Category Archives: Dakwah

Etika Debat dalam Islam



Jakarta

Dalam bahasa Arab debat disebut dengan jadal atau jidal. Pengertian debat seperti yang disebut dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pembahasan dan pertukaran pendapat mengenai suatu hal dengan saling memberi argumen untuk mempertahankan pendapat masing-masing. Debat dilakukan bertujuan untuk menyampaikan dan mempertahankan argumen. Argumen yang berkualitas dapat disampaikan berdasarkan fakta, bukti, dan pola pikir yang logis.

Dalam al-Quran, berkenaan dengan debat disebut dalam Surat an-Nahl ayat 125,

اُدْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ ۖ وَجَادِلْهُم بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ


Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan debatlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk [QS. an-Nahl [16]: 125].

Makna kalimat وَجَادِلْهُم dalam ayat di atas, sebagaimana disebut dalam Tafsir Ibnu Katsir adalah seseorang yang mengajukan alasan dalam berdebat dan membantah hendaklah dilakukan dengan cara yang baik dan lemah lembut dalam berbicara.

Dalam ayat lain, Allah berfirman tentang pentingnya memilih diksi atau redaksi yang baik saat berdiskusi dengan orang lain.

فَقُولَا لَهُ قَوْلًا لَّيِّنًا لَّعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَىٰ

Berbicaralah kamu (Musa) berdua kepadanya (Fir’aun) dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan dia sadar atau takut [QS. Thaha (20): 44].

Dalam Islam debat sudah ada dan biasa dilakukan oleh para Nabi terdahulu. Hal itu dilakukan untuk menyampaikan kebenaran ajaran yang didakwahkan kepada kaumnya, dan tentu disampaikan dengan etika atau tata krama yang baik. Perdebatan para Nabi dengan kaumnya, antara lain dapat dilihat pada kisah Nabi Nuh Alaihi As-Salam saat berdebat dengan kaumnya untuk mengajak meng-Esakan Allah, seperti yang dijelaskan dalam al-Quran Surat Hud ayat 25-33. Terdapat juga kisah perdebatan antara Nabi Ibrahim Alaihi As-Salam dengan ayah dan kaumnya terkait larangan menyekutukan Allah, sebagaimana disebut dalam al-Quran Surat Al-An’am ayat 74-83. Atau juga kisah perdebatan Nabi Ibrahim Alaihi As-Salam dengan Namrud saat Namrud mengaku dirinya sebagai tuhan seperti yang dikisahkan dalam al-Quran Surat Al-Baqarah ayat 258. Terdapat juga dalam al-Quran Surat Hud ayat 84-93 tentang kisah perdebatan antara Nabi Syuaib Alaihi As-Salam dengan kaumnya tentang seruan menyembah Allah, menjauhi kekufuran, mengurangi ukuran timbangan dan larangan memakan harta milik orang lain dengan cara yang batil.

Etika Mulia dalam Berdebat

Debat yang baik sejatinya bertujuan untuk bertukar pikiran dengan saling memberikan alasan atau argumentasi. Oleh karenanya, orang yang saling berdebat masing-masing hendaknya menjaga atau memperhatikan adab atau etika debat yang antara lain sebagai berikut;

1. Berdebat dengan niat yang baik. Niat yang baik saat berdebat dilakukan untuk mencari dan menjunjung nilai-nilai kebenaran, mengungkap fakta disertai argumentasi atau bukti yang akurat, kredibel dan dapat dipertanggungjawabkan.

2. Orang yang berdebat memiliki pengetahuan dan kemampuan atas disiplin ilmu yang menjadi tema debat dengan merujuk pada sumber-sumber yang otoritatif.

3. Jika terjadi perselisihan antara kedua belah pihak, maka solusinya kembalikanlah persoalan itu kepada sumber pokoknya dalam Islam, yaitu Al-Quran dan Hadis.

4. Pada saat berdebat hendaknya menggunakan diksi yang baik serta cara atau etika dan tata krama yang mulia; bahasa yang lembut, tidak meremehkan lawan debat, apalagi menghina lawan debatnya.

5. Mendahulukan pembahasan yang lebih penting yang bersifat subtansial.

6. Menghindari narasi atau redaksi yang panjang, memilih bahasa yang familiar yang mudah dipahami oleh lawan debatnya, dan tidak boleh keluar dari tema pokok pembahasan debat.

7. Pentingnya memperhatikan keseluruhan aspek dalam berdialektika, baik yang berkaitan dengan orang yang terlibat, materi yang dikaji, kondisi, dan lokasi perdebatan.

Jika tujuh poin etika atau tata krama cara berdebat di atas dapat dilakukan oleh orang yang saling berdebat, maka acara debat dapat dinikmati dengan baik, menjadi ilmu bagi yang mendengar atau melihatnya, menjadi nilai edukatif bagi para pemirsa, dan tentu saja orang yang berdebat akan menuai pujian dari orang lain.

KH. Abdul Muiz Ali
Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI Pusat
Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggungjawab penulis. (Terimakasih – Redaksi)

(erd/erd)



Sumber : www.detik.com

The Council on American-Islamic Relations (CAIR)



Jakarta

Salah satu ormas Islam cukup besar di AS ialah The Council on American-Islamic Relations (CAIR). Organisasi ini didirikan pada bulan Juni 1994 di Washington DC. Salah seorang pendirinya ialah Nihad Awad. Tujuan pendiriannya ialah untuk memberikan pembelaan (advocacy) komunitas muslim yang sering tidak memahami hak dan kewajiban civilnya sebagai warga AS. CAIR juga bermaksud untuk memperkenalkan prestasi umat Islam di dalam mendukung tujuan umum dan ideologi AS. Dengan adanya wadah ini maka dengan mudah komunitas Islam di AS khususnya di DC untuk diajak terlibat untuk mendukung program-program positif, baik pembinaan sebagai umat maupun sebagai warga AS. Jika ada anggota atau warga muslim yang terkena kasus hukum atau musibah maka dengan mudah mereka bisa mendapatkan pertolongan dan bantuan dari dan untuk komunitas muslim.

Masih ingat kita dengan isu diskriminasi jilbab di AS pada tahun 1995, beberapa orang ditolak dan bahkan ada yang dikeluarkan jadi karyawan karena menggunakan jilbab (vail). Pada saat itu CAIR hampir membela mereka dengan mengusung isu Hak Asasi Manusia (HAM). CAIR juga memberikan advokasi terhadap keluarga pembom (bomber) di Oklahoma tahun 1995, sekaligus melakukan program deradikalisasi pemahaman agama Islam kepada umat Islam, khususnya keturunan Arab di AS. Banyak lagi kasus yang ditangani CAIR di AS, yang intinya memberikan advokasi terhadap warga muslim sekaligus menyampaikan harapan-harapan pemerintah AS terhadap umat Islam.

Kehadiran CAIR juga membantu pemerintah AS untuk melakukan pembinaan warga dengan menggunakan bahasa agama seperti yang dianut oleh warganya. Kelompok agama-agama lain juga dibiarkan tumbuh dan berkembang di bawah organisasi-organisasi paguyuban mereka, karena keberadaannya justru lebih menguntungkan dan lebih memudahkan pemerintah AS menjalin komunikasi untuk sesuatu yang positif untuk semuanya. Sebaliknya dengan adanya wadah paguyuban ini umat Islam lebih mudah menyalurkan aspirasi mereka ke pemerintah dibanding menyampaikannya secara personal. Lagi pula, jika sudah terbentuk organisasi yang anggotanya kongkrit by names dan bay address otomatis akan memiliki harga politik yang mahal, karena siapa pun yang akan menjadi calon pemimpin eksekutif dan legislatif pasti akan memperhatikan mereka karena memiliki hak suara.


Hanya saja, karena para anggota dan pengurus yang aktif di dalam organisasi ini kebanyakan dari komunitas muslim Timur Tengah, khususnya yang bersentuhan langsung secara emosional dengan persoalan yang dihadapi di Palestina. Bahkan di antara anggotanya berasal dari keluarga Hamas yang hijrah ke AS. Mereka masih mempunyai anggota keluarga di Palestina atau di Libanon. Begitu Israel melakukan tekanan dan gempuran terhadap negara-negara tetangganya maka secara emosional anggota CAIR juga angkat bicara, mungkin di antaranya ada yang sangat vokal, sehingga mengundang perhatian banyak orang. Akibatnya ketenangan warga AS lain mungkin ada yang terusik, apalagi keluarga Yahudi yang juga banyak di AS. Seperti halnya oraganisasi muslim yang anggota-anggotanya berasal dari Timur-Tengah sering dianggap organisasinya berafiliasi dengan kelompok hard liner seperti kelompok Ikhanul Muslimin (Muslim Brotherhood). Mungkin memang ada segelintir orang yang berhaluan keras tetapi lebih merupakan inisiatif personal yang mungkin anggota keluarganya korban dari kekerasan Israel di Timur Tengah. CAIR dan ormas-ormas Islam lainnya di AS sangat berperan di dalam memperbaiki citra umat Islam yang dirusak oleh segelitir orang yang melakukan kekerasan atas nama agama Islam.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Khutbah Jumat Soal Pemimpin yang Disenangi Rakyat


Jakarta

Pemimpin adalah orang yang memiliki kemampuan untuk mempengaruhi orang lain. Agar disenangi oleh rakyat, pemimpin harus memiliki gaya kepemimpinan seperti Rasulullah SAW.

Anwar Zain dalam buku Manajemen Pendidikan: Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Akreditasi, mengatakan ada empat hal yang melekat pada diri Rasulullah SAW sehingga ia disenangi oleh pengikutnya. Empat hal itu adalah siddiq (jujur), amanah (dapat dipercaya), tablig (menyampaikan amanah), dan fathonah (cerdas).

Sifat-sifat itu juga bisa dijadikan patokan oleh umat Islam dalam memilih seorang pemimpin. InsyaAllah dengan memiliki sifat tersebut, ia bisa menjadi pemimpin yang adil sebagaimana yang kita harapkan.


Naskah khutbah Jumat kali ini akan membahas soal bagaimana menjadi pemimpin yang disenangi oleh rakyatnya. Naskah ini diambil dari laman Muhammadiyah yang ditulis oleh Ilham.

Naskah Khutbah Jumat Tema Pemimpin yang Disenangi Rakyat

Khutbah I

أَشْهَدُ أَنْ لاَإِلهَ إِلاَّاللَّهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ وأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ، أَمَّا بَعْدُ

فَيَا عِبَادَ اللَّهِ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَقَالَ اللَّهُ تَعَالَى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: يَآأَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا اتَّقُوْا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

وَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اِتَّقِ اللَّهَ حَيْثُمَا كُنْتَ وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ

Kaum Muslimin sidang Jum’at rahimakumullah

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang dengan kasih sayang-Nya, kita dapat berkumpul di tempat ibadah ini. Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga, dan sahabat-sahabatnya.

Sebagai umat manusia yang diberikan amanah dan tugas oleh Allah, kita dipanggil untuk merenungi peran kita sebagai khalifah di bumi. Al-Quran mengajarkan kepada kita bahwa Allah berfirman,

وَاِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلٰۤىِٕكَةِ اِنِّيْ جَاعِلٌ فِى الْاَرْضِ خَلِيْفَةً

Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, ‘Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.'” (QS. Al-Baqarah: 30).

