Category Archives: Dakwah

Kultum Malam 27 Ramadan: Keistimewaan Lailatul Qadar



Jakarta

Umat Islam akan memasuki malam 27 Ramadan bakda Magrib nanti. Malam ke-27 adalah malam yang istimewa dalam bulan Ramadan karena termasuk malam ganjil waktu datangnya lailatul qadar.

Pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadan, Rasulullah SAW menganjurkan umat Islam untuk mencari malam lailatul qadar, pada malam ini Allah SWT melipatgandakan pahala bagi hamba-Nya yang khusyuk beribadah.

Menurut riwayat paling kuat, sebagaimana dikatakan Sayyid Sabiq dalam Kitab Fiqih Sunnah, lailatul qadar terletak pada malam 27 Ramadan. Menyambut datangnya malam penuh kemuliaan tersebut, penceramah Tarawih bisa menyampaikan kultum malam 27 Ramadan.


Berikut contoh kultum malam 27 Ramadan bertema Keistimewaan Malam Lailatul Qadar sebagaimana dinukil dari buku Kumpulan 101 Kultum tentang Islam karya M Quraish Shihab.

Kultum Malam 27 Ramadan

Lailat al-Qadr merupakan kata majmu yang secara harfiah, kata lailat berarti malam, sedangkan qadr artinya kemuliaan, sempit, atau takdir.

Malam lailatul qadar dapat diartikan sebagai malam yang mulia, hal itu dikarenakan malam lailatul qadar lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu Al-Qur’an pertama kali ditampakkan Allah SWT melalui kehadiran Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW di Gua Hira.

Kalau qadar diartikan sempit, maka hal itu oleh sebagian ulama dipahami bahwa ilustrasi dari banyak dan silih bergantinya malaikat-malaikat yang turun pada malam itu sehingga bumi “seakan-akan sempit” karena kehadiran makhluk-makhluk suci tersebut.

Sedangkan, apabila qadar diartikan ukuran dan ketetapan, maka itu dipahami dalam arti pada malam itu Allah SWT menetapkan ukuran dan takdir setiap makhluk untuk setahun atau mengisyaratkan bahwa turunnya Al-Qur’an menjadi ketetapan Allah SWT untuk menjadikan manusia yang “ditemui” lailatul qadar memperoleh keselamatan dan kedamaian sepanjang hayatnya.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa semua makna mengenai lailatul qadar bisa jadi benar.

Banyak sekali uraian dan riwayat yang berkaitan dengan malam lailatul qadar, baik mengenai maknanya, tanda-tandanya, maupun dugaan waktu kehadirannya.

Namun, satu hal yang harus digarisbawahi bahwa hakikat malam itu dan keistimewaannya amat sangat agung sehingga tidak dapat terjangkau oleh nalar manusia. Hal ini oleh pakar-pakar tafsir Al-Qur’an yang dipahami sebagai “pertanyaan” yang diajukan Al-Qur’an ketika membahas mengenai malam lailatul qadar.

Pada ayat kedua surah al-Qadr, وَمَآ اَدْرٰىكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِۗ ٢ (Wa mā adrāka mā lailatul-qadr(i)). Kalimat ma adraka ini diartikan sebagai hal-hal yang tidak terjangkau oleh nalar manusia, kecuali menyangkut hal-hal yang tidak dapat dinalar oleh manusia. Hal ini juga mengisyaratkan bahwa lailatul qadar dan keistimewaan-keistimewaannya tidak dapat terjangkau, kecuali melalui penjelasan Allah SWT dan Rasul-Nya.

Dari sekian banyak riwayat yang ditemukan dalam literatur agama dan dinisbahkan kepada Rasulullah SAW tentang malam mulia tersebut baik shahih maupun lemah.

Seperti hadis berikut yang diriwayatkan oleh Muslim,

Rasulullah SAW juga menggambarkan bahwa paginya malam lailatul qadar agar seorang muslim mengetahuinya dari Ubai RA ia berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Pagi hari malam Lailatul Qadar, matahari terbit tidak menyilaukan, seperti bejana hingga meninggi.”

Tapi yang pasti menurut Al-Qur’an, bahwa pada malam itu para malaikat bergantian turun dan bahwa kedamaian terasa hingga terbit fajar.

Terlepas dari itu, muncul pertanyaan baru apakah lailatul qadar hanya terjadi sekali, yakni pada malam turunnya Al-Qur’an saja atau ia terjadi setiap tahun?

Jika menurut dari mayoritas ulama mengatakan bahwa, malam ini terjadi di setiap tahun di bulan Ramadan. Lantas, kapan tepatnya di bulan Ramadan itu? Pada awal, pertengahan, atau akhirnya?

Mengenai hal tersebut ada riwayat yang menyatakan bahwa Rasul SAW sengaja tidak menyampaikan persisnya kapan. Konon sahabat Nabi SAW, Abdullah bin Anas, pernah bertanya tentang hal tersebut kepaada Nabi SAW, lalu beliau bersabda,

لولا أن يترك الناس الصلاة إلا تلك الليلة لأخبرتك

Artinya: “Seandainya manusia tidak meninggalkan salat, kecuali pada malam itu, maka tentu aku akan memberitahukanmu” (HR Abd ar-Rahaim al-Iraqy)

Sementara itu, sahabat Nabi Muhammad SAW yang lain, Ibnu Mas’ud pernah berucap, “Siapa yang melaksanakan dengan baik tuntunan agama selama setahun, ia akan bertemu dengan lailatul qadar.”

