Category Archives: Dakwah

Mari Bantu Tuntaskan Ibadah Jemaah Lansia



Jakarta

Dalam situasi jemaah haji semakin hari membanjiri kota Makkah maka hal yang pertama kali ingin mereka lakukan adalah umrah qudum. Bagi Jemaah yang ingin melaksanakan umrah menggunakan layanan kursi roda di Masjidil Haram perlu berhati-hati akan layanan kursi roda, terkhusus Jemaah lansia yang akan menggunakan layanan ini.

Memang ketersediaan kursi roda gratis, ada di Masjidil Haram tetapi sulit untuk mendapatkannya, sebab keberadaannya terbatas dan posisi letaknya jauh dari jangkauan pintu masuk kedatangan jemaah haji Indonesia bila ke Masjidil Haram. Tepatnya sekitar lantai dasar sebelah kanan pintu satu King Abdul Aziz ada petunjuk panah bertuliskan “arobat” peminjaman kursi roda. Kursi roda ini dapat dipinjam oleh semua Jemaah Haji untuk mendorong sesama jemaah haji.

Di Masjidil Haram ada pula jasa pendorongan paket lengkap dengan kursinya yang beseliweran di dalam dan luar haram menawarkan jasa dorongan. Mereka ini jasa pendorong resmi dengan seragam khusus. Tetapi tidak ada standar tarif yang tetap bagi yang ingin menggunakan jasa mereka. Jemaah Haji harus menawar jasanya terlebih dulu. Harganya mengikuti kebutuhan pasar. Ditambah lagi tidak nyambungnya komunikasi penyedia jasa dorongan dengan jemaah haji.


Karena itu kami himbau kepada jemaah haji yang ingin menggunakan jasa dorongan kursi roda harus berhati-hati, jangan sampai tertipu. Minta bantuan kepada petugas sektor khusus yang ada di Masjidil Haram. Karena petugas kita dapat mengenali pendorong resmi dan pendorong ilegal.

Untuk menghindari pihak yang tidak bertanggung jawab akan jasa pendorongan kami lebih menganjurkan kepada jemaah haji agar saling membantu, diatur sendiri secara internal bagaimana solusi agar jemaah lansia dapat terbantu seperti yang muda dan kuat membantu pendorongan yang lansia.

Sesuai perintah (QS. Al-Maidah: 2) “Dan saling tolong menolonglah kalian dalam kebaikan”. Bukankah Jemaah Haji mengharapkan menjadi haji mabrur, yaitu haji yang penuh ketaatan, kebaikan, dan keberkahan. Itulah mabrur, haji yang berkualitas terhindar dari dosa dan baik budi pekerti. Rasul pernah ditanya, apakah haji mabrur itu? “Ith’amut tho’am wa ifsyaus salam” itulah jawaban Rasul. Haji mabrur adalah memberi bantuan kepada yang membutuhkan dan selalu menebar salam atau kebaikan.

Membantu ketuntasan proses ibadah jemaah haji lansia seperti membersamainya dalam pendorongan kursi roda ketika umrah atau nanti ketika thawaf ifadah merupakan kebaikan yang akan dibalas dengan pahala kemabruran juga.

Sangat banyak hadits yang menjelaskan bahwa bagi setiap orang yang mengerjakan kebaikan maka ia akan diberi balasan pahala kebaikan itu dan pahala orang yang mengikutinya. Dalam kaitan dengan membantu jemaah haji maka yang menolong akan diberi pahala yang sama dengan yang ditolong. Mabrur tentu akan dibalas dengan kemabruran oleh Allah SWT.

Pada sebuah hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah “Barang siapa yang menghilangkan kesusahan seorang muslim maka Allah akan membebaskannya dari salah satu kesusahan pada hari kiamat. Dan Allah akan memberi pertolongan kepada seorang hamba selama ia menolong saudaranya”.

H. Zulkarnain Nasution
Kasi Bimbingan Ibadah PPIH Arab Saudi Daker Makkah

(erd/erd)



Sumber : www.detik.com

Kejadian Luar Biasa di Tengah Perjalanan Hijrah Rasulullah ke Madinah



Jakarta

Rasulullah SAW hijrah ke Madinah karena keberadaan kaum kafir Quraisy di Makkah mengancam nyawa beliau dan umat Islam. Sepanjang perjalanan, ada sejumlah kejadian luar biasa yang terjadi.

Menukil Sirah Nabawiyah karya Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri, Rasulullah SAW meninggalkan rumah pada malam hari tanggal 27 Shafar tahun 14 kenabian menuju rumah Abu Bakar Ash-Shiddiq RA. Keduanya lalu bergegas meninggalkan rumah dari pintu belakang untuk keluar dari Makkah sebelum fajar tiba.

Rasulullah SAW menyadari betul bahwa orang-orang Quraisy akan mencarinya mati-matian dan satu-satunya jalur yang mereka perkirakan adalah jalur utama ke Madinah yang mengarah ke utara. Karenanya, beliau memutuskan mengambil jalur yang berbeda, yakni mengarah ke Yaman dari Makkah ke arah selatan.


Beliau tiba di Gunung Tsur setelah menempuh perjalanan sejauh 5 mil (sekitar 8 km). Tempat ini medannya sulit karena jalannya menanjak dan banyak bebatuan besar. Dikatakan, beliau saat itu tidak mengenakan alas kaki bahkan ada yang menyebut beliau berjalan dengan berjinjit hingga meninggalkan bekas telapak kaki di tanah.

Abu Bakar Ash-Shiddiq RA sempat memapah beliau hingga tiba di sebuah gua di puncak gunung. Gua tersebut dikenal dengan Gua Tsur. Keduanya lalu bersembunyi di dalam gua selama tiga malam, dari malam Jumat hingga malam Minggu.

Gejolak orang-orang Quraisy untuk mengejar dan membunuh Rasulullah SAW mulai meredup usai tiga hari tak membuahkan hasil. Kondisi ini membuat Rasulullah SAW mantap untuk pergi ke Madinah.

Ada sejumlah kejadian luar biasa di tengah perjalanan hijrah Rasulullah SAW. Salah satunya tatkala beliau melewati tenda Ummu Ma’bad. Ummu Ma’bad adalah seorang wanita yang terkenal sabar dan tekun. Dia duduk di serambi tendanya dan memberi makan dan minum kepada setiap orang yang melewati tendanya.

Sayangnya, tatkala beliau dan Abu Bakar Ash Shiddiq RA melintas, kondisi sedang paceklik. Domba-dombanya sudah tua dan tidak bisa mengeluarkan susu.

“Demi Allah, andaikan kamu mempunyai sesuatu, tentulah kalian tidak kesulitan mendapatkan suguhan. Sementara domba-domba itu tidak ada yang mengandung dan ini adalah tahun paceklik,” kata Ummu Ma’bad.

Rasulullah SAW mendatangi seekor domba betina di samping tenda. Beliau bertanya, “Ada apa dengan domba betina ini wahai Ummu Ma’bad?”

“Itu adalah domba betina yang sudah tidak lagi melahirkan anak,” jawab Ummu Ma’bad.

“Apakah ia masih mengeluarkan air susu?” tanya beliau.

“Ia sudah terlalu tua untuk itu,” jawab Ummu Ma’bad.

“Apakah engkau mengizinkan bila aku memerah susunya?” tanya Rasulullah SAW.

“Boleh, demi ayah dan ibuku. Jika memang engkau melihat domba itu masih bisa diperah susunya, maka perahlah!” jawab Ummu Ma’bad.

Rasulullah SAW lalu mengusap kantong kelenjar susu domba itu dengan menyebut asma Allah SWT dan berdoa. Seketika kantong kelenjar domba itu menggelembung dan membesar. Beliau meminta bejana milik Ummu Ma’bad lalu memerah susu domba itu ke dalam bejana.

Susu itu kemudian beliau berikan kepada Ummu Ma’bad yang langsung meminumnya hingga kenyang. Beliau juga memberikannya kepada rekan-rekannya hingga mereka kenyang. Baru kemudian beliau sendiri yang minum terakhir.

Setelah itu, beliau kembali memerah susu domba hingga bejana itu penuh dan meninggalkannya untuk Ummu Ma’bad. Kemudian, beliau melanjutkan perjalanan.

Tak berselang lama suami Ummu Ma’bad datang sambil menggiring domba-domba yang kurus dan lemah. Dia tak sanggup menutupi keheranannya ketika melihat ada air susu di samping istrinya.

“Dari mana ini? Padahal domba-domba itu mandul tidak lagi mengandung dan tidak lagi bisa diperah di dalam rumah,” ucapnya.

Ummu Ma’bad lantas menceritakan semuanya kepada sang suami. Mendengar itu, suaminya menyahut bahwa sosok yang diceritakan istrinya itu adalah orang yang sedang diburu oleh kaum Quraisy.

(kri/nwk)



Sumber : www.detik.com

2 Strategi Dakwah Nabi Muhammad di Makkah


Jakarta

Tahap pertama dakwah Nabi Muhammad SAW berlangsung di Makkah. Ada dua strategi dakwah Nabi Muhammad SAW di Makkah yang digunakan kala itu.

Strategi dakwah Nabi Muhammad SAW di Makkah ini ditempuh beliau untuk menyebarkan agama Islam kepada kaumnya supaya meninggalkan kepercayaan untuk menyembah berhala.

Syaikh Shafiyurrahman Al-Mubarakfuri dalam Ar-Rahiq al-Makhtum Sirah Nabawiyah menjelaskan bahwa setelah diangkat menjadi nabi dan rasul, Nabi Muhammad SAW menempuh dua fase untuk berdakwah.


Fase pertama yaitu berdakwah di Makkah kurang lebih selama 13 tahun dan fase kedua yaitu berdakwah di Madinah kurang lebih selama 10 tahun.

Pada masing-masing fase yang ditempuh oleh Nabi Muhammad SAW memiliki beberapa tahapan. Misalnya saja pada fase pertama yaitu berdakwah di Makkah di mana pada fase ini dibagi menjadi dua tahapan.

Pertama, tahap dakwah yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi selama 3 tahun. Kedua, yaitu tahap dakwah secara terang-terangan kepada penduduk Makkah, dari awal tahun keempat kenabian hingga hijrahnya Rasulullah SAW ke Madinah.

Setelah beliau mendapatkan wahyu, beliau mulai menapaki jalan dakwah dan memikul tanggung jawab yang besar. Beliau mengemban misi kemanusiaan, beban akidah, sekaligus beban perang.

Strategi Dakwah Nabi Muhammad di Makkah

1. Dakwah Sembunyi-sembunyi

Pada awalnya, beliau berdakwah dengan cara sembunyi-sembunyi selama 3 tahun. Setelah turunnya ayat-ayat surah al-Mudatsir Rasulullah SAW mulai menjalankan misi dakwah di jalan Allah SWT.

Saat itu, kaum Nabi Muhammad SAW tidak memiliki keyakinan dan hanya mengikuti tradisi nenek moyangnya saja. Berdakwah dengan cara sembunyi-sembunyi ini dilakukan Rasulullah SAW supaya penduduk Makkah tidak kaget dengan suatu ajaran yang tiba-tiba datang dan menggusarkan mereka.

