26 Juli 2025. Namun, perlu dipahami bahwa dalam sistem penanggalan Hijriah, pergantian hari dimulai sejak terbenamnya matahari, bukan tengah malam seperti dalam kalender Masehi.


Dengan demikian, bulan Safar 1447 H sebenarnya dimulai sejak Jumat petang, 25 Juli 2025, meskipun secara tanggal masehi tercatat sebagai hari Sabtu.

Berikut ini rincian kalender bulan Safar 1447 H

Sabtu, 26 Juli 2025: 1 Safar 1447 H

Ahad, 27 Juli 2025: 2 Safar 1447 H

Senin, 28 Juli 2025: 3 Safar 1447 H

Selasa, 29 Juli 2025: 4 Safar 1447 H

Rabu, 30 Juli 2025: 5 Safar 1447 H

Kamis, 31 Juli 2025: 6 Safar 1447 H

Jumat, 1 Agustus 2025: 7 Safar 1447 H

Sabtu, 2 Agustus 2025: 8 Safar 1447 H

Ahad, 3 Agustus 2025: 9 Safar 1447 H

Senin, 4 Agustus 2025: 10 Safar 1447 H

Selasa, 5 Agustus 2025: 11 Safar 1447 H

Rabu, 6 Agustus 2025: 12 Safar 1447 H

Kamis, 7 Agustus 2025: 13 Safar 1447 H

Jumat, 8 Agustus 2025: 14 Safar 1447 H

Sabtu, 9 Agustus 2025: 15 Safar 1447 H

Ahad, 10 Agustus 2025: 16 Safar 1447 H

Senin, 11 Agustus 2025: 17 Safar 1447 H

Selasa, 12 Agustus 2025: 18 Safar 1447 H

Rabu, 13 Agustus 2025: 19 Safar 1447 H

Kamis, 14 Agustus 2025: 20 Safar 1447 H

Jumat, 15 Agustus 2025: 21 Safar 1447 H

Sabtu, 16 Agustus 2025: 22 Safar 1447 H

Ahad, 17 Agustus 2025: 23 Safar 1447 H

Senin, 18 Agustus 2025: 24 Safar 1447 H

Selasa, 19 Agustus 2025: 25 Safar 1447 H

Rabu, 20 Agustus 2025: 26 Safar 1447 H

Kamis, 21 Agustus 2025: 27 Safar 1447 H

Jumat, 22 Agustus 2025: 28 Safar 1447 H

Sabtu, 23 Agustus 2025: 29 Safar 1447 H

Ahad, 24 Agustus 2025: 30 Safar 1447 H.

Tentang Bulan Safar

Dikutip dari buku Doa dan Zikir Sepanjang Tahun karya H. Hamdan Hamedan, bulan Safar merupakan bulan kedua dalam kalender Hijriyah. Menurut Ibnu Katsir, Safar memiliki arti ‘sepi’ atau ‘sunyi’ sesuai dengan keadaan masyarakat Arab yang selalu sepi pada bulan Safar.

Sebagian ulama menyebutkan bahwa penamaan ini berasal dari kebiasaan orang Arab di masa jahiliyah yang meninggalkan rumah-rumah mereka dalam keadaan kosong untuk pergi berperang atau berdagang pada bulan ini.

Namun, di balik asal-usul nama tersebut, bulan Safar sering dikaitkan dengan berbagai mitos, kepercayaan keliru, bahkan dianggap sebagai bulan sial oleh sebagian masyarakat. Padahal, dalam pandangan Islam, tidak ada bulan yang membawa kesialan, termasuk bulan Safar.

Dalam hadits, Rasulullah SAW bersabda,

“Tidak ada penyakit menular (dengan sendirinya), tidak ada thiyarah (menganggap sial sesuatu hingga tidak jadi beramal), tidak ada kesialan karena burung hamah, tidak ada kesialan pada bulan Safar.” (HR Bukhari)

Hadits ini menegaskan bahwa Rasulullah SAW menolak kepercayaan tentang kesialan di bulan Safar.

Ibn Rajab al-Hanbali menjelaskan bahwa maksud “laa shafara” adalah tidak ada keyakinan bahwa bulan Safar membawa pengaruh buruk.

Allah SWT telah menjadikan semua bulan dalam setahun sebagai bagian dari ketentuan-Nya, tidak ada bulan yang buruk ataupun baik secara khusus, kecuali yang Allah dan Rasul-Nya sebutkan (misalnya bulan Ramadhan sebagai bulan penuh berkah).

Dalam surat At-Taubah ayat 36, Allah SWT berfirman,

إِنَّ عِدَّةَ ٱلشُّهُورِ عِندَ ٱللَّهِ ٱثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِى كِتَٰبِ ٱللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضَ مِنْهَآ أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۚ ذَٰلِكَ ٱلدِّينُ ٱلْقَيِّمُ ۚ فَلَا تَظْلِمُوا۟ فِيهِنَّ أَنفُسَكُمْ ۚ وَقَٰتِلُوا۟ ٱلْمُشْرِكِينَ كَآفَّةً كَمَا يُقَٰتِلُونَكُمْ كَآفَّةً ۚ وَٱعْلَمُوٓا۟ أَنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلْمُتَّقِينَ

Artinya: Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.

Ayat ini menegaskan bahwa semua bulan adalah ciptaan Allah, dan tidak ada satu pun bulan yang mengandung kesialan atau keberuntungan kecuali yang ditentukan Allah.

(dvs/dvs)



Sumber : www.detik.com

Larangan Bulan Safar karena Dianggap Sial, Benarkah Ada?


Jakarta

Bulan Safar seringkali diiringi dengan berbagai mitos dan kepercayaan. Salah satunya adalah anggapan sebagai bulan kesialan atau turunnya bala.

Kepercayaan ini terutama menguat pada Rebo Wekasan, yakni hari Rabu terakhir di bulan Safar. Namun, benarkah ada larangan khusus di bulan Safar dalam ajaran Islam? Mari kita telaah lebih lanjut.

