Category Archives: Kisah

Kisah Seorang Pemabuk yang Masuk Surga sambil Tertawa



Jakarta

Rasulullah SAW memiliki banyak sekali sahabat, salah satu di antaranya ada yang pemabuk dan jenaka. Menurut riwayat, ia akan masuk surga sambil tertawa.

Seorang pemabuk yang masuk surga sambil tertawa adalah Nu’aiman bin Amru bin Rafaah. Mengutip dari buku Ternyata Kita Tak Pantas Masuk Surga karya H Ahmad Zacky El-Syafa, Nu’aiman dikenal sebagai orang yang jenaka. Sehingga dalam sebuah riwayat Nabi Muhammad SAW bersabda, “Ia akan masuk surga dengan tertawa.”

Ia merupakan sahabat Nabi Muhammad SAW yang banyak mengikuti peperangan.


Keseharian Nuaiman yang Suka Mabuk

Ibnu Kharis (Ustad Ahong) dalam buku Islam Kafah Bukan Ajaran Penuh Amarah menukil riwayat Imam Ibnu Hajar dalam Kitab Fathul Bari yang menceritakan bahwa pada zaman Rasulullah SAW ada seorang sahabat dan anaknya yang suka mabuk.

Menurut ulama, sahabat tersebut bernama Nu’aiman dan anaknya yang bernama Abdullah dihukum karena mabuk.

Riwayat ini menjadi kuat menurut Ibnu Abdil Barr sebab ada riwayat al-Zubair bin Bakkar dari Muhammad bin Amr bin Hazm, ia bercerita “Saat itu di Madinah ada seorang lelaki yang selalu mabuk. Ia diantar bertemu Rasulullah SAW, kemudian Rasulullah SAW memukulnya dengan sandal. Para sahabat pun disuruh Rasulullah SAW memukulnya dengan sandal dan ditaburi debu. Saat sudah banyak debunya, seorang sahabat melakukan sumpah serapah, “Semoga Allah melaknatmu.”

Namun Rasulullah SAW yang mendengar hal tersebut segera menegur orang itu, “Jangan begitu, walaupun dia pemabuk, tapi dia mencintai Allah dan Rasul-Nya.”

Dalam riwayat lain, Nu’aiman dan anaknya bukan hanya sekali mabuk. Menurut Imam Ibnu Abdill Barr, Nu’aiman mabuk sebanyak lebih dari 50 kali. Ia pun dihukum berkali-kali oleh Rasulullah SAW dan sahabat lainnya. Namun, Nu’aiman memiliki sifat jenaka yang selalu membuat Rasulullah SAW terhibur.

Kisah Jenaka Nu’aiman saat Jual Temannya

Merangkum artikel Hikmah detikcom, Nu’aiman pernah berulah sampai-sampai membuat Rasulullah SAW tersenyum hingga nampak gigi gerahamnya. Diceritakan, pada suatu hari Nu’aiman pernah diajak berdagang oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq bersama sahabat yang lain untuk pergi ke negeri Syam. Salah satunya ada Suwaibith bin Harmalah.

Saat hari mulai menjelang siang, Nu’aiman yang sudah lapar menghampiri Suwaibith yang saat itu ditugaskan untuk menjaga makanan. Suwaibith dengan sikap penuh amanahnya tentu menolak saat Nu’aiman hendak meminta satu potong roti untuknya.

Hingga Nu’aiman berkata, “Kalau memang begitu, artinya kamu setuju saya buat ulah.”

Nu’aiman pun berjalan ke pasar dan mencari-cari wilayah yang menjual hamba sahaya atau budak. Hingga kemudian Nu’aiman berkata kepada orang-orang di sana bahwa ia memiliki hamba sahaya dengan harga yang sangat murah.

Nu’aiman juga menyebutkan, hamba sahaya yang dimilikinya hanya memiliki satu kekurangan yakni berteriak bahwa dirinya orang yang merdeka bukanlah hamba sahaya.

Mendengar itu, orang-orang di sana pun tertarik dan Nu’aiman mengajaknya mengadap Suwaibith.

“Itu ada orang yang berdiri sedang menjaga makanan, itu hamba sahaya saya,” kata Nu’aiman pada mereka.

Mereka pun memberikan uang pada Nu’aiman dan menghampiri Suwaibith untuk menangkapnya.

Suwaibith yang terkejut kemudian berkata, “Saya bukan hamba sahaya, saya orang merdeka,” yang hanya dibalas oleh orang-orang tersebut bahwa mereka sudah tahu kekurangannya itu.

Selang berapa waktu, Abu Bakar Ash-Shiddiq pun kembali dan mencari-cari Suwaibith yang dijawab oleh Nu’aiman kemudian, “Sudah saya jual, wahai Abu Bakar.”

Nu’aiman pun menceritakan dengan jujur apa yang terjadi pada Abu Bakar, kemudian Suwaibith kembali ditebus oleh Abu Bakar dari orang-orang Syam itu. Sampailah kisah tersebut ke telinga Rasulullah SAW. Kisah ini yang membuat Rasulullah tertawa hingga menunjukkan gigi gerahamnya di depan para sahabat.

Perawi hadits mengatakan, bahkan setelah satu tahun berlalu, Rasulullah SAW pun selalu menceritakan kisah Nu’aiman dan Suwaibith ini kepada para tamunya.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Ibu Nabi Musa saat Menghanyutkan Bayinya di Sungai Nil



Jakarta

Nabi Musa AS adalah salah satu nabi ulul azmi atau yang memiliki mukjizat dari kehendak Allah SWT. Namun, terdapat kisah unik ibu Nabi Musa saat menghanyutkan bayinya atau Nabi Musa ketika masih bayi.

