Category Archives: Dakwah

detikKultum Nasaruddin Umar: Keistimewaan Ramadan, Pahala Berlipat!



Jakarta

Ramadan merupakan momen istimewa yang sayang untuk dilewatkan. Pada bulan ini, kaum muslimin dianjurkan untuk memperbanyak sekaligus meningkatkan ibadah, sebab segala sesuatu yang dilakukan saat Ramadan akan dilipatgandakan oleh Allah SWT.

Keistimewaan Ramadan tersebut dijelaskan Imam Besar Masjid Istiqlal Prof Nasaruddin Umar. Ia mengatakan Ramadan adalah penghulu bulan.

“Penghulu atau pimpinan bulannya islam itu adalah bulan suci Ramadan. Kenapa? Karena seperti yang sering kita dengarkan di acara ceramah, semua berlipat ganda pahala-pahala itu,” kata Prof Nasaruddin Umar dalam detikKultum, Rabu (13/3/2024).


Rasulullah SAW bersabda, “Telah datang kepadamu bulan Ramadan, penghulu segala bulan. Maka selamat datang kepadanya. Telah datang bulan puasa, membawa segala rupa keberkahan.” (HR At Thabrani)

Prof Nasaruddin Umar kemudian mencontohkan, umat Islam yang membaca Al-Qur’an di bulan suci pun setiap hurufnya dikali 10 pahala. Begitu pun dengan salat-salat sunah yang mana pada Ramadan pahalanya setara dengan salat fardhu.

“Pahalanya salat sunah itu sama pahalanya dengan salat fardhu di bulan suci Ramadan. Nah kalau salat fardhu itu pahalanya berlipat ganda lagi kan,” kata Prof Nasaruddin Umar.

Karenanya, ia mengimbau agar kaum muslimin mencoba membiasakan diri untuk melakukan hal-hal baik, terutama di bulan Ramadan. Jangan sampai kesempatan di bulan suci ini terbuang sia-sia. Saking istimewanya Ramadan, tidurnya orang berpuasa bahkan terhitung pahala.

Kemudian, Prof Nasaruddin Umar juga mengatakan Ramadan sebagai bulan yang penuh berkah. Ia mendefinisikan berkah sebagai campur tangan Allah SWT dalam satu urusan.

“Semoga kita semuanya mendapatkan berkah pada bulan suci Ramadan ini,” jelasnya.

Selengkapnya Kultum Ramadan Lazada Nasaruddin Umar: Keistimewaan Bulan Ramadan yang Sayang Dilewatkan saksikan DI SINI. Kajian bersama Prof Nasaruddin Umar ini tayang setiap hari selama Ramadan tiap pukul 04.20 WIB.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Sejarah Tarawih Sesuai Syariat, 11 atau 23 Rakaat?



Jakarta

Tarawih menjadi ibadah sunnah yang dianjurkan dikerjakan pada malam Ramadan. Namun, hingga saat ini masih terjadi perdebatan perihal jumlah rakaat pada salat Tarawih.

Sebagian muslim mengerjakan salat Tarawih dengan 11 rakaat, sementara sebagian lainnya mengerjakan 23 rakaat. Mana yang benar?

Habib Ja’far memberikan penjelasan terkait hal ini dalam detikKultum detikcom.


Amalan di malam Ramadan memiliki banyak keutamaan karena umat muslim dianjurkan untuk menghidupkan malam-malam Ramadan.

“Cara menghidupkan malam-malam Ramadan dengan melakukan berbagai hal positif sesuai tuntunan dari Allah SWT dan Rasul-Nya. bisa dengan bacA Al-Qur’an, itikaf yaitu muhasabah diri dan mengagungkan kuasa Allah SWT di masjid, bisa juga dengan bekerja dengan niatan ibadah, dan juga salat tarawih,” jelas Habib Ja’far.

Pendakwah gaul ini juga menyebutkan hadits Rasulullah SAW,

“Barang siapa melakukan qiyam Ramadan karena iman dan mencari pahala, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR Hurairah)

Jumlah Rakaat Salat Tarawih

Terkait jumlah rakaat salat Tarawih, Habib Ja’far juga memberikan penjelasan. Apalagi banyak masyarakat muslim di Indonesia masih mempertanyakan tentang jumlah rakaat salat Tarawih.

“Jumlah rakaat tarawih di masjid sebelah 23 rakaat, di masjid dekat rumah saya jumlahnya 11 rakaat. Yang benar yang mana?” kata Habib Ja’far.

“Keduanya benar, yang nggak benar itu yang nggak salat Tarawih,” tegasnya.

Dalam hal ini, Habib Ja’far menjelaskan pendapat Ibnu Hajar al Asqalani yang menyebutkan riwayat tentang jumlah rakaat salat Tarawih bukan hanya seperti yang populer di indonesia yaitu 23 dan 11, ada juga yang populer 39 rakaat.

Imam Syafi’i bahkan mengatakan orang-orang Madinah dulunya salat Tarawih 39 rakaat, ada yang menyebut 41 rakaat, ada riwayat juga yang menyebutkan 40 rakaat, ada juga yang menyebutkan 13 rakaat. Sehingga dengan demikian bukan hanya 23 dan 11 rakaat yang menjadi perbedaan.

“Semuanya itu benar karena memiliki riwayat yang tersambung pada Nabi Muhammad melalui sahabat-sahabat atau istri-istri Nabi Muhammad,” jelas Habib Ja’far.

Lebih lanjut Habib Ja’far menerangkan umat Islam yang biasa menerapkan salat Tarawih 11 rakaat dan 23 rakaat.