Sahabat Nabi SAW yang ditanyai tentang pendapat Ibnu Mas’ud, yakni Ubay bin Ka’ab menjawab: “Semoga Allah SWT mengampuni Ibnu Mas’ud. Ia sebenarnya mengetahui bahwa itu pada malam 27 Ramadan, tetapi beliau tidak mau orang hanya berkonsentrasi dalam beribadah pada malam itu.”

Pada riwayat lain juga menyebutkan,

“Carilah lailatul qadar pada malam ganjil sepuluh terakhir Ramadan.” (HR Bukhari).

Pada dasarnya tidak ada informasi yang pasti pada malam ke berapa di sepuluh malam terakhir itu. Ada riwayat yang menyatakan bahwa malam lailatul qadar terjadi pada malam 21, 23, 25, 27, dan 29 Ramadan.

Namun, jika berdasarkan pendapat yang populer adalah bahwa lailatul qadar diduga terjadi pada malam 27 Ramadan. Hal ini dijelaskan oleh ulama besar sekaligus pakar hukum Islam dan tafsir Al-Qur’an, yakni al-Qurthuby.

Ia mengemukakan aneka pendapat tentang lailatul qadar dalam tafsirnya pandangan shufi Abu Bakar al-Warraq yang menyatakan bahwa: “Allah mengisyaratkan malam lailatul qadar dalam kata-kata yang terdapat dalam surah al-Qadr. Beliau membacanya kata demi kata sembari menghitung dan ketika sampai hiya/dia, yakni lailatul qadar kata tersebut berada di urutan ke-27.

Memang, sesudah kata hiya, terdapat tiga kata lagi, yaitu hatta mathla’ il-fajr sehingga kata-kata itu berjumlah 30 kata yang mengisyaratkan jumlah hari dalam sebulan.

Lebih lanjut al-Qurthuby menulis bahwa kata يْلَةُ الْقَدْرِۗ Lailat al-qadr terulang tiga kali dalam surah ini, sedang jumlah hurufnya ada sembilan. Jadi, dapat disimpulkan 3 x 9 = 27.

Entah kapan datangnya malam lailatul qadar, sudah semestinya kita mempersiapkan diri untuk menyambut malam yang mulia itu bagaikan tamu yang agung. Malam itu tidak akan datang menemui seseorang, kecuali yang ia ketahui persis bahwa ia akan disambut dengan baik dan bahwa yang menyambutnya telah mempersiapkan penyambutan yang layak baginya.

Betapapun, ciptakanlah kedamaian dalam diri anda dengan orang lain, bahkan seluruh lingkungan anda. Insya Allah, ia akan menyapa anda. Lalu sesuai jawaban Nabi SAW kepada istri beliau, as-Sayyidah Aisyah RA yang bertanya:

Kami meriwayatkan dengan sanad-sanad shahih, dalam Kitab At-Tirmidzi, Kitab An-Nasa’I, dan Kitab Ibnu Majah, serta yang lain, dari Sayyidah Aisyah RA dia mengatakan; Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, jika aku mengetahui datangnya lailatul qadar, apa yang harus kuucapkan?” Beliau menjawab,

اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّى

Arab latin: Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu’anni

Artinya: “Ucapkanlah, ‘Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun dan suka mengampuni. Karena itu, ampunilah aku.”

Imam At-Tirmidzi berkata, “Hadits ini adalah hasan shahih”

Demikian, wa Allah A’lam

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

detikKultum Prof Nasaruddin Umar: Pentingnya Menghargai Tamu



Jakarta

Menghargai tamu merupakan satu dari sekian banyak adab yang diatur dalam Islam. Saking pentingnya, menghargai tamu termasuk ciri dari orang yang beriman kepada Allah SWT.

Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda:

“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya dia memuliakan tamunya,” (HR Bukhari dan Muslim).


Menurut penuturan Prof Nasaruddin Umar dalam detikKultum detikcom, Senin (17/4/2023), menghargai tamu menjadi bentuk respect kita terhadap Allah SWT. Tamu yang datang bukanlah hanya sekadar tamu, tapi juga tamu Allah.

“Jika memelihara tamu, menjemput tamu, memberikan fasilitas, respect terhadap tamu, berarti kita respect terhadap Allah SWT,” ujarnya.

Semakin rajin dan aktif kita menerima tamu, semakin aktif juga Allah akan berbuat baik kepada kita. Menghargai tamu tidak hanya dianjurkan kepada sesama kaum muslim, melainkan juga non muslim sekali pun.

Saking mulianya tamu, Allah SWT membawa rezeki melalui tamu yang datang. Jatah makan dan minum yang diberikan kepada tamu akan dilipatgandakan oleh Allah dan diberi pahala yang berlimpah.

“Nah inilah saya ingin menyadarkan diri saya dan kita semuanya bapak ibu, mari kita jadikan tamu itu tamunya Allah. Bukan tamu kita. Mari kita menghormati, menghargai, berikan apa yang ada pada diri kita sendiri tanpa harus memaksakan diri,” ujar Prof Nasaruddin.

Lebih lanjut ia menjelaskan, semakin rajin seseorang menerima tamu maka Allah SWT akan memberikannya rezeki dan berkah. Karenanya, ia mengimbau kaum muslimin untuk menghargai dan menerima tamu sebaik mungkin.

