Category Archives: Dakwah

Islamisme Obama



Jakarta

Barack Hussen Obama memang bukan muslim tetapi ia memahami substansi ajaran Islam secara benar. Pemahaman keislaman Obama, yang dalam artikel ini diistilahkan dengan Islamisme Obama, sama dengan yang dianut oleh mainstream muslim. Obama memahami Islam sebagai agama kemanusiaan, directions di dalam menjalani kehidupan yang bermartabat, dan agama yang menjunjung tinggi keadilan, keharmonisan, hak asasi manusia, kesetaraan gender, dan demokrasi. Pemahaman keislaman seperti ini yang membuat Obama tak pernah gentar untuk memberi ruang bagi Islam dan umat Islam di AS, karena menurutnya, Islam dalam pemahaman yang demikian sesuai dengan Piagam Deklarasi Kemerdekaan AS yang dulu pernah diredaksikan oleh Presiden Thomas Jefferson.

Obama tidak pernah bergeming sedikitpun ketika ia disorot oleh warganya sebagai Presiden yang member angin terhadap terorisme dengan cara memberi ruang bebas kepada umat Islam di AS. Ia sangat yakin, terorisme dan kekerasan lainnya tidak sejalan dengan substansi ajaran Islam dan agama manapun. Ia tetap kosisten membedakan antara Islam sebagai ajaran universal dan perilaku tertentu umatnya yang melakukan kesalahan dengan menggunakan baju agama (Islam). Obama sekaligus menjawab tantangan yang pernah dipopulerkan Hungtington yang terkenal dengan diksi “conflict of civilization”-nya.


Obama adalah pemimpin As pertama yang berani berbicara tentang Islam di depan ribuan umat Islam yang diliput secara langsung oleh media-media internasional. Ia seperti tak punya beban menyampaikan pidato itu. Ia mengawali pidatonya dengan menyatakan: “Saya datang ke Kairo untuk mencari sebuah awal baru antara Amerika Serikat dan Muslim diseluruh dunia, berdasarkan kepentingan bersama dan rasa saling menghormati – dan didasarkan kenyataan bahwa Amerika dan Islam tidaklah eksklusif satu sama lain, dan tidak perlu bersaing. Justru keduanya bertemu dan berbagi prinsip-prinsip yang sama – yaitu prinsip-prinsip keadilan dan kemajuan; toleransi dan martabat semua umat manusia.

Sebagaimana kitab suci Al Qur’an mengatakan, “Ingatlah kepada Allah dan bicaralah selalu tentang kebenaran.”). “Saya penganut Kristiani, tapi ayah saya berasal dari keluarga asal Kenya yang mencakup sejumlah generasi penganut Muslim. Sewaktu kecil, saya tinggal beberapa tahun di Indonesia dan mendengar lantunan adzan di waktu subuh dan maghrib. Ketika pemuda, saya bekerja di komunitas-komunitas kota Chicago yang banyak anggotanya menemukan martabat dan kedamaian dalam keimanan Islam mereka”.

Pidato Obama itu sesungguhnya mencerminkan kepribadian dan karakter sejati AS. Ia mempunyai obsesi untuk kembali jalan bagi era Kebangkitan dan Pencerahan di Eropa yang pernah dirintis sejumlah ilmuan muslim. Sebagai mantan mahasiswa jurusan sejarah, ia mengungkapkan: “Prestasi umat Islam di masa lampau menemukan aljabar, kompas, magnet, alat navigasi, optik, keahlian dalam menggunakan pena dan percetakan; dan pemahaman mengenai penularan penyakit serta pengobatannya. Budaya Islam telah memberikan kita gerbang-gerbang yang megah dan puncak-puncak menara yang menjunjung tinggi; puisi-puisi yang tak lekang oleh waktu dan musik yang dihargai; kaligrafi yang anggun dan tempat-tempat untuk melakukan kontemplasi secara damai. Dan sepanjang sejarah, Islam telah menunjukkan melalui kata-kata dan perbuatan bahwa toleransi beragama dan persamaan ras adalah hal-hal yang mungkin”.

Selama dekade terakhir ini AS menganggap Islam sebagai bagian penting dari Amerika. Ia mencontohkan ketika warga Muslim-Amerika pertama terpilih sebagai anggota Kongres belum lama ini, ia mengambil sumpah untuk membela Konstitusi kami dengan menggunakan Al-Qur’an yang disimpan oleh salah satu Bapak Pendiri kami, Thomas Jefferson, di perpustakaan pribadinya”. Lebih lanjut ia meyakinkan bahwa: “Jadi janganlah ada keraguan: Islam adalah bagian dari Amerika. Dan saya percaya bahwa Amerika memegang kebenaran dalam dirinya bahwa terlepas dari ras, agama, dan posisi dalam hidup, kita semua memiliki aspirasi yang sama – untuk hidup dalam damai dan keamanan; untuk memperoleh pendidikan dan untuk bekerja dengan martabat; untuk mengasihi keluarga kita, masyarakat kita, dan Tuhan kita. Ini adalah hal-hal yang sama-sama kita yakini. Ini adalah harapan dari semua kemanusiaan”.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Nama Lain Sunan Maulana Malik Ibrahim, Tokoh Pelopor Dakwah Walisongo



Jakarta

Maulana Malik Ibrahim adalah salah satu tokoh penyebar agama Islam di tanah Jawa yang dikenal dengan walisongo. Ia memiliki sejumlah nama lain atau panggilan.

Disebutkan dalam buku Sejarah Wali Songo karya Zulham Farobi, nama lain Maulana Malik Ibrahim adalah Sunan Gresik. Nama ini diperoleh karena ia melakukan dakwah untuk pertama kalinya di Gresik, Jawa Timur. Tepatnya di Desa Sembalo, yang pada saat itu desa tersebut masih berada di bawah kekuasaan Majapahit.

Saat ini, Desa Sembalo termasuk ke dalam daerah Leran Kecamatan Manyar letaknya tepat 9 kilometer arah utara Kota Gresik.


Selain Sunan Gresik, Maulana Malik Ibrahim juga memiliki delapan nama lain. Mengutip buku Wali Sanga karya Masykur Arif, berikut nama lain Sunan Maulana Malik Ibrahim,

  • Sunan Tandhes
  • Sunan Gribig
  • Sunan Raja Wali
  • Wali Quthub
  • Mursyidul Auliya’ Wali Sanga
  • Sayyidul Auliya’ Wali Sanga
  • Maulana Maghribi
  • Syekh Maghribi

Menurut buku The History of Java karya Raffles, Maulana Malik Ibrahim dipanggil Syekh Maghribi karena ia lahir dari Maghrib nama lain dari Maroko, Afrika Utara. Mengenai asal kelahiran dari Sunan Maulana Malik Ibrahim, hingga kini masih belum dapat dipastikan. Ada yang menyebutkan bahwa ia berasal dari Maroko, namun ada juga yang mengatakan bahwa ia keturunan dari Campa atau bahkan Iran.

