Category Archives: Dakwah

Penghulu Hari, Jumat Bersama Al Kahf



Jakarta

Hari Jumat dikenal sebagai penghulu, pimpinan dari seluruh hari. Dalam Bahasa Arab disebut sayyidul ayyam. Pada hari itu Muslimin dianjurkan membaca suratul Kahf. Waktunya mulai tenggelam matahari di Kamis sore, sampai matahari tenggelam di Jumat sore.

Petunjuk datang dari Rasulullah saw. tentang amalan ini: “Barangsiapa yang membaca surat Al Kahfi pada hari Jum’at, dia akan disinari cahaya di antara dua Jum’at.” (HR. An Nasa’i dan Baihaqi. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih sebagaimana dalam Shohihul Jami’.

Cahaya adalah nur dalam bahasa Arab. Nur, dalam Bahasa Arab bisa berarti; ilmu, petunjuk. Nur, melambangkan orang yang beriman. Mengapa, karena orang-orang yang beriman sesuai rukun iman yang enam itulah orang-orang yang memperoleh petunjuk. Orang beriman mampu membedakan mana yang benar, mana yang keliru. Mana arah menuju kebahgaiaan sejati, mana arah jalan menuju selamat, mana yang sebaliknya. Sulit bagi siapa pun untuk membedakan mana yang benar dan mana yang keliru jika tidak ada cahaya. Jangankan benar dan salah, bahkan apakah ini pisau atau kah ini penggaris sulit atau tidak mungkin dibedakan dalam suasana gelap tampa cahaya.


Bagi siapa pun Muslim sesuai al Hadits di atas yang membaca surat al Kahf maka baginya cahaya ini di antara dua Jumat. Sepanjang antara dua Jumat itu dia senantiasa diterangi ‘cahaya’ yang membuatnya tahu mana yang benar dan mana yang keliru. Pengetahuan mana arah yang benar itu juga merupakan hudan petunjuk.

Pengetahuan tersebut mestinya mampu mengarahkannya untuk memilih dan menempuh jalan yang benar. Dengan demikian maka nur yang dimaksud bisa berarti siapa pun Muslim yang membaca al Kahf pada hari Jumat, senantiasa diarahkan untuk menempuh jalan benar. Senantiasa berada dalam petunjuk Tuhan, senantiasa terpelihara dari keliru.

Orang yang senantiasa berada dalam petunjuk Allah, selalu terhindar dari keliru, ialah orang yang senantiasa tenang, damai, adem. Tidak ada stres, minimal radikal bebas. Kalau dalam konsep medis, dia dalam kondisi ketahanan tubuh yang optimal. Status imunitasnya optimal. Dia memiliki kondisi kesehatan yang optimal. Tidak mudah sakit, indurance nya optimal, maka dia tidak mudah lelah dalam beraktifitas. Karena tidak ada stres berarti dia selalu senang, gembira, dia selalu bersyukur. Kesenangan yang menambah kesenangan berikutnya. Lain syakartum la-aziidannakum (QS 14:7).

Tepat sesuai makna ini dengan kalimat di pembuka surat ini, Alhamdulillaah.Tentu saja, pencapaian kondisi optimal ini bertingkat, bergantung kepada tingkat keimanan, tingkat keshalihan, tingkat pemahaman dan aplikasi dari makna tersurat dan tersirat dalam alKahf.

Sekelumit alKahf

AlKahf dimulai dengan kalimat syukur, bahagia, senang, gembira, hati berbunga-bunga. Sebagaimana orang yang mengalami bahagia ketika sukses. Baik dalam karir, studi, menikahi pasangan yang diimpikan, tiba-tiba memperoleh rizki berlimpah, selamat dari mushibah yang dahsyat, dst.

Alamat kebahagiaan itu dituturkan oleh surtat alKahf setidaknya dalam beberapa urutan. Ialah mereka yang mengingatkan orang lain untuk bertauhid, lalu menempuh jalan benar melalui amal-amal shaleh yang didasarkan iman kepada Allah, sesuai rukum iman yang enam.

Dalam upaya optimal untuk mengajak, mengingatkan dirinya dan orang lain menuju jalan terang, jalan petunjuk, jalan cahaya itu tidak sampai menjatuhkan dirinya kepada kebinasaan. Oleh karena terlalu memaksakan diri, ketika yang diingatkan belum menerima peringatan itu. Ada contoh dalam surat ini kisah hadirnya 7 orang pemuda putra-putra penguasa di jamannya. Para mereka melarikan diri dari kedudukan, harta, kemewahan dan seluruh fasilitas kerajaan, demi mempertahankan iman, keyakinan tauhid mereka kepada Tuhan Yang Ahad.

Selanjutnya surat ini menghadirkan contoh dua orang yang berteman, satu memiliki kekayaan yang melimpah, memiliki optimisme sangat tinggi, hanya saja kekayaan dan optimismenya itu disandarkan kepada selain Tuhan. Dia binasa. Sesuai petunjuk dalam surat ini, hendaknya siapa pun wajib me-wakilkan [tawakkal] seluruh daya upayanya termasuk seluruh kekayaan dan anak buah yang diduga mampu menolongnya, memberinya perlindungan, kesejahteraan dan sebagainya itu hanya kepada Tuhan yang Ahad. Inilah jalan nur, terang itu.

Terhadap apa pun selain Tuhan, tidak pantas bagi siapa pun untuk bisa merasa kekal, kuat dengannya. Bahkan, di penghujung hari, yaumul akhir, semua tak mampu memberikan manfaat kecuali hanya dan hanya manfaat yang diizinkanNya itu.

Terhadap kepemilikan ilmu, hendaknya siapa pun jangan pernah merasa paling bisa, walau dia seorang Nabi, Rasul utusan Allah. Bahkan walau pun dia memiliki kedudukan yang paling tinggi ketika itu, di antara Rasul yang ada. Karena, bukankah apa pun yang ada pada seorang hamba itu semata-mata hak mutlak Tuhannya?

Surat ini mengisahkan bagaimana Nabi Musa as. ditegur Tuhan atas sikapnya. Sesuai kaidah umum memang tidak keliru. Namun dari sisi tauhid apalagi kedudukannya sebagai Rasul yang mulia Nabi Musa as. ditegur Tuhan. Allah swt Maha Kuasa untuk menganugerahkan ilmu kepada siapa saja sesuai kehendakNya. Dalam pada itu, surat ini juga mengindikasikan petunjuk, agar siapa pun di dalam menuntut ilmu tidak mengenal putus asa. Bersungguh-sungguh, bahkan sampai kapan pun.

Dalam pada itu, di balik ilmu ada hikmah. Ilmu bisa dicari melalui upaya belajar yang terus menerus. Di samping pula ada ilmu yg langsung dikaruniakan Allah kepada hamba yg dikehendakiNya [Khaidir]. Ilmu fisik masa sekarang, dzahir ada pada nabi Musa as. dengan segala kejeniusannya. Ilmu yang langsung dari Allah [ladunni] sebagaimana yg dititipkan kpd Khaidir as.

Logika fisik belum merupakan kebenaran mutlak. Logika fisik dan non fisik yg di dalam ilmu Allah itulah kebenaran hakiki.
Musa sempat kaget mengapa Khaidir melobangi kapal yg mestinya akan mengantar para penumpangnya selamat sampai ke seberang. Akan tetapi Musa as. tidak dikaruniai ilmu masa depan, di mana di tengah laut ada perampok yg ‘pasti’ merompak kapal-kapal yang baik yg tidak bocor. Musa terheran. Khaidir membunuh anak laki di bawah umur yang pasti belum berdosa. Yang ternyata kalau tidak dibunuh akan mengajak kedua orang tuanya yang mukmin ke jurang neraka. Pasti pada awalnya Musa as. heran mengapa guru yang ditunjuk Gusti Allah untuk dia belajar kepadanya seorang yang ‘dzalim’. Tentu saja ketika Musa as. belum paham. Setelah Khaidir menjelaskan hikmah ilmu, Musa pun terpana diam. Terakhir Khaidir membangun rumah yang akan roboh padahal penduduk kampung di situ bakhilnya luar biasa.

Di kemudian Musa as. paham bahwa rumah itu adalah rumah anak yatim keturunan ke-7 dari datuk dan ninik orang yang shaleh. Gusti Allah membangunkan kembali rumah itu melalui tangan-tangan suci Nabi dan rasulNya. Ialah Nabi Musa dan Kaidir as. Luar biasa Maha Pemurah Ar Rahman yang menghormati orang-orang yang shaleh sampai kepada keturunan yang ke-7 sekalipun. Apalagi keturunan Rasulullah yang Habib atau Sayyid, Syarifah atau Sayyidah, sangatlah wajar dihormati dan dimuliakan. Budaya sebagian suku di Indonesia juga sangat menghormati keturunan ulama. Rupanya ayat alKahf ini yang menjadi dasarnya.
Senang bila kita bisa menjadikan diri kita mukmin beneran, shaleh beneran, sehingga keturunannya dijaga Gusti Allah swt.

Dari sini Musa as. belajar tentang sabar, karena semuanya belum tentu selesai saat itu. Kita yang membaca kisah ini pun dibimbing untuk sabar. Sabar akan hikmah seluruh keputusanNya. Oh ternyata, perahu ‘dibocorin’ supaya selamat dari rampok. Loh ternyata putra yang masih di bawah umur di-pundut untuk diganti dengan putra-putra yang lebih baik, mengajak orang tuanya menuju kebahagiaan hakiki.

Sedangkan yang berpotensi durhaka di-pundut Gusti Allah sebelum berdosa. Itu antara lain karena Bapak-Ibu anak tadi orang-orang Mukmin. Subhanallah, demikian karunia rahmatNya di luar kuasa nalar manusia, bahkan sekaliber Musa as. Lalu, jika mukmin dan shalihinnya sungguh-sungguh, tidak cukup keturunan pertamanya, sampai keturunan ketujuh pun, atau sampai sekarang pun kalau itu keturunan Nabiy, dijaga Gusti Allah swt.
Mari kita lanjutkan…

Sekarang surat menggambarkan raja yang ‘super kuasa’ tak ada tanding. Mampu menempuh lingkar bumi, menguasai bahasa lisan mau pun bahasa isyarat. Kekuatannya sangat terkenal, di balik itu adilnya sungguh mengagumkan. Hanya menghukum yang pasti bersalah. Untuk orang-orang yang benar, yang sungguh-sungguh beriman malah difasilitasi. Luar biasa. Pantang menerima upeti, tauhidnya mengalahkan tauhidnya manusia seluruh alam. Walau dia bukan Nabiy. Dialah Dzulqarnain itu.

Akhir ayat mengingatkan siapa pun yang enggan menekuni jalan iman, mereka yang malah beragama sesuai nafsu, tidak juga menggunakan akal. Bahwa kehidupan mereka pasti sengsara. Amal-amal mereka sama sekali tidak diperhitungkan. Walau mereka dulunya mengira melalui angan-angan rekayasa logikanya, mereka paling benar.

Surat ini ditutup dengan tuntunan singkat bagaimana orang beriman mampu berjumpa Tuhan. Ya bahkan di kehidupan dunia ini. Syaratnya sangat ringan. Kerjakan, apa pun bentuk amal-amal shalehnya. Syarat utamanya jangan pernah ditujukan untuk/demi selain Tuhan. Baik ditujukan untuk kebanggaan diri, pamer, dan segala tujuan yang bukan memenuhi bimbingan Tuhan yang Ahad.

Terakhir, dua kalimat InsyaAllah muncul dalam surat ini. Kata ini sepertinya ringan. Bahkan sebagian Muslim menganggapnya sebagai perisai untuk menghindar diri dari berkata tidak bisa atau berhalangan hadir.

