Category Archives: Dakwah

Khutbah Jumat Bulan Muharram 1445 H: Menyikapi Tahun Baru Islam


Jakarta

Muslim mulai memasuki hari Jumat pertama di bulan Muharram 1445 H. Masih dalam momen Tahun Baru Islam, tidak ada salahnya khutbah Jumat masih mengangkat tema bagaimana cara menyikapi lembaran baru di tahun Hijriah ini.

Oleh karena itu berikut ini adalah contoh khutbah Jumat Bulan Muharram yang bisa dijadikan referensi oleh khatib. Khutbah berikut dikutip dari tulisan Penyuluh Agama Islam Kementerian Agama (Kemenag) Kecamatan Bojong Genteng Yudi Yansyah melalui laman resmi Kemenag Kanwil Kabupaten Sukabumi.

Contoh Teks Khutbah Jumat Bulan Muharram 1445 H

Khutbah Pertama

اَلْحَمْدُ للهِ، وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ، وَمَوْلَنَا مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللهِ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ وَمَوَّالَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدَهُ.


اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ دَعَا بِدَعْوَتِهِ اِلىَ يَوْمِ الدِّيْنِ. أَمَّا بَعْدُ، فَيَا عِبَادَ اللهِ اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ.

وَقَالَ اللهُ تَعَالَى فِي اْلقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَهُوَ أَصْدَقُ الْقَائِلِيْنَ، أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ :يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ (آل عمران: 102).

وَقَالَ فِي أَيَةٍ أُخْرَى : كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ (آل عمران : 185).

Hadirin rahimakumullah,

Puji syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kita kekuatan keimanan, ketaqwaan dan kesehatan. Sholawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, sahabatnya, dan kepada semua pengikutnya yang setia sampai akhir zaman.

Pada saat ini sampailah kita kepada hari yang dimuliakan oleh Allah SWT yang disebut sebagai Sayyidul Ayyam (induk dari segala hari), Allah SWT masih memberikan umur panjang sampai saat ini. Allah SWT juga telah memberikan nikmat sehat serta nikmat istiqamah di dalam hati kita. Sehingga dengan nikmat tersebut, ringan melangkahkan kaki menyambut seruan azan, datang memenuhi panggilan Allah, menunaikan salat fardhu pada hari yang mulia ini.

Untuk itu kita bersyukur kepada Allah dengan memperbanyak mengucapkan hamdalah (alhamdulillahi robbil ‘alamin). Bersyukur dengan perbuatan, senantiasa istiqomah melaksanakan segala perintah Allah, dan menjauhi segala larangan-Nya.

Selanjutnya, sholawat mari kita bacakan untuk Nabi Muhammad SAW. Mudah-mudahan dengan memperbanyak sholawat, dalam kehidupan kita diberikan istiqamah, dan di akhir hayat ditutup dengan husnul khatimah, dan ketika menghadap Allah SWT mendapatkan syafaatnya, insya Allah. Aamiin.

Hadirin rahimakumullah,

Mari kita tingkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT, di mana pun dan kapan pun kita berada, karena kita tidak mengetahui kapan ajal akan tiba. Ketika saat ajal telah mendekat, segala harta dan kedudukan tidak akan berguna lagi, demikian pula taubat dan penyesalan.

Alhamdulillah, pada hari Rabu, kita telah sampai pada akhir hari bulan Zulhijah 1444 Hijriah. Kemudian Allah SWT memberikan kita kesempatan untuk memasuki awal bulan Muharram 1445 Hijriah.

Mari kita merenungkan arti dan pelajaran apa yang bisa kita ambil dari kesempatan hidup yang Allah berikan, sehingga kita dapat memulai awal Muharram 1445 Hijriah dengan semangat baru.

Pelajaran terbesar yang bisa kita ambil adalah bahwa Allah masih memberi kita kesempatan untuk melakukan introspeksi diri secara menyeluruh. Kita harus mengevaluasi keimanan, keislaman, ibadah, akhlak mulia, hubungan sosial, peningkatan ilmu, kewajiban, tanggung jawab, manajemen waktu, gaya hidup, dan semua aspek kehidupan kita selama tahun sebelumnya.

Introspeksi diri adalah kunci utama dalam kehidupan. Dengan merenungkan diri kita, kita dapat mengetahui kelemahan dan kelebihan kita di masa lalu, melakukan perbaikan hari ini, dan merencanakan masa depan.

Melalui introspeksi diri, kita dapat menutupi kelemahan masa lalu dan meningkatkan kualitas diri pada hari ini dan masa depan. Hidup kita akan terus berkembang menuju arah yang benar dan lurus.

Dengan melakukan introspeksi diri, kita dapat memahami hakikat dan persoalan diri dengan jelas, menilai amal yang telah kita lakukan, dan meningkatkan kapasitas diri sebagai bekal untuk perjalanan panjang dan pasti menuju akhirat.

Introspeksi diri adalah kekayaan yang harus kita miliki, karena sangat penting dalam menjalankan kehidupan ini. Seperti yang dikatakan oleh Khalifah Umar RA,

حَاسِبُوْا أَنْفُوْسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوْا

Bacaan latin: Hasibu anfusakum qabla an tuhasabu.

Artinya: Hisablah, hitung-hitunglah diri kamu sebelum kamu dihisab oleh Allah SWT.

وَزِنُوْاهَا قَبْلَ أَنْ تُزَانُوْا

Bacaan latin: Wazinuha qabla an tuzanu.

Artinya: Timbang-timbang amal kamu sebelum amal kamu ditimbang oleh Allah SWT.

Hadirin yang dirahmati Allah SWT,

Mari kita bersiap untuk menghadapi hari di mana seluruh umat manusia akan dikumpulkan di padang mahsyar di masa depan. Di sana, Allah akan meminta pertanggungjawaban atas segala keyakinan, iman, perkataan, dan perbuatan kita secara mendetail dan lengkap, tidak ada yang terlupakan. Apabila amal perbuatan kita baik, Allah akan memberikan balasan yang baik pula. Namun, jika amal perbuatan kita buruk, maka balasan yang diterima juga akan sesuai dengan hal tersebut.

Hadirin rahimakumullah,

Dalam kehidupan ini, ada tiga hal yang perlu kita refleksikan dan hitung-hitung, yaitu pertama, agama, yaitu Islam. Kita perlu bertanya pada diri sendiri sejauh mana pemahaman dan pengamalan kita terhadap ajaran agama ini. Sejauh mana kita menghayati dan mengamalkan nilai-nilai Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah SAW, yang merupakan sumber utama ajaran agama?

Hadirin rahimakumullah,

Tentang masalah agama ini, kita harus selalu menghidupkan semangat belajar dalam diri. Karena agama Islam adalah ilmu, dan ilmu tidak akan kita peroleh kecuali dengan proses belajar dan mempelajarinya. Para ulama telah merumuskan ilmu agama Islam dengan cara yang sangat ilmiah, rinci, dan sistematis, sehingga memudahkan kita untuk memahami dan mengamalkannya. Secara keseluruhan, ilmu agama yang harus dipelajari dan diamalkan mencakup iman, akidah, ibadah, akhlak, muamalah, masalah keluarga, dan syariah.

Hadirin yang dirahmati Allah SWT,

Selanjutnya, terkait dengan urusan dunia, terdapat tiga hal yang perlu kita pertimbangkan.

Pertama, bagaimana cara kita menghadapi kehidupan dunia ini? Apakah kita mencintainya dengan berlebihan dan menjadikannya sebagai tujuan utama dalam hidup? Ataukah kita menganggap berbagai fasilitas dunia, seperti uang, rumah, dan kendaraan, hanya sebagai sarana untuk menjalani kehidupan, sementara cinta kita pada Allah SWT dan rasul-Nya lebih utama? Ingatlah, Rasulullah SAW mengajarkan kepada kita bahwa menghindari keserakahan terhadap dunia adalah kunci mendapatkan cinta Allah.

Kedua, perhatikan dari mana asal usul semua harta yang kita miliki. Apakah harta yang kita peroleh benar-benar berasal dari sumber yang halal, tidak dicampuri dengan yang haram seperti riba, penipuan, pencurian, atau hal-hal yang diragukan (syubhat)? Karena harta yang haram dan syubhat dapat menyebabkan hati menjadi sakit dan doa-doa kita tidak akan dikabulkan oleh Allah SWT.

Akibatnya, keberkahan hidup kita di dunia akan hilang, dan di akhirat nanti kita akan menghadapi hukuman dari Allah SWT. Oleh karena itu, Allah SWT dan Rasul-Nya memerintahkan kita untuk mengonsumsi, menggunakan, dan memanfaatkan harta dari sumber yang halal dan yang telah diizinkan oleh-Nya.

Ketiga, bagaimana kita menggunakan dan memanfaatkan harta yang Allah SWT anugerahkan kepada kita? Meskipun harta yang kita peroleh berasal dari cara yang halal dan jenisnya pun halal, bukan berarti kita bisa menggunakannya secara sembarangan. Islam mengatur sistem pengeluaran, distribusi, dan pemanfaatan harta. Sebenarnya, harta yang Allah SWT titipkan kepada kita adalah modal untuk tujuan akhirat.

Oleh karena itu, Allah SWT mendorong kita untuk membelanjakan harta-Nya di jalan-Nya setelah memenuhi kewajiban-kewajiban yang ada, seperti zakat, nafkah, infak, sedekah, wasiat, dan sejenisnya. Dengan cara ini, harta yang Allah anugerahkan dapat bermanfaat bagi kepentingan akhirat.

Hadirin rahimakumullah,

Selanjutnya, masalah akhirat yang akan menjadi tempat tinggal kita selamanya. Terkait dengan hal ini, hanya ada dua kata kunci: ikhlaskan niat kita hanya karena Allah SWT dalam segala ucapan dan amal yang saleh, sebanyak mungkin yang kita bisa lakukan.