Dakwah Maulana Malik Ibrahim di Gresik

Dalam menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa terkhusus Gresik, Maulana Malik Ibrahim melakukan pendekatan dengan masyarakat melalui pergaulan sehari-hari.

Ia tidak secara langsung menghakimi dan membujuk masyarakat untuk berpindah kepercayaan. Secara tidak langsung Sunan Gresik menunjukkan budi pekerti melalui perbuatan dan tingkah lakunya sesuai dengan ajaran Islam.

Melansir tulisan Asep Saeful Mimbar yang terbit dalam Jurnal Wawasan dengan judul Memahami Islam: Perspektif Otentisitas dan Budaya Politik Lokal, aktivitas pertama yang dilakukan Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik pada waktu itu adalah berdagang dengan cara membuka warung.

Hal ini dilakukan Sunan Gresik bukanlah tanpa sebab. Pasalnya, Sunan Gresik pintar untuk membaca situasi masyarakat pada saat itu.

Sunan Gresik pada akhirnya berdagang di Pelabuhan yang mana sebagai pusat aktivitas perekonomian bagi masyarakat pada saat itu. Dengan bertemu banyak masyarakat, inilah yang akhirnya dimanfaatkan oleh Sunan Gresik untuk menyebarkan agama Islam.

Mengingat pada saat itu, situasi dan kondisi di desa tersebut sedang dilanda perang saudara hingga menyebabkan krisis ekonomi. Inilah yang pada akhirnya dimanfaatkan oleh Sunan Gresik untuk pelan-pelan mengambil simpati masyarakat.

Sunan Gresik menyediakan bahan pokok dengan harga yang murah bahkan bukan hanya sampai di situ saja ia juga bersedia untuk mengobati masyarakat secara gratis. Dari sinilah, Sunan Gresik berupaya untuk pelan-pelan masuk dan mengambil simpati dari masyarakat.

Metode dakwah Sunan Maulana Malik Ibrahim

Masih dalam sumber yang sama, metode dakwah Maulana Malik Ibrahim mengadopsi bentuk dakwah yang telah dicontohkan pada masa Rasulullah SAW. Di mana, ciri dari dakwah tersebut ialah sarat akan kebijaksanaan, membangun tali persaudaraan, membantu rakyat yang miskin, dan masih banyak lagi yang lainnya.

Berdakwah dengan cara yang bijaksana tersebut termuat dalam firman Allah SWT dalam surah An Nahl ayat 125,

اُدْعُ اِلٰى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُۗ اِنَّ رَبَّكَ هُوَ اَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيْلِهٖ وَهُوَ اَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِيْنَ

Artinya: “Serulah (manusia) ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik serta debatlah mereka dengan cara yang lebih baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang paling tahu siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia (pula) yang paling tahu siapa yang mendapat petunjuk.”

Dari cara Sunan Gresik dengan segala kelembutan serta keramahtamahannya inilah, lambat laun banyak dari mereka yang memeluk agama Islam. Sehingga, pada akhirnya ketika Sunan Gresik sudah berhasil untuk mendapatkan simpati yang cukup banyak dari masyarakat ia memutuskan untuk berkunjung ke Kerajaan Majapahit yang saat itu berada di Trowulan.

Diketahui, pada saat itu Raja Majapahit Prabu Brawijaya V tidak memutuskan untuk memeluk agama Islam namun tetap menyambut dengan baik kehadiran Sunan Gresik bahkan memberinya sebidang tanah di daerah Leran, Gresik. Pada akhirnya, Sunan Gresik memanfaatkan tanah tersebut untuk mendirikan pesantren sebagai sarana yang menunjang dalam menyiarkan agama Islam.

Itulah perjalanan dakwah Sunan Gresik yang merupakan nama lain dari Sunan Maulana Malik Ibrahim. Sejumlah sumber menyebut, Sunan Gresik adalah tokoh walisongo pertama yang berdakwah di wilayah Jawa.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Dampak Kebijakan Obama



Jakarta

Seperti halnya Presiden Thomas Jefferson, Presiden Obama juga mewariskan sebuah paradigma baru dalam hubungan antar umat beragama di AS. Tanpa mengabaikan Presiden dan tokoh-tokoh AS lainnya, kedua Presiden ini secara nyata melahirkan kebijakan yang berdampak positif dan sangat nyata di dalam masyarakat.

Siapapun yang melihat kejadian dan peristiwa 11/9, pengeboman tempat-tempat strategis dan menyebabkan ribuan orang tak berdosa korban akibat ulah teroris, pasti sulit membayangkan hubungan baik antara Islam dan umat Islam dengan AS dan para warganya, sulit pulih dalam waktu singkat. Bahkan dibayangkan sebagian orang membayangkan memerlukan paling cepat satu generasi.

Namun yang yang terjadi, peristiwa itu ternyata membawa hikmah lain di luar dugaan. Kebijakan Presiden Obama, tentu tak terpisahkan kebijakan lain yang juga diambil oleh Presiden sebelumnya, membuat warga AS dan komunitas muslim, khususnya di AS, melewati peristiwa tragis itu dengan cepat. Tentu saja bukan melupakan peristiwa itu tetapi mengambil pelajaran berharga dari peristiwa itu sebagai sebuah lesson learning untuk semua pihak.


Komunitas muslim tidak terlalu lama merasa takut dan cemas akan adanya dendam atau kemarahan masif dari kelompok mayoritas, karena para pelaku pengeboman itu adalah warga muslim dan memperatasnamakan Islam. Keluhuran budi pekerti kemanusiaan semua pihak di AS perlu diacungkan jempol. Mereka seperti tidak menyisahkan sedkit pun dendam kepada siapapun. Bisa dibayangkan kalau kejadian itu terjadi di negara lain, mungkin kenyataan berbeda yang akan terjadi. Meskipun warga mayoritas AS bukan muslim tetapi sikap terbuka dan pemaafannya seperti yang diserukan dalam ajaran Islam. Bahkan seandainya jika kejadian itu muncul di negara-negara muslim, belum tentu secepat itu pulih kembali hubungan sosial yang harmonis satu sama lain. Dari satu sisi bisa kita mengatakan, dalam hal tertentu AS sesungguhnya sudah memeraktekkan substansi ajaran Islam.