Rasulullah SAW memulai dakwahnya dengan menyampaikan kepada keluarganya terlebih dahulu. Orang-orang yang percaya kepada Rasulullah SAW dan memeluk Islam pertama kali dikenal dengan as-sabiqunal awwalun.

Orang-orang tersebut di antaranya, Khadijah binti Khuwailid (istri Rasulullah SAW), Zaid bin Haritsah bin Syarahil al-Kalbi (mantan budak Nabi Muhammad SAW), Ali bin Abi Thalib (sepupu Nabi Muhammad SAW), dan Abu Bakar as-Siddiq (sahabat Nabi Muhammad SAW).

Kemudian Abu Bakar as-Siddiq mulai membantu dakwah Rasulullah SAW dengan menyeru kepada kaumnya. Ia memilih orang-orang yang percaya kepadanya, yang tentu saja mengenal dirinya dengan baik.

Dari bantuan Abu Bakar as-Siddiq ini, Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Waqqash, dan Thalhah bin Ubaidillah akhirnya memeluk agama Islam.

Syaikh Shafiyurrahman Al-Mubarakfuri menyebutkan bahwa jika dijumlahkan maka total mereka yang memeluk Islam pertama kali mencapai 130 orang baik laki-laki maupun perempuan.

2. Dakwah Terang-terangan

Lambat laun dakwah yang dilakukan oleh Rasulullah SAW ini didengar oleh kaum Quraisy namun mereka tidak peduli. Mereka mengira bahwa Nabi Muhammad SAW termasuk salah satu golongannya.

Namun, lama-kelamaan mulai muncul perasaan khawatir dari kaum Quraisy akan dakwah yang dibawa oleh Rasulullah SAW. Kemudian turunlah wahyu yang mengharuskan Nabi Muhammad SAW untuk menyampaikan dakwahnya secara terang-terangan.

Dakwah secara terang-terangan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW ini dimulai dari menyeru kepada bani Hasyim, hingga dakwah di atas Bukit Shafa.

Melihat kenyataan itu, kaum Quraisy menolak adanya dakwah dari Rasulullah SAW ini karena mereka khawatir akan merusak tradisi warisan nenek moyang mereka.

Dari dakwah yang dilakukan secara terang-terangan ini Rasulullah SAW beserta dengan kaum muslimin mendapat perlakuan yang buruk dari kaum kafir Quraisy. Bahkan, kaum Quraisy membuat kesepakatan bersama untuk melarang kaum muslimin menunaikan haji. Kaum kafir Quraisy juga mengejek, menghina, dan mengolok-ngolok Nabi Muhammad SAW dengan menyebut beliau sebagai orang gila.

Orang-orang musyrik itu melakukan berbagai cara untuk menghentikan dakwah Rasulullah SAW setelah disebarkan sejak permulaan keempat dari nubuwah. Berbagai tekanan ini terus dihadapi oleh Rasulullah SAW dan kaum muslimin, hingga mereka mulai berpikir untuk mencari keluar dari siksaan kaum kafir Quraisy ini.

Akhirnya, Rasulullah SAW menerima wahyu dari Allah SWT untuk melakukan hijrah. Maka, Rasulullah SAW dan kaum muslimin memutuskan untuk hijrah ke Habasyah.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

5 Pesantren yang Didirikan Wali Songo, Dirintis Sejak Wali Pertama


Jakarta

Penyebaran Islam di Indonesia tak lepas dari peran wali songo. Pesantren yang didirikan oleh wali songo menjadi salah satu bukti keberhasilan wali songo dalam menyebarkan agama Islam khususnya di Pulau Jawa.

Zulham Farobi dalam buku Sejarah Wali Songo menjelaskan bahwa hampir semua wali songo terlibat dalam segala perkembangan sejarah Islam di Nusantara. Sarana yang digunakan dalam dakwah salah satunya berupa pesantren-pesantren yang dipimpin oleh para wali songo.

Selain itu, wali songo menyebarkan Islam melalui media kesenian, seperti wayang. Para wali di tanah Jawa ini memanfaatkan pertunjukan tradisional sebagai media dakwah Islam.


Para wali songo ini menjadi pemimpin dalam menyebarkan agama Islam di daerah yang mereka tempati. Berkat perjuangan wali songo agama Islam menyebar ke seluruh penjuru Pulau Jawa.

Di dalam bidang pendidikan, peran wali songo terlihat dari didirikannya pesantren. Misalnya saja pesantren yang didirikan oleh Sunan Ampel di Ampel Denta yang dekat dengan Surabaya ini menjadi pusat penyebaran Islam pertama di Pulau Jawa.

Pesantren yang Didirikan Wali Songo

Mengutip buku Budaya Pesantren karya Ahmad Hariandi dkk, pesantren yang pertama kali didirikan adalah hasil rintisan Syekh Maulana Malik Ibrahim, tokoh wali songo paling awal yang dikenal dengan Sunan Gresik. Namun demikian, tokoh wali songo yang paling berhasil mendirikan dan mengembangkan pesantren dalam arti yang sesungguhnya adalah Raden Rahmat atau Sunan Ampel.

Berikut selengkapnya.

1. Pesantren Ampel Denta

Mengutip buku Sejarah Kebudayaan Islam karya Abu Achmadi dan Sungarso, Sunan Ampel memulai merintis dakwahnya dengan mendirikan Pesantren Ampel Denta. Sunan Ampel kemudian dikenal sebagai Pembina Pondok Pesantren di Jawa Timur. Hingga pada akhirnya, seorang keturunan Sunan Ampel menjadi penerus dakwahnya.

2. Pesantren Giri

Merujuk dari buku Sejarah Kebudayaan Islam karya Yusak Burhanudin dan Ahmad Fida bahwa Sunan Giri mendirikan pesantren di sebuah dataran tinggi yang terletak di Desa Sidomukti, sebuah desa di wilayah Gresik, Jawa Timur.

H. Abu Achmadi dan Sungarso dalam buku Sejarah Kebudayaan Islam menjelaskan bahwa dalam berdakwah materi yang disampaikan oleh Sunan Giri adalah mengenai akidah dan ibadah dengan pendekatan fikih yang disampaikan secara lugas.

Pesantren yang didirikan Sunan Giri pada mulanya tidak hanya digunakan sebagai sarana pendidikan, tetapi juga dijadikan sebagai pusat pengembangan masyarakat. Pesantren ini tumbuh dan berkembang sangat pesat. Hal tersebut dikarenakan banyaknya santri yang berdatangan dari berbagai daerah.

3. Pondok Pesantren Sunan Drajat

Sunan Drajat merupakan tokoh wali songo yang mengajarkan kedermawanan, kerja keras, dan peningkatan kemakmuran masyarakat sebagai pengamalan agama Islam.

Ia juga mendirikan Pondok Pesantren Sunan Drajat yang dijalankan secara mandiri sebagai wilayah pendidikan yang bertempat di Desa Drajat (sekarang masuk wilayah Kecamatan Paciran, Lamongan, Jawa Timur).

Tanah yang didirikan pesantren oleh Sunan Drajat merupakan hadiah pemberian Sultan Demak kepada Sunan Drajat atas jasanya menyebarkan agama Islam dan memerangi kemiskinan.

4. Pesantren Sunan Gunung Jati

Sunan Gunung Jati merupakan salah satu tokoh wali songo yang dikenal dengan jiwanya yang begitu mudah berbaur dengan masyarakat, sebagaimana dijelaskan Wawan Hermawan dan Ading Kusdiana dalam buku Biografi Sunan Gunung Djati: Sang Penata Agama di Tanah Sunda.

Ia dikenal dengan keluhuran akhlaknya, terlebih dengan penguasaan berbagai masalah keagamaan. Pendidikan yang diajarkan oleh Sunan Gunung Jati yakni menggabungkan antara keagamaan dengan seni.

Oleh karena itu, dengan pendidikan tersebut gagasan pendidikan pesantren Sunan Gunung Jati sangat mudah untuk diterima oleh masyarakat.

5. Pesantren Sunan Bonang

Sunan Bonang merupakan salah satu wali songo yang juga mendirikan pesantren. Sebagaimana yang dijelaskan dalam buku Cakrawala Budaya Islam oleh Abdul Hadi Wiji Muthari, Sunan Bonang mendirikan pesantren di sebuah desa kecil dekat kota Lasem, Jawa Tengah.

Di atas sebuah bukit gersang nan sunyi, Watu Layar, Sunan Bonang pernah membangun sebuah tempat tafakkur, dan zawiyah.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Mabrur



Jakarta

Dari sisi istilah, haji mabrur adalah haji yang diterima oleh Allah Swt. kemudian berdampak pada kebaikan diri, serta bermanfaat bagi orang lain. Oleh karenanya, al hajjul mabrur sebagai impian dari orang yang melaksanakan jemaah haji itu melalui tahapan. Mabrur tidak datang tiba-tiba. Tetapi harus diusahakan, mulai dari sebelum, saat, dan setelah pelaksanaan ibadah haji. Untuk mencapai hendaknya melaksanakan syariat sebagai berikut : Melakukan perjalanan ke Baitullah dengan menyempurnakan syarat dan rukun-rukunnya sehingga mendapatkan pahala haji ( haji yang mabrur ). Sebagaimana dalam firman-Nya surah al-Baqarah ayat 196 yang berbunyi, ” Sempurnakanlah haji dan umrah karena Allah.” Adapun ganjaran haji syariat ini adalah selamat dari siksaan Neraka Jahim dan kemurkaan-Nya. Ini dipertegas dengan firman-Nya surah ali-Imran ayat 97 yang artinya, “Orang yang masuk ke Baitullah ( beribadah haji ), maka ia akan aman.”

Mari kita simak kisah Ali bin Muwaffaq.
Suatu saat ketika Abdullah bin Mubarak sedang naik haji dan dirinya tertidur di Masjidil Haram kala menuaikan ibadah haji. Ia pun bermimpi. Dalam mimpinya beliau bertemu dengan dua orang malaikat yang saling bercakap-cakap.

Seorang malaikat bertanya pada malaikat yang lain, “Berapa jumlah orang yang menunaikan ibadah haji pada tahun ini?” kata salah satu diantara keduanya. “Enam ratus ribu,” jawab malaikat satunya. Lalu malaikat yang tadi bertanya lagi, “Berapa yang diterima hajinya?” Malaikat yang satunyapun menjawab,” Tidak ada yang diterima.”


Mendengar percakapan itu, Abdullah bin Mubarak menjadi terguncang dan hatinya merasa pedih. Kemudian ia pun menangis. “Semua orang yang ada di sini telah datang dari berbagai penjuru bumi. Dengan dengan kesulitan yang besar dan keletihan semuanya menjadi sia-sia?” pikir Ibnu Mubarak dalam mimpinya.

Tiba-tiba salah satu malaikat berkata lagi. “Kecuali hanya seorang tukang sepatu di Damaskus yang dipanggil Ali bin Muwaffaq. Dia tidak datang menunaikan ibadah haji, tetapi ibadah hajinya diterima dan seluruh dosanya telah diampuni. Bahkan berkat dialah ibadah seluruh jamaah haji ini diterima oleh Allah.”