Asal Mula Kepercayaan Bulan Safar Penuh Kesialan

Anggapan bulan Safar sebagai bulan turunnya musibah sebenarnya berakar dari kepercayaan masyarakat Arab Jahiliah di masa lampau. Mereka meyakini bahwa hari-hari tertentu di bulan Safar, khususnya Rabu terakhir, adalah waktu di mana Allah SWT menurunkan banyak sekali bala bencana.


Hal ini dijelaskan dalam jurnal berjudul Agama dan Kepercayaan Masyarakat Melayu Sungai Jambu Kayong Utara terhadap Bulan Safar karya Wahab dkk yang terbit di Jurnal Mudarrisuna Vol 10 edisi 1 Januari-Maret 2020.

Abdul Hamid dalam Kanzun Najah Was-Surur Fi Fadhail Al-Azminah wash-Shufur, mengatakan kepercayaan Rebo Wekasan ini bahkan disebut-sebut berasal dari seorang sufi. Selain itu, terdapat sebuah hadits dhaif yang turut memperkuat anggapan ini.

Hadits tersebut berbunyi, “Barang siapa mengabarkan kepadaku tentang keluarnya bulan Safar, maka aku akan memberi kabar gembira kepadanya untuk masuk surga.” Namun, penting untuk dicatat bahwa hadits dhaif tidak bisa dijadikan dasar hukum yang kuat dalam ajaran Islam.

Bantahan Terhadap Mitos Kesialan Bulan Safar

Dalam ajaran Islam, tidak ada hadits shahih yang secara khusus menyebutkan keutamaan bulan Safar, apalagi larangan atau celaan terhadapnya. Hal ini dijelaskan dalam buku Kalender Ibadah Sepanjang Tahun karya Abdullah Faqih Ahmad Abdul Wahid.

Justru sebaliknya, Rasulullah SAW telah membantah anggapan kesialan pada bulan Safar melalui sabda beliau:

“Tidak ada penyakit menular dan tidak ada tanda atau firasat kesialan dan yang mengherankanku ialah kalimat yang baik dan kalimat yang bagus.” (HR Bukhari)

Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah dalam buku Asy-Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani wa Arauhu Al-I’tiqadiyah wa Ash-Shufiyah karya Sa’id bin Musfir Al-Qahthani (terjemahan Munirul Abidin) menjelaskan bahwa hadits di atas mengandung penolakan tegas terhadap kepercayaan tahayul atau ramalan nasib buruk yang berkembang di masa Jahiliah, termasuk anggapan kesialan di bulan Safar. Beliau menegaskan bahwa tidak ada larangan khusus pada bulan Safar, sebagaimana disiratkan dalam sabda Nabi Muhammad SAW lainnya:

“Hadits itu mengandung kemungkinan penolakan dan bisa juga larangan. Atau janganlah kamu meramal nasib buruk. Tetapi sabda beliau dalam hadits, ‘Tidak ada penyakit menular, tidak ada larangan pada bulan Safar, dan tidak ada kecelakaan yang ditandai oleh suara burung malam’ menunjukkan bahwa maksudnya adalah penolakan dan pembatalan masalah-masalah yang diperhatikan pada masa jahiliah.”

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa anggapan bulan Safar sebagai bulan kesialan adalah mitos yang tidak memiliki dasar kuat dalam ajaran Islam. Islam mengajarkan kita untuk tidak percaya pada ramalan buruk atau firasat sial, melainkan selalu bertawakal kepada Allah SWT.

Wallahu a’lam.

(hnh/lus)



Sumber : www.detik.com

Jadwal Puasa Ayyamul Bidh Safar 1447 H


Jakarta

Puasa Ayyamul Bidh menjadi amalan yang bisa dikerjakan setiap bulan Hijriah. Amalan ini sangat dianjurkan sebagaimana telah dijelaskan dalam hadits Rasulullah SAW.

Ayyamul Bidh adalah istilah ini merujuk pada tiga hari di pertengahan bulan Qamariyah (Hijriah), yaitu tanggal 13, 14, dan 15.

Dikutip dari buku Fiqih Puasa karya M. Hasyim Ritonga, amalan ini dinamakan Ayyamul Bidh yang artinya hari-hari putih karena pada malam-malam tersebut bulan tampak bercahaya putih (purnama).


Puasa Ayyamul Bidh berarti puasa sunnah yang dikerjakan pada tanggal 13, 14, dan 15 setiap bulan Hijriah, baik di bulan Muharram, Safar, Rabiul Awal, dan seterusnya (kecuali ketika bertepatan dengan hari-hari yang diharamkan untuk puasa seperti Idul Fitri dan Idul Adha). Puasa Ayyamul Bidh hukumnya sunnah muakkad atau sunah yang dianjurkan.

Dalam hadits dari Abu Hurairah RA, “Kekasihku (Nabi Muhammad SAW) mewasiatkan kepadaku tiga hal: berpuasa tiga hari setiap bulan, sholat dhuha dua rakaat, dan sholat witir sebelum tidur.” (HR Bukhari dan Muslim)

Kemudian dalam hadits dari Abdullah bin Amr bin Al-Ash RA, “Berpuasalah tiga hari setiap bulan karena kebaikan itu dilipatgandakan sepuluh kali lipat, maka itu seperti puasa sepanjang tahun.” (HR Bukhari dan Muslim)

Puasa Ayyamul Bidh Safar 1447 H

Berdasarkan kalender Hijriah resmi Kementerian Agama RI, 1 Safar 1447 H jatuh pada Sabtu, 26 Juli 2025.

