Category Archives: Dakwah

Hukum Menafkahi Kedua Orang Tua Bagi Anak yang Sudah Berkeluarga



Jakarta

Dalam agama Islam konsep nafkah dalam keluarga memiliki arti penting. Terdapat beberapa ayat al-Quran dan hadis Nabi yang menjelaskan tentang pentingnya bagi seorang anak untuk berbuat baik kepada kedua orang tuanya, terutama saat orang tua tersebut sudah lanjut usia atau membutuhkan perawatan khusus.

وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنّ بِالْمَعْرُوفِ
“Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut.” (QS. Al-Baqarah: 33).

Memberikan perawatan kepada orang tua bisa dalam bentuk fisik, emosional, finansial dan lainnya. Selain dijelaskan dalam ajaran Islam, al-Quran, hadist dan penjelasan ulama, undang-undang di Indonesia juga mengatur tentang kewajiban anak kepada orang tua.


Imam Ar-Rofi’i, sebagaimana disebutkan dalam kitab al-‘Aziz syarh al-Wajiz, juz 10 halaman 3, menjelaskan; sebab-sebab wajib nafaqah ada tiga:

1. Sebab pernikahan. Maka, suami atau bapak sebagai kepala rumah tangga berkewajiban menafkahi istri dan anak-anaknya. Batasan bapak memberikan nafkah pada anaknya sampai anak masuk usia dewasa. Kadar nafkah yang wajib diberikan adakalanya bersifat pokok-pokok komoditi, seperti makanan, minuman, tempat tinggal dan kebutuhan pokok lainnya. Adapun layanan atau nafkah sifatnya kebutuhan tidak mendesak apalagi hanya bersifat aksesoris, orang tua boleh memberikan kebutuhan dan aksesoris tersebut, jika dipandang perlu dan bermanfaat untuk kepentingan anaknya.

Imam Ar-Rofi’i, sebagaimana disebutkan dalam kitab al-‘Aziz syarh al-Wajiz, juz 10 halaman 3; menjelaskan sebab-sebab wajib nafaqah :
1. Sebab pernikahan. Maka suami atau bapak sebagai kepala rumah tangga berkewajiban menafkahi istri dan anak-anaknya. Batasan bapak memberikan nafkah pada anaknya sampai anak masuk usia dewasa.

Kadar nafkah yang wajib diberikan adakalanya bersifat pokok-pokok komoditi, seperti makanan, minuman, tempat tinggal dan kebutuhan pokok lainya. Adapun layanan atau nafkah sifatnya kebutuhan tidak mendesak apalagi hanya bersifat aksesoris, orang tua boleh memberikannya jika dipandang perlu dan bermanfaat untuk kepentingan anaknya.

Dalam konteks keindonesian, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Dalam Pasal 26 ayat (1) UU 35/2014 menjelaskan, bahwa orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk:

1. Mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak;

2. Menumbuh kembangkan
anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya;

3. Mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak; serta

4. Memberikan pendidikan karakter dan penanaman nilai budi pekerti pada anak.

2. Budak yang dimilikinya. Maka bagi tuan atau pemilik budak berkewajiban memberikan nafkah kepada budaknya.

3. Kerabat. Pada hubungan anak dan orang tua masuk pada kewajiban nafaqah. Artinya, orang tua yang tergolong fakir, sementara anaknya punya kemampuan lebih di luar kebutuhan dan kewajibannya, maka ia wajib hukumnya memberikan nafkah kepada kedua orang tuanya.

Anak yang mampu memenuhi kebutuhan orang tuanya, meskipun ia sendiri sudah punya tanggung jawab menafkahi istri dan anaknya, maka perbuatan tersebut termasuk contoh perbuatan bakti (ihsan) bagi seorang anak kepada orang tua, dan itu hukumnya wajib.

Perintah berbakti kepada orang tua dijelaskan dalam al-Quran surah An-Nisa ayat 36,

…وَٱعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا۟ بِهِۦ شَيْـًٔا ۖ وَبِٱلْوَٰلِدَيْنِ إِحْسَٰنًا

“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua…”

Tentang pentingnya berbuat baik kepada kedua orang tua, dalam Surat lain disebutkan :

وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَناً إِمَّا يَبْلغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَهُمَا فلا تقل لهما أَي وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik.”(QS. Al-Isra’ ayat 23).

Batasan anak dapat membantu atau memenuhi kebutuhan kedua orang tua sesuai dengan batas kemampuan.

لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا ۚ
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya”. (QS. Al-Baqarah : 286)

لِيُنْفِقْ ذُوْ سَعَةٍ مِّنْ سَعَتِهٖۗ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهٗ فَلْيُنْفِقْ مِمَّآ اٰتٰىهُ اللّٰهُ ۗ لَا يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلَّا مَآ اٰتٰىهَاۗ سَيَجْعَلُ اللّٰهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُّسْرًا

“Hendaklah orang yang mempunyai keluasan memberi nafkah menurut kemampuannya, dan orang yang terbatas rezekinya, hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak membebani kepada seseorang melainkan (sesuai) dengan apa yang diberikan Allah kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan setelah kesempitan”. (QS. At-Talaq: 7).

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memberikan cara dalam urutan memberikan nafkah.

عَنْ جَابِرٍ أن رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : ابْدَأْ بِنَفْسِكَ فَتَصَدَّقْ عَلَيْهَا ، فَإِنْ فَضَلَ شَيْءٌ فَلِأَهْلِكَ ، فَإِنْ فَضَلَ عَنْ أَهْلِكَ شَيْءٌ فَلِذِي قَرَابَتِكَ ، فَإِنْ فَضَلَ عَنْ ذِي قَرَابَتِكَ شَيْءٌ فَهَكَذَا وَهَكَذَا ، بَيْنَ يَدَيْكَ ، وَعَنْ يَمِينِكَ ، وَعَنْ شِمَالِكَ

“Dari Jabir bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Mulailah (nafkah) dari dirimu, jika berlebih maka nafkah itu untuk ahlimu, jika berlebih maka nafkah berikutnya untuk kerabatmu, jika masih berlebih maka untuk orang-orang diantaramu, sebelah kananmu dan sebelah kirimu”. (HR. Muslim).

Kewajiban anak membantu kedua orang tua sesuai kemampuannya disebutkan dalam Undang-Undang Perkawinan Pasal 46 :

1. Anak wajib menghormati orang tua dan menaati kehendak mereka yang baik.

2. Jika anak telah dewasa, ia wajib memelihara menurut kemampuannya, orang tua dan keluarga dalam garis lurus ke atas, bila mereka itu memerlukan bantuannya.

Walhasil, dari penjelasan di atas dapat kita simpulkan, bagi anak yang sudah berkeluarga, ia tetap punya kewajiban memenuhi kebutuhan kedua orang tuanya jika anak tersebut tergolong mampu, dan kedua orang tuanya tergolong membutuhkan.
Wallahu A’lamu.

Abdul Muiz Ali
Penulis adalah Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI

(erd/erd)



Sumber : www.detik.com

Cara Daftar Nikah Online Via Simkah Kemenag, Ini Syarat dan Prosedurnya


Jakarta

Detikers yang akan melangsungkan pernikahan kini tak perlu bolak-balik ke kantor Kementerian Agama (Kemenag) untuk melakukan pendaftaran. Pasalnya, kamu dapat mendaftar pernikahan secara online, lho.