Ketika Abdullah Ibnu Mubarak mendengar percakapannya itu, beliau terbangun dari mimpinya dan membuatnya termenung. Setelah selesai menunaikan ibadah haji, berangkatlah Abdullah bin Mubarak ke Damaskus. Mulai menelusuri jejak Ali bin Muaffaq di lorong-lorong kota. Sampai akhirnya tempat tinggal Muwaffaq ditemukan. Ibnu Mubarok langsung ceria karena ia sudah bertemu orang yang membuatnya penasaran. “Aku ingin berbincang denganmu, di sana ada masjid, mari berbincang di sana. Aku akan menceritakan apa yang kulihat di mimpiku. Aku adalah Abdullah bin Mubarak.” Mendengar cerita tersebut, Muwaffaq lalu menangis dan jatuh pingsan.

Setelah sadar Muwaffaq pun berkisah perihal rencananya untuk menunaikan ibadah haji. Ia mengatakan bahwa selama 40 tahun punya keinginan besar untuk melaksanakan ibadah haji. Untuk itu dirinya telah berhasil mengumpulkan uang sebanyak 350 dirham dari memperbaiki sepatu. Dia berkata pada dirinya sendiri, ‘Sabarlah, barangkali tahun ini aku bisa mendapatkan 50 dirham, hingga genaplah 400 dirham agar bisa menunaikan haji’.

Suatu ketika, istrinya yang sedang hamil mencium aroma sedap makanan yang dimasak tetangganya. Kemudian sang istri memohon kepada Muwaffaq agar dapat mencicipi masakan tetangganya itu walau sedikit. Lalu Muwaffaq pergi menuju tetangga yang kebetulan di sebelah rumahnya. Sesampai di rumah tetangganya itu Muwaffaq mengutarakan maksud kedatangannya. Pemilik rumah itu adalah seorang tetangga perempuan yang menjanda.

Tetangga tersebut berkata, ‘makanan ini haram bagimu tetapi halal bagiku’, lelaki itu pun bertanya, ‘kenapa makanan ini haram bagiku tetapi halal bagimu?”. Sambil menangis, tetangga tersebut berkata “Saudaraku, aku mempunyai anak-anak yatim yang masih kecil. Mereka seminggu ini belum makan. Hari ini aku melihat keledai mati tergeletak dan memotongnya kemudian memasaknya untuk mereka. Ini bukan makanan yang halal bagimu,” ungkapnya sambil sesenggukan dan berderai airmatanya.

Seketika itu hati Muwaffaq menjadi tersentuh. Ia kemudian pulang ke rumah dan mengambil tabungan yang terkumpul untuk berhaji dan diberikan kepada tetangganya yang membutuhkan itu. “Belanjakan uang ini untuk anakmu,” kata Muwaffaq. Saat itu ia berkata dalam hati,”Hajiku cukup di depan rumahku, semoga Allah mencukupkan derma ini untuk menunaikan haji bagiku.”

Ibnu Mubarak yang mendengar itu kemudian berkata, “Engkau benar, benarlah malaikat dalam mimpiku. Allah Maha Adil dalam hukum dan keputusan. Allah Maha Mengetahui tentang hakikat segala sesuatu.”

Kisah sangat menarik, bermula saat penulis shalat Jumat awal Juni 2023 khatib menceritakan kisah ini, tak terasa mata berkaca-kaca dan basah. Ali bin Muwaffaq mempunyai keinginan yang sangat kuat untuk menunaikan ibadah haji, dia menabung sedikit demi sedikit ( penghasilan tukang perbaiki sepatu ) selama 40 tahun. Karena keimanannya kepada Allah Swt. dan meneladani Rasulullah Saw. dalam hal lebih mementingkan kepentingan orang lain yang jauh lebih membutuhkan, maka Allah Swt. telah memberikan karunia-Nya dan menerima ibadah hajinya meskipun ia tidak datang menunaikan ibadah haji.

Akhlak seseorang seperti tukang sepatu ini langka untuk ditemukan saat ini. Untuk itu perlunya mendidik sejak usia dini dengan menanamkan akhlak. Keruntuhan kehidupan berbangsa dimulai dari melemahnya akhlak masyarakat. Jika hal ini telah terjadi, upaya untuk mengembalikannya membutuhkan biaya yang sangat besar.

Dalam musim haji tahun ini, penulis berdoa semoga semua jamaah haji dapat diterima ibadahnya oleh Allah Swt.

Aunur Rofiq

Ketua DPP PPP periode 2020-2025

Ketua Dewan Pembina HIPSI ( Himpunan Pengusaha Santri Indonesia)

Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggungjawab penulis. (Terimakasih – Redaksi)

(erd/erd)



Sumber : www.detik.com

Sosok Wali Songo yang Ajarkan Falsafah Moh Limo



Jakarta

Wali songo memiliki pengaruh besar dalam menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa. Dalam dakwahnya, ada salah satu tokoh wali songo yang mengajarkan falsafah Moh Limo.

Wali songo yang mengajarkan falsafah Moh Limo adalah Sunan Ampel atau yang memiliki nama Raden Rahmat. Ia merupakan putra dari Sunan Gresik, tokoh wali songo pertama.

Mengutip buku Wali Songo karya Noer Al, Raden Rahmat bersama dengan ayahnya Sunan Gresik menginjakkan kaki di tanah Jawa atas undangan Raja Majapahit.


Prabu Brawijaya yang saat itu merupakan penguasa Majapahit menyambut hangat kedatangan Raden Rahmat bersama sang ayah. Prabu Brawijaya memberikan tugas untuk memperbaiki kehidupan masyarakat yang suka hidup bermewah-mewahan dan selalu berpesta pora kepada Raden Rahmat.

Atas kesabaran dan kewibawaannya, Raden Rahmat berhasil mengatasi situasi Kerajaan Majapahit tersebut, sehingga ia diberikan hadiah oleh Raja Brawijaya.

Akhirnya, Raden Rahmat dinikahkan dengan salah seorang putrinya yang bernama Dewi Condrowati. Ia pun menjadi seorang pangeran karena menjadi menantu Prabu Brawijaya.

Kemudian, Raden Rahmat pun melanjutkan mendidik dan menyadarkan para bangsawan dan adipati menuju ke jalan yang benar. Setelah berbagai cara dilakukan, akhirnya Raden Rahmat berhasil dan melanjutkan niatnya untuk berdakwah dalam masyarakat.

Tentu Raden Rahmat diterima dengan baik oleh masyarakat. Di mana saat melaksanakan dakwah Raden Rahmat atau biasa dikenal dengan Sunan Ampel ini melakukannya dengan sangat singkat dan cepat.

Salah satu ajaran falsafah yang diajarkan oleh Sunan Ampel adalah falsafah Moh Limo. Falsafah Moh Limo ini artinya tidak melakukan lima hal tercela. Falsafah Moh Limo ini menjadi salah satu kunci utama atau akar permasalahan merosotnya moral warga Majapahit ketika itu.

Falsafah Moh Limo di antaranya,

1. Moh Main (tidak mau berjudi)

2. Moh Ngombe (tidak mau minum arak atau mabuk-mabukan)

3. Moh Maling (tidak mau mencuri)

4. Moh Madat (tidak mau menghisap candu seperti narkoba, ganja, dan lain-lain)

5. Moh Madon (tidak mau berzina atau main perempuan yang bukan istrinya)

Sunan Ampel dikenal memiliki kepekaan dalam melakukan adaptasi terhadap lingkungan sosial budaya setempat. Caranya dengan menerima siapa pun baik bangsawan maupun rakyat jelata untuk nyantri di Ampel Denta.

Dalam kehidupan pesantren, meskipun Sunan Ampel menganut mazhab Hanafi, namun Sunan Ampel sangat toleran pada penganut mazhab yang lain.

Para santrinya dibebaskan untuk mengikuti mazhab apa saja. Dengan cara pandang yang netral ini, tak heran bila pesantren di Ampel Denta mendapatkan banyak pengikut yang luas dari berbagai lapisan masyarakat.

Masykur Arif dalam buku Wali Sanga: Menguak Tabir Kisah hingga Fakta Sejarah menambahkan mengenai kisah Sunan Ampel. Bahwa dalam berdakwah agar agama Islam mudah dimengerti oleh masyarakat Jawa, Sunan Ampel kemudian menciptakan huruf pegon atau tulisan Arab berbunyi bahasa Jawa.

Melalui huruf pegon inilah, ia menyampaikan ajaran-ajarannya kepada murid-muridnya, huruf pegon yang diciptakan pertama kali oleh Sunan Ampel sampai sekarang masih tetap dipakai sebagai bahan pelajaran agama Islam di kalangan pesantren.

Selain itu, Sunan Ampel juga terkenal dengan orator ulung dalam menyampaikan dakwah. Sesuatu yang disampaikannya dapat memikat orang yang mendengarnya. Ia pandai membuat aforisme yang mudah diingat dan menjadi pegangan hidup.

Masykur Arif juga menyebutkan beberapa aforisme yang pernah diajarkan oleh Sunan Ampel, di antaranya:

1. Sapa kang mung ngakoni barang kang kasat mata wae, iku durung weruh jatining Pangeran (Barang siapa hanya mengakui sesuatu yang terlihat oleh mata saja, itu berarti belum mengerti hakikat Tuhan).

2. Yen sira kasinungan ngelmu kang marakake akeh wong seneng, aja sira malah rumangsa pinter jalaran manawa Gusti mundhut bali ngelmu kang marakake sira kaloka iku, sira uga banjur kaya wong sejene, malah bisa aji godhong jati aking (Jikalau engkau mempunyai ilmu yang menyebabkan banyak orang suka padamu, janganlah engkau merasa paling pandai. Sebab, kalau Tuhan mengambil kembali ilmu yang menyebabkan engkau tersohor, engkau menjadi tak berbeda seperti yang lain, bahkan nilainya menjadi di bawah nilai daun jati yang sudah kering).

3. Sing sapa gelem gawe seneng marang liyan, iku bakal oleh welas kang luwih gedhe katimbang apa kang wis ditindakake (Barang siapa suka membuat senang orang lain, ia akan mendapat balasan yang lebih banyak daripada yang ia lakukan).

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

3 Teks Khutbah Jumat Baru, Pilihan untuk Dzulqa’dah dan Bulan Haji


Jakarta

Khutbah merupakan salah satu rangkaian dari sholat Jumat. Khutbah biasa disampaikan oleh khatib atau imam sholat dengan tujuan untuk menjadi pengingat umat Islam agar semakin bertaqwa dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Kumpulan teks khutbah Jumat berikut berisi topik Islami lengkap dan bisa diamalkan di bulan Dzulqa’dah, yang termasuk dalam rangkaian bulan haji.

Dikutip dari laman resmi Nu Online dan Kemenag, berikut detikHikmah rangkumkan 3 teks khutbah baru, pilihan untuk Dzulqa’dah dan bulan haji.


Teks Khutbah Jumat Baru

Simak informasi mengenai 3 teks khutbah Jumat baru lengkap dengan ayat-ayatnya, pas untuk momen Dzulqa’dah dan bulan Haji.