Dengan demikian, jadwal puasa Ayyamul Bidh bulan Safar 1447 H sebagai berikut:

  • Kamis, 7 Agustus 2025: 13 Safar 1447 H
  • Jumat, 8 Agustus 2025: 14 Safar 1447 H
  • Sabtu, 9 Agustus 2025: 15 Safar 1447 H

Berikut ini rincian kalender bulan Safar 1447 H

  • Sabtu, 26 Juli 2025: 1 Safar 1447 H
  • Ahad, 27 Juli 2025: 2 Safar 1447 H
  • Senin, 28 Juli 2025: 3 Safar 1447 H
  • Selasa, 29 Juli 2025: 4 Safar 1447 H
  • Rabu, 30 Juli 2025: 5 Safar 1447 H
  • Kamis, 31 Juli 2025: 6 Safar 1447 H
  • Jumat, 1 Agustus 2025: 7 Safar 1447 H
  • Sabtu, 2 Agustus 2025: 8 Safar 1447 H
  • Ahad, 3 Agustus 2025: 9 Safar 1447 H
  • Senin, 4 Agustus 2025: 10 Safar 1447 H
  • Selasa, 5 Agustus 2025: 11 Safar 1447 H
  • Rabu, 6 Agustus 2025: 12 Safar 1447 H
  • Kamis, 7 Agustus 2025: 13 Safar 1447 H (Puasa Ayyamul Bidh)
  • Jumat, 8 Agustus 2025: 14 Safar 1447 H (Puasa Ayyamul Bidh)
  • Sabtu, 9 Agustus 2025: 15 Safar 1447 H (Puasa Ayyamul Bidh)
  • Ahad, 10 Agustus 2025: 16 Safar 1447 H
  • Senin, 11 Agustus 2025: 17 Safar 1447 H
  • Selasa, 12 Agustus 2025: 18 Safar 1447 H
  • Rabu, 13 Agustus 2025: 19 Safar 1447 H
  • Kamis, 14 Agustus 2025: 20 Safar 1447 H
  • Jumat, 15 Agustus 2025: 21 Safar 1447 H
  • Sabtu, 16 Agustus 2025: 22 Safar 1447 H
  • Ahad, 17 Agustus 2025: 23 Safar 1447 H
  • Senin, 18 Agustus 2025: 24 Safar 1447 H
  • Selasa, 19 Agustus 2025: 25 Safar 1447 H
  • Rabu, 20 Agustus 2025: 26 Safar 1447 H
  • Kamis, 21 Agustus 2025: 27 Safar 1447 H
  • Jumat, 22 Agustus 2025: 28 Safar 1447 H
  • Sabtu, 23 Agustus 2025: 29 Safar 1447 H
  • Ahad, 24 Agustus 2025: 30 Safar 1447 H

Niat Puasa Ayyamul Bidh

Dikutip dari buku Inilah Alasan Rasulullah SAW Menganjurkan Puasa Sunah karya H. Amirulloh Syarbini, berikut bacaan niat puasa Ayyamul Bidh dalam tulisan Arab, latin dan artinya:

نَوَيْتُ صَوْمَ أَيَّامِ الْبِيْضِ لِلّٰهِ تَعَالَى

Arab-Latin: Nawaitu shauma ayyâmil bîdl lilâhi ta’âlâ.

Artinya: “Saya niat puasa Ayyamul Bidl (hari-hari yang malamnya cerah), karena Allah ta’âlâ.”

Tata Cara Puasa Ayyamul Bidh

Puasa sunnah Ayyamul Bidh bisa dikerjakan seperti puasa pada umumnya. Berikut adalah tata cara melaksanakan puasa Ayyamul Bidh:

  1. Membaca niat puasa Ayyamul Bidh.
  2. Makan sahur, diutamakan melakukannya menjelang masuk waktu subuh sebelum imsak.
  3. Melaksanakan puasa dengan menahan diri dari hal-hal yang dapat membatalkan puasa, seperti makan, minum, dan lainnya.
  4. Menjaga diri dari segala hal yang dapat membatalkan pahala puasa, seperti berkata kasar, menggunjing orang, dan perbuatan dosa lainnya.
  5. Segera berbuka puasa saat waktu magrib tiba.

(dvs/kri)



Sumber : www.detik.com

MUI Jabar Kritik Keras Pembagian Bir di Event Lari, Ini Hukum Miras dalam Islam


Jakarta

Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Barat (Jabar) mengkritik keras pembagian bir di event lari nasional Pocari Run 2025 yang digelar di Kota Bandung beberapa waktu lalu. Sekretaris MUI Jabar Rafani Achyar menilai pembagian bir itu menjadi tindakan yang salah meski kadar alkoholnya di bawah 20 persen.

“Kalau soal membagikan bir, itu satu tindakan yang salah menurut saya. Itu tidak boleh terjadi sebetulnya, walaupun ada yang mengklaim bir itu di bawah 20 persen kadar alkoholnya,” ujarnya, dilansir detikJabar, Kamis (24/7/2025).


Rafani menegaskan bir memiliki konotasi minuman keras (miras). Dalam ajaran Islam, minuman keras haram hukumnya untuk dikonsumsi.

“Tapi tetap aja bir itu sudah punya konotasi minuman keras, jadi nggak boleh. Dalam Islam, sesuatu yang sudah punya konotasi yang diharamkan itu nggak boleh,” tambahnya.

Lebih lanjut, Rafani menjelaskan bahwa hal-hal yang sifatnya abu-abu atau syubhat dalam Islam harus dijauhi. Ia memberi contoh fenomena nama-nama makanan yang sempat populer seperti bakso setan.

Walau bakso hukumnya halal untuk dikonsumsi, tetapi nama dan konotasi dari usahanya memiliki konotasi yang menyimpang dari nilai-nilai Islam.

“Baksonya mungkin halal, tapi kalau namanya pakai setan, itu sudah jelas musuh. Dalam Al-Qur’an setan itu musuh yang nyata, dan perlakukanlah sebagai musuh. Sama halnya dengan bir, meskipun mungkin kadar alkoholnya rendah, tetap aja haram diminum itu karena sudah punya konotasi haram,” terangnya menguraikan.

Meminum Minuman Keras Hukumnya Haram dalam Islam

Minuman keras haram hukumnya dikonsumsi dalam Islam. Pelarangannya sendiri disebutkan dalam sejumlah ayat suci Al-Qur’an serta hadits.

Allah SWT berfirman dalam surah Al Maidah ayat 90,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِنَّمَا ٱلْخَمْرُ وَٱلْمَيْسِرُ وَٱلْأَنصَابُ وَٱلْأَزْلَٰمُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ ٱلشَّيْطَٰنِ فَٱجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”

Menukil dari Tafsir al-Munir Jilid 1 susunan Wahbah Az Zuhaili yang diterjemahkan Abdul Hayyie al Kattani dkk, minuman keras atau khamr adalah minuman haram yang harus dihindari karena berbahaya. Khamr meliputi segala sesuatu yang memabukkan.