Oleh karena itu, hidup kita harus berfokus pada akhirat dan tidak boleh lebih mencintai dunia daripada akhirat, karena dunia akan musnah, termasuk jasad kita sendiri, sementara akhirat adalah keabadian yang abadi. Selain itu, jadikanlah kesuksesan di akhirat sebagai standar utama kesuksesan yang sejati.

Allah SWT berfirman,

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ (آل عمران : 185)

Artinya: “Semua yang bernyawa pasti mati. Nanti pada hari kiamat (akhirat) akan disempurnakan pahala kalian. Siapa yang dijauhkan (pada hari itu) dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh dialah yang sukses. Dan tidak adalah kehidupan dunia ini melainkan kenikmatan yang menipu.” (QS Ali-Imran: 185)

Hadirin yang diberkahi Allah SWT,

Mari kita bersyukur atas nikmat umur yang telah diberikan Allah kepada kita, sehingga kita bisa menghirup udara segar di bulan Muharram 1445 Hijriah tahun ini. Mari kita lakukan introspeksi diri (muhasabatun nafsi).

Semoga Allah memudahkan langkah kita untuk meningkatkan kualitas dalam agama, dunia, dan akhirat di tahun 1445 Hijriyah ini, dan semoga hidup kita pada tahun ini menjadi lebih baik daripada tahun-tahun sebelumnya. Aamiin.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَلَّ اللهُ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ، إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ. فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

Demikian contoh khutbah Jumat bulan Muharram ketika memasuki tahun baru Islam. Semoga bermanfaat.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Muharram



Jakarta

Bulan Muharram adalah salah satu bulan suci yang dianggap sakral oleh umat Islam. Selama bulan tersebut, umat Islam diperintahkan untuk memperbanyak ibadah demi mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Dalam bulan Muharram ini penulis fokus akan hikmah pada bulan Muharram:

1. Merupakan bulan yang suci. Tentu bagi umat Islam bulan yang penting untuk memperbanyak ibadah seperti: Menjalankan puasa pada tanggal 9 Muharram (puasa Tasua) dan puasa pada tanggal 10 Muharram (puasa Asyura). Puasa Ini dituntun oleh Rasulullah SAW dalam riwayat yang disampaikan Ibnu Abbas, “Artinya: Pada waktu Rasulullah SAW. dan para sahabatnya mengerjakan puasa Asyura, para sahabat menginformasikan kepada Nabi SAW bahwa hari Asyura diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani. Maka Nabi bersabda: Tahun depan insyaallah kami akan berpuasa juga pada hari kesembilan. Kata Ibnu Abbas, akan tetapi sebelum mencapai tahun depan, Rasulullah SAW wafat (HR Muslim).


Dengan demikian, kita melakukan puasa Asyura dengan menambah satu hari sebelumnya yaitu hari Tasua, atau tanggal 9 di bulan Muharram. Kita disunahkan berpuasa selama 2 hari, yaitu tanggal 9 dan 10 Muharram. Setelah berpuasa pada tanggal 9 dan 10 Muharram dilanjutkan dengan memperbanyak sedekah. Dalam menyambut bulan Muharram diperintahkan agar memperbanyak pengeluran dari belanja kita sehari-hari untuk bersedekah, membantu anak-anak yatim, membantu keluarga, kaum kerabat, orang-orang miskin dan mereka yang membutuhkan. Semua itu hendaknya dilakukan dengan tidak memberatkan diri sendiri dan disertai keikhlasan semata-mata mengharap keridhaan Allah SWT. Mengenai hal ini Rasulullah bersabda:”Siapa yang meluaskan pemberian untuk keluarganya atau ahlinya, Allah akan meluaskan rizki bagi orang itu dalam seluruh tahunnya. (HR Baihaqi).

2. Beberapa peristiwa penting terjadi pada hari Asyura. Bertaubatnya Nabi Adam AS setelah melanggar atas larangan-Nya dengan makan buah khuldi. Berlabuhnya kapal Nabi Nuh AS, kapal Nabi Nuh berlabuh di bukit Zuhdi setelah melalui banjir bandang yang melanda saat itu. Ini juga menjadi penanda Nabi Nuh dan pengikutnya yang masih beriman selamat dari banjir bandang yang menghanyutkan hingga membinasakan banyak makhluk. Nabi Musa AS selamat dari serangan Firaun, di tanggal ini, Nabi Musa dan kaum Bani Israil selamat dari serangan kerajaan Firaun di Laut Merah.

Penulis mengambil pada peristiwa yang menimpa ketiga Nabi dan mencoba mengambil hikmah dari kejadian itu. Peristiwa Nabi Adam AS menunjukkan bahwa Allah SWT Maha Kuasa sebagai Sang Pencipta, Nabi Adam AS terlahir dan diberikan aturan, namun dilanggar sehingga diturunkan ke bumi. Saat itu Nabi Adam AS menyadari kesalahannya dan bertaubat, maka Allah SWT Maha Pengampun telah memberinya pengampunan.

Adapun peristiwa Nabi Nuh AS, Allah SWT menunjukkan padanya tentang kepatuhan dan keimanan. Saat Nabi Nuh AS mengajak anak dan istrinya bergabung dalam perahunya, keduanya menolak. Singkat cerita perahu dan penumpangnya selamat yang berlabuh di bukit Zuhdi dan anak serta istrinya tidak selamat. Mereka tidak patuh pada Nabi Nuh AS juga tidak beriman pada Allah SWT. Hal ini sebagaimana firman-Nya dalam surah al-Hujurat ayat 15 yang artinya, “Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu.”

Peristiwa yang menimpa Nabi MusaAS dan umatnya kaum Bani Israil selamat dari pengejaran Firaun di Laut Merah. Beliau dan umatnya yang berjumlah sekitar lima ratus ribu orang selamat memasuki Gurun Sinai untuk kembali ke tanah leluhur mereka.

Dalam peristiwa itu Allah SWT telah menunjukkan kekuasaan-Nya pada seseorang berkuasa (Firaun) dan mengaku Tuhan, “Siapa yang lebih berkuasa, engkau apa Aku?” Ternyata saat ajal hampir mendatangi Firaun ada pengakuan diri kalau Allah SWT itu yang Maha Kuasa.

3. Muhasabah. Muhasabah atau introspeksi diri ini sangat penting dalam kehidupan seorang yang beriman. Dalam introspeksi ada unsur untuk menjadi sosok pembelajar, artinya selalu mengikuti perkembangan zaman. Unsur kedua, selalu berikhtiar untuk menjadi sosok unggul di masa depan dan yang terakhir adalah unsur untuk menjadi sosok yang berprestasi. Jika ketiga unsur ini sudah ‘mendarah daging’ dalam setiap muhasabah, Insya Allah kaum beriman akan mengisi kehidupan ini sebagai pelopor peradaban.

Sebagaimana firman-Nya yang mempertegas agar kita berikhtiar dalam surah al-Ankabut ayat 17 yang artinya, “Maka carilah rezeki di sisi Allah, kemudian beribadah dan bersyukurlah kepada Allah. Hanya kepada Allah kamu akan dikembalikan.” Kemudian dipertegas untuk setiap muslim menjadi orang berprestasi dengan firman-Nya surah al-Zalzalah ayat 7-8 yang artinya, “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar zarahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.”

Dalam rekayasa bisnis selalu ada unsur evaluasi. Tujuan yang telah ditetapkan dan direncanakan, kemudian dilaksanakan. Hasil pelaksanaan ini akan dilakukan evaluasi, jika ada kelemahan dalam tujuan maka arah bisnis diubah dan jika ada kelemahan dalam eksekusi maka fungsi manajerial diperbaiki.

Muhasabah ini juga sangat penting bagi para pemimpin, apakah bupati, gubernur maupun presiden. Makin sering melakukan muhasabah dalam periode tertentu maka makin kecil penyimpangannya dari yang direncakan. Para pemimpin sering memberikan janji (saat sebelum terpilih) maka setelah amanah diperoleh merupakan saat merealisasikan, maka muhasabah akan membantu untuk mendekati yang dijanjikan.

Ya Allah, Engkau Maha Pemberi penerangan, bimbinglah kami semua dalam mengisi kehidupan tahun ini yang penuh dengan cobaan, akan menjadi lebih baik. Semoga Engkau berikan keberkahan pada kami semua di tahun 1445 H.

(nwk/nwk)



Sumber : www.detik.com

Khutbah Jumat Pertama Nabi Muhammad, Berisi Wasiat bagi Umat Islam



Jakarta

Khutbah Jumat pertama Nabi Muhammad SAW dilaksanakan ketika beliau bersama para sahabat dalam perjalanan hijrah dari Makkah menuju Madinah. Tepatnya pada minggu kedua bulan Rabiul Awwal atau minggu terakhir di bulan September 622 Masehi.

Hari tersebut turut menjadi pertama kalinya umat Islam melaksanakan sholat Jumat.

Menilik sejarahnya, sholat Jumat sebenarnya telah disyariatkan sejak periode Makkah sebelum Rasulullah SAW hijrah ke Madinah. Akan tetapi, sholat Jumat kala itu belum bisa dilaksanakan sebab jumlah kaum muslim masih sedikit serta kerasnya intimidasi dari kaum kafir Quraisy di Makkah.


Pada akhirnya, sholat Jumat untuk pertama kalinya dilaksanakan di Wadi Ranuna, kurang lebih 3 kilometer dari Masjid Quba menuju Madinah. Di tempat itulah Nabi SAW memberikan khutbah Jumat pertama kalinya.

Isi Khutbah Jumat Pertama Nabi Muhammad SAW

Dalam khutbah Jumat pertamanya, Rasulullah SAW menyampaikan beberapa wasiat penting bagi umat Islam. Berikut isi khutbah Jumat pertama Nabi Muhammad SAW yang dikutip dari buku Himpunan Wasiat Agung Nabi Muhammad SAW, Abu Bakar, Umar, Usman, dan Ali karya Miftahul Asror Malik.