Ayat suci ini mengingatkan kita bahwa Allah memberikan tanggung jawab besar kepada umat-Nya untuk memakmurkan bumi. Namun, tanggung jawab ini tidak hanya sebatas menjaga alam, melainkan juga memimpin diri sendiri dan orang lain menuju kebaikan.

Setiap individu di antara kita memiliki peran sebagai pemimpin, sekecil apapun itu. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

Artinya: “Ketahuilah, setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya atas yang dipimpin” (HR. Bukhari 6605). Oleh karena itu, kita perlu memahami bahwa keberhasilan atau kegagalan dalam memenuhi tugas sebagai khalifah akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah.

Sebagai pemimpin, tugas kita bukan hanya menjaga alam dan sumber daya, melainkan juga menjaga akhlak, keadilan, dan kesejahteraan sosial. Allah menciptakan kita dengan akal, sehingga kita dapat menggunakan kebijaksanaan dan keadilan dalam menjalankan amanah ini.

Jamaah Jumat yang berbahagia!

Penting bagi kita untuk memahami bahwa kepemimpinan bukanlah sekadar posisi formal, melainkan sebuah tanggung jawab besar yang membutuhkan keahlian dan integritas. Apalagi pemimpin dalam sebuah negara yang besar, tanggung jawabnya semakin mendalam dan kompleks.

Rasulullah Saw bersabda,

فَالْإِمَامُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

Penguasa yang memimpin rakyat banyak dia akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya (HR. Bukhari 6605).

Oleh karena itu, penting bagi pemimpin untuk memiliki keahlian di bidangnya. Rasulullah Saw telah memberikan nasihat yang bijak,

فَإِذَا ضُيِّعَتْ الْأَمَانَةُ فَانْتَظِرْ السَّاعَةَ

“Apabila suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah masa kehancurannya”. (HR Bukhari dan Muslim).

Ini adalah peringatan agar pemimpin memahami batas keahliannya dan tidak memberikan tugas atau wewenang kepada mereka yang tidak berkompeten. Pemberian tanggung jawab kepada yang tidak ahli dapat mengakibatkan rusaknya pekerjaan bahkan organisasi yang dikelolanya.

Kita sebagai umat Islam, terutama yang memiliki peran sebagai pemimpin, perlu menjadikan amanah sebagai prioritas utama. Amanah tidak hanya terkait dengan keuangan, tetapi juga dengan kebijakan, keadilan, dan kesejahteraan rakyat.

Marilah kita bersama-sama merenungi dan mengintrospeksi diri. Semoga Allah memberikan petunjuk dan kekuatan kepada kita semua untuk menjalankan tugas ini dengan sebaik-baiknya.

Jamaah Jumat yang dimuliakan Allah!

Pemimpin harus mengutamakan, membela dan mendahulukan kepentingan umat, menegakkan keadilan, melaksanakan syari’at, berjuang menghilangkan segala bentuk kemunkaran, kekufuran, kekacauan, dan fitnah, sebagaimana Firman Allah SWT.

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُوْنُوْا قَوَّامِيْنَ لِلّٰهِ شُهَدَاۤءَ بِالْقِسْطِۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَاٰنُ قَوْمٍ عَلٰٓى اَلَّا تَعْدِلُوْاۗ اِعْدِلُوْاۗ هُوَ اَقْرَبُ لِلتَّقْوٰىۖ وَاتَّقُوا اللّٰهَۗ اِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌۢ بِمَا تَعْمَلُوْنَ

Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penegak (kebenaran) karena Allah (dan) saksi-saksi (yang bertindak) dengan adil. Janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlakulah adil karena (adil) itu lebih dekat pada takwa. Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan (QS. Al-Maidah: 8).

Ini adalah petunjuk Allah yang jelas tentang bagaimana seorang pemimpin harus bertindak. Pemimpin harus menjadi pelopor kebenaran, menegakkan keadilan, dan tidak dikuasai oleh kebencian terhadap suatu kelompok. Keadilan adalah pondasi utama dalam kepemimpinan yang dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hidupnya.

Seorang pemimpin yang mengamalkan keadilan harus membela dan mendahulukan kepentingan umat. Tugasnya bukan hanya sekadar menjalankan amanah formal, tetapi juga berjuang untuk menghilangkan segala bentuk kemunkaran, kekufuran, kekacauan, dan fitnah. Dengan demikian, pemimpin akan mampu menjalankan kepemimpinan yang sejalan dengan syari’at Islam.

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Khutbah II

الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ، اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ الطَّيِّبِينَ الطَّاهِرِينَ وَعَلَى أَصْحَابِهِ أَجْمَعِينَ، وَعَلَى التَّابِعِينَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ

Pemimpin yang mampu menjalankan amanahnya dengan penuh tanggungjawab, akan menjadi pemimpin yang dicintai rakyatnya. Sebagaimana Sabda Rasulullah saw,

خِيَارُ أَئِمَّتِكُمْ الَّذِينَ تُحِبُّونَهُمْ وَيُحِبُّونَكُمْ وَيُصَلُّونَ عَلَيْكُمْ وَتُصَلُّونَ عَلَيْهِمْ وَشِرَارُ أَئِمَّتِكُمْ الَّذِينَ تُبْغِضُونَهُمْ وَيُبْغِضُونَكُمْ وَتَلْعَنُونَهُمْ وَيَلْعَنُونَكُمْ

“Sebaik-baik pemimpin kalian adalah mereka mencintai kalian dan kalian mencintai mereka, mereka mendo’akan kalian dan kalian mendo’akan mereka. Dan sejelek-jelek pemimpin kalian adalah mereka yang membenci kalian dan kalian membenci mereka, mereka mengutuk kalian dan kalian mengutuk mereka.” (HR Muslim).

Dalam sabda tersebut, Rasulullah Saw menegaskan pentingnya hubungan yang baik antara pemimpin dan umatnya. Pemimpin yang mencintai dan dicintai oleh umatnya akan membangun fondasi kekuatan yang kuat dan harmonis. Keberhasilan seorang pemimpin tidak hanya terukur dari pencapaian materi, tetapi juga dari keberhasilannya dalam menciptakan kedamaian dan kebahagiaan di tengah-tengah masyarakat.

Oleh karena itu, pemimpin yang berkomitmen untuk mencintai dan dicintai umatnya harus senantiasa mendengarkan aspirasi rakyat, memberikan solusi yang adil, serta mendoakan kebaikan bagi mereka. Sebaliknya, umat juga memiliki tanggung jawab untuk mendukung dan mendoakan pemimpinnya agar senantiasa mendapat petunjuk dari Allah.

Marilah kita sebagai umat Islam, baik sebagai pemimpin maupun sebagai rakyat, bersatu padu dalam membangun kepemimpinan yang penuh kasih sayang, keadilan, dan berkah. Semoga Allah memberikan taufik dan hidayah-Nya sehingga kita semua mampu menjalankan peran sebagai khalifah dengan baik.

إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا

اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَقَرَابَتِهِ وَأَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّاتِهِ أَجْمَعِيْنَ

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ وَيَا قَاضِيَ الْحَاجَاتِ

بَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ

فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

(hnh/lus)



Sumber : www.detik.com

Visi Pemimpin



Jakarta

Visi merupakan suatu rangkaian kata yang di dalamnya terdapat impian, cita-cita atau nilai inti dari seorang pemimpin. Bisa dikatakan visi menjadi tujuan masa depan suatu organisasi atau lembaga maupun suatu negeri. Atau merupakan kemampuan untuk mencapai sesuatu pada masa depan. Dengan visi, maka kita didorong melakukan inovasi dan kreasi untuk meraih sesuatu yang belum dicapai.

Amirul Mukminin Umar bin Khattab berkata, “Usahakan jangan sampai kamu memiliki cita-cita yang rendah. Kulihat tak ada sesuatu yang dapat menjatuhkan kekuatan seseorang ketimbang rendahnya cita-cita.”

Sedangkan Amir ibn Al-Ash berkata, “Derajat seseorang bergantung bagaimana ia meletakkan dirinya. Jika ia menjadikan dirinya mulia, jadilah ia orang yang terhormat. Apabila ia merendahkan dirinya maka jadilah ia seorang yang rendah dan hina.”


Hal ini bisa terlihat kondisi para elite negeri ini, sebagian telah meletakkan dirinya rendah dan hina dan sebagian lainnya menempatkan dirinya sebagai orang yang mulia. Maka bagi generasi muda muslim yang saat ini berpolitik, lakukan dan tempatkan diri sebagai politisi yang baik dan melayani rakyat. Tempatkan diri pada derajat yang mulia dan jangan engkau hinakan dirimu sendiri.

Menghinakan diri itu tidak ubahnya berprilaku bergantung pada sesama, padahal makhluk pada hakikatnya faqir, sia-sialah bergantung pada sesama faqirnya. Sebagaimana firman-Nya dalam surah al-Ankabut ayat 41 yang artinya, “Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah adalah seperti laba – laba yang membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba kalau mereka mengetahui.”

Kaum musyrikin yang menyembah berhala atau selain Allah SWT. untuk mewujudkan harapan mereka diibaratkan seperti rumah laba-laba, yaitu rumah yang paling rapuh dan lemah untuk berlindung. Secara logika berlindung pada yang lemah itu tidak bisa diterima, jika ini dilakukan maka menunjukkan bahwa dirinya terhijab atas pelindung dari segala pelindung yaitu Allah SWT.

Mari kita simak kisah seorang pemimpin yang berakhlak mulia. Diceritakan bahwa raja Hermiz ibn Sabur memiliki seorang menteri. Dia mengirim surat pada baginda raja untuk memberi kabar disana ( pelabuhan ) terdapat para saudagar yang membawa banyak perhiasan permata, intan dan yaqut yang sangat indah dan bernilai tinggi.
“Kami sendiri” tutur menteri, “telah membeli dari mereka sebagian pajangan almari dengan harga kurang lebih 1.000 dinar. Sekarang telah datang seorang saudagar yang mencari perhiasan seperti itu dan ia bersedia membelinya dengan harga mahal ( dapat memberi keuntungan besar ). Jika Paduka berkenan membelinya, maka renungkanlah peluang ini. “

Lalu Baginda menulis surat sebagai jawaban. Isinya, “Satu juta maupun satu milyar aku tidak tertarik sedikit pun. Jika aku bekerja karena motif perdagangan dan komersial maka siapa yang akan bekerja dengan imarah dan pemerintahan.”
” Coba kamu renungkan untuk dirimu sendiri, wahai orang bodoh. Jangan sekali-kali kamu mengulangi perkataan ini kepadaku. Jangan pula kamu mencampur ke dalam harta kami satu sen pun dari perdagangan. Sebab hal ini dapat meruntuhkan kehormatan seorang raja dan dapat pula mencoreng nama baiknya. Juga dapat membahayakan prestisnya semasa hidup maupun setelahnya.”

Kisah ini telah memberikan gambaran yang jelas untuk tidak mencampurkan amanah sebagai pemimpin dengan kepentingan lainnya. Yang sering menggoda dan tergelincirnya bagi seorang pemimpin adalah motif komersil. Posisi itu telah memudahkan baginya ( pemimpin ) untuk mendapatkan keuntungan finansial yang tidak sedikit. Ingatlah bahwa menjadi seorang pemimpin negeri bukan sekedar motif bisnis diri dan kroninya, melainkan dibutuhkan tanggung jawab untuk menjadikan rakyatnya makmur. Sebagaimana firman-Nya dalam surah Shad ayat 26 yang artinya, “Allah berfirman, “‘Wahai Daud, sesungguhnya Kami menjadikanmu khalifah (penguasa) di bumi. Maka, berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan hak dan janganlah mengikuti hawa nafsu karena akan menyesatkan engkau dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari Perhitungan.””