Sengaja peringatan ini disampaikan di bagian akhir uraian sangat minim ini. Sebagiannya untuk menekankan bahwa, InsyaAllah adalah kalimat tauhid. Artinya siapa oun yang benar tauhidnya pasti tidak mungkin berkata akan melakukan sesuatu di waktu berikutnya, kecuali bilang InsyaAllah. Ini benar secara tauhid, terlebih ketika uncertainty principle yg dimunculkan tokoh Fisikawan German, Werner Heisenberg malah menguatkan makna InsyaAllah itu. Dia menggunakan mekanika kuantum untuk sampai kepada prinsip ketidakpastian itu, yg mengantarkannya meraih Nobel Fisika.

Setiap kita pantas menerima nur itu, cahaya Jumat melalui bacaan alKahf itu. Semoga setiap kita suka!

Abdurachman

Penulis adalah Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya, Pemerhati spiritual medis dan penasihat sejumlah masjid di Surabaya.
Artikel ini adalah kiriman dari pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggung jawab penulis.

(erd/erd)



Sumber : www.detik.com

Fenomena Ibn Warraq dan Fred Donner



Jakarta

Ibn Warraq adalah sebuah nama yang pernah menjadi fenomenal di dunia Barat, karena tadinya seorang muslim dan lahir di lingkungan keluarga yang taat beragama Islam, tiba-tiba murtad dan menjadi pengeritik Islam yang amat pedas. Ia lahir di Rajkot, India, kemudian pindah dan melanjutkan studinya di Inggris, tepatnya di University of Edinburgh, dalam jurusan Filsafat dan Bahasa Arab dengan konsentrasi Islamic Studies di bawah bimbingan W. Montgomery Watt. Ia seorang yang amat kritis terhadap Al-Qur’an. Beberapa bukunya sangat gencar mengkritisi apa yang sering disebut orang Islam sebagai orisinalitas Al-Qur’an. Ia mencoba meyakinkan pembaca bahwa Al-Qur’an itu tidak bisa disebut kitab suci orisinal karena masih banyak ia temukan riwayat kontroversi. Bahkan ia secara demonstrative menyerang Al-Qur’an.

Ibn Warraq sangat produktif menulis buku dan menyelenggarakan seminar lalu makalah-makalah hasil seminarnya dibukukan. Di antara buku-bukunya ialah: Why I Am Not a Muslim (1995), Leaving Islam: Apostates Speak Out, edited by Ibn Warraq, (2003), What the Koran Really Says: Language, Text, and Commentary, ed & Trans (2002), Quest for the Historical Muhammad, ed & Trans (2000), The Origins of The Koran: Classic Essays on Islam’s Holy Book, ed, (1998), Defending the West: A Critique of Edward Said’s Orientalism (2007), Which Koran?: Variants, Manuscripts, and the Influence of Pre-Islamic Poetry (2007), dll.

Buku Mark tersebut di atas oleh para pengamat buku dinilai lebih merupakan biografi orang sakit hati ketimbang sebagai buku akademik. Dalam pengamatan Mark, Al-Qur’an berisikan sejumlah ayat yang kontradiktif satu sama lain. Ia mencontohkan dengan ayat-ayat yang memuji umat Kristiani, sedangkan di ayat yang lain mengidentikkannya dengan penghuni neraka. Atau sesekali menekankan keharmonisan hubungan dengan umat Kristiani, dan di lain ayat menekankan bahwa mereka mesti di-konversi (masuk) Islam. Semula Ibn Warraq memang menampilkan fenomena baru di kalangan ilmuan Islam di Barat, tetapi belakangan orang mulai sadar, terutama dengan nuansa emosional dan dendam pribadi yang terasa di dalam buku-bukunya membuat banyak orang kehilangan simpati terhadapnya. Apalagi ia samasekali tidak menemukan sedikitpun kebaikan yang terkandung didalam ajaran Islam. Buku-buku Ibn Warraq lebih merupakan biografi orang sakit hati ketimbang sebagai buku akademik.


Bagi masyarakat AS umumnya tidak gampang terprovokasi oleh buku-buku atau karya-karya kontroversi seperti karya-karya Ibn Warraq. Adalah Fred Donner, seorang Professor di Near Eastern Studies, AS, memberikan komentar terhadap karya-karya Ibn Warraq sebagai karya yang tidak konsisten di dalam menganalisis Bahasa Arab (inconsistent handling of Arabic materials), dan tidak mempunyai argumentasi yang orisinal. Apa yang sering dikemukakan tentang Al-Qur’an sesungguhnya repetisi yang pernah dilontarkan ilmuan Barat lainnya, seperti Goldziher. Donner mengkritisi karya-karya Ibn Warraq, tidak bisa menyembunyikan unsur popularitas atau apa yang disebut Donner dengan “heavy-handed favoritism”. Ibn Warraq dinilai oleh Donner sebagai “… is not scholarship, but anti-Islamic polemic”.

Banyak lagi ilmuan lain yang mungkin juga non muslim tetapi tetap respek dan menghormati kitab suci Al-Qur’an sebagaimana halnya kitab-kitab suci lainnya. Tidak bisa mengukur Al-Qur’an sepenuhnya compatible dengan perkembangan masyarakat modern tetapi setidaknya Al-Qur’an saat ini sedang digandrungi oleh dunia Barat, khususnya oleh kalangan schollars.

Nasaruddin Umar
Imam Besar Masjid Istiqlal, Jakarta
Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggungjawab penulis. (Terimakasih – Redaksi)

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Faqr



Jakarta

Mari kita simak Maulana Rumi bersyair:

Kefakiran adalah esensi, semua yang selainnya adalah penampilan
Kefakiran adalah obat, semua yang selainnya adalah penyakit
Seluruh semesta adalah sia-sia dan fatamorgana penipu
Kefakiran adalah akam rahasia dan tujuan utama

Pada esensinya seorang manusia itu lemah, fakir dan selalu membutuhkan Allah SWT. karena setiap detik dalam nafasnya selalu ada takdir-Nya. Semua kebutuhannya tidaklah mungkin terpenuhi jika tiada pemberian-Nya. Allah SWT. berfirman dalam surah Fathir ayat 15 yang berbunyi, ” Wahai manusia! Kamulah yang memerlukan Allah; dan Allah Dialah Yang Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu), Maha Terpuji. Hanya Allah Tuhan yang patut disembah.”


Ayat di atas menunjukkan kebesaran Sang Pencipta dan rendahnya manusia yang selalu membutuhkan-Nya. Sebenarnya eksistensi manusia menjadi ” ada ” dikarenakan limpahan wujud Illahi. Oleh karena itu tiadalah pantas seseorang yang selalu menampilkan sikap sombong, merasa dirinya lebih dari yang lain sehingga memandang rendah para relasinya.

Kata Faqr berarti melarat, tidak ada daya untuk memiliki apa yang menjadi kebutuhannya. Para sufi mengartikan faqr sebagai mengosongkan hati ( takhalli ), ini merupakan kesadaran atas kebutuhan kepada Allah SWT. semata. Oleh karena itu para sufi ( mereka ) tidak perlu menunjukkan kefakiran mereka pada manusia. Jadi faqr menurut sufi tidaklah sama dengan yang pengertian orang kebanyakan yaitu berarti ” kekurangan.” Kefakiran dan kebutuhan manusia tidaklah menjadi sebab kehinaan dirinya. Kedua hal ini justru menjadi jalannya bagi kemuliaan sesuai dengan kesadaran tentang kefakiran. Ingatlah bahwa kebutuhan dan kefakiran kepada Allah SWT. merupakan bentuk kekayaan yang mutlak dan itulah yang dinamakan kekayaan sejati. Bukan mengumpulkan sebanyak-banyaknya kekayaan harta dan dengan bangganya mengatakan itu adalah hasil upayanya. Upaya adalah sebab, namun jika Sang Kuasa tidak berkenan memberinya maka upaya itu tidak seperti yang diinginkan.

Manusia ditinjau dari ukuran fisik dan kekuatan lahiriah, manusia adalah makhluk yang kecil dan lemah. Namun hal yang tidak bisa diingkari dari potensi internal bahwa manusia adalah makhluk pilihan. Jika kita amati tubuh manusia adalah mempunyai kelengkapan yang mumpuni, khususnya diberikan nafsu dan akal. Keunggulan manusia disampaikan oleh seorang penyair dengan bersenandung :

” Obatmu ada dalam dirimu, tetapi kau tidak melihatnya
Penyakitmu ada dalam dirimu, tetapi kau tidak menyadarinya
Kau sangka dirimu materi yang mungil
Padahal di dalam dirimu terangkum alam yang besar.”

Gambaran ini telah menunjukkan kelebihan manusia dibanding makhluk lainnya. Hasrat muncul jika dilandasi nafsu, maka ia akan bersahabat dengan pembisik diri yang disebut setan, namun jika hasrat telah melebur dari jiwa yang bersih menuju pada-Nya maka ia berada di sisi-Nya. Upaya menuju pada-Nya bukanlah hal mudah, hal ini terbukti banyaknya manusia yang berhasrat pada kedudukan dunia, kekayaan dan melampiaskan nafsu syahwatnya. Kekhawatiran selalu menjadi alasan seseorang untuk melakukan perbuatan yang dianggap ” pengaman ” karena ia sadar dan menganggap kekuasaan itu segalanya. Wahai orang yang berambisi, ingatlah bahwa kekuasaan sejati ada di tangan-Nya dan janganlah engkau berpaling, mohonlah bimbingan agar tidak sesat jalan.

Sebaik-baik pelindung adalah Allah SWT. tidaklah pantas seseorang minta perlindungan selain-Nya. Setiap manusia dapat memuja dan memuji, berdo’a dan memohon kepada-Nya tanpa memerlukan mediator. Bukan datang pada dukun, orang pintar dan sebagainya. Ingatlah bahwa salah satu kemuliaan dan merupakan derajat yang tinggi bagi manusia disisi-Nya. Mari kita simak firman-Nya pada surah al-Baqarah ayat 186 yang berbunyi, ” Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka ( jawablah ), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila dia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi ( segala perintah )-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.”

Kefakiran terhadap Yang Kuasa adalah jalan menuju-Nya. Memohon pada-Nya adalah perintah-Nya, karena rahmat Allah SWT. terbuka seluas-luasnya bagi manusia sehingga setiap saat dapat menerima anugerah-Nya tanpa batas. Sikap fakir telah dicontohkan para sahabat Rasulullah SAW. seperti Abdurrahman ibn Auf. Dia tidak pernah menjadi budak kekayaannya, justru hartanya digunakan untuk di jalan-Nya. Pernah saat tertentu dia membawah kafilah beriringan sejumlah 700 kendaraan dengan muatan penuh, semua itu diserahkan dan dibagikan penduduk Madinah. Saat paceklik juga Ustman ibn Affan juga melakukan hal yang sama. Mereka ini adalah orang-orang yang menjalan perintah-Nya sehingga dunia ( kekayaan ) hanya sampai di tangan tidak sampai masuk ke hati.

Sadarlah bahwa manusia itu makhluk yang lemah, oleh sebab itu sebagai hamba-Nya hendaklah selalu memohon dan butuh pada-Nya. Segala kebutuhannya akan dicukupi sepanjang menjalankan perintah dan beriman pada-Nya. Apa pun posisi seseorang ( jabatan paling tinggi sekalipun di dunia ) tiada pantas untuk bersombong diri, karena kekuasaan yang engkau pegang itu adalah pemberian-Nya. Ingatlah bahwa kekuasaan itu bisa dicabut, dialihkan atas kehendak-Nya. Jika engkau memperoleh amanah kekuasaan, janganlah zalim namun pergunakan untuk menyebarkan manfaat bagi sesama.

Semoga Allah SWT. memberikan petunjuk-Nya, agar kita semua menyadari sepenuhnya bahwa kita membutuhkan-Nya, bukan pada selain-Nya, Aamiin.