Pendaftaran nikah online bisa diakses melalui website Simkah yang dikelola oleh Kemenag. Daftar nikah lewat Simkah ini dapat dilakukan bagi detikers yang akan melaksanakan akad nikah langsung di KUA maupun di luar KUA.

Sebelum melakukan pendaftaran di Simkah, kamu perlu membuat akun terlebih dahulu di laman tersebut. Selain itu, kamu juga harus mempersiapkan berbagai dokumen dan berkas sebagai persyaratan administrasi nikah.


Dokumen Syarat Nikah

Sejumlah berkas diperlukan untuk mendaftar nikah online via Simkah. Berikut dokumen nikah yang dibutuhkan sebagaimana dikutip dari laman resmi Kemenag:

  • Surat Pengantar Nikah (N1) dari kelurahan atau desa
  • Surat Persetujuan Mempelai (N3)
  • Surat Rekomendasi Nikah
  • Surat Izin Orang Tua (N5) (jika calon pengantin berusia di bawah 21 tahun)
  • Surat Akta Cerai (jika calon pengantin sudah cerai)
  • Surat Izin Komandan (jika calon pengantin TNI atau POLRI)
  • Surat Akta Kematian (jika calon pengantin duda atau janda ditinggal mati)
  • Izin/Dispensasi dari Pengadilan Agama, apabila: calon suami kurang dari 19 tahun, calon istri kurang dari 19 tahun, dan izin poligami.
  • Izin dari Kedutaan Besar untuk WNA
  • Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP)
  • Fotokopi Kartu Keluarga (KK)
  • Fotokopi Akta Lahir
  • Surat Rekomendasi Nikah dari KUA Kecamatan (jika nikah berlangsung di luar wilayah tempat tinggal calon pengantin)
  • Pasfoto ukuran 2 x 3 sebanyak 5 lembar
  • Pasfoto ukuran 4 x 6 sebanyak 2 lembar.

Cara Daftar Nikah di Simkah Kemenag

Untuk melakukan pendaftaran nikah secara dari lewat Simkah Kemenag, detikers bisa ikuti langkah-langkah berikut:

  1. Buka laman https://simkah4.kemenag.go.id/ melalui browser
  2. Masukkan email atau username dan password jika sudah punya akun di Simkah. Jika belum, pilih Daftar dan isi data diri yang diperlukan
  3. Setelah punya akun, login untuk daftar nikah
  4. Pada halaman utama Simkah, klik Daftar Nikah
  5. Akan muncul Form Daftar Nikah Online, dan pilih tempat dan waktu pelaksanaan nikah
  6. Kemudian isi form dengan data calon suami, calon istri (termasuk kedua orang tua calon), serta wali nikah
  7. Unggah dan lengkapi dokumen yang diminta
  8. Lalu unggah pasfoto
  9. Cetak bukti pendaftaran nikah.

Setelah melakukan pendaftaran online, detikers bisa datang ke kantor KUA yang dituju untuk melakukan pemeriksaan data nikah sembari membawa berkas yang diperlukan.

Detikers perlu datang ke KUA paling lambat 15 hari kerja. Bila sampai 15 hari kerja tidak juga datang ke kantor KUA yang dituju, maka pendaftaran online yang dilakukan sebelumnya akan hangus dan kamu harus mendaftar kembali dari awal.

Sebagai informasi, jika kamu melaksanakan akad nikah di kantor KUA, maka tidak biaya layanan alias gratis. Dan apabila kamu melangsungkan akad di luar kantor KUA, maka perlu membayar biaya layanan sebesar Rp 600.000.

Itulah cara daftar nikah secara online melalui Simkah Kemenag beserta persyaratan dan prosedurnya.

(row/row)



Sumber : www.detik.com

Pemimpin Tidak Boleh Lalai



Jakarta

Manusia adalah makhluk yang labil. Salah satu kelabilannya itu adalah sering lalai atau lupa. Lalai terhadap dirinya, terhadap orang lain, terhadap lingkungan, dan terhadap Tuhannya. Lalai pada Tuhannya ini tidak boleh terjadi karena lalai ini sama dengan tidak menjalankan perintah maupun menjauhi larangan-Nya. Dengan alasan apapun kelalaian yang tidak menjalankan kewajiban sebagai hamba-Nya adalah keburukan. Sebagaimana dalam firman-Nya surah al-Ma’un ayat 4-5 yang artinya, ”Sungguh kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat. Yakni, mereka yang melalaikannya.”

Makna ayat ini adalah Kehancuran, kehinaan dan siksa pada hari kiamat bagi orang-orang shalat yang munafik. Ibnu Mandzur dari Ibnu Abbas tentang firmanNya ( Fa Wailul lil musholliin )Dia berkata: “Ayat ini diturunkan untuk orang-orang munafik yang memamerkan shalat mereka kepada orang-orang mukmin saat ada mereka, meninggalkan shalat saat tidak ada mereka. Maka janganlah menjadi orang yang munafik, apalagi jika orang itu adalah pemimpin.

Dalam firman-Nya pada surah al-A’raf ayat 179, ditegaskan bahwa Allah SWT. memperingatkan kepada manusia, bahwa mereka yang lalai akan dijadikan kayu bakar api neraka dan menjadikannya lebih sesat dari binatang. Adapun arti dari ayat di atas, “Dan sesungguhnya Kami jadikan isi neraka jahanam kebanyakan dari jin dan manusia, Mereka mempunyai hati, tapi tidak dipergunakannya untuk memahami ( ayat-ayat Allah SWT), dan mereka mempunyai mata ( tetapi ) tidak dipergunakannya untuk melihat ( tanda-tanda kekuasaan-Nya ), dan mereka mempunyai telinga ( tetapi ) tidak dipergunakannya untuk mendengar ( ayat-ayat-Nya ). Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.”


Tafsir Al-Mukhtashar di bawah pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid (Imam Masjidil Haram) pada ayat di atas sebagai berikut :
Dan sungguh Kami telah menciptakan banyak manusia dan jin untuk mengisi Neraka Jahanam. Karena Kami mengetahui bahwa mereka akan melakukan apa yang dilakukan oleh para penghuni Neraka. Mereka mempunyai hati tetapi tidak mau menggunakannya untuk memahami apa yang bermanfaat dan apa yang berbahaya bagi mereka. Mereka mempunyai mata tetapi mereka tidak mau menggunakannya untuk melihat tanda-tanda kekuasaan Allah yang ada di di dalam diri mereka dan yang ada di alam semesta untuk dijadikan sebagai pelajaran. Dan mereka mempunyai telinga tetapi mereka tidak mau menggunakannya untuk mendengar ayat-ayat Allah kemudian merenungkan apa yang terkandung di dalamnya. Mereka itu seperti binatang ternak yang tidak mempunyai akal, bahkan mereka lebih sesat dari binatang ternak. Mereka itu adalah orang-orang yang tidak mau beriman kepada Allah SWT. dan hari Akhir.