Faktor Obama (Obama Factors) tidak bisa dipisahkan dari kenyataan indah tersebut di atas. Obama selama memimpin AS tidak pernah terpancing oleh kelompok dan kepentingan manapun. Ia tetap konsisten berpijak di atas landasan ideal Piagam AS. Obama berkali-kali mengatakan: This is America! Dalam berbagai makna yang dikandung dari kalimat itu. Ia juga aktif melakukan diplomasi internasional untuk menciptakan ketenangan dan ketenteraman dunia. Gayung bersambut, negara-negara lain pun mengaminkan gagasan Obama itu sebagai solusi terbaik untuk menciptakan tatanan dunia yang aman dan damai.

Obama dalam pidatonya di Universitas Cairo Mesir itu menyerukan agar dunia menatap masalah masa depan dalam visi yang sama, yaitu visi yang beranjak dari masalah-masalah kemanusiaan secara universal. Ini di dasari dengan kenyataan abhwa masalah-masalah global mempunyai tema yang sama dan di hadapi oleh semua Negara. Obama menyerukan kemitraan dan kebersamaan di dalam menyelesaikan suluruh persoalan itu.

Ia menyatakan: “Karena kita telah belajar dari pengalaman baru-baru ini bahwa ketika sistem keuangan melemah di satu negara, kemakmuran di mana pun ikut dirugikan. Ketika jenis flu baru menulari satu orang, semua terkena risiko. Ketika satu negara membangun senjata nuklir, risiko serangan nuklir bagi semua negara ikut naik. Ketika kelompok ekstrim keras beroperasi di satu rangkaian pegunungan, rakyat di seberang samudera pun ikut menghadapi bahaya. Dan ketika mereka yang tak bersalah di Bosnia dan Darfur dibantai, itu menjadi noda dalam nurani kita bersama. Itulah artinya berbagi dunia di abad ke-21. Inilah tanggung jawab kita kepada satu sama lain sebagai umat manusia”.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Lelaki



Jakarta

Diriwayatkan dari Hasan r.a., Rasulullah Saw. bersabda, ” Ada orang-orang dengan jumlah lebih banyak dari Bani Rabi’ah dan Mudhar, kelak akan masuk surga karena syafaat seorang laki-laki dari umatku. Maukah kalian aku beritahu nama lelaki itu ?”

Orang-orang menjawab, ” Tentu saja, wahai Rasulullah!.”
Rasulullah Saw. bersabda, ” Lelaki itu adalah Uwais al-Qarni.”
Kemudian beliau bersabda, ” Wahai Umar! Apabila engkau menemukannya, sampaikan salamku untuknya, berbincanglah dengannya hingga dia mendo’akanmu. Ketahuilah bahwa dia menderita penyakit kusta. Lalu dia berdo’a memohon (kesembuhan) kepada Allah Swt, kemudian Allah Swt mengangkat penyakitnya. Lalu, dia berdo’a kepada Allah Swt. (untuk dikembalikan penyakitnya), dan Allah Swt mengembalikan sebagian dari penyakitnya itu.”

Uwais Al-Qarni merupakan seorang pemuda yang tidak terkenal, miskin, dan memiliki penyakit kulit. Tak ada orang yang mengenalnya bahkan namanya pun tak pernah dikenal. Namun ia merupakan pemuda yang pernah disebut oleh Rasulullah Saw. dalam sabdanya. Ia seorang pemuda yang sangat dicintai oleh Allah Swt. dan terkenal di langit dan tidak dikenal di bumi. Saat Ibunya sakit lumpuh, ia pamit ke Madinah sangat rindu untuk bertemu dengan Rasulullah Saw. Ibunya berpesan jika sudah bertemu segera pulang. Sesuai takdirnya, ia tidak bertemu dengan Rasulullah Saw. karena lagi pergi berperang. Kemudian segera kembali ke rumahnya di Yaman dan menitip pesan pada Aisyah r.a.


Tatkala Sang Ibu ingin naik haji, meski tergolong miskin, Uwais menyanggupinya dengan menggendong Ibunya sampai ke Baitullah. Inilah bakti seorang anak pada Ibunya. Belum pernah berjumpa dengan junjungan-Nya, namun ia dikatakan dalam sabdanya sebagai orang yang memberi syafaat.

Saat Amirul Mukminin Umar bin Khatab dalam musim haji menyampaikan pesan untuk bertemu dengan Uwais, maka salah seorang yang berasal dari daerahnya menyanggupi untuk menyampaikan pesan itu kepada Uwais.
Kemudian Uwais datang menemui Umar.
Umar bertanya,” Apakah Anda Uwais ?” Uwais menjawab, ” Ya, benar, wahai Amirul Mukminin.”
Kemudian Umar berkata, ” Sungguh, Allah Swt dan Rasulullah Saw benar. Apakah anda memiliki penyakit kusta, lalu Anda berdo’a kepada Allah Swt. dan diangkat penyakitnya. Lantas Anda berdo’a kembali ( agar dikembalikan ) dan Allah Swt. mengembalikan sebagian penyakit Anda itu.”
Uwais menjawab, ” Benar. Siapa yang mengabari Anda tentang hal itu? Demi Tuhan, tak ada yang mengetahuinya selain Allah Swt.”
Umar menjawab, ” Yang memberitahuku Rasulullah Saw. Beliau memerintahkan untuk memohon kepada Anda berkenan mendo’akanku. Karena beliau bersabda tentang lelaki yang memasukkan surga dengan syafaatnya orang-orang yang jumlahnya lebih banyak dari Bani Rabi’ah dan Mudhar. Beliau menyebut nama Anda sebagai lelaki itu.”
Kemudian Uwais mendo’akan Umar, lalu berkata,” Wahai Amirulmukminin, saya punya keperluan kepada Anda berupa permohonan untuk menyembunyikan kabar tentang diri saya dan izinkan saya untuk beranjak dari tempat ini,”

Kemudian Umar mengabulkan permohonannya, lantas Uwais tetap tersembunyi dari umat manusia dan terbunuh syahid di hadapan Ali bin Abi Thalib dalam perang Shiffin.

Dalam kisah di atas, hal-hal yang baik seperti: patuh pesan Sang Ibu, tidak menolak atas permintaan Sang Ibu meski sangat berat karena keadaan yang miskin dan ingin menyembunyikan diri dari umat manusia, karena ia ingin berhubungan dan bersandar dengan Allah Swt. agar tidak terganggu. Namun demikian ia berakhir dengan syahid saat ikut berperang. Akhir yang menjadi idaman setiap orang yang beriman.