Aunur Rofiq
Ketua DPP PPP periode 2020-2025
Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggungjawab penulis. (Terimakasih – Redaksi)

(erd/erd)



Sumber : www.detik.com

Menjemput Paket Diamond Amal Shalihat



Jakarta

Paket diamond amal shalih

10 hari awal Zulhijjah adalah paket diamond. Bagaimana tidak, hari-hari awal Zulhijjah ini amal-amal shalih hanya bisa dikalahkan dengan amalan seorang yang keluar dari rumahnya untuk berjihad di jalan Allah. Ia lengkap membawa fisik dan seluruh hartanya, lalu dia tidak kembali, syahid dalam jihadnya.

Secara etimologis, kata shalih berasal dari bahasa Arab, shāliḥ (jamak shāliḥāt) yang berarti terhindar dari kerusakan atau keburukan. Amal shalih berarti amal/perbuatan yang tidak merusak. Maka orang saleh berarti orang yang terhindar dari perbuatan yang merugikan atau membahayakan.


Pastilah yang dimaksud amal shalih adalah yang menyeluruh. Shalih di qalbu, di pikiran dan di aktifitas fisik. Sesuai dengan definisi di atas maka amal shalih itu banyak ragamnya. Mulai dari menyingkirkan duri di jalan, memindah sampah yang terlanjur ada ke tempat sampah. Termasuk memberi salam dan menyapa orang dengan senyum. Bahkan sekadar menghindar dari makanan yang bisa menghadirkan sakit, termasuk amal shalih.

Itu beberapa contoh kecil amal-amal shalih. Yang termasuk besar adalah: shalat, puasa, zakat, haji, berbakti kepada orang tua, baca alQuran, infaq, shadaqah dll.

Pendek kata setiap amal yang mengantar bertambahnya kebaikan, manfaat positif adalah amal-amal shalih.

Amal halus yang merusak

Masyhur kisah seorang alim yang yang sedang menunggu pemakaman seseorang. Di tempat yang ramai itu tampak kepadanya seorang yang membawa nampan di kepalanya, meminta-minta. Ketika itu muncul bisikan di hati orang alim itu, “Andai orang itu bekerja kan tidak perlu meminta-minta”.

Sekembalinya dari pemakaman, tidak ada satu pun yang dirasakannya aneh. Tapi pada malam harinya, pada waktu dia secara istiqamah menunaikan ibadah malam, baru timbul masalah. Ia yang selama berpuluh tahun terbiasa mengerjakan shalat malam, tiba-tiba malam itu ada suatu yang aneh. Mata yang biasanya langsung sigap mengambil wudlu, terasa sangat berat. Tubuhnya pun tidak mudah bergeser ke tempat wudlu. Ia terpaksa kembali menidurkan badannya.

Pada saat mulai tertidur lagi itu, dia bermimpi tentang seorang yang di-ghibahnya (dalam bisikan hatinya) tadi siang.
Orang itu didatangkan kepadanya sedang duduk di atas nampan. Yang membawa orang tersebut lalu berujar bernada membentak, “Ini makan, kamu telah meng-ghibahnya tadi siang”!

Sontak orang alim tersebut terbangun dari tidurnya sambil ketakutan yang luar biasa. Ketakutan kepada Tuhannya. Seketika itu dia memohon, menghiba ampunan Tuhannya.

Keesokan harinya dia berusaha menemui orang yang telah di-ghibahnya itu. Dia berusaha mencarinya di seluruh detail kota. Dia ingin meminta maaf.

Hari pertama belum berhasil. baru pada hari kedua dia mencari, ditemukannya orang yang dicarinya sedang mengambil daun-daun kering di tanah di sekitaran sungai. Daun-daun itu dimakannya.

Tanpa menoleh ke arah orang alim itu, si orang tadi berujar lantang, “Apakah kamu ingin mengulang perbuatanmu (ghibah)? Sudah dimaafkan,” katanya sambil terus memunguti daun-daun kering di sekitaran sungai itu. Kisah ini disadur dari buku masyhur karya Imam Ibnu Atha’illah al Askandariy, al Hikam.

Kisah ini pasti tidak akan ditemui dengan mudah, kecuali bagi orang yang benar-benar dijaga Allah agar terhindar dari perbuatan keliru. Walau kekeliruan yang dirasa hanya terbesit dalam hati. Dan itu pun tidak disengaja. Ini sekedar contoh amal bukan shalih yang boleh jadi dianggap remeh!

Mari beramal shalihat

Amal merusak yang besar-besar sudah sangat terkenal: syirik –menyekutukan Allah, durhaka kepada orang tua, membunuh, berzina, mencuri, berkata dusta, bersaksi palsu, dan lainnya.

Berbuat shalih di hari-hari 10 awal Zulhijjah adalah mengerjakan amal-amal yang tergolong ke dalam kelompok amal-amal shalih. Berbuat shalih juga termasuk
menghindar dari amal yang merusak, kelompok yang kedua. Kedua kelompok amal itu, dikerjakan atau dihindarkan, harus diupayakan secara fisik, pikiran, termasuk qalbu.

Betapa pun, mengerjakan amal-amal shalih, sederhana atau pun besar, menghindar dari yang merusak, kecil apalagi yang besar, merupakan anjuran untuk menjemput paket diamond amal shalihat di 10 hari awal Zulhijjah ini. Mari kita berpacu!

Semoga Gusti Allah meridloi setiap kita, aamiin!

Abdurachman

Penulis adalah Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya, Pemerhati spiritual medis dan penasihat sejumlah masjid di Surabaya.Artikel ini adalah kiriman dari pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggung jawab penulis.

(erd/erd)



Sumber : www.detik.com

5 Tema Khotbah yang Menarik untuk Pemuda Zaman Sekarang


Jakarta

Tema merupakan pokok dasar dari khotbah (pidato yang utamanya menguraikan ajaran agama). Walaupun kebanyakan tema tidak disebutkan, tema itu harus jelas.

Agar sebuah khotbah menarik, sebaiknya tema disesuaikan dengan hal-hal aktual dalam kehidupan. Simak referensi tema khotbah untuk pemuda di bawah ini.

Tema Khotbah yang Menarik untuk Pemuda Islam

Menurut buku Menyapa Umat Islam di Zaman Modern Melalui Mimbar Khotbah Jumat karya Ulyan Nasri, materi dari tema yang harus diperhatikan khatib yaitu dilihat dari aspek agama, pribadi, dan sosial. Materi yang disampaikan juga harus memuat masalah aktual, serta memberikan solusi yang efektif.


Berikut adalah beberapa contoh tema khotbah menarik untuk pemuda Islam yang bisa menjadi referensi versi detikHikmah:

1. Ta’aruf

Tema ta’aruf (sikap saling mengenal) bisa dijadikan tema khotbah untuk para pemuda saat ini.

Tujuan materi ini sebagai bahan untuk saling mengenal, menghormati sesama, terlebih untuk menjauhkan dari hal-hal yang mendekati zina jika kedua lawan jenis berpacaran sebagaimana banyak dilakukan pemuda zaman sekarang.

2. Solidaritas

Tema solidaritas berisi tentang anjuran untuk membangkitkan dan menguatkan sifat baik.

Contohnya, saling bekerja sama dalam kebaikan, hingga saling mendukung dalam proses menuju kesatuan dan persatuan umat saling membantu sesama.

Dikutip dari buku 35 Khutbah Jumat Terpopuler oleh Marolah Abu Akrom, persiapan menuju kemudian termasuk tema menarik dan populer untuk pemuda.

Seperti diketahui bahwa hakekat hidup di dunia itu hanya sebentar, karena hidup yang sebenarnya adalah di akhirat. Kita akan abadi selama-lamanya di sana.

Namun, faktanya banyak manusia lebih mementingkan dunia daripada di akhirat nanti. Terlebih, ada anggapan yang mengatakan puas-puaslah masa muda untuk nakal.

Padahal, kita tidak tahu kapan ajal akan menjemput, tak melulu yang tua yang akan meninggal duluan. Bisa jadi, kita meninggal dalam usia muda.

4. Penggunaan Internet dan Sosial Media

Saat ini, internet dan media sosial telah menjadi bagian dari kehidupan kita sehari hari terutama para pemuda.

Di internet kita bisa mengakses, mendapat, dan berbagi berbagai bentuk informasi dengan sangat luas. Semua hal bisa kita bagikan dan temukan di internet.

Tentunya hal ini bisa berdampak pada kehidupan kita. Sisi baiknya, jika kita mendapat dan mengakses informasi yang baik hal ini bisa membantu meningkatkan ketaqwaan.

5. Menjadi Diri yang Istiqomah

Materi ini mencakup bagaimana untuk berkonsistensi dalam menjalani kebaikan dan ketaatan. Hal ini merupakan pondasi penting dalam kehidupan beriman.

Materi ini tentunya akan membantu pemuda untuk mempersiapkan diri mereka dari hidup yang penuh dengan tantangan dan ujian.

Dengan istiqomah, kita bisa lebih tahan dalam menghadapi cobaan, tetap teguh dalam keyakinan, dan tidak mudah terpengaruh oleh godaan (dosa) atau kesulitan.

Sebagai catatan, hindarilah tema khotbah yang akan mengekang kebebasan dan tanggung jawab (al-hurriyah). Sebagaimana disebutkah dalam Al Qur’an (lihat surah al-Kahfi:29).

Kriteria Penyusunan Naskah Khotbah

Dikutip dari Buku Pintar Khatib dan Khotbah Jumat oleh Arif Yosodipuro, berikut adalah hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum menyusun naskah khotbah:

  • Tema khotbah yang aktual dan berbobot.
  • Tidak sering ditulis orang.
  • Runtut dalam penulisan.
  • Bahasanya jelas dan lugas sehingga bisa dipahami jemaah.
  • Khatib memiliki referensi yang cukup (dari berbagai sumber yang kredibel).
  • Memperhatikan tanda baca dan pedoman penulisan.

Dengan memilih tema khotbah yang menarik untuk pemuda, akan menjangkau hati dan pikiran mereka secara lebih efektif. Semoga tema khotbah-khotbah tersebut, bisa jadi sumber inspirasi dan motivasi bagi pemuda dalam perjalanan rohani mereka.

(khq/inf)



Sumber : www.detik.com

Kepakaran Melesat Saat Amal Shalihat Berlipat



Jakarta

Produksi terhambat, pabrik ngadat. Mengapa? Karena pusat operasional kendali otomatis, komputernya harus dirawat.

Sayangnya pakar komputer yang sangat ahli di bidangnya telah istirahat. Usianya sudah meningkat.

Perusahaan berusaha melepas masalah dengan mendatangkan ahli komputer yang masih aktif. Satu, dua, tiga, empat bahkan sampai lima orang.
Pabrik ngadat sampai dua pekan. Persoalan di sistem komputer belum teratasi. Maklum, ini terjadi pada masa komputer seukuran kamar tidur. Beda dengan sekarang yang sudah seukuran genggaman tangan. Kasus menimpa salah satu perusahaan di sebuah negara terkenal di Eropa sana.


Lama tidak menghasilkan solusi, pihak perusahaan berusaha menghubungi pakar yang sudah retired. Problemnya, jika seorang sudah retired di negara tersebut, ada peraturan yang tidak membolehkannya sibuk lagi dengan pekerjaan yang harusnya sudah bisa ditangani oleh pakar pengganti. Yaitu generasi berikutnya.

Demi keadaan yang sudah sulit diatasi, ditambah produksi macet selama itu, dua pekan. Jumlah kerugian yang tidak kecil yang harus ditanggung oleh perusahaan.

Belum lagi para pekerja yang semestinya aktif bekerja, selama komputer pengendali ngadat, mereka menjadi terlantar. Padahal etos kerja di negara tersebut terbilang sangat tinggi.

Sambil memohon penuh harap, menyertakan alasan yang sudah diupayakan, perusahaan mencoba menghubungi pakar itu.
Sesampainya pakar tersebut di perusahaan, dia masuk ke ruang kendali. Setelah memperhatikan sekeliling, menganalisis secara singkat, tiba-tiba dia meminta disediakan obeng.