Kelalaian yang pertama menyebabkan seseorang menjadi munafik. Kedua, melalaikan atas anugerah berupa hati, mata dan telinga. Selanjutnya kelalaian melihat hakikat dan isi, Al-Qur’an juga mencela mereka yang lalai dan hanya memperhatikan kulit luar ilmu pengetahuan tanpa mau melihat lebih dalam ( hakikat ). Dalam firman-Nya pada surah ar-Rum ayat 6-7 yang artinya, “Tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. Mereka hanya mengetahui yang lahir ( saja ) dari kehidupan dunia sedangkan mereka tentang ( kehidupan ) akhirat lalai.” Oleh karena itu, janganlah kita mengikuti orang-orang yang hatinya telah lalai mengingat Tuhannya, mengikuti hawa nafsu sehingga melewati batas. Lalai tentang kehidupan akhirat, ini sangat buruk karena mereka lebih mementingkan kehidupan dunia yang fana.

Agar kehidupan kita terhindar dari kelalaian, maka lakukanlah kewajiban terhadap hari-hari kita dengan mengisi ilmu yang bermanfaat dan amal saleh. Perbuatan ini tidak boleh ditunda karena kesempatan tersebut tidak mungkin akan kembali lagi untuk selamanya. Bagi orang beriman yang memperoleh amanah sebagai pemimpin, merupakan kesempatan emas dalam menjalankan fungsinya untuk kepentingan masyarakat luas. Maka segeralah karena perbuatan tersebut akan menjadi bekal akhiratnya. Dunia jangan dijadikan tujuan meski mempesona, tetapi jadikan sebagai wasilah untuk akhiratmu. Ingatlah do’a Amirul Mukminin Abu Bakar Ash-Shiddiq (r.a.),” Ya Allah, jangalah engkau membiarkan kami dalam kesengsaraan, dan janganlah Engkau menyiksa kami karena kelalaian, serta janganlah Engkau menjadikan kami termasuk golongan orang-orang yang lalai.”

Penulis akhiri uraian ini dengan mengutip pesan dari sahabat Rasulullah SAW. yaitu Sahal bin Abdullah mengatakan, “Agar menjauhi pergaulan dengan tiga macam manusia : Orang yang manis tutur katanya atau ulama yang menipu, orang-orang sufi yang bodoh, dan orang-orang yang sombong lagi lalai.”
Semoga Allah SWT. memberikan pemimpin pada negeri ini adalah pemimpin yang tidak lalai. Menjalankan kewajibannya dengan kegembiraan, tidak munafik, selalu mengingat akhirat dan bersyukur atas anugerah-Nya.

Aunur Rofiq

Ketua DPP PPP periode 2020-2025

Ketua Dewan Pembina HIPSI ( Himpunan Pengusaha Santri Indonesia)

Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggungjawab penulis. (Terimakasih – Redaksi)

(erd/erd)



Sumber : www.detik.com

4 Sikap Nabi Muhammad dalam Berdakwah yang Bisa Diteladani


Jakarta

Nabi Muhammad SAW harus melewati tantangan dakwah yang sangat berat. Sejumlah kitab sirah dan tarikh menceritakan betapa sulitnya dakwah beliau dan bagaimana sikap Nabi Muhammad SAW dalam berdakwah kala itu.

Nabi Muhammad SAW merupakan nabi terakhir sepanjang zaman yang diberi mukjizat oleh Allah SWT berupa Al-Qur’an. Beliau ditugaskan Allah SWT untuk menyebarkan ajaran Islam yang terdapat dalam kitab suci tersebut agar menjadi pedoman hidup bagi seluruh manusia untuk memperoleh kehidupan akhirat yang baik.

Sejak kecil, Nabi Muhammad SAW telah dijaga oleh Allah SWT baik kepribadiannya dan akhlaknya. Dikatakan dalam buku Nabi Muhammad SAW Menurut Numerologi dan Astrologi Cina yang ditulis oleh Muharram Hidayatullah, Nabi Muhammad SAW selalu berbicara dengan sopan dan sabar, beliau juga merupakan orang yang adil dan bijaksana, tidak pernah mementingkan diri sendiri, dan selalu mencurahkan waktunya untuk umatnya.


Begitu pula sikap Nabi Muhammad SAW dalam berdakwah.

Sikap Nabi Muhammad dalam Berdakwah

1. Sabar dan Pemaaf

Nabi Muhammad SAW merupakan manusia paling sabar sepanjang masa. Beliau bahkan mau memaafkan kaumnya agar diampuni oleh Allah SWT bahkan ketika malaikat sudah siap untuk memberi mereka pelajaran dan tinggal menunggu aba-aba Rasulullah SAW saja.

Cerita ini dikutip dari Hayatus Shahabah yang ditulis oleh Syaikh Muhammad Yusuf al-Kandahlawi. Dalam hadits Al-Bukhari, suatu saat istri Nabi SAW pernah bertanya kepadanya hari yang lebih keras daripada saat Perang Uhud. Nabi SAW pun menjawab yaitu saat beliau menyeru kepada Ibnu Abdi Yalail bin Abdi Kalal, namun dirinya tidak memenuhinya.

Nabi SAW pun pulang dengan keadaan pucat dan akhirnya pingsan. Bangun dari pingsannya, pandangannya tertuju pada awan yang melindunginya.

Di atas awan itu, sudah ada Jibril yang sudah mendengar bahwa kaum Nabi Muhammad SAW menolaknya. Allah SWT juga sudah mengutus malaikat gunung yang siap menimpakan gunung untuk meluluhlantahkan tempat itu.

Namun Nabi Muhammad SAW dengan sikap pemaafnya dan kesabarannya, menolak tawaran tersebut.

Rasulullah SAW bersabda, “Aku justru berharap agar Allah mengeluarkan dari keturunan mereka orang-orang yang menyembah Allah semata dan tidak menyekutukan sesuatu pun dengan-Nya.”

2. Lemah Lembut dalam Menyampaikan Dakwahnya

Dikutip dalam buku Dakwah Humanis karya Ichsan Habibi, Nabi Muhammad SAW sebagai pendakwah agama Islam yang memiliki sikap lemah lembut dalam dakwahnya.

Kelemahlembutan ini merupakan rahmat dari Allah SWT yang dilimpahkan pada Rasulullah SAW dan hamba-hamba-Nya. Seperti yang tertera dalam firman Allah SWT dalam surah Ali-Imran ayat 159, yang berbunyi,

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّٰهِ لِنْتَ لَهُمْ ۚ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيْظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوْا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِى الْاَمْرِۚ فَاِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِيْنَ

Artinya: “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.”

Ibnu Katsir menjelaskan dalam kitab tafsirnya, lemah lembut yang disebutkan dalam ayat di atas merupakan gambaran akhlak Nabi Muhammad SAW. Ini merupakan pendapat Al-Hasan Al-Basri.

3. Menyesuaikan Cara Bicara dengan Lawan Bicaranya

Dalam buku Bintang Daud di Jazirah Arab (Relasi Politik Nabi Muhammad dengan Yahudi di Madinah) yang ditulis Khoirul Anwar, dijelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW memiliki julukan sebagai al-Amin (yang bisa dipercaya).

Ketika berkomunikasi, beliau akan menyesuaikan dengan lawan bicaranya. Masyarakat Arab terkadang bersikap moderat dan kadang bersikap keras ketika berkomunikasi dengan Nabi Muhammad SAW.

Begitu juga sebaliknya, respons dari Rasulullah SAW juga menyesuaikan dengan masyarakat di sana yang kadang bersikap secara moderat dan terkadang keras.