Kisah ibu Nabi Musa menghanyutkan bayinya itu sendiri termaktub dalam Surah Thaha ayat 39,

أَنِ ٱقْذِفِيهِ فِى ٱلتَّابُوتِ فَٱقْذِفِيهِ فِى ٱلْيَمِّ فَلْيُلْقِهِ ٱلْيَمُّ بِٱلسَّاحِلِ يَأْخُذْهُ عَدُوٌّ لِّى وَعَدُوٌّ لَّهُۥ ۚ وَأَلْقَيْتُ عَلَيْكَ مَحَبَّةً مِّنِّى وَلِتُصْنَعَ عَلَىٰ عَيْنِىٓ


Arab Latin: Aniqżi fīhi fit-tābụti faqżi fīhi fil-yammi falyulqihil-yammu bis-sāḥili ya`khuż-hu ‘aduwwul lī wa ‘aduwwul lah, wa alqaitu ‘alaika maḥabbatam minnī, wa lituṣna’a ‘alā ‘ainī

Artinya: “Letakkanlah ia (Nabi Musa) di dalam peti, kemudian lemparkanlah ia ke sungai (Nil), maka pasti sungai itu membawanya ke tepi, supaya diambil oleh (Firaun) musuh-Ku dan musuhnya. Dan Aku telah melimpahkan kepadamu kasih sayang yang datang dari-Ku; dan supaya kamu diasuh di bawah pengawasan-Ku,”

Dikutip dari Tafsir Kementerian Agama (Kemenag) RI, perintah untuk menaruh Nabi Musa di dalam peti yang rapi dan kuat dilaksanakan oleh ibu Nabi Musa. Dengan kuasa Allah, peti tersebut justru ditemukan istri Firaun.

Lebih jelas, cerita lengkap ini juga banyak diturunkan dan dikisahkan oleh berbagai sumber, salah satunya dalam buku Hikmah Kisah Nabi dan Rasul karya Ridwan Abdullah Sani dan Muhammad Kadri.

Kisah Ibu Nabi Musa saat Menghanyutkan Bayi

Kisah ini diawali dengan latar belakang bahwa Firaun pada masa itu sangat berkuasa bahkan dianggap sebagai Tuhan. Namun, pada suatu hari terdapat ramalan bahwa akan datang saat di mana ada bayi laki-laki dari Bani Israil yang kelak akan menjadi musuh Firaun sekaligus mengalahkannya.

Seketika setelah mendengar ramalan yang sangat ia percaya itu, kemudian ia mengeluarkan perintah untuk membunuh semua bayi laki-laki pada tahun-tahun dimana ramalan itu akan terjadi. Semua aparat dan pasukan dari Firaun menggeledah dan memastikan bahwa tidak ada bayi laki-laki yang terlewat untuk dibunuh.

Namun, karena kehendak Allah SWT yang Maha Besar, tidak ada kemauan-Nya yang dapat ditahan atau ditolak oleh makhluknya, tidak terlepas juga firaun. Ibu Musa yang saat itu melahirkan bayinya, ia berhasil memohon dan meluluhkan hati bidan yang membantu persalinannya untuk tidak melapor kepada Firaun dan pasukannya.

Selama beberapa waktu, ibu Musa menyusui bayinya seperti biasa. Akan tetapi, perasaan tidak nyaman dan selalu gelisah pasti menghantui dirinya.

Allah SWT kemudian memberi ilham kepadanya agar menyembunyikan bayinya dalam sebuah peti, kemudian menghanyutkan peti yang berisi bayinya itu di Sungai Nil. Allah memberikan petunjuk bahwa ibu Musa tidak boleh bersedih dan cemas atas keselamatan bayinya lantaran Allah menjamin akan mengembalikan bayi itu kepadanya bahkan akan mengutusnya sebagai salah seorang rasul.

Akhirnya ibu Nabi Musa pun mantap untuk melakukan apa yang telah diperintahkan kepadanya melalui ilham dari Allah SWT. Kemudian, kakak Nabi Musa diperintahkan oleh ibunya untuk mengawasi dan mengikuti peti tersebut untuk mengetahui dimana peti itu bersandar dan siapa yang mengambilnya.

Ternyata yang mengambil peti bayi Musa itu adalah istri dari Firaun sendiri yaitu Asiyah binti Muzahim. Asiyah yang dengan senang hati mengambil peti itu kemudian memberitakan kepada firaun mengenai bayi laki-laki tersebut kepadanya.

Firaun yang mendengar kabar tersebut kemudian berkata kepada istrinya, “Aku khawatir bahwa inilah bayi yang diramalkan, yang akan menjadi musuh dan penyebab kesedihan kami dan akan membinasakan kerajaan kami yang besar ini.”

Kemudian istrinya menjawab, “Janganlah bayi yang tidak berdosa ini dibunuh. Aku sayang kepadanya dan lebih baik kami ambil ia sebagai anak, kalau-kalau kelak ia akan berguna dan bermanfaat bagi kita. Hatiku sangat tertarik kepadanya dan ia akan menjadi kesayanganku dan kesayanganmu.”

Demikianlah, Allah Yang Mahakuasa menghendaki sesuatu maka jalan bagi terlaksananya takdir itu akan dimudahkan. Allah SWT telah menakdirkan bahwa nyawa bayi tersebut akan selamat dan Musa akan diasuh oleh keluarga Firaun.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Wirid Fatimah az-Zahra, Hadiah dari Rasulullah SAW saat Putrinya Mengeluh Lelah



Jakarta

Kecintaan Nabi Muhammad SAW terhadap putrinya tidak lantas membuat Beliau memanjakan secara berlebihan. Fatimah Az-Zahra diajari membaca wirid oleh Nabi Muhammad SAW ketika ia mengeluh lelah mengerjakan pekerjaan rumah tangga.

Fatimah az-Zahra Radhiyallahu Anha, putri tercinta Nabi Muhammad SAW menikah dengan Ali bin Abi Thalib yang juga merupakan salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW. Ketika menikah, keduanya hidup serba sederhana.

Dikutip dari buku 115 Kisah Menakjubkan dalam Kehidupan Rasulullah SAW oleh Fuad Abdurahman dikisahkan bahwa ketika menikah, perlengkapan rumah tangga yang dimiliki Fatimah dan Ali hanyalah dua buah batu penumbuk gandum, dua buah tempat air dari kulit kambing, bantal yang terbuat dari ijuk pohon kurma, dan sedikit minyak wangi.


Mereka juga tidak punya pembantu atau pelayan. Fatimah bekerja seorang diri, mengerjakan seluruh pekerjaan rumah hingga kedua tangannya kasar dan melepuh.

Sang suami, Ali ra seringkali membantu pekerjaan istrinya di rumah. Namun tetap saja pekerjaan ini terasa berat.

Fatimah Meminta Pembantu pada Nabi Muhammad SAW

Suatu ketika Rasulullah SAW pulang dari salah satu peperangan dengan membawa tawanan dan harta rampasan perang dalam jumlah cukup banyak. Ali ra kemudian menyarankan kepada istrinya untuk meminta seorang pembantu kepada beliau agar bisa meringankan pekerjaan rumah tangganya. Fatimah pun menyetujuinya.