Seketika obeng diberikan, dengan cekatan tangan ahlinya menancap ke salah satu onderdil yang menempel pada sirkuit komputer.

Tampak tangannya memutar ke arah kanan, tiba-tiba saja komputer menyala dan operasional perusahaan lancar.
Demi menyaksikan peristiwa sekejap yang segera menghapus masalah itu, lima ahli komputer yang dari tadi mengamati terbelalak hampir tak percaya, terhadap apa yang dilihatnya. Keringat menetes tampa diundang. Boleh jadi masing-masing mereka bergumam, “Kalau tahu cuma begitu, mengapa tidak kulakukan dari kemarin-kemarin?”

Boleh jadi kisah nyata ini menjadikan jelas perbedaan antara sekedar ahli dengan pakar sesungguhnya.
Pakar yang super bisa bekerja cepat, hemat, tangkas, jeli dan sangat cermat.
Di dalam bahasa Al Quran, kepakaran yang super ini boleh jadi bisa mewakili konsep ulul albab ( QS al-Imran 3:190).

Pasti terhujam di setiap benak kita bahwa tingkat kepakaran seperti ini tidak mudah digapai. Selain memerlukan tingkat kecerdasan yang memukau, masih diperlukan ketekunan yang tinggi. Selain itu, tingkat kepakaran yang super ini tentulah memerlukan ketekunan belajar, kesungguhan bekerja dalam bidangnya serta berbagai keseriusan yang lain. Perlu pengalaman panjang.

Bisakah itu semua digapai setiap orang?
Saya ragu menjawabnya iya?

Namun, di sisi lain Al Quran menyematkan jalur cepat mampu menjadi pakar yang luar biasa itu.
Petunjuk sederhana Al Quran adalah, sengajakan dirimu senantiasa dzikrullah. Ya, dalam segala keadaan. Baik saat duduk, berdiri, berbaring. Pendek kata dalam setiap keadaan. Kalau kalimat dzikir merujuk kepada riwayat mutawatir yang dikenal Muslimin hampir di seluruh dunia. Mereka antara lain adalah: subhaanallah, alhamdulillah, Allahu Akbar, Laa ilaaha illaa Allah, laa hawla wa laa quwwata illaa billah.

Cara menggapai tingkat kepakaran yang super itu, sesuai konsep Al Quran, diterangkan pada (QS al-Imran 3:190-192). “Inna fii khalqissamaawaati wal ardli wakhtilaafil layli wan nahaari la-aayaatil li-ulil albaab. Alladziina yadzkuruunallaaha qiyaaman wa qu’uudan wa ‘alaa junuubikum wa yatafakkaruuna fii khalqissamaawaati wal ardl, Rabbanaa maa khalaqta hadzaa baathila, subhaanaka faqinaa ‘adzaabannaar”.

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”.

10 hari awal bulan Zulhijjah merupakan hari-hari yang sangat istimewa. Keutamaannya tak ada yang bisa melampaui. Kecuali orang yang mampu keluar berjihad di jalan Allah dengan fisiknya dan seluruh hartanya, lalu orang tersebut tidak kembali. Artinya mati syahid.

Bisa dibayangkan jika setiap kita menguatkan hati untuk tekun berdzikir pada hari-hari awal Zulhijjah ini. Bukankah ini menjadi bagian jalan agar setiap kita mampu melesatkan tingkat kepakaran dalam tempo sesingkat-singkatnya. Ialah, melakukan amal shalihat pada saat nilai amal sangat berlipat. Mari semua kita berusaha senantiasa dzikrullah sambil terus menjaga agar setiap amaliyah kita selalu shalihat!

Abdurachman

Penulis adalah Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya, Pemerhati spiritual medis dan penasihat sejumlah masjid di Surabaya.
Artikel ini adalah kiriman dari pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggung jawab penulis.

(erd/erd)



Sumber : www.detik.com

Selalu Alhamdulillah, Bahagia Tak Pernah Resah



Jakarta

Tak satu pun rakaat shalat yang lepas dari wajib membaca alFatihah. Surat pembuka dalam mushaf alQuran yang terkenal dengan alhamdulillah-nya.

Dalam sehari, minimal seorang Muslim membaca alhamdulillah 17 kali di dalam seluruh rakaat shalat. Dua shubuh, empat dluhur, empat ashar, tiga maghrib dan empat isya.

Di pagi membuka siang, di siang tengah hari, sore menjelang malam, di permulaan malam serta menjelang larut semuanya selalu alhamdulillah. Tak ada celah waktu tanpa alhamdulillah.


Alhamdulillah adalah kalimat puja dan puji hanya kepada Allah saja. Kata-kata adalah doa. Doa alhamdulillah adalah doa agar si pendoa selalu memuji, tidak pernah mencela, tidak pernah memaki.

Memuji berarti mengagumi. Kagum dalam kalimat alhamdulillah adalah kagum yang tanpa batas. Kekaguman yang tidak mampu dilogika. Kekaguman atas Dzat yang Maha terpuji. Sampai-sampai pujian itu dikembalikan kepada Allah atas puji yang pantas bagiNya. “Rabbanaa Lakal hamdu kamaa yambaghii li jalaali wajhikal kariim wa ‘adziimi shulthaanik.”

Rabb kami, bagiMu segala puji sebagaimana selayaknya, bagi kemuliaan wajahMu dan keagungan kekuasaanMu.

Kekaguman yang dahsyat sehingga membuat seorang yang mengagumi tidak sempat lagi terbesit padanya cela. Orang yang selalu mengucap alhamdulillah, sulit baginya mencela, sulit baginya kecewa, keluh kesah dan segala apa pun yang membuat hati kurang berkenan.

Alhamdulillah ‘alaa kulli haal, Maha terpuji Allah atas hal apa saja, tak ada kecuali.

Pantas diduga orang yang selalu berucap alhamdulillah dirinya selalu merasa senang.

Memang, sebagian makna alhamdulillah adalah senang. Dia bermakna bahagia, syukur dan terimakasih. Di mana saja orang yang penuh terimakasih, selalu happy.

Rasa terimakasih kepada Allah biasanya diungkap dalam bentuk syukuran. Bisa syukuran pernikahan, syukuran kenaikan jabatan, syukuran kelahiran, syukuran kesuksesan dalam hal apa saja, isinya pastilah ucapan terimakasih.

Setelah itu ungkapan syukur diteruskan dengan ucapan permohonan maaf karena yang disyukuri belum setimbang dengan nikmat yang diterima. Babak selanjutnya pada acara syukuran adalah pemberian bingkisan, makanan, minuman dan tanda syukur yang antara lain bisa berupa hadiah atau cendera mata.

Intinya orang yang dalam keadaan bersyukur identik dengan kewajaran dalam memberi.
Kalau begitu orang yang senantiasa mengucap alhamdulillah, dialah yang senantiasa memuji, tak pernah mencela, selalu
bersyukur tak pernah kecewa, senantiasa bahagia, selalu senang, senyum, selalu berterimakasih, dan selalu memberi.

Dalam makna ini kewajiban membaca alhamdulillah seolah mewajibkan setiap pembacanya untuk selalu berperilaku demikian.

Siapa pun yang memuji dengan tulus berarti dia menyukai yang dipuji, membanggakannya, mengagumimnya. Siapa pun yang membaca alhamdulillah seharusnya sadar bahwa dirinya memuji Dzat yang dikaguminya tanpa batas. Dia seolah sedang dimabuk cinta. Orang yang sedang mabuk cinta yang keluar dari lisannya selalu pujian sebagai manifestasi kekaguman bukan?

Dari makna ini membaca alhamdulillah bisa dimaksudkan sebagai pernyataan aku jatuh cinta! Kepada siapa? Kepada Allah!

Bagaimana caranya? Dengan mencintai hamba-hambaNya. Ialah memuji mereka, berterimakasih kepada mereka, memaafkan mereka, dermawan kepada mereka, menyenagi mereka dan pastinya tidak pernah ada rasa ingin menyakiti mereka.

Bila ini yang terjadi barulah bisa diyakini bahwa kalimat alhamdulillah yang terucap dari lisan, sesuai dengan maksud diwajibkannya kalimat itu. Kita diwajibkan selalu bahagia.

Beralih kepada publikasi ilmiah. Tak ditemukan satu pun riset yang membantah bahwa sikap syukur pasti membawa bahagia. Orang yang selalu bersyukur, selalu senang, hampa dari stres. Hampir bersih dari radikal bebas. Dia memiliki status pertahanan tubuh, status imun yang tinggi. Jika sedang sehat dia sulit sakit. Jika pun dia sakit maka mudah baginya sembuh.

Sel-selnya awet, sendinya tak mudah nyeri, tulang-tulangnya tak mudah patah, rambut bertahan bagus tidak mudah rontok. Bahkan pada orang yang selalu bersyukur tak ditemukan aroma tak sedap di tubuhnya.

Orang yang selalu memberi sebagai bawaan dari sikap selalu syukur, selalu memperoleh kemudahan dalam setiap persoalan. Mudah melakukan solusi dari problem yang dihadapi. Serta selalu tersedia baginya sarana dan prasarana dalam menjalani hidup.

Mereka yang selalu syukur, selalu terimakasih, selalu memberi, senantiasa memuji, selalu senang. Tak ditemuinya jalan yang sulit. Yang didapatnya selalu mudah, lancar dan memuaskan hati. Dia selalu dalam keadaan ridlo.

Semoga kita senantiasa berucap alhamdulillah di lisan, terlebih di qalbu, agar kita selalu bahagia, tak pernah resah!

Abdurachman

Penulis adalah Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya, Pemerhati spiritual medis dan penasihat sejumlah masjid di Surabaya.
Artikel ini adalah kiriman dari pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggung jawab penulis.

(erd/erd)



Sumber : www.detik.com

Karakter sel Ca Karakter Siapa, Sembuhkanlah Rabb!



Jakarta

Karakter Altruist

Temmu, nama panggilan akrab seorang perempuan yang berprofesi sebagai tukang cuci pakaian. Ia mencucikan baju keluarga-keluarga yang mengenalnya. Di sekitaran dia bertinggal. Orangnya terbuka. Tidak mudah tersinggung. Bicaranya lantang apa adanya. Siapa pun yang menyapanya dibalasnya sambil tertawa. Pendidikannya pun apa adanya. Sebagaimana penghasilannya sesuai dengan kondisinya. Ia bukan orang berada.

Ketika bulan puasa menjelang akhir, dia bersama para tetangga menuju lokasi Sunan Ampel Surabaya. Dipilihnya kendaraan bemo untuk itu. Bemo membawa mereka dari Krian, Sidoarjo, Jawa Timur.


Sayang, sampai di daerah perak Timur, ketika bemo yang mereka tumpangi membelok, tiba-tiba mereka tertabrak truk. Innaa lillaahi. Salah satu dari mereka yang meninggal adalah Temmu.

Enam tahun setelah Temmu dikuburkan, Ponaannya juga meninggal. Demi lokasi kuburan yang hampir penuh, ia harus dikubur di dekat Temmu. Tak sengaja para penggali kubur menggali dinding kuburan Temmu. Slash, slash, slash, bunyi cangkul mengoyak tanah dinding kuburan Temmu. Tiba-tiba saja mereka terhenyak kaget, demi menyibak dinding kuburan yang menyembulkan kafan putih bersih. Kafan Temmu yang masih utuh.

Serentak mereka sekejap lupa pada ponaan Temmu. Ramai mereka membincangkan siapa Temmu sesungguhnya.
Mereka bertanya-tanya heran. Temmu bukan ibu Nyai, bukan ningrat, apalagi golongan pejabat. Pendidikannya, ‘derajatnya’, ekonominya, lingkungannya, para kenalannya tak ada yang memungkinkannya diberi sebutan terhormat.