4. Tidak Pernah Memaksakan Kehendak

Masih dalam sumber yang sama dikatakan, Nabi Muhammad SAW tidak pernah memaksakan kehendaknya atau ajarannya kepada siapa pun. Terdapat beberapa ayat Al-Qur’an yang melegitimasi sikap Nabi Muhammad SAW dalam berdakwah yang tidak memaksakan kehendak. Salah satunya dalam surah Yunus ayat 99 yang berbunyi,

وَلَوْ شَاۤءَ رَبُّكَ لَاٰمَنَ مَنْ فِى الْاَرْضِ كُلُّهُمْ جَمِيْعًاۗ اَفَاَنْتَ تُكْرِهُ النَّاسَ حَتّٰى يَكُوْنُوْا مُؤْمِنِيْنَ

Artinya: “Seandainya Tuhanmu menghendaki, tentulah semua orang di bumi seluruhnya beriman. Apakah engkau (Nabi Muhammad) akan memaksa manusia hingga mereka menjadi orang-orang mukmin?”

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Bersatu Menjemput Kemenangan



Jakarta

Jumlah umat Islam pada permulaan masa penyebarannya oleh Rasulullah SAW. saat di kota Mekah sampai hijrah di kota Madinah hingga dikeluarkannya Piagam Madinah sekitar 1.500 orang dari jumlah jumlah penduduk saat itu sekitar 10.000 orang. Saat itu umat Islam minoritas dan membentuk suatu negara Kota. Isi dan makna Piagam Madinah ini telah menjadi sumber konstitusi negara-negara saat ini seperti, tentang persamaan hak, kebersamaan, dan keadilan.

Bagaimana dengan jumlah umat Islam saat ini ? Ada pendapat yang optimis bahwa jumlah yang besar itu kenikmatan, sedangkan pendapat yang pesimis bahwa jumlah besar itu beban. Dalam hal ini penulis berpendapat jumlah besar itu nikmat dari-Nya, sehingga kita semua berkewajiban untuk mewujudkannya dengan upaya/ikhtiar. Ingatlah dalam firman-Nya pada surah al-A’raf ayat 86 yang artinya, “Dan janganlah kamu duduk di setiap jalan dengan menakut-nakuti dan menghalang-halangi orang-orang yang beriman dari jalan Allah dan ingin membelokkannya. Ingatlah ketika kamu dahulunya sedikit, lalu Allah memperbanyak jumlah kamu”.

Tafsir Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid (Imam Masjidil Haram) : Janganlah kalian duduk di setiap jalan seraya mengancam setiap orang yang melaluinya untuk merampas harta bendanya. Dan janganlah kalian menghalang orang-orang yang hendak mengikuti agama Allah SWT. seraya membuat jalan-Nya menjadi bengkok (nampak sulit) agar tidak dilalui oleh manusia (yakni menghindar dari agama-Nya ). Dan ingatlah nikmat yang Allah SWT. berikan kepada kalian agar kalian bersyukur kepada-Nya. Karena dahulu jumlah kalian sedikit, kemudian Allah SWT. memperbanyak jumlah kalian. Dan perhatikanlah bagaimana nasib orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi sebelum kalian. Nasib mereka berakhir dengan kebinasaan dan kehancuran.


Memang awal dari kebesaran bermula dari sedikit atau kecil, kemudian berkembang terus menerus menjadi besar. Mari kita simak secara ringkas sejarah Islam dakam periode klasik ( 650-1.250 M ). Dalam periode ini ada masa ekspansi dan keemasan yang dimulai dari Amirul Mukminin Abu Bakar yang dilanjutkan para pemimpin Islam hingga Bani Abbasiyah. Masa kemajuan ini telah diakui oleh para orientalis Barat seperti pendapat H.McNeill berkata, “Kebudayaan Kristen di Eropa pada tahun 600-1.000 M mengalami masa surut yang rendah. Pada abad ke XI, Eropa mulai sadar terhadap adanya peradaban Islam yang tinggi di dunia Timur. Melalui Spanyol, Sicilia, peradaban itu sedikit demi sedikit dibawa ke Eropa.”

Gustave Lebon berkata, “Orang-orang Arablah yang menyebabkan kita mempunyai peradaban. Sebab, merekalah imam kita selama enam abad.” Dilanjutkan oleh Jacques C Rislar berujar, “Bahwa ilmu pengetahuan teknik Islam sangat mempengaruhi kebudayaan Barat.” Disambung oleh Romm Landayu menyatakan dari hasil penelitiannya, mengambil kesimpulan bahwa orang-orang Barat belajar berpikir serta objektif dan logis, sekaligus belajar lapang dada dari orang-orang Islam periode klasik.

Bagaimana kondisi umat Islam saat ini? Semenjak terjadi kemunduran peradaban Islam dan dibarengi dengan terpecahnya negeri-negeri Islam menjadi banyak negara. Menurut hasil perdata mengenai perkembangan pemeluk agama Islam semakin bertambah menjadi 1,7 miliar umat menurut data tahun 2022. Dengan ini penganut agama Islam di dunia menjadi agama terbesar kedua setelah agama Kristen. Jumlah umat Islam mencapai 15% populasi dunia saat ini. Penganut agama Islam terbesar saat ini masih dipegang negara Indonesia. Islam adalah agama yang dominan di Asia Tengah, Timur Tengah, Afrika Utara, Afrika Barat, dan beberapa bagian lain di Asia.

Meskipun jumlah mencapai 1,7 Milyar dan terus berkembang sangat pesat khususnya di negara-negara maju, masih belum bersatu dan menempuh jalan berbeda-beda. Umat Islam masih buta atas cahaya Allah SWT. dan terpecah belah dalam kegelapan. Sebagian umat condong ke kanan dan yang lain menyimpang ke kiri. Sebagian jamaah cenderung ke timur dan sebagian lagi cenderung ke barat, sehingga lupa akan peringatan-Nya dalam surah al-An’am ayat 153 yang artinya, “Dan bahwa ( yang kami perintahkan ) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan ( yang lain ), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya.”

Jika umat Islam terus berlangsung dalam kondisi seperti ini, maka kita akan tetap tercerai-berai. Maka perpecahan akan menjadikan jumlah 1,7 Milyar tidak memberikan arti, bila bersatu maka muncullah kekuatan yang dahsyat di bidang ekonomi, politik dan sosial dan budaya serta otomatis akan memberikan sumbangan pada peradaban dunia.

Satu contoh saja, bersatu dalam bidang ekonomi. Setiap pengusaha di negeri Muslim akan menjalin hubungan dagang dengan saudaranya di negeri Muslim yang lain. Kebutuhan dan produksi masing-masing negeri tidak lain untuk saling melengkapi dan memenuhi jika ada saudaranya yang kekurangan. Jika produksi dalam skala besar tentu akan menghadirkan tingkat efisiensi yang tinggi dan permintaan atas barang dalam skala besar akan memperoleh harga yang reasonable. Inilah sebenarnya sudah diberikan tuntunan dalam Ukhuwah Islamiyah ( adalah gambaran tentang hubungan antara orang-orang Islam sebagai satu persaudaraan, dimana antara yang satu dengan yang lain seakan akan berada dalam satu ikatan ).

Maka umat Islam dalam rangka menjemput kemenangan hendaknya bersatu pada jalan-Nya seperti surah di atas ( al-An’am ayat 153 ). Negeri ini mempunyai dua organisasi kemasyarakatan Islam terbesar yaitu NU dan Muhammadiyah dan beberapa yang lain. Semoga Allah SWT. memberikan jalan-Nya untuk mempersatukan.