“Yang 11 rakaat biasanya teman-teman dari Muhammadiyah yang merujuk pada Mahzab Maliki dari Imam Malik yang memegang pendapat bahwa Nabi SAW itu salat tarawiihnya 11 rakaat, berdasar riwayat dari istri Nabi SAW, Sayyidah Aisyah RA,” ujarnya.

“Ada juga yang NU biasanya memegang tradisi 23 rakaat merujuk pada Mahzab Syafii dari Imam Syafii yang riwayatnya dari Umar bin Khattab, menyebutkan Nabi SAW itu salat tarawihnya 23 rakaat.”

Selain perbedaan pendapat terkait jumlah rakaat salat Tarawih, ada juga perdebatan antara salat Tarawih di masjid atau di rumah. Manakah yang lebih baik antara salat Tarawih berjamaah di masjid atau salat Tarawih di rumah?

Habib Ja’far dalam detikKultum detikcom akan membahas dan menjelaskan semuanya dengan rinci sesuai syariat..

Selengkapnya detikKultum Habib Ja’far: Sejarah Tarawih 11 atau 23 Rakaat di Masjid atau di Rumah? bisa disaksikan DI SINI. Kajian bersama Habib Ja’far ini tayang tiap hari selama bulan Ramadan tiap menjelang waktu berbuka puasa pukul 18.00 WIB. Jangan terlewat!

(dvs/lus)



Sumber : www.detik.com

Jadikan Ramadan Momen untuk Tingkatkan Kualitas Ibadah



Jakarta

Sebagai seorang muslim, sudah sepantasnya kita beribadah kepada Allah SWT. Perintah beribadah dan menyembah-Nya termaktub dalam surah Al Baqarah ayat 21,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ٱعْبُدُوا۟ رَبَّكُمُ ٱلَّذِى خَلَقَكُمْ وَٱلَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Artinya: “Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa.”


Nah, bulan suci ini bisa dijadikan sebagai momentum meningkatkan kualitas ibadah kita. Terlebih, Ramadan menjadi bulan yang baik untuk membersihkan diri.

“Pada kesempatan ini izinkan saya mengingatkan kembali bahwa bulan suci Ramadan ini adalah bulan paling bagus untuk mensucikan, membersihkan diri,” ujar Prof Nasaruddin Umar dalam detik Kultum Lazada, Kamis (14/3/2024).

Lebih lanjut ia mengajak umat Islam untuk meningkatkan kualitas ibadahnya sampai bisa disebut ahlul ibadah. Menurutnya, apabila kita masih merasa terbebani dengan ibadah yang dikerjakan sehari-hari maka kualitas ibadah kita baru sampai ahlul tha’ah.

“Apa bedanya ahlul tha’ah dan ahlul ibadah? Kalau ahlul tha’ah (itu) kita yang masih memaksakan diri untuk melaksanakan ibadah,” terang Prof Nasaruddin menjelaskan.

Ia mengibaratkan muslim yang kualitas ibadahnya telah mencapai ahlul ibadah maka beribadah atas dasar cinta. Ada perbedaan antara ibadah yang dilakukan sebatas kewajiban dan ibadah yang dilakukan karena seseorang mencintai ibadah itu sendiri.

“Kalau kita melakukan sesuatu (beribadah) dengan cinta, tidak terasa beban,” tambah Prof Nasaruddin.

Selengkapnya Kultum Ramadan Lazada Nasaruddin Umar: Keutamaan Meningkatkan Kualitas Ibadah di Bulan Ramadan bisa ditonton DI SINI.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Perbanyak Niat Baik saat Ramadan



Jakarta

Niat merupakan salah satu perbuatan yang dinilai penting dalam ajaran Islam. Setiap niat baik akan mendapat keutamaan dan balasan kebaikan pula.

Hal ini disampaikan Habib Ja’far dalam detikKultum detikcom, Kamis (14/3/2024). Habib Ja’far menyebutkan hadits tentang niat yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim, Rasulullah SAW bersabda,

إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ


Artinya: “Sesungguhnya, segala perbuatan itu tergantung pada niatnya.”

“Setiap perbuatan memiliki pondasi niat, niat itu sangat menentukan. Niat itu dinaungi di bawah cintanya Allah yang Maha Cinta,” kata Habib Ja’far.

Niat bukanlah sebuah perkataan semata, niat harus dimulai dari dalam hati dan sesegera mungkin diusahakan untuk diwujudkan. Setiap niat baik akan mendapatkan keutamaan, ketika niat tersebut dilaksanakan maka keutamaan yang didapat bisa berkali lipat.

“Kalau punya niat baik tapi tidak dilaksanakan karena satu dan lain hal maka Allah memberikan satu kebaikan sempurna seolah kamu telah melakukan kebaikan dan ketika Lo punya niat baik dan melakukannya maka Allah mencatat 10 sampai 700 kali lipat. Sementara kalau punya niat buruk dan melakukannya maka Allah akan mencatat sebagai satu keburukan. Niat buruk tidak dilipatgandakan,” jelas Habib Ja’far.

Habib Ja’far mengingatkan tentang satu hal terkait niat. Meskipun langsung dicatat sebagai kebaikan, tidak boleh niat diucapkan secara sembarangan.

“Jangan salah, bahwa niat bukan sekedar komitmen dalam hati. Dia harus betul-betul diwujudkan. Ketika sudah niat, harus melakukan berbagai upaya yang mampu Lo lakuin untuk mengimplementasikan niat tersebut. Jangan sampai niat doang lalu berhenti.” jelasnya.

Di Ramadan ini terdapat malam Lailatul Qadar, dimana malam tersebut dituliskannya takdir manusia. Lantas apa hubungannya antara niat dan malam Lailatul Qadar di bulan Ramadan?

