Category Archives: Dakwah

3 Khutbah Jumat tentang Sedekah dan Berbagi Rezeki


Jakarta

Khutbah Jumat adalah salah satu bagian penting dari rangkaian ibadah sholat Jumat yang wajib diikuti oleh setiap Muslim laki-laki. Melalui khutbah, khatib menyampaikan nasihat dan pesan-pesan keagamaan yang tidak hanya menguatkan iman, tetapi juga memberi panduan dalam menjalani kehidupan sehari-hari.

Seperti apa isi khutbah yang dapat menginspirasi jamaah untuk lebih peduli terhadap sesama? Artikel ini akan membahas 3 khutbah Jumat yang penuh hikmah tentang berbagi sedekah dan rezeki. Simak selengkapnya berikut ini.

Contoh Khutbah Jumat tentang Sedekah

Khutbah Jumat menjadi momen istimewa untuk mengingatkan jamaah tentang pentingnya memperbaiki diri, termasuk dalam hal berbagi sedekah dan memahami konsep rezeki dalam Islam.


Dalam Islam, berbagi sedekah dan menjaga hubungan baik dengan sesama adalah wujud nyata dari keimanan. Khutbah Jumat tentang sedekah dan rezeki sering kali menjadi pengingat bagi jamaah akan keberkahan yang datang dari berbagi kepada sesama. Berikut ini beberapa contohnya.

1. Sedekah yang Bermakna

السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُه

Saudara-saudara kaum muslimin yang berbahagia.

Mengawali khutbah kali ini khatib akan menyampaikan sebuah hadits yang memiliki makna dalam bagi kehidupan manusia. Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal:

كُلُّ نَفْسٍ كُتِبَ عَلَيْهَا الصَّدَقَةُ كُلُّ يَوْمِ طَلَعَتْ فِيْهِ الشَّمْسُ فَمِنْ ذلِكَ أَنْ يَعْدِلَ بَيْنَ الْإِثْنَيْنِ صَدَقَةٌ وَأَنْ يُعَيِّنَ الرَّجُلُ عَلَى دَابَتِهِ فَيَحْمِلُهُ عَلَيْهَا صَدَقَةٌ وَيَرْفَعُ مَتَاعَهُ عَلَيْهَا صَدَقَةٌ وَيُمِيْطَ الْأَذَى عَنِ الطَّرِيقِ صَدَقَةٌ وَالْكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ صَدَقَةٌ وَكُلُّ خُطْوَةٍ يَمْشِي إِلَى الصَّلاةَ صَدَقَةٌ

“Setiap jiwa diwajibkan bersedekah setiap hari setiap matahari terbit. maka berbuat adil di antara dua orang adalah sedekah. Dan memilihkan sekor binatang untuk dipilih maka itu adalah sedekah. Menghiasinya adalah sedekah. Dan menyingkirkan duri dari jalan adalah sedekah. Mengucapkan perkataan yang baik adalah sedekah. Dan setiap langkah menuju shalat juga adalah sedekah.” (HR. Ahmad).

Hadits di atas berbicara urgensi shodaqoh dalam kehidupan seorang muslim. Bahwa sedekah adalah bagian tak terpisahkan dari keberhasilan manusia, baik sebagai hamba maupun sebagai khalifah.

Sedekah memiliki makna yang sangat luas. Setiap orang dalam keadaan apa saja dapat melakukannya. Sedekah tidak dibatasi dalam bentuk materi yang hanya orang-orang mampu yang bisa melakukannya. Orang-orang yang tak mampu pun bisa bersedekah dengan perbuatan baik kepada sesama. Hadits di atas menjelaskan bahwa ucapan yang menyejukkan hati atau memberi senyum simpatik pada orang lain juga adalah sedekah. Tidak dipersoalkan sedekah itu banyak atau sedikit, berupa materi atau pun bukan, tapi yang penting ialah hasrat dan niat yang suci untuk mengukir jasa baik dalam hidup ini. Begitulah Islam mendidik manusia dengan nilai-nilai kebajikan yang bersifat universal.

Saudara-saudara kaum muslimin yang berbahagia.

Ajaran tentang sedekah dalam Islam mengisyaratkan betapa luasnya lapangan amal kebajikan, di mana setiap orang dapat berpartisipasi di dalamnya. Sedekah adalah sumber kebajikan yang berfungsi menjalin hubungan sesama manusia berlandaskan rasa empati, kasih sayang, dan persaudaraan.

Memberi adalah sumber kebahagiaan, dan seorang muslim akan merasa bahagia jika dapat membahagiakan orang lain dengan apa yang ada pada dirinya. Di situlah nilai hidup yang sejati bagi seorang muslim.

Diriwayatkan oleh Thabrani, Rasulullah SAW bersabda:

خَيْرُ النَّاسِ أَتْقَاهُمْ وَآمِرُهُمْ بِالْمَعْرُوْفِ وَأَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأَوْصِلْهُمْ لِلرَّحْمِ

Sebaik-baik manusia adalah yang paling bertakwa dan mengajak kepada kebaikkan serta melarang kepada kemungkaran dan menyambung silaturrahim. “(HR. Thabrani)

Dalam Al-Qur’an dinyatakan, balasan kebajikan tiada lain ialah kebajikan pula. Kebajikan yang dilakukan manusia dalam hidup ini sering kali “dibayar kontan” oleh Allah SWT sesuai dengan keikhlasannya. Kalaupun tidak semuanya diperoleh balasan di dunia, Allah SWT menjanjikan balasan yang sempurna di akhirat, sebagaimana dalam firman-Nya:

سلے مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا وَمَن جَاءَ بِالسَّيِّئَةِ فَلَا تُجْزَى إِلَّا مِثْلَهَا وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ )

“Barang siapa yang datang dengan (membawa) satu kebajikan, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat. Barang siapa datang dengan (membawa) satu kejahatan, maka tiada ia dibalasi lebih dari kejahatan (yang sama). Dan ia takkan dizalimi sedikitpun”. (QS. Al An’am: 160).

Seorang muslim yang baik adalah yang mampu dan bisa menjadi pembuka kebajikan, di manapun ia berada. Karena kebajikan adalah pintu menuju surge. Hal ini telah diingatkan Rasulullah SAW dalam haditsnya;

عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصَّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّة .. (رواه مسلم) “Hendaklah kalian berlaku jujur karena kejujuran akan mengantarkan kepada kebajikan dan kebajikan akan mengantarkan kepada surga.” (HR. Muslim).

Saudara-saudara kaum muslimin yang berbahagia.

Ada sebuah ilustrasi yang sangat indah yang digambarkan Nabi SAW terkait dengan urgensi kebajikan sebagai penjaga dari panasnya api neraka. Beliau SAW bersabda:

اتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ فَإِنْ لَمْ تَجِدُوا فَبِكَلِمَةٍ طَيِّبَةٍ

“Takutlah kalian dengan (siksa) neraka walaupun dengan (bersedekah) sepotong kurma. Maka apabila kalian tidak menemukannya cukuplah dengan perkataan yang baik.” (HR. Muslim).

Dalam hadits lain, Rasulullah SAW mengungkapkan kelebihan “amal jariyah” di antara seluruh jenis kebajikan dalam Islam, yaitu pahalanya tetap mengalir walaupun orang yang melakukannya telah meninggal dunia. Sabda Rasulullah SAW:

إِذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْ لَهُ (رواه البخاري ومسلم)

“Apabila meninggal anak Adam, maka terputuslah amalnya kecuali tiga hal, sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakan (kedua orang tua)-nya.” (HR. Bukhari-Muslim).

Suatu hal yang penting untuk direnungkan bahwa Islam memberi prioritas terhadap amal jariyah, yaitu amal kebajikan yang memberi manfaat lebih lama dan lebih luas dalam konteks kehidupan duniawi. Semua amal jariyah memang berkaitan dengan kehidupan sosial dan kemanusiaan.

Akan tetapi kenapa sebagian besar umat Islam saat ini tertinggal dibanding umat lain di bidang kemajuan sosial, ekonomi dan teknologi? Penyebabnya antara lain karena umat Islam kurang memberi perhatian pada amal jariyah. Umat Islam di abad kejayaan masa lalu bisa tampil memimpin peradaban dunia karena ditopang oleh akidah yang kokoh dan amal jariyah yang luas.

Bagi seorang muslim, setiap saat dari hidupnya adalah kesempatan untuk beribadah dan berbuat baik. Hidup yang bermakna adalah hidup yang memberi manfaat kepada orang lain. Setiap muslim harus sadar bahwa seluruh perbuatan dan kerja kita di dunia ini, tidak akan hilang begitu saja ditelan masa, tapi semuanya ditulis dalam buku catatan amal yang akan diterima secara terbuka ketika seluruh manusia dikumpulkan di Padang Masyhar.

“Seorang mukmin harus dapat mengelola dunia untuk kepentingan akhirat,” kata Imam Al-Qurtubi.

Sungguh tepat kita renungkan ungkapan Ali Syariati, pemikir muslim asal Iran dalam bukunya Humanisme, Antara Islam dan Mazhab Barat, “Seorang yang saleh tak akan dibiarkan sendiri oleh kehidupan. Kehidupan akan menggerakkannya dan zaman akan mencatat amal baiknya”.

بَارَكَ اللَّهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ. أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللَّهُ الْعَظِيمَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ فَاسْتَغْفِرُوهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ.

2. Manfaat Sedekah

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَسْتَهْدِيهِ. وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورٍ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَنَبِيُّهُ وَصَفِيُّهُ وَحَبِيبُهُ. بَلَغَ الرِّسَالَةَ وَأَدَّى الْأَمَانَةَ وَنَصَّحَ لِلْأُمَّةِ وَجَاهَدَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ حَتَّى أَتَاهُ الْيَقِينُ. أَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ فِي الْأَوَّلِينَ، وَصَلِّ وَسَلَّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ فِي الْآخِرِينَ، وَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ فِي الْعَالَمِينَ، وَصَلِّ وَسَلَّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ فِي كُلِّ وَقْتِ وَحِيْنِ، وَصَلِّ وَسَلَّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ فِي الْمَلَأُ الْأَعْلَى إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، أَمَّا بَعْدُ

فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُونَ، اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ. فَقَدْ قَالَ تَعَالَى فِي كِتَابِهِ الْكَرِيمِ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

Jamaah shalat Jumat yang dimuliakan oleh Allah.

Melalui mimbar ini, saya berwasiat kepada diri saya dan kepada jamaah sekalian marilah bersama-sama kita meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah Swt. Takwa dalam arti yang sebenarnya, yaitu dengan menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Bahwasanya tidak ada perbedaan antara seseorang dengan yang lainnya, maka alangkah beruntung dan bahagianya orang yang termasuk golongan orang muttaqin. Karena kelak akan mendapat tempat dan maqom yang mulia di sisi Allah Swt.

Jamaah shalat Jumat yang dimuliakan oleh Allah.

Allah Swt. dalam Surah Al-An’am ayat 160 berfirman:

مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا

“Barang siapa yang membawa amal baik, maka baginya pahala amal baik sepuluh kali lipat.”

Dikisahkan pada suatu hari, Sayyidah Fatimah azZahra sangat menginginkan buah delima. Sayyidina Ali bin Abi Thalib segera berangkat ke pasar untuk mencari delima yang dimaksud. Mengingat uang yang dimilikinya (waktu itu) sangat terbatas, Sayyidina Ali hanya membelikan satu buah delima untuk Sayyidah Fatimah.

Di tengah jalan, datang seorang yang sangat miskin menginginkan buah delima. Oleh sayyidina Ali diberikan setengahnya. Sesampai di rumah, Sayyidina Ali menceritakan kepada Sayyidah Fatimah mengapa buah delima yang dibawakannya tinggal setengah. Selang beberapa lama, terdengar seseorang mengetuk pintu. Begitu dibuka, ternyata Salman al-Farisi.

Ia berdiri di depan pintu dengan membawa sembilan buah delima. Rasulullah Saw. mengutus Salman al-Farisi untuk memberikan sepuluh buah delima kepada Sayyidah Fatimah, hanya saja Salman menyembunyikan satu buah delima. Sehingga yang dibawanya hanya sembilan buah delima.

Salman lalu berkata, “Ini ada buah delima dari Rasulullah untuk Sayyidah Fatimah.”

Sayyidina Ali lalu berkata, “Kalau benar ini dari Rasulullah SAW, pasti jumlahnya sepuluh. Bukan sembilan.”

Mendengar hal itu, Salman al-Farisi kaget. Lalu bertanya, “Bagaimana engkau tahu, wahai Sayyidina Ali?”

Sayyidina Ali menjawab, “Karena saya ingat firman Allah SWT yang berbunyi ‘man ja a bi al-hasanati fa lahu ‘asyru amtsaliha’. Barang siapa yang membawa amal baik, maka baginya pahala sepuluh kali lipat amalnya.”

Jamaah shalat Jumat hafidzakumullah.

Bukan hanya dilipatgandakan balasannya. Orang yang rajin sedekah akan dihindarkan dari beragam bencana dan malapetaka. Rasululllah SAW bersabda:

دَوُوُا مَرْضَاكُمْ بِالصَّدَقَةِ

“Obatilah, orang-orang sakit kalian dengan sedekah.”

Al-‘Allamah al-Yafi’ dalam kitabnya At-Targhib wa Tarhib menuturkan sebuah kisah. Pada masa Nabi Sholeh a.s., hiduplah seorang tukang tato yang suka merusak pakaian orang-orang. Sekelompok orang lalu menemui Nabi Sholeh a.s. dan berkata, “Wahai Nabiyallah, doakan orang (tukang) tato itu agar ditimpa musibah karena dia suka merusak pakaian-pakaian kami.”

Nabi Sholeh a.s. lalu berdoa agar tukang tato tersebut pulang dalam keadaan tidak selamat. Namun, sore harinya Nabi Sholeh a.s. kaget melihat tukang tato tersebut pulang dengan membawa bundelan dan selamat. Di dalam bundelan itu ada seekor ular yang ganas dan berbisa.

Lalu Nabi Sholeh bertanya, “Wahai tukang tato, apa yang kamu lakukan tadi pagi sebelum berangkat?”

Tukang tato menjawab, “Saya berangkat dengan membawa dua buah roti. Satu roti saya sedekahkan kepada orang dan satu roti saya makan.”

Lalu Nabi Sholeh berkata, “Benar, Allah telah menyelamatkan kamu dari bahaya malapetaka ular yang bersembunyi di dalam bundelan yang kamu bawa lantaran sedekah yang kamu lakukan. Pergi, dan bertobatlah.”

Tukang tato itu pun bertaobat dan tidak melakukan kejahatan yang dia lakukan lagi.

Jamaah shalat Jumat yang dimuliakan oleh Allah.

Sungguh luar biasa keajaiban sedekah. Saking luar biasanya, Ibn Qayyim dalam kitabnya Zaadul Ma’ad mengatakan: “Dalam bersedekah banyak hal luar biasa, termasuk menolak beragam bencana dan penyakit. Sekalipun yang melakukan sedekah adalah orang yang durhaka ataupun orang yang banyak menganiaya.”

Mengingat banyaknya manfaat sedekah, pengarang kitab Tanbihul Ghofilin, Imam Samarqandi mengatakan:

“Biasakanlah kamu untuk terus bersedekah, baik dalam jumlah kecil maupun jumlah yang besar karena dalam sedekah ada sepuluh manfaat. Lima manfaat yang akan kamu peroleh ketika di dunia dan lima manfaat ketika di akhirat kelak.”

Lima manfaat yang akan diperoleh di dunia adalah menyucikan harta, menyucikan badan dari perbuatan dosa, dapat menolak beragam bencana dan penyakit, membahagiakan orang miskin, dan menjadikan harta kekayaan berkah, serta rizki akan menjadi melimpah.

Ada pun manfaat yang diperoleh di akhirat adalah sedekah menjadi pelindung dari sengatan panasnya matahari kelak, mendapat ridha Allah, membantu melewati shirath (jembatan), dan mengangkat ketinggian derajat di surga kelak.

Jamaah shalat Jumat yang dimuliakan oleh Allah.

Marilah kita budayakan gemar sedekah dalam kondisi apa pun. Karena di antara ciri orang yang bertakwa adalah orang yang tetap bersedekah ketika sempit atau lapang, ketika suka ataupun duka, sebagaimana firman Allah dalam surah Ali Imran ayat 133-134:

وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ (۱۳۳) الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ (١٣٤)

Jangan sampai datang penyesalan di belakang.

Sebagaimana firman Allah:

وَأَنفِقُوا مِن مَّا رَزَقْنَاكُم مِّن قَبْلِ أَن يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ فَيَقُولَ رَبِّ لَوْلَا أَخَّرْتَنِي إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُن مِّنَ الصَّالِحِينَ

“Dan berinfaklah kalian dari apa yang Kami rizkikan kepada kalian sebelum kematian datang kepada salah satu di antara kalian, lalu ia berkata, wahai Tuhanku, mengapa Engkau tidak menangguhkan kematianku sampai waktu yang dekat yang menyebabkan saya bisa bersedekah dan saya termasuk golongan orang-orang yang saleh.”