Makna ayat di atas adalah jangan mengikuti hawa nafsu dalam menetapkan hukum karena hal itu akan menyesatkanmu dari agama dan syariat-Nya, sesungguhnya orang-orang yang tersesat dari jalan-Nya akan mendapatkan siksa yang pedih di dalam api neraka, karena kelalaian mereka terhadap hari pembalasan dan perhitungan amal.
Dalam ayat ini terkandung pesan kepada ulil amri (pemerintah) agar mereka menetapkan hukum dengan berpijak kepada kebenaran yang diturunkan dari Allah SWT. dan tidak menyimpang dari-Nya karena hal itu akan menyesatkan mereka dari jalan-Nya.

Seorang pemimpin yang bervisi itu mempunyai pandangan yang luas, bisa memperkirakan masa depan ( kepastian ada pada-Nya ) berlaku adil dan melayani masyarakat. Pemimpin yang sadar bahwa amanah tersebut datangnya dari Yang Kuasa, maka ia gunakan sebagai wasilah menuju kebaikan. Ya Allah, tuntunlah kami rakyat Indonesia dalam pesta demokrasi nanti dapat memilih pemimpin yang bervisi bukan yang bermotif kesenangan dunia / harta kekayaan, berilah hidayah dan taufiq agar pemimpin terpilih tidak tergoda hingga melenceng dari amanah-Mu.

Aunur Rofiq
Ketua DPP PPP periode 2020-2025
Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggungjawab penulis. (Terimakasih – Redaksi)

(erd/erd)



Sumber : www.detik.com

Contoh Teks Pidato Isra Miraj yang Bisa Jadi Referensi



Jakarta

Isra Miraj adalah peristiwa luar biasa yang dialami oleh Rasulullah sebagai mukjizat dari-Nya. Pidato tentang hikmah perjalanan Rasulullah SAW dalam Isra Miraj bisa disampaikan pada kaum muslimin.

Dengan menyampaikan pidato atau ceramah mengenai Isra Miraj, diharapkan orang-orang muslim akan selalu mengingat peristiwa berharga ini sehingga bertambah keimanan dan ketakwaannya kepada Allah SWT.

1. Contoh Teks Pidato Isra Miraj

Teks pidato Isra Miraj yang pertama diambil dari buku Anti Panik Berbicara di Depan Umum oleh Asti Musman. Teks pidato Isra Miraj tersebut adalah sebagaimana berikut:


Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Kaum muslimin dan muslimat yang kami muliakan,

Mengawali pertemuan kita pada hari ini, marilah kita mengucapkan alhamdulillah sebagai salah satu cara kita bersyukur atas berbagai macam nikmat Allah yang dianugerahkan kepada kita. Salah satu nikmat-Nya yaitu pada kesempatan hari ini kita bisa berkumpul, bersilaturahmi dan bertatap muka di lapangan Masjid yang dihadiri sekian banyak kaum muslimin dan muslimat untuk ikut serta memperingati hari besar Islam, yakni Isra dan Miraj Nabi Muhammad SAW.

Selanjutnya, sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, karena beliaulah sebagai pembawa rahmat kepada umatnya yang setia mengikutinya. Mudah-mudahan kita tergolong umat Nabi Muhammad SAW yang benar-benar mencontoh dalam aktivitasnya. Aamiin.

Kaum muslimin dan muslimat yang berbahagia,

Dalam bulan Rajab, ada peristiwa yang terpenting yang tidak boleh terlupakan, yaitu Isra dan Miraj. Isra’ berarti perjalanan di malam hari yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha. Dalam kesempatan kali ini, saya tidak akan menyampaikan kisah perjalanan itu secara kronologis, tetapi saya akan melihat dari segi hikmah yang dapat kita petik dari peristiwa itu.

Kaum muslimin muslimat yang saya hormati,

Berkaitan dengan peristiwa Isra dan Miraj Nabi Muhammad SAW, Allah telah menjelaskan dalam firman-Nya dalam Alquran surah al-Isra’ ayat 1 yang artinya:

“Mahasuci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya (nabi Muhammad SAW) pada malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha, yang kami berkati di sekitarnya, supaya Kami perlihatkan tanda-tanda kebesaran Kami padanya. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”

Dengan peristiwa tersebut bagi kaum mukmin tentunya tidak ada keraguan lagi, karena sudah dijelaskan oleh Allah dalam firman-Nya di atas. Adapun yang dinamakan Miraj adalah naiknya Nabi Muhammad SAW dari Masjidil Aqsha menuju luar angkasa, dan akhirnya sampai yang paling tinggi, yaitu dinamakan Sidratul Muntaha. Dan tempat yang paling tinggi itu tidak mungkin bisa dijangkau oleh manussia, walau dengan menggunakan alat yang canggih, kecuali Nabi Muhammad SAW yang dapat sampai di sana, karena kekuasaan dan kehendak Allah semata. Dari tempat inilah Nabi Muhammad SAW secara langsung menerima perintah shalat sehari lima waktu, yang harus dikerjakan oleh segenap kaum muslimin dan muslimat di seluruh dunia.

Hadirin yang kami hormati,

Apa yang menjadi pupuk dan siraman bagi iman? Tidak lain ialah ibadah kepada Allah, baik ibadah yang wajib maupun ibadah sunah. Di antara berbagai ibadah yang sangat mendasar dan pokok bahkan merupakan tiang penyangga agama Islam ialah ibadah shalat lima waktu. Ibadah inilah yang menjadi buah tangan ketika Rasulullah SAW mengadakan perjalanan Isra dan Miraj.

Hadirin,

Selain merupakan sebuah mukjizat yang diberikan kepada Nabi Muhammad SAW melalui peristiwa Isra Miraj, shalat juga mempunyai banyak dampak positif pada manusia.

Dilihat dari segi hasil dan mutu pekerjaan, waktu shalat adalah bersamaan waktunya dengan manusia beristirahat. Kalaupun dhuhur pada waktu manusia bekerja, istirahat barang sepuluh menit sesudah jam tujuh pagi mulai bekerja, tidak akan merugikan, justru menambah semangat bekerja. Seolah gadget yang kehabisan baterai, dicas kembali sehingga bisa berfungsi dengan baik.

Dilihat dari segi konsentrasi manusia berpikir, karena konsentrasi itu dibutuhkan dalam berbagai hal, shalat pun melatih manusia untuk berkonsentrasi. Paling tidak diwajibkan lima kali dalam sehari semalam, di samping shalat sunah.

Dilihat dari segi kebersihan dan kesehatan, shalat mengandung hal itu. Karena sebelum shalat kita dianjurkan bersuci. Demikian pun dengan gerakan shalat memiliki nilai yang lebih tinggi dari sekadar olahraga.

Hadirin sekalian,

Tak terasa, ternyata sudah tiba saatnya di penghujung materi pidato saya kali ini. Demikian pidato yang bisa saya sampaikan, yakni mengenai peristiwa Isra Miraj Nabi Muhammad SAW.

Kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Apabila terdapat kesalahan dan kurang tepat, saya mohon maaf. Wabillahi taufik wal hidayah, wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

2. Contoh Teks Pidato Isra Miraj untuk Kelas

Dikutip dari buku Pintar Pidato: Kiat Menjadi Orator Hebat oleh Arif Yosodipuro, teks pidato Isra Miraj tersebut adalah:

Wahyu yang Diterima Nabi Muhammad SAW dalam Isra Miraj

Assalamu ‘alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh.

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ، اَلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى أَشْرَفِ الْأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِينَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَبِهِ أَجْمَعِينَ. (أَمَّا بَعْدُ)

Yang kami hormati, Wali kelas X IPA 1, Ibu Hanifah Zubair

Yang terhormat, Ketua Kelas X IPA 1, rekan-rekan, hadirin yang dimuliakan Allah.

Pertama, marilah kita senantiasa bersyukur kepada Allah subhanahu wa ta’ala karena atas qodho’-Nya kita bisa hadir di majelis ini dalam acara peringatan peristiwa Isra Miraj Nabi Muhammad SAW.

Sholawat dan salam semoga Allah SWT limpahkan kepada Rasulullah, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Nabi akhir zaman yang telah membimbing dan mengajarkan kepada kita suatu ajaran yang haq, yakni dinul Islam.

Ibu wali kelas dan saudara-saudara yang dirahmati Allah, pada majelis yang penuh rahmat ini ijinkan saya menyampaikan pidato dengan judul: WAHYU YANG DITERIMA NABI MUHAMMAD SAW DALAM ISRA MIRAJ.

Hadirin yang dirahmati Allah subhanahu wa ta’ala,

Isra’ dan Mi’raj merupakan serangkaian peristiwa spiritual yang dialami oleh Nabi Muhammad SAW dan menjadi satu dari mukjizat beliau. Secara etimologi atau arti kata, isra’ berarti “berjalan” atau “perjalanan”. Sedangkan mi’raj artinya “naik”.

Kemudian secara istilah Isra Miraj diartikan sebagai perjalanan Rasulullah Muhammad SAW dari Masjidil Haram (di Mekah) ke Mesjidil Aqso (di Baitul Maqdis, Palestina) pada malam hari kemudian naik ke Sidratul Muntaha untuk menerima wahyu shalat lima waktu.

Sebagaimana firman Allah dalam surah Al Isra’ ayat 1 yang berbunyi:

سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ، لَيْلًا مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَا الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ)

Artinya: Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. [QS. AL ISRA 17:1]

Hadirin yang dimuliakan Allah,

Dalam peristiwa tersebut, Nabi Muhammad sampai langit ketujuh dan bertemu Allah di Sidratul Muntaha. Di sana, beliau menerima wahyu shalat sebanyak 50 waktu dalam sehari. Perintah itu pun Nabi sanggupi.

Saat kembali, Nabi Muhammad bertemu Nabi Musa. Nabi Musa pun mengingatkan agar Nabi SAW meminta keringanan kepada Allah. Karena nanti umat Nabi Muhammad akan keberatan menjalankan shalat fardu sebanyak itu.

Nabi Muhammad SAW setuju dengan pendapat Nabi Musa. Lalu, beliau kembali menghadap Allah dan meminta keringanan. Setelah mendapatkan keringanan, beliau bertemu Nabi Musa dan disarankan untuk meminta keringanan lagi, karena jumlahnya dianggap masih memberatkan.

Beliau pun kembali menghadap Allah dan meminta keringanan lagi. Permintaan itu beliau lakukan beberapa kali. Setiap kali beliau meminta keringanan, Allah mengurangi lima waktu.

Akhirnya, setelah sampai pada bilangan terakhir, yakni lima waktu, Nabi malu untuk kembali menghadap kepada Allah minta keringanan. Beliau khawatir jika hal itu dilakukan, niscaya Allah akan mengurangi lima waktu tersebut.

Hadirin as’adakumullah, ketika Nabi bercerita ihwal peristiwa tersebut kepada penduduk Quraisy Makkah, tidak hanya kafir Quraisy yang tidak mempercayainya, orang-orang yang sebelumnya telah memeluk Islam pun banyak yang tidak percaya dengan peristiwa tersebut.