“Segala puji bagi Allah Subhanahu wa ta’ala. Aku memuji, meminta pertolongan, ampunan, dan petunjuk kepada-Nya. Aku beriman kepada-Nya dan tidak mengkufuri-Nya. Aku memusuhi orang yang mengkufuri-Nya. Aku bersaksi bahwa tiada tuhan kecuali Allah, tiada sekutu bagi-Nya, dan Muhammad ialah hamba dan rasul-Nya. Dia mengutusnya dengan membawa petunjuk, cahaya, dan nasihat setelah lama tidak diutus rasul, ilmu yang sedikit, umat manusia yang tersesat, zaman terputus, sedangkan hari kiamat dan ajal semakin dekat.

Barangsiapa yang taat kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya, sesungguhnya ia telah mendapatkan petunjuk. Dan barang siapa yang bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya, sesungguhnya ia telah melampaui batas dan tersesat dengan kesesatan yang sangat jauh.

Aku berpesan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Itulah wasiat terbaik bagi seorang Muslim. Dan, seorang Muslim hendaknya selalu ingat akhirat dan menyeru kepada ketakwaan kepada Allah subhanahu wa ta’ala.

Berhati-hatilah terhadap yang diperingatkan Allah subhanahu wa ta’ala. Sebab, itulah peringatan yang tiada tandingannya. Sesungguhnya ketakwaan kepada Allah yang dilaksanakan karena takut kepada-Nya, ia akan memperoleh pertolongan Allah atas segala urusan akhirat.

Barang siapa di antara kalian yang selalu memperbaiki hubungan dirinya dengan Allah subhanahu wa ta’ala, baik di secara rahasia maupun di tengah keramaian, dan ia melakukan itu dengan niat tidak lain kecuali hanya mengharapkan ridha Allah, maka baginya kesuksesan di dunia dan tabungan pahala setelah mati, yaitu ketika di akhirat setiap orang membutuhkan balasan atas apa yang telah dia kerjakan di dunia.

Dan, jika ia tidak melakukan semua itu, pastilah ia berharap agar waktu hidupnya menjadi lebih panjang. Allah memperingatkan kamu terhadap siksa-Nya. Dialah dzat yang firman-Nya benar dan menepati janji-Nya.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman di dalam Al Quran Surat Qaf ayat 29:

مَا يُبَدَّلُ ٱلْقَوْلُ لَدَىَّ وَمَآ أَنَا۠ بِظَلَّٰمٍ لِّلْعَبِيدِ

Arab-Latin: Mā yubaddalul-qaulu ladayya wa mā ana biẓallāmil lil-‘abīd.

Artinya: “Keputusan di sisi-Ku tidak dapat diubah dan Aku sekali-kali tidak menganiaya hamba-hamba-Ku.”

Bertakwalah kalian kepada Allah dalam urusan dunia dan akhirat kalian, baik dalam kerahasiaan maupun terang-terangan. Karena sesungguhnya barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan melipat gandakan pahalanya. Barangsiapa bertakwa kepada Allah, sungguh ia telah akan mendapatkan keberuntungan yang besar.

Sesungguhnya bertakwa kepada Allah dapat melindungi kalian dari kemarahan, hukuman, dan murka-Nya. Takwa kepada Allah bisa membuat wajah menjadi cerah, membuat Allah ridha, dan meninggikan derajat kalian.

Ambillah bagian kalian dan jangan melalaikan hak Allah. Allah SWT telah mengajarkan kepada kalian dalam kitab-Nya dan menunjukkan jalan-Nya, agar Dia orang-orang yang mempercayai-Nya dan mendustakan-Nya.

Maka, berbuat baiklah sebagaimana Allah berbuat baik kepada kalian. Dan musuhilah para musuh Allah. Berjihadlah di jalan Allah dengan sebenar-benarnya jihad. Dia telah memilih kalian dan menamakan kalian sebagai orang-orang Islam. Agar orang yang binasa itu binasanya dengan bukti yang nyata dan orang-orang yang hidup itu hidupnya dengan bukti yang nyata pula.

Sungguh tiada daya upaya, kecuali hanya dengan pertolongan Allah SWT. Maka, perbanyaklah dzikir kepada Allah dan beramallah untuk kehidupan akhiratmu. Sesungguhnya barang siapa yang menjaga hubungan baik dengan Allah, maka Allah pun akan menjaga hubungan orang itu dengan manusia lainnya.

Karena Allah Subhanahu wa ta’ala memberikan ketetapan atas manusia, sedangkan manusia tidak dapat menentukan keputusan atas-Nya. Allah SWT memiliki apapun yang ada pada manusia, sedang manusia tidak bisa memiliki apapun yang ada pada-Nya. Allah SWT Maha Besar. Tiada daya dan upaya kecuali dengan kekuatan Allah Yang Maha Agung.”

Usai sholat dan melakukan khutbah Jumat pertama kali, Rasulullah SAW bersama para sahabat kemudian melanjutkan perjalanan menuju Madinah. Mereka tiba pada hari Senin 16 Rabiul Awwal atau bertepatan dengan 20 September 622 M.

(dvs/dvs)



Sumber : www.detik.com

Fikih Safar bagi Jemaah dan Petugas Haji Indonesia


Jakarta

Sebagian besar jemaah haji Indonesia 1444 H/20123 sudah kembali ke Tanah Air. Mereka sudah kumpul bersama keluarga, tetangga dan sahabatnya setelah sekian lama ditinggal melaksanakan ibadah haji.

Jemaah haji Indonesia ada yang masih belum pulan ke Tanah Air, karena menuntaskan kesempurnaan serangkaian perjalanan ibadah hajinya, yaitu ibadah di masjid Nabawi Madinah sekaligus ziarah ke makam Rasullah shallallahu alaihi wasallam.

Petugas Haji Indonesia sejak sepekan yang lalu sudah ada yang pulang ke Tanah Air karena sudah purna tugas sebagai PPIH Arab Saudi 1444 H/2023 M. Sebagian yang lain kepulangannya ada tanggal 26 dan 27 Juli 2023 hingga awal bulan Agustus 3023.


Berkenaan dengan kepulangannya ke Tanah Air, penting mengingat kembali tentang tata cara ibadah selama dalam perjalanan pulang ke Indonesia.

Pulang Bentuk Rasa Cinta Tanah Air

Mencintai Tanah Air atau tempat kelahiran bisa disebut sebagai fitrah dan karakteristik manusia. Seseorang pasti akan ingat kampung halaman. Terlebih saat momentum lebaran seperti hari raya Idul Fitri, Idul Adha, kerja di luar negeri, tugas negara atau momentum lainya. Seindah apapun di negeri orang tetap tidak bisa menggantikan keindahan dan kehangatan di negeri sendiri, kumpul bersama keluarga, tetangga dan sahabat.

Dikisahkan, karena cintanya Rasulullah shalallahu alaihi wasallam terhadap kota Makkah, sebagaimana manusia pada umumnya, Rasulullah merasakan sedih ketika meninggalkan kota Makkah. Seandainya bukan perintah Hijrah, tentu Rasulullah tidak meninggalkan kota Makkah. Rasulullah shalallahu alaihi wasallam sangat mencintai tanah kelahirannya, yaitu Makkah.

Ekspresi cinta Rasulullah shalallahu alaihi wasallam terhadap tanah kelahirannya, terlihat dari riwayat Ibnu Abbas dalam hadis riwayat al-Tirmidzi. Ia menjelaskan betapa cinta dan bangganya Rasullullah shalallahu alaihi wasallam pada tanah kelahirannya. Rasa cinta tersebut terlihat dari ungkapan Nabi Muhammad terhadap kota Mekah.

Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Alangkah indahnya dirimu (Makkah). Engkaulah yang paling kucintai. Seandainya saja dulu penduduk Makkah tidak mengusirku, pasti aku masih tinggal di sini.” (HR: al-Tirmidzi).

Tata Cara Bepergian yang Islami

Selama dalam perjalanan atau bepergian jauh ke tempat yang sudah ditentukan ada dispensasi (rukhsoh) dalam menjalankan ibadah. Dalam istilah fikih, orang yang bepergian atau dalam perjalanan disebut musafir (orang yang bepergian). Bagi musafir boleh mengerjakan salat dengan cara diringkas (qasar salat) atau boleh menggabung dua shalat fardu dalam satu waktu (jamak salat), boleh tidak berpuasa dan dispensasi lainnya.

Seseorang yang melakukan perjalanan jauh hendaknya memperhatikan anjuran dan ketentuan sebagai berikut:

(1). Sunah Salat Sunat Dua Rakat

Bagi jemaah atau petugas haji Indonesia yang hendak balik ke Tanah Air disunahkan melakukan salat sunah safar terlebih dahulu. Niat dan sara salat sunah safar sebagai berikut:

أُصَلِّي سُنَّةَ السَّفَرِ رَكْعَتَيْنِ لِلّٰهِ تَعَالَى

“Saya niat shalat sunnah perjalanan dua rakaat karena Allah ta’ala.”

Pada rakaat pertama dianjurkan membaca surat Al-Kafirun setelah membaca surat Al-Fatihah, dan untuk rakaat kedua membaca surat Al-Ikhlas setelah membaca Al-Fatihah.

(2). Berdoa

Pada saat memulai melakukan perjalanan hendaknya kita memohon kepada Allah agar selamat sampai tujuan.

Berikut ini doa yang selalu dibaca Rasulullah shalallahu alaihi wasallam setiap bepergian;

اللَّهُمَّ أَنْتَ الصَّاحِبُ فِى السَّفَرِ وَالْخَلِيفَةُ فِى الأَهْلِ اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنْ وَعْثَاءِ السَّفَرِ وَكَآبَةِ الْمَنْظَرِ وَسُوءِ الْمُنْقَلَبِ فِى الْمَالِ وَالأَهْلِ

“Ya Allah, Engkau adalah teman dalam perjalanan dan pengganti dalam keluarga. Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kesulitan perjalanan, kesedihan tempat kembali, doa orang yang teraniaya, dan dari pandangan yang menyedihkan dalam keluarga dan harta.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah).

