Category Archives: Dakwah

3 Contoh Mukadimah Khutbah Jumat Beserta Latinnya


Jakarta

Mukadimah khutbah Jumat diposisikan sebagai hal penting dalam pelaksanaan salat Jumat sebab menjadi salah satu rukun salat tersebut. Berikut contoh mukaddimah khutbah yang bisa diterapkan khatib Jumat.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), mukadimah berarti kata pendahuluan atau kata pengantar. Oleh karena itu, mukadimah khutbah Jumat berarti bagian yang digunakan untuk membuka khutbah tersebut.

Bagian pembuka khutbah Jumat ini sama pentingnya dengan isi dari khutbah itu sendiri. Khutbah Jumat termasuk dalam salah satu rukun yang harus dikerjakan ketika mendirikan salat Jumat.


Menurut buku Khutbah Jum’at Pilihan: Dilengkapi Khutbah Idul Fitri dan Idul Adha karya Adam Joyo Pranoto, rukun khutbah Jumat ada lima, yaitu membaca hamdalah, membaca sholawat nabi, berwasiat takwa kepada Allah SWT, membaca ayat suci Al-Qur’an, dan berdoa untuk kaum muslimin.

Dalam sebuah pidato tidak lengkap apabila tidak dibuka dengan sebuah mukadimah atau pembukaan. Oleh karena itu, detikHikmah sudah rangkumkan beberapa contoh mukadimah khutbah Jumat yang bisa langsung dipraktikkan.

3 Contoh Mukadimah Khutbah Jumat dan Latinnya

1. Mukadimah Khutbah Jumat 1

Diambil dari buku Materi Khotbah Jumat Setahun karya H. Ahmad Yani, berikut adalah salah satu contoh mukadimah khutbah Jumat.

الْحَمْدُ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورٍ اَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلَا هَادِيَ لَهُ. وَاشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلا اللَّهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلَّمْ وَبَارِك عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى الهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ إِلَى يَوْمِ الدِّينَ وَامَّا بَعْدُ فَيَاعِبَادَ الله أَوْصِيكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللَّهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ. قَالَ اللَّهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيمِ. أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّحِيمِ : يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُمْ مُسْلِمُونَ

Arab Latin: Alhamdulillahi nahmaduhu wa nasta’inuhu wa nastagjfiruhu wa na’uudhubillahi min syuruuri anfusinaa wa min sayyiaati a’malinaa mayyahdihillahu falaa mudhilla lahu wa mayyudhlil falaa haadiyalah

Wa asyhadu ala ilaaha illallah wahdahulaa syarikalah, wa asyhadu anna muhammadan ‘abduhu wa rasuuluhu, allahumma shalli wa sallim wa baarik ‘ala nabiyyinaa muhammadin wa ‘ala alihi wa ashaabihi wa man tabi’ahum ila yaumiddiin

Wa amma ba’du fayaa’ibaadallahu uushiikum wa iyyaaya bi taqwaallahi wa thaa’atihi la’allakum tuflihuun. Qaalallahu ta’alaa filquranil kariim. A’uudzubillahi minasyaithanirrajiim: yaa ayyuhalladziina amanu-taqullaha haqqa tuqaatihi walaa tamuutunna illa wa antum muslimuun.

2. Mukadimah Khutbah Jumat 2

الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ الْمَلِكِ الْعَظِيمِ الَّذِي يَحْكُمُ بِالْحَقِّ وَيَقْضِي بِالْعَدْلِ وَيَهْدِى النَّاسِ إِلَى الصِّرَاطِ الْمُسْتَقِيمِ , أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلّمْ وَبَارِكْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ إِلَى يَوْمِ الدِّينَ. أَمَّا بَعْدُ فَيَاعِبَادَ اللَّهَ أَوْصِيكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللَّهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ. قَالَ اللَّهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الكَرِيمِ. أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّحِيمِ : يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

Arab Latin: Alhamdulillahi rabbil ‘aalamiin almalikil ‘adhiimil ladzii wahkumu bilhaqqi wa yaqdhii bil’adli wayahdin-naasi ilashirathal mustaqiim

Asyhadu ala ilaaha illallah wahdahulaa syarikalah, wa asyhadu anna muhammadan ‘abduhu wa rasuuluhu, allahumma shalli wa sallim wa baarik ‘ala nabiyyinaa muhammadin wa ‘ala alihi wa ashaabihi wa man tabi’ahum ila yaumiddiin

Amma ba’du fayaa’ibaadallahu uushiikum wa iyyaaya bi taqwaallahi wa thaa’atihi la’allakum tuflihuun. Qaalallahu ta’alaa filquranil kariim. A’uudzubillahi minasyaithanirrajiim: yaa ayyuhalladziina amanu-taqullaha haqqa tuqaatihi walaa tamuutunna illa wa antum muslimuun.

3. Mukadimah Khutbah Jumat 3

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَنْعَمَنَا بِنِعْمَةِ الْإِيمَانِ وَالْإِسْلَامِ وَأَكْرَمَنَا بِخِلَافَتِهِ مِنْ جَمِيعِ العَالَمِ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ اللَّهُمَّ صَلَّ وَسَلَّمْ وَبَارِكْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ إِلَى يَوْمِ الدِّينَ. أَمَّا بَعْدُ فَيَاعِبَادَ اللَّهُ أَوْصِيكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللَّهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ . قَالَ اللَّهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيمِ. اَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّحِيمِ : يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُمْ مُسْلِمُونَ

Arab Latin: Alhamdulillahil ladzii an’amanaa bini’matil iimaani wal islaami wa akrammanaa bikhilaafatihi min jamii’il ‘aalam.

Asyhadu ala ilaaha illallah wahdahulaa syarikalah, wa asyhadu anna muhammadan ‘abduhu wa rasuuluhu, allahumma shalli wa sallim wa baarik ‘ala nabiyyinaa muhammadin wa ‘ala alihi wa ashaabihi wa man tabi’ahum ila yaumiddiin

Amma ba’du fayaa’ibaadallahu uushiikum wa iyyaaya bi taqwaallahi wa thaa’atihi la’allakum tuflihuun. Qaalallahu ta’alaa filquranil kariim. A’uudzubillahi minasyaithanirrajiim: yaa ayyuhalladziina amanu-taqullaha haqqa tuqaatihi walaa tamuutunna illa wa antum muslimuun.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Strategi Dakwah Sunan Kudus Gunakan Sapi untuk Dekati Masyarakat


Jakarta

Sunan Kudus adalah tokoh walisongo yang berdakwah di Pulau Jawa dengan cara terbilang unik. Ia menggunakan sapi sebagai salah satu strategi dakwahnya kala itu.

Disebutkan dalam buku Sejarah Islam Nusantara: Dari Analisis Historis hingga Arkeologis tentang Penyebaran Islam di Nusantara karya Rizem Aizid, Ja’far Shadiq atau biasa dikenal dengan nama Sunan Kudus adalah putra dari pasangan Raden Utsman Haji alias Sunan Ngudung di Jipang Panolan (utara kota Blora) dengan Syarifah Dewi Rahil binti Sunan Bonang.

Sunan Kudus lahir pada tanggal 9 September, tahun 1400 Masehi. Sunan Kudus juga merupakan cucu dari Sunan Bonang yang masih merupakan keturunan langsung dari Husain bin Ali, cucu Nabi Muhammad SAW.


Banyak yang mengatakan bahwa Sunan Kudus adalah cucu Sunan Ampel. Namun, terdapat pendapat lain yang meyakini bahwa Sunan Kudus adalah keturunan Persia. Bahkan ada yang berkata bahwa dia asli orang Jawa.

Namun, dari semua pendapat yang berbeda itu, yang paling diyakini kebenarannya adalah versi pertama, yakni cucu Sunan Bonang dan cicit Sunan Ampel.

Cara dakwahnya dalam menyebarkan agama Islam di Indonesia, terutama tanah Jawa sangat menarik untuk diulas.

Prinsip Dakwah Sunan Kudus

Dalam hal ajaran agama Islam, Sunan Kudus adalah ulama fikih yang sangat ketat memegang syariat. Ia sangat tegas dalam bertindak ketika dihadapkan dengan penyelewengan syariat agama.

Oleh karena itu, pendirian atau ajaran Sunan Kudus berlawanan dengan Sunan Kalijaga dan menyebabkan pecahnya dakwah Islam menjadi dua kubu, yaitu Kubu Sunan Kudus dan kubu Sunan Kalijaga.