Tetapi, apabila kita masih merasa tamu sebagai beban, merepotkan, hingga menyita waktu maka kita tergolong orang yang belum bersahabat dengan Allah. Sebab, Allah SWT menganjurkan umatnya untuk menjamu memelihara tamu yang berkunjung.

Rasulullah SAW sendiri mencontohkan kepada para sahabat dan umatnya dalam memperlakukan tamu sebaik-baiknya karena menghormati dan memuliakan orang lain adalah adab dalam Islam wajib diamalkan oleh semua umat muslim. Terlebih, apabila tamu tersebut datang dari tempat yang sangat jauh.

Selengkapnya detikKultum Prof Nasaruddin Umar: Adab Menghargai Tamu dapat disaksikan DI SINI.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Tingkatkan Kualitas Ibadah di Akhir Ramadan



Jakarta

Banyak amalan yang bisa dikerjakan pada 10 hari terakhir Ramadan. Ustaz Zacky Mirza menjelaskan tentang amalan ibadah ritual dan ibadah sosial yang dapat ditingkatkan di 10 hari terakhir Ramadan.

Ustaz Zacky Mirza dalam Mutiara Ramadan detikcom, Senin (17/4/2023), menyebutkan beberapa amalan yang mempengaruhi peningkatan kualitas ibadah di penghujung Ramadan.

“Alhamdulillah kita masih diberi kesempaatan oleh Allah SWT untuk menjalani puasa di 10 hari terakhir Ramadan. Inilah momen di mana Allah SWT memberi kesempatan untuk kita memperbaiki semua ibadah kita,” ujar Ustaz Zacky.


Lebih lanjut, Ustaz Zacky Mirza juga menjelaskan macam-macam ibadah yang bisa ditingkatkan pada penghujung Ramadan ini.

1. Ibadah ritual

Ini adalah ibadah kepada Allah SWT dalam bentuk sholat, umroh, tadarus, itikaf dan lain sebagainya. Ibadah ini yang harus diperbaiki sepanjang akhir Ramadan.

2. Ibadah sosial

Selain ibadah ritual, ada juga ibadah sosial. “Di akhir Ramadan ada satu kewajiban yang harus ditunaikan bagi yang mampu yaitu membayar zakat. Dengan ibadah sosial, kita menjadi seseorang yang lebih baik lagi,” ujar Ustaz Zacky Mirza.

Dengan mengutip ayat Al-Qur’an dalam surat Al Ankabut ayat 45, Ustaz Zacky Mirza menegaskan firman Allag SWT tentang keutamaan sholat.

اتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ وَأَقِمِ الصَّلَاةَ ۖ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ ۗ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ

Artinya: “Bacalah Kitab (Al-Qur’an) yang telah diwahyukan kepadamu (Muhammad) dan laksanakanlah salat. Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar. Dan (ketahuilah) mengingat Allah (salat) itu lebih besar (keutamaannya dari ibadah yang lain). Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

“Coba deh detikers, di 10 hari terakhir Ramadan, apakah sholat kita sudah bisa bikin kita menjauhi fitnah dan ghibah. Apakah dengan tadarus, baca Al-Qur’an kira-kira kita pas puasa sudah bisa menghindari amarah atau belum?,” kata Ustaz Zacky.

Menurut Ustaz Zacky Mirza, ibadah ritual dan sosial harus seimbang sehingga terbentuk kesempurnaan.

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam An-Nasai dan Ibnu Majah, Nabi Muhammad SAW bersabda:

رُبَّ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إلَّا الْجُوعُ وَرُبَّ قَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ قِيَامِهِ إلَّا السَّهَرُ

“Berapa banyak orang yang berpuasa, tidak mendapat pahala puasa kecuali hanya lapar dan hausnya saja. Berapa banyak orang yang bangun malam, tidak mendapat pahala kecuali hanya bangun malamnya saja.”

Seperti apa penjelasan selanjutnya tentang amalan di akhir Ramadan? Simak selengkapnya dalam video Mutiara Ramadan: Peningkatan Kualitas Ibadah di Bulan Terakhir Ramadan bersama Ustaz Zacky Mirza di SINI.

(dvs/lus)



Sumber : www.detik.com

Maksiat Terasa Asik karena Fitnah Dajjal



Jakarta

Sering kali berbuat maksiat terasa lebih mudah daripada berada di jalan ketaatan. Menurut Habib Ja’far, hal itu lantaran adanya fitnah Dajjal.

Habib Ja’far menjelaskan, sebenarnya maksiat itu tidak lebih mudah daripada taat. Ia menyebut, sesungguhnya yang terasa mudah adalah taat, terlebih Islam merupakan agama yang paling mudah di antara agama yang diturunkan Allah SWT sebelumnya.

“Nah kata kuncinya itu di terasa. Jadi tidak sebenarnya maksiat itu lebih mudah atau lebih enak daripada taat. Sebenarnya yang enak, yang mudah itu adalah taat,” ujar Habib Ja’far dalam detikKultum detikcom, Selasa (18/4/2023).


Habib Ja’far menceritakan, dalam agama sebelumnya, yakni agama Nabi Musa AS, saat kaum bani Israil menyembah patung yang mereka sebut Samiri, mereka harus bunuh diri atau dibunuh oleh saudaranya ketika melakukan pertobatan.

Menurut riwayat Ibnu Abbas RA, akhirnya mereka yang wafat itu tercatat dalam keadaan syahid karena sudah bertobat. Adapun, yang masih hidup akan diampuni dosanya karena mereka telah berniat untuk tobat.