Putri Rasulullah SAW itu pergi menemui ayahnya. Tiba di hadapan sang ayah, Fatimah ditanya, “Apa keperluanmu, Putriku?”

Fatimah terdiam. la tidak kuasa mengatakan maksud kedatangannya.

la hanya berkata, “Tidak ada, wahai Rasulullah. Aku ke sini hanya untuk menyampaikan salam kepadamu.”

Kemudian Fatimah beranjak pulang ke rumahnya. Saat tiba di rumah, sang suami telah menunggunya dan bertanya, “Bagaimana hasilnya, wahai Istriku?”

“Aku tak kuasa mengatakannya kepada Rasulullah. Aku merasa malu meminta seorang pembantu kepadanya,” Fatimah menjawab pelan.

“Bagaimana kalau kita berdua mendatangi Rasulullah?” saran Ali.

Fatimah ra. menganggukkan kepala, kemudian mereka pergi menghadap Rasulullah SAW untuk menyampaikan keinginan mereka. Namun, tanggapan Rasulullah SAW sungguh di luar perkiraan mereka.

Beliau berkata, “Demi Allah, aku tidak akan memberi kalian, sementara banyak fakir miskin kaum Muslim dengan usus berbelit-belit karena kelaparan.”

Rasulullah SAW Mengajari Wirid pada Fatimah az-Zahra

Malam hari itu, Rasulullah SAW mendatangi Fatimah dan Ali. Keduanya sudah berbaring di tempat tidur dan bersiap untuk istirahat.

Mereka bangkit menyambut kedatangan ayahanda yang mulia. Namun, beliau berujar lembut, “Tetaplah di tempat kalian!”

Rasulullah SAW kemudian bersabda,

أَلَا أُعَلِّمُكُمَا خَيْرًا مِمَّا سَأَلْتُمَا إِذَا أَخَذْتُمَا مَضَاجِعَكُمَا أَنْ تُكَبِّرَا اللَّهَ أَرْبَعًا وَثَلَاثِينَ وَتُسَبِّحَاهُ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ وَتَحْمَدَاهُ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ فَهْوَ خَيْرٌ لَكُمَا مِنْ خَادِمٍ

Artinya: “Maukah kalian berdua aku ajarkan sesuatu yg lebih baik daripada apa yg kalian minta? Apabila kalian berbaring hendak tidur, maka bacalah takbir tiga puluh empat kali, tasbih tiga puluh tiga kali, dan tahmid tiga puluh tiga kali. Sesungguhnya yang demikian itu lebih baik bagi kalian daripada seorang pembantu”. (HR. Muslim)

“Sejak malam itu,” Ali menuturkan, “Aku tidak pernah meninggalkan wiridan yang diajarkan Rasulullah.

Amalan ini juga dapat diamalkan oleh seluruh umat muslim. Wirid ini bisa menjadi obat kala lelah bekerja, sesungguhnya Allah SWT meridhoi orang-orang yang bekerja dalam mencari rezeki halal.

(dvs/lus)



Sumber : www.detik.com

Nama Jin yang Bantu Nabi Sulaiman Pindahkan Istana Ratu Bilqis



Jakarta

Nabi Sulaiman AS adalah putra dari Nabi Daud AS. Salah satu mukjizatnya adalah menguasai bahasa hewan dan juga menaklukan jin.

Hal ini dijelaskan dalam surah An-Naml ayat 17. Berikut bacaan dan terjemahannya,

وَحُشِرَ لِسُلَيْمَٰنَ جُنُودُهُۥ مِنَ ٱلْجِنِّ وَٱلْإِنسِ وَٱلطَّيْرِ فَهُمْ يُوزَعُونَ


Artinya: “Dan dihimpunkan untuk Sulaiman tentaranya dari jin, manusia dan burung lalu mereka itu diatur dengan tertib (dalam barisan).”

Kemudian, Nabi Sulaiman juga berhasil menundukkan jin untuk bekerja di bawah perintahnya. Dikutip dari buku Berburu Warisan Nabi Yusuf dan Nabi Sulaiman karya Muhammad Gufron Hidayat, mereka bahkan bekerja membantu Nabi Sulaiman dalam membangun gedung.

Selain itu, mereka berhasil membuat bejana besar untuk makanan para tentara dan pekerja, hingga membuat tempat minum yang besarnya seperti kolam. Mukjizat Nabi Sulaiman ini diceritakan dalam surah Saba’ ayat 13,

يَعْمَلُونَ لَهُ مَا يَشَاءُ مِنْ مَحَارِيبَ وَتَمَاثِيلَ وَجِفَانٍ كَالْجَوَابِ وَقُدُورٍ رَاسِيَاتٍ ۚ اعْمَلُوا آلَ دَاوُودَ شُكْرًا ۚ وَقَلِيلٌ مِنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ

Artinya: “Mereka (para jin itu) bekerja untuk Sulaiman sesuai dengan apa yang dikehendakinya di antaranya (membuat) gedung-gedung yang tinggi, patung-patung, piring-piring yang (besarnya) seperti kolam dan periuk-periuk yang tetap (berada di atas tungku). Bekerjalah wahai keluarga Dawud untuk bersyukur (kepada Allah). Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur.”

Pada kisahnya, Nabi Sulaiman dibantu golongan jin dalam membantu memimdahkan istana Ratu Bilqis. Siapakah jin yang membantu Nabi Sulaiman?

Nama Jin yang Membantu Nabi Sulaiman

Nama jin yang membantu Nabi Sulaiman disebutkan secara tersurat dalam firman-Nya di surah An Naml ayat 38 sampai 40. Berikut ini adalah ayat beserta artinya.