Alasan mereka tidak mempercayai hal tersebut karena jarak tempuh dari Mekkah ke Baitul Maqdis yang seharusnya ditempuh dengan waktu sebulan pada masa itu hanya ditempuh nabi selama satu malam. Mereka tetap tidak percaya walaupun Nabi mampu menyebutkan ciri-ciri Baitul Maqdis.

Peristiwa Isra dan Miraj adalah sebuah peristiwa yang futuristik. Pada saat itu memang dirasa aneh karena kendaraan satu-satunya adalah unta atau kuda. Dan, tidak mungkin perjalanan sejauh itu bisa ditempuh dengan waktu yang cepat jika hanya menggunakan unta atau kuda.

Hanya Abu Bakar yang tidak ragu sedikit pun dengan kejadian yang dialami Nabi. Dialah orang pertama yang meyakini dan membenarkan peristiwa Isra Miraj Nabi Muhammad SAW.

Hadirin as’adakumullah,

Kita sebagai umat beliau Rasulullah Muhammad SAW berkewajiban untuk meyakini peristiwa tersebut. Tentu kadang ada yang seolah tidak masuk di akal. Peristiwa Isra Miraj bukannya tidak masuk di akal, tetapi akal kitalah yang belum bisa menjangkaunya.

Dan setelah meyakini, tugas kita selanjutnya adalah menjalankan hasil dari peristiwa tersebut, yakni shalat lima waktu. Karena shalat lima waktu merupakan satu dari ibadah fardhu yang harus kita kerjakan.

Demikian apa yang bisa saya sampaikan. Kurang lebihnya mohon maaf. Wassalaamu alaikum wa rahmatullahi wa barakaatuh.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Khutbah Jumat Isra Mi’raj dan 4 Maknanya di Kehidupan Sosial


Jakarta

Isra Mi’raj adalah peristiwa bersejarah dalam Islam. Rasulullah SAW melakukan perjalanan dari Makkah ke Sidaratul Muntaha untuk menjemput langsung perintah salat.

Mengutip Az-Zubaidi dalam kitab Mukhtasar Al-‘Ain, Imam An-Nawawi mengatakan Rasulullah SAW menggunakan buraq saat Isra Mi’raj. Ia adalah hewan tunggang berwarna putih, lebih pendek dari bagal dan lebih tinggi dari pada keledai sebagaimana hadits Rasulullah SAW.

Isra Mi’raj diperingati setiap 27 Rajab yang tahun ini jatuh pada Kamis, 8 Februari 2024. Menyongsong tibanya hari tersebut, khatib salat Jumat bisa menyampaikan khutbah tentang peristiwa Isra Mi’raj.


Naskah khutbah Jumat kali ini akan mengajak hadirin untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT dan mengingat nikmat yang telah diberikan-Nya, terutama sebagai umat Islam yang hidup di tengah negeri damai. Pembicara juga menyoroti pentingnya menjaga hubungan sosial yang harmonis, membangun relasi yang baik dengan Allah SWT, dan menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran dalam kehidupan sehari-hari.

Peristiwa Isra’ Mi’raj digunakan sebagai momentum untuk merenungkan nilai-nilai luhur Islam. Seperti menjalin hubungan yang harmonis dengan sesama, mendekatkan diri kepada Allah SWT, menghargai waktu dan disiplin, serta menebarkan kedamaian dan persaudaraan di tengah-tengah masyarakat.

Mengutip laman Masjid Istiqlal, Kamis (1/2/2024), berikut naskah khutbah Jumat soal Isra Mi’raj yang disusun oleh Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kemenag RI, Dr. KH. Adib Muhammad, M.Ag.

Menyingkap Pesan Rahmatan Lil Alamin dari Perjalanan Isra Mi’raj

Hadirin sidang Jum’at rahimakumulllah

Marilah kita senantiasa memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah subhanahu wata’ala. Bersyukur atas segala nikmat yang telah kita rasakan, termasuk nikmat menjadi umat Muslim yang hidup di tengah negeri tercita yang sebentar lagi menyelenggarakan hajatan besar Pemilu Serentak, semoga semuanya berjalan dengan aman, lancar, tenteram dan damai. Semoga keadaan yang kondusif ini tetap terus dapat dipertahankan bahkan ditingkatkan demi terwujudnya persatuan dan kesatuan yang semakin kokoh.

Shalawat dan salam semoga senantiasa terlimpah curahkan kepada Baginda Nabi Besar Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam keluarga, serta sahabat dan seluruh pengikutnya ila akhiriz zaman. Semoga kita tergolong bagian dari ummat yang dicintainya, sehingga kelak akan mendapat syafaatnya di yaumil qiyamah, amiin.

Jamaah kaum Muslimin rahimakumullah

Dalam kesempatan ini juga mari kita sama sama tingkatkan ketaqwaan kita kepada Allah subhanahu wata’ala. Mari kita tingkatkan kesadaran dalam diri kita akan kehadiran Allah subhanahu wata’ala. Karena hanya dengan kesadaran inilah kita akan terjaga dari segala bentuk penyimpangan, sekaligus terus termotivasi untuk menunaikan kebaikan-kebaikan. Marilah kita tingkatkan ketaqwaan kita, karena taqwa adalah satu-satunya bekal yang akan menyelamatkan kita dalam menempuh perjalanan menuju Allah subhanahu wata’ala.

Salah satu bentuk implementasi ketaqwaan itu, kita harus banyak banyaklah bersyukur kepada Allah, kita terlahir sebagai umat muslim yang hidup di tengah negeri yang damai. Kita sebagai bangsa dengan penduduk mayoritas muslim terbesar di dunia yang terbukti mampu menunjukkan kedewasaannya dalam berdemokrasi.

Negeri dengan komponen bangsa yang beraneka ragam suku, bahasa dan agama tetapi saling berdampingan dan saling menghormati satu sama lain. Negeri yang telah didirikan dan dibangun oleh para pahlawan bangsa dengan tetesan darah dan air mata. Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Khatib sampaikan perihal ini, karena akhir-akhir ini mulai banyak dari kita yang kurang menyadari akan nikmat tersebut. Padahal Allah subhanahu wata’ala telah berfirman: Artinya: dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih” (QS Ibrahim [14]: 7).

Kaum Muslimin hadaniyallah waiyyakum ajmain

Kita kini telah memasuki bulan Rajab bulan di mana terdapat peristiwa agung yang senantiasa diperingati kaum muslimin yaitu peringatan Isra dan Mi’raj, salah satu peristiwa yang sangat penting dalam sejarah dakwah Islam. Peristiwa diisra dan dimi’rajkannya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Isra mi’raj adalah peristiwa bersejarah, perjalanan spiritual yang pernah dialami Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang memiliki nilai-nilai luhur yang akan tetap aktual sepanjang zaman. Oleh karena itu adalah hal yang sangat wajar kalau peristiwa penting ini selalu diperingati oleh umat Islam di seluruh penjuru bumi, termasuk di negeri kita tercinta ini.

Terlebih dalam suasana kehidupan kita saat ini yang diwarnai dengan berbagai intrik menjelang pelaksanaan pemilu serentak ini yang jika tidak segera diantisipasi maka dapat mengancam sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Mari kita jadikan peristiwa isra mi’raj ini sebagai momentum mengaktualisasikan kembali nilai-nilai Islam rahmatan lilalamin dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang semakin damai, tertib dan bermartabat. Kehidupan berbangsa yang damai dan tentram adalah prasyarat utama menuju bangsa yang maju dan sejahtera.

Kaum Muslimin Rahimakumullah

Penegasan tentang Islam sebagai agama rahmatan lilalamin menjadi sangat relevan, terutama dalam kondisi bangsa yang Tengah menghadapi tantangan besar yaitu gelaran pemilu serentak yang saat ini kita selenggarakan.

Sedikitnya ada 4 (empat) nilai fundamental yang sangat penting untuk kita maknai dari peristiwa Isra’ Mi’raj sebagai salah satu cerminan Islam rahmatan lilamin tersebut dalam konteks kehidupan beragama maupun berbangsa pada saat ini:

Pertama, peristiwa Isra’, yang berarti perjalanan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam di malam hari dari Masjidil Haram di Mekkah menuju Masjidil Aqsha di Palestina. Peristiwa itu memberikan isyarat kepada kita, bahwa manusia perlu membangun komunikasi sosial/horizontal.

Pada peristiwa Isra’, perjalanan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersifat horizontal: dari bumi yang satu ke bumi lainnya, yang disimbolkan dari masjid ke masjid, yakni dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha.

Maka, masjid yang merupakan “simbol” pusat kegiatan keagamaan umat Islam, harus pula ditransformasikan nilai-nilainya di tengah kehidupan sosial atau kemasyarakatan secara nyata.

Umat Islam harus mampu membangun relasi sosial (hablun minan-nas) yang rukun dan harmonis di tengah-tengah kehidupannnya. Karena bukankah telah disebutkan sendiri oleh Nabi al-dinu mu’amalah (bahwa agama, salah satu inti ajarannya adalah bagaimana seseorang harus berinteraksi atau berhubungan baik dengan sesamanya).

Dengan kata lain, kualitas keislaman seseorang tidak cukup hanya diukur ketika ia berada di dalam masjid. Akan tetapi, bagaimana nilai-nilai ibadah dan kekhusyukan yang telah dilakukannya di dalam masjid itu, diwujudkan pula di luar masjid, yakni ketika berada di lingkungan kerja maupun di tengah-tengah masyarakatnya, melalui jalinan interaksi, silaturahmi, dan komunikasi yang baik dengan sesama. Inilah yang disebut dengan “kesalehan sosial”.

Sebab, tidak jarang sewaktu berada di dalam masjid seseorang tampak khusyuk beribadah, namun begitu keluar masjid, nilai-nilai kekhusyukan ibadahnya itu ia tanggalkan.

Akibatnya, di tempat kerja maupun di lingkungan masyarakatnya ia masih kerap melakukan perilaku-perilaku yang justru bertentangan dengan nilai-nilai ibadah yang telah dilakukannya, seperti melakukan korupsi, kecurangan, penipuan, membicarakan aib dan kejelekan orang lain, menebarkan fitnah, hingga memelihara perpecahan dan konflik berkepanjangan.

Model beragama seperti itu jelas merupakan wujud keberagamaan yang semu. Sebab salah satu wujud keberagamaan yang hakiki, ditandai dengan kemampuan seseorang menjalin komunikasi dan interaksi sosial yang baik dengan sesamanya, sesuai dengan akhlak-akhlak luhur yang telah diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Sebagaimana hal ini telah diajarkan pula oleh Raden Makhdum Ibrahim (Sunan Bonang) dalam salah satu “piwulang” nya kepada Raden Sa’id (Sunan Kalijaga): “marsudi urip rukun, nuju nur alam cahyaning sejati” (bahwa menjalin hubungan baik dengan sesama, adalah wujud kematangan spiritual dan kesempurnaan iman seseorang).

Di samping itu, peristiwa Isra’ dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha juga memberi isyarat bahwa, mestinya antara satu masjid dengan masjid lainnya harus ada sinergi atau kerjasama yang harmonis dalam membangun kegiatan dakwah dan pendidikan keagamaan kepada masyarakat secara luas. Jangan sampai, masjid justru hanya dijadikan sebagai ajang untuk membentuk ideologi sektoral secara eksklusif dan sempit, yang justru merusak jalinan ukhuwwah antar umat Islam.