Kubu Sunan Kudus banyak diikuti oleh murid-murid bangsawan Demak yang ingin menjalankan syariat Islam dengan ketat, sedangkan kubu Sunan Kalijaga lebih toleran terhadap adat istiadat setempat.

Strategi Dakwah Sunan Kudus

Dakwah Sunan Kudus identik dengan kata bijaksana dan lembut. Ia menyebarkan ajaran agama Islam dengan penuh kebijaksanaan dan tidak memakai kekerasan.

Sunan Kudus juga masih mempertahankan beberapa tradisi agama Hindu. Contohnya melarang menyembelih sapi, memasukkan elemen-elemen candi dalam pembangunan masjid dan makam, dan membuat gending Maskumambang serta Mijil.

Salah satu yang populer dari strategi dakwah Sunan Kudus adalah saat ia menggunakan sapi sebagai sarana dakwahnya. Kala itu, Sunan Kudus mengikat sapi di halaman masjid untuk menarik atensi masyarakat sekitar agar datang ke masjid.

Menurut kepercayaan masyarakat setempat, sapi merupakan binatang yang dihormati. Orang yang memiliki sapi pun juga jarang.

Sunan Kudus berpikir dengan cara itulah orang-orang akan mendatangi masjid yang tujuan awalnya untuk melihat sapi itu. Setelah mereka berkumpul, barulah Sunan Kudus menyampaikan wejangan yang berisi ajaran Islam.

Cara yang sangat dekat dengan masyarakat ini tentu membuat dakwah Sunan Kudus sukses di kalangan masyarakat yang beragama Hindu. Mereka pun masuk Islam dengan tanpa paksaan.

Strategi dakwah Sunan Kudus bisa ditulis dalam poin-poin penting sebagai berikut.

  • Masih membiarkan adat-istiadat Hindu-Buddha atau kepercayaan terdahulu yang sulit diubah.
  • Untuk adat yang tidak sesuai dengan ajaran Islam yang mudah diubah, maka ia menyegerakan untuk menghapusnya.
  • Sunan Kudus menerapkan prinsip “tut wuri handayani” yang mengikuti dari belakang terhadap kelakuan dan adat rakyat, tapi mengusahakan untuk terus mempengaruhi sedikit demi sedikit dan prinsip “tut wuri hangiseni” yang artinya mengikuti dari belakang sambil mengisi ajaran agama Islam.
  • Menghindari kekerasan dalam menyebarkan agama Islam. Sunan Kudus memegang prinsip sebagaimana pepatah “mengambil ikan tetapi tidak mengeruhkan airnya.”
  • Pada akhirnya, boleh saja mengubah adat dan kepercayaan masyarakat yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, tetapi dengan prinsip tidak menghalau masyarakat dari umat Islam. Kalangan muslim yang sudah tebal imannya harus berusaha menarik simpati masyarakat nonmuslim agar mau mendekat dan tertarik dengan ajaran Islam.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Khutbah Jumat Hari Pahlawan 10 November yang Menginspirasi


Jakarta

Peringatan Hari Pahlawan tiap 10 November dapat dimanfaatkan oleh khatib atau pemuka agama dengan menyampaikan khutbah Jumat dengan tema yang bernafaskan kepahlawanan. Pasalnya, peringatan tahun ini bertepatan dengan hari Jumat.

Hari Pahlawan 2023 diketahui mengusung tema “Semangat Pahlawan untuk Masa Depan Bangsa dalam Memerangi Kemiskinan dan Kebodohan.” Berkenaan dengan panduan peringatannya, pemerintah melalui Kementerian Sosial (Kemensos) sudah menerbitkan pengumuman bernomor S-697/MS/PB.06.00/10/2023.

Bagi muslim, peringatan Hari Pahlawan dapat diusung melalui penyampaian khutbah Jumat tentang pahlawan sekaligus mengingat kembali perjuangan mereka. Berikut salah satu teks khutbah Jumat yang dapat dicontoh dari Ustaz M Subkhi Al Bughury melalui laman Masjid Istiqlal.


Contoh Teks Khutbah Jumat Hari Pahlawan 10 November

Hadirin jemaah Jumat yang dirahmati Allah SWT,

Tanggal 10 November merupakan hari yang bersejarah dan diperingati sebagai Hari Pahlawan, peringatan ini karena peristiwa dibaliknya yang amat bersejarah, pertempuran 10 November Surabaya.

Sedikit khatib singgung pernyataan founding fathers kita di dalam pembukaan UUD 1945 bahwa kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh karena itu penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.

Perjuangan rakyat Surabaya mempertahankan NKRI adalah bentuk melawan kezaliman dalam rupa penjajahan fisik. Perjalanan dari ‘jihad’ mempertahankan bangsa dan kemenangan untuk mengusir penjajah telah menjadi memori yang menyejarah.

Peristiwa 10 November 1945 dengan tempat di Surabaya mengindikasikan bahwa bangsa ini adalah bangsa yang bersyukur akan karunia negeri yang kaya akan hasil alam, sehingga bentuk kesyukurannya adalah memperjuangkan kemerdekaan dan sekaligus mempertahankannya dari bangsa-bangsa asing yang ingin menguasaiya kembali.

Setelah merebut kemerdekaan tugas bagi penerus bangsa adalah mempertahankan eksistensi sebagai bangsa yang merdeka. Hal ini tidaklah mudah, terbukti pertempuran 10 November adalah sebagai usaha penjajah yang ingin Kembali menancapkan kuku-kuku imperialismenya di Bumi Pertiwi.

Sekarang usia negeri ini telah melampaui 75 tahun lebih, saatnya para pahlawan abad ini terus berupaya menjaga, merawat, mempertahankan zamrud di Khatulistiwa ini terus menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghafuur. Aamiin.

Pahlawan sebagai sosok yang lahir dan menjadi momen yang dibakukan sebagai perjalanan sejarah. Tentu menjadi penting kita memberikan apresiasi dan tempat terhormat bagi mereka para pejuang bersenjata untuk mengorbankan jiwa dan raganya dan bahkan nyawanya demi Republik Indonesia/ NKRI. Tentunya dengan memohon rida Allah subhanahu wata’ala semoga arwah para pahlawan kusuma bangsa mendapatkan tempat yang layak di surga jannatun naim.

Pahlawan, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran; atau pejuang yang gagah berani, namun secara derivasi kebahasaan atau turunan kata, bersinggungan dengan kata pahala, dan akhiran -wan (yang menunjukan seseorang) mereka orang-orang yang tidak memikirkan, ataupun mendapatkan balasan di dunia yang serba material, melainkan hanya balasan di akhirat. Dan bagi mereka yang diberikan kehidupan setelah berjuang, balasan di dunia dalam bentuk penghargaan selain menjadi bagian tentara, veteran atau kembali kepada masyarakat biasa.

Bagi para pahlawan yang gugur sebagai martir, veteran perang, sumbangsih mereka adalah jembatan emas, bagi setiap komponen bangsa untuk membangun negeri Indonesia sebagaimana yang dicita-citakan menciptakan kesejahteraan umum bagi seluruh rakyat Indonesia.

Kemerdekaan negara Indonesia pada bulan Agustus 1945 telah melahirkan banyak syuhada, para pahlawan, dan hero. Mereka yang telah berjasa akan terus hidup sebagaimana janji Allah subhanahu wata’ala dalam Surah Ali Imran ayat 169:

وَلَا تَحْسَبَنَّ الَّذِيْنَ قُتِلُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ اَمْوَاتًا ۗ بَلْ اَحْيَاۤءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُوْنَۙ

Artinya: “Jangan sekali-kali kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati. Sebenarnya, mereka itu hidup dan dianugerahi rezeki di sisi Tuhannya.” (QS. Ali Imran [3]: 169)

Tafsir Al-Wajiz/Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, pakar fiqih dan tafsir negeri Suriah, memberikan tafsiran bahwa: Wahai Nabi dan setiap orang yang mendengar, jangan sampai kamu mengira bahwa orang-orang yang mati syahid di perang Uhud dan perang lainnya itu mati, melainkan mereka itu hidup di alam khusus, yang mana tidak ada yang mengetahui kehidupan di alam itu kecuali Allah subhanahu wata’ala.

Hal ini disebutkan dalam hadits bahwa ruh para syuhada berada di atas sungai yang berkilau di pintu surga di kubah berwarna hijau. Sesungguhnya mereka di surga itu diberi rezeki dan makan.