قَالَ يٰٓاَيُّهَا الْمَلَؤُا اَيُّكُمْ يَأْتِيْنِيْ بِعَرْشِهَا قَبْلَ اَنْ يَّأْتُوْنِيْ مُسْلِمِيْنَ (38

قَالَ عِفْرِيْتٌ مِّنَ الْجِنِّ اَنَا۠ اٰتِيْكَ بِهٖ قَبْلَ اَنْ تَقُوْمَ مِنْ مَّقَامِكَۚ وَاِنِّيْ عَلَيْهِ لَقَوِيٌّ اَمِيْنٌ (39

قَالَ الَّذِيْ عِنْدَهٗ عِلْمٌ مِّنَ الْكِتٰبِ اَنَا۠ اٰتِيْكَ بِهٖ قَبْلَ اَنْ يَّرْتَدَّ اِلَيْكَ طَرْفُكَۗ فَلَمَّا رَاٰهُ مُسْتَقِرًّا عِنْدَهٗ قَالَ هٰذَا مِنْ فَضْلِ رَبِّيْۗ لِيَبْلُوَنِيْٓ ءَاَشْكُرُ اَمْ اَكْفُرُۗ وَمَنْ شَكَرَ فَاِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهٖۚ وَمَنْ كَفَرَ فَاِنَّ رَبِّيْ غَنِيٌّ كَرِيْمٌ (40

Arab latin: “Qāla yā ayyuhal-mala’u ayyukum ya’tīnī bi’arsyihā qabla ay ya’tūnī muslimīn(a). Qāla ‘ifrītum minal-jinni ana atīka bihī qabla an taqūma mim maqāmik(a), wa innī ‘alaihi laqawiyyun amīn(un). Qālal-lażī ‘indahū ‘ilmum minal-kitābi ana ātīka bihī qabla ay yartadda ilaika ṭarfuk(a), falammā ra’āhu mustaqirran ‘indahū qāla hāżā min faḍli rabbī, liyabluwanī a’asykuru am akfur(u), wa man syakara fa’innamā yasykuru linafsih(ī), wa man kafara fa’inna rabbī ganiyyun karīm(un).”

Artinya: Dia (Sulaiman) berkata, “Wahai para pembesar, siapakah di antara kamu yang sanggup membawakanku singgasananya sebelum mereka datang menyerahkan diri?” Ifrit dari golongan jin berkata, “Akulah yang akan membawanya kepadamu sebelum engkau berdiri dari singgasanamu. Sesungguhnya aku benar-benar kuat lagi dapat dipercaya.” Seorang yang mempunyai ilmu dari kitab suci berkata, “Aku akan mendatangimu dengan membawa (singgasana) itu sebelum matamu berkedip.” Ketika dia (Sulaiman) melihat (singgasana) itu ada di hadapannya, dia pun berkata, “Ini termasuk karunia Tuhanku untuk mengujiku apakah aku bersyukur atau berbuat kufur. Siapa yang bersyukur, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri. Siapa yang berbuat kufur, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia.”

Dari bantuan jin ifrit atas kehendak dan kuasa Allah SWT kepada Nabi Sulaiman, beliau mampu membuat Ratu Balqis beriman kepada Allah SWT. Berikut adalah kisah selengkapnya.

Ratu Balqis Takjub pada Mukjizat Nabi Sulaiman

Dikutip dari Cerita Teladan 25 Nabi dan Rasul tulisan Iip Syarifah, dijelaskan bahwa Ratu Balqis memimpin kerajaan yang sangat mahsyur namun tidak beriman kepada Allah SWT. Singkat cerita, setelah utusan Ratu Balqis datang menemui Nabi Sulaiman, ia menyampaikan apa yang dilihatnya ini sangat di luar nalarnya. Hal ini membuat Ratu Balqis ingin mengecek sendiri kabar tersebut.

Mendengar kabar bahwa Ratu Balqis ingin datang langsung ke istananya, Nabi Sulaiman AS bertanya kepada para jin, “Siapa yang sanggup memindahkan kerajaan Ratu Balqis ke istanaku dalam waktu sekejap?”

Akhirnya istana yang megah ini berhasil dibangun oleh anugerah yang diberikan Allah SWT kepada Nabi Sulaiman AS. Segera setelah Ratu Balqis sampai di istana Nabi Sulaiman AS, ia bertanya, “Seperti inikah singgasanamu?” kepada Ratu Balqis yang kebingungan mengamati siggahsana itu.

Setelah kebingungan beberapa saat, Ratu Balqis menjawab, “Seakan-akan singgasana ini adalah singgasanaku”.

Nabi Sulaiman AS kemudian berkata lagi, “Kami telah diberi pengetahuan sebelumnya dan kami adalah orang-orang yang berserah diri.”

Ratu Balqis akhirnya tersadar bahwa yang dilihatnya adalah benar-benar singgasananya. Ratu Balqis kemudian sangat terpesona dengan keimanan Nabi Sulaiman AS yang telah disaksikannya.

Dia juga terpesona dengan kemajuan ilmu yang telah dicapai di kerajaan Nabi Sulaiman AS. Beliau kemudian mempersilakan Ratu Balqis untuk masuk ke istana yang sudah dipersiapkannya.

Akhirnya Ratu Balqis tersadar bahwa matahari yang selama ini disembah oleh kaumnya hanyalah makhluk yang telah diciptakan oleh Allah SWT untuk semua hamba-Nya. Ratu Balqis lalu mengumumkan keislamannya. Dia pun tunduk dan berserah diri kepada Allah SWT dan diikuti oleh seluruh rakyatnya.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Kisah Imam Az-Zahidi, Sengaja Berdiam Diri di Gua untuk Buktikan Rezeki Allah SWT



Jakarta

Setiap makhluk hidup telah diatur masing-masing rezekinya oleh Allah SWT. Dalam Al-Qur’an sendiri, manusia diperintahkan untuk mencari rezeki yang halal seperti dijelaskan dalam surat Al Baqarah ayat 168,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ كُلُوا۟ مِمَّا فِى ٱلْأَرْضِ حَلَٰلًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا۟ خُطُوَٰتِ ٱلشَّيْطَٰنِ ۚ إِنَّهُۥ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ

Arab latin: Yā ayyuhan-nāsu kulụ mimmā fil-arḍi ḥalālan ṭayyibaw wa lā tattabi’ụ khuṭuwātisy-syaiṭān, innahụ lakum ‘aduwwum mubīn


Artinya: “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu,”

Rezeki tidak hanya sebatas materi dan finansial, melainkan juga nikmat sehat, berkah umur, mudah jodoh, serta terhindar dari segala marabahaya. Irwan Kurniawan dalam bukunya yang bertajuk Mengetuk Pintu Rezeki mengatakann ada dua macam rezeki yang diberikan kepada manusia, yaitu rezeki lahiriah dan batiniah.

Rezeki lahiriah berkaitan dengan badan (berupa materi) seperti kesehatan. Sementara itu, rezeki batiniah erat kaitannya dengan hati seperti kebahagiaan dan pengetahuan.

Berkaitan dengan rezeki, ada sebuah kisah mengenai sosok lelaki yang ingin menguji rezeki dari Allah. Dirinya berdiam diri di dalam gua namun nyatanya Allah mengirimkan rezeki lewat berbagai cara yang tidak pernah ia pikirkan sebelumnya.