Dalam jumlah sedikit maupun banyak maka hukum mengonsumsi minuman keras tetap haram. Dari Abu Musa al-Asy’ariy, Rasulullah SAW bersabda,

“Tidak akan masuk surga orang yang senantiasa minum khamr, orang yang percaya atau membenarkan sihir, dan orang yang memutuskan tali silaturrahim. Barang siapa mati dalam keadaan minum khamr (mabuk) maka Allah kelak akan memberinya minum dari sungai Ghuthah. Yaitu air yang mengalir dari kemaluan para pelacur, yang baunya sangat mengganggu para penghuni neraka.” (HR Ahmad, Al Hakim dan Ibnu Hibban)

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Acara Habib Rizieq di Pemalang Ricuh, 9 Orang Luka-1 Kritis


Jakarta

Acara tablig akbar Habib Rizieq Shihab di Pemalang, Jawa Tengah, ricuh. Akibatnya, sembilan orang mengalami luka dan satu di antaranya dikabarkan kritis.

Dilansir detikJateng, kericuhan terjadi ketika dua kelompok massa terlibat bentrok pada Rabu (23/7/2025). Mereka adalah ormas Perjuangan Walisongo Indonesia Laskar Sabilillah (PWI LS) dan Front Persatuan Islam (FPI).

Menurut informasi, PWI LS Pemalang menolak kehadiran Habib Rizieq Shihab di Dusun Sambo, Desa Pegundan, Kecamatan Petarukan, Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah. Mereka mencoba masuk ke area acara.


Aparat keamanan kemudian menghalau mereka. Namun, beberapa di antaranya berhasil lolos sehingga memicu gesekan fisik dengan massa FPI pukul 22.30 WIB.

Ahmad (50), salah seorang saksi di lokasi kejadian, menggambarkan suasana mencekam malam itu. Ia menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri bagaimana massa berbaju putih-putih yang diketahui FPI mengejar kelompok berbaju hitam dari PWI LS Pemalang.

“Kejadiannya cepat, cuma sekitar 10 menit. Tapi tegang banget, saling lempar batu dan kejar-kejaran,” ujar Ahmad.

Pasca-bentrokan, aparat gabungan dari Kepolisian dan TNI dengan sigap turun tangan mengamankan lokasi dan mengevakuasi para korban ke sejumlah fasilitas kesehatan terdekat. Tak hanya warga, beberapa anggota kepolisian juga dilaporkan mengalami luka-luka saat berupaya memisahkan kedua kubu.

Direktur RS Siaga Medika Pemalang, dr. Ofi Dwiantoro, mengonfirmasi bahwa ada sembilan pasien yang masuk ke rumah sakitnya. Delapan di antaranya hanya mengalami luka ringan dan telah diperbolehkan rawat jalan. Namun, satu pasien, berinisial S (43) asal Wonosobo, harus menjalani perawatan intensif karena cedera kepala berat dan kondisinya kritis.

“Delapan pasien luka ringan, dirawat jalan. Satu pasien dengan cedera kepala berat, kondisinya bisa dikatakan kritis,” jelas dr. Ofi pada Kamis (24/7/2025).

Lebih lanjut, dr. Ofi menjelaskan pasien kritis tersebut mengalami penurunan kesadaran dan ditemukan sembilan titik luka di bagian kepala akibat hantaman benda tumpul, kemungkinan dari lemparan batu atau pukulan. Meski demikian, tidak ditemukan luka sayatan senjata tajam di bagian tubuh lainnya.

Selain RS Siaga Medika, dua korban lainnya juga dirawat di RSI Al Ikhlas Pemalang, dengan satu di antaranya harus dirawat inap.

Bupati Pemalang Sesalkan Insiden dan Imbau Jaga Kondusifitas

Bupati Pemalang Anom Widiyantoro mengungkapkan keprihatinannya atas insiden tersebut. Pihaknya masih terus mendata jumlah pasti korban akibat bentrokan itu.

“Kita masih mendata jumlah korban secara pasti. Ada informasi menyebut 5, ada juga yang menyebut 13. Ini sedang kami pastikan,” kata Anom.

Menyikapi situasi ini, Anom menegaskan Forkopimda (Forum Komunikasi Pimpinan Daerah) langsung bergerak cepat untuk mencegah ketegangan berlarut-larut. Ia meminta seluruh warga Pemalang untuk tidak mudah terpancing emosi dan bersama-sama menjaga kondusifitas daerah.

“Pemalang harus kondusif. Jangan mudah terprovokasi. Ini tanggung jawab kita semua untuk menjaga persatuan, jangan ada lagi yang mengatasnamakan agama atau golongan,” tegasnya.

Meski sempat diwarnai kericuhan, acara tablig akbar tersebut tetap berlangsung hingga selesai sekitar pukul 00.00 WIB dengan pengamanan ketat. Hingga Kamis dini hari, pihak kepolisian belum memberikan pernyataan resmi terkait kronologi dan penyebab pasti bentrokan antar dua ormas ini.

Berita selengkapnya baca di sini.

(hnh/kri)



Sumber : www.detik.com

Ini Warna Favorit Rasulullah SAW yang Dijelaskan dalam Hadits


Jakarta

Rasulullah SAW memiliki warna favorit yang disebutkan dalam beberapa hadits. Bukan tanpa alasan, warna tersebut mengandung keutamaan tersendiri sehingga disukai oleh sang nabi.

Warna yang disukai Nabi Muhammad SAW mencerminkan karakternya, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun ketika menghadiri acara tertentu.

Hijau dan Putih Jadi Warna Favorit Rasulullah SAW

Menurut buku Maadza Yuhibbu an Nabi Muhammad SAW wa Maadza Yukrihu susunan Adnan Tharsyah yang diterjemahkan Nur Faizah Dimyathi dkk, Rasulullah SAW menyukai warna hijau. Dari Anas bin Malik RA berkata,


“Warna yang paling disukai oleh Rasulullah SAW adalah hijau.” (Shahih Jami’ush-Shaghir 4632)

Hal itu terlihat dari keseharian beliau yang kerap kali menggunakan warna hijau. Dari Abu Dawud RA, Abu Ramtsah RA menyampaikan:

“Aku pergi menjumpai Rasulullah bersama ayahku maka setelah sampai aku melihat beliau mengenakan dua jubah berwarna hijau.”