Sebagaimana Allah SWT berfirman,

وَاِذْ قَالَ مُوْسٰى لِقَوْمِهٖ يٰقَوْمِ اِنَّكُمْ ظَلَمْتُمْ اَنْفُسَكُمْ بِاتِّخَاذِكُمُ الْعِجْلَ فَتُوْبُوْٓا اِلٰى بَارِىِٕكُمْ فَاقْتُلُوْٓا اَنْفُسَكُمْۗ ذٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ عِنْدَ بَارِىِٕكُمْۗ فَتَابَ عَلَيْكُمْ ۗ اِنَّهٗ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ ٥٤

Artinya: “(Ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya, “Wahai kaumku, sesungguhnya kamu telah menzalimi dirimu sendiri dengan menjadikan (patung) anak sapi (sebagai sembahan). Oleh karena itu, bertobatlah kepada Penciptamu dan bunuhlah dirimu. Itu lebih baik bagimu dalam pandangan Penciptamu. Dia akan menerima tobatmu. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang.” (QS Al Baqarah: 54)

Sementara itu, kata Habib Ja’far, jalan tobatnya umat Nabi Muhammad SAW itu mudah, yakni cukup dengan mengucap istighfar maka gugurlah dosa-dosa kita. Terlebih jika dilakukan pada bulan Ramadan ini.

“Sekali istighfar semua dosa sebanyak apapun sebesar apapun hilang dengan satu kali istighfar asalkan memang tulus dan tidak mempermainkannya. Itu hilang semua dosa-dosa apapun dosa kita, meskipun dosa menyekutukan Allah atau syirik sekalipun. Apalagi di bulan yang penuh pengampunan seperti Ramadan saat itu,” ujar Habib Ja’far.

Lantas, mengapa maksiat yang terasa asik disebabkan oleh fitnah Dajjal? Selengkapnya detikKultum Habib Ja’far: Maksiat Terasa Asik karena Fitnah Dajjal tonton DI SINI.

(kri/lus)



Sumber : www.detik.com

Sebesar Apapun Dosa, Jangan Berputus Asa



Jakarta

Sebagai manusia, tentulah kita tak luput dari segala kesalahan dan dosa. Meski begitu, kita tidak boleh berputus asa atas dosa-dosa yang telah kita perbuat, pun dari rahmat Allah.

Dalam surat Az Zumar ayat 53, Allah SWT berfirman,

قُلْ يَٰعِبَادِىَ ٱلَّذِينَ أَسْرَفُوا۟ عَلَىٰٓ أَنفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا۟ مِن رَّحْمَةِ ٱللَّهِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يَغْفِرُ ٱلذُّنُوبَ جَمِيعًا ۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلْغَفُورُ ٱلرَّحِيمُ


Arab latin: Qul yā ‘ibādiyallażīna asrafụ ‘alā anfusihim lā taqnaṭụ mir raḥmatillāh, innallāha yagfiruż-żunụba jamī’ā, innahụ huwal-gafụrur-raḥīm

Artinya: “Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang,”

Berkenaan dengan itu Prof Nasaruddin Umar dalam detikKultum detikcom, Selasa (18/4/2023), menyampaikan kisah yang tertuang dalam sebuah hadits mengenai seorang pencuri kain kafan. Ia mengisahkan bahwa sang pemuda itu jatuh cinta terhadap kembang desa.

Sayangnya, tiap kali si pemuda yang tak lain pencuri kain kafan itu kerap ditolak cintanya oleh gadis pujaan hatinya. Karena itu pula, pemuda tersebut frustasi.

Tiba-tiba tersiar kabar bahwa kembang desa itu meninggal. Mendengar hal itu, si pemuda makin frustasi dan sedih.

Namun, dia tak kehabisan akal. Setelah dikuburkan, jenazah si gadis desa itu diambil dari tanah kuburan dan diletakkan di pinggir makam.

“Bukan saja sampai di situ, tapi dia gauli (jenazah kembang desa) sampai sepuasnya. Setelah puas, kain kafannya pun juga diambil lalu ia pergi,” ujar Prof Nasaruddin menceritakan.

Semenjak kejadian itu, entah kenapa si pemuda merasa bersalah atas dosa yang ia perbuat. Sampai tiba-tiba, ia menangis sambil meraung-raung di dekat masjid Nabi SAW dan para sahabat.

Merasa terganggu, nabi dan para sahabat datang ke sumber suara sambil bertanya apa yang sebenarnya terjadi pada pemuda tersebut. Ia lantas menjawab bahwa dirinya telah melakukan dosa yang sangat besar.

Pemuda itu menuturkan, saking besarnya dosa tersebut sampai-sampai melebihi Allah yang Maha Besar. Hal itu lantas membuat marah para sahabat, diusirnya lelaki itu.

Namun, Rasulullah SAW mendapat informasi dari Allah SWT untuk menyusul dan mencari pemuda itu. Sebab, dirinya tengah melakukan pertobatan yang luar biasa.

Setelah mendaki puncak gunung, bertemulah Nabi SAW dengan si pemuda yang sebelumnya diusir itu. Di sana, Rasulullah kembali bertanya agar lelaki itu mau memberi tahu dosa yang dikerjakannya.