Dikisahkan oleh Utsman bin Hasan bin Ahmad asy-Syakir melalui Durratu an-ashihin Fi al-Wa’d wa al Irsyad bahwa pria yang bernama Imam az-Zahidi ingin menguatkan keyakinannya terkait rezeki yang Allah SWT jamin. Lelaki itu lalu pergi ke sebuah gua yang terletak di gunung dan duduk di dalamnya.

“Aku hendak menyaksikan, bagaimana caranya Tuhan hendak memberiku rezeki di tempat ini?” kata Imam az-Zahidi.

Tak disangka-sangka, tibalah rombongan pendaki yang telah melakukan perjalanan jauh menyusuri daerah tempat Imam az-Zahidi bernaung. Di saat yang bersamaan, hujan turun dan menyebabkan para pendaki mberteduh di dalam gua tersebut.

Pendaki-pendaki itu menemukan Imam az-Zahidi yang tengah berdiam diri di dalam gua, salah satu di antara mereka lalu memanggilnya, “Wahai hamba Allah!”

Seruan dari pendaki itu tidak dihiraukan oleh Imam az-Zahidi. Karenanya, mereka mengira Imam az-Zahidi tengah kedinginan dan tak mampu berbicara.

Setelahnya, kelompok pendaki itu menyakalan api unggun untuk menghangatkan suasana sambil kembali mencoba berbicara kepada Imam az-Zahidi. Sayangnya, ia masih tetap diam tidak menjawab para pendaki.

“Jangan-jangan orang ini kelaparan sampai tidak bisa diajak bicara!” ujar mereka.

Akhirnya, para pendaki itu menyediakan makanan yang mereka bawa kepada Imam az-Zahidi dan mengisyaratkannya untuk segera memakannya. Lagi-lagi, Imam az-Zahidi tidak berkutik.

Melihat hal itu, sekumpulan pendaki mengira Imam az-Zahidi sudah terlalu lama tinggal di dalam gua sampai tidak mendapat makanan sedikit pun. Akhirnya, dibuatkannya susu panas untuk diminum.

Alih-alih menerima susu yang diberikan, Imam az-Zahidi lagi-lagi tidak merespons. Ia tidak membuka mulutnya atau menoleh sedikit pun kepada para pendaki yang telah berbaik hati itu.

Sekelompok pendaki itu lalu berujar, “Jangan-jangan giginya sudah linu susah untuk digerakkan, karena sudah lama tidak makan dan saking kelaparan,”

Akhirnya, salah dua di antar pendaki itu membantu untuk membuka mulut Imam az-Zahidi untuk menyuapkannya makanannya. Tak disangka, dia justru malah tertawa lepas.

“Apakah kamu gila?” kata pendaki tersebut.

Imam az-Zahidi menjawab, “Tidak, akan tetapi aku hendak ingin menguji Tuhanku, bagaimana caranya Tuhan memberikan rezeki yang telah dijamin untukku. Sekarang aku mengerti bahwa Dia akan mengaruniakan rezeki kepada hamba-Nya dalam segala hal, bagaimanapun keadaan hamba-Nya, dimanapun keberadaan hamba-Nya,”

Doa agar Diberi Kelancaran Rezeki

Berkaitan dengan rezeki, ada sebuah doa yang bisa dipanjatkan agar diberi kelancaran rezeki. Berikut bacaannya sebagaimana dikutip dari Kumpulan Doa Pembuka Rezeki karya Ust. Fayumi Al-Maliki.

اللَّهُمَّ يَاغَنِيُّ يَا حَمِيْدُ يَا مُبْدِعُ يَا مُعِيْدُ يَا رَحِيْمُ يَاوَدُودُ أَغْنِنِي بِحَلَالِكَ عَنْ حَرَامِكَ وَبِطَاعَتِكَ عَنْ مَعْصِيَتِكَ وَبِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ

Arab latin: Allaahumma inni as’aluka an tarzuqanii rizqan halaalan waasi’an thayyiban min ghairi ta’bin wa laa masyaqqatin wa laa dhairin wa laa nashabin innaka ‘alaa kulli syai’in qadiir.

Artinya: “Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu agar melimpahkan rezeki untukku berupa rezeki yang halal, luas, dan tanpa susah payah, tanpa memberatkan, tanpa membahayakan, dan tanpa meletihkan dalam memperolehnya. Sesungguhnya Engkau berkuasa atas segala sesuatu,”

(aeb/erd)



Sumber : www.detik.com

Kisah Imam Bukhari dan Doa Ibu yang Disebut Sembuhkan Kebutaannya



Jakarta

Imam Bukhari memiliki nama asli Abu ‘Abdillah Muhammad bin Isma’il Al-Bukhari. Imam Bukhari memiliki kisah yang berkaitan dengan doa ibu.

Dikutip dari Biografi Imam Empat Mazhab dan Imam Perawi Hadits karya Abdul Qadir Ar-Rahbawi, Imam Bukhari adalah seorang perawi hadits. Ia lahir pada tahun 194 H dan meninggal dunia pada tahun 256 H atau pada usia 62 tahun yang kurang 13 hari.

Imam Bukhari banyak menulis hadits dari para penghafal hadits seperti Al-Makiy bin Ibrahim Al-Balkhi, ‘Abdullah bin Musa Al-‘Abbasi, Abu Nu’aim Al-Fadhl bin Dakin, ‘Abdullah bin ‘Utsman Al-Marwazi, ‘Ali bin Al-Madini, Yahya bin Mu’in, Ahmad bin Hanbal, dan lain-lain. Banyak orang telah belajar dan mendapatkan hadits dari Imam Bukhari dan kurang lebih 90.000 orang telah belajar kitab Bukhari.


Beliau menuntut ilmu sejak berusia 10 tahun dan belajar dari para ahli hadits sejak berusia 11 tahun. Imam Bukhari pernah berkata yaitu,

“Aku telah mengeluarkan dalam kitab Shahih (Al-Bukhari) kurang lebih 600.000 hadits. Dan aku tidak menulis satu hadits pun kecuali sebelumnya aku mengerjakan salat dua rakaat terlebih dahulu.”

Sebelum menjadi imam besar dan menuliskan buku serta hadits yang kita jadikan sebagai landasan hingga sekarang, Imam Bukhari memiliki kisah semasa kecil yang berkaitan dengan doa ibu. Dikutip dari Majalah Ar-Risalah Menata Hati Menyentuh Ruhani Edisi 227 dikisahkan ibu dari Imam Al-Bukhari.