Qatadah berkata, “Suatu hari kami pergi bersama Anas RA ke suatu tempat. Lalu ketika kami sampai di sana seseorang berujar, ‘Betapa indah kehijauan ini.’ Maka ketika itu Anas berkata, ‘Kita sudah pernah membicarakan bahwa warna yang paling disukai oleh Nabi SAW adalah hijau.”

Dalam Islam, hijau dianggap sebagai warna yang menenangkan dan diidentifikasi sebagai warna surga. Allah SWT berfirman dalam surah Al Insan ayat 21,

عٰلِيَهُمْ ثِيَابُ سُنْدُسٍ خُضْرٌ وَّاِسْتَبْرَقٌۖ وَّحُلُّوْٓا اَسَاوِرَ مِنْ فِضَّةٍۚ وَسَقٰىهُمْ رَبُّهُمْ شَرَابًا طَهُوْرًا

Artinya: “Mereka berpakaian sutra halus yang hijau, sutra tebal, dan memakai gelang perak. Tuhan memberikan kepada mereka minuman yang suci.”

Selain itu, diterangkan dalam kitab Bulughul Maram Jilid 2 oleh Abdullah bin Abdurrahman Al Bassam yang diterjemahkan Izzuddin Karim dkk bahwa Nabi SAW juga menyukai warna putih. Sebab, putih dikenal sebagai warna yang melambangkan kesucian, ketenangan dan kemurnian.

Imam Al Ghazali juga mengatakan bahwa putih menjadi warna favorit Rasulullah SAW sebagaimana disebutkan dalam buku Mukhtashar Ihya Ulumuddin terjemahan Irwan Kurniawan.

Putih menjadi warna yang sangat dianjurkan Nabi Muhammad SAW. Bahkan beliau menganjurkan umatnya berpakaian warna putih sebagaimana sabdanya,

“Pakailah pakaian yang berwarna putih, karena ia lebih suci dan lebih baik, dan gunakanlah untuk mengkafani orang-orang yang sudah meninggal di antara kalian.” (HR At-Tirmidzi)

Warna yang Tidak Disukai Nabi Muhammad SAW

Terdapat pula warna yang dihindari oleh Rasulullah SAW. Masih dari sumber yang sama, warna tersebut adalah merah.

Perlu dipahami, tidak ada larangan eksplisit mengenakan pakaian warna merah. Namun, ada beberapa hadits yang menunjukkan bahwa Rasulullah SAW tidak menyukai pakaian merah dalam kesehariannya.

Menukil dari At-Tasyabbuh Al-Manhy Anhu fii Al-Fiqhi Al-Islami karya Jamil bin Habib Al Luwaihiq yang diterjemahkan Drs Asmuni, dari Rafi’ bin Khudaij RA berkata,

“Kami keluar bepergian dengan Rasulullah SAW. Tiba-tiba beliau melihat di atas binatang tunggangan dan unta-unta kami kantong-kantong yang padanya benang-benang tersbuat dari kapas yang berwarna merah. Maka Rasulullah SAW bersabda,

“Tidakkah aku melihat bahwa merah-merah ini telah menyulitkan kalian?” Kami segera berdiri dan mencabutnya sehingga sebagian unta-unta kami melarikan diri.”

Hadits di atas diriwayatkan dalam Sunan Abu Dawud, Kitab Al Libaz. Al Hafizh melalui Al Fath menyatakan bahwa jajaran sanadnya terdapat seorang perawi yang tidak disebut namanya.

Selain itu, Rasulullah SAW juga menyebut merah sebagai warna setan. Beliau bersabda,

“Sesungguhnya setan menyukai warna merah. Karena itu, jauhilah oleh kalian setiap pakaian yang menunjukkan kemasyhuran.” (HR At Thabrani)

Namun, dijelaskan dalam Asbabul Wurud oleh Imam As Suyuthi terjemahan Muhammad Abdul Basit Zamzami bahwa hadits di atas statusnya dhaif karena terdapat Abu Bakar Al Hudzali yang periwayatannya dhaif.

Wallahu a’lam.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

5 Amalan Bulan Safar yang Bisa Dikerjakan Muslim


Jakarta

Safar merupakan bulan kedua dalam kalender Islam setelah Muharram. Ada beberapa amalan bulan Safar yang bisa dikerjakan muslim untuk mengisi bulan tersebut.

Mengutip dari buku Mengenal Nama Bulan dalam Kalender Hijriyah susunan Ida Fitri Shohibah, Safar artinya kosong. Sebagian mengartikan Safar sebagai kuning.

Penamaan Safar karena bulan ini masyarakat Arab dulu sering meninggalkan rumah untuk menyerang musuh. Pendapat lain menyebut Safar sebagai sejenis angin berhawa panas yang menyerang bagian perut dan mengakibatkan orang yang terkena menjadi sakit.


Ada pula yang mengatakan Safar diambil dari nama jenis penyakit yang diyakini orang-orang Arab Jahiliyah dulu. Penyakit tersebut bersarang di dalam perut karena adanya sejenis ulat besar yang berbahaya.

Masyarakat Arab Jahiliyah dulu beranggapan Safar sebagai bulan yang penuh keburukan dan kesialan. Padahal dalam Islam, semua bulan dinilai baik.

Rasulullah SAW dalam haditsnya bahkan menegaskan bahwa tidak ada kesialan pada bulan Safar. Beliau bersabda,

“Tidak ada penularan penyakit (dengan sendirinya), tidak ada thiyarah, tidak ada kesialan karena burung hantu, tidak ada kesialan pada bulan Safar.” (HR Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Ahmad)

5 Amalan Bulan Safar bagi Muslim

Berikut beberapa amalan bulan Safar yang bisa dikerjakan muslim seperti dinukil dari buku Kalender Ibadah Sepanjang Tahun tulisan Ustaz Abdullah Faqih Ahmad Abdul Wahid.