Nabi mengabarkan hal itu untuk para syuhada Uhud, lalu Allah menurunkan ayat ini {Wa laa tahsabanna ladziina qutiluu …} Penghargaan Allah SWT terhadap para syuhada, dalam kasus Perang Uhud ini dapat menjadi suatu ganjaran bagi para pahlawan kusuma bangsa.

Mereka telah memberikan nafas kehidupannya di alam kemerdekaan, untuk kehidupan manusia setelahnya dengan tujuan kemerdekaan hanya sebagai cita-cita dan impian ratusan tahun. Mereka para pahlawan menghentikan denyut jantungnya, menjadi tameng dan martir yang harus berhadapan dengan senjata mesin yang canggih, peluru-peluru dari moncong senapan, meriam, granat tangan, selongsong bom yang berhulu ledak mematikan.

Tubuh-tubuh mereka yang lemah yang hanya dibalut kulit, tulang dan daging rela menerima terpaan, dentuman peluru yang meledak. Kematian mereka pada hari-hari yang ditentukan, pada hari-hari yang dihitung oleh mereka yang hidup sebagai kepulangan yang memilukan.

Namun, di mata Allah subhanahu wata’ala, mereka diangkat derajat dan martabatnya. Mereka hidup dalam keabadian waktu, dengan ganjaran kenikmatan di alam barzakh, dan nantinya di surga-Nya Allah subhanahu wata’ala.

Lalu bagaimana dengan kita, sebagai generasi penerus kemerdekaan..? Bagi kita yang saat ini menikmati kemerdekaan atas jasa pahlawan, hendaknya kita menyikapi ayat Al Qur’an di atas dapat meneladani dan mampu mengambil pelajaran. Jiwa kepahlawanan para syuhada kusuma bangsa tidak boleh mati, akan tetapi terus hidup. Kegiatan menghidupkan kembali jiwa dan rasa kepahlawanan ini dengan memperingati peristiwa 10 November sebagai hari pahlawan.

Berikutnya adalah perjuangan fisik bersenjata memang telah usai, akan tetapi perjuangan nonfisik terus berlanjut. Penjajahan akan berubah dalam rupa rupa kehidupan, wujudnya adalah kemalasan, kebodohan, keserakahan, korupsi, kolusi dan disintegrasi bangsa. Tidak berlebihan, bahwa perjuangan akan semakin berat dan terjal.

Sekali lagi kita sebagai umat Islam, kaum muslimin untuk waspada dan mawas diri. Kaum muslimin begitu lekat diajarkan untuk mensyukuri segala macam nikmat. Termasuk nikmat kemerdekaan yang telah susah payah digapai oleh para syuhada, para pahlawan kusuma bangsa.

Mawas diri dari masing-masing pribadi sebagaimana peringatan dari Allah subhanahu wata’ala dalam Surah Ibrahim ayat 7:

وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ

Artinya: “Dan (Ingatlah), tatkala Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya azab-Ku benar-benar sangat pedih.”

Kesadaran sebagai perasaan senasib sepenanggungan yang telah menjadikan suku-suku bangsa ini sebagai negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI) menjadi pesan yang harus selalu diingat. Persatuan dan kesatuan bangsa menjadi kata kunci bagi siapapun yang akan memimpin negeri ini, bagi para pemuda-pemudi Indonesia, dan bagi kita semua.

Bentuk kesyukuran menjadi pemandu arah berkehidupan dan bernegara agar kita mampu mengelola kekayaan alam Indonesia ini sebagai sumber daya yang dapat memberikan output kemaslahatan.

Bukan malah sebaliknya kekayaan sumber daya alam menjadi semacam mantra yang meninabobokkan kehidupan dengan semena-mena, penggunaan melampaui batas, dalam kalimat satir, kekayaan sumber daya alam Indonesia hanya menjadi polemik, rebutan, dan malah dikuasai oleh korporat, kepentingan asing, ataupun kepentingan segelintir orang dan golongan saja, oleh karena kita tidak dimampukan untuk mengolah dengan segala keterbatasan akses ilmu dan ketiadaan peralatan.

Di tangan lintas generasi, baik generasi tua dan generasi muda, untuk berkiprah menjadi pahlawan-pahlawan iptek, saintis, aristokrat, politikus, ekonom, untuk memotong mata rantai dari siklus negatif.

Point penting selanjutnya adalah menghidupkan ruh kepahlawanan. Jiwa kepahlawanan dalam masyarakat di Indonesia juga jangan sampai hilang tergerus oleh sikap egoisme, hal ini menjadi refleksi bagi kita semua. Sikap sikap gotong royong, sikap menolong sesama, sikap guyub dan kebersamaan. Kultur bangsa ini telah dikenal dunia sebagai bangsa yang ramah, murah senyum.

Hal ini diakui oleh orang-orang luar negeri namun kita tidak menjadi ramah dengan tetangga sendiri, teman sejawat, dengan bangsa sendiri. Bangsa kita Indonesia memiliki ragam kebudayaan, ragam agama dan kepercayaan namun saat ini ada kelompok yang menanamkan kebencian untuk tidak menghargai perbedaan.

Hal ini menjadi refleksi bagi kita semua, keragaman dan kemajemukan telah lama ada dan berkembang di bumi Indonesia, lalu kita dihadapkan pada pemaksaaan untuk menihilkan kebudayaan, menihilkan tradisi, menihilkan kebhinekaan. Ini menjadi tugas kita semua dengan momentum hari dan bulan pahlawan ini kita melihat kembali dan menghargai jasa para pahlawan founding fathers termasuk ulama di dalamnya, kita yang telah berupaya mencari jalan tengah sebagai negara yang berlandaskan Pancasila, UUD 1945 sebagai pegangan dan pedoman hidup berbangsa dan bernegara.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menghargai ahlul Badr (Pahlawan perang Badar) yang ‘meskipun’ melakukan kesalahan yang fatal. Kita tentu mengingat kisah Hathib Bin Abi Baltaah, Sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.

Ia melakukan kesalahan yang fatal karena membocorkan rahasia ‘negara’ tentang rencana penundukan Kota Makkah oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam maka Hathib menulis surat kepada Abu Sufyan tentang rencana tersebut, setelah rasul mendapatkan berita dari ‘langit’ maka diutuslah Sayyidina Ali untuk mencegat wanita yang membawa surat tersebut.

Sahabat Umar bin Al-Khattab adalah sahabat nabi yang siap memenggal kepada Hathib karena ‘pengkhianatannya’. Namun, saat Hathib menjelaskan sebab kelakuannya karena keluarganya yang masih ada di Kota Makkah, kemudian rasul memaafkan Hathib karena Hathib adalah Sahabat yang ikut berperang dalam Gozwatu Badrin, sehingga sebagai pahlawan Badar, mendapatkan keistimewaan dari Allah subhanahu wata’ala, dalam hadits disebutkan:

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا لَيْثٌ ح و حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ رُمْحٍ أَخْبَرَنَا اللَّيْثُ عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ عَنْ جَابِرٍ أَنَّ عَبْدًا لِحَاطِبٍ جَاءَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَشْكُو حَاطِبًا فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ لَيَدْخُلَنَّ حَاطِبٌ النَّارَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَذَبْتَ لَا يَدْخُلُهَا فَإِنَّهُ شَهِدَ بَدْرًا وَالْحُدَيْبِيَةَ

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami [Qutaibah bin Sa’id]; Telah menceritakan kepada kami [Laits]; Demikian juga diriwayatkan dari jalur lainnya, Dan telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Rumh]; Telah mengabarkan kepada kami [Al Laits] dari [Abu Az Zubair] dari [Jabir] bahwa bahwa seorang budak Hathib datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengadukan tentang pribadi Hathib seraya berkata; “Ya Rasulullah, Sungguh Hathib pasti akan masuk Neraka.” Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ‘Kamu telah berdusta, dia tidak akan masuk ke neraka, karena dia pernah ikut serta dalam perang Badar dan perjanjian Hudaibiyah.'” (HR Muslim)

Dari kisah di atas kita dapat mengambil hikmah dari seseorang yang sudah melakukan kesalahan yang fatal saja, mendapat ampunan Allah dan maaf dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, karena telah berjuang dalam perang Badar, kita pun harus memberikan penghormatan dan penghargaan yang tinggi kepada para pahlawan, para pejuang yang telah bertaruh nyawa, demi kemerdekaan ataupun demi mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia, berdoa untuk mereka, dan melanjutkan pembangunan negeri ini, dan menjaga setiap jengkal tanahnya dari ancaman musuh negara.