Setelah bertanya ke sana-sini demi informasi akurat tentang Temmu, sepakat para tetangga menyebut satu keahlian unik Temmu. Ialah, setiap dibagikan kepadanya baju bekas dari ibu-ibu yang dibantunya mencuci baju, ia sisihkan yang masih bagus-bagus. Baju-baju yang masih bagus itu ia bagikan kepada teman-temannya. Sisa yang paling lusuh, baru untuk dirinya.

Ternyata Temmu bukanlah orang yang egois, tapi sangat altruist, menyayangi orang lain melebihi dirinya.

Karakter Egois

Berbeda dengan Temmu berbeda pula dengan karakter sel-sel Ca atau sel-sel kanker. Sel-sel itu bersifat maunya sendiri. Tak peduli yang lain. Dia semau-maunya berkembang, berproliferasi, beranak, bercucu dan berbuyut. Kecepatannya luar biasa.

Dia tidak mematuhi aturan sel secara umum. Peraturan untuk membatasi perkembangannya ketika sudah mencapai populasi seimbang tak dihiraukannya.
Bentuknya membesar, melebihi ukuran sesama sel di lingkungannya. Seluruh suplai nutrisi sebisa mungkin dia kuasai. Menjadikan saluran nutrisi yang berupa pembuluh darah melimpah menuju lokasinya.

Batas pagar (membran, kapsul) tak menjadikannya merasa nyaman. Aturan batas ia lampaui. Bahkan sel-sel itu bisa melewati batas ‘dalam’ negeri. Bermigrasi jauh ke negara tetangga, ekspansi. Para ahli medis menyebutnya Metastasis.

Lama para ahli medis berjuang melihatnya dari berbagai sisi. Belum satu pun jawabnya bisa diterima dunia.
Namun jika para awam melihatnya dari sisi pandang mereka. Boleh jadi mereka bertanya? Apa hubungan sifat sel-sel kanker dengan sifat individunya? Sebenarnya, sifat sel-sel kanker itu membawa sifat siapa?

Mungkin, karena para awam sekarang sudah lihai memantik informasi dari gadget. Boleh jadi mereka pun mengerti tentang kloning dan sedikit lika-likunya.
Bukankah sel apa pun dan di bagian mana pun yang dijadikan materi kloning akan menghasilkan individu yang tepat sama dengan individu aslinya. Tepat sama, bukan fotocopy.

Jangan-jangan sel-sel kanker itu mewakili sekian sisi dari sifat individunya?

Sulit membenarkan pandangan para awam ini jika belum berbukti ilmiah. Namun, jika melihat rumus Einstein, E = m. C2, E ekivalen m. Bahwa karakter (sifat-sifat dasar) individu ekivalen dengan karakter fisiknya. Maka pendapat awam itu sulit ditolak.

Apalagi, melihat begitu populernya sebuah buku yang mengungkap bukti tentang itu. Buku itu berjudul, “Love, Miracle, and Medicine”. Sebuah buku best seller internasional. Karya Bernie Siegel, ahli bedah asli Amerika ini dicetak berulang setelah pertama terbit di tahun 1986. Buku ini mengungkap bukti adanya 57 kasus kanker ganas payudara di Amerika Serikat sana, sembuh total melalui jalan mengganti karakter egois dengan altruist. Para penderita itu mampu menghapus total jejak sel-sel kankernya setelah mereka merubah total karakter egoisnya.

Jika begitu, kisah nyata seorang Temmu di atas boleh jadi sangat menginspirasi.

Allahumma jadikan setiap kami berkarakter rahmatan lil ‘aalamiin. Mampu menundukkan egois menuju altruist. Mohon ganti karakter setiap kami dengan karakter yang paling sesuai dengan karakter yang Engkau ridloi.

Sembuhkanlah Rabb, aamiin!

Abdurachman

Penulis adalah Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya, Pemerhati spiritual medis dan penasihat sejumlah masjid di Surabaya.
Artikel ini adalah kiriman dari pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggung jawab penulis.

(erd/erd)



Sumber : www.detik.com

Doa Indah Berhias Cinta



Jakarta

Seorang pria paruh baya yang populer dipanggil Togog. Padahal nama aslinya sangat mulia, Slamet. Nama jawa yang diplesetkan dari bahasa Arab yang makna asalnya adalah selamat. Karena nama adalah doa, maka pemilik nama itu semestinya selalu didoakan agar selamat selamanya, dunia-akhirat.

Sayangnya Togog orangnya tidak mau shalat. Walau pun rumahnya bersebelahan dengan masjid. Jangankan shalat fardlu, shalat Jumat saja Togog tidak mau.

Karena di sebelah masjid, pasti adzan sulit dihindarkan mengalun agung di telinganya. Namun, walau istri Togog berulangkali mengingatkannya, minimal shalat Jumat, ia masih terus enggan. Bukan hanya tidak shalat, Togog juga hobi main, minum dan pekerjaan lain di sekitar itu.


Suatu hari di genap 50 tahun usianya, Togog menderita sakit cukup berat. Sakit yang membuatnya hampir satu tahun belum bisa beraktifitas sebagaimana biasanya. Di perjalanan sakitnya, entah karena rumah dekat masjid, atau kesadaran datang akan kemungkinan segera datangnya ajal, Togog mulai rajin pegang tasbih sambil berdzikir.

Setelah sekian lama Togog sakit, akhirnya ia sembuh. Satu keajaiban menarik yang kali ini dilakukan Togog. Ia mulai shalat berjemaah di masjid. Mungkin karena sungkan atau perasaan kurang pantas, Togog memilih tempat di pojok belakang area jemaah shalat.

Semakin hari Togog terlihat semakin istiqamah. Sehingga ketika hampir satu tahun terbiasa shalat berjemaah di masjid, lokasi shalat Togog sudah berselisih satu shaf dari posisi imam.

Tepat di Kamis malam Jumat. Di tengah-tengah shalat berjemaah maghrib, sampai rakaat kedua, Togog dipanggil Tuhan untuk menghadap. Innaa lillaah.

Gempar seluruh jemaah tempat Togog tinggal. Mereka saling penasaran. Bahkan ada yang berujar, “kok enak jadi Togog. Perilaku becik (baiknya) sangat minim dibandingkan kelirunya. Tapi, enaknya dia bisa meninggal sewaktu shalat berjemaah, di dalam masjid, bahkan pada malam Jumat”.

Banyak komentar serupa itu pun seolah mengambarkan rasa ‘iri’ pada nasib seorang Togog.
Demi penasaran yang tinggi, rasa kepo yang tak terbendung, para tetangga Togog mencari musabab ia bisa husnul khaatimah.

Sampai juga mereka pada kesepakatan bukti, bahwa selama ini, walaupun Togog belum rajin shalat ditambah mengerjakan yang belum sesuai ia sangat senang dan ringan tangan membantu para saudaranya. Membantu para tetangga atau kawan yang membutuhkan pertolongannya. Tanpa kecuali, tanpa syarat, tanpa banyak pertanyaan, bahkan disertai suasana senang dan riang gembira dalam membantu itu.

Seluruh kawan dan para tetangga sepakat, bahwa itulah satu-satunya kelebihan Togog. Slamet yang populer dengan panggilan Togog ini beralamat di Krian, Sidoarjo, Jawa Timur.

Di lain sisi, pernah seorang ‘aabid, ahli shalat malam yang sangat ingin menjadi wali, pernah protes kepada malaikat dalam mimpinya. Mengapa namanya belum tercantum di daftar nama para wali, padahal dirinya berupaya keras menjaga diri, bahkan shalat malam tidak pernah absen.

Malaikat yang ditanya malah santai menjawab,”Itu shalat kan untuk dirimu. Sedangkan tetanggamu yang suatu ketika membutuhkan pertolonganmu malah kamu abaikan. Di mana letak manfaat shalatmu itu secara sosial?”

Mungkin banyak di antara kita merasa agung kalau sudah melakukan ibadah maghdah dengan baik. Boleh jadi lupa bahwa hakikat ibadah harus berdampak rahmat. Ialah rahmat bagi semesta. Rahmat itu antara lain berupa keceriaan hati dalam membantu orang lain,menundukkan egoisme.

Mungkin banyak orang yang shalatnya sulit dihitung jumlahnya, tetapi jika shalat itu tak menimbulkan dampak pertolongan, tak mampu menindih egoisme nya, selamat tinggal agama. Ia distempel sebagai pendusta agama (al Ma’uun 107:7).

Mengapa demikian?

Bukankah sangat tidak rasional. Jelas di dalam surat alFatihah yang menjadi satu bacaan wajib dalam shalat, dirinya berujar, “Hanya kepada Engkau kami menghamba (mengabdi) dan hanya kepada Engkau kami memohon pertolongan” (alFatihah 1:5).

Sedangkan Nabi bersabda, “wa Allahu fii ‘aunil ‘abdi maa kaanal ‘abdu fii ‘auni akhihi”, dan Allah akan menolong hambaNya sebagaimana hamba itu menolong saudaranya.

Dari dua rangkai informasi agama ini, rupanya kita diminta sadar untuk segera gemar menolong orang lain tanpa pamrih. Maksud tampa pamrih adalah hanya mengharap ridloNya. Ridlo Allah antara lain berwujud pertolongan dariNya.

Jadi agak sulit dipahami jika doa (dalam alFatihah ayat 5) ini hanya bersifat pasif, sedangkan syarat dikabulkannya doa atau permohonan pertolonganNya adalah melalui menolong saudara kita.

Di susunan ayat 5 surat alFatihah itu, awal kalimat berbunyi “hanya kepada Engkau kami menghamba”.
Salah satu makna hamba adalah cinta. Jadi kalimat itu bisa dipahami dengan makna, hanya kepada Engkau kami mencinta.
Bagaimana kita bisa mencintaiNya sedangkan Dia tidak membutuhkan kita. Cintailah hambaNya, itulah wujud cinta kepadaNya.

Sebagai penutup. Rupanya ayat 5 surat alFatihah itu bisa genap menyimpulkan arti utuh jika menggabung dua rangkai isyarat makna. Bahwa di dalam melakukan pertolongan, kita pun berjanji kepadaNya untuk melakukannya itu dengan senang, dengan rasa suka, rasa cinta.

Itulah rupanya yang dilakukan Slamet, sehingga ia mampu tampil bahagia insyaAllah di surgaNya, setelah pernah tampak keliru di mata para tetangga.

Abdurachman

Penulis adalah Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya, Pemerhati spiritual medis dan penasihat sejumlah masjid di Surabaya.
Artikel ini adalah kiriman dari pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggung jawab penulis.

(erd/erd)



Sumber : www.detik.com

5 Contoh Naskah Khutbah Idul Adha 2024, Singkat dan Bermanfaat


Jakarta

Sebentar lagi, umat Islam akan merayakan hari raya Idul Adha. Tahun ini, Idul Adha dirayakan pada tanggal 17 Juni 2024.

Salah satu kegiatan yang dilakukan pada Idul Adha adalah menunaikan salat id. Setelah sembahyang, biasanya khatib akan menyampaikan khutbah Idul Adha.

Contoh Khutbah Idul Adha 2024

Dirangkum detikHikmah, berikut contoh khutbah Idul Adha yang bisa dibaca sebagai referensi untuk Idul Adha:


1. Judul: Makna Kurban dan Kemanusiaan

Khutbah 1

اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ،ـ الْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ يَـخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَيَـخْتَارُ، أَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ الْوَاحِدُ الْعَزِيْزُ الْغَفَّارُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ إِمَامُ الْمُتَّقِيْنَ وَقُدْوَةُ الْأَبْرَارِ، اللهم صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ، صَلَاةً دَائِمَةً مَّا تَعَاقَبَ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ

مَّا بَعْدُ، فَيَا إِخْوَةَ الْإِسْلَامِ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ الْقَائِلِ فِي مُحْكَمِ كِتَابِهِ: إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ، فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ، إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَـرُ

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah, Idul Adha, yang juga dikenal sebagai Hari Raya Kurban, adalah salah satu momen paling penting dalam agama Islam. Pada hari tersebut, umat Muslim di seluruh dunia merayakan pengorbanan Nabi Ibrahim AS dan menghormati tradisi ibadah kurban

Kurban adalah ibadah yang dilakukan dengan menyembelih hewan tertentu, seperti sapi, kambing, atau domba, sebagai penghormatan kepada Allah SWT. Ibadah kurban ini dilakukan sebagai tindakan ibadah yang menggambarkan kesediaan dan pengabdian seorang Muslim kepada Allah. Kurban juga mencerminkan kesadaran dan rasa syukur umat Muslim terhadap nikmat yang diberikan oleh Allah dalam kehidupan mereka. Sebagaimana firman dalam Q.S Al-Kautsar Ayat 2:

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْۗ

Artinya: “Maka, laksanakanlah salat karena Tuhanmu dan berkurbanlah.”