1. Sedekah

Sedekah adalah salah satu amalan bulan Safar. Sebagaimana diketahui, sedekah bisa dilakukan kapan saja termasuk bulan Safar.

Rasulullah SAW bersabda,

“Setiap yang baik itu sedekah.” (HR Abu Dawud, Tirmidzi, Ahmad, Ibnu Abi Syaibah)

2. Puasa Sunnah

Amalan bulan Safar lainnya adalah puasa sunnah. Puasa sunnah yang bisa dikerjakan pada Safar yaitu puasa Senin Kamis, serta puasa Ayyamul Bidh pada 13, 14 dan 15 Safar.

3. Membaca Doa Bulan Safar

Menurut penelusuran detikHikmah, tidak ada tuntunan dari Rasulullah SAW untuk mengamalkan doa bulan Safar. Namun, doa ini berasal dari riwayat Abdullah bin Amr RA ketika ditanya sahabat agar dipalingkan dari segala bentuk kesialan.

Doa bulan Safar ini dishahihkan oleh Al Albani melalui Silsilah Al Ahadits Ash Shahihah. Berikut bacaannya,

اللَّهُمَّ لاَ خَيْرَ إِلاَّ خَيْرُكَ وَلاَ طَيْرَ إِلاَّ طَيْرُكَ وَلاَ إِلَهَ غَيْرُكَ

Allahumma laa khaira illa khairuka wa laa thaira illa thairuka wa laa ilaaha ghairuka

Artinya: “Wahai Allah, tidak ada kebaikan melainkan kebaikan-Mu, tidak ada kesialan kecuali kesialan yang engkau takdirkan dan tidak ada sembahan selain-Mu.” (HR Ahmad)

4. Mengerjakan Ibadah Rutin

Amalan lainnya pada bulan Safar adalah mengerjakan ibadah rutin seperti salat wajib dan salat sunnah. Mulai dari salat Dhuha, Tahajud, Witir, Rawatib dan sebagainya.

5. Membaca Doa dan Zikir

Doa dan zikir kepada Allah SWT dapat dilakukan setiap waktu, termasuk ketika bulan Safar. Allah SWT berfirman dalam surah Al Ahzab ayat 41-42,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا ﴿٤١﴾ وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلًا

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Ingatlah kepada Allah, dengan mengingat (nama-Nya) sebanyak-banyaknya, dan bertasbihlah kepada-Nya pada waktu pagi dan petang.”

(aeb/erd)



Sumber : www.detik.com

Hukum Memejamkan Mata Saat Salat, Apakah Sah?


Jakarta

Kekhusyukan memang menjadi inti dari ibadah yang tulus. Hal ini menjadi bukti keikhlasan seorang hamba di hadapan Rabb-nya.

Untuk mencapai kekhusyukan tersebut, beberapa diantaranya ada yang memejamkan mata ketika salat. Namun, di sisi lain, tak jarang saat mata terpejam justru pikiran melayang ke mana-mana. Sehingga mengganggu fokus dan tujuan utama salat.

Lalu, bagaimana sebenarnya hukum memejamkan mata ketika salat dalam Islam? Bolehkah hal itu dilakukan?


Bolehkah Memejamkan Mata saat Salat?

Pendapat ulama mengenai hukum memejamkan mata saat salat ternyata beragam. Dalam kitab Fiqh As-Sunnah oleh Sayyid Sabiq (terjemahan Khairul Amru Harahap), disebutkan bahwa ada hadits yang menyatakan hukumnya makruh, namun hadits tersebut dinilai tidak shahih.

Sejalan dengan itu, buku Shalatlah Seperti Rasulullah karya KH Muhyiddin Abdusshomad menjelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW tidak pernah memejamkan mata saat salat sepanjang hidupnya. Ini menunjukkan bahwa memejamkan mata bukanlah termasuk sunnah Rasulullah SAW.

Justru, ada larangan lain terkait pandangan saat salat. Nabi Muhammad SAW pernah melarang keras menghadapkan pandangan ke arah langit. Dari Anas bin Malik RA, Rasulullah SAW bersabda:

“Mengapa orang-orang mengangkat pandangan mereka ke langit waktu mereka salat?” Beliau berkata dengan suara keras, “Hendaklah mereka benar-benar berhenti melakukan hal itu atau pandangan mereka akan dicabut selama-lamanya.” (HR Bukhari)

Ketika salat, seorang muslim idealnya mengarahkan pandangan ke tempat sujud dan tidak mengarahkan pandangan ke tempat lain seperti dinding atau benda-benda di depannya, karena hal ini dapat mengurangi kekhusyukan salat.

Kapan Memejamkan Mata Tidak Makruh?

Meski mayoritas pendapat menyatakan makruh, ada kondisi tertentu di mana memejamkan mata saat salat diperbolehkan. Ibnul Qayyim berpendapat bahwa jika seseorang terpaksa memejamkan mata karena adanya keperluan, seperti ada hiasan yang terlalu mencolok atau benda lain yang sangat mengganggu kekhusyukan salat, maka dalam kondisi tersebut menutup mata bukanlah hal yang makruh.

Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah dalam kitab Zadul Ma’ad (terjemahan Saefuddin Zuhri) menjelaskan lebih lanjut:

“Para ulama fiqih berbeda pendapat tentang itu apakah hukumnya makruh, atau boleh-boleh saja atau bahkan sunnah. Namun, pendapat yang paling dipertanggungjawabkan adalah jika membuka mata saat salat akan mengganggu kekhusyukan, maka memejamkan mata itu lebih utama. Dan bila ada hal yang dapat mengganggu kekhusyukan, seperti adanya benda-benda duniawi yang indah di arah kiblat, atau hal lain yang dapat mengusik jiwanya, maka secara pasti pada saat itu memejamkan mata tidak dimakruhkan.”

Jadi, intinya adalah pada kekhusyukan. Jika membuka mata justru mengganggu kekhusyukan karena adanya distraksi visual, maka memejamkan mata bisa menjadi pilihan yang lebih baik dan tidak dimakruhkan dalam kondisi tersebut.