بَارَكَ اللَّهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ مِنَ الْآيَةِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيمِ وَتَقَبَّلَ اللَّهُ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ وَاسْتَغْفِرُوا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

3. Kemuliaan Ahli Sedekah

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلَا هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ. أَمَا بَعْدُ

قَالَ اللهُ تَعَالَى: أَعُوْذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنتُمْ مُسْلِمُوْنَ. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُوْلُوْا قَوْلًا سَدِيدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا.

Jamaah salat Jumat yang dimuliakan Allah.

Hadirin Jamaah salat Jumat yang insya Allah selalu berada dalam naungan rahmat dan hidayah Allah Swt., kita tak henti-hentinya memuji dan bersyukur kepada Allah Swt., yang telah memberikan kita nikmat iman dan Islam, karunia yang sangat besar yang Dia berikan kepada hamba-Nya. Tentu saja, kita bersyukur atas nikmat ini. Semua pujian hanya milik Allah, Alhamdulillah. Tidak pantas bagi manusia untuk mengharapkan pujian dan merasa berjasa.

Pada kesempatan yang mulia ini, selaku khatib mengajak semua orang yang hadir untuk terus meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah Swt. Keimanan berarti kita senantiasa selalu berusaha untuk menghadirkan Allah dalam setiap situasi dan keadaan dengan berzikir dan melakukan segala perintahNya. Takwa berarti kita senantiasa melibatkan Allah dalam setiap masalah yang kita hadapi dengan berdoa, memohon pertolongan, dan meminta bantuan dari-Nya.

يَأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقْتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekalikali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS. Ali Imran: 102)

Selanjutnya, salawat serta salam semoga selalu tercurah tak henti hentinya kepada Nabi Muhammad saw., beserta keluarganya dan para sahabatnya.

Jamaah Jumat yang dirahmati Allah.

Pada kesempatan yang mulia ini, mari kita bersama-sama membaca hadits riwayat Muslim, dari Abu Hurairah bahwa Nabi Muhammad saw., bersabda, “Sedekah tidak akan mengurangi harta manusia. Sedekah tidak akan mengurangi harta.”

Selain itu, Syaikh Kulaini dalam kitabnya, Al-Kafi meriwayatkan hadits dari Imam Ja’far Shadiq, Rasulullah saw. bersabda, “Obati penyakitmu dengan sedekah, dan hilangkan kesulitan-kesulitan dan musibah dengan sedekah. Sedekah membuang tujuh puluh syetan dari apa yang ada dalam janggut seseorang, dan sedekah akan lebih dulu sampai ke tangan Allah Swt., sebelum sampai ke tangan orang yang membutuhkan.”

Jamaah Jumat yang dirahmati Allah.

Dalam buku Kisah-kisah Ajaib Pembeli Surga karya Ahmed Al-Ali, dikisahkan dari Mullah Fatih Ali bahwa seorang kawan dekatnya, laki-laki mengaku memiliki sejumlah lahan pertanian. Namun, selama setahun perekonomian di daerahnya memburuk sehingga banyak orang menderita akibat kelaparan. Akhirnya, lakilaki itu memutuskan untuk mensedekahkan hasil panen dari salah satu ladang pertaniannya untuk orang-orang miskin. Ia pun pergi ke masjid dan mengumumkan kepada semua orang bahwa mereka boleh memanfaatkan tanah ladangnya, dan mengambil semua hasil panennya sesuai kebutuhan.

Orang-orang pun berbondong-bondong pergi ke ladang milik sang Laki-laki dan menggarap dalam jumlah besar. Pemilik lahan tersebut cukup sibuk dengan pekerjaannya sehingga tidak pernah memerhatikan ladang pertaniannya.

Jamaah Jumat yang dirahmati Allah.

Setelah ia memanen semua lahan pertaniannya, ia teringat akan ladang yang diberikan untuk sedekah itu. Segera ia memerintah orang untuk mengumpulkan semua batang kering, tumbuhan, dan bulir-bulir yang masih tersisa.

Menakjubkannya, para pegawai sang Lelaki melihat bahwa masih ada banyak hasil panen yang tersisa. Mereka juga mendapati hasil panen melebihi hasil panen tanah pertanian yang lain. Terlebih lagi, umumnya tanah pertanian yang telah dipanen harusnya dibiarkan terlebih dahulu tanpa ditanami apapun selama setahun agar tanah kembali normal. Selain itu, tanah bisa memiliki mineralmineral yang hilang. Namun, bedanya, tanah pertanian yang diberikan untuk sedekah justru tidak kehilangan kesuburannya sehingga bisa ditanami kembali. Perumpamaan kisah ini kiranya sesuai dengan firman Allah dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 261.

مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَثْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ وَاللَّهُ يُضْعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

Artinya: “Perumpamaan orang-orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah adalah seperti (orang-orang yang menabur) sebutir biji (benih) yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan (pahala) bagi siapa yang Dia kehendaki. Allah Maha Luas lagi Maha Mengetahui.”

Jamaah Jumat yang dirahmati Allah.

Dari khutbah di atas dapat kita ambil pelajaran penting bahwa kisah tersebut mengajarakan kepada kita untuk memperbanyak sedekah, apa lagi dibulan yang penuh berkah yakni bulan suci Ramadan. Hikmah lainnya adalah bahwa perintah untuk terus bersedekah adalah kita tidak tahu sedekah yang mana yang akan diterima oleh Allah.

Demikian khutbah singkat ini. Semoga Allah senantiasa menjadikan kita sebagai hamba-hamba ahli sedekah dan setiap sedekah yang kita keluarkan diterima sebagai catatan amal yang membawa kepada surganya Allah. Amin.

وَالْعَصْرِ إِنَّ الْإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَ عَمِلُوا الصَّلِحَتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ

بارَكَ اللَّهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيمِ

وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيمِ

وَتَقَبَّلَ مِنَى وَمِنْكُمْ تِلَاوَتِهِ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

أَقُولُ قَوْلِي هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيمَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

(inf/inf)



Sumber : www.detik.com

4 Metode Dakwah Sunan Gresik dalam Menyebarkan Islam di Tanah Jawa


Jakarta

Pada masa penyebaran Islam di tanah Jawa, para Wali Songo memiliki metode tersendiri dalam memperkenalkan ajaran Islam kepada masyarakat. Mereka menggunakan berbagai cara yang bijaksana dan menyesuaikan budaya setempat untuk menarik perhatian orang-orang agar menerima Islam. Salah satu tokoh yang juga berperan penting dalam hal ini adalah Sunan Gresik.

Simak metode dakwah yang digunakan Sunan Gresik dalam menyebarkan ajaran Islam di tanah Jawa berikut ini.

Profil Singkat Sunan Gresik

Dalam buku Sejarah Islam Nusantara yang disusun oleh Rizem Aizid dijelaskan bahwa Sunan Gresik diyakini sebagai Wali Songo pertama yang menyebarkan Islam di tanah Jawa. Nama aslinya adalah Maulana Malik Ibrahim, yang juga dikenal dengan julukan Syekh Maghribi atau Maulana Maghribi.


Selain itu, Sunan Gresik memiliki gelar lain, seperti Sunan Tandhes, Sunan Raja Wali, Wali Quthub, Mursyidul Auliya’ Wali Sanga, Sayyidul Auliya Wali Sanga, Ki Ageng Bantal, dan Maulana Makdum Ibrahim I. Karena dianggap sebagai Wali Songo pertama yang datang ke Jawa, Sunan Gresik dipandang sebagai wali yang paling senior di antara anggota Wali Songo.

Dalam berdakwah, Sunan Gresik menggunakan pendekatan yang bijaksana dan strategi yang tepat. Ia dikenal sebagai pribadi yang lemah lembut, penuh kasih sayang, dan ramah tamah kepada semua orang, baik yang seagama maupun yang berbeda keyakinan.

Sifat-sifat ini membuatnya dihormati dan disegani sebagai tokoh masyarakat. Kepribadiannya yang baik menarik perhatian penduduk setempat, yang kemudian berbondong-bondong memeluk Islam dengan penuh kesadaran dan keikhlasan, serta menjadi pengikut setia dakwahnya. Dalam hal akidah, Sunan Gresik menganut Islam Ahlusunnah wal Jamaah dan mengikuti mazhab Syafi’i dalam masalah fiqh.

Selama menyebarkan agama Islam, Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim) merupakan pembimbing dari sembilan tarekat mu’tabarah yang diikuti oleh Wali Songo, yaitu Tarekat ‘Alawiyah, Tarekat Qadiriyah, Tarekat Naqsyabandiyah, Tarekat Syadziliyah, Tarekat Sanusiyah, Tarekat Maulawiyah, Tarekat Nur Muhammadiyah, Tarekat Khidiriyah, dan Tarekat Al-Ahadiyah.

Di tengah kuatnya pengaruh agama Hindu dan Buddha, Sunan Gresik berhasil membawa dan menyebarkan agama Islam di tanah Jawa. Pada masa itu, Jawa masih berada di bawah kekuasaan Kerajaan Majapahit, kerajaan Buddha terbesar di Nusantara.

Dengan pendekatan dakwah yang bijaksana, Sunan Gresik mampu meruntuhkan dominasi Hindu-Buddha di Jawa dan berhasil mengislamkan masyarakat Jawa, khususnya di daerah-daerah yang menjadi pusat dakwahnya.

Metode Dakwah Sunan Gresik

Berikut adalah metode dakwah yang digunakan Sunan Gresik, sehingga Islam berhasil menyebar luas di tanah Jawa. Metode-metode ini dirangkum dari buku Sunan Gresik susunan Masykur Aarif dan sumber sebelumnya.

1. Pendekatan Pribadi Melalui Adat Istiadat

Metode dakwah Sunan Gresik yang digunakan pertama adalah pendekatan secara pribadi, melalui pergaulan dengan masyarakat. Dalam metode ini, Sunan Gresik senantiasa menunjukkan sifat-sifat mulia, seperti ramah-tamah, kasih sayang, dan suka menolong.

Dengan sifat-sifat baik tersebut, ia berhasil menarik perhatian masyarakat, yang kemudian menjadi dekat dengannya dan menghormatinya. Bahkan, banyak dari mereka yang akhirnya memeluk Islam dengan sukarela, karena melihat budi pekerti luhur yang ditunjukkan oleh Sunan Gresik.

Meskipun pada waktu itu mayoritas masyarakat beragama Hindu, Sunan Gresik tidak secara langsung menentang agama atau kepercayaan yang mereka anut, melainkan lebih kepada menunjukkan keindahan dan kebaikan ajaran Islam.

Melalui metode ini, Sunan Gresik juga mempelajari bahasa Jawa, mengenal adat istiadat setempat, dan belajar memahami kehidupan masyarakat, termasuk mata pencaharian dan pandangan hidup mereka. Ini menunjukkan bahwa Sunan Gresik sangat berhati-hati dalam menjalankan dakwah, dan berusaha untuk tidak membuat kesalahan yang bisa menyebabkan penolakan dari masyarakat.

2. Perdagangan

Metode dakwah Sunan Gresik kedua yang dilakukan dalam rangka menyiarkan Islam adalah melalui jalan perdagangan. Dalam metode ini, Sunan Gresik berprofesi sebagai pedagang di pelabuhan terbuka, yang sekarang dikenal dengan nama desa Romo, Manyar.

Melalui perdagangan, Sunan Gresik dapat berinteraksi dengan berbagai lapisan masyarakat. Selain itu, kegiatan perdagangan juga melibatkan raja dan para bangsawan yang turut serta sebagai pelaku jual beli, pemilik kapal, atau pemodal.

Setelah cukup dikenal dan dihormati oleh masyarakat, Sunan Gresik melakukan kunjungan ke ibu kota Majapahit di Trowulan. Meskipun kunjungannya untuk menyebarkan agama Islam tidak berhasil karena raja Majapahit tidak memeluk Islam, Sunan Gresik berhasil menarik perhatian raja Majapahit.

Sebagai hasilnya, sang raja memberikan sebidang tanah di pinggiran kota Gresik, yang kini dikenal dengan nama desa Gapura.

3. Pertanian dan Pengobatan

Cara lain yang digunakan Sunan Gresik dalam menyiarkan agama Islam adalah melalui jalur pertanian dan pengobatan. Berdasarkan literatur sejarah, Sunan Gresik dikenal sebagai seorang ahli di bidang pertanian dan pengobatan.

Sejak ia berada di Gresik, hasil pertanian masyarakat meningkat pesat. Sunan Gresik mampu memanfaatkan kesuburan tanah Jawa untuk menanam berbagai kebutuhan sehari-hari, seperti padi, umbi-umbian, dan tanaman lainnya. Bahkan, ada yang mengatakan bahwa ia adalah orang pertama yang mengusulkan untuk mengalirkan air dari gunung untuk mengairi lahan pertanian masyarakat.

Selain itu, Sunan Gresik juga dikenal mampu menyembuhkan berbagai penyakit menggunakan ramuan dari daun-daunan tertentu. Dalam praktik pengobatannya, ia tidak memungut biaya sepeser pun. Ia dengan ikhlas membantu masyarakat yang sakit dan membutuhkan kesembuhan.

Melalui cara ini, Sunan Gresik berhasil mendapatkan simpati dari masyarakat, yang akhirnya mempermudah penyebaran agama Islam di kalangan mereka.

4. Mendirikan Masjid dan Pesantren

Setelah para pengikut Islam semakin banyak, metode dakwah Sunan Gresik yang ia lakukan selanjutnya adalah dengan mendirikan masjid sebagai tempat ibadah, sarana dakwah, serta untuk mengajarkan agama Islam kepada masyarakat. Pada masa itu, masyarakat Jawa sudah terbiasa tinggal di sekitar tempat guru mereka yang mengajarkan ilmu.

Ada tempat-tempat khusus yang disediakan oleh para guru untuk menampung murid yang ingin belajar.

Sunan Gresik yang memahami kebiasaan ini, kemudian mendirikan pesantren sebagai tempat untuk menampung santri yang ingin belajar ilmu agama darinya. Pesantren yang didirikannya tercatat sebagai lembaga pendidikan Islam pertama di Tanah Jawa.

Itulah empat metode dakwah Sunan Gresik dalam upaya menyebarkan Islam di Jawa, khususnya di wilayah Gresik. Setelah Islam diterima oleh masyarakat setempat dan pesantren selesai dibangun, Sunan Gresik pun menghadap Allah SWT (wafat). Kini, makam beliau menjadi salah satu tempat ziarah umat Islam di Indonesia, yang terletak di Desa Gapura Wetan, Gresik, Jawa Timur.

(inf/inf)



Sumber : www.detik.com

3 Naskah Khutbah Jumat tentang Akhir Tahun untuk Muhasabah


Jakarta

Akhir tahun sering menjadi waktu yang tepat untuk merenung, melakukan muhasabah, dan mengevaluasi diri atas apa yang telah dilakukan selama setahun terakhir. Momen ini relevan diingatkan melalui khutbah Jumat pekan ini.

Naskah khutbah Jumat tentang akhir tahun sering kali berfokus pada tema ajakan untuk memperbaiki diri, meningkatkan ketaatan kepada Allah SWT, dan menjauhi dosa.

Khutbah yang disampaikan di akhir tahun dapat mengingatkan jamaah tentang pentingnya memanfaatkan waktu sebaik-baiknya, sebagaimana Rasulullah SAW mengajarkan bahwa waktu adalah salah satu nikmat yang sering dilalaikan.


Ibnu Abbas RA meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Dua nikmat yang kebanyakan manusia lalai (tertipu) karenanya adalah nikmat sehat dan waktu yang luang.” (HR Bukhari)

Tidak hanya itu, khutbah Jumat juga bisa menjadi inspirasi untuk menjadikan tahun yang akan datang sebagai peluang memperbaiki amal dan mempertebal keimanan.

Kumpulan Naskah Khutbah Jumat tentang Akhir Tahun

Berikut ini adalah kumpulan naskah Khutbah Jumat tentang akhir tahun yang dikutip dari situs Kemenag RI, buku Pergantian Tahun, Mengingat Umur Dan Waktu yang diterbitkan oleh Badan Pengelola Masjid Istiqlal dan buku Kumpulan Naskah Khutbah Jum’at terbitan Dirjen Bimas Kemenag RI.