Aunur Rofiq

Ketua DPP PPP periode 2020-2025

Ketua Dewan Pembina HIPSI ( Himpunan Pengusaha Santri Indonesia)

Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggungjawab penulis. (Terimakasih – Redaksi)

(erd/erd)



Sumber : www.detik.com

Pengertian Dakwah dalam Islam, Kenali Makna dan Tujuannya



Yogyakarta

Dakwah memiliki arti yang mendalam dan tujuan yang mulia. Dalam Islam, dakwah memiliki peran yang sangat penting sebagai sarana untuk menyampaikan pesan-pesan agama dan nilai-nilai kebaikan kepada masyarakat.

Memahami arti, makna dan tujuan dakwah adalah langkah awal dalam menjalankan tanggung jawab sebagai seorang muslim yang berkontribusi dalam menyebarkan kebenaran.

Pengertian dan Makna Dakwah

Prof. Dr. Moh. Ali Aziz, M.Ag. dalam bukunya Ilmu Dakwah Edisi Revisi menjelaskan dakwah sebagai proses dari penyampaian ajaran Islam. Hal tersebut sebagaimana hadits Rasulullah SAW.


Abu Said al-Khudri r.a menuturkan, “Ada seorang perempuan datang kepada Rasulullah SAW seraya memprotes, ‘Wahai Rasulullah, banyak orang laki-laki membawa hadits engkau. Jadikanlah kami sebagai pengikut engkau yang suatu hari datang kepadamu untuk mempelajari apa yaang telah diajarkan Allah SWT kepadamu.’ Rasulullah SAW menanggapinya, ‘Berkumpullah kalian di hari begini di tempat begini.’ Kemudian kaum perempuan berkumpul dan mendatangi Rasulullah SAW. Lalu beliau mengajarkan merek mengenai apa yang telah diajarkan oleh Allah SWT. Selanjutnya Rasulullah SAW bersabda, ‘Tak seorang perempuan pun di antara kalian yang menimang anaknya selama tiga kali kecuali ia diberi tabir yang menjauhkannya dari api neraka.’ Seorang perempuan dari mereka bertanya, ‘Wahai Rasulullah, bagaimana jika hanya dua kali?’ Pertanyaan ini diulang sampai dua kali. ‘Meskipun dua kali, meskipun dua kali, meskipun dua kali’ jawab Rasulullah SAW (HR Bukhari.)

Hadits ini mengajarkan tiga hal yakni kesetaraan gender dalam dakwah, kewajiban berdakwah dan pesan dakwah sesuai dengan keadaan penerima dakwah.

Dakwah bukan hanya kewenangan ulama atau tokoh agama. Setiap muslim bisa melakukan dakwah karena dakwah bukan hanya ceramah agama.

Dakwah memiliki makna yang beragam berdasarkan perbedaan para penulis dalam menentukan pengertian dakwah.

Dikutip dari buku Fiqih Dakwah karya Jum’ah Amin Abdul ‘Aziz, bahwa dakwah adalah risalah terakhir yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW sebagai wahyu-Nya dalam bentuk kitab yang tidak ada kebatilan di dalamnya dan yang membacanya bernilai ibadah.

Prof. Dr. Moh. Ali Aziz, M.Ag. dalam bukunya Ilmu Dakwah Edisi Revisi mengatakan bahwa terdapat sepuluh makna dakwah dalam Al-Qur’an, tiga diantaranya yaitu:

– Dalam surat al-Baqarah ayat 221, dakwah bermakna untuk mengajak dan menyeru, baik kepada kebaikan maupun kemusyrikan, kepada jalan ke surga atau neraka.
– Dalam surat Ali Imran ayat 38, dakwah bermakna doa
– Dalam surat ar-Ruum ayat 30, dakwah bermakna memanggil atau panggilan.

Masih mengutip dari sumber buku yang sama, bahwa para ahli mendefinisikan dakwah sebagai berikut:

Syekh Muhammad al-Rawi (1972: 12), dakwah adalah pedoman hidup yang sempurna untuk manusia beserta ketetapan hak dan kewajibannya.

‘Abd al-Karim Zaidan (1976: 5), dakwah adalah mengajak kepada agama Allah SWT, yaitu Islam.

Muhammad Abu al-Fath al-Bayanuni (1993: 17), dakwah adalah menyampaikan dan mengajarkan agama Islam kepada seluruh manusia dan mempraktikkannya dalam kehidupan nyata.

Hukum Dakwah

Para ulama memiliki perbedaan pendapat dengan argumentasi berdasarkan dalil mengenai hukum dakwah.

Dikutip dari buku Pengantar Studi Ilmu Dakwah karya Dr. Muhammad Abu Al-Fath Al-Bayanuni bahwa beberapa ulama menyatakan hukum dakwah adalah wajib ‘ain dengan pedoman beberapa dalil seperti dalam surat Ali Imran ayat 104, surat Ali Imran ayat 110, dan beberapa hadits.

Sedangkan para ulama yang menyatakan bahwa hukum dakwah adalah wajib kifayah memiliki pedoman dalil seperti dalam surat Ali Imran ayat 110 dan At-Taubah ayat 122.

Tujuan Dakwah

Mengutip buku Gagasan Dakwah: Pendekatan Komunikasi Antarbudaya karya Abdul Wahid, bahwa terdapat banyak pandangan para ahli yang mengemukakan tentang tujuan dakwah, diantaranya yaitu,

  • Menyelesaikan problematika umat
  • Membentuk masyarakat islami
  • Mendorong masyarakat untuk mengikuti petunjuk yang diketahui kebenarannya, melarang perbuatan yang buruk agar mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat.
  • Memperkenalkan dan memberi pemahaman mengenai hakikat Islam.
  • Menjaga umat agar selalu memegang nilai-nilai kemanusiaan yang berbasis Al-Qur’an dan sunnah.

Kesimpulan dari beberapa tujuan tersebut adalah bahwa dakwah memiliki tujuan untuk memberikan pedoman kepada manusia sesuai dengan ajaran Islam agar memperoleh keselamatan dunia dan akhirat.

(dvs/dvs)



Sumber : www.detik.com

Yunus bin Ubaid



Jakarta

Salam bin Muthi’ berkata, “Yunus bukanlah yang paling banyak shalat dan puasa diantara mereka. Tapi, demi Allah, setiap kali ada hak Allah ia segera memenuhinya.” Ia seorang imam panutan, warak dan zahid. Ia sempat bertemu dengan Anas bin Malik r.a. (sahabat Rasulullah SAW.) dan ia meriwayatkan hadis dari al-Hasan, Ibn Sirih, ‘Atha, Ikrimah dan sebagainya. Banyak perawi hadis yang meriwayatkan hadis dari dirinya. Ia wafat pada tahun 140 H.

Yunus bin Ubaid adalah seorang pedagang sutera yang mempunyai kios di pasar kota Basrah dan terkenal karena sifat amanahnya. Saat ia berada di kiosnya seorang wanita datang ingin menjual jubah suteranya.

“Berapa kau akan jual?” tanya Yunus.


“Lima ratus dirham,” jawabnya.

“Jubah ini lebih bagus dari harga segitu.”

“Kalau begitu, enam ratus dirham.”

“Masih lebih bagus dari harga segitu.”

Yunus tak henti-hentinya berkata begitu dan akhirnya sepakat dibeli dengan harga seribu dirham.