Habib Ja’far dalam detikKultum detikcom akan menjelaskan hal tersebut.

Selengkapnya detikKultum Habib Ja’far: Pentingnya Sebuah Niat bisa disaksikan DI SINI. Kajian bersama Habib Ja’far ini tayang tiap hari selama bulan Ramadan tiap menjelang waktu berbuka puasa pukul 18.00 WIB. Jangan terlewat!

(dvs/lus)



Sumber : www.detik.com

Puasa Bukan Penghalang untuk Produktif



Jakarta

Selama bulan Ramadan, umat Islam diwajibkan untuk berpuasa sebulan penuh. Kewajiban ini bahkan termasuk ke dalam rukun Islam.

Setiap muslim yang telah mencapai usia baligh, berakal sehat dan tidak dalam keadaan sakit diwajibkan untuk berpuasa. Meski demikian, puasa bukanlah halangan untuk menjadi produktif.

Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar dalam kultumnya turut menyampaikan hal serupa mengenai hal ini.


“Bulan Ramadan itu bulan produktif lho, bapak ibu. Hampir semua peristiwa bersejarah dalam Islam itu terjadi pada bulan suci Ramadan,” katanya dalam detik Kultum yang tayang Jumat (14/3/2024).

Lebih lanjut, ia mencontohkan momen bersejarah itu seperti turunnya wahyu, peristiwa Fathu Makkah, Nuzulul Quran hingga Perang Badar yang terjadi di bulan Ramadan. Begitu pula dengan penaklukan Mesir dan kota-kota besar.

“Mestinya kita lapar, loyo tapi kok selalu memenangkan peperangan? Semua peperangan yang berlangsung pada bulan suci Ramadan itu pasukan Islam menang mutlak,” lanjut Prof Nasaruddin.

Ia turut mencontohkan peristiwa kemerdekaan Indonesia juga bertepatan dengan bulan suci Ramadan, tepatnya hari Jumat tanggal 9 Ramadan 17 Agustus 1945.

“Jadi bulan suci Ramadan itu bulan kekuatan umat Islam. Jangan sampai kita melakukan kelemahan-kelemahan saat puasa, gak bisa. Justru bulan suci Ramadan ini adalah bulan prestasi,” terang Prof Nasaruddin.

Karenanya, ia mengajak umat Islam untuk tetap produktif dan jangan menjadikan Ramadan sebagai halangan untuk beraktivitas.

“Bulan Ramadan ini adalah bulan berkah bulan produktif, apapun yg kita tancapkan dimulai pada bulan suci Ramadan itu berkah,” ujar Prof Nasaruddin.

Selengkapnya Kultum Ramadan Lazada Nasaruddin Umar: Tetap Produktif Meski Puasa bisa disaksikan DI SINI.

(aeb/rah)



Sumber : www.detik.com

Rela Menerima Takdir-Nya



Jakarta

Takdir merupakan salah satu rukun iman yang wajib percaya bagi hamba-Nya. Sikap rela menerima merupakan bentuk keimanan seseorang. Saat engkau dekat dengan-Nya melalui pertolongan-Nya dan dengan mengosongkan hati dari makhluk, nafsu, dan segala sesuatu selain-Nya sehingga hatimu dipenuhi Allah SWT dan perbuatan-Nya. Maka engkau akan bergerak hanya karena kehendak-Nya, dan kau bergerak jika Allah SWT menggerakanmu. Keadaan ini menjadikan kau mencapai tahapan luruh. Kau telah bersatu bersama Tuhanmu tentu berbeda dari bersatu bersama selain-Nya.

Ingatlah janganlah senang hati bergantung dan bersatu dengan sesama, karena kau dan sesama itu sama-sama fakir dan tidak mempunyai kekuasaan untuk menjadi sandaran. Ditegaskan dengan firman-Nya dalam surah asy-Syura ayat 11 yang artinya, “(Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan-pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dialah yang Maha Mendengar dan Melihat.”

Adapun makna ayat di atas adalah Allah SWT, tiada yang bisa menandingi oleh semua ciptaan-Nya. Oleh sebab itu, jika kau memperoleh kekuasaan yang sangat besar janganlah berlagak ikut mengatur atas pengaturan-Nya. Dia Maha Mendengar ucapan-ucapan hamba-hamba-Nya dan Maha Melihat segala perbuatan mereka. Tidak ada sesuatu pun yang luput dari-Nya dan Dia akan membalas segala amal mereka; jika baik maka akan mendapat ganjaran baik, bila buruk maka akan mendapat ganjaran buruk.


Bagaimana kita bisa mencapai sikap rela? Awal kerelaan adalah sesuatu yang dapat dicapai seorang hamba dan itu merupakan makam, meskipun pada akhirnya kerelaan merupakan hal dan bukan sesuatu yang diperoleh dengan upaya. Ketahuilah bahwa bagi seorang hamba untuk bersikap rela terhadap takdir, karena hal ini bagian dari keimanannya.

Abdul Wahid bin Zayd menuturkan, “Kerelaan adalah gerbang Allah SWT yang terbesar dan surganya dunia ini.” Ketahuilah hamba tidak akan mendekati derajat kerelaan terhadap Tuhan-Nya sampai Allah SWT rida terhadapnya. Sebagaimana firman-Nya dalam surah Al Bayyinah ayat 8 yang berbunyi, “Allah rida kepada mereka, dan mereka pun rela kepada-Nya.”