Berbakti kepada Sang Ibunda merupakan tuntunan utusan-Nya. Ingatlah bahwa begitu panjang Ibunda merawat saat bayi, membimbing saat remaja dan selalu berdo’a dalam tahajudnya saat engkau dewasa. Maka jauhilah sikap ingkar dan dekaplah semua permintaannya. Banyak contoh sahabat penulis yang begitu patuh, taat dan melayani sang Ibu, maka ia telah diberikan limpahan barokah serta dibimbing dalam mengisi kehidupan ini. Ada yang bersedih hingga beberapa pekan saat ditinggalkannya, ada yang menggendong Ibunya saat membutuhkan perpindahan tempat, tidak membuat hati Ibu bersedih dan berusaha selalu menyenangkan.

Penulis bermimpi, jika seseorang yang akan memimpin suatu negeri dengan karakter yang berbakti pada Ibundanya, maka rakyat atau warga akan dilayaninya seperti saat melayani Ibunya. Kebutuhan warga akan dipenuhinya seperti saat menenuhi kebutuhan Ibunya. ” Ya Allah, Engkau yang berkuasa, pilihlah pemimpin yang Engkau kehendaki dan bimbinglah ia agar menjadikan negeri yang Baldatun Thoyyibatun warobbun Ghofur. Jauhkanlah pemimpin yang tiada memberi contoh kebaikan, agar kehidupan harmonis selalu ada pada negeri tercinta ini.”

Aunur Rofiq

Ketua DPP PPP periode 2020-2025
Ketua Dewan Pembina HIPSI ( Himpunan Pengusaha Santri Indonesia)
Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggungjawab penulis. (Terimakasih – Redaksi)

(erd/erd)



Sumber : www.detik.com

Amalan Ringan yang Membawa ke Surga



Jakarta

Ada banyak amalan yang menjadi sarana seseorang masuk surga. Amalan tersebut bisa berupa amal jariyah, amal ibadah, dan amal saleh baik yang berat maupun amalan ringan sekalipun.

Anjuran untuk mengerjakan amal kebaikan telah disebutkan dalam Al-Qur’an. Sebagaimana Allah SWT berfirman,

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّنْ ذَكَرٍ اَوْ اُنْثٰى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهٗ حَيٰوةً طَيِّبَةًۚ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ اَجْرَهُمْ بِاَحْسَنِ مَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ ٩٧


Artinya: “Siapa yang mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan, sedangkan dia seorang mukmin, sungguh, Kami pasti akan berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik daripada apa yang selalu mereka kerjakan.” (QS An Nahl: 97)

Ibnu Majah mengeluarkan sebuah hadits dalam Kitab Sunan-nya tentang amalan ringan yang membawa ke surga. Dari Abu Bakar bin Abu Syaibah dan Ali bin Muhammad, dari Waki, dari Aban bin Sham’ah, dari Abul Wazi’ ar-Rasibiy, dari Abu Barzah al-Aslami ia berkata, “Aku pernah bertanya, ‘Ya Rasulullah, tunjukkanlah satu amal perbuatan yang bermanfaat bagiku.’ Beliau menjawab, ‘Singkirkanlah rintangan yang menghalangi jalan kaum muslimin.'”

Hadits tersebut dinilai shahih dalam Silsilatul Ahaadiits ash-Shahiihah dan dalam Shahih Muslim.

Imam Bukhari dan Muslim juga meriwayatkan hadits yang menyebut bahwa menghilangkan rintangan dari jalan termasuk amalan ringan yang membawa seseorang masuk surga. Dari Abu Bakar bin Abu Syaibah, dari Abdullah bin Numair, dari A’masy, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah ia meriwayatkan dari Nabi SAW bahwa beliau bersabda,

“Pernah ada dahan pohon di jalan yang merintangi orang-orang. Lalu ada seorang laki-laki yang menyingkirkan dahan itu dan kemudian ia dimasukkan ke dalam surga.” (HR Muttafaq ‘Alaih dengan redaksi sama dan dinilai shahih)

Kemudian, dalam Kitab Shahih Muslim juga terdapat hadits serupa. Dari Abu Bakar bin Abu Syaibah, dari Yazid bin Harun, dari Hisyam bin Hassan, dari Washil maula Abu Uyainah, dari Yahya bin Uqail, dari Yahya bin Ya’mur, dari Abu Dzarr, ia meriwayatkan dari Nabi SAW, beliau bersabda,

“Amal perbuatan umatku ditunjukkan kepadaku, baik yang baik maupun yang buruk. Aku melihat dalam amal baik mereka adalah menyingkirkan rintangan dari jalan. Dan aku melihat dalam amal buruk mereka adalah berdahak di masjid dan tidak dipendam.”

Meski demikian, hal yang menentukan seseorang masuk surga bukanlah amal melainkan rahmat Allah SWT. Hal ini dikatakan dalam sebuah hadits yang termuat dalam Kitab Shahih Bukhari dan Muslim. Rasulullah SAW bersabda,

Rasulullah SAW bersabda, “Seseorang tidak akan masuk surga karena amalnya.” Sahabat bertanya, “Engkau pun juga, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Ya, aku pun juga.”

Abu Usamah Salim bin ‘Ied Al-Hilali mengatakan dalam Kitab Syarah Riyadhus Shalihin, hadits tersebut bisa bermaksud bahwa amal tidak dapat membuat seseorang berhak atas surga. Ia menjelaskan lebih lanjut, seseorang akan masuk surga karena karunia Allah SWT dan rahmat-Nya yang telah menjadikan amal sebagai sebab masuknya surga.

Wallahu a’lam.

(kri/erd)



Sumber : www.detik.com

Sosok Sepupu Nabi Muhammad yang Pertama Kali Masuk Islam



Jakarta

Setelah mendapatkan wahyu pertamanya, Nabi Muhammad SAW masih melaksanakan dakwah dengan cara sembunyi-sembunyi. Rasulullah SAW hanya memprioritaskan teman-teman dekat dan kerabatnya. Orang pertama yang menyambut dakwah Nabi Muhammad SAW ialah istri beliau, Siti Khadijah diikuti dengan sepupu Nabi Muhammad SAW.

Sepupu Nabi Muhammad SAW yang masuk Islam adalah Ali bin Abi Thalib, sebagaimana disebutkan dalam buku Sejarah Terlengkap Nabi Muhammad SAW karya Abdurrahman bin Abdul Karim. Ali bin Abi Thalib menjadi keluarga sekaligus laki-laki pertama yang menerima dakwah Nabi Muhammad SAW.

Pada saat itu, Ali bin Abi Thalib masih berusia 10 tahun. Setelah itu, sahabat karib Rasulullah SAW sejak kecil, yakni Abu Bakar, diikuti oleh Zaid bin Haritsah serta Ummu Aimah menerima dengan baik dakwah Rasulullah SAW, seperti dijelaskan dalam buku Nabiku Teladanku karya Lutfiya Cahyani.