Tidak lama kemudian seorang lelaki asal Syria yang masih asing di kota Basrah, ia ingin membeli baju sutera seharga 400 dirham. Saat di kios Yunus ia bertanya pada baju yang ia tunjuk berapa harganya. Yunus menjawab, “Dua ratus dirham.”

Karena adzan berkumandang maka Yunus menuju Masjid untuk mengimami shalat. Saat kembali ke kios ia kaget karena baju tadi sudah terjual dengan harga 400 dirham oleh keponakan perempuannya.

Kemudian Yunus mendatangi pembeli dengan berkata, “Wahai hamba Allah, baju sutera ini harganya dua ratus dirham. Bila engkau mau silakan ambil bajunya dan ambil kembaliannya dua ratus dirham. Atau jika tidak jadi beli, tinggalkan bajunya dan semua uang kembali?

Lelaki Syria itu bertanya, “Anda siapa?”

“Saya seorang Muslim,” jawab Yunus.

“Aku benar-benar bertanya kepadamu, atas nama Allah, siapa kamu dan siapa namamu?”

Maka dijawablah, “Yunus bin Ubaid.”

Lelaki itu berkata,”Demi Allah, kami pernah bertempur melawan musuh. Ketika dalam situasi gawat, kami berdo’a, ‘Ya Allah, Tuhan pemilik dan pengasuh Yunus bin Ubaid, selamatkanlah kami.’ Maka, Allah memenangkan kami.”

Amanah adalah bagian yang sangat penting dalam kehidupan dan menjadi landasan utama bagi seorang pemimpin. Sebagaimana dalam firman-Nya surah al-Anfal ayat 27 yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.”

Tafsir Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid, Imam Masjidil Haram : Wahai orang-orang yang percaya kepada Allah SWT. dan mengikuti rasul-Nya, janganlah kalian berkhianat kepada Allah SWT. dan rasul-Nya dengan mengabaikan perintah-perintah-Nya dan melanggar larangan-larangan-Nya. Dan janganlah kalian mengkhianati amanah yang dipercayakan kepada kalian, seperti hutang dan lain-lain, sedangkan kalian tahu bahwa apa yang kalian lakukan adalah pengkhianatan, sehingga kalian termasuk ke dalam golongan para pengkhianat.

Mari kita simak saat Yunus kedatangan seorang wanita yang ingin menjual jubah suteranya. Ketika wanita yang tidak mengetahui harga pasaran meminta harga 500 dirham, namun karena terlalu murah maka dibelilah oleh Yunus sesuai harga pasaran sebesar 1.000 dirham. Disini kejujuran dan keteguhan bersandar pada-Nya dan yakin bahwa rezeki dari Allah SWT. Kemudian seseorang dari Syria membeli baju di kiosnya, keponakan perempuannya menjual dengan harga lebih tinggi dari harga yang Yunus tetapkan. Maka Yunus mendatangi dan memberikan pengembaliannya. Ia tidak memanfaatkan kekurangan informasi dari penjual wanita dan pembeli lelaki dari Syria. Ia berdagang dengan mencontoh junjungannya yaitu Rasulullah SAW.

Inti dari ayat tersebut di atas adalah:

1. Larangan Berkhianat

Allah SWT. memerintahkan larangan untuk tidak berkhianat terutama terhadap Allah SWT. dan Rasul-Nya.
Dalam ayat tersebut Allah SWT. mengawali dengan kalimat yang ditujukan kepada orang-orang beriman. Larangan untuk tidak mengabaikan perintah-perintah-Nya dan tidak melanggar larangan-larangan-Nya.

2. Menunaikkan Amanah

Allah SWT. memerintahkan kepada orang beriman yaitu orang-orang percaya kepada-Nya dan ajaran yang dibawakan oleh Rasul-Nya untuk menjalankan amanah.
Menunaikan amanah yang telah Allah SWT. perintahan dengan mengerjakan apa yang disyariatkan oleh Islam dan menjauhi larangan-Nya. Perkara menunaikan amanah adalah kewajiban dan tentu balasannya pahala dari-Nya.

Yunus bin Ubaid adalah sosok tidak berkhianat dan memegang teguh apa yang diamanahkan padanya, yang paling penting adalah ia menyegerakan hak-hak Allah SWT. Jika menemukan sosok calon pemimpin yang mendekati prilaku seperti Yunus bin Ubaid, maka pilihlah ia untuk menjadi pemimpin dan berikan kepercayaan agar menjalankan amanahnya. Semoga Allah SWT. memberikan cahaya-Nya dan menurunkan seorang pemimpin yang membawa keadilan pada negeri tercinta ini.

Aunur Rofiq

Ketua DPP PPP periode 2020-2025

Ketua Dewan Pembina HIPSI (Himpunan Pengusaha Santri Indonesia)

Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggungjawab penulis. (Terimakasih – Redaksi)

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Tata Cara Sujud Sahwi dan Sebab-sebab Pelaksanaannya


Jakarta

Sujud sahwi biasa dilakukan ketika seorang muslim lupa jumlah bilangan rakaat dalam salat. Dalil pelaksanaan sujud sahwi tercantum pada sebuah hadits Nabi SAW yang berbunyi,

“Sesungguhnya aku hanyalah manusia biasa seperti kalian, aku lupa seperti halnya kalian lupa. Bila salah satu dari kalian lupa, hendaklah sujud dua kali.” (HR Muslim)

Menukil buku Fikih Empat Madzhab Jilid 2 susunan Syaikh Abdurrahman Al-Juzairi, kata sahwi sama dengan kata an-nisyanu yang artinya lupa. Adapun, definisi sujud sahwi adalah sujud yang dilakukan sebanyak dua kali ketika seseorang lupa atau meninggalkan salah satu rukun dan kewajiban salat.


Tata Cara Sujud Sahwi

Syaikh Sulaiman Ahmad Yahya Al-Faifi melalui buku Ringkasan Fikih Sunnah Sayyid Sabiq menjelaskan bahwa sujud sahwi dilakukan sebanyak 2 kali, seperti sujud pada akhir salat sebelum salam.

Sebagaimana sabda Nabi SAW dari Abu Sa’id Al-Khudri:

“Jika salah seorang dari kalian bimbang dalam salat dan tidak tahu apakah sudah salat tiga atau empat rakaat, maka buanglah keraguan tersebut dan ambillah yang diyakini. Kemudian, pada akhir salat, lakukan dua sujud sahwi sebelum salam. Jika ternyata salatnya lima rakaat, sujud sahwi itu akan melengkapi salatnya. Namun, jika salatnya sudah empat rakaat, sujud sahwi tersebut membuat setan marah.” (HR Muslim & Ahmad)

Disebutkan dalam buku Panduan Muslim Sehari-hari susunan KH. M. Hamdan Rasyid & Saiful Hadi El-Sutha, tidak ada riwayat yang jelas tentang bacaan yang dilafalkan saat sujud sahwi. Namun, para ulama fikih sepakat bahwa ada doa khusus yang bisa dibaca saat melaksanakan sujud sahwi agar tidak ada kekosongan dalam sujud yang dilakukan dan tetap bisa khusyuk.

Berikut bacaan yang dapat dipanjatkan ketika melakukan sujud sahwi,

سُبْحَانَ مَنْ لَأَيَنَامُ وَلَا يَسْهُو

Arab latin: Subhaana man laa yanaamu wa laa yashuu.