Syekh Abu ‘Ali ad-Daqqaq menuturkan, “Seorang murid bertanya kepada syekhnya, ‘Apakah si hamba mengetahui kalau Allah rida kepadanya?’ Sang syekh menjawab, ‘Tidak. Bagaimana dia bisa tahu hal itu sedangkan keridhaan-Nya adalah sesuatu yang tersembunyi?’ Kemudian murid memprotes, ‘Tidak, dia bisa mengetahuinya!’ Syekhnya bertanya, ‘Bagaimana si hamba bisa tahu?’ Murid langsung menjawab, ‘Jika saya mendapati hati saya rela kepada Allah SWT, maka saya tahu bahwa Dia rida kepada saya.’ Maka sang syekh berkata, ‘Sungguh baik sekali ucapanmu itu, anak muda’.”

Dikisahkan ketika Nabi Musa AS berdoa, “Ya Allah, bimbinglah aku kepada amal yang akan mendatangkan keridhaan-Mu.” Allah SWT menjawab, “Engkau tidak akan mampu melakukannya.” Lalu Musa bersujud dan terus memohon. Maka Allah SWT. lalu mewahyukan kepadanya, “Wahai putra Imran, keridaan-Ku ada pada kerelaanmu menerima ketetapan-Ku.”

Kedua kisah diallog syekh dengan muridnya dan doa Musa AS menunjukkan kekuasaan-Nya hingga para hamba akan memperoleh rida-Nya dengan: 1. Kerelaan hati kepada-Nya dan 2. Kerelaan menerima ketetapan-Nya. Kerelaan hati kepada-Nya merupakan bentuk keikhlasan hanya satu-satunya bersandar kepada-Nya. Adapun seorang hamba yang menerima ketetapan-Nya merupakan bentuk keimanan pada salah satu rukun iman.

Penulis akan mendendangkan syair tentang cinta dan benci.

Ketika cinta menjadi menu.
Semua terlihat indah nan menawan.
Sang kekasih tiada cela, seakan sempurna adanya.
Mata tidak bisa menelisik keburukan, menjadi tumpul.
Puja-puji selalu datang bagai banjir bandang.
Kau lupa telah menoleh dan tiada memandang pada-Nya.
Ketika kebencian menjadi selimutmu.
Semua yang kau lihat hanyalah cacatnya.
Cacian dan makian bagai senapan lepaskan peluru dari mulut.
Itu beda cinta dan benci.
Cinta hakikat hanya pada-Nya, bencilah pada maksiat.

Idola biasanya dipuji setinggi langit dan sebaliknya yang dibenci akan dimaki habis-habisan. Dalam pelaksanaan pesta demokrasi telah berlalu, maka janganlah mempertentangkan perbedaan pilihan khususnya pada calon presiden. Ingatlah bahwa perbedaan itu rahmat-Nya. Setiap insan yang beriman wajib menghindarkan pembelahan (polarisasi) di masyarakat. Sang idola yang dicintai dan lawan politiknya yang dibenci, maka ingatlah bahwa cintamu sejatinya hanya pada-Nya dan kebencianmu hanya pada perbuatan maksiat. Rukunlah bahwa kita semua bersaudara dalam bingkai NKRI, saling hormat, saling membantu dan saling menasehati.

Ya Allah, berikanlah kami semua keteguhan iman sehingga pelaksanaan pesta demokrasi dengan jujur dan adil. Yakinkan kami semua agar rela menerima ketetapan-Mu dan tetap hidup bersama secara rukun dan harmonis.

***

Aunur Rofiq

Ketua DPP PPP periode 2020-2025

Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggung jawab penulis. (Terima kasih – Redaksi)

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

3 Contoh Kultum Tarawih Ramadan Singkat Berbagai Tema


Jakarta

Bulan Ramadan yang penuh dengan kemuliaan telah tiba. Salah satu ibadah yang biasa dikerjakan umat Islam pada bulan Ramadan yaitu salat Tarawih. Ketika salat Tarawih, khatib banyak menyampaikan kultum. Berikut tiga contoh kultum Tarawih Ramadan.

Kultum yang disampaikan khatib dapat membahas berbagai topik seperti adab puasa, amalan ketika bulan Ramadan, keutamaan bulan Ramadan, dan sebagainya. Berikut contoh kultum Tarawih Ramadan dikutip dari Kultum 23 Ramadhan karya Heri Suprapto dan Kumpulan Kultum Terlengkap & Terbaik Sepanjang Tahun karya A.R. Shohibul Ulum.

Contoh Kultum Tarawih Ramadan Singkat


Kultum Pertama

Dua Esensi Puasa

Esensi atau hakikat dari puasa Ramadan ada banyak, hanya saja karena keterbatasan waktu maka kita hanya membahas dua saja yaitu berperilaku jujur dan menahan amarah.

Pertama, berperilaku jujur.

Kejujuran adalah hal yang paling penting dalam kehidupan kita, dan puasa melatih atau mengajari kita agar jujur dalam segala hal sehingga kita tidak berani berkata bohong pada saat berpuasa. Mengapa demikian? Itu karena kita tahu kalau kita berbohong maka pahala puasa kita akan hilang dan kita hanya mendapatkan haus dan lapar saja dari puasa yang kita telah lakukan.

Perintah agar selalu jujur ini sudah disampaikan oleh Rasulullah SAW, “berbuatlah jujur karena kejujuran akan mendatangkan kebaikan dan kebaikan akan mendapatkan surga.” Hal ini senada dengan hadits Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam kitab Shahih Bukhari dan Imam Muslim dalam kitab Shahih Muslim.