Semoga Allah SWT memberi mereka tempat terbaik di surga dan memberikan kekuatan kepada pemimpin bangsa dan seluruh rakyatnya untuk dapat mengisi kemerdekaan dalam berbagai aspek, sesuai dengan bidang dan lapangan perjuangannya masing-masing, dan kita menjadi pahlawan-pahlawan abad ini yang juga akan mendapatkan kemuliaan yang serupa dengan para pejuang dan pahlawan bangsa ini. Aamiin.

(rah/lus)



Sumber : www.detik.com

Indonesia Tidak Boleh Larut dengan Pujian



Jakarta

Dalam kesempatan berbincang salah seorang muslim scholars di lobby Books Store di UC LA, ia memuji muslim Indonesia yang moderat dan memiliki dirinya sendiri (self assertive). Tidak minder sebagai negara muslim yang baru dan sering dikonotasikan sebagai muslim awam dibanding dengan negara-negara Arab lainnya.

Menurut kawan saya tadi, meskipun mungkin ada benarnya statmen dari ulama Timur Tengah seperti itu tetapi Indonesia mampu menciptakan suatu entitas lain yang justru tidak pernah dibayangkan oleh kalangan ulama Timur Tengah, yaitu kemandirian politik dan ekonomi Indonesia.

Sebutlah Indonesia tigkat pemahaman dan kedalaman keberagamaannya belum mendalam tetapi makna universalitas Islam lebih berkembang di Indonesia. Penerimanaan demokrasi, HAM, kesetaraan gender, toleransi beragama, sistem ekonomi modern, perbankan, dan asuransi modern, lebih mudah diterima dan sudah diterapkan di Indonesia dan belum seperti itu di dalam umumnya negara-negara muslim Timur Tengah.


Pujian serupa banyak didengar kalau kita ke Eropa atau di negara-negara besar minoritas muslim. Dalam kesempatan breakfast dengan para peserta dari berbagai negara, penulis dikerumuni dan banyak ditanya beberapa hal.

Salah satu pertanyaannya ialah Indonesia sebagai negara muslim terbesar tetapi paling sedikit warganya terlibat dalam ISIS. Rupanya mereka juga cukup diresahkan dengan banyaknya warga umat dinegerinya terkontaminasi dengan ISIS bahkan berangkat ke kawasan Iraq dan Syiria memperkuat kelompok ISIS.
Penulis menjelaskan sebatas pengetahuan dan pengalaman bergabung sebagai salah seorang Kelompok Ahli BNPT semenjak lembaga ini terbentuk. Mereka ingin sekali mempelajari pengalaman berdakwah di Indonesia sebuah negara yang begitu luas dengan etnik begitu banyak. Di antara mereka banyak yang sudah pernah ke Indonesia tetapi masih banyak juga yang belum pernah, terutama mereka yang jauh misalnya dari Amerika Latin, Eropa, dan Afrika bagian utara.

Di antara para mahasiswa muslim yang kelihatannya berpostur Timur-Tengah (Arab) mengitrupsi pembicaraan kami dengan nada yang sedikit agak tinggi, sambil berucap: “Tapi Indonesia tidak boleh egois. Indonesia seolah-olah tidak mau tahu kalau kami di Timur Tengah atau di dunia Islam lain babak belur karena perang saudara.

Indonesia memiliki power besar untuk mengambil bagian dalam meredakan konflik di negara-negara mayoritas berpenduduk muslim. Indonesia berada pada posisi sangat netral, jauh dari pusat konflik dengan menyebut negara Israel, jauh juga dari Syiria dan Iraq.

Indonesia juga sangat sedikit didatangi kelompok pengungsi dengan segala akibatnya. Jika Indonesia mengambil peran pasti semua negara-negara Islam akan mendengar. Bahkan ia mengatakan sekalipun Indonesia tidak menjadi pemimpin Organisasi Konferensi Islam (OKI) tetapi pengaruhnya akan lebih besar”.

Pernyataan saudara kita tadi mungkin ada benarnya menurut pandangan mereka, tetapi Indonesia juga harus hati-hati melangkah, terutama jika persoalan itu terkait dengan masalah global, misalnya saja tentang sengketa lahan antara Israel dengan Palestina. Indonesia tidak terkait secara langsung dengan persoalan bilateral antara kedua komunitas tersebut, apalagi Indonesia termasuk penggagas negara non Block.

Spirit dari pembincangan itu, betapa mereka menaruh perhatian besar terhadap Indonesia yang membayangkan Indonesia bukan hanya besar dari segi wilayah dan jumlah penduduk tetapi juga prestasi politik dan ekonomi.

Penulis baru sadar kalau seperti itu dunia luar memandang Indonesia. Mereka bukan orang sembarangan. Paling tidak mereka diutus oleh negaranya atau dipilih Langsung oleh panitia penyelenggara karena prestasinya.

Penilaian mereka rasanya keluar dari hati nurani yang bebas dari kepentingan apapun. Seandainya suara-suara mereka dalam perbincangan itu diliput oleh media Indonesia kita mungkin warga masyarakat kita bisa memahami kenyataan bangsanya saat ini.

Ketika semua negara-negara yang mengklaim dirinya sebagai Negara Islam atau negara berpenduduk mayoritas muslim, di kawasan Timur Tengah hampir semuanya direpotkan dan disedot energinya yang tidak sedikit, terutama harus menyiapkan anggaran khusus untuk menangani ratusan ribu bahkan jutaan para pengungsi di negerinya.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Menjaga Bumi



Jakarta

Allah SWT. berfirman dalam surah al-Baqarah ayat 30 yang artinya,”(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.” Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?” Dia berfirman, “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.””

Ibnu Katsir dalam kitab Tafsir-nya mengartikan bahwa khalifah merupakan orang yang memutuskan perkara di antara manusia tentang kezaliman yang terjadi di tengah-tengah mereka, dan mencegah mereka untuk melakukan perbuatan terlarang dan berdosa. Juga menjadi pengganti-Nya dalam memutuskan perkara secara adil di antara semua makhluk-Nya.

Saat ini, usia bumi sudah mencapai ribuan miliar. Segala sumber daya yang ada di bumi dipakai terus menerus untuk kehidupan manusia. Sehingga di era modern ini sumber daya alam yang ada di bumi terus terkikis semakin habis, karena tidak adanya pembaharuan lagi. Maka dari itu timbul perhatian para elit global untuk menemukan cara agar sumber daya alam yang ada di bumi tidak cepat habis, atau menemukan sumber daya yang terbarukan.
Selama ini pemakaian sumber daya alam di bumi dilakukan secara eksploitatif sehingga menimbulkan permasalahan baru di bidang lingkungan yang juga berdampak pada perekonomian.
Sistem ekonomi yang bersifat eksploitatif dan merusak lingkungan, saat ini sudah tidak relevan untuk digunakan. Jika sistem ekonomi eksploitatif terus dipertahankan, kehidupan makhluk hidup di bumi akan terganggu. Seperti adanya kegiatan ekstraksi sumber daya alam berlebihan yang berakibat pada terjadinya bencana. Ditambah dengan adanya perubahan iklim. Dari hasil pemikiran tersebut, maka timbul sebuah konsep green economy atau ekonomi hijau.


Tulisan ini akan membahas bahwa green economy yang dianggap sebagai solusi dari permasalahan ekonomi dan lingkungan yang terjadi saat ini. Tanpa disadari, kerusakan lingkungan yang diakibatkan eksploitasi besar-besaran oleh perusahaan dan paham kapitalis menghasilkan kerusakan yang lebih luas bagi kehidupan manusia di bumi. Manusia, alam, dan makhluk yang ada di bumi merupakan satu kesatuan yang bersifat timbal balik sehingga harus dijaga kelestariannya untuk generasi yang akan datang. Pada tulisan ini, penulis berusaha untuk memaparkan kesesuaian konsep antara green economy dengan konsep yang berlandaskan al-Qur’an dan Hadis. Tujuan dari syariat Agama Islam (maqashid syariah) adalah terwujudnya kemaslahatan bagi manusia.