1. Khutbah Jumat Baru tentang Wukuf

Khutbah I

بَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ لَا شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ، إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ أَنْعَمَنَا بِنِعْمَةِ الْإِيْمَانِ وَالْإِسْلَامِ. وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ خَيْرِ الْأَنَامِ. وَعَلٰى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْكِرَامِ. أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ الْمَلِكُ الْقُدُّوْسُ السَّلَامُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَحَبِيْبَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَاحِبُ الشَّرَفِ وَالْإِحْتِرَامِ أَمَّا بَعْدُ. فَيَاضُيُوْفَ الرَّحْمَن أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. اِتَّقُوْ الله, وَاعْمَلُوا الصَّالِحَات وَاجْتَنِبُوا الْمُنْكَرَات وَاذْكُرُوا اللهَ فِي اَيَّامٍ مَعْلُوْمَت وَاشْكُرُوْا وَاَكثِرُوا التَّلْبِيَّة : لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ لَا شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ، إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى: وَلِلَّهِ عَلَى ٱلنَّاسِ حِجُّ ٱلْبَيْتِ مَنِ ٱسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَنِىٌّ عَنِ ٱلْعَٰلَمِينَ

Hadirin dhuyûfurrahmân yang dimuliakan Allah swt

Tiada kata yang paling layak kita ungkapkan saat ini untuk mensyukuri nikmat tak terhingga yang telah dikaruniakan Allah kepada kita semua, selain kalimat Alhamdulillah… wal hamdulillah… tsummal hamdulillahi rabbil alamin. Segala puji bagi Allah yang telah menakdirkan dan memilih kita dari miliaran manusia di muka bumi ini untuk bisa hadir di padang Arafah, untuk melaksanakan misi ibadah suci, ibadah haji. Banyak orang yang memimpikan ingin seperti kita saat ini. Banyak umat Islam yang tengah berjuang untuk menunggu dipanggil bisa menjalankan rukun Islam yang kelima ini. Namun takdirnya, kita yang saat ini diberi nikmat yang tak bisa kita ungkapkan dengan kata-kata, bisa beribadah, bersimpuh, dan berdoa di tempat yang mustajabah ini.

Kenikmatan kita saat ini, menjadi bagian dari nikmat-nikmat Allah lainnya yang tidak bisa kita hitung satu persatu. Allah berfirman:

وَاِنْ تَعُدُّوْا نِعْمَةَ اللّٰهِ لَا تُحْصُوْهَا ۗاِنَّ اللّٰهَ لَغَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

Artinya: “Jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS An-Nahl: 18).

Selain bersyukur atas nikmat nyata ini, kita juga harus menyampaikan shalawat kepada Nabi Muhammad saw. Yang jangankan kita manusia biasa. Allah dan para Malaikat-Nya pun bershalawat kepada beliau.

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَـيِّـدِنَـا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَـيِّـدِنَـا مُحَمَّدٍ

Shalawat ini juga merupakan ungkapan terima kasih kepada beliau yang telah membawa risalah suci agama Islam. Dengan jasa agung beliau, kita bisa menikmati manisnya Islam dan kita termasuk orang-orang yang sangat beruntung memilih agama Islam sebagai petunjuk dalam mengarungi kehidupan ini. Allah swt berfirman dalam Al-Qur’an surat Ali Imran: 85

وَمَنْ يَّبْتَغِ غَيْرَ الْاِسْلَامِ دِيْنًا فَلَنْ يُّقْبَلَ مِنْهُۚ وَهُوَ فِى الْاٰخِرَةِ مِنَ الْخٰسِرِيْنَ

Artinya: “Siapa yang mencari agama selain Islam, sekali-kali (agamanya) tidak akan diterima darinya dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi.”

Hadirin dhuyûfurrahmân yang dimuliakan Allah,

Allah swt berfirman dalam Al-Qur’an Surat Ali Imran ayat 96 dan 97

اِنَّ اَوَّلَ بَيْتٍ وُّضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِيْ بِبَكَّةَ مُبٰرَكًا وَّهُدًى لِّلْعٰلَمِيْنَۚ

Artinya: “Sesungguhnya rumah (ibadah) pertama yang dibangun untuk manusia adalah (Baitullah) yang (berada) di Bakkah (Makkah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi seluruh alam.”

فِيْهِ اٰيٰتٌۢ بَيِّنٰتٌ مَّقَامُ اِبْرٰهِيْمَ ەۚ وَمَنْ دَخَلَهٗ كَانَ اٰمِنًا ۗ وَلِلّٰهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ اِلَيْهِ سَبِيْلًا ۗ وَمَنْ كَفَرَ فَاِنَّ اللّٰهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعٰلَمِيْنَ

Artinya: “Di dalamnya terdapat tanda-tanda yang jelas, (di antaranya) Maqam Ibrahim. Siapa yang memasukinya (Baitullah), maka amanlah dia. (Di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, (yaitu bagi) orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Siapa yang mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu pun) dari seluruh alam.”

Hadirin dhuyûfurrahmân yang dimuliakan Allah,

Rangkaian dua ayat inilah yang menjadi dasar disyariatkannya ibadah haji untuk umat Islam. Ayat ini memiliki makna historis untuk mengingatkan kita bahwa di Tanah Suci yang diberkahi inilah pertama kali dibangun baitullah. Dari tanah suci yang saat ini kita bisa merasakan auranya secara langsung ini pulalah Islam diturunkan kepada Nabi Muhammad untuk menjadi Rahmatan lil Alamin (rahmat dan petunjuk bagi seluruh alam). Dan hanya di Tanah Suci ini pulalah kewajiban haji bisa dilaksanakan untuk menjadikan kita Muslim yang paripurna, Muslim yang sempurna, Muslim yang mabrur yang akan mendapatkan balasan surga dari Allah swt. Rasulullah bersabda:

اَلْحَجُّ الْمَبْرُوْرُ لَيْسَ له جَزَاءٌ الا الْجَنَّـةَ

Artinya: “Haji Mabrur tidak ada imbalan lain baginya kecuali surga.” (HR Imam Ahmad).

Dalam melaksanakan ibadah haji kita mengawali dengan mengenakan pakaian ihram berwarna sama yakni putih yang melambangkan kesucian. Tidak mengenal dari mana kita berasal, setinggi apa pun jabatan kita, sebanyak apa pun harta kita, apa pun warna kulit kita, semuanya mengenakan pakaian ihram putih melambangkan kembalinya manusia kepada Allah, pemilik alam semesta. Semua identitas, semua jabatan, dan kekayaan ditanggalkan seraya menyadari bahwa kita semua adalah sama di hadapan Allah swt. Menyadari bahwa tidak ada yang perlu disombongkan selama hidup di dunia. Semua akan kembali kepada-Nya dengan kain putih yang membungkus kita. Hanya amal ibadah yang akan dibawa menghadap yang Kuasa, Allah swt.

Selanjutnya kita melaksanakan wukuf di padang Arafah sebagai puncak dari ibadah haji. Rasulullah bersabda:

الْحَجُّ عَرَفَةُ فَمَنْ أَدْرَكَ لَيْلَةَ عَرَفَةَ قَبْلَ طُلُوعِ الْفَجْرِ مِنْ لَيْلَةِ جَمْعٍ فَقَدْ تَمَّ حَجُّهُ

Artinya: “Haji itu Arafah. Siapa saja yang mendapati malam Arafah sebelum terbit fajar malam Muzdalifah (malam Idul Adha), maka sempurnalah hajinya,'” (HR Ahmad)

Wukuf, yang memiliki makna berhenti, merupakan lambang bahwa pada satu titik kehidupan, kita harus berhenti untuk melakukan muhasabah, perenungan, evaluasi, mendekatkan diri dan melambungkan jiwa serta nilai-nilai spiritual kita kepada Allah swt. Wukuf menjadi momentum bagi kita untuk menyadarkan diri bahwa kita adalah makhluk yang sangat lemah di hadapan Allah swt. Kita akan mempertanggungjawabkan segala yang telah lakukan selama di dunia ini, nanti di yaumul mahsyar. Sebuah masa di mana manusia dari Nabi Adam sampai dengan kiamat nanti dikumpulkan dan akan dihisab amal perbuatannya.

Wukuf di Arafah, di mana seluruh jamaah haji berkumpul di satu tempat dalam satu waktu, merupakan miniatur saat kita di Padang Mahsyar nanti. Tidak ada lagi waktu untuk memperbaiki diri dan tidak ada lagi kebohongan bisa dilakukan saat kita mempertanggungkan apa yang kita lakukan selama di dunia.

اَلْيَوْمَ نَخْتِمُ عَلٰٓى اَفْوَاهِهِمْ وَتُكَلِّمُنَآ اَيْدِيْهِمْ وَتَشْهَدُ اَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ

Artinya: “Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; tangan mereka akan berkata kepada Kami dan kaki mereka akan memberi kesaksian terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.”

Hadirin dhuyûfurrahmân yang dimuliakan Allah,

Selain melakukan kontemplasi (perenungan diri), dalam ibadah haji kita juga diajarkan untuk senantiasa optimis dalam menjalani kehidupan ini. Hal ini tercermin dari proses thawaf dan sa’i yang terus bergerak menuju titik tujuan sebagaimana hidup untuk menggapai harapan dan cita-cita. Semangat thawaf dan sa’i harus mampu kita wujudkan dalam setiap lini kehidupan kita sehari-hari. Semangat untuk terus menjadi hamba yang baik dalam menjalankan misi utama di dunia yakni menjadi khalifah dan menyembah Allah swt.

Selain itu, berkumpulnya jutaan jamaah dari berbagai negara dalam satu tempat ini memberi hikmah yang mendalam bagi kita. Perbedaan-perbedaan yang ada, mulai dari ras, bangsa, tradisi, dan bahasa serta perbedaan lainnya bukanlah untuk dipertentangkan. Namun semua ini bisa menyatu dalam rangka saling memahami satu sama lain. Allah swt bersabda:

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ

Artinya: “Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti.” (QS Al-Hujurat: 13).

Selain lebih arif dalam menyikapi perbedaan, dalam ayat ini Allah swt juga mengingatkan kepada kita untuk senantiasa menjadi orang yang bertakwa. Allah menegaskan bahwa ketakwaan merupakan hal yang sangat penting karena merupakan standar yang ditetapkan oleh Allah, apakah seseorang masuk ke dalam golongan orang-orang yang mulia atau tidak.

Dengan ketakwaan, kehidupan kita akan benar-benar terarah dan sesuai dengan syariat yang telah ditetapkan oleh Islam. Karena takwa sendiri adalah sebuah sikap mampu menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Orang yang bertakwa merupakan orang yang paling mulia di sisi Allah.