(3). Boleh Menggabung atau Meringkas Salat

Perjalanan yang sudah mencapai kurang lebih 89 km (88,704 km) maka seseorang diperbolehkan meringkas salatnya atau menggabung dua salat dalam satu waktu.

وَإِذَا ضَرَبْتُمْ فِي الْأَرْضِ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَقْصُرُوا مِنَ الصَّلَاةِ

“Ketika kalian bepergian di bumi, maka bagi kalian tidak ada dosa untuk meringkas shalat.”
(QS. An-Nisa : 101)

Praktik meringkas salat (qasar salat) hanya berlaku untuk shalat bilangan empat rakaat seperti Dzhur, Asar dan Isya yang kemudian diringkas masing-masing menjadi dua rakaat.

Sedangkan praktik menggabungkan dua salat (jamak salat) dalam satu waktu hanya bisa dilakukan untuk salat Zuhur digabung dengan Asar, Maghrib digabung dengan Isya’. Untuk salat Shubuh tidak bisa digabung apalagi diringkas.

جَمَعَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ بِالْمَدِينَةِ فِي غَيْرِ سَفَرٍ وَلا خَوْفٍ، قَالَ: قُلْتُ يَا أَبَا الْعَبَّاسِ: وَلِمَ فَعَلَ ذَلِكَ؟ قَالَ: أَرَادَ أَنْ لاَ يُحْرِجَ أَحَدًا مِنْ أُمَّتِهِ.

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menjamak antara shalat Dzuhur dan Ashar di Madinah bukan karena bepergian juga bukan karena takut. Saya bertanya: Wahai Abu Abbas, mengapa bisa demikian? Dia menjawab: Dia (Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam) tidak menghendaki kesulitan bagi umatnya.” (HR. Ahmad).

Perjalanan jauh seperti Arab Saudi-Indonesia atau sebaliknya, dimana durasi waktunya bisa mencapai kisaran 9 atau 10 jam, maka cara melaksanakan salatnya dapat memperhatikan jadwal penerbangan pesawat, seperti sebagai berikut:

a. Jika jadwal pesawatnya terbang jam 03.00 Waktu Arab Saudi, maka salat subuhnya bisa dilakuan di pesawat. Persiapkan wudhu sebelum naik pesawat atau boleh tayamum di pesawat. Salat di pesawat dilakukan dengan cara yang memungkinkan baginya, dan jikapun tidak memungkinkan sebagaimana mestinya, maka salat dapat dilakukan sebisanya; salat duduk, tanpa wudhu dan tidak menghadap kiblat. Salatnya disebut menghormati waktu salat yang diwajibkan. (lihurmatil waqti) . Salat yang dilakukan karena alasan lihurmatil waqti, nanti setelah sampai di Indonesia diulangi kembali (i’adah).

b. Jika jadwal penerbangan pesawatnya jam 19.40 Waktu Arab Saudi, maka jika memungkinkan salat Maghribnya digabung dengan salat Isya’ dengan cara salat jama’ taqdim sebelum naik ke pesawat. Salat Maghribnya tiga rakaat sebagaimana biasa, lalu dilanjutkan salat Isya’, baik empat rakaat atau dua rakaat secara qoshor. Untuk salat subuhnya di pesawat dilaksanakan seperti cara poin 1 di atas.

(4). Boleh Tidak Puasa

Seseorang yang melakukan perjalanan dengan ketentuan jarak tempuh sebagaimana boleh menggabung (jamak) atau meringkas (qasar) salat, ia juga diperbolehkan untuk tidak berpuasa fardu, apalagi puasa sunah. Puasa fardu seperti puasa Ramadhan yang ditinggalkan karena bepergian wajib diganti setelah bulan Ramadhan.

فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
“…Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain…” (QS. al-Baqarah: 185)

Dalam kitab fikih ulama banyak menjelaskan ketentuan perihal boleh atau tidaknya bagi seseorang yang sedang bepergian untuk tidak puasa. Misalnya antara lain disebutkan sebagai berikut;

( وَ ) يُبَاحُ تَرْكُهُ ( لِلْمُسَافِرِ سَفَرًا طَوِيلا مُبَاحًا ) فَإِنْ تَضَرَّرَ بِهِ فَالْفِطْرُ أَفْضَلُ وَإِلا فَالصَّوْمُ أَفْضَلُ كَمَا تَقَدَّمَ فِي بَابِ صَلاةِ الْمُسَافِرِ . ( وَلَوْ أَصْبَحَ ) الْمُقِيمُ ( صَائِمًا فَمَرِضَ أَفْطَرَ ) لِوُجُودِ الْمُبِيحِ لِلإِفْطَارِ . ( وَإِنْ سَافَرَ فَلا ) يُفْطِرُ تَغْلِيبًا لِحُكْمِ الْحَضَرِ وَقِيلَ يُفْطِرُ تَغْلِيبًا لِحُكْمِ السَّفَرِ .

“Dan dibolehkan meninggalkan berpuasa bagi seorang musafir dengan perjalan yang jauh dan diperbolehkan (mubah). Bila dengan berpuasa seorang musafir mengalami mudarat maka berbuka lebih utama, bila tidak maka berpuasa lebih utama sebagaimana telah lewat penjelasannya pada bab shalatnya musafir. Bila pada pagi hari seorang yang bermukim berpuasa kemudian ia sakit maka ia diperbolehkan berbuka karena adanya alasan yang membolehkannya berbuka. Namun bila orang yang mukim itu melakukan perjalanan maka ia tidak dibolehkan berbuka dengan memenangkan hukum bagi orang yang tidak bepergian. Dikatakan juga ia boleh berbuka dengan memenangkan hukum bagi orang yang bepergian” ( Kanzur Raghibin Syarh Minhajut Thalibin, juz 2, hal. 161)

(5). Boleh Cipika Cipiki dengan Keluarga

Menurut Imam Ibnu Hajar Al-Haitami, seseorang yang baru datang bepergian jauh seperti baru pulang ibadah haji, selain bersalaman, dia juga diperbolehkan berpelukan dengan anggota keluarga, tetangga dan sahabatnya. Bersalaman atau berpelukan dengan lawan jenis yang bukan mahramnya tetap tidak diperbolehkan meskipun atas alasan lama tidak bertemu. Wallahu A’almu bi ash-Showabi

*) Abdul Muiz Ali
Petugas PPIH Arab Saudi, Pengurus Lembaga Dakwah PBNU dan Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI Pusat

(nwk/nwk)



Sumber : www.detik.com

Khutbah Jumat 10 Muharram: Sejarah Anjuran Puasa Asyura



Jakarta

Salat Jumat pekan ini, 28 Juli 2023, bertepatan dengan hari Asyura. Dengan momentum tersebut, berikut adalah contoh khutbah Jumat mengenai keutamaan bulan Muharram dan sejarah anjuran puasa Asyura yang dapat dijadikan referensi oleh khatib.

Dalam sebuah hadits disebutkan, puasa pada bulan Muharram adalah puasa yang paling utama setelah puasa Ramadan. Abu Hurairah RA mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda,

أَفْضَلُ الصَّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ، وَأَفْضَلُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الْفَريضَةِ صَلَاةُ اللَّيْل


Artinya: “Puasa yang paling utama setelah puasa Ramadan adalah puasa pada bulan Allah Muharram. Dan salat yang paling utama setelah salat fardhu adalah salat malam.” (HR Muslim dalam Shahih-nya bab Fadhlu Shaum Al-Muharram)

Mengutip buku Khutbah Jumat Sepanjang Tahun yang disusun oleh Muhammad Khatib, Kamis (27/7/2023), berikut naskah khutbah Jumat 10 Muharram tentang Sejarah Anjuran Puasa Asyura.

Teks Khutbah Jumat 10 Muharram: Sejarah Anjuran Puasa Asyura

Khutbah 1

الحمدُ لِلَّهِ الذِي جَعَلَ الْأَعْيَادَ بِالْإِفْرَاحِ وَالسُّرُورِ وَاضَاعَفَ لِلْمُتَّقِينَ جَزِيلَ الْأُجُورِ وَكَمِلُ الصِّيَافَة والصّلة للأرْحَامِ بِسَفِيهم المَسْكُورِ، فَسَبْحَانَ مَنْ أَحَلَّ الفطور احْمَدُهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى مِنْ الهُ اعادَ الأَعْيَادَ وَأَدْخِرُهَا بِكُلِّ عَمَلٍ مَبْرُورٍ و واطال الأَجَالَ إِلَيْهَا لِيَنَالُوا بِفَضْلِهَا الْجَزَاء الْمُوفُورِ اشهد ان لا اله الا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ العفو الْغَفُورُ وَاشهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ المشهور صَلَّى اللهُ عَلَى سَيّدِنَا مُحَمدٍ وَعَلَى اللِه وَاصْحَابِ الذِينَ كَانُوا يَرْجُونَ تِجَارَةً لَن تَبُورًا امَّا بَعْدُ : فَيَا أَيُّهَا الْإِخْوَانُ الْكِرَامِ أَوصِيكُمْ وَايَّايَ تَقْوَى اللَّهِ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُمْ مسلمون .

Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,

Pada kesempatan yang penuh berkah ini saya berpesan, khususnya pada saya pribadi dan umum pada jamaah. Marilah kita semua berupaya meningkatkan takwa kepada Allah SWT, dengan cara mengerjakan semua perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Takwa merupakan alasan kita hidup di dunia, sekaligus tujuan dalam rangka meraih surga serta ridha Allah. Tepatlah kiranya, bila kita selalu diingatkan agar selalu meningkatkan takwa.

Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,

Tidak terasa saat ini kita memasuki bulan Muharram, bulan pertama dalam kalender Hijriah. Muharram merupakan bulan yang dimuliakan Allah SWT.

ان عدة الشهورِ عِندَ اللهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًافي كِتَابِ اللهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَواتِ وَالْأَرْضَ مِنهااربعة حرم

Artinya: “Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu,” (QS. At-Taubah: 36)

Di antara dua belas bulan dalam kalender Hijriah, ada empat bulan yang disebut “Asyhurul Hurum” (bulan yang haram), yaitu bulan Zulkaidah, Zulhijjah, Muharram, dan Rajab. Bulan-bulan ini memiliki kemuliaan. Di antaranya Allah mengharamkan umat Islam untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang (membunuh dan berperang). Kecuali diserang oleh orang-orang kafir.