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah, Ibadah kurban memiliki dasar hukum yang kuat dalam Islam. Hal ini didasarkan pada Al-Quran, di mana Allah memerintahkan Nabi Ibrahim AS untuk mengurbankan putranya, Ismail AS, sebagai ujian kepatuhan dan pengabdian. Namun, sebagai pengganti yang diterima Allah, Nabi Ibrahim AS diberi domba untuk dikurbankan. Kisah ini mencerminkan kesetiaan Nabi Ibrahim AS kepada Allah dan menegaskan pentingnya kurban sebagai ibadah yang dianjurkan dalam agama Islam.

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يٰبُنَيَّ اِنِّيْٓ اَرٰى فِى الْمَنَامِ اَنِّيْٓ اَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرٰىۗ قَالَ يٰٓاَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُۖ سَتَجِدُنِيْٓ اِنْ شَاۤءَ اللّٰهُ مِنَ الصّٰبِرِيْنَ

Artinya: Ketika anak itu sampai pada (umur) ia sanggup bekerja bersamanya, ia (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku, sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Pikirkanlah apa pendapatmu?” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu! Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang sabar.”

Profesor Quraish Shihab dalam kitab Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Quran, Volume 11, halaman 281 mengatakan term “اَرٰى” [saya melihat] , اَذْبَحُكَ [saya menyembelihmu] dan تُؤْمَرُۖ [diperintahkan], dalam gramatika bahasa Arab menggunakan bentuk fiil mudhari yang berarti menunjukkan masa kini dan akan datang. Ayat ini mengisyaratkan bahwa apa yang Nabi Ibrahim lihat seakan-akan masih terlihat hingga saat penyampaian itu.

Sedangkan penggunaan bentuk tersebut untuk kata “menyembelihmu” untuk mengisyaratkan bahwa perintah Allah yang dikandung mimpi ini belum selesai dilaksanakan, tetapi hendaknya segera dilaksanakan. Karena itu pula jawaban sang anak kata kerja masa kini juga, untuk mengisyaratkan bahwa Nabi Ismail siap untuk melaksanakan perintah Allah yang sedang maupun yang akan ia terimanya. [Profesor Quraish Shihab, Tafsir Al Misbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Quran, Volume 11, [Ciputat, Penerbit Lentera Hati, 2017], halaman 281].

Ibadah kurban memiliki makna dan simbolisme yang mendalam dalam Islam. Dalam melakukan kurban, umat Muslim menunjukkan ketaatan, keikhlasan, dan pengorbanan diri kepada Allah. Kurban juga mengingatkan kita tentang nilai-nilai seperti kesederhanaan, berbagi, dan kepedulian sosial. Selain itu, kurban mengajarkan kita tentang arti penting memberikan yang terbaik dari yang kita miliki untuk kepentingan umat manusia dan menghormati nilai-nilai kasih sayang dan belas kasihan. Ini sebagaimana dikatakan oleh Syekh Wahbah az-Zuhaili, dalam Kitab Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, Jilid III, halaman 595;

والحكمة من تشريعها: هو شكر الله على نعمه المتعددة, وعلى بقاء الإنسان من عام لعام, ولتكفير السيئات عنه: إما بارتكاب المخالفة, أو نقص المأمورات, وللتوسعة على أسرة المضحي وغيرهم

Artinya: “Hikmah disyariatkan kurban ialah sebagai upaya mensyukuri nikmat Allah atas limpahan banyaknya nikmat, dan juga untuk rasa syukur manusia karena masih dianugerahkan umur yang panjang sabn tahun, dan untuk melebur dosa dari orang yang berkurban, ada kalanya dosa tersebut karena melaksanakan larangan Allah atau lalai dalam melakukan ketaatan, serta bertujuan untuk melapangkan rezeki atas keluarga orang yang berkurban dan selainnya.

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah, selanjutnya ibadah kurban merupakan bentuk solidaritas sosial yang kuat terhadap sesama umat manusia. Saat seseorang melaksanakan kurban, mereka tidak hanya memikirkan kepentingan pribadi, tetapi juga berbagi dengan mereka yang kurang beruntung. Hewan kurban yang disembelih akan dibagikan pada yang membutuhkan, termasuk fakir miskin, anak yatim, dan orang-orang yang terpinggirkan dalam masyarakat. Melalui tindakan ini, ibadah kurban memperkuat ikatan sosial antara sesama manusia dan membantu mengurangi kesenjangan sosial.

Selanjutnya, ibadah kurban mengajarkan nilai kebersamaan dan berbagi. Saat umat Muslim melaksanakan ibadah kurban, mereka melakukan tindakan tersebut bersama-sama sebagai komunitas. Ini menciptakan ikatan sosial yang erat dan memperkuat rasa persaudaraan antara sesama Muslim.

Tidak hanya itu, melalui pembagian daging kurban kepada masyarakat yang membutuhkan, ibadah kurban juga mengajarkan pentingnya berbagi dan membantu mereka yang kurang beruntung. Hal ini mengingatkan kita untuk tidak egois dan memperhatikan kebutuhan orang lain di sekitar kita, sehingga mampu menciptakan masyarakat yang lebih harmonis dan adil.

Di sisi lain, pelbagai nilai empati dan perhatian, bukan saja pada manusia, tetapi juga hewan. Dalam Islam ditanamkan doktrin untuk menghormati hewan. Pasalnya, ada adab yang harus dijaga dan diamalkan. Saat kita mengikuti ibadah kurban, kita harus memahami bahwa hewan kurban tersebut adalah makhluk ciptaan Allah yang juga memiliki hak-haknya. Islam mengajarkan bahwa hewan harus diperlakukan dengan baik dan disembelih dengan cara yang humanis.

Dalam tataran ini, melalui ibadah kurban, manusia belajar untuk memahami rasa sakit dan penderitaan makhluk lain, sehingga dapat merasakan kebutuhan dan kepedulian terhadap mereka. Ini mengembangkan sifat empati dalam diri kita dan mendorong kita untuk berperilaku dengan bijaksana terhadap lingkungan dan makhluk di sekitar kita. Simak hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim yang bersumber dari Abu Ya’la, Rasulullah bersabda;

إِنَّ اللهَ كَتَبَ الْإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ، فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ، وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذِّبْحَ، وَلْيُحِدَّ أَحَدَكُمْ شَفْرَتَهُ وَلْيُرِحْ ذَبِيْحَتَهُ

Artinya: “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan berbuat ihsan atas segala sesuatu. Apabila kalian membunuh, maka bunuhlah dengan baik. Apabila kalian menyembelih, maka sembelihlah dengan baik dan hendaklah salah seorang di antara kalian menajamkan pisaunya dan senangkanlah hewan yang akan disembelih.”

Terakhir, ibadah kurban memiliki dimensi spiritual yang mendalam. Selain tujuan sosial dan humanisnya, ibadah kurban juga bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah dan meningkatkan ketakwaan. Ia mengingatkan kita tentang kewajiban kita untuk memberikan yang terbaik dari apa yang kita miliki sebagai ungkapan syukur atas nikmat-nikmat Allah yang melimpah.

Dalam kurban, kita mengorbankan sesuatu yang berharga bagi kita sebagai bentuk pengabdian dan ketaatan kita pada Allah. Dengan melakukan ibadah kurban dengan niat yang tulus dan ikhlas, kita memperoleh pahala dan mendekatkan diri kepada Allah. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Nabi Saw dalam sabda;

مَا عَمِلَ آدَمِيٌّ مِنْ عَمَلٍ يَوْمَ النَّحْرِ أَحَبَّ إِلَى اللهِ مِنْ إِهْرَاقِ الدَّمِ، إِنَّهُ لَيَأْتِي يَوْمَ القِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَشْعَارِهَا وَأَظْلاَفِهَا، وَأَنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنَ اللهِ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ مِنَ الأَرْضِ، فَطِيبُوا بِهَا نَفْسًا

Artinya: “Tidak ada amalan yang dilakukan oleh manusia pada hari Nahr yang lebih dicintai oleh Allah selain daripada mengucurkan darah (hewan kurban). Sesungguhnya, ia (hewan kurban) akan datang pada hari kiamat dengan tanduk, bulu, dan kukunya.”

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
(Sumber: NU Online )

Khutbah 2

اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ، فَاللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا وَنَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ المَيَامِيْنَ، وَالتَّابِعِينَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ

أَمَّا بَعْدُ، فَأُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَاتَّقُوا اللَّهَ تَعَالَى فِي هَذَا الْيَوْمِ الْعَظِيمِ، وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا وَنَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الطَّيِّبِيْنَ، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ، أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ، وَعَنْ سَائِرِ الصَّحَابَةِ الصَّالحينَ

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيعٌ قَرِيبٌ مُجِيبُ الدَّعَوَاتِ، اللَّهُمَّ اجْعَلْ عِيدَنَا هَذَا سَعَادَةً وَتَلاَحُمًا، وَمَسَرَّةً وَتَرَاحُمًا، وَزِدْنَا فِيهِ طُمَأْنِينَةً وَأُلْفَةً، وَهَنَاءً وَمَحَبَّةً، وَأَعِدْهُ عَلَيْنَا بِالْخَيْرِ وَالرَّحَمَاتِ، وَالْيُمْنِ وَالْبَرَكَاتِ، اللَّهُمَّ اجْعَلِ الْمَوَدَّةَ شِيمَتَنَا، وَبَذْلَ الْخَيْرِ لِلنَّاسِ دَأْبَنَا، اللَّهُمَّ أَدِمِ السَّعَادَةَ عَلَى وَطَنِنَا، وَانْشُرِ الْبَهْجَةَ فِي بُيُوتِنَا، وَاحْفَظْنَا فِي أَهْلِينَا وَأَرْحَامِنَا، وَأَكْرِمْنَا بِكَرَمِكَ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً، وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ، وَأَدْخِلْنَا الْجَنَّةَ مَعَ الْأَبْرَارِ، يَا عَزِيزُ يَا غَفَّارُ. عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ، وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ، عِيْدٌ سَعِيْدٌ وَكُلُّ عَامٍ وَأَنْتُمْ بِخَيْرٍ

2. Judul: Dua Dimensi Ibadah dalam Kurban

Khutbah 1

اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. الحَمْدُ للهِ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ رَسُولِ اللَّهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالَاه. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ لَانَبِيّ بعدَهُ. أَمَّا بَعْدُ فَإنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ الْقَائِلِ فِي كِتَابِهِ الْقُرْآنِ. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

Allah SWT berfirman dalam Al-Quran Surat Al-Kautsar ayat 1-3:

إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ. فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ. اِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْاَبْتَرُ

Artinya: “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah salat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah. Sungguh, orang-orang yang membencimu dialah yang terputus (dari rahmat Allah).”

Ayat ini menjadi renungan bagi kita, betapa banyak nikmat Allah yang telah dianugerahkan kepada kita sampai dipastikan tidak akan bisa kita menghitungnya satu persatu. Kenikmatan ini harus kita syukuri dalam wujud menggunakannya untuk ibadah, mendekatkan diri kepada Allah. Pendekatan diri kepada Allah bisa dilakukan dengan mengerjakan salat dan menyembelih hewan kurban sebagaimana ditegaskan dalam ayat kedua surat ini.