Kisah selengkapnya dapat disaksikan dalam detikKultum Prof Nasaruddin Umar: Tidak Boleh Berputus Asa, klik DI SINI.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Penyebab Jodoh Tak Kunjung Datang



Jakarta

Jodoh merupakan rahasia Allah SWT yang waktunya telah ditetapkan oleh-Nya. Ada beberapa hal yang menyebabkan jodoh tak kunjung datang.

Menurut Habib Ja’far, hal pertama yang harus kita sadari terkait hal ini adalah bahwa jodoh itu akan datang di waktu yang tepat, bukan di waktu yang cepat. Ia mengatakan, bisa saja jodoh yang tak kunjung datang ini adalah cara Allah SWT agar kita lebih siap mendapatkan jodoh terbaik.

“Dengan begitu bisa jadi apa yang kau sebut sebagai keterlambatan datangnya jodohmu itu adalah cara Allah untuk menyiapkan kamu guna mendapatkan jodoh terbaik atau menyelamatkan kamu dari terjebaknya pada hubungan yang toxic,” kata Habib Ja’far dalam detikKultum detikcom, Rabu (19/4/2023).


Karena itu, kata Habib Ja’far, kita tidak boleh berprasangka buruk atas ketetapan Allah SWT terhadap jodoh kita. Kita perlu yakin bahwa tidak ada kata terlambat pada jodoh jika telah mengupayakan secara lahir dan batin.

Habib Ja’far menukil sabda Nabi SAW bahwasanya pernikahan itu adalah bagi yang mampu dan jika tidak mampu maka kita dianjurkan untuk berpuasa. Rasulullah SAW bersabda kepada seorang pemuda,

يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ، مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ، فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ.

Artinya: “Wahai para pemuda, barang siapa di antara kalian yang mampu menikah, maka menikahlah. Karena menikah lebih dapat menahan pandangan dan lebih memelihara kemaluan. Dan barang siapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia berpuasa; karena puasa dapat menekan syahwatnya (sebagai tameng).'” (HR Bukhari, Muslim, dan At-Tirmidzi)

Habib Ja’far menjelaskan, mampu dalam hal ini bukan hanya secara fisik, tapi juga kemampuan dari segi finansial, terutama bagi laki-laki yang menjadi pemberi nafkah. Juga dalam hal kesiapan mental.

Kemungkinan yang kedua, kata Habib Ja’far, bisa saja Allah SWT telah memberikan petunjuk tentang siapa jodoh kita, tapi kita lalai dan akhirnya mengabaikan petunjuk tersebut.

Bagaimana agar kita peka terhadap petunjuk Allah SWT tentang jodoh kita? Selengkapnya detikKultum Habib Ja’far: Penyebab Jodoh Tak Kunjung Datang tonton DI SINI.

(kri/lus)



Sumber : www.detik.com

Mahabbah, Bentuk Cinta Sejati kepada Allah SWT



Jakarta

Mahabbah merupakan bentuk cinta yang sangat sejati kepada Tuhan semesta alam, Allah SWT. Kata mahabbah berasal dari bahasa Arab.

Dalam kajian tasawuf, mahabbah dimaknai mencintai Allah dan mengandung arti patuh kepada-Nya serta membenci sikap apapun yang melawan Allah SWT. Menurut penuturan Prof Nasaruddin Umar dalam detikKultum detikcom, Rabu (19/4/2023), mahabbah merupakan cinta yang paling memuncak kepada Allah.

“Nah apa itu mahabbah? Cinta yang paling sejati kepada Allah SWT. Mahabbah ini adalah cinta yang paling sejati, cinta yang paling memuncak kepada Allah,” katanya.


Apabila seseorang telah sampai di tahap mahabbah, maka ia akan lebih mencintai Allah daripada makhluk-makhluk lainnya. Prof Nasaruddin mencontohkan salah seorang sosok sufi wanita yang telah mencapai tingkat mahabbah, yaitu Rabi’ah al-Adawiyah.

Cinta Rabi’ah kepada Allah SWT diungkapkan dalam sebuah syair yang berbunyi,

“Ya Allah kalau kami menyembah engkau karena ingin masuk surga, jangan masukkan aku ke dalam surga. Ya Allah kalau aku menyembah engkau karena takut masuk neraka, masukkan aku ke neraka. Aku menyembah engkau karena aku mencintaimu ya Allah,”

Lebih lanjut, Prof Nasaruddin menerangkan apabila seseorang beribadah karena cinta maka ia disebut ahlullah. Namun, jika seseorang beribadah hanya karena takut masuk neraka, mengharapkan surga dan pahala, maka tingkat ibadahnya disebut dengan ahlul ibadah.

“Kalau sudah ahlullah, mahabbah, dia melakukan sesuatu karena dia sadar bahwa Tuhan itu siapa. Nah pemirsa, mari kita menjadi ahlullah,” imbaunya.

Prof Nasaruddin mengajak para kaum muslimin untuk belajar mencintai Allah semaksimal mungkin. Jangan hanya mencintai Tuhan hanya karena ditempa musibah atau menginginkan sesuatu.

“Cintailah Allah dalam keadaan apapun, maka insyaAllah kita akan berada pada posisi yang benar-benar diridhai Allah SWT,” pungkasnya.

Selengkapnya detikKultum Prof Nasaruddin Umar: Cinta Sejati kepada Allah SWT dapat disaksikan di SINI.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Sucikan Jiwa dengan Istighfar dan Taubat di Akhir Ramadan



Jakarta

Memperbanyak istighfar dan taubat menjadi amalan mulia yang bisa dikerjakan di akhir Ramadan. Bulan ini menjadi momen istimewa karena Allah SWT melipatgandakan pahala dari setiap ibadah.