Artinya: “Mahasuci Allah yang tidak pernah tidur dan tidak pernah lupa.”

Sebab Pelaksanaan Sujud Sahwi

Mengutip buku Pendidikan Agama Islam: Fikih untuk Madrasah Tsanawiyah Kelas VII tulisan Zainal Muttaqin MA, setidaknya ada 6 perkara yang menyebabkan pengerjaan sujud sahwi, antara lain ialah:

  1. Tidak duduk tasyahud awal
  2. Tidak membaca tasyahud awal
  3. Tidak membaca doa qunut pada salat Subuh
  4. Tidak membaca sholawat pada tasyahud awal
  5. Kekurangan atau kelebihan bilangan rakaat
  6. Ragu-ragu bilangan rakaat dalam salat

(aeb/erd)



Sumber : www.detik.com

Apa Substansi dan Strategi Dakwah Rasulullah SAW di Makkah?


Jakarta

Rasulullah SAW berdakwah di tengah-tengah masyarakat Makkah yang penuh dengan kemaksiatan dan kesesatan. Tak jarang pula beliau mendapat ancaman pembunuhan. Lalu apa substansi dan strategi dakwah Rasulullah SAW?

Pada dasarnya, substansi atau isi dan strategi dakwah Rasulullah SAW ketika diutus Allah SWT bertujuan untuk menolong umat manusia agar kembali ke jalan yang benar. Untuk itu, diperlukan strategi dakwah yang tepat agar substansi dakwah tersebut tersampaikan.

Substansi Dakwah Rasulullah SAW di Makkah

Dikutip dari buku Pendidikan Agama Islam Kelas X oleh Bachrul Ilmy, Rasulullah SAW diutus Allah SWT untuk meluruskan dan mengajak masyarakat Makkah yang saat itu dipenuhi dengan kemaksiatan dan kejahatan yang keji ke jalan yang benar.


Masyarakat Makkah kala itu gemar untuk melakukan pesta pora sambil menyembah berhala yang berada di dekat Ka’bah. Mereka memuja Hubal si dewa laki-laki yang paling ditakuti, serta Lata, Uzza, dan Manatta sebagai dewa perempuan yang disenangi.

Kekejaman masyarakat Makkah kala itu adalah mereka gemar mengubur hidup-hidup anak perempuan mereka. Maka peperangan antar suku, perampokan, atau perampasan harta benda bukanlah hal yang tidak asing bagi mereka.

Allah SWT mengutus Rasulullah SAW untuk berdakwah dan membawa kebenaran serta cahaya dari gelapnya Makkah kala itu dengan agama Islam dengan substansi dakwah Rasulullah SAW sebagai berikut:

1. Memurnikan Akidah

Dakwah Nabi SAW kepada masyarakat Arab kala itu bertujuan untuk memurnikan akidah, yaitu ajaran Nabi Ibrahim AS yang telah diselewengkan oleh mereka. Beliau menumpaskan penyembahan berhala serta mengajak kembali kepada ketauhidan.

Akhirnya setelah kurang lebih berdakwah selama 23 tahun, Nabi SAW bisa menaklukkan kembali kota Makkah dan menghancurkan berhala dengan gerakan “Fathu Makkah” atau “Penaklukan Kota Makkah.”

2. Menambah Kemuliaan Akhlak

Substansi dakwah Rasulullah SAW yang kedua adalah untuk menanamkan kemuliaan akhlak. Artinya, beliau datang untuk memperbaiki serta menyempurnakan akhlak masyarakat Arab dan manusia seluruhnya saat itu hingga sekarang.

Beliau memperbaiki moral mereka yang rusak yang bahkan tega mengubur hidup-hidup anak perempuan yang lahir di antara mereka lantaran malu kalau mereka tidak bisa berperang.

3. Membebaskan Kaum yang Tertindas

Penguasa Arab saat itu gemar untuk menindas orang-orang lemah dan yang mereka anggap rendah derajatnya. Bahkan mereka diperjualbelikan layaknya benda. Sehingga Rasulullah SAW datang untuk membebaskan tirani dan penindasan terhadap budak dan orang-orang lemah tersebut.

4. Membangun Kebudayaan yang Beradab

Rasulullah SAW juga diutus untuk membangun budaya yang lebih beradab dan lebih baik, yaitu budaya yang dilandasi dengan nilai-nilai keislaman yang mulia.

Strategi Dakwah Rasulullah SAW di Makkah

Setelah Rasulullah SAW mendapatkan wahyu pertamanya, Allah SWT memerintahkan beliau untuk berdakwah untuk memperbaiki moral dan akidah masyarakat Arab, khususnya Makkah.

Awalnya Nabi Muhammad SAW hanya berdakwah kepada orang-orang terdekat sehingga kala itu pengikutnya hanya sedikit. Namun, semakin lama semakin bertambah pengikut beliau yang mana hal itu membuat para kafir dan pembesar Arab geram sampai ingin membunuh beliau. Untuk itu, ada dua strategi dakwah yang dilakukan Rasulullah SAW:

1. Dakwah Sembunyi-sembunyi

Pada awal periode dakwah Rasulullah SAW, beliau belum memiliki banyak pengikut. Setelah menerima wahyu pertama, beliau belum berdakwah kepada banyak orang melainkan hanya keluarga dan kerabat dekat.

Pada wahyu yang kedua, barulah Allah SWT memerintahkan Nabi SAW untuk menyampaikan pada umatnya dan masyarakat Arab yang penuh kemusyrikan. Wahyu yang kedua adalah Al-Qur’an surah Al-Muddassir ayat 1-7 yang bunyinya,

يٰٓاَيُّهَا الْمُدَّثِّرُۙ -١

1. Wahai orang yang berkemul (berselimut)!

قُمْ فَاَنْذِرْۖ – ٢

2. bangunlah, lalu berilah peringatan!

وَرَبَّكَ فَكَبِّرْۖ – ٣

3. dan agungkanlah Tuhanmu,

وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْۖ – ٤

4. dan bersihkanlah pakaianmu,

وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْۖ – ٥

5. dan tinggalkanlah segala (perbuatan) yang keji,

وَلَا تَمْنُنْ تَسْتَكْثِرُۖ – ٦

6. dan janganlah engkau (Muhammad) memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak.

وَلِرَبِّكَ فَاصْبِرْۗ – ٧

7. Dan karena Tuhanmu, bersabarlah.

Setelah perintah ini turun, barulah Rasulullah SAW melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi kepada umatnya. Dakwah ini dilakukan selama tiga tahun lamanya dan disertai dengan banyak cobaan dan cercaan dari banyak orang.

2. Dakwah Terang-terangan

Dakwah secara terang-terangan dilakukan Rasulullah SAW setelah pengikutnya semakin banyak. Allah SWT memerintahkan beliau untuk berdakwah secara terang-terangan melalui sabdanya Al-Qur’an surah Al-Hijr ayat 94 yang bunyinya,

فَاصْدَعْ بِمَا تُؤْمَرُ وَاَعْرِضْ عَنِ الْمُشْرِكِيْنَ

Artinya: Maka, sampaikanlah (Nabi Muhammad) secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan kepadamu dan berpalinglah dari orang-orang musyrik.