Selain sebagai ibadah yang memiliki dimensi vertikal yakni mendekatkan diri kepada Allah, kurban juga memiliki dimensi horizontal atau sosial yakni berbagi rezeki dengan orang lain. Jika dalam Hari Raya Idul Fitri, kita membahagiakan orang lain dengan zakat, maka saatnya di Idul Adha ini kita gembirakan hati orang lain dengan ibadah kurban.

Hadirin wal Hadirat Jamaah Salat Idul Adha Rahimakumullah. Semoga kita memiliki kepekaan sosial untuk saling berbagi dan mampu memberikan manfaat banyak bagi orang di sekitar kita, karena sebaik-baik manusia adalah mereka yang bisa memberi manfaat bagi orang lain. Amin.
(Sumber: NU Online)

بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ َأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم

Khutbah 2

اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ الْحَمْدُ لِلَّهِ وَ الْحَمْدُ لِلَّهِ ثُمَّ الْحَمْدُ لِلَّهِ . أَشْهَدُ أنْ لا إلَهَ إلا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ وأشهدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ لَانَبِيّ بعدَهُ . اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ القِيَامَةِ. أَمَّا بَعْدُ فَيَاأَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَ نَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى اِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يٰأَيُّهَا الَّذِيْنَ أٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَ سَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ . اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ والقُرُوْنَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتَنِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ
(Sumber: NU Online)

3. Judul: Hikmah Kurban Ikhlas di Dunia dan Akhirat

Di akhir khutbah ini, dengan penuh khusyu’ dan tadharru’, kita berdoa kepada Allah SWT semoga perjalanan hidup kita senantiasa terhindar dari segala keburukan yang menjerumuskan umat Islam. Semoga dengan doa ini pula, kiranya Allah SWT berkenan menyatukan kita dalam kebenaran agama-Nya dan memberi kekuatan untuk memtaati perintahnya dan menjauhi larangan-Nya. Amin Ya Rabbal ‘Alamain.
(Sumber: Situs MUI Digital oleh KH M Cholil Nafis, Ph D, Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah)

4. Judul: Keutamaan Kurban bagi Orang Beriman

لحَمْدُ للهِ الَّذِي هَدَى الْمُتَّقِيْنَ الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَ وَفَضَّلَهُمْ بِالْفَوْزِ الْعَظِيْمِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلهَ إِلَّا اللهُ الرَّحْمنُ الرَّحِيْمُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا أَفْضَلُ الْمُرْسَلِيْنَ، اللّهُمَّ فَصَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ ذِي الْقَلْبِ الْحَلِيْمِ وَآلِهِ الْمَحْبُوْبِيْنَ وَأَصْحَابِهِ الْمَمْدُوْحِيْنَ وَمَنْ تَبِعَ سُنَّتَهُ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ، وَبَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ أُوْصِيْنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ وَنَجَا الْمُطِيْعُوْنَ.

فَقَالَ الله تَعَالىٰ :يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَ نْـتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.

فَـصَـلِّ لـِرَّبِّـكَ وَانْـحَـرْ.

اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَر اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ اْلحَمْدُ.

Kaum muslimin yang dirahmati Allah.

Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT yang masih memberikan limpahan nikmat-Nya kepada kita. Di antara limpahan nikmat tersebut adalah nikmat umur panjang dan nikmat kesehatan. Ini adalah nikmat terbesar yang diberikan Allah. Kita yakin dan percaya tanpa adanya dua nikmat ini, kita pasti tak akan bisa atau mampu melangkahkan kaki, mengayunkan tangan datang ke tempat ini untuk bersujud kepada Allah SWT.

Maka, selagi Allah SWT memberikan dua nikmat ini kepada kita, maka jangan sia-siakan untuk meningkatkan ibadah kita kepada Allah SWT.

Shalawat dan salam mari kita haturkan kepada Rasulullah SAW.

اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَر اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ اْلحَمْدُ.

Kaum muslimin yang dirahmati Allah, wujud dari rasa syukur terhadap nikmat yang telah Allah berikan adalah dengan bertakwa kepada Allah SWT, yaitu dengan menjalankan segala yang diperintahkan Allah dan menjauhi segala larangan-Nya.

Kemudian menjalankan segala yang diperintahkannya itu, juga mesti diiringi dengan rasa keimanan yang tinggi, bahwa tiada satu pun yang berhak disembah kecuali Allah SWT. Kemudian juga diiringi dengan rasa diawasi oleh Allah sehingga diri ini merasa malu ketika enggan menjalankan segala yang diperintahkan. Kemudian rasa takut, karena di balik perintah tersebut pasti ada yang akan ditimpakan ketika kita enggan menjalankan perintah tersebut.

Jika ketakwaan ini sudah tertanam dan mendarah daging dalam diri kita, yakinlah terhadap janji yang Allah berikan kepada kita berupa kelapangan dan keberkahan rezeki, kemudahan dalam segala urusan. Serta, jalan keluar atau kemudahan terhadap persoalan kehidupan yang kita jalani akan kita dapatkan.

Allah berfirman dalam surat At-Talaq:

وَمَنْ يَّـتَّـقِ اللّٰهَ يَجْعَلْ لَّهٗ مَخْرَجًا.

“Barang siapa betakwa kepada Allah, niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya.”

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

وَّيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ

وَمَنْ يَّتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ فَهُوَ حَسْبُهٗ…

“Dan Dia memberikan rezekinya dari arah yang tidak disangka-sangka. Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan keperluannya.” (QS. At-Thalaq: 2-3)

Allah SWT tidak memandang dan menilai seseorang dari suku dia berasal, atau dari kepemilikan harta, kedudukan, pangkat, dan jabatan. Begitu pula dari rupa dan paras seseorang. Tapi Allah SWT menilai dari ketakwaan kita.

Tanpa disangka-sangka Allah SWT kembali mempertemukan kita di hari Idul Adha atau dalam istilah lainnya juga dikenal dengan udhiyah yang artinya hewan yang disembelih pada hari raya Idul Adha.

Idul Adha merupakan ibadah sembelihan hewan kurban yang kita laksanakan sebagai bentuk wujud rasa syukur kita kepada Allah yang telah memberikan nikmat yang banyak kepada kita, yang diawali dengan salat dua rakaat yang telah kita kerjakan barusan ini.

Allah SWT berfirman:

فَـصَـلِّ لـِرَّبِّـكَ وَانْـحَـرْ.

“Maka dirikanlah salat dan berkurbanlah.” (QS.Al-kautsar: 2).

Selain dari ayat di atas, syariat Idul kurban juga dapat kita lihat dalam surat Al-Hajj ayat 36

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

وَا لْبُدْنَ جَعَلْنٰهَا لَـكُمْ مِّنْ شَعَآئِرِ اللّٰهِ لَـكُمْ فِيْهَا خَيْرٌۖفَا ذْكُرُوا اسْمَ اللّٰهِ عَلَيْهَا صَوَآ فَّۚفَاِ ذَا وَجَبَتْ جُنُوْبُهَا فَكُلُوْا مِنْهَا وَاَ طْعِمُوا الْقَا نِعَ وَا لْمُعْتَـرَّۗكَذٰلِكَ سَخَّرْنٰهَا لَـكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ.

“Dan unta-unta itu Kami jadikan untukmu bagian dari syiar agama Allah, kamu banyak memperoleh kebaikan padanya. Maka sebutlah nama Allah (ketika kamu akan menyembelihnya) dalam keadaan berdiri (dan kaki-kaki telah terikat). Kemudian apabila telah rebah (mati), maka makanlah sebagiannya dan berilah makan orang yang merasa cukup dengan apa yang ada padanya (tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami tundukkan (unta-unta itu) untukmu agar kamu bersyukur.” (QS. Al-Hajj :36)

Selain Al-Quran seperti yang disebutkan dua ayat di atas, tata pelaksanaan ibadah kurban juga didasari oleh hadis dari Rasulullah. Bahkan salah satu dari hadisnya memberikan peringatan bagi kita yang enggan menjalankan ibadah kurban.

Dari Abi Hurairah RA berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Siapa yang memiliki kelapangan tapi tidak menyembelih kurban, janganlah mendekati tempat salat kami.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan Al-Hakim).

Hadis di atas, setidaknya memberikan sinyal yang menunjukan kepada kita betapa pentingnya ibadah kurban itu kita laksanakan.

Oleh karena itu khatib mengajak kita semua kalau pada saat kita tidak mampu untuk berkurban, maka setelah ini kita mulai meniatkan dan membulatkan tekat kita untuk melaksanakan kurban di tahun besok. Kita harus menargetkan dan memaksakan diri kita, “Tahun depan saya harus berkurban.”

Kalau tidak bisa kita lakukan secara tunai, maka dapat kita lakukan dengan cara membayarnya secara berangsur-angsur. Sebab dia merupakan ibadah yang paling dicintai Allah. Di hari kiamat nanti Allah syafaat bagi mereka yang berkurban.

Dari Aisyah RA bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah seorang anak Adam melakukan pekerjaan yang paling dicintai Allah pada hari nahr kecuali mengalirkan darah (menyembelih hewan kurban). Hewan itu nanti pada hari kiamat akan datang dengan tanduk, rambut, dan bulunya. Dan darah itu di sisi Allah SWT segera menetes pada suatu tempat sebelum menetes ke tanah.” (HR. Tirmizy 1493 dan Ibnu Majah 3126).

Selain daripada itu, ibadah kurban termasuk merupakan ibadah yang utama. Sisi keutamaannya pada kita adalah dengan bersandingnya dua perintah yaitu salat dan berkurban sekaligus dalam surat Al-Kautsar ayat 2.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah ketika menafsirkan ayat ini menguraikan bahwa Allah SWT memerintahkan Nabi Muhammad SAW untuk mengumpulkan dua ibadah yang agung ini yaitu shalat dan menyembelih kurban. Hal ini menunjukkan sikap taqarrub, tawadhu’, merasa butuh kepada Allah SWT, husnuzhan, keyakinan yang kuat dan ketenangan hati kepada Allah SWT, janji, perintah, serta keutamaan-Nya.

Oleh sebab itulah, dalam surat lain Allah SWT menggandengkan keduanya dalam firman-Nya:

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

*قُلْ اِنَّ صَلَا تِيْ وَنُسُكِيْ وَ مَحْيَايَ وَمَمَا تِيْ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ.*

“Katakanlah (Muhammad), ‘Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan seluruh alam’,” (QS. Al-An’am: 162)

Walhasil, salat dan menyembelih kurban adalah ibadah paling utama yang dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Beliau juga menegaskan: “Ibadah harta benda yang paling mulia adalah menyembelih kurban, sedangkan ibadah badan yang paling utama adalah salat.”

Wahai orang-orang beriman yakinlah ibadah kurban yang kita kerjakan ini, tidak akan membuat kita rugi. Karena Allah pasti memberikan balasan, kebaikan, serta keselamatan dan keberkahan bagi kita yang selalu menjalankan segala yang diperintahkannya.