Ustaz Zacky Mirza dalam Mutiara Ramadan detikcom, Selasa (18/4/2023), menjelaskan tentang istighfar dan taubat yang merupakan amalan untuk mensucikan jiwa di akhir Ramadan.

Manusia adalah makhluk yang sering berbuat salah dan khilaf, namun Allah akan mengampuni setiap kesalahan hambanya yang bertaubat.


“Sebaik-baiknya hamba Allah adalah yang merasa dia bukan siapa-siapa. Penyakit hati terberat adalah bahwa kita merasa ibadah kita paling banyak, ilmu kita paling benar, keyakinan dan akidah kita sudah tidak ada duanya. Itulah kenapa iblis diturunkan oleh Allah dari langit, karena sombong,” ujar Ustaz Zacky Mirza.

Lebih lanjut, Ustaz Zacky Mirza juga menegaskan bahwa manusia tidak akan pernah luput dari dosa. Al-insaanu mahallu al-khatha’ wa al-nisyaan yang artinya manusia itu tempatnya salah dan lupa.

Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda:

وَعَنْ أَنَسٍ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم : “كُلُّ بَنِيْ آدَمَ خَطَّاءٌ، وَخَيْرُ الْخَطَّائِيْنَ التَّوَّابُوْنَ.” أَخْرَجَهُ التِّرْمِذِيُّ، وَابْنُ مَاجَهْ، وَسَنَدُهُ قَوِّيٌ.

Artinya: Dari Anas radhiallahu’anhu, beliau berkata, “Rasulullah bersabda, ‘Seluruh anak Adam senantiasa berbuat kesalahan dan sebaik-baik orang yang berbuat kesalahan adalah mereka yang bertaubat’.” (HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Melalui hadits ini, Ustaz Zacky Mirza menjelaskan bahwa orang yang taubat adalah orang yang mengembalikan hatinya kepada Allah SWT.

“Orang yang bertaubat adalah orang yang mengembalikan hatinya kepada Allah. Apa bedanya hijrah dengan taubat? Hijrah belum tentu taubat, tapi orang yang bertaubat hatinya sudah berhijrah,” jelas Ustaz Zacky Mirza.

Melalui momen Ramadan, umat muslim bisa memanfaatkan waktu untuk bertaubat. “Allah kasih kesempatan buat kita merasa lapar dan haus saat puasa di bulan Ramadan, supaya kita bisa berpikir dengan jernih.”

Seperti apa penjelasan selanjutnya tentang taubat dan cara mensucikan jiwa di akhir Ramadan? Simak selengkapnya dalam video Mutiara Ramadan: Menyucikan Jiwa dengan Istighfar dan Taubat di Akhir Ramadan bersama Ustaz Zacky Mirza di SINI.

(dvs/lus)



Sumber : www.detik.com

Muliakan Al-Qur’an di Bulan Ramadan



Jakarta

Banyak amalan mulia yang bisa dikerjakan saat bulan Ramadan, termasuk salah satunya memuliakan Al-Qur’an. Umat muslim yang memuliakan Al-Qur’an akan dinaungi perlindungan Allah SWT.

Ustaz Zacky Mirza dalam Mutiara Ramadan detikcom, Rabu (19/4/2023), menjelaskan tentang cara memuliakan Al-Qur’an khususnya di bulan Ramadan.

“Bulan Ramadan juga disebut syahrul barokah, bulan yang penuh keberkahan. Bulan ramadan juga disebut syahrul Quran karena di bulan ini Allah menurunkan Al-Qur’an,” kata Ustaz Zacky Mirza.


Lebih lanjut, ustaz Zacky Mirza mengatakan bahwa di bulan Ramadan merupakan momen yang tepat untuk memuliakan Al-Qur’an. “Sebenarnya Allah mau kita memuliakan al-quran sehingga sepanjang hidup kita dimuliakan Allah,” lanjutnya.

Al-Qur’an bisa menjadi sarana untuk mendekatkan diri dengan Allah SWT. Apalagi Al-Qur’an memuat banyak hal tentang kehidupan sehari-hari. Jika tengah dilanda masalah dan rintangan hidup, maka Al-Quran bisa menjadi obat.

“Al-Qur’an ini ayat-ayat cintanya Allah. Ayat-ayat cinta yang paling dahsyat, Al-Qu’ran nur karim, bacaan yang mulia,” sambungnya.

Ustaz Zacky Mirza juga mengutip ayat Al-Quran dalam surat Al-Hijr ayat 9

إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا ٱلذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُۥ لَحَٰفِظُونَ

Arab-Latin: Innā naḥnu nazzalnaż-żikra wa innā lahụ laḥāfiẓụn

Artinya: Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.

“Siapapun yang menjaga Al-Qur’an maka Allah akan jaga. Allah memuliakan hambanya yang memuliakan Al-Qur’an,” jelas Ustaz Zacky Mirza.

Seperti apa penjelasan selanjutnya tentang cara memuliakan Al-Qur’an di bulan Ramadan? Simak selengkapnya dalam video Mutiara Ramadan: Ramadan, Bulannya Al-Qur’an bersama Ustaz Zacky Mirza di SINI.