Sosok Ali bin Abi Thalib, Sepupu Nabi Muhammad yang Masuk Islam

Menurut buku Biografi Ali bin Abi Thalib karya Ali Muhammad Ash-Shalabi, Ali bin Abi Thalib (Abdu Manaf) bin Abdul Muthalib adalah anak paman Rasulullah SAW yang bernama Abu Thalib. Nasabnya bertemu dengan Rasulullah SAW pada kakeknya yang pertama, Abdul Muthalib bin Hasyim, yang memiliki anak bernama Abu Thalib, saudara laki-laki kandung Abdullah, bapak Nabi Muhammad SAW.

Ali memiliki nama lahir Asad (singa). Nama tersebut merupakan pemberian dari sang ibu sebagai kenangan dari bapaknya yang bernama Asad bin Hasyim. Hal ini turut diceritakan melalui syair yang dilantunkan Ali saat peristiwa Perang Khaibar.

Dalam buku Ali bin Abi Thalib RA karya Abdul Syukur al-Azizi, sifat fisik Ali bin Abi Thalib digambarkan sebagai seorang laki-laki dengan perawakan sedang, tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu pendek. Namun, cenderung lebih sedikit pendek.

Ia memiliki tubuh yang kokoh, kuat, dan terlihat agak gemuk. Lehernya proporsional dengan pundak yang lebar layaknya tipikal laki-laki perkasa pada umumnya.

Ali bin Abi Thalib disebut memiliki wajah tampan dengan kulit sawo matang. Sebagai keturunan bani Hasyim, ketampanan ini merupakan hal wajar karena memang rata-rata fisik mereka seperti itu.

Kisah Ali bin Abi Thalib saat Masuk Islam

Pada saat itu, Ali bin Abi Thalib masih berusia 10 tahun. Dikisahkan dalam buku berjudul 150 Qishah min Hayati ‘Ali ibn Abi Thalib karya Ahmad ‘Abdul ‘Al Al-Thahtawi yang diterjemahkan oleh Rashid Satari, Ibn Ishaq meriwayatkan bahwa pada saat itu Ali bin Abi Thalib datang ke rumah Nabi Muhammad SAW tepat ketika beliau dan istrinya sedang melaksanakan salat.

Ali bertanya, “Muhammad, apakah yang engkau lakukan itu?” Nabi SAW menjawab, “Inilah agama Allah dan untuk itu dia mengutus utusan-nya. Aku mengajak engkau untuk masuk ke jalan Allah yang Maha Esa, yang tidak ada sekutu bagi-Nya, dan hendaklah engkau kafir kepada patung Latta dan Uzza.”

Ali berkata, “Sesungguhnya ajakan ini sama sekali belum pernah aku dengar sampai hari ini. Karena itu, aku harus berunding dengan ayahku, Abi Thalib. Sebab, aku tidak dapat memutuskan sesuatu tanpa dia.”

Namun, Nabi SAW mencegahnya karena khawatir kabar ajarannya akan menyebar sebelum diperintahkan Allah SWT untuk disiarkan. Beliau berkata, “Ali, jika engkau belum mau masuk Islam, sembunyikanlah dahulu kabar ini!”

Pada saat itu Ali mendengarkan ucapan Rasulullah SAW, hingga pada akhirnya ia mantab untuk masuk dan menerima Islam, namun masih merahasikannya.

Ali bin Abi Thalib termasuk ke dalam orang yang sangat dipercaya oleh Rasulullah SAW. Ia banyak membantu Rasulullah SAW, bahkan ketika Rasulullah SAW memutuskan untuk melakukan hijrah ke Madinah. Pada saat itu, Ali bin Abi Thalib menggantikan Rasulullah SAW di atas tempat tidurnya.

Kaum Quraisy yang ingin untuk membunuh Nabi Muhammad SAW merasa kecolongan karena mendapati Ali bin Abi Thalib yang tidur dalam ranjang tersebut. Hingga pada akhirnya, kaum Quraisy memukulinya dan membawanya ke Masjidil Haram.

Sepeninggalnya Nabi Muhammad SAW, Ali bin Abi Thalib juga menjadi salah satu sahabat Rasulullah SAW yang menjadi Khulafaur Rasyidin. Khulafaur Rasyidin sendiri artinya para khalifah yang sangat arif bijaksana.

Bukan hanya itu saja, Ali bin Abi Thalib juga menyandang sebagai gelar Amirul Mukminin, yang berati pemimpin orang-orang yang beriman. Betapa luar biasanya Ali bin Abi Thalib dalam membantu Rasulullah SAW untuk meneruskan ajarannya.

Ia juga dikenal sebagai orang yang paling memahami ketentuan syariat Islam. Pada saat malam tiba, Ali bin Abi Thalib akan tunduk dan merendah di hadapan Allah SWT. Di siang hari, ia berpuasa dan senantiasa dekat dengan Allah SWT, sebagaimana diceritakan dalam buku Kisah Hidup Ali Ibn Abi Thalib karya Mustafa Murrad.

Sifat Ali bin Abi Thalib yang sangat pemberani serta taat kepada Rasul dan Allah SWT ini wajib untuk kita teladani. Itulah tadi sosok dan kisah singkat sepupu Nabi Muhammad SAW yang masuk Islam.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Faktor Obama dan Masa Depan Islam di AS



Jakarta

Obama memandang Islam, khususnya yang tergambar di dalam Kitab Suci Al-Qur’an adalah compatible dengan peradaban luhur AS. Karena itu, Obama menilai komunitas muslim AS menjadi bagian yang tak terpisahkan dengan warga AS lainnya dalam menentukan masa depan AS. Obama memandang penting arti Islam di dalam menyelesaikan berbagai persoalan kemanusiaan, tidak terkecuali ancaman dari kelompok garis keras yang berusaha memaksakan kehendaknya dengan cara apapun.

Namun Obama yakin bahwa sikap seperti itu bukan mencerminkan mainstream muslim dan ajaran Islam yang sebenarnya. Obama dengan tangkas memilih ayat secara spontanitas di dalam mendukung alasannya: “Kitab suci Al Qur’an mengajarkan bahwa siapa yang membunuh orang tak bersalah, maka ia seperti telah membunuh semua umat manusia; dan siapa yang menyelamatkan satu orang; maka ia telah menyelamatkan semua umat manusia. Iman indah yang diyakini oleh lebih semiliar orang sungguh lebih besar daripada kebencian sempit sekelompok orang. Islam bukanlah bagian dari masalah dalam memerangi ekstrimisme keras – Islam haruslah menjadi bagian penting dari penggalakkan perdamaian” (Q.S. al-Maidah/5:32).