Cara Menjaga Kekhusyukan Salat

Daripada fokus pada memejamkan mata, lebih baik kita fokus pada cara-cara lain yang lebih efektif untuk menjaga kekhusyukan salat. Berikut adalah beberapa tips yang bisa Anda terapkan sebagaimana dikutip dari Syarah Fathal Qarib Diskursus Ubudiyah Jilid Satu terbitan Mahad Al-Jamiah Al-Aly UIN Maulana Malik Ibrahim Malang dan buku 10 Menit Belajar Tips Sholat Khusyuk susunan Iqbal Al-Sinjawy.

  • Tidak Berbicara dalam Hati dan Menjauhi Hal Duniawi: Saat salat, fokuskan seluruh perhatian hanya pada Allah dan ibadah. Hindari memikirkan urusan duniawi.
  • Arahkan Pandangan: Saat berdiri, lihatlah ke tempat sujud. Ketika duduk di antara dua sujud, arahkan pandangan ke pangkuan.
  • Persiapan Sebelum Salat: Sempurnakan wudhu Anda, kenakan pakaian yang baik dan bersih, serta pastikan tempat salat bersih dari hal-hal yang dapat mengganggu fokus.
  • Bersikap Tenang: Lakukan setiap gerakan salat dengan thuma’ninah (tenang dan tidak tergesa-gesa).
  • Ingat Kematian: Salatlah seolah-olah itu adalah salat terakhir Anda. Mengingat kematian dapat meningkatkan kesadaran dan kekhusyukan.
  • Pahami Bacaan: Usahakan untuk memahami makna dari setiap ayat dan doa yang Anda baca dalam salat. Ini akan membantu hati dan pikiran Anda lebih terhubung dengan salat.

Perkara Makruh Lainnya saat Salat

Selain pandangan, ada beberapa hal lain yang makruh dilakukan saat salat dan sebaiknya dihindari untuk menjaga kekhusyukan dan kesempurnaan ibadah. Menukil Buku Panduan Sholat Lengkap karya Saiful Hadi El-Sutha, berikut beberapa diantaranya:

  • Menoleh dengan kepala atau pandangan ke kanan dan kiri tanpa kebutuhan.
  • Memandang ke atas.
  • Meletakkan tangan di pinggang.
  • Menahan rambut, lengan baju, atau pakaian yang terjulur saat akan sujud.
  • Menyelang-nyeling jari jemari atau menekannya hingga terdengar bunyi ‘krek’.
  • Mengusap kerikil lebih dari sekali di tempat sujud (jika salat di tempat yang ada kerikil).
  • Menahan hadats (seperti kencing, kentut, atau buang air besar) yang dapat mengganggu konsentrasi.

Dengan memahami berbagai hukum dan tips ini, kita bisa lebih fokus untuk menyempurnakan salat kita dan meraih kekhusyukan yang sejati. Wallahu a’lam.

(hnh/lus)



Sumber : www.detik.com

Apakah Boleh Mandi Wajib Menggunakan Air Hangat?


Jakarta

Mandi wajib umumnya dilakukan dengan air biasa yang suci dan menyucikan (mutlak). Jika dalam kondisi sangat dingin, bolehkah mandi wajib menggunakan air hangat?

Ada beberapa hal yang mengharuskan seorang muslim mandi wajib. Para ulama empat mazhab, seperti dikatakan Muhammad Jawad Mughniyah dalam Al-Fiqh ‘ala al-madzahib al-khamsah terjemahan Masykur AB dkk, sepakat mandi wajib dilakukan karena junub, haid, nifas, dan meninggal dunia.

Adapun mazhab Hambali menambahkan satu hal lagi yakni ketika orang kafir masuk Islam maka wajib mandi.


Dalil mandi wajib ditetapkan langsung dalam Al-Qur’an surah Al-Ma’idah ayat 6. Allah SWT berfirman,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا قُمْتُمْ اِلَى الصَّلٰوةِ فَاغْسِلُوْا وُجُوْهَكُمْ وَاَيْدِيَكُمْ اِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوْا بِرُءُوْسِكُمْ وَاَرْجُلَكُمْ اِلَى الْكَعْبَيْنِۗ وَاِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوْاۗ وَاِنْ كُنْتُمْ مَّرْضٰٓى اَوْ عَلٰى سَفَرٍ اَوْ جَاۤءَ اَحَدٌ مِّنْكُمْ مِّنَ الْغَاۤىِٕطِ اَوْ لٰمَسْتُمُ النِّسَاۤءَ فَلَمْ تَجِدُوْا مَاۤءً فَتَيَمَّمُوْا صَعِيْدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوْا بِوُجُوْهِكُمْ وَاَيْدِيْكُمْ مِّنْهُ ۗمَا يُرِيْدُ اللّٰهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِّنْ حَرَجٍ وَّلٰكِنْ يُّرِيْدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهٗ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ ٦

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu berdiri hendak melaksanakan salat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku serta usaplah kepalamu dan (basuh) kedua kakimu sampai kedua mata kaki. Jika kamu dalam keadaan junub, mandilah. Jika kamu sakit, dalam perjalanan, kembali dari tempat buang air (kakus), atau menyentuh perempuan, lalu tidak memperoleh air, bertayamumlah dengan debu yang baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu. Allah tidak ingin menjadikan bagimu sedikit pun kesulitan, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu agar kamu bersyukur.”

Menurut terjemahan Tafsir Ibnu Katsir, ayat tersebut berisi perintah bersuci ketika dalam kondisi berhadas. Yakni dengan cara wudhu, mandi, atau tayamum jika tidak menemukan air. Mandi dalam ayat tersebut adalah mandi wajib karena junub.

Apakah Boleh Mandi Wajib Menggunakan Air Hangat?

Ya, mandi wajib boleh menggunakan air hangat. Pendapat ini dikatakan Ibnu Hajar al-Asqalani dalam kitab Fathul Bari dan dijelaskan dalam buku Fiqh Bersuci dan Sholat Sesuai Tuntunan Nabi oleh Abu Utsman Kharisman.