Khutbah II

*اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ.*

*اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا*

*أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ*

*اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ*
(Sumber: laman Muhammadiyah)

5. Judul: Kurban dan Perwujudan Kesalehan Sosial

الخطبة الأولى
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الله اكبر 9×
الله اكبر كبيرا والحمد لله كثيرا وسبحان الله بكرة وأصيلا، لاإله إلا الله، هو الله اكبر، الله اكبر ولله الحمد.
الحمد لله الذي جعل هذا اليوم عيدا للمسلمين وجعل عبادة الحج وعيد الأضحى من شعائر الله وإحيائَها من تقوى القلوب.
أشهد أن لا إله إلاالله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله المبعوث رحمة للعالمين بشيرا ونذيرا وداعيا إلى الله وسراجا منيرا.
اللهم صل على سيدنا محمد وعلى أله وأصحابه أجمعين.
أما بعد… فيا عباد الله أوصيكم وإياي بتقوى الله، فقد فاز المتقون.
قال الله تعالى بعد أعوذ بالله من الشيطان الرجيم، بسم الله الرحمن الرحيم: ذَلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ (الحج/22: 32) صدق الله العظيم

Kaum Muslimin yang dimuliakan Allah SWT,

Puji syukur marilah kita panjatkan ke hadirat Allah SWT yang segala rahmat dan nikmat-Nya senantiasa dilimpahkan kepada kita. Sehingga pada hari ini, tanggal 10 Żulhijjah kita dapat merayakan Idul Adha dengan tenang dan khidmat dan melaksanakan salat id dengan khusu’, semoga amal ibadah kita diterima oleh Allah SWT, amin.

Salah satu dari bulan-bulan yang dimuliakan Allah adalah bulan Żulhijjah yang berarti “bulan yang di dalamnya terdapat pelaksanaan ibadah haji” atau dalam bahasa kita sering disebut dengan “bulan besar”, karena di dalam bulan ini terdapat peristiwa besar. Kebesaran peristiwa itu ditandai dengan berkumpulnya jutaan umat Islam dari seluruh penjuru dunia di padang Arafah untuk melakukan wukuf, sebagai bagian dari rangkaian ibadah haji. Para hujjāj (orang yang berhaji) berkumpul dalam “Muktamar/Kongres Akbar” untuk mendekatkan diri kepada Allah dalam menyempurnakan Rukun Islam.

Bagi kita yang tidak melaksanakan Haji disunahkan berpuasa. Karena puasa sunnah yang kita laksanakan itu dapat menghapus dosa-dosa kita satu tahun yang lalu dan satu tahun yang akan datang. Tidak hanya ibadah puasa yang sangat dianjurkan, bahkan ibadah apapun sangat dianjurkan dilaksanakan pada 10 hari pertama di bulan Żulhijjah ini, misalnya sedekah, salat, dan lain-lain sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW:

ما من أيام العمل الصالح فيها أحب إلى الله من هذه الأيام يعني أيام العشر قالوا: يا رسول الله! ولا الجهاد في سبيل الله؟ قال: ولا الجهاد في سبيل الله إلا رجل خرج بنفسه وماله فلم يرجع من ذلك شيء

“Tidak ada perbuatan yang lebih disukai oleh Allah, daripada perbuatan baik yang dilakukan pada sepuluh hari pertama di bulan Zulhijjah. Para sahabat bertanya: Ya Rasulullah, walaupun jihad di jalan Allah? Sabda Rasulullah: Walau jihad pada jalan Allah kecuali seorang lelaki yang keluar dengan dirinya dan harta bendanya, kemudian kembali tanpa membawa apa-apa.” (HR Bukhari)

Kemudian pada tanggal 10 Żulhijjah, hari ini dan 3 hari berikutnya 11, 12 dan 13 Żulhijjah, yang dikenal dengan hari Tasyriq, kita merayakan dan berada dalam suasana Idul Adha yang ditandai dengan penyembelihan hewan kurban seperti sapi dan kambing. Gema takbir, tahlil, tahmid, dan taqdis membahana di jagad raya menyuarakan rasa syukur kita kepada Allah empat hari ke depan.

Telah banyak hikmah yang disampaikan oleh para khatib dan dai terkait dengan Idul Adha ini, mulai dari tentang ibadah haji, ibadah kurban, kesabaran dan ketaatan seorang ayah dan anaknya, dan lain-lain. Pada kesempatan khutbah ini khatib akan menyampaikan tema khutbah Idul Adha yaitu “Kurban dan Perwujudan Kesalehan Sosial”.

Pemahaman umum di masyarakat kita selama ini yang hanya mengaitkan ibadah kurban sebagai kesalehan ritual yang sifanya personal-transendental tentu tidak salah. Bagi kita umat Islam, berkurban dengan menyembelih hewan ternak merupakan salah satu bentuk mendekatkan diri kepada Allah (taqarrub ilallah) di samping ibadah lainnya.

Namun, kalau hanya memahami kurban sampai di dimensi ini maka pesan Islam sebagai agama yang peduli kepada sesama, sebagaimana disebutkan dalam hadis nabi “sebaik-baik kamu adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain”, tidak akan terwujud.

Padahal sebenarnya ibadah kurban juga memiliki dimensi lain yaitu dimensi kesalehan sosial yang sifatnya komunal-konkret. Pemaknaan akan dimensi sosial ini tergambar dari komponen pembagian daging hewan kurban kepada fakir miskin. Di sini ditujukan untuk menimbulkan nuansa kepedulian kepada sesama. Sayangnya pesan kedua ini tidak banyak dipikirkan oleh kebanyakan kaum Muslim.

Barangkali, kebanyakan kaum Muslim hanya terpaku pada pemberdayaan keimanan diri sendiri. Seolah-olah menjadi orang yang religius atau paling agamis, sudah dirasa cukup baginya. Namun sebagaimana hadis di atas “bahwa sebaik-baik manusia adalah manusia yang dapat bermanfaat bagi orang lain,” maka pemberdayaan masyarakat menjadi sebuah kata kunci disini.

Maka Idul Adha ini sejatinya tak hanya sekedar untuk menyembelih hewan kurban, namun ia juga merupakan momentum untuk memberi dan berbagi sebagai simbol ketakwaan dan penerapan kesalehan sosial. Terlebih di masa pandemi yang belum betul-betul berakhir, ditambah keadaan perkenomian global yang tidak stabil sebagai dampak dari konflik di berbagai belahan dunia yang ikut berdampak terhadap perkenomian Indonesia yang mengakibakan harga komoditas menjadi lebih mahal.

Idul Adha (Hari Raya Kurban) sejatinya merupakan kesinambungan jalan kesalehan spiritual dan sosial dari Idul Fitri. Jika Idul Fitri merupakan manifestasi kemenangan atas nafsu yang kemudian dipungkasi dengan membayar zakat fitrah, maka Idul Adha merupakan manifestasi dari bukti cinta, patuh, takwa, ketulusan berkorban, dan kerendahan hati yang kemudian dipungkasi dengan menyembelih hewan kurban dan membagi-bagikannya kepada yang berhak menerimanya.

Dalam konteks yang lebih luas, kesalehan sosial menunjuk pada perilaku yang peduli kepada sesama. Sejatinya mereka yang saleh secara individual berarti beriman dan bertakwa kepada Allah. Wujud dari keberimanan dan ketakwaan kepada Allah otomatis akan merefleksikan kesalehan sosial, yaitu peduli kepada mereka yang miskin, bodoh dan terbelakang. Wujud dari itu, maka mereka akan selalu berpikir, berikhtiar, dan berjuang untuk mengubah nasib mereka yang belum beruntung dalam hidupnya.

Kesalehan sosial bisa diwujudkan dengan mengubah nasib orang-orang yang belum beruntung tadi dan dapat dikatakan belum menikmati kemerdekaan. Menurut hemat kami, yang paling penting dan utama ialah dalam bidang pendidikan dengan menghimpun dana untuk menyediakan beasiswa yang cukup kepada anak-anak miskin untuk melanjutkan pendidikan di dalam dan luar negeri.

Selain itu, memberi skill (keahlian) kepada para pemuda yang karena satu dan lain hal tidak bisa melanjutkan pendidikan. Maka walaupun mereka tidak memiliki pendidikan yang tinggi, tetapi untuk survive dalam hidup, mereka mesti diberi keahlian kerja dan bisnis.

Wujud lain dari kesalehan sosial, bisa dilakukan oleh mereka yang memegang kedudukan di pemerintahan dan parlemen, untuk terus berpikir dan membuat kebijakan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

Dengan demikian, iman dan taqwa kepada Allah melahirkan kesalehan individual dalam bentuk ibadah haji, salat Idul Adha dan penyembelihan kurban. Itu belum cukup, harus ditindaklanjuti dengan mewujudkan kesalehan sosial sesuai dengan peran kita masing-masing.

Oleh karena itu kepada umat Islam yang mampu sangat dianjurkan berkurban. Bahkan Nabi memperingatkan secara keras bagi orang yang mampu tapi tidak berkurban untuk tidak mendekati tempat salat orang Islam. Nabi bersabda:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ وَجَدَ سَعَةً فَلَمْ يُضَحِّ، فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا»

“Barangsiapa yang pada saat Idul Adha mempunyi kemampuan tetapi ia tidak mau berkurban maka janganlah ia mendekati tempat salat kami.” (Hadis riwayat Ahmad).

Hadis Nabi ini seolah-olah ingin menyampaikan pesan bahwa salatmu akan sia-sia saja, jika kamu tidak berkurban sementara kamu mampu untuk itu. Inilah salah satu manifestasi atau bentuk konkrit agar umat Islam memiliki kesadaran atau kesalehan sosial yang tinggi dan peduli kepada sesama. Seluruh ibadah kita memiliki aspek vertikal atau hablum minallah, berhubungan dengan Allah, dan aspek horizontal atau hablum minannas, berdampak kepada manusia.

Qurban juga bisa merupakan solusi praktis bagaimana Islam memberikan obat bagi penyembuhan masalah sosial berupa kemiskinan. Karena dari kemiskinanlah lahir beragam penyakit sosial lainnya dan kriminalitas. Daging hewan kurban tersebut kemudian dibagi-bagikan terutama kepada fakir miskin. Dalam Al-Quran surat al-Hajj ayat 28 Allah berfirman:

لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ

“…maka makanlah sebagian darinya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang sengsara lagi fakir.”

Yang diterima Allah sebenarnya bukanlah daging dan darah hewan kurban itu. Namun ketakwaan dan niat ikhlas kita lah yang sampai kepada Allah dan ia yang akan menjadi bekal dan amal saleh kita. Allah berfirman dalam surat Al-Hajj (22) ayat 37:

لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ…

“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai keridhaan Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya…”

Betapa besar ganjaran pahala bagi orang yang berkurban sampai-sampai Nabi mengatakan bahwa pada setiap helai hewan yang kita kurbankan terdapat kebaikan, sebagaimana sabda Beliau:

عَنْ زَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ، قَالَ: قَالَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا هَذِهِ الْأَضَاحِيُّ؟ قَالَ: «سُنَّةُ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ» قَالُوا: فَمَا لَنَا فِيهَا يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: «بِكُلِّ شَعَرَةٍ، حَسَنَةٌ» قَالُوا: ” فَالصُّوفُ؟ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ: «بِكُلِّ شَعَرَةٍ مِنَ الصُّوفِ، حَسَنَةٌ»

“Sahabat bertanya Ya Rasulallah, apakah kurban itu? Rasulullah menjawab: Itu suatu sunah ayahmu Ibrahim. Mereka bertanya lagi: Apa yang akan kita peroleh dari kurban itu? Beliau menjawab: Pada setiap helai bulunya terdapat kebaikan.” (Hadis riwayat Ahmad dan Ibnu Majah).

Semoga khutbah yang singkat ini bermanfaat dalam mendorong peningkatan kualitas dan kuantitas amal kesalehan ritual kita dalam melaksanakan semua ibadah, serta mendorong penguatan kepekaan kesalehan sosial kita berupa kepedulian, perhatian, solusi, kebijakan, dan aksi nyata kepada mereka-mereka yang membutuhkan, amin.
(Sumber: dokumen Fakultas Syariah UIN Raden Mas Said Surakarta oleh Dr. Ismail Yahya, S. Ag., MA, Dekan Fakultas Syariah UIN Raden Mas Said Surakarta)

Itu dia beberapa contoh naskah khutbah Idul Adha 2024. Semoga khutbah-khutbah di atas bisa membantu kita mempersiapkan diri menyambut Idul Adha 2024 yang akan datang.

(khq/khq)



Sumber : www.detik.com