Obama menyadari akan rasa takut dan marah rakyat Amerika sehubungan dengan serangan 9 September 2001, namun ia juga menyadari betapa perlunya pendekatan non-kekerasan di dalam menyelesaikan sebuah kekerasan. Ia mengutip pendapat Thomas Jefferson, yang mengatakan: “Saya berharap kebijakan kita akan bertambah sejalan dengan kekuatan kita, dan mengajarkan kita bahwa semakin sedikit kita menggunakan kekuatan, justru semakin besar kekuatan itu”. Karena itu, Obama memilih mengambil langkah-langkah konkret untuk mengubah arah dengan melarang praktik penyiksaan oleh AS dan memerintahkan penutupan penjara di Teluk Guantanamo awal tahun depan. Dengan sendu ia mengatakan: “Sudah terlalu banyak air mata sudah diteteskan. Sudah terlalu banyak darah sudah ditumpahkan. Kita semua memiliki tanggung jawab untuk berjuang menciptakan sebuah masa dimana para ibu Israel dan Palestina bisa menyaksikan anak-anak mereka tumbuh tanpa ketakutan; masa dimana Tanah Suci dari ketiga agama besar merupakan tempat perdamaian yang diinginkan Allah; masa dimana Jerusalem merupakan tempat tinggal aman dan langgeng bagi orang Yahudi dan Kristen dan Muslim, dan merupakan sebuah tempat untuk semua keturunan Abraham hidup bersama secara damai sebagaimana dikisahkan dalam ISRA, ketika Musa, Yesus dan Muhammad (damai bersama mereka) bergabung dalam ibadah doa”. Statmen ini kemudian menuai tepuk tangan yang mengharukan dari para undangan.


Indonesia disebutkan berkali-kali di dalam pidato Obama, selain karena negeri ini telah memberikan warna tersendiri di dalam memori kepribadiannya, dimana ia pernah hidup selama empat tahun di tengah perkampungan masyarakat muslim di Menteng Jakarta pusat, Indonesia juga Negara muslim terbesar dan terluas penduduknya dan merupakan negara demokrasi ketiga terbesar di dunia.

Ia mengagumi Indonesia karena pada satu sisi ia negara muslim terbesar tetapi pada sisi lain Indonesia juga menjunjung tinggi prinsip-prinsip demokrasi dengan segala keunikan-keunikannya. Obama juga memahami keberatan-keberatan kolehanya sebagai sesama negara muslim, khususnya yang sering kedengaran sebagai negara yang berstandar ganda, tetapi ia juga menegaskan bahwa: “Sistem pemerintahan apa pun tidak bisa dipaksakan kepada sebuah negara oleh negara lainnya”. Ia juga menambahkan: “Dan kami menyambut gembira semua pemerintahan terpilih dan damai – asalkan mereka memerintah dengan menghormati rakyatnya.

Di manapun kekuasaan itu berada, pemerintahan dari rakyat dan untuk rakyat merupakan standar tunggal untuk semua fihak yang memegang kekuasaan, Butir ini penting karena ada yang memperjuangkan demokrasi hanya pada saat mereka tidak berkuasa; setelah berkuasa, mereka secara keji memberangus hak-hak orang lain”. Spirit pernyataan Obama ini sesungguhnya tidak berbeda dengan etika politik yang diajarkan di dalam Islam. Bukankah Islam juga sangat mencelah kemunafikan dan penghianatan?

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

7 Syarat Dua Khutbah Jumat yang Harus Dipenuhi Khatib



Jakarta

Khutbah dipandang dari aspek bahasa berarti pidato atau ceramah. Secara umum, khutbah dapat dijelaskan sebagai kegiatan berdakwah atau menyebarkan agama serta mengajak untuk meningkatkan keimanan, ketakwaan dan syiar agama lainnya.

Dua khutbah adalah syarat atau prosesi yang harus dilakukan ketika melakukan rangkaian ibadah salat Jumat. Menurut hadis yang diriwayatkan oleh Jabir bin Samurah RA, “Rasulullah SAW berkhutbah dengan posisi berdiri. Setelah itu beliau duduk lalu berdiri lagi selanjutnya menyampaikan khutbah yang kedua.” (HR Muslim)

Mengutip buku Ensiklopedia Fikih Indonesia 3 oleh Ahmad Sarwat, Lc, M.A., para ulama bersepakat bahwa khutbah Jumat termasuk syarat sah dari salat Jumat. Menurut ulama, salat Jumat menjadi tidak sah apabila tidak didahului dengan dua khutbah.


Dasar hukum ini yakni Rasulullah SAW tidak pernah berkhutbah Jumat kecuali beliau berdiri dari dua khutbah yang diselingi dengan duduk diantara keduanya. Ulama bahkan berpendapat bahwa kedudukan dua khutbah Jumat tersebut adalah menjadi pengganti dua rakaat salat Dzuhur.

Interpretasi mengenai syarat dua khutbah sedikit banyak sama namun beberapa mengalami perbedaan minor terkait keterangan jumlah syarat yang harus dilakukan. Mengutip dari Fiqh Al-‘Ibadat, ‘Ilmiyyan ‘Ala Madzhabi Al-Imam Asy-Syafi’i Ma’a Mutammimat Tanasub Al-‘Ashr karya Syaikh DR. Alauddin Za’tari terdapat tujuh syarat dua khutbah Jumat.

7 Syarat Dua Khutbah Jumat

1. Menyempurnakan Bilangan yang Menjadi Sahnya Salat Jumat

Bilangan yang dimaksudkan adalah mengenai jumlah jemaah yang menjadi syarat pelaksanaan salat Jumat. Mayoritas ulama sendiri menyetujui untuk mengambil 40 orang sebagai batas minimal pelaksanaan salat Jumat dengan beberapa kondisi.

2. Disampaikan Ketika Dzuhur sebelum Salat Jumat

Syarat dua khutbah berikutnya adalah membacakannya ketika waktu Dzuhur sebelum salat Jumat. Artinya, bila pelaksanaan dua khutbah atau sebagian dari khutbah sebelum waktunya lalu ia salat sesudahnya, maka salatnya tidak akan sah.

Jika imam melakukan salat sebelum dua khutbah maka sholatnya juga tidak akan sah. Hal ini dikarenakan dua khutbah merupakan syarat sahnya salat Jumat. Sebagai syarat maka harus dilakukan secara bertahap sesuai urutan atau didahulukan dalam kasus ini.