Salah satu dalil yang digunakan sandaran kebolehan mandi wajib dengan air hangat adalah riwayat berikut ini:

رَأَيْتُ الْمَاءَ يُسَخَّنُ لِأَنَسِ بْنِ مَالِكَ فِي الشَّتَاءِ ثُمَّ يَغْتَسِلُ بِهِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ

Artinya: “Aku melihat air dihangatkan untuk Anas bin Malik di musim dingin, kemudian beliau mandi menggunakan air itu pada hari Jumat.” (HR Ibnul Mundzir dalam al-Awsath)

Dijelaskan, seseorang boleh wudhu atau mandi wajib menggunakan air hangat asalkan air tersebut suci dan bisa dialirkan pada seluruh anggota tubuh.

Tata Cara Mandi Wajib

Tata cara mandi wajib secara umum dilakukan dengan mengguyur air ke seluruh tubuh. Imam al-Ghazali dalam Mukhtashar Ihya ‘Ulumuddin terjemahan ‘Abdul Rosyad Siddiq, menjelaskan tata cara mandi wajib sebagai berikut:

  1. Meletakkan wadah air di sebelah kanan lalu baca Bismillahirrahmanirrahim dan basuh tangan kanan tiga kali
  2. Setelah buang air kecil, lanjutkan dengan wudhu
  3. Guyur air ke bagian tubuh (pundak) kanan diikuti kiri masing-masing tiga kali
  4. Guyur air ke seluruh tubuh dimulai dari kepala sambil menggosok bagian depan sampai belakang
  5. Pastikan kulit kepala terbasahi air, terutama di pangkal rambut baik yang tipis maupun lebat
  6. Bagi perempuan yang berambut panjang dan diikat, tak harus melepas ikatannya kecuali tak yakin air bisa menembus sela rambutnya
  7. Siram seluruh lekukan tubuh

Terkait tata cara tersebut, Imam al-Ghazali menyebut menyiram air secara berurutan bukan aturan yang diwajibkan dalam mandi wajib.

(kri/lus)



Sumber : www.detik.com

Cara Menghapus Dosa Menonton Film Dewasa


Jakarta

Menonton film dewasa dilarang dalam Islam karena termasuk zina mata. Orang yang tetap melakukannya bisa berdosa.

Larangan menonton film dewasa mengacu pada Al-Qur’an surah Al Isra ayat 32. Allah SWT berfirman,

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنٰىٓ اِنَّهٗ كَانَ فَاحِشَةً ۗوَسَاۤءَ سَبِيْلًا ٣٢


Artinya: “Janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya (zina) itu adalah perbuatan keji dan jalan terburuk.”

Menurut terjemahan Tafsir Ibnu Katsir, lewat surah Al Isra ayat 32 tersebut, Allah SWT melarang para hamba-Nya berbuat zina, begitu juga mendekatinya dan melakukan hal-hal yang mendorong pada zina.

Berdasarkan Tafsir Al-Qur’an Kementerian Agama RI, perbuatan mendekati zina yang disebutkan dalam ayat di atas adalah melakukan segala hal yang mengarah pada perzinaan. Contohnya pergaulan bebas, membaca konten-konten yang merangsang, pornografi, pornoaksi, dan menonton sinetron atau film yang mengumbar sensualitas perempuan (film dewasa).

Menonton film dewasa termasuk zina mata. Menurut sebuah hadits dalam kitab At-Taubah wal Inabah karya Ibnu Qayyim al-Jauziyah terjemahan Abdul Hayyie al-Katani dan Uniqu Attaqi, bentuk zina mata memandang. Rasulullah SAW bersabda,

إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ حَظَّهُ مِنَ الزِّنَا أَدْرَكَ ذَلِكَ لَا مَحَالَةَ فَزِنَا الْعَيْنِ النَّظَرُ وَزِنَا اللَّسَانِ الْمَنْطِقُ وَالنَّفْسُ تَمَنَّى وَتَشْتَهِي وَالْفَرْجُ يُصَدِّقُ لكَ كُلَّهُ وَيُكَذِّبُهُ

Artinya: “Allah menetapkan atas anak Adam bagiannya dari zina, dia pasti mendapati bagiannya itu. Zina mata adalah memandang. Zina lidah adalah berbicara. Sedang nafsu berharap dan berkeinginan, dan kemaluan membenarkannya atau mendustakannya.” (HR Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah RA)

Cara Menghapus Dosa setelah Menonton Film Porno

Apabila terlanjur menonton film dewasa, umat Islam bisa segera bertobat. Menurut Imam al-Ghazali dalam Minhaj al-‘Abidin ila Jannah Rabbi al-‘Alamin yang diterjemahkan Rusdianto dan M Rofiq, makna tobat adalah pembersihan hati dari dosa.

Tobat menurut Imam al-Ghazali memiliki empat syarat. Pertama, seseorang harus membersihkan hatinya, yakni meninggalkan dosa dengan sekuat hati dan niat. Kedua, meninggalkan perbuatan dosa yang pernah dilakukan.

Ketiga, mengabaikan setiap kesempatan berbuat dosa yang sama, dan terakhir meluruskan niat bahwa tobat dilakukan semata karena Allah SWT bukan karena takut pada manusia atau keduniawian lainnya.

Ibnu Qayyim dalam Al-Jawab Al Kafi Li Man Sa’Ala ‘An Dawa’ Asy-Syafi terjemahan Mastur Irham dan Mujiburrohman mengatakan Allah SWT menjamin orang yang bertobat dari kesyirikan, membunuh, dan berzina bahwa Dia akan menjamin kejahatan itu dengan kebaikan. Ibnu Qayyim menyandarkan dengan firman Allah SWT dalam surah Az Zumar ayat 53,

۞ قُلْ يٰعِبَادِيَ الَّذِيْنَ اَسْرَفُوْا عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوْا مِنْ رَّحْمَةِ اللّٰهِ ۗاِنَّ اللّٰهَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ جَمِيْعًا ۗاِنَّهٗ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ ٥٣

Artinya: Katakanlah (Nabi Muhammad), “Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas (dengan menzalimi) dirinya sendiri, janganlah berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Wallahu a’lam.

(kri/erd)



Sumber : www.detik.com