Apa sebenarnya ekonomi hijau itu ? Bahwa green economy adalah suatu gagasan ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kesetaraan sosial masyarakat, sekaligus mengurangi risiko kerusakan lingkungan secara signifikan atau juga diartikan perekonomian yang rendah/ tidak menghasilkan emisi karbondioksida terhadap lingkungan, hemat sumber daya alam, dan berkeadilan sosial.

Prof. Dr. Sri Adiningsih tidak menyalahkan sikap manusia untuk mencari keuntungan yang sebesar-besarnya di muka bumi ini, namun tentu kegiatan tersebut harus disertai oleh tanggung jawab terhadap ketertiban sosial dan kelestarian alam di sekitar.

Tanggung jawab manusia yang mengambil manfaat dari bumi hendaknya mengacu pada surah al-Baqarah ayat 30. Disini jelas ( apalagi seorang muslim ) berkewajiban menjaga kelestarian agar manfaat tersebut berkesinambungan.

Ekonomi hijau selain melindungi lingkungan juga memberikan manfaat yang luas seperti :
1. Meningkatkan Lapangan Kerja. Investasi dalam ekonomi hijau akan mampu menyerap 7-10 kali lipat tenaga kerja daripada investasi konvensional. Hal ini terjadi karena sektor hijau cenderung menggunakan tenaga kerja lebih banyak ( padat karya ). Dalam perspektif Islam, tentang kerja tertuang dalam beberapa surah dalam Al-Qur’an seperti : “… Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu …” (QS 9: 105). ” … Bekerjalah hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah) …” (QS 34:13).”Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezeki-Nya …” (QS 67:15).
2. Mengurangi Limbah. Penerapan ekonomi hijau akan berkontribusi mengurangi limbah sekitar 18-52% dibanding bisnis konvensional. Penerapan pola ini menunjukkan bahwa pelakunya sadar kalau tindakan menjaga bumi merupakan perintah-Nya. Pengolahan limbah sampah dan menjaga alam dengan mengurangi limbah dalam Islam sendiri sangat dianjurkan, sesuai dengan Firman Allah dalam surah al-A’raf ayat 56, yang artinya: “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan).
3. Meningkatkan Ketahanan Pangan. Dengan menerapkan prinsip ekonomi hijau, perubahan iklim yang berdampak negatif terhadap produksi pangan dan kelautan dapat dicegah sehingga ketahanan pangan akan terjaga. Dalam Islam sendiri, ketahanan pangan merupakan suatu kondisi dimana umat Islam memiliki akses yang aman dan berkelanjutan terhadap pangan yang cukup, bergizi, dan terjangkau. Islam memandang bahwa ketahanan pangan merupakan salah satu maqashid syariah (tujuan syariat), yaitu menjaga jiwa (hifz al-nafs).

Seorang Pemimpin dalam suatu negeri yang tidak mengindahkan kelestarian lingkungan, maka rakyat yang dipimpin akan menanggung beban berat bagi kelangsungan hidup generasi berikutnya. Bertepatan dengan semakin dekatnya pemilihan pemimpin negeri serta wakil-wakil rakyat di Parlemen, maka pilihlah yang mempunyai komitmen dalam menjaga bumi. Bumi ini bukan milik mereka ( yg berbisnis dengan sumber daya alam ) namun mereka harus menjaga kelangsungannya, ingatlah firman-Nya di atas bahwa manusia tidak merusak bumi. Jika fakta menunjukkan bahwa dia mengeksploitasi yang mengakibatkan rusaknya bumi, maka dia telah melanggar firman tersebut.

Semoga Allah SWT. memberikan petunjuk bagi semua hamba-Nya untuk tetap menjaga bumi dalam mengambil manfaat bumi ini.

Aunur Rofiq

Ketua DPP PPP periode 2020-2025

Ketua Dewan Pembina HIPSI ( Himpunan Pengusaha Santri Indonesia)

Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggungjawab penulis. (Terimakasih – Redaksi)

(erd/erd)



Sumber : www.detik.com

Ini Hal Terakhir yang Dilakukan Khatib Saat Menutup Khotbah Jumatnya



Jakarta

Khotbah Jum’at menjadi hal wajib yang dilakukan dalam sholat Jum’at. Diawali dengan khotbah Jum’at. Buku Ensiklopedia Fikih Indonesia 3: Shalat yang ditulis oleh Ahmad Sarwat, menyebutkan bahwa khotbah Jumat merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari rangkaian ibadah salat Jumat.

Mayoritas ulama sepakat bahwa khotbah Jumat adalah syarat sah dilaksanakannya salat Jumat. Artinya tanpa dua khotbah Jumat, salat Jumat dikatakan tidak sah.

Khotbah Jumat harus dilaksanakan dengan mengikuti tata cara tertentu. Hal-hal yang harus ada di dalam khotbah Jumat biasa disebut sebagai rukun khotbah Jumat.


Lalu perkara yang terakhir dilakukan khatib saat menutup khotbahnya adalah?

Rukun Khotbah Jumat

Masih diambil dari sumber yang sama, menurut mazhab Asy-Syafi’iyah rukun khotbah Jumat ada lima perkara, yaitu:

1. Membaca Tahmid

Hal paling awal yang harus dilakukan oleh khatib ketika membawakan khotbah Jumat adalah mengucapkan lafaz alhamdulillah, innalhamda lillah, ahmadullah, atau lafal-lafal sejenisnya.

Hal ini didasarkan pada hadits nabi yang berbunyi, Rasulullah SAW bersabda,

كُلُّ كَلام لا يُبْدَأُ فِيهِ بِالْحَمْدِ لِلَّهِ فَهُوَ أَحْدَم

Terjemahan: “Semua perkataan yang tidak dimulai dengan hamdalah maka perkataan itu terputus.” (HR Abu Daud)

2. Membaca Sholawat Nabi

Khatib khotbah Jumat hendaknya juga melafalkan sholawatnya kepada Rasulullah SAW. Tidak harus sholawat yang panjang, sesederhana seperti berikut ini juga diperbolehkan.

Misalnya,

اللَّهُمَّ صَلَّ عَلَى مُحَمَّدٍ

Terjemahan: “Ya Allah limpahkanlah shalawat kepada Muhammad.”

Tidak bersholawat kepada keluarga Nabi Muhammad SAW juga diperbolehkan. Bahkan tidak diharuskan bagi khatib untuk menyampaikan salam kepada keluarga beliau.

3. Membaca Salah Satu Ayat Suci Al-Qur’an

Rukun khotbah Jumat yang ketiga adalah membaca salah satu atau beberapa ayat suci Al-Qur’an. Hal ini sebagaimana yang sudah dicontohkan oleh Rasulullah SAW.

كَانَ يَقْرَأ آيَاتٍ وَيُذَكِّرُ النَّاسَ

Terjemahan: “Rasulullah saw. membaca beberapa ayat Al-Qur’an dan mengingatkan orang- orang.”

Sebagian ulama bahkan mewajibkan membaca ayat Al-Qur’an dalam khotbah Jumat karena dinilai sebagai pengganti dari dua rakaat salat yang ditinggalkan.

4. Memberi Nasihat dan Wasiat

Khatib khotbah Jumat hendaknya memasukkan nasihat atau wasiat dalam materi ceramah mereka. Nasihat kepada jamaah dapat berupa sekadar pesan untuk taat kepada Allah SWT, menjauhi perbuatan buruk, memperbanyak amal saleh, dan lain sebagainya.

Paling tidak, khatib salat Jumat bisa menyampaikan kepada para jamaah untuk menjauhi larangan-larangan Allah SWT, misalnya,

أطِيعُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا مَعَاصِيهِ

Terjemahan: “Taatilah Allah dan jauhilah maksiat”

Perkara Terakhir Khotbah Jumat

Rukun khotbah Jumat tidak selesai sampai pada memberi nasihat kepada jamaah. Lalu, apa perkara yang terakhir dilakukan khatib saat menutup khotbahnya?

Perkara yang terakhir dilakukan khatib saat menutup khotbahnya adalah memanjatkan doa dan permohonan ampunan kepada Allah SWT untuk umat Islam. Dalam mazhab Syafi’i, hal ini merupakan bagian dari rukun khotbah Jumat.

Ada beberapa contoh bacaan doa atau ampunan pada perkara terakhir khotbah Jumat, di antaranya:

Permintaan Ampun kepada Allah SWT

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِينَ وَالمُسْلِمَاتِ

Arab-latin: “Allahumaghfir lilmuslimiina wal muslimaati”

Terjemahan: “Ya Allah ampunilah orang-orang muslim dan muslimah”

Doa untuk Kaum Muslimin dan Mukminin

Buku Kumpulan Khotbah Jumat Terlengkap karya Ustaz Arifin Idham menuliskan doa untuk umat Islam baik dibaca pada khotbah terakhir atau khotbah yang kedua.