Kisah Imam Bukhari dan Doa Ibu

Imam Bukhari lahir di Bukhara, Samarkand. Ia adalah anak kecil yatim yang dulunya pernah mengalami gangguan penglihatan tepatnya kebutaan.

Sang ibunda tak pernah putus dalam mendoakannya di sepertiga malam. Hingga pada suatu malam, sang ibunda berjumpa dengan Nabi Ibrahim AS dalam tidurnya yang berkata,

“Wahai ibu, sungguh Allah telah mengembalikan kedua mata putramu karena kamu sering berdoa kepada-Nya.”

Keesokan harinya, penglihatan Al-Bukhari benar-benar telah kembali. Perasaan gegap gempita lantaran kembalinya penglihatan putranya, membuat sang ibunda mewakafkan hidup putranya untuk ilmu.

Pada usia 16 tahun, sang ibunda mengajaknya umrah ke Makkah bersama saudaranya. Seusai umrah, Al- Bukhari menetap di Makkah untuk menuntut ilmu. Sementara ibundanya kembali pulang bersama saudaranya.

Pada masa setelahnya, Al-Bukhari menjadi Syaikh Al-Muhadditsin atau gurunya para ahli hadits. Kitab beliau, Shahih Al-Bukhari, menjadi kitab rujukan paling shahih setelah Al-Qur’an.

Dilengkapi melalui tulisan The Great Mothers Biografi Ibunda Para Ulama tulisan Ibnu Marzuqi al-Gharani, dijelaskan bahwa keshalihahan ibunda Al-Bukhari ini menjadi tanda kematangan sikapnya dalam beragama. Ia memiliki sikap tawakkal sekaligus raja’ (pengharapan) yang sangat luar biasa kepada Allah SWT.

Kualitas luar biasa dari kecerdasan hati semacam inilah yang mampu membuatnya sukses membesarkan Imam Bukhari tanpa keberadaan sosok suami. Sifat dan sikap ibunda Imam Bukhari pada akhirnya mampu menjadi pelita bagi sang putra.

Doa seorang ibu maupun orang tua pada umumnya sangat mustajab atau manjur. Oleh karena itu, tak ayal Imam Bukhari mendapatkan kesembuhan dan kemampuan yang luar biasa berkat ikhtiar dan doa dari ibundanya.

Berkenaan dengan mustajabnya doa seorang ibu pernah disinggung dalam sejumlah hadits Rasulullah SAW. Salah satunya dalam hadits berikut,

“Tiga doa yang mustajab yang tidak diragukan lagi, yaitu doa orang tua, doa orang yang bepergian, dan doa orang yang dizhalimi.” (HR Abu Dawud)

Dalam riwayat lain, Rasulullah SAW bersabda, “Ada tiga jenis doa yang mustajab (terkabul), tidak diragukan lagi, yaitu doa orang yang dizhalimi, doa orang yang bepergian, dan doa kejelekan kedua orang tua kepada anaknya.” HR Bukhari)

Selain itu, diriwayatkan pula, “Tiga doa yang tidak tertolak, yaitu doa orang tua, doa orang yang berpuasa, dan doa seorang musafir.” (HR Baihaqi)

Begitulah pembahasan kali ini mengenai kisah Imam Bukhari dan doa ibu yang mustajab. Semoga dapat memberikan inspirasi dan wawasan baru ya, detikers!

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Kisah Hewan di Kapal Nabi Nuh, Diselamatkan dari Banjir Besar



Jakarta

Nabi Nuh AS adalah salah satu nabi yang memiliki kisah dan mukjizat yang sangat luar biasa. Salah satunya adalah mengenai kisah hewan di kapal Nabi Nuh AS.

Sebelum memasuki kisahnya, kita perlu mengetahui terlebih dahulu apa saja mukjizat yang diberikan Allah SWT kepada Nabi Nuh AS. Dikutip dari buku Kisah dan Mukjizat 25 Nabi dan Rasul karya Aifa Syah, Nabi Nuh AS dan kaumnya mampu membuat kapal yang sangat besar.

Kapal tersebut dapat digunakan ketika terjadi banjir besar yang menenggelamkan bumi yang sebelumnya sudah diperingatkan oleh Allah SWT. Bahtera Nabi Nuh AS mampu bertahan dan melewati banjir besar yang sangat lama hingga akhirnya surut.


Selanjutnya, dikisahkan bahwa tiap-tiap hewan dari beragam jenis dan spesies diangkut secara sepasang sehingga menjadi cikal bakal makhluk hidup yang ditemukan hingga sekarang ini. Berikut adalah kisahnya dikutip dari buku An-Nawadir karya Syekh Syihabuddin al-Qalyubi.

Kisah Hewan di Kapal Nabi Nuh AS

Dikisahkan bahwa setelah pembuatan kapal selesai, Allah SWT berkata kepada kapal dengan bahasa yang dapat dimengerti oleh orang-orang secara jelas. Lalu, kapal itu menjawab,

“Laa ilaaha illa allaahu, ilaahu al-awwaliin wa al-aakhiriin. Aku adalah perahu keselamatan. Siapa saja yang menaikinya, maka akan selamat. Dan, siapa saja yang menolakku, maka akan mati.”

Nabi Nuh AS kemudian berkata kepada kaumnya, “Apakah kalian sekarang beriman?”

Mereka menjawab, “Tidak akan! Ini hanya satu rekayasa kekuatan sihirmu, wahai Nuh.”

Selanjutnya, Nabi Nuh AS memanggil semua hewan, hewan buas, burung, dan hewan melata atas perintah Allah SWT, “Kemari! Masuklah ke dalam kapal sebelum azab turun.”

Nabi Nuh AS telah membuatkan kandang untuk para hewan tersebut dan Malaikat Jibril turun ke Bumi untuk mengawasi mereka guna menjaga kelangsungan kehidupan hewan di Bumi.