(dvs/lus)



Sumber : www.detik.com

Khutbah Jumat Tema Mempersiapkan Diri Sambut Idul Fitri 1444 H



Jakarta

Sebagian umat muslim sudah menetapkan 1 Syawal 1444 H jatuh pada Jumat, tanggal 21 April 2023. Ada khutbah Jumat yang bisa dibawakan dengan tema mempersiapkan diri menyambut Idul Fitri.

Bagi umat muslim yang merayakan Idul Fitri pada hari Jumat, maka bertepatan dengan momen pelaksanaan sholat Jumat. Idul Fitri merupakan hari raya, hari besar bagi umat Islam. Demikian juga dengan hari Jumat yang menjadi hari paling istimewa di antaranya hari lainnya, tak heran jika umat muslim khususnya pria diwajibkan untuk melaksanakan sholat Jumat.

Mengutip laman resmi Kemenag, Kamis (20/4/2023) berikut salah satu khutbah Jumat dengan tema Menyambut Idul Fitri.


Naskah Khutbah Jumat Tema Menyambut Idul Fitri

Khutbah Pertama

اَلْحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ نَوَّرَ قُلُوْبَ أَوْلِيَائِهِ بِأَنْوَارِ الْوِفَاقِ، وَرَفَعَ قَدْرَ أَصْفِيَائِهِ فِيْ الْأَفَاقِ، وَطَيَّبَ أَسْرَارَ الْقَاصِدِيْنَ بِطِيْبِ ثَنَائِهِ فِيْ الدِّيْنِ وَفَاقَ، وَسَقَى أَرْبَابَ مُعَامَلَاتِهِ مِنْ لَذِيْذِ مُنَاجَتِهِ شَرَابًا عَذْبَ الْمَذَاقِ، فَأَقْبَلُوْا لِطَلَبِ مَرَاضِيْهِ عَلَى أَقْدَامِ السَّبَاقِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْبَرَرَةِ السَّبَاقِ، صَلَاةً وَسَلَامًا اِلَى يَوْمِ التَّلَاقِ

أَشْهَدُ أَنْ لَااِلَهَ اِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، شَهَادَةً صَفَا مَوْرِدُهَا وَرَاقَ، نَرْجُوْ بِهَا النَّجَاَةَ مِنْ نَارٍ شَدِيْدَةِ الْاَحْرَاقِ، وَأَنْ يَهُوْنَ بِهَا عَلَيْنَا كُرْبُ السِّيَاقِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَشْرَفَ الْخَلْقِ عَلَى الْاِطْلَاقِ، اَلَّذِيْ أُسْرِيَ بِهِ عَلَى الْبَرَاقِ، حَتَّى جَاوَزَ السَّبْعَ الطِّبَاقِ. أَمَّا بَعْدُ، أَيُّهَا الْاِخْوَانُ أُوْصِيْكُمْ وَاِيَايَ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ، بِامْتِثَالِ أَوَامِرِهِ وَاجْتِنَابِ نَوَاهِيْهِ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

Ma’asyiral muslimīn a’azzakumullāh.
Mengawali khutbah yang singkat ini, khatib berwasiat kepada kita semua, terutama kepada diri khatib pribadi untuk senantiasa berusaha meningkatkan ketakwaan dan keimanan kita kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan menjalankan semua kewajiban dan menjauhkan diri dari segala yang dilarang dan diharamkan.

Jamah yang dimuliakan Allah.
Selama satu bulan Ramadhan, Allah swt mendorong umat Muslim untuk memperbanyak ibadah. Ada yang senantiasa bertadarus Al-Qur’an, rajin shalat tarawih, berbagi sedekah takjil, rajin shalat jamaah, dan ibadah-ibadah lainnya. Di penghujung Ramadhan, kita semua bersiap untuk melepas kepergian bulan mulia ini sekaligus bersiap menyambut kedatangan hari raya Idul Fitri.

Saat Idul Fitri inilah semua umat Muslim bersukaria. Memakai baju baru, menyiapkan aneka kue lebaran untuk menyambut tamu, berkumpul dengan sanak saudara, dan sejumlah momen bahagia lainnya. Anjuran untuk memperlihatkan ekspresi bahagia saat hari kemenangan ini dianjurkan oleh Rasulullah saw. Dalam satu hadits diriwayatkan,

عَنْ أَنَسٍ، قَالَ قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم الْمَدِينَةَ وَلَهُمْ يَوْمَانِ يَلْعَبُونَ فِيهِمَا فَقَالَ ‏”مَا هَذَانِ الْيَوْمَانِ‏”‏‏.‏ قَالُوا كُنَّا نَلْعَبُ فِيهِمَا فِي الْجَاهِلِيَّةِ‏.‏ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ‏”‏إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَبْدَلَكُمْ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا يَوْمَ الأَضْحَى وَيَوْمَ الْفِطْرِ”‏

Artinya, “Diriwayatkan dari sahabat Anas, ia berkata, ‘Sekali waktu Nabi saw datang di Madinah, di sana penduduknya sedang bersuka ria selama dua hari. Lalu Nabi bertanya ‘Hari apakah ini (sehingga penduduk Madinah bersuka ria)?’ Mereka menjawab ‘Dulu semasa zaman jahiliah pada dua hari ini kami selalu bersuka ria.’ Kemudian Rasulullah saw bersabda, ‘Sesungguhnya Allah swt telah menggantikannya dalam Islam dengan dua hari yang lebih baik dan lebih mulia, yaitu hari raya kurban (Idul Adha) dan hari raya fitri (Idul Fitri).'” (HR Abu Dawud).