3. Suci dari Hadats Besar dan Kecil

Seseorang khatib atau yang memberi khutbah harus dalam keadaan suci dari hadats besar dan kecil. Dengan kata lain, bila khatib tidak suci atau junub, khutbahnya tidak akan dianggap atau tidak sah.

Hal ini disebabkan karena dalam penyampaian khutbah pasti dan wajib untuk membaca surah Al-Qur’an. Dalam membaca surah Al-Qur’an maka diwajibkan dalam keadaan suci sehingga hal ini menyebabkan rangkaian khutbah tidak akan sempurna bahkan tidak sah.

Ketika mengalami hadats ketika sedang melakukan khutbah maka khatib bisa menunjuk seorang wakil. Wakil harus bisa meneruskan apa yang telah disampaikan oleh khatib utama. Syaikh Muhammad Nawawi bin Umar al-Jawi menerangkan:

ولو أحدث في الأثناء وجب الإستئناف

Artinya, “Andai seorang khatib berhadats di tengah-tengah khutbah, maka wajib mengulanginya. (al-Tausyikh ‘Ala Ibni Qasim)

Hal ini bisa berbeda skenarionya jika khatib mengalami hadats ketika berada di antara dua khutbah dan salat. Hendaknya ia segera bersuci, maka rangkaiannya masih dalam keadaan sah dan tidak bermasalah.

4. Suci dari Najis

Khatib juga harus menjaga diri dari najis. Jika ada najis pada badan, pakaian, dan tempat khutbah ketika sebelum atau saat melakukan khutbah maka khutbah dapat menjadi tidak sah.

5. Menutup Aurat

Khatib menutup auratnya seperti ketentuan dan syarat menutup aurat bagi laki-laki ketika melakukan salat.

6. Berdiri bila Sanggup

Syarat dua khutbah selanjutnya yang harus dipenuhi khatib adalah berdiri. Namun, hadits Jabir bun Samurah melalui buku karya Syaikh DR. Alauddin Za’tari yang sama, menjelaskan bahwa jika seorang khatib tidak sanggup berdiri maka dianjurkan baginya untuk menunjuk penggantinya.

Jika seseorang benar-benar tidak mampu melakukan khutbah dengan berdiri, dengan duduk, maka hendaklah ia sambil berbaring atau tidur terlentang jika memang tidak memungkinkan. Hal ini menurut kesepakatan para ulama hukumnya diperbolehkan, sama seperti keadaan salat.

7. Dijeda dengan Duduk

Tidak sah bila khutbah tidak dilaksanakan dua kali tanpa melalui duduk atau jeda terlebih dahulu. Tidak diperbolehkan pula ketika sehabis khutbah pertama diisi salat Jumat lalu dilanjutkan khutbah kedua.

Tidak diperbolehkan bagi khatib untuk melakukan khotbah tanpa memberi jeda diantaranya. Harus ada pemisah diantara dua khutbah yang dilakukan dengan cara duduk. Selama duduk ini, perkiraan waktu jeda bisa menggunakan perkiraan waktu membaca tasbih.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Ketua LTN-PBNU Minta Muslimat Jadi Ujung Tombak



Jakarta

Ketua Lembaga Ta’lif Wan Nasyr (LTN) atau Infokom dan publikasi PBNU, Ishaq Zubaedi Raqib mengatakan sebagai badan otonom dengan anggota terbesar di lingkungan NU, Muslimat memiliki ruang khidmah yang sangat luas dan mengakar hinga ke lapisan terbawah masyarakat. Pria yang akrab disapa Edi itupun memberikan target kepada pengurus Muslimat Pasirangin, Cileungsi, Bogor, Jawa Barat yang hari ini dilantik.

“Muslimat Pasirangin yang baru dilantik, harus bersyukur karena ibu-ibu tergerak hatinya untuk berkhidmah dalam kepengurusan NU. Suara hati itu, saya yakin adalah berkah doa para kiai dan barokah para muassis jam’iyyah kita” kata Edi saat memberi sambutan usai pelantikan Pengurus Muslimat Desa Pasiringin, Kecamatan Cileungsi di teras Masjid Annur, Sabtu (4/3)

Pengurus Muslimat Pasirangin yang hari ini dilantik adalah Sumiati Askar sebagai ketua, Elok Ngawikani dan Sri Kusrini masing-masing sebagai wakil ketua 1 dan ketua 2 serta sejumlah pengurus pada sejumlah bidang pengabdian. Edi mengingatkan bahwa menjadi pengurus badan otonom, lembaga dan badan khusus di NU bukan untuk mencari ketenaran pribadi apalagi untuk kepentingan-kepentingan pribadi di luar jamaah dan jam’iyah.


“Menjadi pengurus, justeru terbuka kesempatan untuk membatasi kesenangan pribadi dan jangka pendek kepada kepentingan jama’ah dan jam’iyah serta ibadah jangka panjangan. Bukankah kita semua berharap dan berdoa agar dapat kesempatan diakui sebagai santri dan murid para kiai, ulama dan muassis BU ? Ini kesempatan yang langka dan mahal,” kata wartawan senior itu.

Pelantikan Muslimat NU PasiranginPelantikan Muslimat NU Pasirangin Foto: Dokumentasi LTN-PBNU

Mengutip Ketua Umum PBNU K.H. Yahya Cholil Staquf, Edi mengingatkan bahwa warga NU saat ini, saat masuk di abad kedua, tinggal mengikhtiarkan barokah dari maqom-maqom amal yang sudah dibangun para kiai dan ulama. Maqom-maqom itu ibarat lumbung raksasa berisi kekuatan barokah, lanjut Edi, sehingga nahdliyin dan nahdliyat di abad kedua NU, tinggal menikmati dan menjaga sebaik-baiknya.

“Para guru kita, kiai dan ulama serta habaib, dan terutama para muassis NU, telah menanam nilai-nilai baik di atas tanah subur, di bentangan Ibu Pertiwi. Tanaman itu berupa ajaran ahluss sunnah wal jama’ah an bahdiyah khas Indonesia. Tanaman yang sudah kita nikmati. Maka, sejak saat ini, teguhkan dalam hati dan tindakan kita, agar kita juga mampu menanam, sehingga buahnya dapat dinikmati oleh generasi setelah kita,” serunya.

Dia juga mengingatkan bahwa Cileungsi memang khas, karena termasuk daerah yang sangat heterogen. Berbagai macam dan jenis amaliyah keagamaan menyebar hingga ke lapisan masyarakat paling bawah. Edi meminta agar arah semua kegiatan muslimat adalah untuk kemaslahatan bersama.

“Hindari perpecahan dan jauhi perselisihan. Usahakan apa-apa dibicarakan bersama-sama,” pintanya.