1. Khutbah Jumat Manfaat Introspeksi Diri di Akhir Tahun

Khutbah pertama,

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ نَوَّرَ قُلُوْبَ أَوْلِيَائِهِ بِأَنْوَارِ الْوِفَاقِ، وَرَفَعَ قَدْرَ أَصْفِيَائِهِ فِيْ الْأَفَاقِ، وَطَيَّبَ أَسْرَارَ الْقَاصِدِيْنَ بِطِيْبِ ثَنَائِهِ فِيْ الدِّيْنِ وَفَاقَ، وَسَقَى أَرْبَابَ مُعَامَلَاتِهِ مِنْ لَذِيْذِ مُنَاجَتِهِ شَرَابًا عَذْبَ الْمَذَاقِ، فَأَقْبَلُوْا لِطَلَبِ مَرَاضِيْهِ عَلَى أَقْدَامِ السَّبَاقِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْبَرَرَةِ السَّبَاقِ، صَلَاةً وَسَلَامًا اِلَى يَوْمِ التَّلَاقِ

أَشْهَدُ أَنْ لَااِلَهَ اِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، شَهَادَةً صَفَا مَوْرِدُهَا وَرَاقَ، نَرْجُوْ بِهَا النَّجَاَةَ مِنْ نَارٍ شَدِيْدَةِ الْإِحْرَاقِ، وَأَنْ يَهُوْنَ بِهَا عَلَيْنَا كُرْبُ السِّيَاقِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَشْرَفُ الْخَلْقِ عَلَى الْاِطْلَاقِ، اَلَّذِيْ أُسْرِيَ بِهِ عَلَى الْبُرَاقِ، حَتَّى جَاوَزَ السَّبْعَ الطِبَاقَ

أَمَّا بَعْدُ، أَيُّهَا الْاِخْوَانُ أُوْصِيْكُمْ وَاِيَايَ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ، بِامْتِثَالِ أَوَامِرِهِ وَاجْتِنَابِ نَوَاهِيْهِ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ. وَقَالَ أَيْضًا: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,

Memanjatkan puji syukur kepada Allah dan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW merupakan kewajiban yang harus disampaikan oleh setiap khatib dalam khutbahnya. Selain itu khatib juga memiliki kewajiban untuk menyampaikan dan mengingatkan jamaah tentang wasiat ketakwaan. Oleh karenanya pada momentum khutbah kali ini, khatib mengajak kepada seluruh jamaah untuk senantiasa memanjatkan puji syukur kepada Allah dan menyampaikan shalawat pada Rasulullah sekaligus meningkatkan ketakwaan kepada Allah.

Bagaimana cara meningkatkan takwa? Yakni dengan senantiasa lebih semangat lagi menjalankan segala perintah Allah dan sekuat tenaga meninggalkan segala yang dilarang oleh-Nya. Dengan upaya inilah, kita akan mampu terus berada pada jalur yang telah ditentukan oleh agama sehingga tidak melenceng dan tersesat ke jalan yang tidak benar.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,

Memang kehidupan kita di dunia ini seperti melewati sebuah jalan dengan lintasan penuh dengan dinamika dan tantangan. Medan terjal yang harus terus kita daki, hingga medan menurun dan mendatar, tak boleh membuat kita terlena. Perjalanan kita menyisakan masa lalu sebagai pengalaman, masa kini sebagai kenyataan, dan masa yang akan datang sebagai harapan. Sehingga kita butuh rambu-rambu agar kita senantiasa lancar dan selamat sampai ke tujuan dan ketakwaan lah rambu-rambu yang mampu memandu kita berada pada jalan yang benar dan bekal yang paling baik dalam perjalanan.

وَتَزَوَّدُوْا فَاِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوٰىۖ وَاتَّقُوْنِ يٰٓاُولِى الْاَلْبَابِ

“Berbekallah karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. Bertakwalah kepada-Ku wahai orang-orang yang mempunyai akal sehat,” (QS Al-Baqarah: 197)

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,

Dalam sebuah perjalanan panjang, kita haruslah menyempatkan diri berhenti istirahat untuk mengumpulkan kembali semangat dan tenaga guna melanjutkan perjalanan. Begitu juga dalam kehidupan di dunia, kita mesti harus menyediakan waktu untuk melakukan introspeksi, evaluasi, menghitung, sekaligus kontemplasi yang dalam bahwa Arab disebut dengan muhasabah. Pentingnya muhasabah ini, Sayyidina Umar bin Khattab pernah bertutur:

حَاسِبُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوْا وَتَزَيَّنُوْا لِلْعَرْضِ الأَكْبَرِ وَإِنَّمَا يَخِفُّ الْحِسَابُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى مَنْ حَاسَبَ نَفْسَهُ فِى الدُّنْيَا

“Hisablah diri (introspeksi) kalian sebelum kalian dihisab, dan berhias dirilah kalian untuk menghadapi penyingkapan yang besar (hisab). Sesungguhnya hisab pada hari kiamat akan menjadi ringan hanya bagi orang yang selalu menghisab dirinya saat hidup di dunia.”

Dalam sebuah hadits riwayat Imam Tirmidzi, Rasulullah bersabda:

الْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ، وَالْعَاجِزُ مَنْ أَتْبَعَ نَفْسَهُ هَوَاهَا وَتَمَنَّى عَلَى اللَّهِ

“Orang yang cerdas (sukses) adalah orang yang menghisab (mengevaluasi) dirinya sendiri, serta beramal untuk kehidupan sesudah kematiannya. Sedangkan orang yang lemah adalah orang yang mengikuti hawa nafsunya serta berangan-angan terhadap Allah SWT.”

Sementara dalam Al-Qur’an Allah juga telah mengingatkan pentingnya melakukan introspeksi diri dengan melihat apa yang telah kita lakukan pada masa lalu untuk menghadapi masa depan. Allah berfirman dalam Al-Qur’an surah Al-Hasyr ayat 18:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,

Dari perintah Allah dan Rasul serta nasihat dari para sahabat, kita bisa mengambil beberapa catatan penting tentang manfaat dari introspeksi diri ini. Setidaknya, ada 5 manfaat yang bisa kita rasakan dari upaya melakukan ‘charging’ (mengecas) semangat hidup melalui introspeksi diri ini.

Pertama, sebagai wahana mengoreksi diri. Dengan introspeksi diri, kita akan mampu melihat kembali perjalanan hidup sekaligus mengoreksi manakah yang paling dominan dari perjalanan selama ini. Apakah kebaikan atau keburukan, apakah manfaat atau mudarat, atau apakah semakin mendekat atau malah menjauh dari Allah swt. Kita harus menyadari bahwa semua yang kita lakukan ini harus dipertanggungjawabkan di sisi Allah. Hal ini ditegaskan dalam Al-Qur’an:

الْيَوْمَ نَخْتِمُ عَلَى أَفْوَاهِهِمْ وَتُكَلِّمُنَا أَيْدِيْهِمْ وَتَشْهَدُ أَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ

“Pada hari ini Kami tutup mulut mereka dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan” (Q.S. Yasin: 65)

Kedua, upaya memperbaiki diri. Dengan introspeksi diri, kita akan mampu melihat kelebihan dan kekurangan diri yang kemudian harus diperbaiki di masa yang akan datang. Dengan memperbaiki diri, maka kualitas kehidupan akan lebih baik dan waktu yang dilewati juga akan senantiasa penuh dengan manfaat dan maslahat bagi diri dan orang lain.

Ketiga, momentum mawas diri. Diibaratkan ketika kita pernah memiliki pengalaman melewati jalan yang penuh lika-liku, maka kita bisa lebih berhati-hati ketika akan melewatinya lagi. Mawas diri akan mampu menyelamatkan kita dari terjerumus ke jurang yang dalam sepanjang jalan. Allah berfirman:

وَاَطِيْعُوا اللّٰهَ وَاَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَاحْذَرُوْاۚ فَاِنْ تَوَلَّيْتُمْ فَاعْلَمُوْٓا اَنَّمَا عَلٰى رَسُوْلِنَا الْبَلٰغُ الْمُبِيْنُ

“Taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada Rasul serta berhati-hatilah! Jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa kewajiban Rasul Kami hanyalah menyampaikan (ajaran Allah) dengan jelas.”

Keempat, memperkuat komitmen diri. Setiap orang pasti memiliki kesalahan. Oleh karenanya, introspeksi diri menjadi waktu untuk memperbaiki diri dan berkomitmen untuk tidak mengulangi kembali kesalahan yang telah dilakukan pada masa lalu. Jangan jatuh di lubang yang sama. Buang masa lalu yang negatif, lakukan hal positif hari ini dan hari yang akan datang. Rasulullah bersabda:

مَنْ كَانَ يَوْمُهُ خَيْرًا مِنْ أَمْسِهِ فَهُوَ رَابِحٌ. وَمَنْ كَانَ يَوْمُهُ مِثْلَ أَمْسِهِ فَهُوَ مَغْبُوْنٌ. وَمَنْ كَانَ يَوْمُهُ شَرًّا مِنْ أَمْسِهِ فَهُوَ مَلْعُوْنٌ

“Siapa saja yang hari ini lebih baik dari hari kemarin, maka ia (tergolong) orang yang beruntung. Siapa saja yang hari ini sama dengan hari kemarin, maka ia (tergolong) orang yang merugi. Siapa saja yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin, maka ia orang yang dilaknat (celaka).” (HR Al-Hakim).

Kelima, sebagai sarana meningkatkan rasa syukur dan tahu diri. Kita harus sadar sesadar-sadarnya bahwa keberadaan kita sampai dengan saat ini sama sekali tak bisa lepas dari nikmat-nikmat yang telah dikaruniakan Allah. Oleh karenanya, introspeksi diri akan membawa kita mengingat nikmat yang tak bisa dihitung satu persatu. Jangan sampai kita menjagi golongan orang-orang yang tak tahu diri dan kufur kepada nikmat Allah. Allah mengingatkan kita dalam Al-Qur’an Surah Ibrahim ayat 7:

لَئِنْ شَكَرْتُمْ لاَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ

“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,

Dari uraian ini, mari kita senantiasa melakukan introspeksi diri setiap saat. Terlebih saat ini kita berada di penghujung tahun 2024 dan akan memasuki tahun baru 2025 yang menjadi waktu ideal untuk melakukan introspeksi diri. Semoga kita senantiasa mendapatkan petunjuk yang terbaik dari Allah dan mampu melihat perjalanan tahun lalu untuk menjalani tahun yang akan datang. Amiin ya rabbal alamin.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ هَذَا الْيَوْمِ الْكَرِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَاِيَاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الصَّلَاةِ وَالزَّكَاةِ وَالصَّدَقَةِ وَتِلَاوَةِ الْقُرْاَنِ وَجَمِيْعِ الطَّاعَاتِ، وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ جَمِيْعَ أَعْمَالِنَا إِنَّهُ هُوَ الْحَكِيْمُ الْعَلِيْمُ، أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، اِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Khutbah kedua,

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ حَمْدًا كَمَا أَمَرَ. أَشْهَدُ أَنْ لَااِلَهَ اِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، اِلَهٌ لَمْ يَزَلْ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ وَكِيْلًا. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَحَبِيْبُهُ وَخَلِيْلُهُ، أَكْرَمُ الْأَوَّلِيْنَ وَالْأَخِرِيْنَ، اَلْمَبْعُوْثُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ. اللهم صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ كَانَ لَهُمْ مِنَ التَّابِعِيْنَ، صَلَاةً دَائِمَةً بِدَوَامِ السَّمَوَاتِ وَالْأَرَضِيْنَ

أَمَّا بَعْدُ: فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَذَرُوْا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ. وَحَافِظُوْا عَلَى الطَّاعَةِ وَحُضُوْرِ الْجُمْعَةِ وَالْجَمَاعَةِ وَالصَّوْمِ وَجَمِيْعِ الْمَأْمُوْرَاتِ وَالْوَاجِبَاتِ. وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ بِنَفْسِهِ. وَثَنَّى بِمَلَائِكَةِ الْمُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ. إِنَّ اللهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً

اللهم صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى أَلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى أَلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ فِيْ العَالَمِيْنَ اِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اللهم اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ. اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَن، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَةً، اِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

عِبَادَ اللهِ، اِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ وَاِيْتَاءِ ذِيْ الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوْا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرُكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

2. Khutbah Jumat Pergantian Tahun, Mengingat Umur dan Waktu

Khutbah pertama,

الْحَمْدُ لِلهِ الَّذِي بِنِعْمَتِهِ تَتِمُ الصَّالِحَاتُ، وَبِفَضْلِهِ تَتَنَزَّلُ الْخَيْرَاتُ وَالْبَرَكَاتُ، وَبِتَوْفِيقِهِ تَتَحَقَّقُ الْمَقَاصِدُ وَالْغَايَاتُ.

أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ . اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلَّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الْمُجَاهِدِينَ الطَّاهِرِينَ. أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الحَاضِرُونَ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللَّهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ، وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى. فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي كِتَابِهِ الْكَرِيمِ أَعُوْذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّحِيمِ، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ: وَالْعَصْرِ إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ

Jamaah shalat Jumat hafidhakumullah.

Kita telah menjalani hidup, tahun demi tahun, 12 bulan satu tahun, bulan demi bulan, 30 hari satu bulan, hari demi hari, 24 jam sehari semalam.

Esok kita akan memasuki tahun baru 2025 Masehi. Tentu setiap akhir dan pergantian tahun memiliki makna yang sangat dalam bagi kehidupan manusia. Kedalaman makna itu dapat dirasakan oleh setiap manusia itu sendiri, di mana pada satu sisi di awal tahun baru sebagai tempat harapan untuk mencapai kesuksesan ke depannya, pada sisi lain kegagalan yang terjadi di tahun sebelumnya janganlah terjadi di tahun yang akan datang.

Oleh karena itulah, manusia sangat perlu melakukan perenungan (tafakur) terhadap diri sendiri. Di samping itu juga sebaiknya manusia melakukan muhasabah yaitu melakukan evaluasi diri terhadap kebaikan dan keburukan yang telah dilakukan dalam segala hal baik dan ada hubungannya dengan ibadah kepada Allah subhanahu wata’ala dan manusia, sebagai hubungan sosial.

Berbicara umur, berbicara waktu, berbicara kesempatan, banyak diantara kita yang lalai menggunakan waktu dengan baik, waktu mengalir seperti air, celupkan jari kita pada air yang mengalir, angkat dan celupkan lagi ke air, celupan jari kita ke air yang kedua sudah berada pada air yang tidak sama. Itulah kehidupan kita saat ini, sekarang gagal besok ada kemungkinan, kemarin hilang kesempatan esok mungkin mendapatkan, tahun ke belakang susah waktu untuk beribadah, detik ini kita mulai.

Itulah waktu yang mudah sekali disepelekan orang, karenanya Allah menyampaikan :

وَالْعَصْرِ إِنَّ الْإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ إِلَّا الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ)

Artinya: “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat-menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran” (QS. Al-Ashr: 1-3).

Banyak orang rugi karena waktunya tercuri tidak terasa, banyak orang rugi karena umurnya hilang tanpa bekas, banyak orang rugi karena kesempatannya kurang dimanfaatkan, banyak orang rugi karena lalai memenej waktunya, mengatur umurnya, mengatur jadwalnya, mengatur seberapa panjang waktu untuk santai dan seberapa panjang untuk sibuk dan seberapa panjang untuk Ibadah mendekatkan diri pada Allah.

Salah satu Ulama berkata:

أحد علماء المسلمين وهو الحسن البصري قال ذات يوم : يا بن آدم ، إنما أنت أيام ، فإذا ذهب يومك فإنها ذهب بعضك) ، إلا إننا نجد أن كثيرا من البشر يقولون لبعضهم البعض في مرح : تعال نضيع وقتنا )

Artinya: Salah seorang ulama, Al-Hassan Al-Bashri, berkata pada suatu hari: (Wahai anak Adam, sesungguhnya kamu adalah hari-hari, dan jika harimu berlalu, maka sebagian dari kamu hilang), namun kami menemukan bahwa banyak orang mengatakan satu sama lain dengan gembira: “Ayo, mari kita buang waktu kita”.

Waktu yang tidak produktif adalah waktu yang hilang, waktu yang hilang adalah waktu yang tercuri, waktu hilang karena tercuri oleh pencuri waktu. Pencuri-pencuri waktu itu dijelaskan dalam kitab Sichrul Qiyadah:

الصوص الوقت !

هناك لصوص للوقت ، ومملكات للزمن ، ومضيعات للدقائق والثواني . المماطلة والتأجيل : وهو اللص الأكثر شهرة وتأثيرا . ومعظم البشر (۱) يعشق التأجيل والماطلة واختلاق الأعذار لتأجيل عمل اليوم إلى الغد !

Pencuri waktu!

Ada pencuri waktu, pembuang waktu, dan pemborosan menit dan detik.

1) Penundaan-penundaan

Dia adalah pencuri paling terkenal dan berpengaruh, dan kebanyakan orang menyukai penundaan-penundaan, dan membuat alasan untuk menunda pekerjaan hari ini sampai besok!

(۲) الخلط بين أهمية الأمور:

كثير من البشر لا يعرف أولوياتهم ، ماذا يقدمون ، وماذا يؤخرون ، بأي الأمور يبدءون ، ما الذي يودون عمله ، وما الذي ينبغي تأجيله

2) Bingung antara hal-hal penting

Banyak orang tidak tahu prioritas mereka, apa yang harus mereka dahulukan, dan apa yang mereka harus akhirkan, hal apa yang mereka harus mulai, apa yang ingin mereka lakukan, dan apa yang harus ditunda.