Dari sahabat Ibnu Mas’ud RA, Rasulullah SAW bersabda,

“Hendaklah kalian senantiasa berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran akan megantarkan pada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan akan mengantarkan pada surga. Jika seseorang senantiasa berlaku jujur dan berusaha untuk jujur, maka dia akan dicatat di sisi Allah SWT sebagai orang yang jujur. Hati-hatilah kalian dari berbuat dusta, karena sesungguhnya dusta akan mengantarkan kepada kejahatan dan kejahatan akan mengantarkan pada neraka. Jika seseorang suka berdusta dan berupaya untuk berdusta, maka ia akan dicatat di sisi Allah SWT sebagai pendusta.”

Begitu besar karunia Allah SWT kepada orang yang berbuat jujur.

Kedua, menahan amarah.

Esensi yang kedua adalah menahan amarah. Kita bisa marah kapan saja dan di mana saja, apa lagi dalam kondisi sedang mendapatkan tekanan. Dengan puasa kita diharapkan bisa menahan marah kita. Pernah sahabat bertanya kepada Nabi SAW untuk menasehatinya, dan Nabi SAW memerintahkannya untuk tidak marah. Hal ini senada dengan hadits Nabi SAW yang diriwayatkan olah Imam Bukhari dalam kitab Shahih Bukhari dan Imam Tirmidzi dalam kitab Sunan Tirmidzi.

Dari Abu Hurairah RA, ada seseorang yang berkata kepada Nabi SAW “Berilah aku nasihat,” kemudian beliau bersabda,

“Jangan marah. Kemudian orang tersebut mengulangi lagi beberapa kali. Rasulullah SAW bersabda: ‘Jangan marah'”.

Orang yang dapat menahan marah padahal dia mampu untuk melampiaskan kemarahan tersebut diperintahkan Allah SWT untuk memilih bidadari di surga mana yang dia suka. Hal ini senada dengan hadits Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dalam kitab Sunan Tirmidzi dan Imam Abu Dawud dalam kitab Sunan Abu Dawud, serta Imam Ibnu Majah dalam kitab Sunan Ibnu Majah dengan sanad hasan.

Dari sahabat Mu’az bin Anas Al Juhani RA, Rasulullah SAW bersabda,

“Barangsiapa menahan marah padahal ia mampu melampiaskannya, pada hari kiamat, dia akan dipanggil di depan seluruh makhluk kemudian disuruh memilik bidadari mana yang ia sukai.”

Rasulullah SAW mengajarkan kepada kita semua apabila seseorang marah hendaklah ia diam. Hal ini senada dengan hadits Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam kitab Adabul Mufrod dan Imam Ahmad dalam kitab Musnad Imam Ahmad dengan sanad shahih.

Dari sahabat Ibnu Abbas RA, Rasulullah SAW bersabda:

“Apabila seorang dari kalian marah, hendaklah ia diam.”

Ini juga merupakan obat yang manjur bagi amarah, karena jika orang sedang marah maka keluar darinya ucapan-ucapan yang kotor, keji, melaknat, mencaci-maki dan lain-lain yang dampak negatifnya besar. Jika ia diam, maka semua keburukan itu hilang darinya.

Orang-orang yang mampu tidak marah bahkan akan dimasukkan ke surga. Hal ini senada dengan hadits Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Imam Thabrani dalam kitab Al Mu’jamul Ausath dengan sanad shahih.

Dari sahabat Abu Darda, Rasulullah SAW pernah bersabda kepada seorang sahabat,

“Jangan kamu marah, maka kamu akan masuk surga.”

Kesimpulannya adalah hendaklah kita menjaga diri dan keluarga kita agar selalu mengisi setiap hari dan malam Ramadan dengan amalan yang dicontohkan Nabi SAW yaitu dengan berusaha selalu jujur dan menahan marah ketika kita sedang dalam keadaan puasa. Semoga Allah SWT memberikan kekuatan kepada kita untuk mendapatkan sifat jujur dan menahan marah setelah kita menjalani puasa Ramadan selama sebulan, dan implementasinya terlihat setelah Ramadan berlalu. Aamiin.

Kultum Kedua

Hikmah & Berkah Ramadan

Ramadan adalah bulan keberkahan, sebagaimana disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam an-Nasa’i.

Dari Abu Hurairah ia berkata, Rasulullah SAW memberikan kabar gembira kepada para sahabat beliau. Beliau bersabda, “Telah datang kepada kalian bulan Ramadan, yaitu bulan yang diberkahi, Allah SWT telah memfardhukan (mewajibkan) atas kalian berpuasa pada bulan itu, pada bulan itu dibukalah pintu-pintu surga dan ditutuplah pintu-pintu neraka, dan pada bulan itu pula ada Lailatul Qadar (Malam Qadar) yang lebih baik dari seribu bulan, Siapa saja yang terhalang dari kebaikan malam itu maka ia terhalang dari rahmah Tuhan.”

Oleh karena itu, sesungguhnya kita diajarkan oleh Rasulullah SAW agar menyambut bulan Ramadan ini dengan mempersiapkan diri sebaik-baiknya sejak jauh-jauh hari, yaitu dari bulan Rajab. Sejak bulan Rajab kita diajarkan untuk memohon keberkahan hidup di bulan Rajab, Syaban, dan hingga sampai di Ramadan yang mulia ini. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, kita diajarkan agar berdoa,

اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي رَجَبَ وَشَعْبَانَ وَبَارِكْ لَنَا فِي رَمَضَانَ

“Wahai Allah, berkahilah kami di bulan Rajab dan bulan Syaban, dan berkahilah pula kami di bulan Ramadan.”