Misalnya, dengan mudah orang lalu mengkafirkan atau membid’ah-kan kelompok lain yang berbeda, apalagi masjid lalu dijadikan sebagai tempat untuk menanamkan ideologi politik “keislaman sempit” yang anti-Pancasila dan NKRI sebagaimana yang saat ini marak di berbagai tempat. Ma’asyiral muslimin rahimakumullah.

Kedua, peristiwa Mi’raj, di mana Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dari Masjidil Aqsha kemudian naik ke Sidratil Muntaha, berjumpa dengan Allah subhanahu wata’ala. Perjalanan spiritual itu memberikan pelajaran penting bagi kita bahwa manusia dalam menjalani kehidupannya harus melakukan upaya “transedensi”, yakni mendekatkan diri kepada Tuhannya:

Allah subhanahu wata’ala, sehingga terhindar dari jebakan-jebakan materi-duniawi yang seringkali membuat manusia kalap dan lupa diri, hingga berani melakukan tindakan-tindakan penyelewengan atau pun pelanggaran hukum yang banyak merugikan orang lain. Sebagai makhluk yang disebut homo religius, manusia harus mampu membangun relasi atau hubungan yang harmonis dengan Tuhan-nya. Dengan begitu, maka sifat-sifat Tuhan sebagai Dzat yang Maha Pengasih dan Sumber Kebaikan, harus dapat diterjemahkan dalam kehidupan nyata sehari-hari.

Nilai-nilai kejujuran harus terus ditegakkan, untuk melawan segala bentuk de-moralisasi. Kita tentunya sangat prihatin dan sedih, ketika kejujuran tidak lagi dianggap penting.

Fenomena seperti “nyontek massal” yang masih sering dilakukan para pelajar pada saat Ujian Nasional, ataupun “budaya” korupsi yang dilakukan semakin terang-terangan, adalah potret buram bagi dunia pendidikan maupun birokrasi pemerintahan kita, bahkan fenomena ini telah menjalar ke tengah-tengah kehidupan masyarakat yang sarat dengan praktik-praktik manipulatif.

Nilai falsafah Jawa yang menyatakan “sopo sing jujur bakale mujur” (orang yang jujur akan beruntung) telah dicampakkan sedemikian rupa, dan diganti dengan slogan “sopo sing jujur malah kajur” (orang yang jujur akan hancur). Padahal kita tahu, bahwa kejujuranlah yang akan membawa kita pada ketenangan dan kedamaian. Kita mungkin saja bisa membohongi puluhan, ratusan, ribuan, bahkan jutaan orang, namun, kita tidak akan bisa membohongi hati nurani kita sendiri, apalagi membohongi Allah subhanahu wata’ala.

Ketiga, dalam peristiwa Mi’raj dari Masjidil Aqsha ke Sidratil Muntaha, Nabi SAW berjumpa langsung dengan Allah SWT. Ini merupakan puncak pengalaman spiritual sekaligus nikmat yang sangat indah dan tak tertandingi oleh nikmat-nikmat apapun. Namun, di sinilah nampak sifat keluhuran dan keluarbiasaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, di mana setelah bertemu dengan Tuhannya, beliau justeru masih mau turun lagi ke dunia untuk menyampaikan pesan-pesan Tuhan demi keselamatan umatnya.

Seandainya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah orang yang egois dan hanya memikirkan kepentingan dan keselamatan dirinya sendiri, niscaya beliau enggan untuk turun lagi ke dunia. Itulah cermin bahwa beliau adalah seorang manusia paripurna (insan kamil) sekaligus seorang sufi sejati, yang tidak hanya berpredikat shalih (berkepribadian baik secara personal), tetapi juga seorang mushlih (menjadikan orang lain menjadi baik).

Peristiwa ini mengandung pelajaran yang sangat penting, bahwa kita tidak boleh terjebak pada kesalehan ritual-spiritual yang bersifat personal semata. Sebab kesalehan yang sejati adalah manakala seseorang bisa membangun relasi yang harmonis dan seimbang: baik antara dirinya dengan Tuhannya (hablun min Allah); antara dirinya dengan sesamanya (hablun min al-nas); maupun antara dirinya dengan alam dan lingkungan sekitarnya (hablun ma’a al-bi’ah).

Keempat, dalam peristiwa Isra’ Mi’raj, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mendapat perintah yang sangat penting, berupa perintah shalat. Sedemikian pentingnya shalat, sehingga perintah itu diterima langsung oleh Nabi tanpa melalui perantara Malaikat Jibril.

“Shalat adalah tiang agama, barang siapa yang menegakkan shalat berarti ia menegakkan agama, barang siapa yang meninggalkan shalat berarti ia menghancurkan agama.” Demikian sabda Nabi. Namun hal yang sesungguhnya paling penting adalah bagaimana kita menjiwai dan menerapkan pesan-pesan moral yang terkandung dalam ritual shalat tersebut.

Jangan sampai kita memahami shalat hanya sebatas rutinitas dan “seremonial” belaka, tanpa memahami makna apa-apa di dalamnya. Al-Qur’an mengkritik orang-orang yang melakukan shalat sebagai “pendusta agama” dan bahkan dianggap celaka, manakala mereka melalaikan atau tidak melaksanakan pesan-pesan moral yang terkandung di balik shalat yang dilakukannya (sebagaimana disebutkan dalam QS. al-Ma’un: 3-4).

Jama’ah Jum’at yang berbahagia. Shalat mengajarkan kita akan pentingnya disiplin dan menghargai waktu. Maka, salah satu ciri dari kualitas shalat seseorang adalah sejauh mana ia disiplin dan menghargai waktu, yang kemudian diterapkan dalam kehidupan nyata sehari-hari.

Di dalam shalat juga terkandung pesan ke-tawadlu’-an (rendah hati), sebab betapa di dalam shalat kita rela meletakkan kepala kita, yang merupakan mahkota atau anggota tubuh yang paling mulia, merunduk ke tempat sujud, sejajar dengan kaki kita. Maka kesombongan dan sikap kesewenang-wenangan jelas bukanlah sifat orang yang baik shalatnya.

Shalat juga mengajarkan kita akan pentingnya menebarkan nilai-nilai kedamaian, keharmonisan, dan persaudaraan. Karena bukankah setiap kali kita mengakhiri shalat, kita selalu mengucapkan salam (assalamu’alaikum warahmatullah) sambil menoleh ke kanan dan ke kiri?!

Maka indikator lain dari orang yang baik shalatnya adalah ia senantiasa menebarkan rasa kedamaian, persaudaraan, dan kasih sayang di tengah-tengah masyarakatnya.

Semoga kita semua dapat mengambil hikmah dan berbagai pelajaran penting dari peristiwa Isra’ Mi’raj sebagai wujud nilai Islam rahmatan lilalamin serta betul-betul mengaktualisasikannya dalam kehidupan bermasyarakat secara nyata.

(hnh/kri)



Sumber : www.detik.com

Sang Penentu



Jakarta

Aku bermimpi berjumpa dengan Syekh Abdul Qadir al-Jailani, beliau memberikan nasihat, “Jika kalian menjauh dari orang-orang demi kebenaran, kalian tak akan meminta sesuatu pun kepada manusia dengan lisan kalian. Jika kalian berhenti meminta dengan lisan, jangan pula meminta kepada mereka dengan cara apa pun, bahkan meski hanya terlintas dalam pikiran. Sebab, meminta dalam benak pun sama saja dengan meminta dengan lisan. Ketahuilah, Allah SWT. maha berkuasa mengubah, mengganti, meninggikan dan merendahkan siapa pun. Dia menaikkan derajat sebagian orang.

Dia memberi peringatan kepada mereka yang telah dinaikkan derajatnya bahwa Dia berkuasa menjatuhkan lagi mereka ke derajat yang paling rendah. Dia juga memberi harapan bahwa Dia akan memelihara mereka di tempat yang terpuji itu. Sementara, mereka yang telah dilemparkan ke derajat terendah, diancam-Nya dengan kehinaan abadi, sekaligus diberi harapan akan dinaikkan ke derajat tertinggi.”
Kemudian terdengar suara ayam berkokok dan aku terbangun.

Dari nasihat ini jika disimak dengan tertib akan mendapatkan beberapa makna :


1. Menjauh dari orang-orang demi kebenaran. Ketika dalam kehidupan masyarakat telah bercampur aduk antara kebatilan dan kebenaran, maka jauhilah orang-orang yang menyebarkan kebatilan. Sebagaimana firman-Nya dalam surah al-Baqarah ayat 42 yang artinya, “Jangan kalian mencampur kebenaran dengan kebatilan. Jangan juga kalian menyembunyikan kebenaran. Padahal kalian menyadarinya.” Dalam kehidupan saat ini khususnya pada saat suhu politik tinggi, terjadinya saling serang, fitnah dan dusta menyebar kemana-mana, maka jauhilah sumber-sumber itu agar engkau tidak tertular virus kebatilan.

2. Tidak meminta kepada sesama. Hal ini sangat penting karena meminta kepada sesama ( sama-sama faqir ) merupakan kesia-sian. Seseorang yang berkuasa dan berkedudukan tinggi biasanya banyak didekati untuk memperoleh manfaat duniawi, sadarilah bahwa kekuasaan itu merupakan anugerah dari Allah SWT. bukan karena upayamu. Jika engkau bersandar karena upaya maka engkau telah mengingkari-Nya. Sesama tidak bisa menjadikan “manfaat” karena diberikan oleh-Nya, jadi jauhilah ketergantungan pada sesama. Saling sandera dalam berpolitik itu terjadi karena salah satu pihak berbuat kesalahan. Akhirnya menjadi tontonan yang menarik di masyarakat tatkala pihak yang tersandera menyanjung pihak lainnya. Larangan bergantung pada selain-Nya sebagaimana dalam firman-Nya surah Fathir ayat 15 yang artinya, “Hai manusia, kamulah yang membutuhkan Allah; dan Allah Dialah yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji.” Jelas bahwa seseorang yang bergantung pada orang lain meski berkuasa tidaklah dibenarkan dan perbuatan itu menuju kesyirikan. Sadarilah sesungguhnya manusia itu lemah seperti dalam firman-Nya surah an-Nisa’ ayat 28.

3. Kuasa-Nya dalam menentukan derajat manusia. Seseorang itu sejatinya hamba dari Sang Pencipta, maka hendaklah tidak berlaku seperti-Nya dengan menentukan nasib seseorang. Ikut campur dalam urusan yang menjadi domain Allah SWT. merupakan tindakan sombong karena ikut dalam mengatur urusan-Nya. Ketahuilah, bahwa Allah SWT. mengatur dirimu dalam setiap langkah maupun setiap desahan nafasmu. Dia telah mengatur urusanmu sebaik-baiknya pengaturan pada hari ditetapkannya takdir. Dalam surah al-A’raf ayat 172 yang artinya, “Bukankah Aku ini Tuhanmu? Mereka menjawab, ‘Betul ( Engkau Tuhan kami ).'” Disamping itu Allah SWT. telah menciptakan manusia dengan sifat yang lemah ( an-Nisa’ ayat 28 ). Jika engkau “merasa” mampu menentukan nasib seseorang dan melakukannya, maka ingatlah kehendakmu tidak akan terwujud jika tidak sama dengan kehendak-Nya. Adapun yang mewujud itu merupakan kehendak-Nya dan jangan dikira itu merupakan kehendakmu.