Dalam haji, takwa juga merupakan bekal yang paling baik yang harus dibawa. Sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 197:

اَلْحَجُّ اَشْهُرٌ مَّعْلُوْمٰتٌ ۚ فَمَنْ فَرَضَ فِيْهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوْقَ وَلَا جِدَالَ فِى الْحَجِّ ۗ وَمَا تَفْعَلُوْا مِنْ خَيْرٍ يَّعْلَمْهُ اللّٰهُ ۗ وَتَزَوَّدُوْا فَاِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوٰىۖ وَاتَّقُوْنِ يٰٓاُولِى الْاَلْبَابِ

Artinya: “(Musim) haji itu (pada) bulan-bulan yang telah dimaklumi. Barangsiapa mengerjakan (ibadah) haji dalam (bulan-bulan) itu, maka janganlah dia berkata jorok (rafats), berbuat maksiat dan bertengkar dalam (melakukan ibadah) haji. Segala yang baik yang kamu kerjakan, Allah mengetahuinya. Bawalah bekal, karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. Dan bertakwalah kepada-Ku wahai orang-orang yang mempunyai akal sehat!”

Hadirin dhuyûfurrahmân yang dimuliakan Allah,

Untuk mewujudkan hikmah dari rangkaian ibadah haji yang sudah dijelaskan ini, mari kita berdoa, memohon kepada Allah swt di tempat dan waktu yang mustajabah ini, semoga kita menjadi hamba yang dicintai dan disayangi Allah swt. Semoga kita diberikan kekuatan dan kesehatan serta kelancaran dalam menjalankan prosesi ibadah haji ini sampai dengan selesai. Semoga kita diberikan kekuatan untuk menanamkan nilai-nilai yang terkandung dalam ibadah haji setelah kita menyelesaikan seluruh rangkaiannya.

Dan yang paling utama, mari kita semuanya berusaha dan berdoa, mudah-mudahan haji yang kita lakukan pada kali ini dicatat sebagai haji yang mabrur dan mabrurah. Amin, amin, ya Rabbal alamin.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ الْقُرْأَنِ الْكَرِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْأَيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمِ، وَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Khutbah II

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ. اَللّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ إِيْمَانًا كَامِلاً وَيَقِيْنًا صَادِقًا وَرِزْقًا وَاسِعًا وَقَلْبًا خَاشِعًا وَلِسَانًا ذَاكِرًا وَحَلاَلاً طَيِّبًا وَ توبة نَصُوْحًا. اَللّهُمَّ اجْعَلْ حَجَّنَا حَجًّا مَبْرُوْرًا وَسَعْيًا مَشْكُوْرًا وَذَنْبًا مَغْفُوْرًا وَعَمَلاً صَالِحًا مَقْبُوْلاً وَتِجَارَةً لَنْ تَبُوْرَ يَا عَالِمَ مَا في الصُّدُوْرِ أَخْرِجْنَا مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّوْرِ

عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

2. Khutbah Jumat Baru Tentang Kewajiban Melaksanakan Ibadah

Khutbah I

اْلحَمْدُ للهِ اْلحَمْدُ للهِ الّذي هَدَانَا سُبُلَ السّلاَمِ، وَأَفْهَمَنَا بِشَرِيْعَةِ النَّبِيّ الكَريمِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلَهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لا شَرِيك لَه، ذُو اْلجَلالِ وَالإكْرام، وَأَشْهَدُ أَنّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسولُه، اللّهُمَّ صَلِّ و سَلِّمْ وَبارِكْ عَلَى سَيِّدِنا مُحَمّدٍ وعلى اله وأصْحابِهِ وَالتَّابِعينَ بِإحْسانِ إلَى يَوْمِ الدِّين، أما بعد: فيايها الإخوان، أوصيكم و نفسي بتقوى الله وطاعته لعلكم تفلحون، قال الله تعالى في القران الكريم: أعوذ بالله من الشيطان الرجيم، بسم الله الرحمان الرحيم: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا الله وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا، يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ الله وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا وقال تعالى يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. صدق الله العظيم

Sidang Jum’at rahimakumullah,

Ibadah haji merupakan salah satu dari kelima Rukun Islam, yakni sebagai rukun terakhir setelah syahadat, shalat, puasa dan zakat. Perintah menunaikan ibadah haji adalah sebagaimana termaktub dalam Al-Qur’an, Surah Ali Imran ayat 97 sebagai berikut:

وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ

Artinya: “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu bagi orang yang mampu mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barang siapa mengingkari kewajiban haji, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.”

Ayat di atas menjelaskan bahwa ibadah haji itu wajib. Tetapi hukum wajib itu dikaitkan dengan kemampuan karena ibadah ini merupakan sebuah perjalanan yang membutuhkan kemampuan materi dan kekuatan fisik. Bila sebuah ibadah dikaitkan langsung dengan kemampuan para hamba-Nya, maka terdapat hikmah tertentu yang menunjukkan kebijaksanaan Allah SWT. Orang orang beriman akan menerima ketentuan tersebut tanpa berat hati.

Di sisi lain, dikaitkannya ibadah haji dengan kemampuan para hamba-Nya menunjukkan kasih sayang Allah SWT yang besar terhadap mereka. Semua ini sebagaimana telah ditegaskan di dalam Al-Qur’an, Surah Al-Baqarah, Ayat 286:

لاَ يُكَلِّفُ اللهُ نَفْسًا إِلاَّ وُسْعَهَا

Artinya: “Allah tidak membebani seseorang melainkan menurut kesanggupannya.” Hal yang sama juga ditegaskan dalam Surah Al Maidah: 6

مَا يُرِيْدُ اللهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ

Artinya: “Allah tidak menginginkan bagi kalian sesuatu yang memberatkan kalian.” Selain di dalam Al-Qur’an, perintah ibadah haji juga disebut di dalam hadits Rasulullah SW. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abi Hurairah RA, Nabi Muhammad SAW bersabda dalam suatu pidatonya:

أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ فَرَضَ اللهُ عَلَيْكُمُ الْحَجَّ فَحُجُّوا. فَقَالَ رَجُلٌ: أَكُلَّ عَامٍ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ فَسَكَتَ حَتَّى قَالَهَا ثَلاَثًا، فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَوْ قُلْتُ نَعَمْ لَوَجَبَتْ، وَلَمَا اسْتَطَعْتُمْ. ثُمَّ قَالَ: ذَرُوْنِي مَا تَرَكْتُكُمْ فَإِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بِكَثْرَةِ سُؤَالِهِمْ وَاخْتِلاَفِهِمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ فَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِشَيْءٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَإِذَا نَهَيْتُكُمْ عَنْ شَيْءٍ فَدَعُوْهُ

Artinya: “Wahai sekalian manusia, sungguh Allah telah mewajibkan bagi kalian haji maka berhajilah kalian!” Seseorang berkata: “Apakah setiap tahun, ya Rasulullah?” Beliau terdiam sehingga orang tersebut mengulangi ucapannya tiga kali. Lalu Rasulullah SAW bersabda: “Kalau aku katakan ya, niscaya akan wajib bagi kalian dan kalian tidak akan sanggup.” Kemudian beliau berkata: “Biarkanlah apa yang aku tinggalkan kepada kalian. Sesungguhnya orang sebelum kalian telah binasa karena mereka banyak bertanya yang tidak diperlukan dan menyelisihi nabi nabi mereka. Jika aku memerintahkan sesuatu kepada kalian maka lakukanlah sesuai dengan kesanggupan kalian. Dan bila aku melarang kalian dari sesuatu maka tinggalkanlah.”

Dari hadits tersebut dapat diketahui secara jelas bahwa kewajiban menjalankan ibadah haji hanya sekali seumur hidup. Selebihnya tidak wajib. Ibadah haji kemanfaatannya lebih banyak untuk diri sendiri daripada untuk orang banyak. Misalnya, dengan berhaji seseorang dapat mencapai kesalehan personalnya karena berarti telah melaksanakan salah satu perintah-Nya.

Dalam konteks Indonesia, dengan berhaji seseorang juga mendapat pengakuan status sosial tertetu di masyarakat dengan adanya gelar “Haji” atau “Hajjah” yang disandangnya. Selain itu, dengan berhaji ke Mekah Saudi Arabia, seseorang memiliki pengalaman berkunjung ke luar negeri yang di masa sekarang umumnya menggunakan pesawat terbang. Ini merupakan pengalaman luar biasa karena tidak setiap orang mendapat kesempatan seperti itu.

Kemanfaatan ibadah haji seperti itu berbeda dengan zakat atau sedekah yang kemanfaatannya lebih banyak dirasakan langsung oleh orang lain maupun diri sendiri. Maka bisa dimengerti ibadah zakat diwajibkan setiap tahun sekali, sedangkan ibadah haji hanya sekali selama hidup.

Sidang Jumat rahimakumullah,

Menunaikan ibadah haji hendaknya tidak ditunda-tunda sebab kita tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Bisa jadi kita akan sakit atau malah mengalami kemunduran secara ekonomi, atau malah sudah meninggal dunia. Hal-hal seperti ini bisa menghilangkan kesempatan ibadah haji yang sebenarnya sudah ada di tangan.

Hilangnya kesempatan itu tidak berarti Allah SWT belum memanggil kita. Dengan diwajibkannya menunaikan ibadah haji sebagaimana termaktub dalam Al Quran dan Hadits, sesungguhnya setiap orang sudah dipanggil Allah SWT untuk menunaikan ibadah tersebut. Tentu saja bagi mereka yang memang sudah mampu hendaknya segera memenuhi panggilan itu sebagaimana sabda Rasulullah SAW:

مَنْ أَرَادَ الْحَجَّ فَلْيَتَعَجَّلْ فَإِنَّهُ قَدْ يَمْرَضُ الْمَرِيْضُ وَتَضِلُّ الضَالَّةُ وَتَعْرِضُ الْحَاجَةُ

Artinya: “Barangsiapa hendak melaksanakan haji, hendaklah segera ia lakukan, karena terkadang seseorang itu sakit, binatang (kendaraannya) hilang, dan adanya suatu hajat yang menghalangi.” (HR Ahmad dan Ibnu Majah).

Dalam hadits lain Rasulullah bersabda:

مَنْ لَمْ تَحْبِسْهُ حَاجَةٌ ظَاهِرَةٌ ، أَوْ مَرَضٌ حَابِسٌ ، أَوْ سُلْطَانٌ جَائِرٌ وَلَمْ يَحُجَّ ، فَلْيَمُتْ إِنْ شَاءَ يَهُودِيًّا وَإِنْ شَاءَ نَصْرَانِي

Artinya: “Siapa saja mati (sebelum mengerjakan haji) tanpa teralangi oleh kebutuhan yang nyata, penyakit yang menghambat ataupun penguasa yang dzalim, bolehlah ia memilih saja mati sebagai seorang Yahudi atau Nasrani.”

Kedua hadits tersebut menunjukkan bahwa menunda nunda ibadah haji padahal benar-benar sudah mampu dan semua keadaan memungkinkan, merupakan hal yang sangat tidak baik. Rasulullah SAW sampai mempersilakan orang seperti itu untuk memilih mati saja sebagai orang Yahudi ataupun Nasrani. Na’udzu billahi min dzalik.

Sidang Jum’at Rahimakumullah

Lalu bagaimana dengan mereka yang belum mampu menunaikan ibadah haji karena memang tidak mampu atau miskin? Rasulullah SAW pernah bersabda dalam suatu hadits yang diriwayatkan Abu Nu’aim al-Qudha’i dan Ibnu ‘Asakir dari Ibnu ‘Abbas, sebagaimana termaktub dalam Kitab Al-Jami’ush Shaghir, berbunyi:

الجمعة حج الفقراء

Artinya: “Shalat Jum’at adalah hajinya orang-orang miskin.”