Mengapa kita diajarkan untuk memohon keberkahan? Apakah keberkahan penting bagi kita? Sebab, keberkahan hidup menjadi dambaan setiap orang yang berakal sehat. Berkah berarti bertambah. Dalam makna luas berkah berarti bertambah kebaikan (ziyadat al-khair fi al-syai’), termasuk kesejahteraan baik dari segi material maupun nonmaterial. Dari segi materi seperti bertambahnya harta benda kita, dan usaha atau bisnis semakin maju. Sedangkan, secara nonmaterial yaitu seperti ketenteraman hati, kedamaaian jiwa, pengetahuan dan wawasan semakin bertambah hingga tercermin dalam sikap yang terpuji.

Di antara hikmah bulan Ramadan yaitu sebagai berikut.

Pertama,

Pada bulan Ramadan ada pengabulan doa bagi yang meminta, ada penerimaan tobat orang yang bertobat, dan ada pengampunan bagi orang yang memohon maghfirah-Nya. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits Qudsi yang panjang, yang diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, di dalam bagian hadits yang diriwayatkan oleh ath-Thabrani dan al-Baihaqi ini disebutkan:

“Dalam setiap malam bulan Ramadan Allah ‘azza wa jalla berseru sebanyak tiga kali: Adakah orang yang meminta maka aku penuhi permintaannya? Adakah orang yang bertobat maka aku terima tobatnya? Dan adakah orang yang memohon ampunan maka aku ampuni dia?”

Kedua,

Bulan Ramadan adalah waktu yang sangat baik untuk mensyukuri nikmat Tuhan yang diberikan kepada kita selama ini. Karena makna ibadah secara mutlak, termasuk ibadah puasa, adalah ungkapan syukur dari seorang hamba kepada Tuhannya atas nikmat-nikmat yang telah diberikan kepadanya. Sebagaimana ditegaskan dalam Al-Quran surah Ibrahim ayat 34, kita tidak akan dapat menghitung nikmat Tuhan.

Ketiga,

Pada bulan Ramadan terdapat setidaknya 3 manfaat yang bisa kita peroleh dengan menjalankan puasa pada bulan yang mulia ini, yaitu

1. Manfaat psikologis/spiritual/kejiwaan. Misalnya, kita membiasakan diri agar berlaku sabar serta mengekang hawa nafsu, ekspresi, atau ungkapan mengenai karakteristik takwa yang tertanam dalam hati. Takwa itulah yang menjadi tujuan khusus dalam berpuasa Ramadan.
2. Manfaat sosial-kemasyarakatan, seperti pembiasaan kita, umat Islam, untuk tertib, disiplin dan bersatu padu, cinta keadilan dan kesetaraan di antara umat Islam: antara yang kaya dan yang miskin, antara pejabat dan rakyat, antara pengusaha dan karyawan, dan seterusnya. Juga faedah sosial dari puasa adalah pembentukan rasa kasih sayang dan berbuat baik di antara kaum Muslim, sebagaimana puasa Ramadan ini melindungi masyarakat dari keburukan-keburukan dan mafsadah.
3. Manfaat kesehatan, artinya dengan berpuasa itu dapat membersihkan usus-usus dan pencernaan, memperbaiki perut yang terus-menerus beraktivitas, membersihkan perut yang terus-menerus beraktivitas, membersihkan badan dari lendir-lendir/lemak-lemak, kolesterol yang menjadi sumber penyakit, dan puasa dapat menjadi sarana diet atau pelangsing badan.

Oleh karena itu, marilah bulan Ramadan ini kita jadikan bulan kesederhanaan, bulan peribadatan, bulan memperbanyak berbuat kebajikan kepada orang-orang fakir dan orang-orang yang membutuhkan bantuan, bulan perlindungan badan, ucapan, dan hati dari hal-hal yang dilarang agama, seperti perkataan keji (qaul az-zur), gibah, menebar hoaks, fitnah, hate speech (ujaran kebencian), dan adu domba, baik secara langsung maupun melalui media-media digital, media elektronik, televisi, radio, internet, dan media sosial.

Kultum Ketiga

Keberkahan Makan Sahur

Pada bulan Ramadan ada amalan sunnah yang bisa dijalani, yaitu makan sahur. Amalan ini disepakati oleh para ulama dihukumi sunnah dan bukanlah wajib, sebagaimana kata Imam Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim juz 7 halaman 206. Namun, amalan ini memiliki keutamaan karena dikatakan penuh berkah. Dalam hadits muttafaq ‘alaih, dari Anas bin Malik, Nabi SAW bersabda,

“Makan sahurlah kalian karena dalam makan sahur terdapat keberkahan.” (HR. Bukhari dan Muslim). Yang dimaksud berkah adalah turunnya dan tetapnya kebaikan dari Allah SWT pada sesuatu. Keberkahan bisa mendatangkan kebaikan dan pahala, bahkan bisa mendatangkan manfaat dunia dan akhirat. Namun, patut diketahui bahwa berkah itu datangnya dari Allah SWT yang hanya diperoleh jika seorang hamba menaati-Nya.”

Lantas, apa saja keberkahan yang didapatkan saat kita menyantap sahur?

Pertama,

Memenuhi perintah Rasulullah SAW sebagaimana diperintahkan dalam hadits di atas. Keutamaan menaati beliau disebutkan dalam surah An-Nisa’ ayat 80, yang artinya, “Barang siapa menaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah menaati Allah SWT. Dan barang siapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka.”

Allah juga berfirman dalam surah Al-Ahzab ayat 71, “Dan barang siapa menaati Allah SWT dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.”

Kedua,

Makan sahur merupakan syiar Islam yang membedakan dengana ajaran Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani). Dari ‘Amr bin al-‘Ash, Rasulullah SAW bersabda,

“Perbedaan antara puasa kita dan puasa Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) adalah makan sahur.” (HR. Muslim).”