Hadir dalam mengambil sumpah kepengurusan adalah Ketua Muslimat Cileungsi, Umi Rosyisah, Sekretaris MWC NU Cileungsi Ust Syahri Ramdhani, Ketua NU Ranting Pasirangin KH Asymuni Adnan, Ketua DKM Annur Ust Tahmid, aparat desa, babinsa, bhabinmaspol, serta para tokoh masyarakat sekitar.

(erd/erd)



Sumber : www.detik.com

10 Sahabat Nabi Kaum Muhajirin yang Dukung Penuh Dakwah Rasulullah



Jakarta

Perjuangan dakwah Nabi Muhammad SAW di Makkah sangatlah sulit karena kaum Quraisy enggan untuk menerima seruan serta ajakan dari Rasulullah SAW. Ancaman serta makian sering kali diterima oleh Nabi Muhammad SAW beserta dengan para pengikutnya. Meskipun begitu, terdapat sepuluh sahabat Nabi kaum Muhajirin yang selalu mendampingi beliau.

Pada akhirnya, Nabi Muhammad SAW lalu memutuskan untuk melakukan hijrah ke Madinah. Kaum muslimin yang hijrah dari Mekah ke Madinah disebut kaum Muhajirin, dinamakan kaum Muhajirin artinya ialah orang-orang yang berhijrah atau berpindah.

Mengutip buku Agama Islam karya Hindun Anwar, berikut sepuluh sahabat Nabi kaum Muhajirin:


  1. Abu Bakar ash-Shiddiq
  2. Umar bin Khattab
  3. Bilal bin Rabah
  4. Amir bin Abdillah
  5. Abdul Rahman bin Auf
  6. Zubair bin Awwan
  7. Usman bin Affan
  8. Thalhah bin Ubaidillah
  9. Abu Huzaifah bin Utbah
  10. Ammar bin Yasir

Semua sahabat Nabi SAW ini memiliki sifat baik yang bisa dijadikan suri tauladan. Misalnya saja Abu Bakar ash-Shiddiq yang rela untuk meninggalkan harta bendanya dan ikut membantu dalam perjuangan Rasulullah SAW.

Hal ini turut diterangkan dalam surah Al Lail ayat 17-18 sebagaimana ditafsirkan oleh Kementerian Agama RI. Dikatakan, Abu Bakar ash-Shiddiq telah menggunakan hartanya untuk memerdekakan orang lemah dan perempuan yang masuk Islam yang membantu mereka.

Allah SWT berfirman,

وَسَيُجَنَّبُهَا الْاَتْقَىۙ ١٧ الَّذِيْ يُؤْتِيْ مَالَهٗ يَتَزَكّٰىۚ ١٨

Artinya: “Akan dijauhkan darinya (neraka) orang yang paling bertakwa, yang menginfakkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkan (diri dari sifat kikir dan tamak).” (QS Al Lail: 17-18)

Di dalam buku Biografi 10 Sahabat Nabi yang Dijamin Masuk Surga karya Sujai Fadil diceritakan, Abu Bakar ash-Shiddiq adalah orang yang menemani Nabi Muhammad SAW di gua ketika dikejar kaum Quraisy. Hal ini jelaskan dalam firman Allah SWT,

اِلَّا تَنْصُرُوْهُ فَقَدْ نَصَرَهُ اللّٰهُ اِذْ اَخْرَجَهُ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا ثَانِيَ اثْنَيْنِ اِذْ هُمَا فِى الْغَارِ اِذْ يَقُوْلُ لِصَاحِبِهٖ لَا تَحْزَنْ اِنَّ اللّٰهَ مَعَنَاۚ فَاَنْزَلَ اللّٰهُ سَكِيْنَتَهٗ عَلَيْهِ وَاَيَّدَهٗ بِجُنُوْدٍ لَّمْ تَرَوْهَا وَجَعَلَ كَلِمَةَ الَّذِيْنَ كَفَرُوا السُّفْلٰىۗ وَكَلِمَةُ اللّٰهِ هِيَ الْعُلْيَاۗ وَاللّٰهُ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ ٤٠

Artinya: “Jika kamu tidak menolongnya (Nabi Muhammad), sungguh Allah telah menolongnya, (yaitu) ketika orang-orang kafir mengusirnya (dari Makkah), sedangkan dia salah satu dari dua orang, ketika keduanya berada dalam gua, ketika dia berkata kepada sahabatnya, “Janganlah engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita.” Maka, Allah menurunkan ketenangan kepadanya (Nabi Muhammad), memperkuatnya dengan bala tentara (malaikat) yang tidak kamu lihat, dan Dia menjadikan seruan orang-orang kafir itu seruan yang paling rendah. (Sebaliknya,) firman Allah itulah yang paling tinggi. Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.” (QS At Taubah: 40)

Bukan Abu Bakar ash-Shiddiq saja, semua para sahabat Nabi SAW masing-masing memiliki sifat terpuji yang dapat kita teladani.

Kisah Hijrah Rasulullah SAW ke Madinah

Selanjutnya pada buku yang berjudul Agama Islam karya Hindun Anwar dikisahkan pula bahwa kedatangan Nabi Muhammad SAW ke Madinah pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun ke-13 dari masa kenabiannya. Rasulullah SAW beserta kaum Muhajirin mendapat sambutan yang hangat. Bahkan, penduduk Madinah menunjukkan rasa persaudaraan serta rasa kesetiakawanan yang sangat mendalam.

Tidak hanya sampai di situ, segala keperluan kaum Muhajirin tersebut disediakan oleh para kaum muslimin di Madinah. Beberapa penduduk menyediakan makanan dan ada juga yang memberikan pakaian.

Para penduduk Madinah menjamin keselamatan jiwa mereka dari gangguan dan ancaman, entah itu berasal dari kaum kafir Quraisy maupun dari suku Arab lainnya. Semua penduduk yang ada di Kota Madinah saling memberikan penawaran terhadap Rasulullah SAW untuk bermalam di rumahnya.

Namun, beliau mengatakan bahwa akan berhenti dan singgah di tempat untanya berhenti. Kebetulan pada saat itu unta Rasulullah SAW berhenti di depan rumah Abu Ayyub al-Anshari, sehingga Rasulullah SAW memutuskan untuk singgah serta tinggal di rumah tersebut sampai rumah yang dibangun untuk beliau selesai.

Atas dasar inilah, pada akhirnya Nabi Muhammad SAW menamakan penduduk Madinah dengan sebutan kaum Anshar. Kaum Anshar sendiri artinya yaitu kaum pemberi pertolongan.

Itulah sahabat Nabi kaum Muhajirin dan kisahnya saat memutuskan untuk hijrah ke Madinah.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com