Allah SWT membantu Nabi Nuh AS dengan mengabarkan berita tersebut ke timur dan barat. Nabi Nuh AS mengambil satu pasangan dari setiap jenis hewan. Sebagaimana terabadikan dalam surah Hud ayat 40,

حَتّٰىٓ اِذَا جَاۤءَ اَمْرُنَا وَفَارَ التَّنُّوْرُۙ قُلْنَا احْمِلْ فِيْهَا مِنْ كُلٍّ زَوْجَيْنِ اثْنَيْنِ وَاَهْلَكَ اِلَّا مَنْ سَبَقَ عَلَيْهِ الْقَوْلُ وَمَنْ اٰمَنَ ۗوَمَآ اٰمَنَ مَعَهٗٓ اِلَّا قَلِيْلٌ

Artinya: (Demikianlah,) hingga apabila perintah Kami datang (untuk membinasakan mereka) dan tanur (tungku) telah memancarkan air, Kami berfirman, “Muatkanlah ke dalamnya (bahtera itu) dari masing-masing (jenis hewan) sepasang-sepasang (jantan dan betina), keluargamu kecuali orang yang telah terkena ketetapan terdahulu (akan ditenggelamkan), dan (muatkan pula) orang yang beriman.” Ternyata tidak beriman bersamanya (Nuh), kecuali hanya sedikit.

Setelah itu, Allah SWT memerintahkan angin untuk menerbangkan setiap jenis pohon masuk ke dalam kapal. Nabi Nuh AS kemudian membawa setiap satu dari jenis pohon yang ada.

Mengutip Ibnu Katsir dalam buku Kisah Para Nabi, sebagian ulama menyebutkan riwayat hadits dari Ibnu Abbas RA yang menjelaskan tentang hewan di kapal Nabi Nuh. Khususnya terkait hewan pertama dan terakhir yang menaiki kapal tersebut.

“Jenis burung yang pertama kali masuk ke dalam kapal Nabi Nuh adalah kakatua. Sementara itu, jenis hewan yang terakhir masuk adalah keledai. Adapun Iblis masuk ke dalam kapal dengan bergelantung pada ekor keledai,”

Dalam riwayat lain, dijelaskan oleh Ibnu Abu Hatim yang bersumber dari ayahnya Zaid bin Aslam ketika beliau mendengar perkataan Rasulullah SAW. Setelah Nabi Nuh AS mengangkut setiap jenis hewan yang berpasangan ke atas kapal, hal itu pun mengundang tanya dari para sahabat.

Mereka bertanya, “Bagaimana kami bisa tenang?” atau “Bagaimana hewan-hewan jinak merasa tenang kalau ada singa bersama kita?”

Setelahnya, atas izin Allah SWT, Dia menurunkan penyakit demam pada singa. Itulah penyakit demam yang disebut diturunkan pertama kali ke bumi.

Tidak hanya itu, mereka juga mengeluhkan keberadaan tikus. Mereka berkata, “Tikus-tikus itu merusak dan memakan persediaan dan perbekalan kita,”

Selanjutnya, Allah mengilhamkan pada singa untuk bersin sehingga keluarkan kucing darinya. Kehadiran kucing itu membuat tikus-tikus bersembunyi karena takut padanya. Meski demikian sanad hadits ini disebut mursal atau hadits yang terputus sanadnya.

Melansir Tafsir Al Azhar Jilid 9 oleh Hamka, orang-orang yang masuk dalam bahtera Nabi Nuh AS adalah orang-orang yang menjadi nenek moyang bagi manusia saat ini. Hal ini juga berlaku bagi seluruh hewan yang masuk ke dalam kapal Nabi Nuh.

“Demikian juga binatang-binatang di rimba, mana yang tidak turut masuk bahtera telah musnah mati, namun yang masuk bahtera telah berkembang,” demikian penafsiran Hamka.

Susunan Isi Kapal Nabi Nuh

Dalam bahtera Nabi Nuh AS terdapat pembagian yang ditata sedemikian rupa dengan tatanan sebagai berikut.

Pada tingkat pertama, Nabi Nuh AS menempatkan laki-laki dan perempuan sebanyak delapan puluh orang. Bersama mereka adalah Tabut yang di dalamnya terdapat Adam, Hawa, Hajar Aswad, Maqam Ibrahim, tongkat para nabi dan rasul lengkap dengan nama pemiliknya.

Pada tingkat kedua, Nabi Nuh AS membawa hewan-hewan buas, hewan melata, dan hewan sembelihan.

Pada tingkat ketiga, Nabi Nuh AS membawa burung.

Pada tingkat keempat, Nabi Nuh AS menempatkan pohon-pohon.

Pada tingkat kelima, Nabi Nuh AS menempatkan hewan-hewan yang mempunyai cakar, harimau, dan singa.

Pada tingkat keenam, Nabi Nuh AS menempatkan ular dan kalajengking.

Dan, pada tingkat ketujuh, Nabi Nuh AS menempatkan gajah.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

20 Tahun Rutin Salat Tahajud, Ahli Ibadah Ini Tidak Dapat Jaminan Surga



Jakarta

Salat tahajud menjadi ibadah sunnah yang dikerjakan pada malam hari seusai salat Isya hingga terbitnya fajar dan setelah bangun tidur. Bahkan, pengerjaan salat tahajud ini paling diutamakan setelah salat fardhu 5 waktu.

Dalam sebuah riwayat, Nabi Muhammad SAW bersabda,

أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلاَةُ اللَّيْلِ


Artinya: “Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah – Muharram. Sementara sholat yang paling utama setelah sholat wajib adalah sholat malam,” (HR Muslim).

Bahkan, waktu pelaksanaan salat tahajud termasuk ke dalam waktu mustajab memanjatkan doa. Menurut buku Kumpulan Doa Mustajab Pembuka Pintu Rezeki dan Kesuksesan susunan Deni Lesmana, pengamalan salat tahajud yaitu pada sepertiga malam terakhir atau malam hari mendekati waktu subuh atau sahur.

Melalui surat Az Zariyat ayat 18 Allah berfirman,

وَبِٱلْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ

Arab latin: Wa bil-as-ḥāri hum yastagfirụn

Artinya: “Dan selalu memohonkan ampunan diwaktu pagi sebelum fajar,”

Berkaitan dengan salat tahajud, ada sebuah kisah mengenai seorang ahli tahajud yang tidak mendapat jaminan surga. Mengapa demikian? Simak ceritanya di bawah ini sebagaimana dilansir dari buku Keajaiban Tahajud, Subuh, dan Dhuha untuk Hidup Berkah, Bergelimang Harta, Sukses dan Bahagia karya Fery Taufiq El Jaquene.

Kisah Ahli Ibadah yang Rutin Salat Tahajud Namun Tidak Dapat Jaminan Surga

Alkisah seorang ahli tahajud bernama Abu bin Hasyim. Ia merupakan seseorang yang rajin mengerjakan salat tahajud dan tidak pernah meninggalkannya selama 20 tahun.