Ini berarti Islam mengajarkan bara’ dari orang kafir, artinya tidak loyal pada mereka. Sebab, puasa kita saja dibedakan dengan orang kafir.

Ketiga,

Dengan makan sahur, keadaan fisik lebih kuat dalam menjalani puasa. Beda halnya dengan orang yang tidak makan sahur. Imam Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim juz 7 halaman 206, berkata, “Berkah makan sahur amat jelas, yaitu semakin menguatkan dan menambah semangat orang yang berpuasa. Misalnya, menjadikannya rajin beribadah, menjadikannya termotivasi ingin menambah lagi amalan puasanya, karena tampak ringan puasa baginya setelah makan sahur.”

Keempat,

Orang yang makan sahur mendapatkan shalawat dari Allah SWT dan doa dari para malaikat-Nya. Dari Abu Sa’id al-Khudri, Rasulullah SAW bersabda,

“Makan sahur adalah makan penuh berkah. Janganlah kalian meninggalkannya walau dengan seteguk air karena Allah dan malaikat-Nya bershalawat kepada orang yang makan sahur.” (HR. Ahmad)

Kelima,

Waktu makan sahur adalah waktu yang diberkahi. Menurut Imam Nawawi, dengan bangun sahur dapat menjadikannya berdoa dan berzikir di waktu yang mulia, yaitu waktu ketika turun Ar-Rahmah, dan diterimanya doa dan diampuninya dosa. Seseorang yang bangun sahur dapat berwudhu kemudian salat malam, kemudian mengisi waktunya dengan doa, zikir, salat malam, dan menyibukkan diri dengan ibadah lainnya hingga terbit fajar.

Dari Abu Hurairah RA, Nabi SAW bersabda,

“Rabb kita tabaraka wa ta’ala turun ke langit dunia ketika tersisa sepertiga malam terakhir. Lantas Dia berfirman, ‘Siapa saja yang berdoa kepada-Ku, maka akan Aku kabulkan. Siapa yang meminta kepada-Ku, maka akan Aku beri. Siapa yang meminta ampunan kepada-Ku, maka akan Aku ampuni”.” (HR. Bukhari dan Muslim)”

Keenam,

Waktu sahur adalah waktu utama untuk beristighfar. Sebagaiman orang yang beristighfar saat itu dipuji oleh Allah dalam beberapa ayat, di antaranya surah Ali ‘Imran ayat 17 yang artinya, “Dan orang-orang yang meminta ampun di waktu sahur.”

Disebut pula pada surah Adz-Dzariyat ayat 18 yang artinya,
“Dan selalu memohonkan ampunan pada waktu pagi sebelum fajar.”

Ketujuh,

Orang yang makan sahur dijamin bisa menjawab azan salat Subuh dan juga bisa mendapati salat Subuh pada waktunya secara berjamaah. Tentu ini adalah suatu kebaikan.

Kedelapan,

Makan sahur sendiri bernilai ibadah jika diniatkan untuk semakin kuat dalam melakukan ketaatan pada Allah SWT.

Demikianlah apa yang bisa disampaikan mengenai keutamaan makan sahur.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Kemuliaan Istighfar di Bulan Ramadan



Jakarta

Banyak keutamaan yang bisa diraih umat Islam dengan mengucapkan kalimat istighfar. Kalimat Astaghfirullah ini menjadi tanda syukur sekaligus permohonan ampunan atas dosa dan khilaf yang pernah dilakukan.

Kalimat istighfar dianjurkan untuk diperbanyak selama Ramadan, karena bulan ini adalah bulan ampunan. Hal ini dijelaskan Habib Ja’far dalam detikKultum detikcom, Jumat (15/3/2024).

Habib Ja’far menjelaskan salah satu sebutan bulan Ramadan adalah Syahrul Maghfirah yang artinya adalah bulan ampunan.


“Allah tahu sekali bahwa kita tidak ada yang bisa terlepas dari khilaf dan salah ataupun dosa, kecuali Nabi Muhammad karena dia adalah rasul yang suci dari segala salah atau khilaf dan dosa,” ujar Habib Ja’far.

Lebih lanjut, Habib Ja’far menegaskan bahwa Ramadan menjadi momen untuk meminta dan memohon ampunan dengan memperbanyak istighfar.

“Di antara ciri manusia adalah pernah salah, pernah khilaf pernah dosa, maka diciptakanlah bulan Ramadan sebagai momentum untuk kita memohon ampunan kepada Allah atas segala dosa yang kita lakukan,” sambungnya.

Memperbanyak istighfar saat Ramadan merupakan amalan yang mulia, meskipun sebenarnya istighfar bisa dikerjakan kapan pun. Istighfar menjadi salah satu upaya untuk bertobat dan memohon ampun kepada Allah SWT.

“Istighfar adalah pintu untuk kita agar menjadi pribadi yang baik setelah terjebak dalam dosa dan maksiat,” tegas Habib Ja’far.

Dalam kesempatan ini juga Habib Ja’far menyebutkan bahwa Rasulullah SAW senantiasa memperbanyak istighfar saat Ramadan. Bersumber dari hadits riwayat, Rasulullah SAW mengucap istighfar 70-100 kali dalam sehari.

“Rasulullah saja yang kita tahu suci dari dosa, sehari minimal istighfar 70-100 kali. Istighfar menjadi bentuk syukur atas nikmat yang telah diberikan Allah SWT dan sebagai bentuk penghambaan kepada Allah SWT.”

Kapan istighfar bisa diamalkan dan bagaimana mengamalkannya sepenuh hati? Semua akan dibahas dan dijelaskan Habib Ja’far dalam detikKultum detikcom.