Maksud hadits tersebut adalah shalat Jumat di masjid bagi orang-orang yang tidak mampu sama pahalanya dengan menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci.

Beberapa pihak menilai hadits di atas lemah. Tetapi sebagai upaya untuk mendorong orang-orang yang belum mampu menunaikan ibadah haji karena memang miskin, hadits ini sangat baik untuk diperhatikan agar mereka secara istiqamah dapat melaksanakan jamaah shalat Jumat di masjid. Siapa tahu dengan istiqomah jamaah shalat Jumat, Allah SWT pada saatnya benar-benar memberikan kesempatan kepada mereka menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci di Makkah Al Mukarromah. Amin … amin … ya Rabbal Alamin…

Terlepas dari status hadits di atas, hadits tersebut sebetulnya menunjukkan keadilan di dalam Islam bahwa orang-orang yang tidak mampu melaksanakan ibadah haji tetap memiliki kesempatan yang sama dalam mendapatkan pahala yang besar, yakni dengan berjamaah shalat Jum’at secara istiqamah terutama di masjid. Dengan demikian, maka ajaran Islam tidak memiggirkan atau membuat kecil hati orang-orang lemah karena Islam adalah agama rahmatan lil alamin yang penuh kasih sayang.

جَعَلَنا اللهُ وَإيَّاكم مِنَ الفَائِزِين الآمِنِين، وَأدْخَلَنَا وإِيَّاكم فِي زُمْرَةِ عِبَادِهِ المُؤْمِنِيْنَ : أعوذ بالله من الشيطان الرجيم، بسم الله الرحمن الرحيم: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا باَرَكَ اللهُ لِيْ وَلكمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيّاكُمْ بِالآياتِ وذِكْرِ الحَكِيْمِ. إنّهُ تَعاَلَى جَوّادٌ كَرِيْمٌ مَلِكٌ بَرٌّ رَؤُوْفٌ رَحِيْمٌ

Khutbah II

اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ

3. Khutbah Jumat Baru Tentang Amalan Baik

Assalamu’alaikum Wr.Wb

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَمَرَنَا بِاْلاِعْتِصَامِ بِحَبْلِ اللهِ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدَهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَ هُدَاهُ. أَمَّا بَعْدُ؛ فَيَا عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.

Hadirin Yang Terhormat

Bumi yang kita tempati adalah planet yang selalu berputar, ada siang dan ada malam. Roda kehidupan dunia juga tidak pernah berhenti. Kadang naik kadang turun. Ada suka ada duka. Ada senyum ada tangis. Kadangkala dipuji tapi pada suatu saat kita dicaci. Jangan harapkan ada keabadian perjalanan hidup.

Oleh sebab itu, agar tidak terombang-ambing dan tetap tegar dalam menghadapi segala kemungkinan tantangan hidup kita harus memiliki pegangan dan amalan dalam hidup. Tiga amalan baik tersebut adalah Istiqomah, Istikharah dan Istighfar.

1. Istiqomah yaitu kokoh dalam aqidah dan konsisten dalam beribadah.

Begitu pentingnya istiqomah ini sampai Nabi Muhammad SAW berpesan kepada seseorang seperti dalam Al-Hadits berikut:

عَنْ أَبِيْ سُفْيَانَ بْنِ عَبْدِ اللهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قُلْتُ يَا رَسُوْلَ اللهِ، قُلْ لِيْ فِي اْلإِسْلاَمِ قَوْلاً لاَ أَسْأَلُهُ عَنْهُ أَحَدًا غَيْرَكَ. قَالَ: قُلْ آمَنْتُ بِاللهِ ثُمَّ اسْتَقِمْ. (رواه مسلم).

“Dari Abi Sufyan bin Abdullah Radhiallaahu anhu berkata: Aku telah berkata, “Wahai rasulullah katakanlah kepadaku pesan dalam Islam sehingga aku tidak perlu bertanya kepada orang lain selain engkau. Nabi menjawab: ‘Katakanlah aku telah beriman kepada Allah kemudian beristiqamahlah’.” (HR. Muslim).

Orang yang istiqamah selalu kokoh dalam aqidah dan tidak goyang keimanan bersama dalam tantangan hidup. Sekalipun dihadapkan pada persoalan hidup, ibadah tidak ikut redup, kantong kering atau tebal, tetap memperhatikan haram halal, dicaci dipuji, sujud pantang berhenti, sekalipun ia memiliki fasilitas kenikmatan, ia tidak tergoda melakukan kemaksiatan.

Orang seperti itulah yang dipuji Allah Swt. dalam Al-Qur’an surat Fushshilat ayat 30:

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatahkan): “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih dan bergembiralah dengan syurga yang telah dijanjikan Allah kepadamu.” (QS. Fushshilat: 30)

2. Istikharah, selalu mohon petunjuk Allah dalam setiap langkah dan penuh pertimbangan dalam setiap keputusan.

Setiap orang mempunyai kebebasan untuk berbicara dan melakukan suatu perbuatan. Akan tetapi menurut Islam, tidak ada kebebasan yang tanpa batas dan batas-batas tersebut adalah aturan-aturan agama. Maka seorang muslim yang benar, selalu berfikir berkali-kali sebelum melakukan tindakan atau mengucapkan sebuah ucapan serta ia selalu mohon petunjuk kepada Allah.

Nabi Muhammad SAW pernah bersabda:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ. (رواه البخاري ومسلم عن أبي هريرة).

Artinya: “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka berkatalah yang baik atau diamlah.” (HR Bukhari dan Muslim).

Orang bijak berkata “Think today and speak tomorrow” (berfikirlah hari ini dan bicaralah esok hari).

Kalau ucapan itu tidak baik apalagi sampai menyakitkan orang lain maka tahanlah, jangan diucapkan, sekalipun menahan ucapan tersebut terasa sakit. Tapi ucapan itu benar dan baik maka katakanlah jangan ditahan sebab lidah kita menjadi lemas untuk bisa meneriakan kebenaran dan keadilan serta menegakkan amar ma’ruf nahi munkar.

Mengenai kebebasan ini, malaikat Jibril pernah datang kepada Nabi Muhammad SAW untuk memberikan rambu-rambu kehidupan, beliau bersabda:

أَتَانِيْ جِبْرِيْلُ فَقَالَ: يَا مُحَمَّدًا عِشْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مَيِّتٌ، وَأَحْبِبْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مُفَارِقٌ، وَاعْمَلْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مَجْزِيٌّ بِهِ. (رواه البيهقي عن جابر).

Jibril telah datang kepadaku dan berkata: Hai Muhammad hiduplah sesukamu, tapi sesungguhnya engkau suatu saat akan mati, cintailah apa yang engkau sukai tapi engkau suatu saat pasti berpisah juga dan lakukanlah apa yang engkau inginkan sesungguhnya semua itu ada balasannya. (HR Baihaqi).

Sabda Nabi Muhammad SAW ini semakin penting untuk diresapi ketika akhir-akhir ini dengan dalih kebebasan, banyak orang berbicara tanpa logika dan data yang benar dan bertindak sekehendaknya tanpa mengindahkan etika agama. Para pakar barang kali untuk saat-saat ini, lebih bijaksana untuk banyak mendengar daripada berbicara yang kadang-kadang justru membingungkan masyarakat.

Kita memasyarakatkan istikharah dalam segala langkah kita, agar kita benar-benar bertindak secara benar dan tidak menimbulkan kekecewaan di kemudian hari.

Nabi Muhammad SAW bersabda:

مَا خَابَ مَنِ اسْتَخَارَ وَلاَ نَدِمَ مَنِ اسْتَشَارَ وَلاَ عَالَ مَنِ اقْتَصَدَ.

Tidak akan rugi orang yang beristikharah, tidak akan kecewa orang yang bermusyawarah dan tidak akan miskin orang yang hidupnya hemat. (HR Thabrani).

3. Istighfar yaitu selalu instrospeksi diri dan mohon ampunan kepada Allah Rabbul Izati.

Setiap orang pernah melakukan kesalahan baik sebagai individu maupun kesalahan sebagai sebuah bangsa. Setiap kesalahan dan dosa itu sebenarnya penyakit yang merusak kehidupan kita. Oleh karena ia harus diobati.

Tidak sedikit persoalan besar yang kita hadapi akhir-akhir ini yang diakibatkan kesalahan kita sendiri. Saatnya kita instrospeksi masa lalu, memohon ampun kepada Allah, melakukan koreksi untuk menyongsong masa depan yang lebih cerah dengan penuh keridhaan Allah.

Dalam persoalan ekonomi, jika rizki Allah tidak sampai kepada kita disebabkan karena kemalasan kita, maka yang diobati adalah sifat malas itu. Kita tidak boleh menjadi umat pemalas. Malas adalah bagian dari musuh kita. Jika kesulitan ekonomi tersebut, karena kita kurang bisa melakukan terobosan-terobosan yang produktif, maka kreativitas dan etos kerja umat yang harus kita tumbuhkan.

Akan tetapi ada kalanya kehidupan sosial ekonomi sebuah bangsa mengalami kesulitan. Kesulitan itu disebabkan karena dosa-dosa masa lalu yang belum bertaubat darinya secara massal. Jika itu penyebabnya, maka obat satu-satunya adalah beristighfar dan bertobat.

Allah berfirman yang mengisahkan seruan Nabi Hud AS, kepada kaumnya:

“Dan (Hud) berkata, hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertaubatlah kepadaNya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa” (QS Hud: 52).

Jamaah yang dimuliakan Allah

Sekali lagi, tiada kehidupan yang sepi dari tantangan dan godaan. Agar kita tetap tegar dan selamat dalam berbagai gelombang kehidupan, tidak bisa tidak kita harus memiliki dan melakukan Tiga amalan di atas yaitu Istiqomah, Istikharah dan Istighfar.

Mudah-mudahan Allah memberi kekuatan kepada kita untuk menatap masa depan dengan keimanan dan rahmatNya yang melimpah. Amin

أَقُولُ قَوْ لِي هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ اِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيْمُ.

Demikian penjelasan mengenai teks khutbah Jumat baru sebagai pilihan untuk Dzulqo’dah dan bulan haji. Semoga bermanfaat, detikers!

(khq/row)



Sumber : www.detik.com

Khutbah Jumat Menjelang Idul Adha: Amalan di Bulan Dzulhijjah



Jakarta

Idul Adha 2023 ditetapkan pemerintah jatuh pada Kamis, 29 Juni 2023. Untuk itu, momen salat Jumat minggu ini dapat diisi dengan khutbah Jumat menjelang Idul Adha yang membahas amala-amalan di bulan Dzulhijjah.

Sejatinya, kurban adalah amalan yang luar biasa pahala dan keutamaannya. Amalan ibadah kurban sendiri sudah dicontohkan pelaksanaannya sedari zaman Nabi Ibrahim AS.

Untuk menyambut bulan yang istimewa yaitu bulan Dzulhijjah, berikut ini adalah contoh teks khutbah Jumat menjelang Idul Adha seperti dikutip dari laman Balai Diklat Keagamaan (BDK) Kemenag Kanwil Bandung.