Imam At-Thabari menafsirkan ayat di atas dengan riwayat Ibnu Abbas RA: “Allah menjadikan bulan-bulan ini sebagai bulan suci dan mengagungkan kemuliaannya. Barang siapa yang berbuat dosa pada bulan ini, maka balasannya menjadi lebih besar, dan barang siapa yang beramal saleh pada bulan ini, maka pahalanya juga lebih besar.”

Jemaah Jumat yang dirahmati Allah,

Disebut bulan mulia karena bulan ini disebut “syahrullah” (bulan Allah), Rasulullah SAW bersabda,

أفضل الصيام بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ المُحَرَّمُ وأفضلُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلَاةُ اللَّيْلِ.

Artinya: “Puasa yang paling utama setelah Ramadan adalah puasa di bulan Allah (yaitu) Muharram. Sedangkan salat yang paling utama setelah salat fardhu adalah salat malam”. (HR. Muslim)

Hadits ini mengindikasikan adanya keutamaan khusus yang dimiliki bulan Muharram, karena penamaannya disandarkan kepada lafzhul Jalalah (lafazh Allah). Para ulama menerangkan: Ketika makhluk disandarkan pada lafzhul Jalalah, itu pertanda ada pemuliaan pada makhluk tersebut, sebagaimana istilah Baitullah (rumah Allah) bagi masjid, atau lebih khusus Ka’bah dan naqatullah (unta Allah) istilah agi unta Nabi Saleh dan lain sebagainya.

Keutamaan bulan Muharram tidak disangsikan lagi. Namun, keutamaan itu tidak berarti bila tidak diisi dengan berbagai amalan-amalan ibadah yang berbobot, sehingga keutamaan itu benar-benar bernilai, baik secara individual maupun sosial.

Di antara ibadah yang paling dianjurkan adalah berpuasa. Amalan ini didasarkan pada beberapa hadits, di antaranya sabda Nabi: “Aku berharap pada Allah dengan berpuasa Asyura ini dapat menghapus dosa selama setahun sebelumnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Ketika Nabi SAW tiba di Madinah, beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa di hari Asyura’. Beliau bertanya, “Hari apa ini?” Mereka menjawab, “Hari yang baik, hari di mana Allah menyelamatkan Bani Israil dari musuhnya, sehingga Musa pun berpuasa pada hari ini sebagai bentuk syukur kepada Allah.” Akhirnya Nabi SAW menjawab, “Kami (kaum Muslimin) lebih layak menghormati Musa daripada kalian.” Kemudian, Nabi SAW berpuasa dan memerintahkan para sahabat untuk berpuasa. (HR. Bukhari).

Dikisahkan bahwa Aisyah RA mengatakan, “Ketika Rasulullah tiba di Madinah, beliau berpuasa pada hari Asyura dan memerintahkan umatnya untuk berpuasa. Tapi ketika puasa bulan Ramadan menjadi puasa wajib, dan kewajiban puasa pada hari Asyura dihilangkan. Umat Islam boleh berpuasa pada hari itu jika dia mau, atau boleh juga tidak berpuasa jika ia mau.

Puasa Muharram dapat dilakukan dengan beberapa pilihan. Pertama, berpuasa tiga hari, yaitu sehari sebelumnya dan sehari sesudahnya, yaitu puasa tanggal 9, 10, dan 11 Muharram. Kedua, berpuasa pada hari itu dan satu hari sesudah atau sebelumnya, yaitu puasa tanggal 9 dan 10 atau 10 dan 11. Ketiga, puasa pada tanggal 10 saja, hal ini karena ketika Rasulullah memerintahkan untuk puasa pada hari Asyura, para sahabat berkata: “Itu adalah hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani, beliau bersabda: ‘Jika datang tahun depan insya Allah kita akan berpuasa hari kesembilan, akan tetapi beliau meninggal pada tahun tersebut.” (HR Muslim)

Hadirin jemaah Jumat rahimakumullah

Mengingat besarnya pahala yang diberikan oleh Allah melebihi bulan lainnya, hendaknya kita tidak hanya berpuasa sunnah, tapi juga memperbanyak amalan-amalan ketaatan kepada Allah pada bulan Muharram ini, dengan membaca Al-Qur’an, berdzikir, shadaqah, puasa, dan lainnya.

Selain memperbanyak amalan ketaatan, jangan lupa berusaha menjauhi maksiat kepada Allah, sebab dosa pada bulan Muharram lebih besar dibanding dosa-dosa di bulan lain. Ibnu Qatadah rahimahullah berkata, “Sesungguhnya kedzaliman pada bulan Muharram lebih besar kesalahan dan dosanya daripada kedzaliman yang dilakukan di luar bulan Muharram.

Demikianlah khotbah yang bisa sampaikan pada kesempatan kali ini. Semoga Allah senantiasa memberikan kita taufik, sehingga kita dapat tetap teguh memegang kebenaran, bersegera memperbaiki diri, dan menjauhi perbuatan maksiat yang bisa menodai hati kita. Amin…

بارك الله لي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُم بِمَا فِيهِ مِنَ الْآيَاتِ وَذِكْرِ الْحَكِيمِ وتقبل مني وَمِنكُمْ تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ العليم . أقولُ قَوْلِي هَذَا وَ اسْتَغْفِرُ اللهَ العظيم لي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِينَ وَ المُسلِمَاتِ وَالمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ فَاسْتَغْفِرُوهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Mengatur



Jakarta

Kita buka dengan firman-Nya dalam surah al-Qashash ayat 68 yang berbunyi, “Tuhanmu menciptakan dan memilih apa yang Dia kehendaki. Bagi mereka (manusia) tidak ada pilihan. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan.”

Tuhanmu menciptakan sesuatu yang dikehendaki untuk diciptakan dan menentukan sesuatu yang dikehendaki untuk ditentukan (dalam hal ini adalah penegasan bahwa kebebasan menciptakan dan menentukan itu milik Allah SWT). Penentuan itu tidak dengan menyeleksi sebagian sesuatu dan menyisakan sisanya kepada seorang ciptaan, melainkan dikembalikan kepada Allah SWT. Maha Suci Allah dari pertentangan seseorang tentang ketentuan-Nya dan Maha Agung serta Maha Suci dari perbuatan syirik mereka. Kewenangan pengaturan terhadap kehidupan manusia oleh-Nya.

Tidak ada kewenangan sedikit pun ada pada manusia. Penegasan atas ketidakadaan wewenang ada pada surah an-Najm ayat 24-25 yang berbunyi, “Atau apakah manusia akan mendapat segala yang dicita-citakannya? (tidak!) Maka milik Allah-lah kehidupan akhirat dan kehidupan dunia. “


Manusia yang diciptakan “istimewa” dari makhluk lain, menjadikan seseorang bisa meraih kehormatan dalam pangkat dan jabatan, harta maupun kepandaian. Tatkala seseorang mencapai tingkatan yang dianggap paripurna (dunia) seperti kaya raya, pimpinan suatu negara, bergelar akademik tertinggi, jika tidak berhati-hati dalam menjalankan kehidupan bisa menjadikan tergelincir. Kewenangan pimpinan suatu negara tentu sangat luas, dan kadangkala bisa berkawan dengan setan, maka jadilah pemimpin yang zalim. Sama halnya akan terjadi pada pengusaha yang kaya raya dan orang berpendidikan dalam tingkatan dan bentuk yang berbeda, maka bersikap tawaduk-lah akan menyelamatkan diri.

Ketahuilah bahwa Allah SWT menghendaki untuk menjadikan seorang hamba kuat menghadapi ketentuan-Nya, maka ia akan dihiasi oleh pancaran cahaya dari sifat-Nya. Saat takdir turun padanya dan cahaya Tuhan sampai padanya, maka ia akan menggantungkan diri pada-Nya bukan bersandar pada diri sendiri, sehingga ia kuat menanggung beban dan bersabar setiap ada kesulitan. Ia sadar bahwa kesulitan pun datangnya dari-Nya, sehingga ia rida atas apapun yang datangnya dari-Nya.

Di sini seseorang tersebut tidak ada rasa kebanggaan terhadap dirinya meskipun sejatinya dia hebat, karena kesadarannya dan kehebatannya merupakan pemberian-Nya. Ketika hati mencapai kelapangan, maka Allah Swt. akan menambahkan dengan limpahan anugerah dari sisi-Nya. Para ulama memberikan nasihatnya, “Barang siapa mempersiapkan diri akan menerima kucuran anugerah.” Nantinya akan diikuti sinyal-sinyal spiritual yang datang sesuai dengan kadar kesiapan hati masing-masing.

Oleh karena itu capaian seseorang hamba hendaknya bukan untuk menunjukkan “kehebatannya” namun gunakanlah sebagai wasilah menuju bekal akhirat. Berbangga pada hal-hal yang bersifat fana, merupakan tindakan sia-sia. Bangga atas harta kekayaan dengan banyaknya super car dalam garasinya, pergi dan pulang dengan private jet, kekuasaan yang kuat dan lain sebagainya, ini hanyalah pemuas nafsu syahwat dan lupa seakan menukar yang kekal pada yang sementara. Tontonan kekayaan seakan menunjukkan lembaga-lembaga anti rasuah kurang berani berbuat.

Kembali pada firman-Nya di atas, bahwa semua pengaturan kehidupan dunia dan akhirat hanya Allah SWT tidaklah etis jika seorang hamba yang menguasai aset besar dan mempunyai kekuatan besar ikut dalam pengaturan-Nya. Ikhtiar menjadi niscaya namun bukan ikut mengatur. Sebagian pihak sering kita dengar dengan semangat dan yakin bahwa seseorang ini pasti menang dalam kontestasi pilkada dengan segala strategi yang diterapkan, seakan lupa bahwa takdir bukan menjadi wewenangnya.