(۳) عدم التركيز :

فقد تبدأ في عمل شيء ثم توقف للقيام بمكالمة ، أو لعمل شيء آخر ، هذا من شأنه أن يضيع الكثير من الوقت

3) Kurang fokus

Dia mungkin mulai melakukan sesuatu dan kemudian berhenti untuk mengobrol, atau melakukan sesuatu yang lain, ini akan membuang banyak waktu.

(٤) عدم قدرتك على قول لا :

الشخص الذي يستحي من رفض الزيارات ، والدعوات والمحادثات التي ليس لها موعد سابق يجد نفسه ضائعا ، غير قادر على امتلاك زمام وقته

4) Ketidakmampuan Anda untuk mengatakan tidak

Seseorang yang malu menolak kunjungan, undangan, dan percakapan yang tidak memiliki janji sebelumnya menemukan dirinya kehilangan waktu, tidak dapat mengendalikan waktunya.

(٥) المقاطعات المفاجئة :

مكالمة طارئة ، صديق على غير موعد ، هذه المقاطعات تقطع تفكيرك الذهني ، وتأخذ من وقتك الكثير

5) Gangguan mendadak: panggilan darurat, teman yang tidak dijadwalkan, gangguan ini mengganggu pemikiran mental Anda, dan menyita banyak waktu Anda.

(٦) المجهود المكرر

بأن تكون منهمكا في شيء ما ، ثم تتركه لتفعل شيء آخر ، ثم تعود مرة أخرى لما كنت تقوم به ابتداء ، هذا الأمر يجعلك تبذل جهدا مضاعفا ، لما يجب أن تبذله

6) Upaya berulang

Dengan asyik pada sesuatu, kemudian meninggalkannya untuk melakukan sesuatu yang lain, dan kemudian kembali ke apa yang Anda lakukan di awal, hal ini membuat Anda melakukan upaya ganda, untuk apa yang seharusnya Anda lakukan.

(۷) التخطيط غير الواقعي:

بأن نخطط وننظم أمورنا بشكل غير منضبط ، فالأمر الذي والمهمة التي يستهلك خمسة أيام نعطيه يوم أو يومين تستوجب يومين نعطيها أربعة أو خمسة ، فهذا من شأنه أن يشيع الفوضى في حياتك ويستهلك

7) Perencanaan yang tidak realistis

Bahwa kita merencanakan dan mengatur urusan kita secara tidak teratur. Hal yang menghabiskan lima hari kita berikan satu atau dua hari, dan tugas yang membutuhkan dua hari kita berikan empat atau lima, ini akan menyebarkan kekacauan dalam hidup Anda.

(۸) عدم النظام :

أوراقك مبعثرة ، حاجياتك مهملة ، دائم البحث عن هاتفك ومفاتيحك وحقيبة عملك ، هذه كلها أشياء بسيطة تضيع وقتك وتهلكه

8) Kekacauan

Kertas-kertasmu berserakan, keperluanmu terbengkalai, kamu terus-menerus mencari ponsel, kunci, dan tas kerjamu. Ini semua adalah hal sederhana yang membuang buang waktu.

(۹) الاجتماعات :

الدراسات والأبحاث المختلفة أثبتت أن الشخص الذي يحتل موقعا قياديا يقضي في المتوسط ما يقرب من ٢٨ ٪ من وقته في اجتماعات ، هذه الاجتماعات التي تسطو على وقته بشكل مخيف وتلتهمه بشراهة

9) Rapat-rapat

Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa orang yang menduduki posisi kepemimpinan menghabiskan rata-rata sekitar 28% waktunya untuk rapat, rapat-rapat inilah yang membajak waktunya secara menakutkan dan memakannya dengan rakus.

(۱۰) قراءة التقارير والمراسلات والبريد الإلكتروني:

هذه الأعمال تلتهم الوقت بالرغم من استطاعتنا تفويض أحد بالقيام بها ، فهي تحتاج إلى تركيز ، وفي النفس الوقت يستطيع شخص آخر أن ينظمها ويرتب الهام منها ويعرضها عليك ، بدلاً من الاستغراق الكامل فيها

10) Baca laporan, korespondensi, dan email

Tindakan ini memakan waktu, meskipun kita dapat mendelegasikan seseorang untuk melakukannya, mereka membutuhkan konsentrasi, dan saat yang sama, orang lain dapat mengaturnya dan mengatur inspirasi dari mereka dan menyajikannya kepada Anda, sebagai ganti serapan sepenuhnya di dalamnya.

11)) الاجتماعيات

الدعوات التي قد تقدم للمرء من الممكن أن تلتهم جل وقته ، فإذا ما ترك لنفسه العنان في قبول كل الدعوات المقدمة اليه، فسيقع في دائره من التشتت

11) Sosial

Undangan yang mungkin diberikan kepada seseorang mungkin menghabiskan sebagian besar waktunya.

Pencuri-pencuri waktu itulah yang dapat mengakibatkan orang bisa berbeda produktivitasnya, karyanya, pengalamannya, sosialnya, legesinya, bahkan ilmunya. Padahal Allah telah mendorong kita untuk mempunyai kinerja yang baik etos kerja yang unggul, selesai satu amal usaha cepat-cepat lakukan yang lainnya, jangan nanti-nanti, jangan di tunda-tunda, insyaallah hari yang akan datang kita akan lebih optimis dan tahun yang akan datang kita akan lebih bagus baik urusan duniawi dan urusan ukhrawi, sebagaimana Allah berfirman:

فَإِذَا فَرَغْتَ فَانصَبْ (2)

Artinya: “Maka apabila engkau telah selesai (dari sesuatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain)”.

وَإِلَى رَبِّكَ فَارْغَب

Artinya: “dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap”.

Demikian khutbah singkat kali ini, tentang bagaimana kita menghormati waktu dan mentasarufkan serta memenejnya, untuk hal-hal yang produktif, positif, baik dan tidak merugi di dunia, dan di akhirat. Aamiin.

بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ العَظِيمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرَ الْحَكِيمِ وَتَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ العَلِيمُ وَأَقْوْلُ قَوْلِي هَذَا فَاسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيمَ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمِ

Khutbah kedua,

الْحَمْدُ للهِ عَلَى إِحْسَانِهِ, وَالشُّكْرُ لَهُ عَلَى تَوْفِيقِهِ وَامْتِنَانِهِ وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَاللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ الدَّاعِي إِلَى رِضْوَانِهِ .

اللهُمَّ صَلِّ وسلم عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلَّمٌ تَسْلِيمًا كثيرًا أَمَّا بَعْدُ. فَيا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللَّهَ فِيْمَا أَمَرَ, وَانْتَهُوا عَمَّا نَهَى وزجر, وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيهِ بِنَفْسِهِ وَثَنَى بِمَلا يُكَتِهِ بِقُدْسِهِ, وَقَالَ تَعَالَى إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِي يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

اللهُمَّ صَلِّ وسلم عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَنْبِيَائِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلَائِكَةِ الْمُقَرَّبِينَ وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَانِ وَعَلَى, وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِينَ وَتَابِعِي التَّابِعِينَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ

وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ

اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ الأَحْيَاءُ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ اللَّهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِينَ, وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِينَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ الْمُوَحِدِينِ, وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّينَ, وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ الْمُسْلِمِينَ, وَ دَمِرُ أَعْدَاءَ الدِّينِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّينِ .

اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا البَلاء وَالوَبَاءِ وَالزَّلازِلَ وَالمِحَنَ وَسُوْءَ الْفِتْنَةِ وَالمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ, عَنْ بَلَدِنَا انْدُونِيسِيَّا خَاصَّةً وَسَائِرِ البُلْدَانِ الْمُسْلِمِينَ عَامَّةً, يَا رَبَّ الْعَالَمِينَ

ربَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَتَكُونَنَّ مِنَ الخَاسِرِينَ سبحان ربك رب العزة عما يصفون وسلام على المرسلين. والحمد لله رب العالمين

عِبَادَ اللَّهِ. إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ وَاذْكُرُوا اللهَ العَظِيمَ يَذْكُرُكُمْ وَاشْكُرُوهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

3. Khutbah Jumat Islam sebagai Rahmatan Lil ‘Alamin

Khutbah pertama,

السَّلامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُه.

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْحَقِّ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَرَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ الْمُبِينُ وَأَشْهَدُ أَنْ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ الصَّادِقُ الْوَعْدُ الْأَمِينُ، اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلَّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ أَشْرَفِ الْأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِينَ الَّذِي قَدْ أَدَّى الْأَمَانَةَ وَبَلْغَ الرِّسَالَةَ إِلَى جَمِيعِ الثَّقَلَيْنِ الْإِنْسِ وَالْجَانِّ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ الَّذِينَ اتَّبَعُوْهُ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ

أَمَّا بَعْدُ فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ رَحِمَكُمُ اللَّهُ أَوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللَّهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. قَالَ اللَّهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيمِ. أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّحِيمِ إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ وَقَالَ أَيْضًا وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ.

Hadirin jama’ah Jum’at yang dimuliakan Allah

Hendaknya kita selalu bersyukur kepada Allah karena berkat rahmat-Nya kita dapat melaksanakan sholat Ju’mat di masjid yang mulia ini. Karena masjid ini didirikan dan disadari atas dasar taqwa kepada Allah SWT dan saya ingin mengajak kepada para jamaah untuk senantiasa meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah SWT.

Pada kesempatan yang mulia ini marilah kita merefleksikan diri, tentang hidup dan kehidupan, termasuk kehidupan beragama, mewujudkan Islam sebagai agama yang membawa kesejahteraan dan keselamatan bagi sekalian alam, manusia dari berbagai suku, ras, adat istiadat dan antar golongan. Islam yang kita peluk harus menjadi perekat, penguat dan sumber motivasi kita dalam membina kehidupan berbangsa dan bernegara.

Menurut Muhammad Syalthut, kata Islam berasal dari bahasa Arab, aslama-yuslimu-Islaaman yang berarti: bebas dan bersih dari penyakit lahir bathin, damai dan tentram, taat dan patuh juga berarti selamat dari kecacatan-kecacatan, perdamain dan keamanan.

Dalam Al-Quran Islam mempunyai beberapa arti yaitu sebagai lawan dari syirik (6:14) sebagai lawan dari kufur (3:80), sama dengan ikhlas pada Allah (5:125), tunduk dan patuh kepada Allah (39:54). Dengan demikian kata kunci dari Islam adalah tunduk dan patuh terhadap segala apa yang diperintahkan dan menjauhi atas segala apa yang dilarang-Nya.

Dapat disimpulkan bahwa Islam bisa bermakna nama bagi agama yaitu: “Islam”, Pada sisi lain bermakna pesan moral, ajaran, yang akan mengantar kebahagiaan hidup manusia di dunia dan di akhirat.

Islam melalui Al-Quran telah mendeklarasikan diri sebagai agama yang rahmatan lil ‘aalamin. “Nabi Muhammad diutus oleh Allah SWT tidak lain untuk menyebarkan rahmat (kasih sayang) kepada seluruh alam.” (QS. 21:107). Hal ini berarti Islam tempat bernaung manusia dari berbagai etnis, suku agama, bangsa. Semuanya merasa aman, damai, sejahtera, di dalamnya. Dengan demikian Islam yang rahmatan lil alamin adalah agama yang diturunkan oleh Allah SWT melalui Nabi Muhammad SAW dengan membawa pesan-pesan perdamaian, kesejahteraan, kerukunan dan persatuan, tidak hanya pada umat manusia tetapi juga untuk segala apa yang ada di alam raya.

Inti dari Islam adalah cinta kasih dan perdamaian, dengan demikian ia akan selalu menjauhkan diri dari penindasan (dzulm) justru akan membangkitkan manusia untuk mempunyai martabat. Oleh karena itu Islam melalui Al- Quran dan Hadist melarang praktek-praktek penindasan dan ketidakadilan. Sebaliknya memberi ruang bagi terciptanya kebebasan kepada manusia, sehingga Islam disebut sebagai agama pembebas kaum mustadhafin. Baik lemah secara material, pemikiran maupun mentalitas serta kreatifitas. Oleh karena banyak penulis sejarah, Islam bukan saja dianggap sebagai agama baru, melainkan juga liberating force -sesuatu kekuatan pembebas umat manusia. Hal inilah yang menyebabkan agama Islam cepat menyebar di Jazirah Arab dan juga Indonesia, termasuk Aceh yang dikenal sebagai Serambi Makkah.

Islam dengan berbagai ajaran telah sanggup mempersatukan umat manusia di seluruh dunia dan juga mengajarkan rasa cinta tanah air dan pengorbanan yang sebesar-besarnya untuk kejayaan bangsa dan Negara.

Menurut C.Y Glok dan R. Start, dalam Religion and Society in Tension sebagaimana setiap agama setidaknya memiliki lima dimensi ritual, mistikal, idiologikal, intelektual dan sosial. Dimensi ritual berkenaan dengan upacara-upacara keagamaan, ritus-ritus religius, seperti shalat, misa dan kebaktian. Dimensi mistikal menunjukkan pengalaman keagamaan. Keinginan untuk mencari makna hidup, kesadaran akan kehadiran yang Maha Kuasa, tawakal dan taqwa, dimensi idiologikal adalah mengacu pada serangkaian kepercayaan yang menjelaskan eksistensi manusia vis-a-vis Tuhan dan makhluk lain. Pada dimensi inilah misalnya, orang Islam memandang manusia sebagai khalifatullah fil ard dan orang Islam dipandang mengemban tugas luhur untuk mewujudkan amar ma’ruf Allah dib umi. Dimensi intelektual menunjukkan tingkat pemahaman orang terhadap doktrin-doktrin kedalamannya tentang ajaran-ajaran yang dipeluknya. Dimensi sosial disebut sebagai consequental dimensions adalah manifestasi ajaran agama dalam masyarakat. Ini meliputi seluruh perilaku yang didefinisikan oleh agama.

Termasuk memperkuat dimensi sosial adalah mengatur hubungan manusia, masyarakat satu dengan masyarakat lain. Yang di dalamnya juga berisi tentang memperkuat semangat ukhuwah, solidaritas kaum muslimin dan juga mempertahankan bangsa dan Negara adalah bagian dari tugas sosial umat beragama. Yang tentu akan mendapat pahala dari Allah SWT, karena bernilai ibadah.

Setiap agama memiliki kelima dimensi tersebut hanya saja bobotnya berlainan. Ada yang menekankan dimensi ritual lebih menonjol daripada dimensi sosial. Menurut Edward Mortiner, Islam lebih banyak menekankan dimensi sosial daripada ritual, sehingga ia melihat Islam sebagai a political cultur.

Dalam praktiknya dimensi-dimensi tersebut tidak dapat berdiri sendiri, satu sama lain saling melengkapi sehingga menjadi satu keutuhan sikap seorang muslim (Islam kaffah). Upaya untuk mewujudkan Islam yang mendatangkan kesejahteraan dan kebahagiaan hidup bagi sekalian umat tentu dengan cara mengaplikasikan seluruh ajaran Islam diatas. Terutama pada dimensi sosial yang akan menggerakkan umat untuk melakukan perubahan (taghyir). Termasuk perubahan tatanan sosial masyarakat, berbangsa dan bernegara di Nangro Aceh Darussalam umpamanya.

Telah diuraikan dimuka bahwa inti dari Islam rahmatan lil ‘aalamiin adalah upayanya untuk menciptakan kesejahteraan, kebahagiaan dan kedamaian hidup dunia dan akhirat. Agar mencapai semua itu tentu harus adanya kehidupan yang egaliter, inklusif dan anti penindasan. Untuk mewujudkan kita harus menjadikan Islam sebagai solusi bagi upaya pembebasan manusia dari kekuasaan tirani, pemikiran yang membelenggu dan kekuatan yang menindas kaum mustad ‘afin (lemah).

Pusat ajaran Islam adalah bermuara pada teologi (ketuhanan). Kita mempunyai landasan pijak yang kuat untuk mewujudkan teologi pembebasan. Teologi pembebasan adalah suatu teologi yang menekankan pada arti kebebasan, persamaan dan keadilan distribusi dan menolak penindasan, penganiayaan dan eksploitasi manusia. Dengan demikian upaya untuk meningkatkan kesejahteraan, kedamaian, rasa persatuan diantara kita menjadi keharusan dalam rangka menciptakan TRI KERUKUNAN BERAGAMA :

Kerukunan antar umat beragama Kerukunan intern umat beragama Kerukunan dengan pemerintah

Demikianlah sebagai khutbah Jum’at ini kami sampaikan, sebagai ungkapan rasa syukur kita kepada Allah SWT. Marilah kita bina kerukunan, semangat persaudaraan, untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kita cintai ini dari unsur-unsur pemecah belah persatuan dan kesatuan bangsa. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat Al-Baqarah 126: “Semoga Negara ini terbebas dari rasa kebencian dan tumbuh suburnya kekuatan sehingga menjadi negeri yang baldatun, tayyibatun, warrabun ghofur.” Amin.