Contoh Teks Khutbah Jumat Menjelang Idul Adha

Khutbah I

الْحَمْدُ لِلّٰهِ الْمَلِكِ الدَّيَّانِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ سَيِّدِ وَلَدِ عَدْنَانَ، وَعَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ وَتَابِعِيْهِ عَلَى مَرِّ الزَّمَانِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ الْمُنَـزَّهُ عَنِ الْجِسْمِيَّةِ وَالْجِهَةِ وَالزَّمَانِ وَالْمَكَانِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ كَانَ خُلُقُهُ الْقُرْآنَ

أَمَّا بَعْدُ، عِبَادَ الرَّحْمٰنِ، فَإنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ المَنَّانِ، الْقَائِلِ فِي كِتَابِهِ الْقُرْاٰنِ: وَمَنْ يَّتَّقِ اللّٰهَ يَجْعَلْ لَّهٗ مَخْرَجًا. وَّيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُۗ وَمَنْ يَّتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ فَهُوَ حَسْبُهٗۗ اِنَّ اللّٰهَ بَالِغُ اَمْرِهٖۗ قَدْ جَعَلَ اللّٰهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا

Maasyiral muslimin rahimakumullah,

Selain Ramadan, dalam Islam ada bulan lain yang memiliki keistimewaan, yaitu bulan Dzulhijjah. Keistimewaan bulan Dzulhijjah terletak pada 10 hari pertamanya. Rasulullah SAW pernah bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi:

مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الأَيَّامِ”. يَعْنِي أَيَّامَ الْعَشْرِ. قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلاَ الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ “وَلاَ الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَىْءٍ

Artinya: Tidak ada amal sholeh yang lebih dicintai oleh Allah SWT daripada amal sholeh yang dilakukan pada hari-hari ini (10 hari pertama bulan Dzulhijjah).” Para sahabat bertanya, “Bukankah jihad di jalan Allah juga termasuk?” Rasulullah SAW menjawab, “Tidak ada jihad di jalan Allah SWT yang lebih dicintai, kecuali jihad seseorang yang berangkat dengan jiwa dan hartanya, tetapi tidak ada yang kembali dengan apa pun.”

Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Fajr ayat 2:

وَلَيَالٍ عَشْرٍ.

Artinya: “Dan demi sepuluh malam.”

Selain keistimewaan tersebut, terdapat hadits yang menjelaskan tentang amalan yang dicintai oleh Allah SWT. Hadits tersebut diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Sayyidina Abdullah ibn Abbas, Rasulullah SAW bersabda, “Tidak ada hari-hari yang amal sholeh di dalamnya lebih dicintai oleh Allah daripada hari-hari ini (sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah).”

Hadirin Rahimakumullah,

Berikut adalah beberapa amalan yang dapat dilakukan umat Islam di bulan Dzulhijjah:

1. Puasa

Puasa Arafah menjadi salah satu ibadah yang sebaiknya dilakukan oleh setiap muslim di bulan Dzulhijjah. Ibadah puasa sebelum Hari Raya Idul Adha, yaitu pada tanggal 9 Dzulhijjah.

صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى بَعْدَهُ وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ

Artinya: “Puasa Arafah (9 Dzulhijjah) dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun akan datang. Puasa Asyura (10 Muharram) akan menghapuskan dosa setahun yang lalu.” (HR Muslim)

Selain puasa Arafah, ada beberapa ibadah yang bisa dilakukan oleh muslim di bulan Dzulhijjah. Salah satunya adalah puasa Senin-Kamis yang juga termasuk ibadah sunnah. Terdapat juga pendapat dari beberapa ulama bahwa puasa sunnah dapat dilakukan mulai dari tanggal 1 hingga 9 Dzulhijjah, sebagaimana yang disampaikan oleh Imam An-Nawawi dalam Kitab Al-Majmu’ jilid 6, “Puasa sembilan hari pertama bulan Dzulhijjah termasuk dalam puasa sunnah.”

Imam An-Nawawi dalam kitab Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab juga memberikan dalil shahih mengenai hukum puasa tersebut. Hadits tersebut diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dari Hunaidah ibn Khalid dan istri-istri Rasulullah SAW yang menjelaskan,

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada sembilan hari awal Dzulhijjah, pada hari Asyura (10 Muharam), berpuasa tiga hari setiap bulannya, pada awal bulan di hari Senin dan Kamis.” (HR Abu Daud).

2. Memperbanyak Dzikir

Dalam hal memperbanyak takbir dan dzikir, setiap muslim dianjurkan untuk memperbanyak takbir dan dzikir di bulan Dzulhijjah, misalnya dengan memanfaatkan momen sebelum salat Idul Adha. Takbir dan dzikir juga dapat dilakukan dalam kegiatan sehari-hari.

وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ وَاذْكُرُوا اللَّهَ فِى أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ أَيَّامُ الْعَشْرِ ، وَالأَيَّامُ الْمَعْدُودَاتُ أَيَّامُ التَّشْرِيقِ . وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ وَأَبُو هُرَيْرَةَ يَخْرُجَانِ إِلَى السُّوقِ فِى أَيَّامِ الْعَشْرِ يُكَبِّرَانِ ، وَيُكَبِّرُ النَّاسُ بِتَكْبِيرِهِمَا . وَكَبَّرَ مُحَمَّدُ بْنُ عَلِىٍّ خَلْفَ النَّافِلَةِ .

Ibnu Abbas berkata, “Berdzikirlah kalian kepada Allah pada hari-hari yang ditentukan, yaitu sepuluh hari pertama Dzulhijjah dan juga pada hari-hari Tasyriq.” Ibnu ‘Umar dan Abu Hurairah pernah keluar ke pasar pada sepuluh hari pertama Dzulhijjah, kemudian mereka bertakbir, dan orang-orang juga ikut bertakbir. Muhammad bin ‘Ali juga bertakbir setelah salat sunnah. (HR Bukhari)

3. Menunaikan Haji dan Umrah

Bagi mereka yang mampu, ibadah haji dan umrah dapat dilakukan di bulan Dzulhijjah. Haji adalah ibadah yang wajib dilakukan sekali seumur hidup bagi yang mampu melakukannya. Keutamaan haji dijelaskan dalam hadits yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW,

سُئِلَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – أَىُّ الأَعْمَالِ أَفْضَلُ قَالَ « إِيمَانٌ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ » . قِيلَ ثُمَّ مَاذَا قَالَ « جِهَادٌ فِى سَبِيلِ اللَّهِ » . قِيلَ ثُمَّ مَاذَا قَالَ « حَجٌّ مَبْرُورٌ

Artinya: Rasulullah SAW ditanya, “Amalan apa yang paling utama?” Beliau menjawab, “Beriman kepada Allah SWT dan Rasul-Nya.” Kemudian ditanya lagi, “Apa lagi setelah itu?” Beliau menjawab, “Berjihad di jalan Allah SWT.” Ditanya lagi, “Apa lagi setelah itu?” Beliau menjawab, “Haji yang mabrur.” (HR Bukhari)

Ibadah umrah juga dijelaskan dapat menghapus kefakiran dan dosa, “Ikutilah antara haji dan umrah, karena keduanya dapat menghilangkan kefakiran dan dosa sebagaimana api memurnikan besi, emas, dan perak. Dan tidak ada pahala bagi haji yang mabrur kecuali surga.” (HR An Nasa’i)

4. Kurban

Ibadah kurban sebaiknya dilakukan oleh setiap muslim yang mampu di bulan Dzulhijjah saat perayaan Idul Adha. Dalam hadits dijelaskan, kurban adalah salah satu amalan yang dicintai Allah SWT.

عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « مَا عَمِلَ ابْنُ آدَمَ يَوْمَ النَّحْرِ عَمَلاً أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنْ هِرَاقَةِ دَمٍ وَإِنَّهُ لَيَأْتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَظْلاَفِهَا وَأَشْعَارِهَا وَإِنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ عَلَى الأَرْضِ فَطِيبُوا بِهَا نَفْسًا »

Artinya: Dijelaskan Aisyah, Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah pada hari nahr manusia beramal suatu amalan yang lebih dicintai Allah SWT dibandingkan mengalirkan darah dari hewan kurban. Ia akan datang pada hari kiamat dengan tanduk, kuku, rambut hewan kurban tersebut. Dan sungguh, darah tersebut akan sampai kepada (ridho) Allah SWT sebelum tetesan darah tersebut jatuh ke bumi, maka bersihkanlah jiwa kalian dengan berkurban.” (HR Tirmidzi)

5. Taubat

Sebagai tempatnya salah, manusia tidak bisa lepas dari dosa dalam tiap kesempatan. Allah SWT telah membuka kesempatan taubat bagi tiap hamba-Nya yang berharap pengampunan dari Allah SWT.

قَالَ اللَّهُ يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ مَا دَعَوْتَنِى وَرَجَوْتَنِى غَفَرْتُ لَكَ عَلَى مَا كَانَ فِيكَ وَلاَ أُبَالِى يَا ابْنَ آدَمَ لَوْ بَلَغَتْ ذُنُوبُكَ عَنَانَ السَّمَاءِ ثُمَّ اسْتَغْفَرْتَنِى غَفَرْتُ لَكَ وَلاَ أُبَالِى يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِى بِقُرَابِ الأَرْضِ خَطَايَا ثُمَّ لَقِيتَنِى لاَ تُشْرِكُ بِى شَيْئًا لأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً

Artinya: “Wahai anak Adam, sesungguhnya jika engkau menyeru dan mengharap padaKu, maka pasti Aku ampuni dosa-dosamu tanpa Aku pedulikan. Wahai anak Adam, seandainya dosamu membumbung tinggi hingga ke langit, tentu akan Aku ampuni, tanpa Aku pedulikan. Wahai anak Adam, seandainya seandainya engkau mendatangiKu dengan dosa sepenuh bumi dalam keadaan tidak berbuat syirik sedikit pun pada-Ku, tentu Aku akan mendatangiMu dengan ampunan sepenuh bumi pula.” (HR. Tirmidzi).

6. Salat

Periode sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah dapat menjadi kesempatan untuk meningkatkan semangat dan melaksanakan salat dengan penuh dedikasi. Salah satu jenis salat yang istimewa adalah salat pada hari raya Idul Adha. Dalam surah Al-Kautsar, kita diperintahkan untuk melaksanakan salat Idul Adha pada hari tersebut.

7. Meningkatkan Amal Sholeh Lain

Selain itu, sebagai muslim, disarankan untuk meningkatkan amal sholeh lainnya di bulan Dzulhijjah. Beberapa amalan yang dapat ditingkatkan antara lain salat sunnah, sedekah, membaca Al-Qur’an, dan menjalin tali silaturahmi. Ketika melaksanakan amal sholeh, jangan lupa untuk selalu berdoa agar Allah senantiasa memberikan kesehatan, keselamatan, dan perlindungan kepada diri kita.