Sekali lagi ingatlah bahwa penggalan surah an-Najm ayat 24-25, “Maka hanya bagi Allah kehidupan akhirat dan kehidupan dunia.” Maksudnya jelas kalau kehidupan dunia dan akhirat milik Allah SWT sedangkan manusia tidak memiliki hak apapun atas keduanya, maka selayaknya manusia (siapapun dia) tidak ikut campur dalam hal yang bukan miliknya.

Rasulullah SAW bersabda, “Niscaya merasakan kelezatan iman, orang yang ridha menjadikan Allah SWT sebagai Rabbnya dan Islam sebagai agamanya serta Muhammad SAW sebagai Rasulnya.” (HR Muslim)

Semoga Allah SWT memberikan hidayah, rahmat dari sisi-Nya agar kita (apapun posisinya) tidak ikut mengatur yang menjadi kewenangan-Nya.

**

Aunur Rofiq

Ketua DPP PPP periode 2020-2025

Ketua Dewan Pembina HIPSI (Himpunan Pengusaha Santri Indonesia)

Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggung jawab penulis. (Terima kasih – Redaksi)

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Watak



Jakarta

Allah SWT. telah memberikan watak pada hamba-Nya untuk mengedepankan tujuan paling utama lalu yang lebih utama, mencari yang paling penting lalu yang lebih penting, menolak bahaya paling besar dari bahaya yang lebih kecil.

Anugerah watak demikian dari Sang Pencipta merupakan pemberian kelengkapan untuk menjalankan kehidupan. Maka ia tidak akan mendahulukan yang biasa daripada yang utama kecuali orang gagap / lalai dan tidak mengerti tingkatan keutamaan. Dalam bahasa manajemen kekinian adalah seseorang telah meletakkan skala prioritas dalam bertindak / perbuatan.

Banyak fakta dalam kehidupan kita seperti : sebagian orang yang menyibukkan diri dengan dunia, maka ia menjadi bodoh terhadap kemuliaan akhirat. Yang benar adalah isilah kehidupan duniamu dengan hal-hal yang menjadi bekal kehidupan akhiratmu. Maka janganlah kita mendahulukan dunia dari akhirat, mendahulukan yang biasa dari yang utama, mendekati hal-hal yang hina dan menjauhi hal-hal yang utama.


Oleh sebab itu, hendaknya kita hindari menjadi orang yang bodoh tentang hukum ( Al-Qur’an ), karena menjadikan seseorang melakukan dosa, makan yang haram dan menzalimi sesama serta mengabaikan shalat dan puasa. Ada juga yang bodoh tentang rendahnya dunia, membuat ia cenderung pada dunia. Bodoh tentang nilai akhirat, membuat seseorang akan mengutamakan dunia daripada akhirat. Bodoh tentang hari-hari Allah SWT. akan menjadikan kelalaian dan ketertipuan.

Watak dapat disebut karakter. Adapun beberapa karakter orang beriman adalah:

1. Rendah hati. Hamba yang dicintai Allah Subhanahu wa ta’ala adalah kaum beriman yang berkarakter tawadhu’, beradab, tenang dalam bersikap, dan tetap bermartabat di tengah kehidupan sosial. Sebagaimana firman-Nya dalam surah al-Furqan ayat 63 yang artinya, “Adapun hamba-hamba Dzat Yang Maha Pengasih itu adalah orang-orang yang berjalan di bumi dengan rendah hati.” Adapun makna ayat ini adalah : Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih yang shalih berjalan di muka bumi dengan tenang dan penuh kerendahan hati. Apabila orang-orang jahil lagi bodoh menyapa mereka dengan melancarkan gangguan, mereka menjawab orang-orang itu dengan ucapan yang baik-baik, dan membalas omongan mereka dengan ucapan-ucapan yang di dalamnya tidak terkandung unsur dosa dan tidak merespon orang jahil dengan tindakan jahilnya. Sikap ini menjadi dasar bagi seorang pemimpin sehingga ia menjadi bagian dari masyarakat. Kondisi ini memungkinkan ia ( pemimpin ) dapat menyerap aspirasi rakyatnya dengan baik.

2. Semangat dalam shalat malam. Kekasih Allah Subhanahu wa ta’ala sangat paham kenapa mereka tidak ingin meninggalkan salat malam. Ada banyak sekali keutamaan shalat malam dalam al-Quran dan hadis shahih. Sebagaimana dalam firman-Nya pada surah al-Furqan ayat 64 yang artinya, “Dan orang-orang yang menghabiskan waktu malam untuk beribadah kepada Tuhan mereka dengan bersujud dan berdiri.” Keutamaan shalat malam adalah Pertama, shalat malam merupakan shalat yang paling utama setelah shalat maktubah (lima waktu).Sabda Rasulullah SAW. Artinya, ” Puasa yang utama setelah Ramadhan adalah puasa pada bulan Muharram. Sebaiknya shalat setelah shalat fardhu adalah shalat malam ( HR. Muslim ). Kedua, keutamaan shalat malam jika dibanding dengan shalat siang itu seperti keutamaan sedekah yang dilakukan secara sirr (rahasia) dibanding sedekah yang dilaksanakan secara terang-terangan di depan publik. Selisih perbandingan antara keduanya adalah 70 kali lipat.Ketiga, shalat malam merupakan ciri orang shalih. Keempat, Allah SWT. membanggakan orang yang shalat malam pada malaikat dan kelima, do’anya dikabulkan Allah SWT.

3. Semangat berinfak. Berinfak dan bersedekah justru akan membuat rezeki semakin berlimpah. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT. dalam surah al-Baqarah ayat 261. Di dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa orang yang berinfaq selayaknya orang yang menanam sebutir biji dan dia akan memanen tujuh kali lipat dari yang ditanamnya.

Ketiga karakter dasar manusia yang beriman ini jika dipelihara ( dijaga agar tidak terkontaminasi ), maka output perbuatannya akan bermanfaat bagi sesama yang ada di dalam lingkungannya. Akan berbeda jika karakter dasar orang beriman ini memperoleh amanah sebagai pemimpin, maka akan membuahkan kebaikan dalam sekali yang besar. Oleh karena itu dalam pesta demokrasi awal tahun depan ( Februari 2024 ), pilihlah para pemimpin maupun wakil rakyat yang bersifat rendah hati, senang ibadah pada malam hari dan tidak kikir/bakhil.

Ya Allah, kami mohon hadirkanlah negeri ini dengan pemimpin yang mempunyai karakter dasar orang beriman, hingga mencapai negeri yang harmonis dan berkemampuan.

Aunur Rofiq

Ketua DPP PPP periode 2020-2025

Ketua Dewan Pembina HIPSI ( Himpunan Pengusaha Santri Indonesia)

Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggungjawab penulis. (Terimakasih – Redaksi)

(erd/erd)



Sumber : www.detik.com

Gus Yahya dan Peradaban Tunggal



Jakarta

Menulis Gus Yahya, Ketua Umum PBNU, tidak sulit. Memahami visinya tentang Nahdlatul Ulama (NU), tidak susah. Tidak rumit menjelaskan hasratnya soal bangun peradaban masa depan. Tidak sukar menerima caranya memaknai nilai Islam Aswaja An Nahdliyah. Sangat mudah memahami gagasan dia dalam menjaga NKRI. Dan, tidak sulit menerimanya sebagai sosok gigih penganjur hidup harmonis.

Kenapa ? Sebab, dengan cara dia berekspresi saja, kita sudah dibantu memahami cara hidup di dunia yang kian menyempit ini. Dunia nir sekat. Dunia yang lepas dari terminologi ruang dan waktu. Dunia di mana nilai luhur kemanusiaan mengalami “cross content” dalam semua keyakinan. Dunia di mana agama saling sapa dan saling isi dalam praktek dan amaliyah. Agama yang menjelma faktor kebahagiaan bersama. Agama yang mengglobal.

Visi Gus Yahya


Beginilah visi Gus Yahya…
Ia melihat gerak dunia mengarah pada satu wujud kampung raksasa. Tak ada lagi satu orang atau satu kelompok bisa mengasingkan diri dari yang lain. Setiap orang harus bersinggungan dan tinggal bersama di atas bumi yang kecil. Tidak lagi mungkin suatu peradaban tumbuh terpisah dari peradaban lain. Kini masyarakat dunia bergerak massif, tanpa bisa dibendung, mengarah pada terwujudnya satu peradaban tunggal.

Peradaban yang saling bercampur satu sama lain. Dalam keadaan seperti ini, maka isu tentang perbedaan jadi semakin krusial. Dulu orang bisa dengan mudah memelihara identitas sendiri walaupun berbeda dari yang lain, tanpa saling mengganggu. Mereka memang menciptakan ruang yang memungkinkan setiap kelompok hidup dan tumbuh terpisah dari yang lain. Itu dulu. Dulu sekali !

Dulu di Inggris tidak terbayangkan ada etnis “asing” jadi wali kota apalagi perdana menteri. Tiba-tiba, dalam dua dasawarsa terakhir, London memiliki wali kota dari etnis Pakistan dan Inggris punya perdana menteri keturunan India. Bagaimana mungkin semua terjadi ? Karena dunia saat ini cenderung mengarah pada satu kampung besar. Satu peradaban tunggal yang saling bercampur. Dan, isu perbedaan pun menjelma sesuatu yang krusial.

Orang yang dulu bisa nyaman memelihara cirinya sendiri tanpa terganggu dan memisahkan diri dari yang lain, sekarang tidak lagi. Orang yang dulu biasanya saling berpisah, kini harus bertemu. Dipaksa harus terlibat dalam urusan peradaban bersama ; dalam keadaan saling berbeda. Peradaban yang “dihidupi” bersama ini, butuh unsur-unsur yang dapat memelihara harmoni di tengah perbedaan azali.