بَارَكَ اللَّهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ أَقُوْلُ قَوْلِى هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ الْعَظِيمَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ فَاسْتَغْفِرُوهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

Khutbah kedua,

الْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيرًا كَمَا أَمَرَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ إِرْغَامًا لِمَنْ جَحَدَ بِهِ وَكَفَرَ وَأَشْهَدُ أَنْ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ سَيِّدُ الْخَلَائِقِ وَالْبَشَرَ صَلَّى اللَّهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ اجْمَعِيْنَ وَسَلَّمَ تَسْلِيمًا كَثِيرًا.

يَأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللَّهَ وَافْعَلُوا الْخَيْرَ وَاجْتَنِبُوا عَنِ السَّيِّاتِ.

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، فَاجِيبُوا اللَّهَ عِبَادَ اللَّهِ إِلَى مَا دَعَاكُمْ وَصَلُّوا وَسَلِّمُوا عَلَى مَنْ بِهِ اللَّهُ هَدَاكُمْ اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلَّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ وَعَلَى التَّابِعِينَ وَتَابِعِ التَّابِعِينَ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيعٌ قَرِيبٌ مُحِيبُ الدَّعَوَاتِ. اللهُمَّ انْصُرْ أُمَّةَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدِ اللهُمَّ أَصْلِحْ أُمَّةَ سَيِّدِنَا مُحَمَّد

اللهُمَّ ارْحَمْ أُمَّةَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدِ اللَّهُمَّ انْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّينِ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ الْمُسْلِمِينَ. وَاجْعَلْ بَلْدَتَنَا انْدُوْنِيْسِيَا هَذِهِ بَلْدَةٌ آمِنَةً مُطْمَئِنَّةٌ وَسَائِرَ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِينَ عَامَّةً، اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الغَلَاءَ وَالْبَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوفَ وَالْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ وَالْفِتَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِينَ عَامَّةٌ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِير.

رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيْمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوْبِنَا غِلا لِلَّذِينَ آمَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوْفٌ رَحِيمٌ.

عِبَادَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَابْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللَّهُ الْعَظِيمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْأَلُوهُ مِنْ فَضْله يُعْطكُمْ وَيَهْدِكُمْ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ.

أَقِمِ الصَّلاةَ

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Memakan Yang Bukan Haknya



Jakarta

Dalam kehidupan saat ini, sebagian orang berlomba-lomba dengan kemewahan, kadang pamer kekayaan berupa mobil tumpangannya, bagi Ibu-ibu kegengsiannya pada tas yang dibawa serta perhiasan yang dipakainya. Tidak sampai di situ, ada keluarga orang yang berkedudukan saat liburan bersama mereka enggan menggunakan jasa transportasi komersil, mereka lebih suka menyewa private jet. Pameran atau perlombaan kekayaan ini tidak sepatutnya dipertontonkan, hanya mereka yang rendah diri dan kurang iman.

Allah SWT. telah melarang para hamba-Nya untuk hidup berlebihan dan bermegah-megahan. Hal ini sebagaimana dalam firman-Nya surah at-Takatsur ayat 1 yang terjemahannya, “Berbangga-bangga dalam memperbanyak (dunia) telah melalaikanmu.”

Adapun makna ayat di atas adalah : Allah SWT. mengungkapkan bahwa manusia sibuk bermegah-megahan dengan harta, teman, dan pengikut yang banyak, sehingga melalaikannya dari kegiatan beramal. Mereka asyik dengan berbicara saja, teperdaya oleh keturunan mereka dan teman sejawat tanpa memikirkan amal perbuatan yang bermanfaat untuk diri dan keluarga mereka. Ingatlah hadis yang diriwayatkan oleh Muslim. Rasulullah SAW. bersabda, “Anak Adam berkata, ‘Inilah harta saya, inilah harta saya. Nabi bersabda, “Wahai anak Adam! Engkau tidak memiliki dari hartamu kecuali apa yang engkau makan dan telah engkau habiskan, atau pakaian yang engkau pakai hingga lapuk, atau yang telah kamu sedekahkan sampai habis.”


Ahli tafsir ada yang berpendapat bahwa maksud ayat ini adalah bangga dalam berlebih-lebihan. Seseorang berusaha memiliki lebih banyak dari yang lain baik harta ataupun kedudukan dengan tujuan semata-mata untuk mencapai ketinggian dan kebanggaan, bukan untuk digunakan pada jalan kebaikan atau untuk membantu menegakkan keadilan dan maksud baik lainnya. Ketahuilah, sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan sendau gurauan, perhiasan dan saling berbangga di antara kamu serta berlomba dalam kekayaan dan anak keturunan, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian (tanaman) itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridaan-Nya. Dan kehidupan dunia tidak lain hanyalah kesenangan yang palsu.

Diteruskan dengan ayat 2 yang terjemahannya, “Sampai kamu masuk ke dalam kubur.”
Makna ayat kedua ini adalah : Selanjutnya Allah SWT. menjelaskan keadaan bermegah-megah di antara manusia atau dengan usaha untuk memiliki lebih banyak dari orang lain akan terus berlanjut hingga mereka masuk lubang kubur. Dengan demikian, mereka telah menyia-nyiakan umur untuk hal yang tidak berfaedah, baik dalam hidup di dunia maupun untuk kehidupan akhirat.

Jadi jelas bahwa larangan tersebut merupakan langsung dari-Nya, oleh sebab itu janganlah tergoda dengan kenikmatan sesaat di dunia dibandingkan dengan kenikmatan selamanya di akhirat.
Kadang keserakahan susah dibendung karena engkau kalah dalam bertarung dengan nafsumu. Engkau akan tidak peduli cara untuk meraih harta itu benar atau dilarang ? Bahkan dirimu ( hati ) sejatinya sudah mengetahui kalau cara tersebut tidak seperti yang diajarkan Islam, namun tetap engkau lakukan.

Ingatlah kisah ini, tentang mengambil makanan ( sangat sedikit ) yang bukan haknya. Abu Yazid al-Busthami menyembah Allah SWT. selama bertahun-tahun. Namun, ia tidak menemukan kenikmatan dan kelezatan ibadah. Untuk itulah ia pergi menemui Ibunya.

“Wahai Ibu, sungguh, aku tidak menemukan manisnya ibadah dan taat selamanya. Tengoklah ke belakang, apakah engkau pernah memakan makanan haram pada saat aku masih dalam perutmu, atau pada saat aku dalam susuanmu?” tanya Abu Yazid al-Busthami.

Sang Ibu berpikir lama untuk menjawab pertanyaan itu. Lalu Ibu menjawab, “Anakku, ketika engkau berada dalam perutku, aku naik di atas atap. Aku melihat sepotong keju berada di dalam sebuah wadah. Aku berselera. Maka, aku memakannya seukuran semut, tanpa izin pemiliknya.”

“Tidak lain inilah alasannya. Wahai Ibu, pergilah kepada pemilik keju tersebut, dan beritahu masalah itu kepadanya.” Kata Abu Yazid.
Kemudian sang Ibu pergi dan menceritakan hal tersebut kepada pemilik keju.
Pemilik keju berkata, “Sekarang, engkau memperoleh halalnya keju itu.”

Selanjutnya sang Ibu menyampaikan pertemuannya dengan pemilik keju kepada anaknya, Yazit al-Busthami. Setelat itu, Yazid baru dapat merasakan manisnya taat.

Mari kita simak kisah di atas, bahwa bukan ukuran sedikit/kecilnya yang diambil tanpa hak, namun tindakan memakan makanan yang bukan haknya. Nah mari kita muhasabah, apakah kita pernah melakukan hal itu?

Jika pernah dan beberapa kali karena ketidakmengertiannya ( penulis berpendapat jarang terjadi ) atau mengerti, maka segeralah bertaubat kepada-Nya dan berjanji tidak mengulanginya.

Ya Allah, jauhkanlah kami dari nafsu serakah, sehingga mengambil sesuatu yang bukan haknya. Berilah penerangan dengan cahaya-Mu agar kami bisa menentukan dan membedakan yang hak dengan yang batil.

Aunur Rofiq

Ketua DPP PPP periode 2020-2025
Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggung jawab penulis. (Terima kasih – Redaksi)

(erd/erd)



Sumber : www.detik.com

Teks Khutbah Jumat Tema Menyambut Bulan Rajab 1446 H


Jakarta

Bulan Rajab segera tiba. Momentum ini sangat tepat untuk menyampaikan khutbah Jumat yang mengupas tuntas keutamaan dan hikmah yang terkandung dalam bulan yang mulia ini.”

Mengacu pada kalender Hijriah Indonesia 2025 terbitan Bimas Islam Kementerian Agama RI, 1 Rajab 1446 Hijriah jatuh pada 1 Januari 2025. Terhitung tinggal 6 hari lagi menuju bulan Rajab dimulai dari hari ini.

Rajab akan berlangsung 30 hari. Sehingga, bulan Rajab jatuh pada 1-30 Januari 2025.


Banyak dalil Al-Qur’an maupun hadits yang membahas keutamaan di balik bulan Rajab. Imam Burhanudin AS, Penyuluh Agama Islam KUA Kecamatan Bobotsari, telah merangkumnya dalam sebuah naskah khutbah Jumat yang dipublikasikan Kemenag Purbalingga. Berikut teks selengkapnya.

Naskah Khutbah Jumat Menyambut Bulan Rajab 1446 H

اَلْحَمْدُ للهِ، اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ فَضَّلَنَا بِشَهْرِ رَجَبَ، وَهُوَ الَّذِيْ اصْطَفَى نَبِيَّنَا مُحَمَّدًا ﷺ الْمُجْتَبَى الْمُؤَيَّد. اَللَّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمَ وَبَارِكْ وَتَرَحَّمْ وَتَحَنَّنْ عَلَى مَنْ بِهِ تُرْجَى شَفَاعَتُهُ يَوْمَ الْمَآبِ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ رَبُّ الْعِبَادِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمَبْعُوْثُ إِلَى سَائِرِ الْأَعَاجِمِ وَالْعَرَب. أما بعد

فَيَا عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْنِىْ نَفْسِيْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ، سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

Jemaah salat Jumat rahimakumullah,

Dari atas mimbar khatib berwasiat, mengajak diri khatib dan kepada jamaah Jumat, mari kita tingkatkan takwa kita kepada Allah SWT dengan berusaha sekuat tenaga melaksanakan semua perintah-Nya serta menjauhi larangan-larangan-Nya. Puji syukur kehadirat Allah SWT, pada bulan ini kita masih berada di bulan mulia, yaitu bulan Rajab 1446 H.

Jemaah salat Jumat rahimakumullah,

Perlu kita syukuri karena Rajab termasuk bulan yang mulia. Kata Rajab berasal dari kata “tarjib” yang bermakna agung dan mulia. Allah SWT memberikan keistimewaan terhadap Rajab di antara bulan-bulan lain yang juga menyandang predikat mulia, yaitu Muharram, Dzulhijjah, Dzulqa’dah, dan Rajab.

Bulan Rajab adalah bulan yang penuh rahmat, anugerah, dan kebaikan dari Allah SWT. Telah maklum bahwa kita semua telah memasuki bulan Rajab, bulan yang mulia. Nabi Muhammad dalam memperhatikan bulan Rajab sampai memanjatkan doa yang sebagaimana diriwayatkan oleh Anas Ibn Malik dalam Musnad Ahmad:

اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْ رَجَبَ وَشَعْبَانَ وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ

Artinya: “Ya Allah, semoga Engkau memberkahi kami pada bulan Rajab dan Sya’ban, semoga Engkau pertemukan kami dengan bulan Ramadan.”

Bulan Rajab menjadi tonggak dari rangkaian ibadah-ibadah penting pada bulan yang jatuh setelahnya, yaitu bulan Sya’ban dan Ramadan. Sebagian ulama berkata:

رَجَبٌ شَهْرُ الزَّرْعِ، وَشَعْبَانُ شَهْرُ السَّقْيِ، وَرَمَضَانُ شَهْرُ الْحَصَادِ

Artinya: “Rajab adalah bulan menanam, Sya’ban adalah bulan untuk menyirami, dan Ramadan adalah bulan panen.”

Menurut Syekh Abdul Qodir Al Jailani dalam kitab al-Ghuniyah, Rajab terdiri dari tiga huruf, yaitu Ra’, Jim, dan Ba’. Ra’ adalah Rahmatullâh (rahmat Allah), Jim adalah Jûdullâh (kemudahan Allah), dan Ba’ adalah Birrullâh (kebaikan Allah). Maksudnya, mulai awal hingga akhir bulan Rajab, Allah SWT melimpahkan tiga anugerah kepada hamba-hamba-Nya, yaitu limpahan rahmat, kemudahan, dan kebaikan dari Allah SWT.

Ini menunjukkan kemuliaan dan keagungan dari bulan Rajab. Maka dari itu, marilah kita gunakan bulan Rajab ini dengan sebaik-baiknya dengan memperbanyak amal saleh, istighfar, sedekah, puasa dan lain sebagainya.

Jemaah salat Jumat rahimakumullah,

Sebagaimana kisah yang telah masyhur, pada bulan Rajab juga terdapat peristiwa monumental isra dan mi’raj Nabi Muhammad SAW dari dari Masjidil Haram Makkah menuju Masjidil Aqsha Palestina. Kemudian dilanjutkan dari Masjidil Aqsa menuju Sidratil Muntaha untuk menghadap Allah SWT Sang Pencipta alam semesta. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat Al Isra ayat 1: https://www.detik.com/hikmah/quran-online/al-isra

سبْحانَ الَّذِىأَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلاً مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ اِلَى الْمَسْجِدِ اْلأَقْصَا الَّذِى باَرَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَتِنَا إِنَّهُ,هُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْر

Artinya: “Maha-Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS Al Isra: 1)

Peristiwa tersebut juga mendapat penjelasan dalam Shahih Bukhari juz 5 halaman 52. Nabi Muhammad SAW bertemu dengan Allah SWT. Allah SWT memerintahkan Nabi SAW untuk melaksanakan salat fardhu sebanyak lima puluh rakaat setiap hari.

Nabi menerima dan kemudian kembali pulang, dalam perjalanan, Nabi Muhammad SAW bertemu dengan Nabi Musa AS. Nabi Musa mengingatkan bahwa umat Nabi Muhammad tidak akan mampu dengan perintah salat lima puluh kali sehari. Nabi Musa mengatakan, umatku telah membuktikannya. Lalu meminta kepada Nabi Muhammad untuk kembali pada Allah SWT, mohonlah keringanan untuk umatmu.

Kemudian Nabi menghadap kepada Allah dan diringankan menjadi salat sepuluh kali. Kemudian Nabi Muhammad kembali kepada Nabi Musa, dan Nabi Musa mengingatkan sebagaimana yang pertama.

Kembali Nabi menghadap Allah hingga dua kali, dan akhirnya Allah mewajibkan salat lima waktu. Nabi Muhammad kembali pada Nabi Musa, Nabi Musa tetap mengatakan bahwa umatmu tidak akan kuat wahai Nabi Muhammad, Nabi Muhammad menjawab, saya malu untuk kembali menghadap pada Allah SWT. Saya ridho dan pasrah kepada Allah SWT.

Jemaah salat Jumat rahimakumullah,

Berikut beberapa kisah yang dapat kita petik dari cerita Isra’ dan Mi’raj tersebut:

Pertama, Isra dan Mi’raj adalah perkara yang haq karena sharih (sangat jelas dan eksplisit) disebutkan dalam Al-Qur’an, sebuah kejadian yang pasti terjadi, pasti benar, tak ada keraguan sama sekali, meskipun akal manusia tidak dapat menjangkau. Semua hal aneh ini terjadi dalam rangka menguji dan mengukur ketebalan iman seseorang, sebab seseorang dapat tersesat ketika hanya mengukur sebuah kebenaran hanya bersandar pada akal semata.

Kita harus menghindari arus pemikiran yang hanya membanggakan akalnya dan mengesampingkan kemahakuasaan Allah. Tidak mustahil jika pola pikir demikian dilestarikan maka setiap ajaran dalam agama yang tidak cocok dengan akal, akan ditolak dan diingkari, na’udzubillahi min dzalik. Pola pikir yang demikian adalah cara pandang iblis. Iblis itu disifati dengan

أَوَّلُ مَنْ قَاسَ الدِّيْنَ بِرَأْيِهِ

Artinya: “(Makhluk yang pertama kali mengukur kebenaran agama dengan akalnya sendiri).”