Bilal bin Rabah RA mencontohkan doa yang dipanjatkan untuk muslimin dan mukminin adalah sebagaimana berikut,

اللهم قو الإسلام من المسلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ, وَيَسِّرْهُمْ عَلَى مُعَانِدِ الدِّيْنِ, وَاخْتِمْ لَنَا مِنْكَ بِالْخَيْرِ, وَيَا خَيْرَ النَّاصِرِينَ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ

Arab-latin: “Allahumma qawwil islaami, minal muslimiina wal muslimaati, wal mukminiina wal mukminaati alahyaai minhum wal amwaatt, wa yassirhum ‘ala mu’aadiniddiini, wakhtimlanaa minka bilkhairi, wayaa khairannaashiriina birahmatika yaa arhamarraahimiin.”

Artinya: “Ya Allah, kuatkanlah keislaman dan keimanan kaum muslimin (pria) dan muslimat (wanita), kaum mukminin (pria) dan mukminat (wanita), yang masih hidup dari mereka semua dan juga yang sudah meninggal, mudahkanlah mereka untuk mengokohkan agama, akhirilah (hidup) kami dari-Mu dengan kebaikan, wahai Tuhan sebaik-baik penolong, dengan rahmat-Mu wahai Tuhan Yang Maha Penyayang dari semua penyayang.”

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Alasan Dakwah Sunan Ampel Mudah Diterima oleh Penduduk Jawa



Jakarta

Sunan Ampel berdakwah di tengah masyarakat Jawa yang kala itu masih kental dengan budaya Hindu-Buddha. Meski demikian, dakwah Sunan Ampel mudah diterima oleh penduduk Jawa. Apa alasannya?

Sebagai seorang muslim di Indonesia, terutama tanah Jawa, tentu kita tidak asing dengan nama Sunan Ampel. Ia termasuk dalam salah satu sunan di deretan nama-nama wali songo yang ada di Jawa.

Sunan Ampel adalah keturunan ke-12 dari Husein bin Ali RA. Ia memiliki nama asli Ali Rahmatullah dan merupakan anak dari Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim dengan Putri Champa, sebagaimana dijelaskan dalam buku Kerajaan-Kerajaan Islam di Jawa karya Alik Al Adhim.


Sunan Ampel lahir pada tahun 1401 di Campa, Aceh. Ia memiliki akhlak dan akidah yang sama dengan ajaran Islam sebab ia dibesarkan dalam keluarga yang kental keislamannya.

Disebutkan dalam buku Sejarah Kebudayaan Islam karya Yusak Burhanudin dan Ahmad Fida’, Sunan Ampel adalah salah satu wali yang berdakwah di tanah Jawa, tepatnya di kota Surabaya.

Setelah pindah ke Jawa Timur, ia sering disebut dengan nama Raden Rahmat atau Sunan Ampel. Ia memiliki kepribadian yang alim, bijaksana, dan berwibawa.

Sunan sendiri adalah gelar yang diberikan oleh masyarakat untuk kewaliannya, sedangkan Ampel adalah tempat tinggalnya, yakni di daerah Ampel atau Ampel Denta.

Saat ini wilayah Ampel menjadi bagian dari Surabaya. Setelah wafat, Sunan Ampel dimakamkan di tempat yang sama, yaitu sebelah barat Masjid Ampel.

Ajaran Sunan Ampel sangat mudah diterima oleh masyarakat Jawa kala itu. Padahal kebudayaan Hindu-Buddha masih kental di antara mereka. Lantas, apa yang membuatnya demikian?

Alasan kenapa dakwah Sunan Ampel mudah diterima oleh penduduk Jawa adalah karena ia menggunakan pola pengajaran tasawuf dalam pengajaran agama Islam. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam buku Sejarah Lengkap Islam Jawa: Menelusuri Genealogi Corak Islam Tradisi yang ditulis oleh Husnul Hakim.

Dakwah ajaran Islam yang dikembangkan di pesantren Sunan Ampel dan selanjutnya oleh para wali songo adalah ajaran Islam model tasawuf, bukan model fikih. Hal ini disebabkan karena masyarakat Jawa sudah sangat kental dengan sistem dan pola pengajaran dukuh, dengan ajaran yamabrata dan niyamabrata.

Singkatnya, yamabrata adalah tata cara pengendalian diri untuk tidak berbuat buruk. Adapun, niyamabrata adalah sikap menghiasi diri dengan sifat-sifat ilahi atau suci.

Sebagaimana dijelaskan di atas, masyarakat Jawa kala itu masih sangat erat kaitannya dengan ajaran Hindu-Buddha. Tentu saja para pendakwah Islam tidak bisa langsung menghapus atau memutus seluruh hubungan antara masyarakat dengan ajaran mereka.

Oleh sebab itu, Sunan Ampel memilih untuk memanfaatkan ajaran Hindu-Buddha ini untuk mendekatkan dan mengenalkan ajaran Islam kepada mereka.

Sunan Ampel mengubah pendidikan Syiwa-Buddha yang disebut dengan “dukuh” dan lembaga kapitayan yang disebut dengan padepokan menjadi lembaga pendidikan Islam.

Sunan Ampel mengubah istilah “susuhunan” menjadi “sunan”, “sashtri” dan “cantrik” menjadi “santri”, serta “dukuh” dan “padepokan” menjadi “pesantren” (dalam bahasa Indonesia disebut pesantrian).

Sunan Ampel mengajarkan ajaran Islam dengan model tasawuf, di mana masyarakat menganggap pengetahuan rohani Islam tidak berbeda dengan Syiwa-Buddha. Apalagi, pola pengajaran ini di dukuh-dukuh tidak beda jauh dengan pola pengajaran tasawuf.

Pengajaran ini menitikberatkan pada pembentukan watak mulia, budi pekerti murid yang luhur, jujur, tidak membenci, suka menolong, menjalankan syariat dengan baik, selalu bersyukur, dan berusaha mendekatkan diri kepada Tuhan.

Selain itu, alasan kenapa dakwah Sunan Ampel mudah diterima oleh penduduk Jawa adalah karena beliau mengganti istilah berbahasa Arab dengan istilah-istilah yang lebih mudah dan masih mengandung kapitayan dan Hindu-Buddha.

Contohnya adalah menggunakan “Kanjeng Nabi” untuk memanggil “Nabi Muhammad SAW”, “susuhunan” untuk menyebut “syekh”, “kiai” untuk memanggil “al-‘alim”, “guru” untuk menyebut “ustadz”, dan masih banyak lagi.

Sunan Ampel dan para wali songo juga mengambil alih anasir-anasir tradisi keagamaan Syiwa-Buddha dan kapitayan ke dalam adat kebiasaan masyarakat Islam. Contohnya adalah penggunaan beduk untuk penanda waktu sembahyang.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Isi Khutbah Terakhir Utsman bin Affan Sebelum Wafat



Jakarta

Utsman bin Affan adalah salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW. Beliau juga merupakan khalifah ketiga setelah Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Umar bin Khattab.

Selama menjadi khalifah, Utsman bin Affan telah menyampaikan beberapa khutbah. Di antara khutbahnya, terdapat khutbah terakhir yang beliau sampaikan sebelum wafat. Khutbah tersebut terjadi ketika pemberontakan di Mesir.

Lantas, apa isi dari khutbah terakhir Utsman bin Affan?

Dirangkum dari buku Utsman bin Affan RA karya Abdul Syukur al-Azizi, Utsman bin Affan RA memanggil Gubernur Mesir kala itu, Abdullah bin Sa’ad untuk berkonsultasi dengannya mengenai tindakan yang harus diambil oleh Utsman karena politik Mesir memiliki peranan utama dalam perang propaganda melawan kekhalifahan. Ketika Abdullah bin Sa’ad berangkat ke Madinah, Muhammad bin Abu Hudzaifah melakukan kudeta dan mengambil alih kekuasaan Mesir.


Mendengar terjadinya pemberontakan di Mesir, Abdullah bin Sa’ad bergegas kembali ke Mesir. Namun karena Utsman bin Affan tidak menawarkan bantuan militer, Abdullah bin Sa’ad gagal merebut kembali kekuasaannya.