Setelah mendapat wahyu tersebut, Rasulullah SAW mulai menerangkan ajaran Islam secara terang-terangan. Menurut buku Sejarah Kebudayaan Islam Madrasah Tsanawiyah Kelas VII oleh H. Fida’ Abdilah, dakwah Rasulullah SAW secara terang-terangan memperoleh banyak kecaman dan reaksi buruk dari para pembesar Quraisy.

Bahkan paman Nabi SAW sendiri juga menentang ajaran yang dibawa oleh keponakannya itu. Kisahnya tersebut bahkan diabadikan dalam Al-Qur’an surah Al-Lahab.

Namun, para muslimin saat itu tidak pernah gentar maupun takut dengan segala ancaman dan sikap jahat dari pembesar Quraisy. Keberanian mereka bahkan semakin besar setelah Umar bin Khattab, sang penentang dakwah Nabi SAW, mengakui keislamannya.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Pujian



Jakarta

Seseorang yang menerima pujian itu terasa nikmat di hati, hal ini sangat manusiawi. Kadang sebagian orang berharap pujian dengan melakukan sesuatu. Pujian bisa datang karena jabatan, harta, kepandaian, sikap kedermawanan dan lain sebagainya. Namun ingatlah pujian itu tidak akan membawa perubahan pada dirimu (tidak menambah manfaat).

Jadi perintah Rasulullah SAW. untuk menaburkan debu di wajah orang yang memberikan pujian kepada kita merupakan petunjuk bahwa kita tidak boleh merasa senang dengan pujian dari orang lain, sekaligus hal ini dipercaya merupakan larangan memberikan pujian kepada orang lain di hadapannya. Ingatlah bahwa Al-hamdu artinya pujian, karena kebaikan yang diberikan oleh yang dipuji, atau karena suatu sifat keutamaan yang dimilikinya. Semua nikmat yang telah dirasakan dan didapat di alam ini dari Allah SWT. sebab Dialah yang menjadi sumber bagi semua nikmat.

Mari kita simak senandung syair ini:


Tiadalah perlu perhatikan pujian manusia akan ketaatannya, kebaikannya, kesuksesannya.

Juga tiada perlu perhatikan celaan mereka atas kemaksiatannya kepada Tuhan.

Kosongkan hati dari semua itu.

Jadikan orang yang tahu tentang dirinya sama seperti orang yang tidak tahu tentang dirinya.

Pujian berasa manis dan celaan berasa pahit. Jadikan keduanya hingga tiada berasa sama sekali.

Sebagian kalangan berharap pujian, dengan hartanya, jabatannya dan lainnya. Kesenangan hati itu palsu karena fana dan atas kehendak-Nya ia bisa dihinakan.

Pujian dan celaan manusia, tidak bisa menjadikan manfaat dan mudharat bagi seseorang. Jadi tak hiraukan keduanya itu lebih cerdas.

Jelas bahwa sebaiknya sikap orang beriman adalah tidaklah perlu memperhatikan pujian manusia atas ketaatannya (kesuksesannya), juga tidak perlu memperhatikan celaan mereka atas kemaksiatannya kepada Tuhan. Oleh sebab itu, dengan mengosongkan diri dari pujian orang yang mengenalnya dan mengosongkan diri dari ketidaksukaan atas celaan mereka merupakan sikap taat pada perintah Rasul-Nya.

Apa yang harus kita ucapkan saat seseorang memuji kita ? Maka katakan, “Alhamdulillah alladzi azharal jamila wa sataral qabiha. Artinya: Segala puji bagi Allah SWT, Dzat yang menampakkan kebagusan dan menutup kejelekan.” Saat kita memuji seseorang dengan berucap, “Masya Allah,” artinya adalah “Inilah yang dikehendaki Allah SWT,” dan tujuan pengucapannya adalah untuk memuji kebesaran atas ciptaan Allah SWT. Sedangkan arti tabarakallah lebih kepada ungkapan kekaguman yang merujuk pada makhluk ciptaan-Nya.

Dalam Islam diperbolehkan seorang muslim memberikan sebuah pujian kepada orang lain. Memberikan pujian dapat dikatakan sebagai hal baik, jika pujian tersebut memang ditujukan dalam memuji kebaikan orang lain, yang memang ada pada dirinya.

Namun jika memberikan pujian yang tidak benar-benar diperbuat, maka hal inilah yang dilarang. Seperti firman Allah SWT dalam surah ali-Imran ayat 188 yang artinya, “Janganlah sekali-kali kamu, menyangka bahwa orang-orang yang gembira dengan apa yang telah mereka kerjakan, dan mereka suka supaya dipuji terhadap perbuatan yang belum mereka kerjakan, janganlah kamu menyangka bahwa mereka terlepas dari siksa, dan bagi mereka siksa yang pedih.”

Maka hindarilah perilaku sombong menurut islam, yang diakibatkan oleh pujian secara berlebihan akan menjadikan seseorang takabur dan menghilangkan amalan saleh. Sebagian orang bersikap seperti ini, dan adakalanya justru ia menampakkan kesombongannya dengan berpamer pada harta maupun jabatannya.

Kecongkakan karena merasa mempunyai jabatan tinggi itu menjadikan ia memandang rendah koleganya. Ia lupa seakan makamnya itu kekal abadi, padahal fana yang setiap desahan nafas bisa dirubah oleh Sang Pencipta. Ujian paling berat dalam hal pujian ini ada pada golongan orang berharta dan orang berkedudukan tinggi. Oleh karena itu jika engkau dicela (tidak perlu marah) dan dipuji (tidak perlu berbangga diri) itu sama saja, sebab pujian dan celaan tidak dapat mendatangkan kebaikan dan tidak dapat mendatangkan kerugian.

Ingatlah nasihat Imam Ghazali ada beberapa bahaya tentang pujian. Pertama, yang akan diterima orang yang memuji adalah kadang kala ia berlebihan dalam memuji hingga berujung pada dusta. Kedua, bisa jadi pujian itu mengandung riya. Ketiga, mungkin saja ia mengatakan apa yang belum ia pastikan, sampai-sampai berdusta, dan membersihkan orang yang tidak dibersihkan Allah SWT adalah bentuk kehancuran.

Keempat, bisa jadi ia membuat senang orang yang dipuji, padahal ia memuji orang yang zalim atau fasik. Sikap ini tidak diperbolehkan karena Allah SWT akan murka manakala orang fasik dipuji. Sedangkan dua bahaya bagi yang menerima pujian. Pertama, yaitu karena pujian itu akan melahirkan sikap ujub dan takabur. Keduanya adalah sikap yang merusak.

Kedua, jika ia dipuji dengan kebaikan, ia akan merasa senang, lalu terlena dan rida terhadap dirinya. Pada akhirnya, ia tak lagi giat dalam urusan akhirat, sebagaimana sabda Rasulullah SAW. ketika mendengar seseorang dipuji, “Engkau telah memenggal leher kawanmu.”

Untuk itu hindarilah wahai para pemimpin muslim, puja-puji dalam agenda-agenda kegiatan maupun rapat-rapat kedinasan kecuali pujian yang diajarkan Islam. Semoga Allah SWT. selalu memberikan hidayah bagi kita semua khususnya para pemimpin agar terhindar dari bahaya pujian.

———-

*) Aunur Rofiq

Ketua DPP PPP periode 2020-2025

Ketua Dewan Pembina HIPSI (Himpunan Pengusaha Santri Indonesia)

Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggungjawab penulis. (Terima kasih – Redaksi)

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com