Kedua, sebelum Nabi Muhammad SAW menghadap Allah SWT (mi’raj), beliau dibedah dadanya, dibersihkan hatinya meskipun hati Nabi sebenarnya sudah pasti bersih karena beliau ma’shum (suci dari dosa). Sebagaimana yang ditulis pengarang Simthut Durrar, Habib Ali Al Habsyi:

وَمَا أَخْرَجَ الآمْلَاكُ مِنْ قَلْبِهِ أَذًى وَلَكِنَّهُمْ زَادُوْهُ طُهْرًا عَلَى طُهْرٍ

Artinya: “Malaikat tidak menghilangkan kotoran dari hati Nabi, tetapi agar hati yang suci menjadi semakin suci.”

Pembersihan hati ini dilakukan sebelum Rasulullah menerima tugas salat lima waktu. Ini juga pelajaran bagi kita, bahwa saat akan menghadap Allah SWT hendaknya lebih dahulu kita bersihkan hati kita masing-masing. Karenanya, apabila kita salat harus dimulai dari pakaian, tempat dan hati yang suci, khusyuk hanya tertuju kepada Allah.

Peristiwa Isra dan Mi’raj yang terjadi di bulan Rajab semakin menambah terhadap kemuliaan bulan ini, lalu amalan apa yang perlu dilakukan dalam bulan Rajab yang mulia ini?

Jemaah salat Jumat rahimakumullah,

Selain amalan kesunahan berpuasa, pada Bulan Rajab ini juga merupakan momentum yang tepat untuk bertobat dari segala maksiat. Ibnu Rajab dalam kitabnya Lathaiful Ma’arif juz 1 halaman 122 menganjurkan umat manusia untuk bertobat di bulan Rajab yang mulia ini. Beliau mengatakan: “Putihkanlah lembaran hitammu di bulan Rajab, dengan amal baik yang menyelamatkanmu dari api yang melalap.”

Syekh Abdul Qadir Al-Jilani dalam Kitab al-Ghuniyah menjelaskan ada tiga syarat agar tobat kita diterima oleh Allah SWT. Pertama, menyesali kesalahan dan kemaksiatan yang telah kita perbuat. Kedua, meninggalkan setiap kesalahan di mana pun dan kapan pun. Ketiga, berjanji untuk tidak mengulang dosa dan kesalahan. Ketiga syarat tersebut harus kita laksanakan agar tobat kita benar-benar diterima oleh Allah SWT.

Jemaah salat Jumat rahimakumullah,

Akhirnya, semoga kita menjadi hamba yang terhindar dari segala kejelekan dan kemaksiatan, selalu beruntung mendapatkan ridla, kemampuan dan kesempatan, untuk melakukan amal shalih (ibadah) dan mendapatkan pahala serta keberkahan dari Allah SWT. Aamiin ya rabbal ‘alamiin.

بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي القُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِالْحَكِيْمِ، وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ، إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ

Khutbah II

اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

(hnh/kri)



Sumber : www.detik.com

Bermental Miskin



Jakarta

Seseorang yang sudah ditakdirkan fakir, haruskah ia bersyukur? Sebab tidak seorang pun di dunia ini yang tidak mendapatkan nikmat. Setiap manusia diberi limpahan kenikmatan, seperti bisa menghirup udara segar artinya ia sehat, bisa menjalankan ibadah yang merupakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Semua ini merupakan nikmat yang harus disyukuri. Sebagian orang salah menilai bahwa kenikmatan itu dalam bentuk materi. Jadi, materi menjadi ukuran dalam kehidupan. Orang yang fakir dianjurkan bersabar menghadapi keadaan yang ada. Sebab, orang fakir yang bersabar sama kedudukannya dengan orang kaya yang bersyukur.

Allah SWT memuji keduanya, jadi apa pun keadaan kita, masih dapat meraih kemuliaan di sisi-Nya. Ingatlah bahwa Allah SWT memuji orang kaya dan orang miskin, asalkan mereka tetap bersyukur dan bersabar. Hal ini sebagaimana firman-Nya:

1. Surah Shad ayat 30 yang terjemahannya, “Kami menganugerahkan kepada Daud (anak bernama) Sulaiman. Dia adalah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia sangat taat (kepada Allah).” Adapun makna ayat ini adalah: Dan tidak hanya anugerah ilmu pengetahuan dan kenabian, kepada Nabi Dawud Kami karuniakan pula seorang putra yang mengikuti jejak dan perjuangannya, yaitu Nabi Sulaiman. Dia adalah sebaik-baik hamba yang selalu beribadah dan bersyukur. Sungguh, dia sangat taat pada perintah-Nya.


2. Surah Shad ayat 44 yang terjemahannya, “Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia selalu kembali (kepada Allah dan sangat taat kepadanya).” Makna ayat ini adalah: Sesungguhnya Kami dapati dia sebagai seorang yang sabar dan ikhlas dalam menghadapi cobaan. Dialah sebaik-baik hamba yang tidak pernah putus asa. Sungguh, dia sangat taat dalam melaksanakan perintah Kami. Ujian dan cobaan bisa menimpa siapa saja. Jika hal itu dihadapi dengan sabar, tawakal, dan berusaha secara maksimal, niscaya Allah SWT akan mengganti dengan imbalan lebih banyak, bahkan terkadang tidak terduga.

Dalam kehidupan sehari-hari, sering kita menjumpai seseorang yang selalu mengeluh merasa kekurangan padahal sejatinya dalam ukuran materi sangat cukup. Sebaliknya ada seseorang yang kehidupannya sederhana dan selalu ringan untuk membantu sesama, memberi makan saat ia melihat orang sangat membutuhkannya, membantu dana meski sedikit bagi orang-orang yang dalam perjalanan sudah kehabisan bekal. Sesungguhnya ada yang lebih menyedihkan, seseorang yang cukup materi namun sikapnya terus menerus memohon bantuan orang lain dan kadang ia meng-create (meski dilarang agama) untuk menghasilkan uang.

Bermental miskin merupakan golongan orang-orang yang sibuk dengan dunia dan selalu berurusan keduniawian.

Dikisahkan, ada seorang Syekh zuhud yang kehidupannya mengandalkan hasil tangkapan dari laut. Suatu ketika, seorang kawan Syekh hendak pergi ke suatu daerah tempat tinggal saudaranya Syekh. Lalu Syekh itu berpesan,” Jika memasuki daerah tempat tinggal saudaraku. Sampaikan salam dariku dan aku mohon didoakan olehnya. Dia seorang Wali Allah.”

Sampailah aku di rumah saudara Syekh itu, dan aku heran ia menggunakan kenderaan sangat megah dengan pakaian sangat mewah. Di dalam rumah aku melihat banyaknya pelayan dan pengawal. Aku memberanikan diri untuk mulai bicara, ‘Saudaramu Syekh menyampaikan salam untukmu.’ Lalu lelaki (wali) itu bertanya, ‘Apakah kamu bertemu dengannya?’

Aku menjawab, ‘Ya.’ Wali itu kembali bicara, ‘Jika kamu pulang sampaikan kepadanya, hingga kapan ia sibuk dengan dunia? Sampai kapan ia berurusan dunia? Sampai kapan ia menginginkan dunia?’ Aku semakin heran dengan saudara sang Syekh ini.”

Kemudian aku kembali dari bepergian dan Syekh bertanya, ‘Apakah kamu bertemu dengan saudaraku?’ Aku mengangguk. Maka Syekh minta diceritakan apa yang ia sampaikan. Setelah aku menceritakannya, sang Syekh menangis lama dan akhirnya berkata, ‘Memang benar apa yang disampaikan saudaraku itu. Allah telah mencuci hatinya dari dunia. Allah menempatkan dunia di tangannya, sementara aku masih menempatkan dunia di hatiku.'”

Terkait kisah di atas, Ibnu Atha’illah menyatakan bahwa keadaan para wali atau kekasih Allah SWT tidak dapat diukur dengan kemiskinan atau kekayaan. Wilayah kewalian merupakan wilayah hati. Tidak ada yang mengetahuinya selain Dzat yang telah mengistimewakannya, yaitu Allah SWT. Siapa yang menghadap-Nya dengan kebaikan-Nya, maka ia wajib bersyukur atas segala karunia itu. Jika tidak, ia telah membiarkan kenikmatan dan karunia-Nya itu hilang dari dirinya.

Ingatlah bahwa dunia di hati adalah jika seseorang kehilangan harta, ia bersedih dan jika dapat anugerah harta ia bergembira ria. Jika dunia hanya di tangan, saat kehilangan harta maupun dapatkan rezeki ia hanya tersenyum karena semua bukan miliknya. Jadi orang yang bermental miskin itu dunia ada di hatinya bukan di tangannya.

Ingatlah saat berhasil meraih kenikmatan, baik nikmat dunia maupun nikmat agama, maka jangan sampai lupa dengan dua tugas:
1. Tugas Hati, ajak hati untuk menyatakan bahwa nikmat itu berasal dari Allah SWT, yang datang lewat berbagai perantara.
2. Tugas Lisan, mengungkapkan nikmat. Sebab, dengan pengakuan hati dan lisan, kita lebih terdorong untuk bersyukur dengan amal dan ketaatan kepada-Nya.

Semoga Allah SWT memberikan bimbingan pada kita semua agar dunia cukup di tangan tidak sampai masuk ke hati.

Aunur Rofiq

Ketua DPP PPP periode 2020-2025
Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggung jawab penulis. (Terima kasih – Redaksi)

(erd/erd)



Sumber : www.detik.com

Khutbah Jumat Singkat Akhir Tahun: Momentum Muhasabah


Jakarta

Khutbah Jumat singkat akhir tahun bisa menjadi topik untuk disajikan khatib pada salat Jumat hari ini. Mengingat kurang dari satu minggu lagi 2024 akan berakhir.

Momen pergantian tahun adalah waktu yang bisa dijadikan muhasabah. Dijelaskan dalam buku Akhlak Tasawuf karya Cahaya dan Anri Naldi, muhasabah adalah introspeksi diri. Seorang mukmin hendaknya selalu merenungi dan melakukan introspeksi terhadap apa yang telah dilakukan.

Berikut naskah khutbah Jumat singkat akhir tahun terkait muhasabah dikutip dari situs Kementerian Agama RI, Jumat (27/12/2024).


Teks Khutbah Jumat Singkat Akhir Tahun

Khutbah I

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ نَوَّرَ قُلُوْبَ أَوْلِيَائِهِ بِأَنْوَارِ الْوِفَاقِ، وَرَفَعَ قَدْرَ أَصْفِيَائِهِ فِيْ الْأَفَاقِ، وَطَيَّبَ أَسْرَارَ الْقَاصِدِيْنَ بِطِيْبِ ثَنَائِهِ فِيْ الدِّيْنِ وَفَاقَ، وَسَقَى أَرْبَابَ مُعَامَلَاتِهِ مِنْ لَذِيْذِ مُنَاجَتِهِ شَرَابًا عَذْبَ الْمَذَاقِ، فَأَقْبَلُوْا لِطَلَبِ مَرَاضِيْهِ عَلَى أَقْدَامِ السَّبَاقِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْبَرَرَةِ السَّبَاقِ، صَلَاةً وَسَلَامًا اِلَى يَوْمِ التَّلَاقِ

أَشْهَدُ أَنْ لَااِلَهَ اِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، شَهَادَةً صَفَا مَوْرِدُهَا وَرَاقَ، نَرْجُوْ بِهَا النَّجَاَةَ مِنْ نَارٍ شَدِيْدَةِ الْإِحْرَاقِ، وَأَنْ يَهُوْنَ بِهَا عَلَيْنَا كُرْبُ السِّيَاقِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَشْرَفُ الْخَلْقِ عَلَى الْاِطْلَاقِ، اَلَّذِيْ أُسْرِيَ بِهِ عَلَى الْبُرَاقِ، حَتَّى جَاوَزَ السَّبْعَ الطِبَاقَ

أَمَّا بَعْدُ، أَيُّهَا الْاِخْوَانُ أُوْصِيْكُمْ وَاِيَايَ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ، بِامْتِثَالِ أَوَامِرِهِ وَاجْتِنَابِ نَوَاهِيْهِ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ. وَقَالَ أَيْضًا: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Memanjatkan puji syukur kepada Allah dan shalawat kepada Nabi Muhammad saw merupakan kewajiban yang harus disampaikan oleh setiap khatib dalam khutbahnya. Selain itu khatib juga memiliki kewajiban untuk menyampaikan dan mengingatkan jamaah tentang wasiat ketakwaan. Oleh karenanya pada momentum khutbah kali ini, khatib mengajak kepada seluruh jamaah untuk senantiasa memanjatkan puji syukur kepada Allah dan menyampaikan shalawat pada Rasulullah sekaligus meningkatkan ketakwaan kepada Allah.

Bagaimana cara meningkatkan takwa? Yakni dengan senantiasa lebih semangat lagi menjalankan segala perintah Allah dan sekuat tenaga meninggalkan segala yang dilarang oleh-Nya. Dengan upaya inilah, kita akan mampu terus berada pada jalur yang telah ditentukan oleh agama sehingga tidak melenceng dan tersesat ke jalan yang tidak benar.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Memang kehidupan kita di dunia ini seperti melewati sebuah jalan dengan lintasan penuh dengan dinamika dan tantangan. Medan terjal yang harus terus kita daki, hingga medan menurun dan mendatar, tak boleh membuat kita terlena. Perjalanan kita menyisakan masa lalu sebagai pengalaman, masa kini sebagai kenyataan, dan masa yang akan datang sebagai harapan. Sehingga kita butuh rambu-rambu agar kita senantiasa lancar dan selamat sampai ke tujuan dan ketakwaan lah rambu-rambu yang mampu memandu kita berada pada jalan yang benar dan bekal yang paling baik dalam perjalanan.

وَتَزَوَّدُوْا فَاِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوٰىۖ وَاتَّقُوْنِ يٰٓاُولِى الْاَلْبَابِ

“Berbekallah karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. Bertakwalah kepada-Ku wahai orang-orang yang mempunyai akal sehat,” (QS Al-Baqarah: 197)

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Dalam sebuah perjalanan panjang, kita haruslah menyempatkan diri berhenti istirahat untuk mengumpulkan kembali semangat dan tenaga guna melanjutkan perjalanan. Begitu juga dalam kehidupan di dunia, kita mesti harus menyediakan waktu untuk melakukan introspeksi, evaluasi, menghitung, sekaligus kontemplasi yang dalam bahwa Arab disebut dengan muhasabah. Pentingnya muhasabah ini, Sayyidina Umar bin Khattab pernah bertutur:

حَاسِبُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوْا وَتَزَيَّنُوْا لِلْعَرْضِ الأَكْبَرِ وَإِنَّمَا يَخِفُّ الْحِسَابُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى مَنْ حَاسَبَ نَفْسَهُ فِى الدُّنْيَا

“Hisablah diri (introspeksi) kalian sebelum kalian dihisab, dan berhias dirilah kalian untuk menghadapi penyingkapan yang besar (hisab). Sesungguhnya hisab pada hari kiamat akan menjadi ringan hanya bagi orang yang selalu menghisab dirinya saat hidup di dunia.”

Dalam sebuah hadits riwayat Imam Tirmidzi, Rasulullah bersabda:

الْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ، وَالْعَاجِزُ مَنْ أَتْبَعَ نَفْسَهُ هَوَاهَا وَتَمَنَّى عَلَى اللَّهِ

“Orang yang cerdas (sukses) adalah orang yang menghisab (mengevaluasi) dirinya sendiri, serta beramal untuk kehidupan sesudah kematiannya. Sedangkan orang yang lemah adalah orang yang mengikuti hawa nafsunya serta berangan-angan terhadap Allah SWT.”

Sementara dalam Al-Qur’an Allah juga telah mengingatkan pentingnya melakukan introspeksi diri dengan melihat apa yang telah kita lakukan pada masa lalu untuk menghadapi masa depan. Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Hasyr ayat 18:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Dari perintah Allah dan Rasul serta nasihat dari para sahabat, kita bisa mengambil beberapa catatan penting tentang manfaat dari introspeksi diri ini. Setidaknya, ada 5 manfaat yang bisa kita rasakan dari upaya melakukan ‘charging’ (mengecas) semangat hidup melalui introspeksi diri ini.

Pertama, sebagai wahana mengoreksi diri. Dengan introspeksi diri, kita akan mampu melihat kembali perjalanan hidup sekaligus mengoreksi manakah yang paling dominan dari perjalanan selama ini. Apakah kebaikan atau keburukan, apakah manfaat atau mudarat, atau apakah semakin mendekat atau malah menjauh dari Allah swt. Kita harus menyadari bahwa semua yang kita lakukan ini harus dipertanggungjawabkan di sisi Allah. Hal ini ditegaskan dalam Al-Qur’an:

الْيَوْمَ نَخْتِمُ عَلَى أَفْوَاهِهِمْ وَتُكَلِّمُنَا أَيْدِيْهِمْ وَتَشْهَدُ أَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ

“Pada hari ini Kami tutup mulut mereka dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan” (Q.S. Yasin: 65)

Kedua, upaya memperbaiki diri. Dengan introspeksi diri, kita akan mampu melihat kelebihan dan kekurangan diri yang kemudian harus diperbaiki di masa yang akan datang. Dengan memperbaiki diri, maka kualitas kehidupan akan lebih baik dan waktu yang dilewati juga akan senantiasa penuh dengan manfaat dan maslahat bagi diri dan orang lain.