Beberapa ulama menyatakan bahwa Utsman bin Affan RA difitnah oleh orang-orang yang tidak suka padanya. Mereka mengajak seluruh kaum muslim untuk pergi ke Madinah menghadap Utsman RA untuk menyampaikan mosi tidak percaya kepada para gubernur dan pejabat yang diangkat oleh Utsman RA.

Ketika para pemberontak tersebut mendekati Madinah, Utsman RA memerintahkan Ali bin Abi Thalib RA untuk bertemu dan menyuruh mereka kembali ke daerahnya. Ali bin Abi Thalib RA membantah, mencela, dan mengecam tindakan yang mereka lakukan ketika para para pemberontak ini menyampaikan kritikan mereka terhadap Utsman bin Affan.

Akhirnya, para pemberontak tersebut mengutus beberapa orang untuk menyaksikan sendiri khutbah Utsman bin Affan RA. Khutbah tersebut menjadi khutbah terakhir Utsman bin Affan.

Setelah itu, para sahabat mengisyaratkan agar Utsman RA memaafkan dan memulangkan mereka ke asalnya. Mereka pun akhirnya kembali ke tempat asal mereka.

Namun gejolak dan propaganda untuk melengserkan Utsman bin Affan RA tidak mereda. Para penentang Utsman RA di Mesir, Kufah, dan Basrah saling berbalas surat dan memalsukan surat atas nama para sahabat di Madinah. Isi surat tersebut mengajak masyarakat untuk memerangi Utsman bin Affan.

Para pemberontak tersebut memasuki Madinah dan memerangi Utsman bin Affan dengan berbagai cara. Hingga pada akhirnya, para pemberontak tersebut menerobos rumah Utsman bin Affan dan menyabetkan pedang ke tubuh Utsman bin Affan hingga menyebabkan beliau wafat.

Isi Khutbah Terakhir Utsman bin Affan

Dikutip dari buku 150 Kisah Utsman ibn Affan karya Ahmad ‘Abdul ‘Al Al-Thahthawi, isi khutbah terakhir Utsman bin Affan yaitu,

“Sesungguhnya Allah memberikan dunia kepada kalian agar kalian menjadikannya media untuk mencari akhirat. Dia tidak memberikan dunia kepada kalian agar kalian mencintainya. Sesungguhnya dunia itu fana. Sedangkan akhirat itu abadi. Jangan sampai yang fana itu membuat kalian terlena dan lalai dari yang abadi. Utamakanlah yang abadi di atas yang fana. Sebab, dunia itu akan berakhir. Sedangkan tempat kembali adalah kepada Allah.

Bertakwalah kalian kepada Allah. Sebab, takwa kepada-Nya adalah perisai dari kesulitan dan wasilah di sisi-Nya. Berhati- hatilah kalian, jangan sampai Allah cemburu. Tetaplah dalam jamaah kalian.

“Janganlah kalian berpecah menjadi banyak golongan. Dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliyah) bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara, sedangkan (ketika itu) kamu berada di tepi jurang nereka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk.” (QS Ali Imran: 103)

Itulah isi khutbah terakhir yang disampaikan oleh Utsman bim Affan sebelum beliau wafat.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Contoh Teks Khutbah Jumat tentang Kematian Lengkap


Jakarta

Mengingat kematian sudah sepatutnya dilakukan kapan pun dan di mana pun oleh muslim. Seperti dalam penyampaian khutbah Jumat tentang kematian agar kaum muslimin juga bisa mempersiapkan diri dengan baik.

Rasulullah SAW pernah mengatakan bahwa sebaik-baik orang beriman adalah ia yang senantiasa mengingat kematian. Hal ini bersumber dari hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar RA,

عَنِ ابْنِ عُمَرَ رضي الله عنهما أَنَّهُ قَالَ: كُنْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَجَاءَهُ رَجُلٌ مِنَ الأَنْصَارِ فَسَلَّمَ عَلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- ثُمَّ قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ الْمُؤْمِنِينَ أَفْضَلُ قَالَ: «أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا» قَالَ فَأَىُّ الْمُؤْمِنِينَ أَكْيَسُ قَالَ: «أَكْثَرُهُمْ لِلْمَوْتِ ذِكْرًا وَأَحْسَنُهُمْ لِمَا بَعْدَهُ اسْتِعْدَادًا أُولَئِكَ الأَكْيَاسُ»


Artinya: Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma bercerita: Aku pernah bersama Rasulullah SAW, lalu datang seorang lelaki dari kaum Anshar mengucapkan salam kepada Nabi Muhammad SAW lalu bertanya. “Wahai Rasulullah, orang beriman manakah yang paling terbaik?”

Beliau menjawab, “Yang paling baik akhlaknya,”

Orang ini bertanya lagi, “Lalu orang beriman manakah yang paling berakal (cerdas)?”

Beliau menjawab, “Yang paling banyak mengingat kematian dan paling baik persiapannya setelah kematian, merekalah yang berakal.” (HR Ibnu Majah)

Berikut contoh teks khutbah Jumat tentang kematian yang dinukil dari buku 35 Khutbah Jumat Terpopuler karya Marolah Abu Akrom dengan tema Persiapan Menuju Kematian.

Contoh Teks Khutbah Jumat tentang Kematian Lengkap

بِسْمِ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ. اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ الْحَمْدُ لِلَّهِ وَكَفَى ، وَسَلَامٌ عَلَى عِبَادِهِ الَّذِيْنَ اصْطَفَى أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ.

اللهُمْ صَلِّ وَسَلّمْ عَلى سَيِّدِنَا مُحَمّدٍ وَعَلَى آلِهِ وأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ, أَمَّا بَعْدُ. فَيَا عِبَادَ اللَّهِ, أَوْصِيْكُمْ وَأَيَّايَ بِتَقْوَى اللَّهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيمِ، أَعُوْذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ.

يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ اللَّهُمَّ أَصْلِحْ أُمَّةً مُحَمَّدٍ صَلى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. وَفَرِّجْ عَنْ أُمَّةٍ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. وَارْحَمْ أُمَّةً مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. وَانْشُرْ وَاحْفَظْ نَهْضَةً الْوَطَنِ فِي الْعَالَمِيْنَ بِحَقِّ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.

Kaum muslimin sidang jemaah Jumat yang berbahagia rahimakumullah,

Puji dan syukur Alhamdulillah marilah kita sampaikan kepada Allah Robbul ‘Izzati, pada kesempatan Jumat ini kita kembali dapat melaksanakan kewajiban sebagai seorang muslim yaitu salat Jumat secara berjamaah di masjid yang kita cintai ini. Sholawat dan salam marilah kita sampaikan kepada uswatun hasanah kita yaitu baginda Nabi Besar Muhammad SAW juga kepada segenap keluarga dan sahabatnya, semoga kita semua yang hadir di masjid ini, kelak di hari kiamat mendapatkan syafaat dari beliau. Aamiin.

Mengawali khutbah singkat pada kesempatan ini, sebagaimana biasa khatib berwasiat kepada diri pribadi saya dan kepada seluruh jemaah, marilah kita bertakwa kepada Allah SWT dengan sebenar-benar takwa yaitu melaksanakan semua perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-Nya.

Kaum muslimin sidang jemaah Jumat yang berbahagia rahimakumullah,

Pada khutbah kali ini tema yang akan khatib sampaikan adalah tentang Persiapan Menuju Kematian. Inilah tema yang sangat penting di antara tema-tema yang lainnya yaitu, persiapan menuju kematian.

Sebab pada akhirnya, siapapun kita, walaupun memiliki gelar profesor, doktor dengan jabatan tinggi, dan memiliki kekayaan berlimpah ruah, toh akan mengalami kematian cepat atau lambat, suka atau tidak suka.

Ketika kematian itu tiba semua yang kita miliki tidak bernilai apa-apa, hilang dan sirna tanpa bekas sedikit pun. Rumah yang bertahun-tahun kita bangun dengan biaya ratusan juta, kendaraan mewah yang harganya miliaran, emas permata yang bertumpuk-tumpuk, tabungan deposito di bank yang berjumlah triliunan, kantor mewah tempat bekerja dan orang-orang yang kita cintai seperti anak, istri/suami, semua itu kita tinggalkan tidak berguna sedikit pun. Hanya iman dan amal sholeh selama hidup di dunia yang kita bawa mati menghadap kepada Allah.