Satu abad kemarin…
Jika satu kelompok aspirasi sosial politik tertentu bertemu kelompok lain, yang terjadi adalah konflik. Dalam kasus tertentu, berujung konfrontasi dan perang. Ketika globalisasi mulai berkembang, terbentuklah aliansi antara satu kelompok kepentingan dengan kelompok lain. Lahir persekutuan militer besar yang meniscayakan benturan di antara konsolidasi kekuatan militer internasional. Pecah Perang Dunia II.

Itu terjadi satu abad kemarin…

Pasca PD II, ada kesadaran di kalangan masyarakat internasional untuk menginisiasi satu tatanan baru. Tatanan yang bisa memaksa semua orang meski berbeda, untuk mengembangkan hasrat hidup berdampingan secara damai. Meski akhirnya lahir Piagam PBB pada tahun 1945, tapi sejarah mencatat ; bahwa konsesus internasional itu tidak serta merta membuat dunia jadi aman damai tanpa konflik.

Sampai hari ini, konflik di antara aspirasi politik dan ekonomi yang berbeda-beda masih muncul. Ada sejumlah kawasan yang masih bergolak karena konflik antarkepentingan. Menjadi tanggung jawab semua, untuk memikirkan bagaimana masyarakat manusia di masa depan, agar sungguh-sungguh mampu dapat mengembangkan kehidupan yang harmonis di antara perbedaan-perbedaan yang ada.

Jika tidak, maka konflik antarperbedaan itu akan berujung pada kehancuran umat manusia. Jika konflik itu dibiarkan dan potensi konflik diperbolehkan berkembang menjadi konflik-konflik yang aktual, maka tidak akan ada masa depan bagi dunia selain kehancuran bersama. Tak akan ada pemenang, yang ada adalah kekalahan untuk semua. Kekalahan yang akan bermuara para kehancuran semua.

Visi Gus Dur

Dalam konteks ini, Gus Yahya ingat pesan gurunya, Gus Dur. Presiden RI ke-4 itu mengingatkan ; “tidak ada cara lebih baik untuk membantu Islam selain dengan menolong kemanusiaan seluruhnya”. Jika setiap muslim hanya “terobsesi” memenangkan agamanya, lalu mengabaikan apalagi menganggap yang lain sebagai rintangan, maka Islam tidak akan benar-benar mencapai kemaslahatan ‘ammah.

Dalam konteks kawasan, Indonesia sebagai pemegang presidensi ASEAN, telah mengumumkan proposal agenda besar ; Asean sebagai pusat pertumbuhan/epicentrum of growth. Memang pendekatannya agak “economic heavy”. Namun dari sisi lain, Gus Yahya lewat Nahdlatul Ulama (NU), mengajak para agamawan kawasan untuk berpikir tentang skenario-skenario, mungkin bukan yang terbaik, tapi yang dapat menemukan akar konflik-konflik laten di kawasan.

Dan di antara potensi yang bisa menjadi hambatan bagi agenda membangun “epicentrum of growth” itu adalah potensi konflik. Sebab, di samping menjadi satu kawasan dengan potensi ekonomi besar, Asean juga merupakan kawasan dengan heterogenitas luar biasa. ASEAN diisi oleh masyarakat yang sangat beragam. Jumlah muslim bisa yang terbesar di Indonesia tapi jadi minoritas di negara Asean tertentu. Begitu juga dengan penganut agama lain.

Demikian pula di kawasan Indo Pasific. Jumlah muslim yang terbesar di Indonesia, justeru minoritas di India. Padahal skala minoritas di India, bisa menjadi angka amat besar di negara dan kawasan lain. Kalau di Indonesia terdapat sekitar 250 juta populasi muslim, maka di India sekitar 200 juta. Diprediksi, tahun 2050, populasi Muslim di India akan lebih banyak daripada di Indonesia dan jadi minoritas di tengah penduduk India yang melampaui angka 1,5 miliar.

Sementara dalam konteks Indo Pasific–kawasan Samudera Hindia dan sekitar Samudera Pasifik (mulai India sampai dengan Filiphina sampai dengan Australia), populasi penganut Buddha, lebih dominan. Diperkirakan terdapat sekitar 43 persen penduduk Pasifik beragama Buddha. Lebih banyak dari populasi muslim, satu angka di bawahnya : 42 persen. “Ini data yang saya sendiri belum lama dapat. Selebihnya ini yang lain-lain. Kristen dan lain-lain,” ujar Gus Yahya.

Diingatkan Gus Yahya, ketika berpikir tentang agenda ekonomi dan strategi untuk mencapai tujuan-tujuan ekonomi, dalam realitasnya akan terdapat variabel lain yang campur aduk. Termasuk variabel-variabel berupa perbedaan budaya dan agama. Maka ketika berpikir tentang strategi untuk membangun epicentrum pertumbuhan, pengaruh luasannya akan berimbas ke seluruh kawasan Indo-Pasifik.

Terutama variabel heterogenitas masyarakat ASEAN dan Indo-Pasifik yang berpotensi mendorong terjadinya konflik-konflik sehingga bisa menghambat agenda epicentrum of growth. Dari kawasan ini NU mencoba menawarkan satu sumbangan yang mungkin berguna bagi pergulatan ASEAN dalam membangun epicentrum of growth, dengan memperhatikan dan berpikir tentang variabel di luar variabel ekonomi.

Visi Asoka

Dalam balutan heteroginitasnya, masyarakat kawasan ASEAN dan Indo-Pasifik memiliki warisan dan peradaban yang beririsan. Mereka mengadopsi satu karakter, satu warna budaya yang sama. Ini semua bermula dari abad ke-3 SM. Alkisah, di India, bertahta seorang raja besar bernama Asoka. Setelah separuh masa kekuasaan dihabiskan dalam perang dan pembantaian yang luar biasa, Asoka berbalik menjadi raja yang mempromosikan toleransi dan harmoni.

Hebatnya, kampanye untuk toleransi dan harmoni itu, dilakukan Asoka dalam skala yang luar biasa luas dengan pengerahan kapasitas besar-besaran sehingga mencapai ke ujung-ujung Indo-Pasifik. Salah satunya tercatat hingga Nusantara. Dan salah satunya melahirkan kerajaan besar, yakni Sriwijaya di Palembang. Palembang menjadi salah satu basis dan aktor peradaban yang sangat kuat dari kampanye toleransi dan harmoni produk Raja Asoka.

Ketika memperingati Harlah NU ke-99, Gus Yahya sengaja memilih Palembang. Salah satu alasannya ; Palembang pewaris dari Sriwijaya. Sriwijaya ini adalah bagian peradaban paling kuat dalam sejarah Nusantara dalam menyebarkan nilai-nilai toleransi dan harmoni. Sriwijaya berhasil mempersatukan sebagian besar Nuantara dan ini merupakan inisiatif berskala peradaban yang dilakukan di kawasan negara kepulauan ini.

Kejayaan itu bertahan selama 7 abad ; dari abad ke-7 sampai abad ke-14. Dan, mewariskan nilai-nilai budaya dan peradaban secara sangat dalam di tengah masyarakat. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika, adalah nilai-nilai adiluhung yang diadopsi Majapahit dari warisan Sriwijaya. Majapahit adalah kerajaan besar di Nusantara yang mengalami kontroversi perbedaan agama, khususnya di lingkungan kekuasaan.

Sejarah mencatat, di lingkaran terdalam keluarga keraton, di samping memeluk agama Buddha, sebagian yang lain memeluk agama Hindu. Perbedaan anutan keyakinan itu dapat diselesaikan, begitu Mpu Tantular dalam kitab Sutasoma, dengan semboyan “Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa”, tidak ada kebenaran yang terbelah, dan jika sudah “benar” maka ia pasti satu. Jika masih terbelah, berarti belum satu.

“Kita bisa melihat display tampilan dari satu peradaban besar yang pasti akan berguna, apabila kita kapitalisasi sebagai satu strategi untuk membangun kawasan ASEAN Indo-Pasifik ini. Karena dalam catatan sejarah masyarakat di kawasan ASEAN dan Indo-Pasifik, dulu pernah mengalami satu kesatuan peradaban yang dibangun di atas basis nilai-nilai toleransi dan harmoni dulunya,” ajak Gus Yahya.

Visi Asean

Untuk memetakan potensi yang bisa mendorong lahirnya harmoni di kawasan Asean, maka perlu dilakukan identifikasi nilai-nilai yang dipegang bersama. Walaupun, misalnya yang satu muslim, satu Kristen, Katholik, Hindu, Buddha, tapi di antara yang berbeda ini ada nilai-nilai yang disetuju semua kelomlok. Misalnya terkait nilai-nilai tentang kasih sayang, keadilan dan nilai tentang ikatan keluarga.

Selanjutnya, mengidentifikasi nilai- nilai yang harus dikembangkan agar jadi pendorong untuk tidak lagi berkonflik satu sama lain. Jika dianggap urgen, maka perlu rekontekstualisasi nilai-nilai tersebut dengan mengadaptasi, serta membuat penyesuaian terhadap nilai-nilai yang lama yang sekian lama mendorong konflik. Ini hal-hal yang merupakan ilustrasi dari kemauan dan kemungkinan.

Ini bisa dilakukan, untuk membuat penyesuaian dalam tataran nilai-nilai, agar semua umat manusia bisa hidup berdampingan secara damai. Membangun konsolidasi untuk harmoni di tengah perbedaan, sudah dilakukan. Selanjutnya, melakukan kapitalisasi untuk mencapai dan membangun strategi yang lebih kuat ke depan. Nilai-nilai ini adalah alat mengonsolidasikan satu basis konstituensi masyarakat di ASEAN dan Indo-Pasifik. (*)

Ishaq Zubaedi Raqib*
Jurnalis Senior
Ketua LTN — Lembaga Infokom dan Publikasi PBNU

(erd/erd)



Sumber : www.detik.com

Begini Cara Nabi dan Para Sahabat Salat Sembunyi-sembunyi



Jakarta

Rasulullah SAW harus melewati berbagai rintangan dalam menyebarkan ajaran Islam. Terutama pada tahun-tahun pertama kenabian yang mengharuskan beliau dakwah secara sembunyi-sembunyi.