Ma’asyiral muslimīn a’azzakumullāh.
Hanya saja, jangan sampai kebahagiaan di momen Idul Fitri membuat kita larut dalam kesenangan sehingga lupa bahwa pada hari kemenangan ini Allah menganjurkan kepada kita untuk beribadah dan tetap memiliki kesadaran sosial. Sebab, bisa jadi saat itu ada saudara sesama Muslim yang kondisi ekonominya sedang tidak baik-baik saja sehingga jangankan mengenakan baju baru, untuk menikmati makanan spesial Idul Fitri saja belum bisa.

Saat hari raya Idul Fitri, kesadaran sosial kita seharusnya semakin matang. Jika selama Ramadhan kita digembleng untuk menahan lapar dan dahaga sehingga bisa merasakan bagaimana menjadi orang yang hidupnya berkekurangan, maka Idul Fitri menjadi puncak kematangan empati kita sebagai seorang Muslim. Berbagi kepada saudara yang sedang berkekurangan di momen mulia ini menjadi salah satu bentuk pengamalan dari pengalaman yang sudah kita lalui selama berpuasa.

Bisa jadi saat kita sedang menikmati opor ayam atau bersuka ria memakai baju baru, masih ada saudara yang belum bisa merasakan kenikmatan ini. Oleh sebab itu tepat kiranya jika Idul Fitri dijadikan sebagai momen berbagi. Syekh Abdul Hamid al-Makki asy-Syafi’i dalam Kanzun Najāḥ was Surūr mengatakan,

لَيْسَ الْعِيْدُ لِمَنْ لَبِسَ الْجَدِيْدَ، إِنَّمَا الْعِيْدُ لِمَنْ طَاعَاتُهُ تَزِيْدُ، وَكُلُّ يَوْمٍ لاَ يُعْصَى فِيْهِ فَهُوَ عِيْدٌ

Artinya, “Bukanlah disebut hari ‘id (hari raya Idul Fitri) bagi orang yang mengenakan (pakaian) baru. Hari ‘id sesungguhnya adalah ketika ketaatan seseorang meningkat. Setiap hari ketika ia tidak melakukan maksiat, maka hari itu dinamakan ‘id.” (Abdul Hamid al-Makki asy-Syafi’i, Kanzun Najāḥ was Surūr, 2009: h. 263).

Apa yang dikatakan Syekh Abdul Hamid di atas menegaskan bahwa esensi hari raya Idul Fitri adalah sejauh mana kita mampu menjaga konsistensi ibadah kepada Allah dan berbuat baik terhadap sesama manusia. Memakai baju baru memang dianjurkan sebagai bentuk syukur atas nikmat hari agung ini, tapi jangan sampai ekspresi syukur tersebut berlebihan sehingga membuat kita lupa bahwa ternyata masih banyak saudara sesama muslim yang belum bisa bermewah ria seperti kita.

Ma’asyiral muslimīn a’azzakumullāh.
Selain menumbuhkan semangat berbagi, momen Idul Fitri juga harus digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah swt, terutama di malam harinya. Malam Idul Fitri merupakan momen bersuka cita, berkumpul dengan keluarga, bersilaturahmi ke sanak saudara, dan ragam pernik keceriaan lainnya. Namun jangan sampai suasana penuh gembira ini membuat kita terlalu larut dalam kesenangan sehingga lupa mengingat Allah swt. Sebab itu, Rasulullah pernah menyampaikan bahwa siapa yang menghidupkan malam Idul Fitri dengan beribadah maka hatinya akan tetap hidup saat banyak hati yang mati. Rasul bersabda,

مَنْ قَامَ لَيْلَتَىِ الْعِيدَيْنِ لِلهِ مُحْتَسِبًا لَمْ يَمُتْ قَلْبُهُ يَوْمَ تَمُوتُ الْقُلُوبُ

Artinya, “Siapa saja yang menghidupkan dua malam Id (Idul Fitri dan Idul Adha) karena Allah demi mengharap ridha-Nya, maka hatinya tidak akan mati pada hari di mana hati manusia menjadi mati.” (HR As-Syafi’i dan Ibn Majah).

Menurut Syekh Ahmad ash-Shawi, maksud “hati tidak mati” pada hadits di atas adalah orang tersebut tidak akan mengalami kebingungan saat sakaratul maut, menghadapi pertanyaan malaikat di alam kubur, dan di hari kiamat kelak. (Ahmad ash-Shawi, Bulghatus Sālik li Arqābil Masālik, 1995: juz I, h. 345-346).

Kita bisa meluangkan sebagian waktu di malam Idul Fitri untuk melakukan ibadah sunnah seperti shalat witir, tahajud, shalat Isya berjamaah, dan sebagainya. Kemudian juga berdoa agar Ramadhan tahun ini bukan yang terakhir bagi kita, melainkan bisa berjumpa di Ramadhan-Ramadhan selanjutnya.

Ma’asyiral muslimīn a’azzakumullāh.
Demikian khutbah singkat yang bisa khatib sampaikan. Semoga Ramadhan tahun ini menjadi saksi ketaatan kita semua kepada Allah swt, ibadah yang kita lakukan di dalamnya diterima, dan dianugerahi umur panjang untuk berjumpa di Ramadhan-Ramadhan yang akan datang.

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Demikian khutbah Jumat yang bisa dibawakan saat sholat Jumat.

(dvs/lus)



Sumber : www.detik.com