Dalam perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat, maka hati-hatilah jangan sampai terjerumus dalam dusta, fitnah maupun ghibah. Jauhilah sumber-sumber kebatilan karena saat ini tidaklah mudah membedakan antara yang batil dan yang hak. Menjelang pelaksanaan pesta demokrasi yang kurang dari dua pekan ini, makin mengkristal orang-orang ada yang merapat dan ada yang menjauh pada pasangan calon Presiden dan tentu dengan alasan masing-masing. Dulu ada benci sekarang ada cinta dan sebaliknya yang cinta bisa jadi benci, itulah hati manusia yang dibolak balikkan Allah SWT. Namun demikian, sebelum melakukan sesuatu endapkanlah dalam hati dulu dan jika hal itu baik maka lakukan, jika tidak baik maka diamlah.

Kedudukan dengan derajat tinggi merupakan idaman sebagian orang dan biasanya diupayakan untuk menggapainya, ingatlah dalam surah ali-Imran ayat 26 yang artinya, “Katakanlah: “Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

Segala sesuatu yang berhubungan dengan kedudukan seseorang, itulah kuasa-Nya. Jika engkau mencapai kedudukan atau maqam tertentu, jangan katakan kepada orang lain. Sebab, dalam perubahan nasib dari hari ke hari, keagungan Allah SWT. yang mewujud. Jika engkau katakan kedudukanmu pada orang lain ( dengan pesta naik pangkat atau pesta kemenangan ), mungkin saja kedudukanmu akan sirna, yang kau anggap abadi ternyata berubah hingga kau malu dengan orang yang kau undang pesta. Kedudukan akan berubah, pemimpin pun dipergilirkan tiada yang kekal abadi. Janganlah sombong dan berbangga diri saat berkedudukan karena engkau tiada tahu saatnya untuk direndahkan oleh-Nya.

Semoga Allah SWT. menjaga dan menguatkan keimanan kita, agar tidak termasuk golongan orang-orang yang sombong, ikut mengatur sesama dan mengejar kedudukan yang fana.

Aunur Rofiq

Ketua DPP PPP periode 2020-2025
Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggungjawab penulis. (Terimakasih – Redaksi)

(erd/erd)



Sumber : www.detik.com

Contoh Kultum Singkat Isra Miraj, Kisah Perjalanan Nabi yang Menyentuh Hati


Jakarta

Hari-hari terakhir Rajab bertepatan dengan peringatan Isra Miraj atau peristiwa perjalanan satu malam Rasulullah SAW. Berikut detikHikmah sajikan contoh kultum singkat tentang Isra Miraj yang dapat dijadikan referensi.

Kultum mengenai peringatan Isra Miraj sekaligus menjadi pengingat kepada salah satu mukjizat besar Rasulullah SAW tersebut. Selain itu, perjalanan ini pula saat Rasulullah SAW menerima syariat kewajiban salat lima waktu dalam sehari menghadap Allah SWT.

Adapun kultum memiliki kepanjangan yaitu kuliah tujuh menit. Istilah kultum merujuk pada istilah dari ceramah atau dakwah secara singkat. Untuk itu, naskah kultum tidak perlu terlalu panjang namun tetap mempertahankan isi yang disampaikan. Berikut kumpulan contoh kultum yang dapat dijadikan rujukan seperti dikutip dari laman KemenPAN RB, Kementerian Agama, dan Pemerintah Provinsi Aceh.


Kumpulan Contoh Kultum Singkat tentang Isra Miraj

1. Kultum Singkat Isra Miraj Pertama

Peristiwa Isra Miraj adalah peristiwa yang sulit dicerna oleh akal manusia tapi sebagai seorang muslim kita wajib percaya dan meyakininya. Pada masa itu pun, usai peristiwa Isra Miraj Rasulullah SAW menceritakannya pada kaum muslimin dan masyarakat di Makkah, akan tetapi tentu saja kaum kafir Quraish tidak ada yang mempercayainya dan bahkan Abu Lahab menjadikannya sebagai bahan olok-olokan.

Banyak diantara kaum muslimin pun yang mendengar cerita nabi pada waktu itu seolah ragu, tapi Abu Bakar Shiddiq tampil terdepan mengakui kebenaran dan meyakini bahwa peristiwa Isra Miraj yang telah terjadi pada Nabi SAW adalah benar adanya. Abu Bakar-lah yang pertama kali membenarkan adanya peristiwa itu hingga ia pun diberi gelar As-Siddiq.

Peristiwa Isra Miraj adalah ujian keimanan bagi kaum muslimin pada waktu itu karena bagaimana bisa seorang manusia pulang pergi dari Makkah ke Palestina dan dinaikkan ke Sidratul Muntaha hanya dalam satu malam, tapi jika iman yang berkata, tentu tak ada yang mustahil bagi Allah SWT, sebagaimana Allah berfirman dalam Surah Al-Isra ayat 1.

Isra Miraj adalah suatu peristiwa besar yang tonggak sejarah dimulainya perintah sholat lima waktu. Isra artinya diperjalankan, sedangkan Miraj artinya dinaikkan.

Rasulullah SAW pada waktu itu diperjalankan oleh Allah SWT dari Mekah ke Palestina dan kemudian dinaikkan ke Sidratul Muntaha untuk diperlihatkan kepadanya tanda-tanda kekuasaan Allah SWT. Pada peristiwa bersejarah itulah, untuk pertama kalinya perintah sholat lima waktu disyariatkan wajib dilaksanakan oleh kaum muslimin.

Oleh karenanya, melalui momentum peringatan Isra Miraj ini, marilah kita sama-sama meningkatkan kualitas ibadah sholat kita, sehingga sholat yang kita laksanakan lima waktu setiap hari dapat mempercantik perilaku kita, bahkan mencegah kita dari perbuatan keji dan munkar, sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat Al-Ankabut ayat 45.

2. Kultum Singkat Isra Miraj Kedua

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan anugerah terindah kepada Rasulullah SAW melalui perintah sholat lima waktu dalam perjalanan Isra Miraj. Momentum ini mengajarkan kita untuk merefleksi kembali sejarah, merenungi pesan, dan menjadikan peristiwa tersebut sebagai peringatan bagi umat Islam.

Dalam perjalanan Isra Miraj, Rasulullah SAW menyaksikan berbagai gambaran kehidupan umatnya di masa depan. Wabah-wabah seperti kurangnya sedekah, meninggalkan kewajiban sholat, hingga kecenderungan mengonsumsi hasil riba menjadi sorotan dalam visualisasi yang diperlihatkan Allah SWT.

Ini adalah peringatan bagi kita untuk menjaga kewajiban sholat, mengeluarkan sedekah, dan menjauhi segala bentuk perbuatan yang dilarang. Refleksi ini diharapkan dapat membantu umat Islam menghadapi tantangan zaman yang semakin kompleks.

Mari jadikan peristiwa Isra Miraj sebagai landasan untuk meningkatkan ketaqwaan, mendekatkan diri kepada Allah SWT, dan menyadari pentingnya menjaga nilai-nilai agama. Semoga kita dapat mengambil hikmah dari peristiwa ini dan menjadi umat yang taat serta bermanfaat bagi sesama.

3. Kultum Singkat Isra Miraj Ketiga

Seandainya seorang muslim memahami secara hakiki peristiwa diterimanya wahyu salat, pastilah tak ada seorang pun dari umat islam yang meremehkan dan melalaikan bahkan meninggalkan salat. Allah mengistimewakan dan meninggikan kedudukan syariat ini, karena itulah, Nabi SAW menerimanya dengan cara yang berbeda. Langsung berjumpa dengan-Nya tanpa perantara.

Wahyu ini tidak diterima di bumi sebagaimana syariat lainnya. Syariat ini pula satu-satunya syariat yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta keringanan dalam penunaiannya. Awalnya diwajibkan 50 waktu dalam sehari.

Mengapa Nabi SAW menerimanya dengan cara yang berbeda. Langsung berjumpa dengan Allah SWT tanpa perantara malaikat Jibril?

Bagi umat Islam yang mentadabburi perjalanan Isra Miraj, mereka sadar semua kejadiannya dan tahapan peristiwanya adalah sebuah pengantar untuk berjumpa suatu yang lebih dahsyat lagi, yaitu perjumpaan Rasulullah SAW dengan Rabbnya. Terjadilah dialog yang begitu agung hingga beliau menerima perintah kewajiban salat untuk diri beliau dan umatnya. Inilah puncak perjalanan Isra Mi’raj.

Allah Ta’ala, dengan kasih sayang-Nya menganugerahkan kepada hamba-hambaNya yang beriman sesuatu yang dapat menghubungkan mereka dengan Rabb mereka. Rasulullah SAW Mi’raj dengan ruh dan fisik beliau.

Dengan keadaan itulah beliau berdialog dengan Allah Ta’ala. Kemudian Allah SWT menyediakan bagi umat Islam sesuatu yang mampu membuat mereka bermunajat, dekat, tersambung, dan berdialog dengan Rabb mereka, yaitu ibadah salat. Inilah makna bahasa dari kata salat. Salat adalah alat penyambung yang menghubungkan seorang hamba dengan Rabbnya.

Semoga setiap orang muslim merenungkan dan memahami secara hakiki peristiwa diterimanya wahyu salat, sehingga tidak ada seorang pun dari mereka yang meremehkan dan melalaikan salat. Aamiin.

4. Kultum Singkat Isra Miraj Keempat

Peristiwa Isra Mi’aj selain berdimensi religius spiritual juga berdimensi geopolitik global. Dimensi religius spiritual yaitu perintah salat 5 waktu. Sementara dimensi geopolitik global yaitu mencabut mandat dari Bani Israil dan mengalihkan kepemimpinan spiritual dan politis Yerusalem kepada Nabi Muhammad SAW.

Peringatan Isra Miraj yang digelar rutin setiap tahun, selain untuk menyemarakkan syiar Islam, juga mengajak kaum muslimin untuk memperkokoh keimanan dan keyakinan kepada Allah SWT. Memperingati Isra Miraj juga diharapkan dapat memperteguh sikap istiqamah dalam meneladani perjuangan Rasulullah SAW.

Isra dan Miraj yang terjadi pada diri Rasulullah dilakukan dengan ruh dan jasad, dan dalam waktu kurang dari satu malam. Dalam hal ini, kalau dilihat dari pendekatan akal pikiran dan nalar manusia yang sangat terbatas maka tentu peristiwa tersebut sangatlah irasional. Namun, inilah yang dinamakan mukjizat, yang merupakan bukti yang menundukkan logika manusia yang lemah.

Peristiwa Isra Miraj mewajibkan umat Islam untuk menunaikan salat 5 waktu sebagai wahana komunikasi langsung dengan Allah SWT. Selain perintah salat, buah dari peristiwa Isra Mi’raj adalah pencerahan jiwa dan semangat bagi Rasulullah dalam menghadapi berbagai persoalan, baik dalam menyebarkan syiar Islam maupun dalam membangun tatanan kehidupan kemasyarakatan.