Jika tiba waktu salat, Nabi SAW dan para sahabat pergi ke tempat yang terpencil lalu secara sembunyi-sembunyi mengerjakan salat.

Begitu kata Ibnu Hisyam dalam Sirah Nabawiyah-nya. Ia menyebut, hal tersebut dilakukan Rasulullah SAW dan para sahabat agar tidak dilihat kaumnya.


Diceritakan, suatu ketika Abu Thalib–paman Nabi–melihat Rasulullah SAW mengerjakan salat bersama Ali RA. Abu Thalib lantas menanyakan perihal salat itu. Setelah mendapat penjelasan yang cukup memuaskan, Abu Thalib menyuruh Rasulullah SAW dan Ali RA agar menguatkan hati.

Perintah salat termasuk wahyu yang pertama-tama turun, sebagaimana dikatakan dalam Sirah Nabawiyah karya Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri. Muqatil bin Sulaiman mengatakan, pada awal-awal Islam, Allah SWT mewajibkan salat dua rakaat pada pagi hari dan dua rakaat saat petang. Hal ini bersandar pada firman Allah SWT,

وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ بِالْعَشِيِّ وَالْاِبْكَارِ

Artinya:”…dan bertasbihlah seraya memuji Tuhanmu pada waktu petang dan pagi!” (QS Al Mu’min: 55)

Menurut pendapat Ibnu Hajar, Rasulullah SAW sudah pernah salat sebelum peristiwa Isra. Begitu juga para sahabat. Namun, ada perbedaan pendapat terkait adakah salat yang diwajibkan sebelum turunnya kewajiban salat lima waktu.

Ada yang berpendapat bahwa salat yang diwajibkan pada waktu itu adalah salat sebelum matahari terbit dan sebelum terbenamnya matahari.

Selain kewajiban salat, wudhu juga termasuk kewajiban yang pertama diturunkan. Dalam Mukhtashar Siratil-Rasul terdapat riwayat Al-Harits bin Usamah dari jalur Ibnu Luhai’ah secara maushul dari Zaid bin Haritsah yang menyebut bahwa pada awal-awal turunnya, malaikat Jibril mendatangi Rasulullah SAW dan mengajarkan wudhu kepada beliau.

Setelah wudhu, beliau mengambil seciduk air lalu memercikkan ke kemaluannya. Ibnu Majah juga meriwayatkan hadits serupa.

Dalam kitab-kitab Sirah Nabawiyah dikatakan, Rasulullah SAW menjalankan dakwah secara sembunyi-sembunyi selama tiga tahun. Beliau menemui satu per satu kerabat dan sahabatnya untuk memperkenalkan Islam dan mengajaknya memeluk Islam.

(kri/rah)



Sumber : www.detik.com

Godaan



Jakarta

Dikisahkan bahwa Zaid ibn Arqam berkata, “Suatu saat, aku menemani Abu Bakar r.a. dan ketika ia meminta minum, seseorang membawakan air dan susu. Saat gelas didekatkan pada mulutnya, Abu Bakar menangis hingga para sahabat yang hadir pun menangis. Ketika para sahabat diam, Abu Bakar masih menangis. Ia terus menangis hingga para sahabat mengira bahwa sesuatu yang buruk terjadi, tetapi mereka tidak kuasa bertanya. Saat tangisannya reda dan ia mengusap kedua matanya, para sahabatnya bertanya, “Wahai Khalifah Rasulullah, apa yang membuat Tuan menangis?” Abu Bakar menjawab, “Aku pernah bersama Rasulullah Saw. lalu aku melihat beliau melindungi dirinya dari sesuatu, padahal aku tidak melihat ada orang lain di sana. Maka, aku bertanya, “Wahai Rasulullah, mengapa Baginda seperti melindungi diri dari sesuatu?” Rasulullah Saw. menjawab, “Dunia ini menjelma kepadaku dan aku berkata padanya, “Tinggalkanlah aku.” Namun, dunia datang lagi dan berkata, “Meskipun engkau selamat dan lepas dariku, tetapi orang yang setelahmu tidak akan lepas dariku.”

Dari kisah ini kita bisa mencermati dan menemukan maknanya yaitu, adanya kekhawatiran setingkat sahabat yang sebagai Amirul Mukminin terhadap ” dunia.” Karena dunia selalu menarik dengan pesona dan godaan kenikmatannya. Penulis bersenandung :

Gemerlapnya dunia, semua hamba mengakuinya.
Lezatnya jabatan dan pangkat jadikan kau lupa pada dirimu sendiri.
Hakikatmu melayang dengan kendaraan syahwat.
Tujuanmu kelewat, laksana ketiduran dalam bis.
Sulit dan sulit, tiada dokter yg mampu memberi obat.
Ketika hawa nafsu sudah bersarang di kalbumu.
Hanya bisa diobati, dengan mengusirnya.
Tunjukkan rasa takutmu yang menggetarkan, dengan mengingat hari akhir.
Tumbuhkan rasa rindumu yang menggelisahkan, dengan mengingat ayat-ayat-Nya.
Dunia memang diciptakan untukmu, namun engkau diciptakan untuk akhirat.
Taqwa dan tawakal kendaraanmu menuju Sang Pencipta.


Dunia memang menggoda, jika iman lemah dunia akan menjadi tujuanmu, akan berbeda bagi yang beriman. Jika tujuanmu dunia, engkau dapatkan dunia tiada akhirat, sebaliknya jika tujuan akhirat maka keduanya engkau dapatkan. Dunia merupakan musuh Allah Swt. karena ia mencegah jalan para kekasih-Nya. Ada penyair bersenandung :

Ketika orang pintar diuji dengan hadirnya dunia, ia melihatnya sebagai musuh berbaju teman dekat.

Dalam syair di atas memperjelas bahwa kehadiran dunia sangat dekat dengan kita sehingga tindakan hati-hati dalam memperlakukan dunia menjadi keniscayaan. Dunia menjadi musuh, saat ia mendominasi hati dan perbuatan seseorang dan melupakan hak-hak Allah Swt.

Amirul Mukminin Ali ibn Abu Thalib berkata dalam surat yang dikirimkan pada Salman al-Farisi, “Dunia itu bagaikan ular yang terasa lembut ketika disentuh tetapi racunnya akan membunuhmu. Maka, berpalinglah dari segala yang membuatmu kagum kepada dunia, karena sedikit sekali sisi dunia yang menyertaimu. Tanggalkan hasratmu terhadap dunia dan gantikan dengan sesuatu yang lebih abadi. Jadilah orang yang paling bahagia di dunia, seraya tetap mewaspadai tipuan dan perdayanya. Sebab, para pemilik dunia akan diliputi rasa senang hingga keadaan menendangnya ke dalam kehinaan dan kesengsaraan. Wassalam.” Surat Amirul Mukminin ini sesuai dengan firman-Nya dalam surah Ali Imran ayat 14 yang berbunyi, “Dijadikan indah pada ( pandangan ) manusia cinta kepada apa-apa yang dihasratkan, yaitu wanita, anak-anak, harta yang banyak berupa emas, perak, kuda pilihan, hewan ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup dunia.”

Surat Amirul Mukminin Ali ibn Abu Thalib dan ayat diatas, jelas sekali menunjukkan begitu besarnya godaan dunia terhadap perjalanan seseorang dengan tujuan akhirat. Maka harus selalu ingat do’a dari Syekh Abu Abbas al-Mursi r.a. ” Ya Allah, tundukkan urusan rezeki ini untukku, jagalah aku dari keranjingan dan kepayahan dalam mencari rezeki. Juga lindungilah aku dari kesibukan hati memikirkan rezeki dan kecemasan hati padanya, dari menghinakan diri kepada makhluk demi rezeki, dari berpikir dan mengatur dalam menghasilkannya, dan dari kekikiran, kebakhilan setelah memperolehnya.”

Dari do’a ini terdapat tiga periode penting yang pertama, saat Allah Swt belum memberinya rezeki. Kedua, kondisi setelah usaha membuahkan hasil dan ketiga, kondisi setelah selesai dengan urusan rezeki. Kondisi pertama, jika seseorang keranjingan mencari rezeki dan sampai meninggalkan kewajibannya maka bisa dikatakan ia telah kehilangan kepercayaan dan lemahnya keyakinan. Ingatlah jika jasmani yang mencari rezeki sudah dikuasai perasaan susah payah, maka dirinya akan dipalingkan dari menjalankan perintah Allah Swt. Ketenangan di hati dalam urusan rezeki hanya dengan bertawakal kepada-Nya. ” Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan ( keperluan )nya.” ( QS. ath-Thalaq ayat 3 ).

Saat kondisi kedua setelah mendapatkan hasil, maka sadarilah bahwa rezeki itu atas pemberian-Nya, maka janganlah bersombong keberhasilan itu atas usahamu. Sedangkan setelah selesai dengan urusan rezeki, maka hindarilah menjadi bakhil/ kikir karena rezekimu itu ada bagian untuk orang lain. Jadi menumpuk harta kekayaan atas hasil yang dibolehkan pun tiada guna kalau hanya sekedar berlandaskan nafsu tanpa dibelanjakan seperti yang dituntun-Nya. Apalagi saat ini sebagian kalangan pada berlomba dengan memamerkan kekayaan dari hasil yang tidak diperbolehkan ( hasil suap dan lainnya ). Memang disadari bahwa kekuasaan itu cenderung yang memegangnya untuk berbuat korupsi. Lain halnya seorang beriman yang menggunakan kekuasaan sebagai wasilah untuk bekal akhirat. Semoga Allah Swt. selalu memberikan ampunan saat kita terlena dan segera menyesali untuk memperbaikinya serta membimbing untuk menjalankan kewajibannya.

Aunur Rofiq

Ketua DPP PPP periode 2020-2025

Ketua Dewan Pembina HIPSI ( Himpunan Pengusaha Santri Indonesia)

Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggungjawab penulis. (Terimakasih – Redaksi)

(erd/erd)



Sumber : www.detik.com