Semakin kuat kualitas iman kita dan semakin banyak amal sholeh yang kita lakukan, niscaya semakin besar pula peluang kita mati dalam keadaan husnul khatimah dan akan terhindar dari kematian yang bersifat su’ul khatimah. Kematian su’ul khatimah itu adalah kematian yang buruk dengan proses sakaratul maut yang sangat menyakitkan bagaikan ditusuk pedang 300 kali, demikian sabda Nabi.

Ketika iman dan amal sholeh ini menyertai di dalam kubur, maka kubur itu akan menjadi tempat yang sangat nikmat, nyaman, enak dan menyenangkan, bagaikan taman diantara taman surga (raudhah min riyadhil jannah). Demikian juga ketika bangkit dari kubur untuk dikumpulkan di padang mahsyar akan mendapatkan naungan diatas terik matahari yang sangat dahsyat diatas kepala kita.

Dan puncaknya orang yang memiliki iman dan amal sholeh akan masuk surga Firdaus dengan kenikmatan yang tiada tara, kekal abadi di dalamnya. Sebagaimana tersebut dalam Al-Qur’an surah Al Kahfi ayat 107-108:

اِنَّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ كَانَتْ لَهُمْ جَنّٰتُ الْفِرْدَوْسِ نُزُلًا ۙ ١٠٧ خٰلِدِيْنَ فِيْهَا لَا يَبْغُوْنَ عَنْهَا حِوَلًا ١٠٨

Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh memperoleh surga Firdaus sebagai tempat tinggal. Mereka kekal di dalamnya, mereka tidak ingin pindah dari sana.

Menurut ayat tersebut bahwa untuk dapat masuk kedalam surga Firdaus, hanya dengan iman dan amal sholeh yang telah kita perjuangkan selama hidup di dunia. Dengan demikian dapat kita pahami, bahwa betapa berharganya yang namanya iman dan amal sholeh.

Kaum muslimin sidang jemaah Jumat yang berbahagia rahimakumullah,

Kata iman dan amal sholeh seringkali kita membaca dan mendengarnya. Namun, kebanyakan kita tidak memahaminya secara mendalam sehingga kita tidak menganggapnya sebagai sesuatu yang sangat penting. Padahal dengan iman dan amal sholeh-lah yang mengantarkan kita ke dalam surganya Allah.

Memang untuk memahami secara mendalam memerlukan pengkajian secara intensif dan berkesinambungan. Karena iman itu bersifat abstrak (tidak terlihat), tapi dapat kita rasakan keberadaannya dengan meyakini bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan di jagad raya ini.

Untuk dapat meyakini bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan, mesti belajar ilmu akidah atau tauhid seperti memahami 20 sifat wajib bagi Allah, ditambah asmaul husna yang berjumlah 99 beserta dalil-dalil untuk memperkuatnya, baik dalil naqli maupun dalil aqli.

Selanjutnya iman yang sudah dipahami tadi mesti dibuktikan dalam bentuk amal sholeh. Amal sholeh itu adalah segala macam perbuatan yang dinilai baik, benar dan positif, dan sesuai dengan ajaran Islam.

Iman kita akan diakui keberadaannya jika dibuktikan dalam bentuk amal sholeh. Sebaliknya amal sholeh kita akan diterima oleh Allah bila didasari rasa iman di dalam hati. Jadi, antara iman dan amal sholeh tidak boleh dipisah karena memiliki keterkaitan erat antara keduanya.

Berdasarkan penjelasan ini maka jangan mimpi kita akan masuk surga, bila tidak ada iman dan amal sholeh selama hidup di dunia. Oleh karena itu selagi kita masih bernapas, mari kita perkuat iman kita dengan ketaatan dan ketundukan kepada Allah terhadap semua ketentuan syariat agama agar menjadi amal sholeh yang bernilai ibadah yang besar pahalanya sehingga kelak kita diperkenankan masuk ke dalam surga Firdaus seperti yang dijanjikan dalam surah Al Kahfi ayat 107-108 tersebut.

Akhirnya, semoga khutbah Jumat edisi ini menjadi pengingat (alarm) yang sangat berharga untuk mempersiapkan datangnya kematian secara tiba-tiba, dan semoga kematian kita nanti tergolong husnul khatimah, aamiin.

بَارَكَ اللَّهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيمِ, وَتَقَبَّلَ مِنّي وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Muslim Amerika: Komunitas Profesional



Jakarta

Komunitas muslim di AS berbeda dengan komunitas muslim di daerah minoritas lain di negara-negara barat. Di Eropa komunitas muslim masih lebih didominasi oleh kaum pekerja kasar, misalnya pedangang kaki lima, buruh kasar, dan pekerja serabutan. Akan tetapi komunitas muslim di AS lebih terdidik, intelektual, dan kaum profesional. Umumnya mereka masuk dalam kategori kelas menengah (middle class) dan masuk lagi masuk sebagai kaum pinggiran (pheriperial) tetapi sudah masuk di dalam kelas utama (mainstream).

Komunitas muslim banyak bekerja di sektor formal dan profesional seperti dokter, insinyur, konsultan, guru, dosen, militer, diplomat, pengusaha, pemilik toko, supir taksi, atletis olahragawan, seniman, artis, dan bekerja di sektor jasa profesional lainnya. Mereka juga bertempat tinggal di apartemen dan perumahan yang lebih layak sebagaimana halnya warga masyarakat AS lainnya. Mereka mampu menyekolahkan anak-anaknya di sekolah dan perguruan tinggi terbaik di AS. Bahkan mengirimnya ke kota-kota lain yang lebih mutu pendidikannya lebih baik.

Mereka umumnya terpelajar dan mengerti soal hukum. Tidak sedikit di antara mereka memiliki lawyer sendiri, dokter pribadi atau dokter keluarga. Hidup mereka lebih tenang karena memiliki asuransi, bahkan memiliki beberapa jenis asuransi. Mereka juga memiliki kesadaran untuk hidup sehat sehingga pintar memanfaatkan hak-hak dan kewajibannya sebagai warga AS. Tidak sedikit di antara mereka memiliki posisi penting di kantor atau di perusahaan mereka bekerja karena profesionalitasnya. Di samping itu juga memiliki tingkat ketekunan bekerja di atas rata-rata sejumlah komunitas minoritas lainnya. Mungkin itulah sebabnya dekade terakhir survey-survey menunjukkan tingkat penerimaan akseptabilitas umat Islam di AS semakin baik. Bandingkan dua dekade sebelumnya, terutama beberapa saat pasca peristiwa 9/11 sekitar 60% warga AS tidak mau bertetangga dengan komunitas muslim. Survey terakhir semakin menunjukkan angka lebih baik, bahkan melebihi komunitas minoritas lainnya.


Penghasilan komunitas muslim di AS sudah masuk papan menengah. Sekitar 45% di antara mereka penghasilannya rata-rata di atas 50.000 USD pertahun. Tidak heran jika akhir-akhir ini komunitas muslim menimbulkan kecemburuan dari komunitas minoritas lainnya, seperti kelompok Black American, Spanish, dan imigran non muslim lainnya. Komunitas muslim juga sudah bisa mengatur hidupnya sesuai dengan warga AS lainnya. Mereka mempunyai jadwal rekreasi dan treveling secara teratur, dengan manajemen keuangan terencana. Termasuk mengirim shadaqah, jariyah, waqaf, dan zakat mal, yang merupakan tuntutan tersendiri bagi umat Islam selain tax dan berbagai pajak lainnya.

Komunitas muslim juga banyak mengakses kegiatan politik. Tidak sedikit di antara mereka yang berhasil menduduki jabatan-jabatan publik di instansi pemerintahan. Bahkan seperti tahun ini kita bisa menyaksikan dua orang senator yang beragama Islam. Belum lagi jabatan-jabatan birokrasi pemerintahan di tingkat state dan kabupaten. Jika komunitas muslim menjadi pejabat publik, mereka cukup diperhitungkan karena mereka berkeyakinan harus sukses di tengah stigma negatif yang pernah melekat pada diri komunitas muslim.

Soal loyalitas kepada negara dan pemerintah AS tidak lagi diragukan. Polling yang pernah dilakukan oleh a Gallup poll found menunjukkan 93% komunitas muslim AS menunjukkan loyalitas tinggi kepada negara dan pemerintah AS. Bahkan komunitas muslim di AS terakhir sudah dikenal sebagai “The Role Models both as Americans and as Muslims”, loyalitas kepada agama mereka berbanding lurus dengan loyalitasnya terhadap bangsa dan negara AS.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com