Ketiga, momentum mawas diri. Diibaratkan ketika kita pernah memiliki pengalaman melewati jalan yang penuh lika-liku, maka kita bisa lebih berhati-hati ketika akan melewatinya lagi. Mawas diri akan mampu menyelamatkan kita dari terjerumus ke jurang yang dalam sepanjang jalan. Allah berfirman:

وَاَطِيْعُوا اللّٰهَ وَاَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَاحْذَرُوْاۚ فَاِنْ تَوَلَّيْتُمْ فَاعْلَمُوْٓا اَنَّمَا عَلٰى رَسُوْلِنَا الْبَلٰغُ الْمُبِيْنُ

“Taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada Rasul serta berhati-hatilah! Jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa kewajiban Rasul Kami hanyalah menyampaikan (ajaran Allah) dengan jelas.”

Keempat, memperkuat komitmen diri. Setiap orang pasti memiliki kesalahan. Oleh karenanya, introspeksi diri menjadi waktu untuk memperbaiki diri dan berkomitmen untuk tidak mengulangi kembali kesalahan yang telah dilakukan pada masa lalu. Jangan jatuh di lubang yang sama. Buang masa lalu yang negatif, lakukan hal positif hari ini dan hari yang akan datang. Rasulullah bersabda:

مَنْ كَانَ يَوْمُهُ خَيْرًا مِنْ أَمْسِهِ فَهُوَ رَابِحٌ. وَمَنْ كَانَ يَوْمُهُ مِثْلَ أَمْسِهِ فَهُوَ مَغْبُوْنٌ. وَمَنْ كَانَ يَوْمُهُ شَرًّا مِنْ أَمْسِهِ فَهُوَ مَلْعُوْنٌ

“Siapa saja yang hari ini lebih baik dari hari kemarin, maka ia (tergolong) orang yang beruntung. Siapa saja yang hari ini sama dengan hari kemarin, maka ia (tergolong) orang yang merugi. Siapa saja yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin, maka ia orang yang dilaknat (celaka).” (HR Al-Hakim).

Kelima, sebagai sarana meningkatkan rasa syukur dan tahu diri. Kita harus sadar sesadar-sadarnya bahwa keberadaan kita sampai dengan saat ini sama sekali tak bisa lepas dari nikmat-nikmat yang telah dikaruniakan Allah. Oleh karenanya, introspeksi diri akan membawa kita mengingat nikmat yang tak bisa dihitung satu persatu. Jangan sampai kita menjadi golongan orang-orang yang tak tahu diri dan kufur kepada nikmat Allah. Allah mengingatkan kita dalam Al-Qur’an Surat Ibrahim ayat 7:

لَئِنْ شَكَرْتُمْ لاَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ

“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Dari uraian ini, mari kita senantiasa melakukan introspeksi diri setiap saat. Terlebih saat ini kita berada di penghujung tahun 2023 dan akan memasuki tahun baru 2024 yang menjadi waktu ideal untuk melakukan introspeksi diri. Semoga kita senantiasa mendapatkan petunjuk yang terbaik dari Allah dan mampu melihat perjalanan tahun lalu untuk menjalani tahun yang akan datang. Amiin ya rabbal alamin.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ هَذَا الْيَوْمِ الْكَرِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَاِيَاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الصَّلَاةِ وَالزَّكَاةِ وَالصَّدَقَةِ وَتِلَاوَةِ الْقُرْاَنِ وَجَمِيْعِ الطَّاعَاتِ، وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ جَمِيْعَ أَعْمَالِنَا إِنَّهُ هُوَ الْحَكِيْمُ الْعَلِيْمُ، أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، اِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Khutbah II

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ حَمْدًا كَمَا أَمَرَ. أَشْهَدُ أَنْ لَااِلَهَ اِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، اِلَهٌ لَمْ يَزَلْ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ وَكِيْلًا. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَحَبِيْبُهُ وَخَلِيْلُهُ، أَكْرَمُ الْأَوَّلِيْنَ وَالْأَخِرِيْنَ، اَلْمَبْعُوْثُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ. اللهم صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ كَانَ لَهُمْ مِنَ التَّابِعِيْنَ، صَلَاةً دَائِمَةً بِدَوَامِ السَّمَوَاتِ وَالْأَرَضِيْنَ

أَمَّا بَعْدُ: فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَذَرُوْا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ. وَحَافِظُوْا عَلَى الطَّاعَةِ وَحُضُوْرِ الْجُمْعَةِ وَالْجَمَاعَةِ وَالصَّوْمِ وَجَمِيْعِ الْمَأْمُوْرَاتِ وَالْوَاجِبَاتِ. وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ بِنَفْسِهِ. وَثَنَّى بِمَلَائِكَةِ الْمُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ. إِنَّ اللهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً

اللهم صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى أَلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى أَلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ فِيْ العَالَمِيْنَ اِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اللهم اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ. اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَن، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَةً، اِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

عِبَادَ اللهِ، اِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ وَاِيْتَاءِ ذِيْ الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوْا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرُكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

Naskah khutbah Jumat akhir tahun tersebut disusun oleh Sekretaris MUI Provinsi Lampung H Muhammad Faizin.

(kri/inf)



Sumber : www.detik.com

Khutbah Jumat Bulan Rajab: Bulan Haram Penuh Makna


Jakarta

Salat Jumat pekan ini bertepatan dengan 3 Rajab 1446 H. Khatib bisa memanfaatkan momentum ini untuk menyampaikan khutbah Jumat Rajab mengingat banyak keutamaan yang terdapat pada bulan tersebut.

Rajab adalah bulan ke-7 dalam kalender Hijriah. Rajab termasuk bulan haram, bersama Zulkaidah, Zulhijah, dan Muharram.

Berikut naskah khutbah Jumat bulan Rajab yang dinukil dari buku Kumpulan Khutbah Jum’at dan Hari Raya susunan Dr. Khairul Hamim, MA.


Khutbah Jumat Keutamaan Bulan Rajab

الحَمْدُ لِلهِ … الحَمْدُ لِلهِ الَّذِي خَلَقَ الزَمَانَ وَفَضَّلَ بَعْضَهُ عَلَى بَعْضٍ فَخَصَّ بَعْضٍ الشُّهُورِ وَالأَيَّامِ وَاللَّيَالِي بِمَزَايَا وَفَضَائِلَ يُعَظَّمُ فِيهَا الْأَجْرُ والحَسَنَاتُ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَريكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيَدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِي بِقَوْلِهِ وَفِعْلِهِ إِلَى الرَّشَادِ اللهُمَّ صَلَّ وَسَلَّمْ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُولِكَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ هُدَاةِ الأَنَامِ في أَنْحَاءِ البِلادِ.

أَمَّا بَعْدُ فَيَايُّهَا الإِخْوَانِ، أَوْصُيْكُمْ وَ نَفْسِي بِتَقْوَى اللَّهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ، قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيمٌ: أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَانِ الرَّحِيمُ: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا، يُصْلِحُ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا وقال تعالى يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ.

Hadirin Sidang Jumat Rahimakumullah

Pertama-tama marilah kita memanjatkan puja serta puji syukur kita kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat iman, Islam, dan kesehatan kepada kita semua sehingga kita dapat melaksanakan kewajiban mingguan kita saat ini yakni salat Jumat berjamaah di masjid yang mulia ini.

Kedua kalinya sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan ke junjungan Nabi besar kita Nabi Muhammad SAW, nabi akhir zaman dan nabi yang kita harapkan syafaatnya kelak di hari kiamat.

Hadirin Yang Berbahagia…

Alhamdulillah kita sekarang telah memasuki bulan Rajab. Bulan Rajab adalah bulan yang istimewa. Saking istimewanya, dalam kitab I’anatut Thalibin dijelaskan bahwa Rajab merupakan derivasi dari kata tarjib” )الترجيب( yang berarti mengagungkan atau memuliakan. Masyarakat Arab zaman dahulu memuliakan bulan Rajab melebihi bulan lainnya. Rajab biasa juga disebut “Al-Ashabb” )الأصب( yang berarti “yang mengucur” atau “menetes”. Dijuluki demikian karena derasnya tetesan kebaikan pada bulan ini.

Menurut Syekh Abdul Qodir Al Jailani dalam kitab alGhuniyah, kata Rajab yang terdiri dari tiga huruf, yaitu Ra, Jim, dan Ba. Mengandung arti yang sangat dalam: Ranya adalah Rahmatullah (rahmat Allah), Jim adalah Jiidullah (kemurahan Allah), dan Ba adalah Birrullah (kebaikan Allah). Maksudnya, mulai awal hingga akhir bulan Rajab, Allah SWT melimpahkan tiga anugerah kepada hamba-hamba-Nya, yaitu limpahan rahmat, kemudahan, dan kebaikan dari Allah SWT.

Bulan Rajab dikenal juga dengan sebutan “Al-Ashamm” (الاصم) atau “yang tuli”, karena tidak terdengar gemerincing senjata pasukan perang pada zaman dulu. Julukan lain untuk bulan Rajab adalah “Rajam” رال جم) yang berarti “melempar”.

Dinamakan demikian karena musuh dan setan setan pada bulan ini dikutuk dan dilempari sehingga mereka tidak jadi mengganggu dan menyakiti para wali dan orang-orang saleh. Allah memasukkan bulan Rajab sebagai salah satu bulan haram yakni bulan yang dimuliakan sebagaimana firman Allah ver dalam surah at-Taubah 36.

إن عدة الشهورِ عِندَ اللهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ

“Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah ialah dua belas bulan, (sebagaimana) dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram.”

Hadirin Yang Berbahagia

Bulan haram adalah empat bulan mulia di luar Ramadan, yakni Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab. Keempat bulan tersebut disebut “bulan hurum” )الأشهر الحرم karena: Pada bulan-bulan tersebut umat Islam dilarang mengadakan peperangan, terkecuali musuh yang memulai. Selain itu keharaman melakukan perbuatan-perbuatan kemaksiatan di bulan-bulan tersebut lebih besar dosanya dibandingkan bulan-bulan lain.

Imam Fakhruddin Ar-Razi dalam tafsirnya menjelaskan tentang empat bulan yang dimuliakan tersebut dengan kalimat berikut:

وَمَعْنَى الْحُرْمِ: أَنَّ الْمَعْصِيَةَ فِيهَا أَشَدُّ عِقَابًا، وَالطَّاعَةَ فِيهَا أَكْثَرُ ثَوَابًا

Artinya: Yang dimaksudkan dengan bulan-bulan yang dimuliakan di sini, sesungguhnya maksiat dalam bulan ini siksanya lebih berat. Jika menjalankan ketaatan, pahalanya dilipatgandakan. (Tafsir Ar- Rani)

Di bulan Rajab ini, kita dianjurkan untuk memperbanyak amal-amal kebaikan dan ketaatan. Salah satunya adalah memperbanyak puasa. Kita disunnahkan untuk memperbanyak puasa di bulan Rajab seperti halnya kita juga disunnahkan untuk memperbanyak puasa di tiga bulan haram yang lain, Dzulqa’dah, Dzulhijjah dan Muharram. Memang tidak ada hadits shahih yang secara khusus menyatakan kesunnahan puasa Rajab. Namun di sisi lain juga tidak ada larangan secara khusus untuk berpuasa pada bulan Rajab. Para ulama mengatakan bahwa dalil-dalil umum mengenai anjuran berpuasa dapat dijadikan dalil atas kesunnahan puasa Rajab Seperti hadis yang diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab Shahih Muslim yang berbunyi:

عن عُثْمَانَ بْنِ حَكِيمِ الْأَنْصَارِي قَالَ سَأَلْتُ سَعِيدَ بْنَ جُبَيْرٍ عَنْ صوْمِ رَجَبٍ وَنَحْنُ يَوْمَئِذٍ فِي رَجَبٍ فَقَالَ سَمِعْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا يَقُولُ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ حَتَّى نَقُولُ لَا يُفْطِرُ وَيُفْطِرُ حَتَّى تَقُولُ لَا يَصُومُ

“Dari Utsman bin Hakim Al-Anshari bahwa ia berkata: Saya bertanya kepada sahabat Sa’id bin Jubair mengenai puasa Rajab dan saat itu kami berada di bulan Rajab. Maka ia pun menjawab: Saya telah mendengar Ibnu Abbas RA berkata: Dulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah berpuasa hingga kami berkata bahwa beliau tidak akan berbuka. Dan beliau juga pernah berbuka hingga kami berkata bahwa beliau tidak akan puasa”.

Sidang Jumat yang Dirahmati Allah

Rasulullah sangat menghormati bulan Rajab bahkan ketika bulan Rajab datang beliau berdoa:

اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي رَجَبَ وَ شَعْبَانَ وَ بَلَغْنَا رَمَضَانَ

“Ya Allah berkati kami di bulan Rajab dan Sya’ban dan semoga kami bisa sampai pada Ramadan.” (Imam Ahmad)

Rasulullah SAW mengajarkan kepada kita untuk senantiasa berdoa dengan doa tersebut supaya kita mendapat berkah bulan Rajab dan Sya’ban kemudian dapat bertemu kembali dengan bulan Ramadan. Karena rangkaian ibadah bulan Rajab dan Sya’ban adalah upaya mempersiapkan diri dalam beribadah nantinya di bulan Ramadan. Sebagaimana diilustrasikan oleh Dzun Nân Al- Mishriy yang mengatakan:

رَجَبُ شَهْرُ الزَّرْعِ، وَشَعْبَانُ شَهْرُ السَّقْي، وَرَمَضَانُ شَهْرُ الْحَصَادِ

Artinya: Rajab adalah bulan menanam, Sya’ban adalah bulan menyiram, sedangkan Ramadan adalah bulan panen pahala.

وَكُلُّ يَحْصُدُ مَا زَرَعَ، فَمَنْ ضَيَّعَ الزِرَاعَةَ نَدِمَ يَوْمَ الْحَصَادِ

Artinya: Setiap orang akan memanen atas apa yang ia tanam. Barang siapa yang tidak merawat tanamannya, ia akan menyesal saat musim panen.

Hadirin yang Dirahmati Allah

Bulan Rajab sebagaimana dikatakan oleh Zunnun Al-Mishri sebagai bulan menanam ini, menekankan kepada kita untuk tidak menanam hal yang buruk yakni menanam keburukan. Minimal, jika kita tidak bisa menanam kebaikan yang besar, paling tidak kita bisa menanam hal yang kecil dan sederhana dengan membantu atau membuat orang lain tersenyum. Jangan sampai kita membuat orang lain terluka hatinya apalagi merugikan dan menyengsarakannya. Mari kita mulai dari bulan Rajab yang mulia ini kita menebar kebaikan dengan membantu sesama, terlebih saat ini di berbagai wilayah di Indonesia sedang dilanda banyak musibah seperti banjir, tanah longsor, gunung meletus, kebakaran, dan lain sebagainya yang membuat masyarakat banyak yang sengsara dan menderita.

Kita jadikan bulan Rajab ini sebagai bulan yang mengingatkan dan mengajari pribadi kita masing-masing untuk senantiasa berbuat baik dan ketaatan serta menjauhi kemaksiatan. Kita berupaya semaksimal mungkin untuk membersihkan diri dari kotoran noda dan dosa. Berhenti untuk saling caci maki, berhenti menyebar kabar bohong, berhenti menyebarkan hoaks, berhenti memfitnah, menggunjing, sarkasme, ujaran kebencian sesama warga negara dan segala bentuk perilaku yang tidak pantas dilakukan oleh seorang muslim. Karena dosa yang dilakukan pada bulan ini sangat besar dan akan dilipatgandakan. Na’uzubillah summa na uzubillah.

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

Mudah-mudahan di bulan Rajab ini kita senantiasa diberi kekuatan, kemudahan dan kemampuan untuk memperbanyak kebaikan dan ketaatan kepada Allah SWT. Amin ya rabbal alamin.

بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ من الآيات والذكر الحكيم، وتَقَبَلَ اللَّهُ مِنْ وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ أَقُولُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ الْعَظِيمَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ. فَاسْتَغْفِرُوهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

Khutbah Kedua

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي كَانَ بِعِبَادِهِ خَبِيرًا بَصِيرًا، تَبَارَكَ الَّذِي جَعَلَ فِي السَّمَاءِ بُرُوْجًا وَجَعَلَ فِيهَا سِرَاجًا وَقَمَرًا مُنِيرًا، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إلا الله وأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ الَّذِي بَعَثَهُ بِالْحَقِّ بَشِيرًا وَنَذِيرًا، وَدَاعِيَا إِلَى الْحَقِّ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُنِيرًا. اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمْ تَسْلِيمًا كَثِيرًا.