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Khutbah II

اَلْحَمْدُ للّٰهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى اٰلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى اٰلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، اَللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هٰذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

Demikian contoh teks khutbah Jumat menjelang Idul Adha yang dapat diaplikasikan muslim. Semoga bermanfaat.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Nuansa Islami di Hollywood (1)



Jakarta

Jika kita berbicara tentang Hollywood biasanya assosiasi kita adalah sebuah dunia yang gemerlapan, glamour, manusia cantik dan tampan, film-film besar, dan sebuah dunia yang sulit dihubungkan dengan agama, terutama Islam.

Belakangan ini, terutama pasca peristiwa 9/11 di New York dan Washington DC, AS, komunitas Hollywood tidak mau gegabah di dalam memproduksi karya-karyanya, terutama berupa film-film dan videos yang akan diedarkan ke dalam masyarakat. Trend baru Hollywood cenderung lebih dekat atau respek kepada agama, termasuk agama Islam meskipun agama ini masih agama minoritas di AS. Bukan saja ditandai dengan tampilnya sejumlah artis yang beragama Islam tetapi juga semua produk yang akan dilempar kepada masyarakat luas terlebih dahulu didiskusikan ke sebuah lembaga khusus bernama Muslim Public Affairs Council (MPAC) di Los Angeles. Lembaga ini dimintai bantuan untuk menganalisis kualitas industry intertain seperti produk film, program TV, dan produk-produk seni lainnya yang akan di-launching di dalam masyarakat.

MPAC ini kebetulan dipimpin oleh Salam Al-Marayati, meskipun usianya relatif muda tetapi ia pakar Islam yang sudah beberapa kali berkunjung ke Indonesia. Kami sempat berkunjung ke kantornya dan ia menjelaskan peran lembaganya terhadap berbagai produk seni yang dihasilkan oleh komunitas Hollywood. Ia juga sepertinya menguasai ilmu-ilmu keagamaan secara komperhensif, termasuk perbandingan mazhab dalam Islam. Meskipun usianya masih relatif muda tetapi ia keliling dunia diundang dalam berbagai seminar mengenai Islam dan Peradaban Modern.


Tema-tema diskusi lembaga tersebut dengan komunitas Hollywood ialah pihak Hollywood tidak ingin produk-produknya menyinggung perasaan atau keyakinan umat Islam. Bukan saja khawatir akibatnya akan diprotek oleh pasar pandsa muslim yang sudah berjumlah satu miliar tetapi mereka tidak ingin produknya merusak tatanan kebudayaan dan peradaban yang sudah mapan. Sebagai contoh, sejumlah sutradara film menulis cerita tentang teroris dengan melibatkan tokoh pemeran antagonistic. Mungkin artis itu terkenal sebagai artis porno di dalam berbagai film tetapi tiba-tiba diminta memerankan peran antagonis sebagai tokoh muslimah. Hal ini ditanyakan apakah melanggar etika atau menyinggung perasaan umat Islam. Contoh lain, bisakah divisualisasi sabda Nabi walaupun itu dalam bentuk efek cahaya atau animasi, yang samasekali tidak menampilkan sosok Nabi Muhammad Saw.

Termasuk juga sejumlah istilah agama dan sejarah Islam, apakah tidak bertentangan dengan fakta sejarah yang sesungguhnya. Demikian pula mereka ingin tahu denominasi atau mazhab-mazhab dalam Islam. Jangan sampai produknya sudah Islam menurut versi sunny tetapi menyinggung perasaan kaum Syi’ah, demikian pula sebaliknya. Ketika sang artis akan memerankan peran-peran yang berhubungan dengan Islam Lembaga ini diminta memberi masukan. Seperti apa yang terbaik dilakukan tanpa mengurangi aspek bisnis dari sebuah produk. Sebelumnya pertimbangan seperti ini jarang dilakukan. Tidak heran jika dahulu banyak film-film Hollywood menuai kontroversi di dalam masyarakat muslim. Sampai kepada kepatutan kostum pemain secara komperhensif diminta untuk dinilai dan diberi masukan. Misalnya bolehkah mendendangkan sebuah lagu yang mengandung lirik agama tetapi dengan kostum perempuan tanpa hijab atau memperlihatkan lekuk atau dada.

Fungsi Lembaga tersebut mirip dengan Badan Sensor Film (BSF) atau Komisi Peyiaran Indonesia (KPI) di Indonesia. Bedanya, di Indonesia Lembaga ini resmi dibentuk oleh negara sedangkan MPAC Hanya merupakan Non-Government Organization (NGO/LSM). Meskipun hanya NGO tetapi Lembaga ini mendapatkan tempat yang diperhitungkan.

komunitas Hollywod. Tanpa paraf atau rekomendasinya sejumlah kalangan khawatir kalau masyarakat nanti memboikotnya, atau bahkan akan menimbulkan ketegangan di dalam masyarakat. New trend Hollywood tidak akan menimbulkan ketegangan yang bisa merusak tatanan kemanusiaan. Misi baru Hollywood ialah seni untuk kemanusiaan.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Pemimpin Yang Melayani



Jakarta

Setiap dari kita adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawabannya. Jika kita sebagai kepala rumah tangga, maka yang kita pimpin adalah keluarga. Jika kita sebagai pemimpin negeri, maka yang kita pimpin adalah warga yang berada di negeri tersebut. Paling tidak kita adalah pemimpin bagi diri kita sendiri. Baik buruknya pribadi tergantung bagaimana kita dalam memimpin diri.

Seorang pemimpin itu adalah pelayan terhadap rakyat/warga yang dipimpinnya. Salah satu ciri pemimpin sejati ialah melayani. Ibarat pelayan pada suatu restoran yang selalu rela melayani semua pengunjung tanpa terkecuali. Yang memenuhi kebutuhan pengunjung satu per satu dengan sigap dan rendah hati. Yang senantiasa mendengarkan berbagai keluhan dan saran sehingga kedepannya bisa lebih baik lagi.

Pelayanan kepada warganya yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw. telah membuat hati Adi bin Hatim menancapkan keimanan. Dikisahkan, ia berjalan bersama Rasulullah Saw. Menuju rumah. Di tengah jalan ada seorang wanita lemah dan tua yang berjumpa dengan Rasulullah Saw. Wanita tua itu berkata, “Wahai Rasulullah, aku ingin berbicara denganmu! Adi berkata, Rasulullah Saw. berdiri lama menunggu wanita itu. Kala itulah aku berkata, “Demi Allah ini pasti bukan seorang raja!”


Tindakan tersebut betul-betul menunjukkan sebagai pemimpin yang melayani warganya. Hal ini susah kita temukan pada masa kini seorang pemimpin yang dengan sabar menanti seseorang yang ingin berbicara. Biasanya warga yang ada keperluan diminta hadir sebelumnya dan ada beberapa pembatasan.

Kisah ini berkaitan dengan semangat melayani warga, dikisahkan Amirul Mukminin Umar bin Khathab yang sangat dikenal di kalangan kaum muslim. Suatu malam, sebagaimana agenda rutinnya untuk turba -turun kebawah- khalifah Islam kedua itu berjalan menyusuri setiap lorong-lorong kota Madinah. Beliau mendengar tangis seorang anak yang kelaparan, tapi ibunya tidak memiliki sesuatu untuk dimakan. Dia terpaksa memasak batu untuk menghibur anak-anaknya sekadar menghentikan tangisannya. Sebagai pemimpin kaum Muslim, hati Umar bin Khathab merasa amat terpukul karena ada warganya yang tidak memiliki persediaan makanan sehingga anaknya menangis karena kelaparan. Maka, khalifah bergegas pergi mengambil bahan makanan dan mengantarkannya sendiri kepada keluarga janda yang sedang menderita. Sebagai pemegang kekuasaan tertinggi, khalifah dengan senang hati bertindak menjadi pelayan ummat (khadimul ummah) dalam arti sebenar-benarnya.

Amirul Mukminin adalah sosok pemimpin yang memiliki kepekaan sosial yang tinggi. Di antara ungkapan beliau yang terkenal adalah sayyidul qaumi khadimuhum (pemimpin kaum di antaranya diukur dari mutu pelayanannya). Bukan khadi’uhum (pandai menipu mereka). Bahkan, apabila ada salah seorang warganya yang mengeluhkan pola kepemimpinannya, beliau selalu bermuhasabah diri, hingga tidak bisa memejamkan mata semalam suntuk.

Adapun ciri-ciri atau karakter pemimpin yang suka melayani adalah :
1. Sebagai pemimpin pelayan, selalu menempatkan dirinya untuk bisa selalu membantu dan mendorong teamnya hingga mencapai kinerja tinggi.
2. Memberikan kewenangan sesuai dengan tingkatan, sehingga tidak semua hal harus melalui dirinya. Dengan demikian pemimpin telah menjadikan organisasi itu produktif yang mana di dalamnya ada kesiagaan kerja dan ketaatan.
3. Memiliki akhlak yang tinggi dan menunjukkan sikap penuh harapan ( optimis ).

Ihsan dalam kekuasaan merupakan perbuatan baik kepada rakyat dan menghilangkan keburukan dari mereka, membantu orang yang menderita, menolong orang yang terzalimi. Oleh karena itu orang-orang ( pemimpin ) yang adil berada diatas mimbar cahaya di sisi kanan Allah Swt.

Sebagaimana firman-Nya dalam surah Yusuf ayat 55 yang artinya, “Dia (Yusuf) berkata, “Jadikanlah aku bendaharawan negeri (Mesir); karena sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, dan berpengetahuan.”
Maksud ayat ini adalah, Yusuf meminta kepada raja supaya semua urusan yang berhubungan dengan perekonomian negara diserahkan kepadanya agar dia dapat mengaturnya dengan sebaik-baiknya guna menghindari bahaya kelaparan, walaupun musim kemarau amat panjang. Selanjutnya Yusuf mengetengahkan rencana jangka panjangnya.

Seorang penguasa ( pemimpin ) akan mendapat pahala atas segala kebaikan yang ia datangkan kepada rakyatnya, juga atas usahanya menolak semua kejahatan yang mengancam atau berpotensi mengancam rakyatnya. Dalam firman-Nya pada surah al-Baqarah ayat 220 yang artinya, “Tentang dunia dan akhirat. Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang anak-anak yatim. Katakanlah, “Memperbaiki keadaan mereka adalah baik!” Dan jika kamu mempergauli mereka, maka mereka adalah saudara-saudaramu. Allah mengetahui orang yang berbuat kerusakan dan yang berbuat kebaikan. Dan jika Allah menghendaki, niscaya Dia datangkan kesulitan kepadamu. Sungguh, Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.

Akan lebih baik jika karakter seorang pemimpin pelayan juga berkarakter dan menjunjung amanah yang teguh, adil serta lemah lembut pada rakyat. Bersih tidak terlibat manipulasi maupun korupsi adalah syarat mutlak. Semoga Allah Swt. memberikan pemimpin negeri ini seorang pelayan dan bersih, berakhlak mulia serta lebih mementingan rakyatnya daripada dirinya, keluarga dan golongannya.

*)Aunur Rofiq

Ketua DPP PPP periode 2020-2025

Ketua Dewan Pembina HIPSI ( Himpunan Pengusaha Santri Indonesia)

Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggungjawab penulis. (Terimakasih – Redaksi)

(nwk/nwk)



Sumber : www.detik.com