Dengan demikian, Isra Miraj tidak hanya merupakan bagian dari transformasi spiritual tetapi juga transformasi sosial. Transformasi spiritual mengajarkan kita semua untuk senantiasa taat, tunduk dan bertaqwa kepada Allah SWT. Sementara transformasi sosial, mengajak kita semua untuk senantiasa melakukan perubahan; dari kesalahan menuju kesalehan, dari jalan gelap menuju terang, dan dari keterbelakangan menuju kemajuan.

5. Kultum Singkat Isra Miraj Kelima

Alhamdulillah, pada kesempatan yang penuh berkah ini, kita akan mengulas tentang peristiwa Isra Miraj, suatu mukjizat besar yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya, Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam.

Peristiwa Isra Miraj terjadi pada malam yang penuh berkah, di mana Rasulullah melakukan perjalanan dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa dan kemudian naik ke langit ketujuh. Ini adalah hadiah dari Allah untuk menghibur hati Rasul-Nya yang sedang dilanda kesedihan setelah kehilangan Khadijah dan Abu Thalib.

Isra Miraj terbagi menjadi dua peristiwa utama, yaitu Isra (perjalanan malam) dan Miraj (kenaikan). Isra melibatkan perjalanan fisik Rasulullah dari Makkah ke Yerusalem, sementara Miraj adalah kenaikan beliau melewati langit-langit menuju Sidratul Muntaha. Peristiwa ini menjadi dasar dari kewajiban sholat lima waktu bagi umat Islam.

Kita juga dapat merasakan hikmah dari Isra Miraj ini. Pertama, kemukjizatan yang terjadi menunjukkan kuasa Allah atas waktu, mengingat Rasulullah melakukan perjalanan hingga ke hari kiamat. Kedua, pentingnya peran masjid sebagai tempat ibadah dan aktivitas spiritual. Isra Miraj menegaskan bahwa masjid bukan hanya tempat, tetapi ruh dan pusat aktivitas umat Islam. Ketiga, peristiwa ini memberi pengertian bahwa kehidupan umat Islam yang beriman seringkali dinistakan oleh mereka yang tidak percaya.

Selain itu, kita bisa mengambil hikmah bahwa dalam menghadapi kesulitan hidup, melakukan “safar” atau jalan-jalan seperti yang dilakukan Nabi Muhammad dapat membantu menemukan ide-ide luar biasa. Safar yang dimaksud di sini adalah perjalanan kepada hal-hal yang baik.

Hikmah terakhir yang patut diambil adalah pentingnya iman sebagai modal utama dalam menjalani kehidupan. Sebagaimana Rasulullah yang mempercayai mukjizat ini, kita pun perlu memperkuat iman sebagai dasar utama hidup dalam naungan Islam.

Semoga kita semua dapat mengambil pelajaran berharga dari kisah Isra Miraj ini dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Terima kasih. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

(rah/erd)



Sumber : www.detik.com

Sisi Lain Isra Sang Nabi



Jakarta

Tiga makhluk itu bersicepat. Melesat tanpa meninggalkan jejak. Melebihi kecepatan pesawat ulang alik yang pernah digunakan Neil Amstrong ke bulan. Kecepatan Discovery dan Columbus tak akan melampaui angka 20.000 km per jam. Jika melebihi itu, salah satu produk kehebatan otak manusia ini akan meledak menjelma zarah debu. Konon, untuk bisa sampai ke bintang terdekat saja, dua pesawat butuh waktu tempuh tidak kurang lebih 450 tahun!

Menurut riwayat, bintang terdekat ke bumi berjarak 8 tahun perjalanan cahaya yang berkecepatan 300 ribu km per detik. Berapa waktu yang kita butuhkan? Yaitu 8 tahun x 365 hari x 24 jam x 60 menit x 60 detik x 300.000 km = 75.686.400.000.000 km. Dengan pesawat Discovery atau Columbus yang berkecepatan 20.000 km per jam, maka kita baru sampai di bintang itu setelah perjalanan sekitar 450 tahun. Amboi. Alangkah lamanya!

Tapi, tiga makhluk itu melayang jauh. Sangat jauh. Di luar jangkauan ilmu pengetahuan. Di luar capaian sains paling canggih yang pernah ada. Di luar standar teknologi yang berhasil dibuat. Bahkah, tak terjangkau oleh produk digital paling mutakhir. Beribu-ribu kali lipat kecepatan Discovery dan Columbus. Menurut hitung-hitungan ilmu astronomi, kecepatan mereka 300 ribu km per detik. Jelas sekali, mereka bukan dari bangsa manusia.


Kalau sebangsa manusia atau yang yang sejenis, mereka akan meledak menjadi serpihan sub atomik. Sebab, tubuh manusia tersusun dari banyak organ. Seperti organ jantung, otak, lever, ginjal, usus, tangan, darah, kaki, kepala, kulit dan lainnya. Organ-organ itu, terbentuk dari zat yang lebih kecil, yaitu sel ; seperti sel jantung, sel otak, sel lever, sel ginjal, sel usus, sel kaki, sel tangan, sel darah, sel kepala, sel kulit. Sel-sel itu pun tersusun dari molekul.

***

Dan, molekul-molekul yang jumlahnya miliaran, juga tersusun dari atom yang tiada terbilang. Atom-atom terdiri dari triliunan partikel sub atomik. Alhasil, tubuh manusia terbentuk dari organ, sel, molekul, atom dan partikel sub atomik yang sangat kompleks. Semua unsur tersebut meniscayakan tubuh memiliki massa. Karena punya massa, maka secara kodrati manusia tidak akan berkecepatan hingga 300 ribu km per detik ! Tubuhnya akan terburai!

Material tubuh manusia terbentuk dengan mekanisme tertentu serta sistem “energi ikat” yang sangat rumit. Karena adanya kekuatan saling ikat antarunsur, maka terbentuklah tubuh seperti yang dapat disaksikan saat ini. Partikel sub atomik berkumpul, dan membentuk atom. Atom-atom itu juga saling mengikatkan diri sehingga membentuk molekul. Demikian pula dengan molekul-molekul. Mereka saling ikat dan membentuk sel-sel.

Miliaran sel hasil bentukan molekul, juga saling ikat antarmereka sehingga terbentuklah semua organ. Terakhir; organ jantung, organ ginjal, organ otak, organ darah, organ tulang, organ lever, organ rambut, organ kulit, organ tangan, organ kaki, organ kuku, dan organ lainnya, saling ikat untuk membentuk sebuah tubuh manusia. Demikianlah ! Tubuh manusia akan terus seperti itu, sepanjang energi ikat masih bekerja alias sebelum ajal tiba.

***

Lalu, siapa gerangan ketiga makhluk yang berkemampuan beyond manusia itu? Merujuk pada banyak riwayat, mereka adalah Jibril As, Buraq dan Baginda Nabi Muhammad. Ketiganya sedang mengarungi “samudera” alam semesta. Melintasi ruang dan waktu. Umat Islam wajib hukumnya beriman kepada Jibril. Ia bagian dari malaikat Allah. Sebagaimana juga kita wajib hukumnya mengimani Muhammad SAW sebagai bagian dari para nabi dan rasul-Nya.

Mengimani bahwa; penghuni alam malakut seperti Jibril, diciptakan dari material nur atau cahaya. Berbeda dari iblis yang dicipta dari material api. Kata ilmu fisika, di alam semesta, hanya cahaya yang memiliki kecepatan “tertinggi”. Ia adalah makhluk Tuhan dengan kecepatan 300 ribu km per detik. Jibril As dan Buraq adalah cahaya. Jibril dan Buraq adalah dua di antara tiga makhluk yang malam itu melesat dari Masjidil Haram di Mekkah menuju Masjidil Aqsa di Palestina. Satunya?

Satunya lagi; dialah Sang Nabi. Sang Manusia. Yang badannya tersusun dari organ, sel, molekul, atom, partikel sub atomik. Tubuhnya sarat material. Karena itu, amat sulit dinalar, ketika Sang Nabi terbukti leluasa bermanuver di atas kecepatan supersonic. Jika tidak biasa, naik pesawat akan membuat gendang telinga tersiksa. Itu baru tipe pesawat komersial. Kecepatannya berkisar 800 hingga 900 km per jam. Bagaimana dengan Buraq yang 300 ribu km per detik?

***

Malam itu, Nabi Muhammad ditemani Jibril As berselancar di alam semesta menaiki cahaya bernama Buraq. Naik dari satu langit ke langit lain. Keluar dari tingkap langit pertama dan masuk ke tingkap langit kedua. Demikian seterusnya. Hingga rejim pengetahuan mencapai puncak saat ini, ilmu astronomi pun belum pernah menyangka bahwa langit berada dalam posisi bertingkat-tingkat. Dan, ketiga makhluk itu menyelami lelangit, lalu hinggap di batas Al Baytul Ma’mur.

Bagaimana ini bisa terjadi? Sebabnya adalah kehendak Allah SWT. Tanpa itu, maka peristiwa fenomenal dan kontroversial tersebut tak akan pernah ada. Semua karena campur tangan dan skenario-Nya. Ini adalah peristiwa yang belum pernah terjadi dan diyakini tidak akan pernah terulang lagi di masa depan dalam sejarah kehidupan manusia. Rasul melakukan safar malam, karena diperjalankan. “Asraa bi ‘abdihi– Dia telah memperjalankan hamba-Nya.”

Ini kata kuncinya. Adalah Tuhan yang berkehendak memperjalankan Nabi Muhammad SAW, dan bukan karena atas kehendak sendiri. Perjalanan yang melintasi dimensi-dimensi di luar kebiasaan. Untuk kepentingan itu, maka Allah mengutus Jibril As dan mengirim Buraq. Menyiapkan kumparan energi dan gelombang elektromagnetik dia dua masjid; Masjidil Haram dan Masjidil Aqsa. Mengirim sejumlah ruh para rasul pada setiap tingkatan langit.

***

Syahdan, turunlah malaikat Jibril dari alam malakut, membawa amar Tuhan. Ketika tiba di Masjidil Haram, ia terus beranjak menuju Baginda Rasul yang tengah khusyu’ dalam munajat yang sublim. Jibril mendekat hingga sekitar jarak dua busur. Mendadak horison sekitar berkilau. Makhluk malakut tersebut membawa Nabi Muhammad ke sisi ka’bah. Membedah dadanya, membersihkan, dan mensucikannya. Lalu menyirami dengan air zamzam.

Ada yang membaca bahwa itulah isyarat yang menjelaskan bahwa Sang Jibril tengah melakukan tindakan modifikasi energi. Ia mengubah jasad Nabi yang memiliki massa dan terbentuk dari sejumlah unsur. Memodifikasinya menjadi makhluk berbadan cahaya, seperti dirinya dan Si Kilat alias Buraq. Adanya kumparan elektromagnetik yang tersedia di Masjidil Haram–madium ibadah selama puluhan ribu tahun, turut mempercepat proses modifikasi.

Adalah teori “annihilasi” yang dapat menjelaskan proses modifikasi yang dilakukan Malaikat Jibril terhadap badan Nabi. Menurut kaidah itu, tiap materi memiliki antimaterinya. Dan begitu materi dipertemukan dengan antimaterinya, maka kedua partikel tersebut akan lenyap dan berubah menjadi seberkas sinar. Dalil ini membuktikan bahwa dengan menggunakan teori tertentu, material badan Nabi diubah oleh Malaikat Jibril menjadi cahaya.