Selengkapnya detikKultum Habib Ja’far: Kemuliaan Istighfar di Bulan Ramadan bisa disaksikan DI SINI. Kajian bersama Habib Ja’far ini tayang tiap hari selama bulan Ramadan tiap menjelang waktu berbuka puasa pukul 18.00 WIB. Jangan terlewat!

(dvs/lus)



Sumber : www.detik.com

Etika dan Adab Puasa Ramadan



Jakarta

Ketika berpuasa, ada sejumlah adab dan etika yang perlu dipahami kaum muslimin. Puasa bukan hanya menahan lapar dan haus, melainkan juga menjaga pikiran, jiwa, dan indera dari perbuatan maksiat.

Hal tersebut dijelaskan Imam Besar Masjid Istiqlal Prof Nasaruddin Umar menjelaskan dalam detikKultum detikcom, Sabtu (16/3/2024).

“Berpuasa itu bukan hanya berpuasa tidak makan dan tidak minum, tetapi yang harus berpuasa itu bagaimana mata ini supaya tidak mengintip, kemudian bagaimana mulut kita ini juga berpuasa supaya jangan ngerumpi, jangan bicarakan aib orang lain, jangan berbohong, jangan menghujat,” ujarnya.


Ia juga mengimbau agar kaum muslimin menyempurnakan puasa dengan tidak berlebih-lebihan dalam hal duniawi, termasuk mengumbar aurat.

“Jangan kita mengumbar aurat. Kalau perlu saya boleh menyarankan, ini bulan suci Ramadan kita tampilkan kebersahajaan kita,” lanjut Prof Nasaruddin Umar.

Kemudian, ia turut mengajak kaum muslimin untuk introspeksi diri. Tidak perlu memamerkan kekayaan yang dimiliki di bulan suci Ramadan ini.

Di bulan suci ini, kaum muslimin bisa merevisi pandangan hidupnya dengan cara menyucikan pikiran dan batin. Syukuri apa yang ada, karena itu adalah yang terbaik untuk kita menurut Allah SWT.

“Jangan terlalu berambisi meraih sesuatu yang istimewa. Siapa tahu itu belum tentu juga yang bermanfaat buat kita semuanya,” terang Prof Nasaruddin.

Selengkapnya detikKultum Nasaruddin Umar: Etika dan Adab Puasa Ramadan bisa disaksikan DI SINI. Kajian bersama Prof Nasaruddin Umar ini tayang setiap hari selama Ramadan pukul 04:20 WIB.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Menjadi Kekasih Allah dengan Mendekatkan Diri pada-Nya



Jakarta

Setiap ibadah akan membawa pada kebaikan. Pahala kebaikan itu akan dilipatgandakan ketika dikerjakan saat Ramadan.

Ramadan menjadi momen yang tepat untuk memaksimalkan ibadah dan memperbanyak kebaikan. Semakin baik kualitas keimanan seorang muslim maka semakin dekat dengan Allah SWT, Sang Pencipta.

Habib Ja’far menjelaskan hal ini dalam detikKultum detikcom, Sabtu (16/3/2024). Ia mengatakan bahwa orang-orang yang terbiasa mendekatkan diri dengan Allah SWT merupakan para kekasih Allah SWT.


“Ternyata dalam Islam, para kekasih Tuhan yang disebut kalangan sufi ada sampai kepada titik kekasih Allah karena membiasakan mendekatkan diri kepada Allah,” ujar Habib Ja’far.

Untuk mencapai titik sebagai kekasih Allah SWT, seseorang harus membiasakan diri dan melakukan latihan secara terus menerus. Konsisten dalam beribadah menjadi hal yang sangat penting.

“Secara psikologis, rata-rata setiap orang butuh 30 hari sampai 40 hari, bisa lebih atau kurang, untuk membentuk kebiasaan. Habit (kebiasaan) itu akan menjadi sangat mendasar. Bahkan masuk surga atau neraka sangat erat dengan habit,” lanjut Habib Ja’far.

Habib Ja’far juga mengutip hadits Rasulullah SAW. Rasulullah SAW bersabda, “Tinggalkanlah kebohongan karena kebohongan akan mendidik kamu menjadi orang jahat dan orang jahat akan menggiring kamu ke neraka.”

“Jadi takdir di dunia dan akhirat tergantung habit di dunia,” tegasnya.

Perbuatan dan kebiasaan berbuat baik bisa dilatih secara bertahap. Melatih diri melakukan kebaikan bisa dimulai dengan selalu berpikir positif. Dengan demikian, perbuatan pun akan menjadi selalu dalam jalur yang baik.

“Dari pikiran bahwa berbuat baik itu baik, jadi dari pikiran mendidik untuk berbuat baik, menjadi kebiasaan berbuat baik dan menjadikan karakter Lo menjadi baik dan akhirnya Lo masuk surga,” kata Habib Ja’far.

Mengasah dan berusaha melakukan kebaikan bisa dimaksimalkan saat Ramadan. Bulan Ramadan adalah bulan yang pas sebagai karunia Allah SWT untuk membangun habit baik. Ramadan dibentuk Allah SWT sedemikian rupa untuk membawa suasana baik.

Orang-orang banyak berbondong-bondong melakukan kebaikan di bulan Ramadan. Apa keutamaan berbuat baik di bulan Ramadan? Simak jawabannya dari Habib Ja’far.

Selengkapnya detikKultum Habib Ja’far: Menjadi Kekasih Allah dengan Mendekatkan Diri pada-Nya bisa disaksikan DI SINI. Kajian bersama Habib Ja’far ini tayang tiap hari selama bulan Ramadan menjelang waktu berbuka puasa pukul 18.00 WIB. Jangan terlewat!

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com