أَمَّا بَعْدُ فَيا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَلَنَى بِمَلَا نِكَتِهِ بِقُدُسِهِ وَقَالَ تَعَالَى إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِي يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا. اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَنْبِيَاتِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلَائِكَةِ الْمُقَرَّبِينَ وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِينَ وَتَابِعِي التَّابِعِينَ

لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الراحمين

اللهمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ اللَّهُمَّ أَعِزِ الإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِينَ وَأَذِلَّ الشرك والمشركين وانصر وانصر منْ نَصَرَ الَّذِيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ الْمُسْلِمِينَ وَ دَمَرْ أَعْدَائِكَ أَعْدَاءَ الدَيْنِ وَأَعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ اللَّهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا البَلاء وَالْوَبَاءَ وَالزَّلازِلَ وَالْمِحْنَ وَسُوْء الفتن والمحن، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطْنَ، عَنْ بَلَدِنَا انْدُونِيْسِيًّا خَاصَّةً وَسَائِرِ البُلْدَانِ المُسْلِمِينَ عَامَّةً يَا رَبِّ الْعَالَمِينَ

رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الخَاسِرِينَ.

ربنا آتنا في الدُّنْيا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. عِبَادَ اللهِ ! إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِبْنَاءِ ذِي الْقُرْبِي وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ العَظِيمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ

(kri/inf)



Sumber : www.detik.com

Pintu Kebangkitan


Jakarta

Dalam kitab suci umat Islam, banyak ayat yang mengajak manusia untuk memaksimalkan potensi akalnya dalam berpikir. Allah SWT seringkali berfirman,

“Apakah kamu tidak berpikir?”, “… hanya orang-orang yang berakal yang dapat mengambil pelajaran.”

Firman Allah SWT yang memerintahkan untuk mengoptimalkan kemampuan berpikirnya, konon mencapai ratusan ayat. Inilah yang memberi motivasi kaum Muslimin dan juga bangsa Arab umumnya untuk mengoptimalkan potensi otaknya.


Maka mereka berlomba-lomba mengadakan riset dan penyelidikan untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Mereka sadar bahwa pemberian-Nya berupa ilmu dipergunakan untuk kehidupan dan menjaga kelestarian bumi karena menyandang sebagai Khalifah di muka bumi.

Mereka, para ilmuwan Muslim dan Arab, tidak segan-segan mengambil ilmu peradaban bangsa lain, yaitu bangsa Yunani dan India. Mereka menerjemahkan buku-buku berbagai bidang seperti filsafat, kedokteran, sastra, dan lainnya ke dalam bahasa Arab.

Mereka dengan tekun melakukan riset dan menyelidiki hal-hal yang belum diketahui untuk dikembangkan, maka pada masa itu muncullah tokoh-tokoh seperti Ibnu Sina yang sampai saat ini penemuannya sebagai landasan dalam ilmu kedokteran. Dan masih banyak tokoh-tokoh lain di bidang ilmu bumi, optik, aljabar yang sampai sekarang berguna.

Mereka tidak mengklaim bahwa semua karya merupakan hasil murni darinya, melainkan mereka mengakui dengan lapang dada sumber ilmu mereka dari buku-buku para ilmuwan Yunani dan India.

Rasulullah SAW. bersabda, “Barang siapa yang menginginkan kebahagian dunia, maka tuntutlah ilmu dan barang siapa yang ingin kebahagian akhirat, tuntutlah ilmu dan barangsiapa yang menginginkan keduanya, tuntutlah ilmu. baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim ).

Tuntunan ini sangat jelas bahwa umat Muslimin jika menginginkan kebahagiaan dunia dan akhirat maka tuntutlah ilmu pengetahuan. Ilmu ini adalah pelita dunia dan menjadi cahaya di akhirat. Dengan ilmu seseorang bisa mewujudkan impian dan khayalannya.

Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) menjadi keniscayaan dalam kehidupan saat ini. Bayangkan sesuatu yang dahulu tidak mungkin dilakukan, sekarang bisa terjadi. Kita ambil contoh tentang robot, dengan dibenamkannya AI (artificial intelligence) sebuah robot bisa diajak bicara dan bisa melayani layaknya pelayan di restoran.

Perkembangan iptek ini akan terus berjalan selama manusia masih ada kehidupan, dan ingatlah bahwa Allah SWT mendorong penguasaan iptek ini melalui surat al-Mujadilah ayat 11 yang terjemahannya, “Wahai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu ‘Berilah kelapangan di dalam majelis-majelis,’ lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Apabila dikatakan, ‘Berdirilah,’ (kamu) berdirilah. Allah niscaya akan mengangkat orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.”

Pada ayat ini, Allah SWT memerintahkan kaum muslim untuk melakukan perbuatan yang menimbulkan rasa persaudaraan dalam semua pertemuan. Wahai orang-orang yang beriman apabila dikatakan kepadamu, dalam berbagai forum atau kesempatan, “Berilah kelapangan di dalam majelis-majelis, agar orang-orang bisa masuk ke dalam ruangan itu,” maka lapangkanlah jalan menuju majelis tersebut, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu dalam berbagai kesempatan, forum, atau majelis.

Apabila dikatakan kepada kamu dalam berbagai tempat, “Berdirilah kamu untuk memberi penghormatan,” maka berdirilah sebagai tanda kerendahan hati, niscaya Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman di antaramu karena keyakinannya yang benar, dan Allah pun akan mengangkat orang-orang yang diberi ilmu, karena ilmunya menjadi hujah yang menerangi umat, beberapa derajat dibandingkan orang-orang yang tidak berilmu. Dan Allah Mahateliti terhadap niat, cara, dan tujuan dari apa yang kamu kerjakan, baik persoalan dunia maupun akhirat.

Keutamaan Orang Berilmu

Adapun keutamaan orang berilmu adalah:

1. Orang Berilmu Takut Kepada Allah SWT.

Dalam surat Fatir ayat 28, Allah SWT berfirman, “Dan demikian pula di antara manusia, makhluk bergerak yang bernyawa, dan hewan-hewan ternak ada yang bermacam-macam warnanya dan jenisnya. Di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya hanyalah para ulama. Sungguh, Allah Maha Perkasa, Maha Pengampun.”

2. Orang Berilmu Diberi Kebaikan Dunia dan Akhirat

Dalam surat Al-Baqarah ayat 269, Allah SWT berfirman:

“Allah menganugerahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).”

3. Orang Berilmu Diangkat Derajatnya

Allah SWT. berfirman, “…Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat…” (QS. Al-Mujadilah ayat 11).

Ketahuilah ajaran Islam tidak bertentangan dengan iptek dan justru mendorong perkembangannya. Adapun sumber ilmu itu ada pada Al-Qur’an dan Hadis, sehingga bisa dikatakan ilmu pengetahuan dalam Islam mendapat tempat yang tinggi dan sangat terhormat. Ingatlah bahwa inilah kunci maupun pintu menuju kebangkitan.

Seorang pemikir etik dan filosof Inggris, Bertrand Russell, berkata, “Penggunaan istilah Abad Kegelapan antara tahun 699 M sampai 1000 M itu menunjukkan bahwa kita membatasi perhatian hanya pada Barat atau Eropa. Padahal justru waktu itulah kebudayaan Islam yang cemerlang menerangi dunia, mulai dari India di Timur sampai Spanyol di Barat. Apa yang hilang di negeri-negeri Kristen waktu itu, bukanlah hilangnya kebudayaan secara umum, bahkan keadaan sangat kontras. Buat kita tampak, bahwa kebudayaan Eropa atau Barat itu memang suatu kebudayaan, akan tetapi sebenarnya adalah suatu pandangan yang sempit.”

Begitu indahnya dan cemerlang kebudayaan Islam melalui perkataan Bertrand Russel di atas. Meskipun demikian, kita tidak perlu selalu mengenang keemasan masa lalu, jadikanlah hal itu sebagai motivasi untuk bangkit dan mengejar ketertinggalan kita (kaum muslimin). Tengoklah negeri Tiongkok dalam waktu yang relatif singkat (25-30 tahun) telah merubah diri dan meloncat menuju peradaban baru yang dibangun.

Ya Allah, teguhkanlah hati kami (kaum muslimin) untuk selalu mena’ati dan melaksanakan perintah-Mu dalam menuntut ilmu pengetahuan. Kami sadari saat ini tertinggal dari kaum lainnya dan kami mohon tegakkanlah kepala kami untuk memimpin peradaban di masa mendatang.

Aunur Rofiq

Ketua DPP PPP periode 2020-2025

Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggung jawab penulis. (Terima kasih – Redaksi)

(inf/inf)



Sumber : www.detik.com

5 Masjid Pendirian Wali Songo yang Masih Berdiri Kokoh


Jakarta

Wali Songo merupakan sebutan para mubaligh atau orang yang menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa. Beberapa di antaranya membangun masjid sebagai pusat kegiatan keagamaan dan sosial dalam perjalanan dakwahnya.

Lalu, masjid mana saja yang didirikan oleh Wali Songo sebagai salah satu sarana dakwah? Berikut informasinya.

Masjid yang Dibangun oleh Wali Songo

Proses Islamisasi yang dilakukan Wali Songo erat hubungannya dengan masjid dan pesantren-pesantren. Masjid-masjid yang mereka bangun tidak hanya menjadi tempat ibadah, melainkan simbol spiritual dan kebudayaan Islam di Nusantara.


Berikut adalah beberapa nama masjid yang didirikan oleh Wali Songo:

1. Masjid Sunan Bonang

Penampakan masjid peninggalan Sunan Bonang di Desa Bonang, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Minggu (17/3/2024).Penampakan masjid peninggalan Sunan Bonang di Desa Bonang, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Minggu (17/3/2024). Foto: Mukhammad Fadlil/detikJateng

Sunan Bonang punya nama kecil Raden Makhdum Ibrahim. Beliau adalah putra Sunan Ampel dengan Nyai Ageng Manila (Dyah Siti Manila binti Arya Teja).

Asti Musman dalam bukunya yang berjudul Sunan Bonang: Wali Keramat, menuliskan bahwa Masjid Sunan Bonang dibuat oleh Sunan Bonang sebagai tempat untuk berdakwah.

Lokasinya ada di Jl. Sunan Bonang, Bonang, Kec. Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Makam Sunan Bonang ada sekitar 50 meter dari masjid ini.

Masjid Sunan Bonang ini telah mengalami dua kali renovasi, yakni pada tahun 2013 dan 2016. Namun, karena masjid lama atau yang asli tidak bisa menampung jamaah dalam jumlah yang besar, maka dibuatlah bangunan masjid baru berdampingan dengan bangunan masjid aslinya.

Meski begitu, bangunan lama Masjid Sunan Bonang masih dipertahankan dengan menata kembali batu bata yang digunakan pada masjid aslinya. Hanya saja, temboknya ditutup dengan keramik.

Penampakan masjid peninggalan Sunan Bonang di Desa Bonang, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Minggu (17/3/2024).Penampakan masjid peninggalan Sunan Bonang di Desa Bonang, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Minggu (17/3/2024). Foto: Mukhammad Fadlil/detikJateng

Satu-satunya bagian bangunan yang masih asli adalah empat tiang penyangga bangunan yang ada di tengah ruangan. Warna kemerahan dipadu dengan ornamen warna emas merupakan dominasi warna masjid ini.

2. Masjid Agung Demak

Masjid Agung Demak, Rabu (17/4/2024).Masjid Agung Demak, Rabu (17/4/2024). Foto: Mochamad Saifudin/detikJateng

Walisongo yang mendirikan Masjid Agung Demak adalah Sunan Kalijaga atau Raden Mas Said. Lokasinya ada di Kampung Kauman, Kelurahan Bintoro, Kabupaten Demak, Jawa Tengah.

Dikutip dari buku Sejarah Islam Nusantara oleh Ustad Rizem Aizid, salam sejarahnya, masjid Agung Demak didirikan atas dan pimpinan para wali pada sekitar abad ke-15. Masjid Agung Demak adalah Masjid Agung Kerajaan Demak Bintara.

Selain sebagai masjid kerajaan pada zamannya, masjid ini juga difungsikan sebagai Masjid Jami. Karena letaknya berada di sebelah barat alun-alun.

Menurut buku Sejarah Wali Songo karya Zulham Farobi dan Buku Pintar Seri Junior karya M. Iwan Gayo, Masjid Agung Demak didirikan oleh Wali Songo pada 1477 M. Namun, pendapat populer lain juga ada yang menyebut tahun 1401 Saka.

Sunan Kalijaga juga dijuluki Syekh Malaya. Beliau sempat mempelajari dari Sunan Bonang

3. Masjid Agung Sunan Ampel

Masjid Sunan Ampel. Foto Malik Ibnu Zaman.Masjid Sunan Ampel. Foto: Malik Ibnu Zaman.

Masjid ini didirikan oleh Sunan Ampel yang bernama asli Raden Rahmat, bersama para santrinya sekitar tahun 1421 М. Letaknya ada di Kelurahan Ampel, Pabean Cantikan, Surabaya, Jawa Timur.

Mengutip buku bertajuk Masjid-masjid bersejarah di Indonesia oleh Abdul Baqir Zein, luas bangunan masjid ini berukuran 46,80 x 44,20 m. Di dalamnya ada 4 tiang utama dari kayu jati yang masing- masing berukuran 17 x 0,4 x 0,4 m tanpa sambungan.

Keempat tiang itu menyangga atap yang bersusun tiga, yang menandakan ciri khas arsitektur masjid di Jawa. Di mana, mengandung arti Islam, iman, dan ihsan.

Menara di Masjid Agung Sunan Ampel juga menjadi salah satu ikon masjid ini. Sampai saat ini, Masjid Agung Sunan Ampel masih dikunjungi oleh umat Islam sebagai destinasi wisata religi. Dikelilingi perkampungan penduduk yang padat dengan aneka usaha.

Sunan Ampel wafat pada tahun 1481. Beliau dimakamkan di sebelah kanan Masjid Ampel.

4. Masjid Sunan Giri

Dalam buku Walisongo: Sebuah Biografi karya Asti Musman, disebutkan bahwa Sunan Giri mendirikan masjid ini di atas bukit bernama Kedaton Sidomukti. Tapi, cucu ketiga Sunan Giri memindahkan Masjid Sunan Giri ke Makam Sunan Giri pada 1544 M.

Masjid Sunan Giri beralamat di Jl. Sunan Giri, Kecamatan Kebomas, Kabupaten Gresik, Jawa Timur.

Adapun ciri khas dari Masjid Sunan Giri diantaranya adalah pintu gapura masjid yang seperti Candi Bentar, ornamen dengan gaya Majapahit, hingga pintu masuk ruang haram pria yang mirip Padu Aksara dengan hiasan huruf Arab di sekeliling atas pintu.

Masjid ini sempat mengalami kerusakan akibat gempa pada 1950, sehingga sempat mengalami perbaikan.

Sunan Giri yang memiliki nama asli Raden ‘Ainul Yaqin, merupakan putra dari Syekh Maulana Ishaq. Sunan Giri juga dikenal dengan nama Raden Paku.

5. Masjid Menara Kudus

Kompleks Masjid, Menara, dan Makam Sunan Kudus, Selasa (27/6/2023).Kompleks Masjid, Menara, dan Makam Sunan Kudus, Selasa (27/6/2023). Foto: Dian Utoro Aji/detikJateng

Masjid Al-Aqsa Manarat Qudus atau disebut juga Masjid Menara Kudus didirikan oleh Sunan Kudus yang nama aslinya Ja’far Shadiq pada 1549 M. Beliau adalah putra dari Sunan Ngudung atau Raden Usman Haji, saudara kandung Sunan Ampel.

Awalnya, nama masjid ini Masjid Al-Aqsa atau al-Manar. Al Manar sendiri artinya menara. Nama Masjid Menara Kudus diambil dari pendirinya yakni Sunan Kudus. Pasalnya, masjid ini sangat terkenal sehingga daerahnya pun disebut Kudus (kudus berarti suci).

Masjid peninggalan bersejarah Sunan Kudus memiliki banyak keunikan. Salah satunya yaitu ada akulturasi budaya dalam arsitekturnya.

Masjid Menara Kudus menjadi salah satu bukti perjumpaan kebudayaan Islam dan Hindu. Hal ini bisa dilihat dari berupa bangunan yang unik dan berarsitektur seni tinggi.

Ada yang menonjolkan sarana ibadah yang sakral (yaitu masjid) dan di sisi lain terdapat candi yang bergaya ornamen Hindu yang digunakan sebagai menara masjid.

Masjid-masjid yang dibangun oleh Wali Songo jadi warisan sejarah dan juga simbol perjuangan mereka menyebarkan agama Islam di tanah Jawa. Keberadaannya terus dijaga dan menjadi wisata sejarah religi, yang diharapkan mampu untuk mengingatkan kita akan pentingnya nilai-nilai agama.

(khq/fds)



Sumber : www.detik.com