***

Penjuru para kaum malaikat ini, atas izin dan qudrat Allah, secara presisi merekonstruksi dan memanipulasi sistem energi dalam tubuh Rasulullah. Meng-annihilasi badan Nabi, dari yang semula bersifat material bermassa, berubah menjadi cahaya, unsur yang sangat ringan dan tanpa bobot. Sifatnya yang ringan tanpa bobot itulah yang menyebabkan cahaya memiliki tingkat kecepatan di angka 300 ribu km per detik. Kecepatan yang tiada tanding.

Teknologi transportasi modern dapat dengan mudah menjelaskan proses perjalanan Nabi dari Mekkah menuju Palestina yang berjarak sekitar 1500 km. Dengan pesawat komersial, satu jam adalah waktu yang cukup. Tapi melakukan perjalanan sejauh itu di era Nabi, bisa berbulan-bulan jika mengendarai unta apalagi jalan kaki. Dan isra’ Nabi adalah perjalanan tidak lebih dari 000,5 detik alias tak sampai sedetik. Alias hanya sekelebatan cahaya saja!

Menjelang subuh, Nabi sudah tiba kembali. Badan tetap utuh. Persis sebagaimana beliau sebelum berangkat. Tidak cedera sedikit pun. Tidak berkurang apalagi terburai. Nabi mengalami perjalanan isra dan mi’raj dalam kesadaran penuh. Ingat semua yang dialami. Sempat mengimami sejumlah rasul dalam sekian kesempatan dan di semua tingkatan langit. Merekam kisah-kisah di surga dan neraka. Bahkan dapat dengan mudah bercerita soal pertemuannya dengan kafilah dagang yang sedang dalam perjalanan.

Hanya karena izin Allah lewat ketebalan iman, seseorang akan menerima kisah isra’ dan mi’raj sebagai sebuah mukjizat. Menerima tanpa reserve. Mukjizat tidak butuh penjelasan. Ia akan menjelaskan dirinya sendiri dengan spektrum dan medium yang tersedia. Persis Sahabat Abu Bakar bin Abi Kuhafah yang mendapat dejarat “As Shiddiq”–yang membenarkan kisah Nabi soal perjalanan malamnya itu. Dengan ketebalan imannya, Abu Bakar selalu meyakini dan mengimani apa saja yang datang dari Baginda Rasul.

“Subhabakallah–Mahasuci Engkau ya, Allah”…

***

Selamat memperingati Hari Isra dan Mi’raj 2024

Ishaq Zubaedi Raqib

Jurnalis senior. Kini Ketua LTN (Lembaga Ta’lif wan Nasyr)–Lembaga Infokom dan Publikasi PBNU.
Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggungjawab penulis. (Terimakasih – Redaksi)

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Khutbah Jumat Terakhir Bulan Rajab Tema Isra Miraj


Jakarta

Jumat pekan ini adalah Jumat terakhir bulan Rajab 1445 H/2024 M, yang juga dekat dengan peringatan Isra Miraj Nabi Muhammad SAW. Untuk itu, khatib salat Jumat bisa menyampaikan khutbah bertema Isra Miraj.

Isra Miraj adalah perjalanan spiritual Nabi Muhammad SAW yang berlangsung pada malam 27 Rajab. Menurut hadits yang diyakini kebenarannya, perjalanan tersebut dimulai dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa dan berlanjut ke langit ketujuh, tepatnya di Sidratul Muntaha.

Dalam rangka mengenang peristiwa bersejarah tersebut, khatib Jumat bisa menyampaikan khutbah tentang Isra Miraj pada pelaksanaan salat Jumat pekan ini. Mengutip Kumpulan Naskah Khutbah Jumat susunan Kementerian Agama RI, berikut contoh naskah yang bisa disampaikan kepada jemaah.


Khutbah Jumat Terakhir Bulan Rajab: Isra Miraj Nabi Muhammad SAW

السَّلَامُ عَلَيْكُم وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ اللهُمَّ صَلِّ وَسَلَّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ، أَمَّا بَعْدُ فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُوْلَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصَّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِيْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيمِ أَعُوْذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّحِيمِ اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

Jamaah Jumat yang berbahagia!

Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, shalawat serta salam semoga terlimpah pada junjungan kita.Nabi Muhammad SAW. Sebagai Khatib saya mengajak kepada jama’ah sekalian untuk meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah SWT.

Saat ini kita dalam suasana memperingati Isra mi’raj Nabi Muhammad SAW. Secara harfiah, isra berarti perjalanan di malam hari. Karena itu peristiwa isra tidak hanya dialami oleh nabi Muhammad SAW saja, tetapi juga dialami oleh nabi-nabi lain, seperti Nabi Luth AS dan Nabi Musa AS.

Tentang isra mi’raj Nabi Luth AS, Allah SWT berfirman di dalam surat Hud, ayat 81:

قَالُوْا يٰلُوْطُ اِنَّا رُسُلُ رَبِّكَ لَنْ يَّصِلُوْٓا اِلَيْكَ فَاَسْرِ بِاَهْلِكَ بِقِطْعٍ مِّنَ الَّيْلِ وَلَا يَلْتَفِتْ مِنْكُمْ اَحَدٌ اِلَّا امْرَاَتَكَۗ اِنَّهٗ مُصِيْبُهَا مَآ اَصَابَهُمْ ۗاِنَّ مَوْعِدَهُمُ الصُّبْحُ ۗ اَلَيْسَ الصُّبْحُ بِقَرِيْبٍ ٨١

Artinya: “Mereka (para malaikat) berkata, “Wahai Lut, sesungguhnya kami adalah para utusan Tuhanmu. Mereka tidak akan dapat mengganggumu (karena mereka akan dibinasakan). Oleh karena itu, pergilah beserta keluargamu pada sebagian malam (dini hari) dan jangan ada seorang pun di antara kamu yang menoleh ke belakang, kecuali istrimu (janganlah kamu ajak pergi karena telah berkhianat). Sesungguhnya dia akan terkena (siksaan) yang menimpa mereka dan sesungguhnya saat (kehancuran) mereka terjadi pada waktu subuh. Bukankah subuh itu sudah dekat?”

Tentang Isra Nabi Musa AS Allah SWT berfirman di dalam surat Ad Dukhaan ayat 23:

فَاَسْرِ بِعِبَادِيْ لَيْلًا اِنَّكُمْ مُّتَّبَعُوْنَۙ ٢٣

“(Allah berfirman,) “Oleh karena itu, berjalanlah dengan hamba-hamba-Ku pada malam hari. Sesungguhnya kamu akan dikejar.”

Adapun lsra dan Mi’raj Nabi Muhammad SAW, Allah SWT berfirman di dalam surat AI Israa ayat 1:

سُبْحٰنَ الَّذِيْٓ اَسْرٰى بِعَبْدِهٖ لَيْلًا مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ اِلَى الْمَسْجِدِ الْاَقْصَا الَّذِيْ بٰرَكْنَا حَوْلَهٗ لِنُرِيَهٗ مِنْ اٰيٰتِنَاۗ اِنَّهٗ هُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ ١

“Mahasuci (Allah) yang telah memperjalankan hamba-Nya (Nabi Muhammad) pada malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”

Allah SWT menjadikan peristiwa Isra dan Mi’raj Nabi Muhammad SAW sebagai ujian bagi umat manusia, apakah mereka beriman atau tidak, sebagaimana digambarkan di dalam firman Allah SWT dalam surat AI Israa ayat 60:

وَاِذْ قُلْنَا لَكَ اِنَّ رَبَّكَ اَحَاطَ بِالنَّاسِۗ وَمَا جَعَلْنَا الرُّءْيَا الَّتِيْٓ اَرَيْنٰكَ اِلَّا فِتْنَةً لِّلنَّاسِ وَالشَّجَرَةَ الْمَلْعُوْنَةَ فِى الْقُرْاٰنِ ۗ وَنُخَوِّفُهُمْۙ فَمَا يَزِيْدُهُمْ اِلَّا طُغْيَانًا كَبِيْرًا ࣖ ٦٠

“(Ingatlah) ketika Kami berfirman kepadamu, “Sesungguhnya Tuhanmu (dengan ilmu dan kekuasaan-Nya) meliputi seluruh manusia.” Kami tidak menjadikan ru’yā yang telah Kami perlihatkan kepadamu, melainkan sebagai ujian bagi manusia dan (begitu pula) pohon yang terkutuk dalam Al-Qur’an. Kami menakut-nakuti mereka, tetapi yang demikian itu hanyalah menambah besar kedurhakaan mereka.”

Isra Mi’raj Nabi Muhammad SAW ternyata memberikan informasi tentang alam gaib, yang akan terjadi pada umat manusia diakhirat kelak. ltulah sebabnya, dikatakan sebagai ujian, apakah umat manusia beriman atau tidak terhadap peristiwa tersebut.

Jamaah Jumat yang berbahagia!

Adapun hikmah Isra dan Mi’raj Nabi Muhammad SAW adalah sebagai berikut :

1. Isra, perjalanan dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha, menunjukan isyarat perlunya manusia
mengadakan hubungan horizontal dengan sesamanya. Adapun Mi’raj,. perjalanan dari Masjidil Aqsha ke Sidratul Muntaha, menghadap Allah SWT, mengandung hikmah perlunya manusia berhubungan secara vertikal dengan Tuhannya, atau dalam istilah Al Qur’an “Hablun minallah wa hablum minannas”. Rasulullah SAW seusai Isra dan Mi’raj menceritakan pengalamannya kepada para sahabat, bahwa betapa bahagia dan nikmatnya dikala berjumpa menghadap Allah SWT.

2. Pada peristiwa Mi’raj, dalam titik tertentu Rasulullah SAW keluar dari ukuran ruang dan waktu, sehingga tidak ada lagi siang ataupun malam. Dalam kondisi seperti inilah Rasulullah SAW dapat melihat rahasia kegaiban yang diperlihatkan Allah SWT. Sedangkan hidup kita, kini terkungkung waktu, sehingga hidup kita berkisar dari sekarang, besok dan seterusnya. Namun suatu saat menurut Allah SWT, manusia dapat keluar dari kungkungan waktu, sebab waktu itu sendiri adalah makhluk Allah SWT. Pada saat itulah manusia akan diperlihatkan oleh Allah SWT gambaran manusia yang baik dan yang jahat.

3. Isra berarti perjalanan menelusuri permukaan bumi, sedangkan Mi’raj berarti perjalanan meninggalkan bumi. Peristiwa ini menggambarkan kepada kita, bahwa suatu saat manusia pasti wafat meninggalkan bumi, dan inilah berarti Mi’rajnya kita.

Sebelum Isra dan Mi’raj Rasulullah SAW dibedah terlebih dahulu untuk dibersihkan hatinya dari segala kotoran yang mengganggu keselamatannya. Hal m1 berarti mengisyaratkan kepada kita, bahwa apabila manusia ingin selamat dalam akhir hayatnya, maka manusia harus lebih dahulu membersihkan hatinya dari kotoran-kotoran syirik kepada Allah SWT.

Sidang Jumat yang berbahagia!

Demikianlah, semoga dengan peringatan Isra Mi’raj ini iman kita bertambah mantap, begitu juga dalam hubungan antara manusia, sehingga terdapat keseimbangan antara hablum minallah dan hablum minannas.

بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِكْرِ الْحَكِيمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاَ وَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ. أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللَّهُ الْعَظِيمَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ فَاسْتَغْفِرُوهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيمُ.

(kri/erd)



Sumber : www.detik.com