Suatu ketika saat ia ingin mengambil air wudhu, sesuatu mengejutkannya. Sebuah sosok duduk di pekarangan ruamhnya, Abu bin Hasyim lantas bertanya, “Wahai hamba Allah, siapakah Engkau?”

Mendengar pertanyaan Abu bin Hasyim, ia lalu menjawab seraya tersenyum ke arahnya, “Saya adalah malaikat utusan Allah,”

Abu bin Hasyim kemudian kembali bertanya, “Apa yang kamu lakukan di sini?”

Malaikat itu menjawab pertanyaan Abu bin Hasyim untuk kedua kalinya, “Saya diberitahu untuk menemukanmu pelayan Allah.”

Dilihat oleh Abu bin Hasyim, malaikat itu memegang buku yang cukup tebal. Lagi-lagi ia melontarkan pertanyaan kepada malaikat tersebut, “Oh malaikat, buku apa yang kamu bawa?”

“Saya akan buka,” Malaikat itu lantas membuka buku tersebut. Abu bin Hasyim percaya namanya tercatat di sana, tapi yang terjadi justru sebaliknya. Nama Abu bin Hasyim tidak tercantum di dalam buku tersebut.

Abu bin Hasyim kemudian meminta malaikat untuk mencari namanya kembali. Selanjutnya, malaikat utusan Allah itu kembali meneliti dengan cermat sembari berucap, “Itu benar, namamu tidak ada di dalam buku ini!”

Mendengar jawaban dari sang malaikat, Abu bin Hasyim menangis tersedu-sedu. Ia menyesali dan berkata, “Kehilangan diri saya yang selalu berdiri setiap malam di tahajud dan bermunajat tapi nama saya tidak ada di dalam kelompok pecinta Allah,”

“Wahai Abu Hasyim! Saya tahu Anda bangun setiap malam saat yang lain tidur, wudhu dengan air dingin saat yang lain tertidur di tempat tidur. Tapi tangan saya dilarang bahwa Allah menuliskan nama Anda,” tutur malaikat tersebut.

Penasaran, Abu bin Hasyim bertanya lagi kepada malaikat mengenai penyebab namanya tidak tercantum. Malaikat kemudian menjelaskan, “Anda bersedia pergi ke Allah, tapi Anda bangga pada diri sendiri dan bersenang-senang memikirkan diri sendiri,”

Ada tetangga Abu bin Hasyim yang sakit atau kelaparan, namun beliau tidak melihat atau membantunya untuk memberi makan. Karenanya, sosok Abu bin Hasyim yang tidak pernah mencintai makhluk yang diciptakan Allah tidak tercantum namanya dalam buku tersebut.

“Bagaimana mungkin kamu bisa menjadi kekasih Tuhan jika Anda sendiri tidak pernah mencintai makhluk yang diciptakan Allah?” tambah sang malaikat.

Hal itu lantas membuat Abu bin Hasyim menyadari sesuatu. Hubungan pemujaan manusia tidak hanya berfokus untuk Allah semata, melainkan juga sesama manusia.

(aeb/erd)



Sumber : www.detik.com

Saat Khalifah Abu Bakar Perintahkan Bakar Pelaku Homoseksual



Jakarta

Abu Bakar As-Shiddiq RA adalah khalifah pertama yang memerintah sepeninggalan Rasulullah SAW. Pada masa kepemimpinannya, ia memerintahkan untuk membakar hidup-hidup para pelaku homoseksual.

Hukuman mati dengan cara dibakar bagi para penyuka sesama jenis yang ditetapkan Abu Bakar Ash-Shiddiq RA ini dijelaskan Ibnu Qayyim al-Jauziyyah dalam Ath-Thuruq Al-Hukmiyyah fi As-Siyasah Asy-Syar’iyyah, sebuah kitab yang memuat tentang hukum-hukum dalam memutuskan perkara.

Diceritakan, alasan Abu Bakar Ash-Shiddiq RA menetapkan hukuman ini karena ia ingin para pelaku homoseksual merasakan panasnya api dunia sebelum merasakan panasnya api neraka. Para sahabat lain juga mengatakan bahwa pemerintah boleh membakar kaum homoseksual jika sudah menjadi ketetapan.


Pada saat itu, Khalid bin Al-Walid RA mengirim surat kepada Abu Bakar ash-Shiddiq RA yang isinya di beberapa wilayah Arab, terdapat seorang lelaki yang “dinikahi” sebagaimana wanita juga “dinikahi.”

Untuk menjawab surat itu, Abu Bakar RA kemudian meminta saran dari para sahabat Radhiyallahu Anhum, termasuk di antaranya Ali bin Abu Thalib RA yang merupakan sahabat paling keras pendapatnya.

Ali RA berkata, “Dosa ini tidak dilakukan oleh umat manapun selain satu umat (umat Nabi Luth). Karena itu, Allah menurunkan azab-Nya sebagaimana yang juga kalian tahu. Aku berpendapat, mereka dibakar saja.”

Setelah mendengar saran Ali RA, Abu Bakar RA mengirimkan surat balasan kepada Khalid RA yang isinya memerintahkan agar membakar pelaku homoseksual, “Dia (pelaku homoseksual) dibakar.” Khalid RA pun membakar orang tersebut, sebagaimana diceritakan dalam hadits yang dikeluarkan oleh Al-Baihaqi dari jalur Shafwan bin Sulaim dengan derajat hadits mursal.

Khalifah lain yang menerapkan hukuman serupa dengan Abu Bakar ash-Siddiq RA adalah Abdulah bin Zubair. Ia membakar para pelaku homoseksual. Hal yang sama juga dilakukan Khalifah Hisyam bin Abdul Malik.

Perilaku menyimpang dalam skala besar pernah terjadi pada masa Nabi Luth AS. Ibnu Katsir dalam Qashash Al-Anbiyaa menceritakan, kaum Nabi Luth AS adalah penyuka sesama jenis. Hingga Allah SWT menurunkan azab kepada mereka.

Kisah homoseksual kaum Nabi Luth AS diceritakan dalam Al-Qur’an surah Al Qamar ayat 33-40. Allah SWT berfirman,

كَذَّبَتْ قَوْمُ لُوْطٍ ۢبِالنُّذُرِ ٣٣ اِنَّآ اَرْسَلْنَا عَلَيْهِمْ حَاصِبًا اِلَّآ اٰلَ لُوْطٍ ۗنَجَّيْنٰهُمْ بِسَحَرٍۙ ٣٤ نِّعْمَةً مِّنْ عِنْدِنَاۗ كَذٰلِكَ نَجْزِيْ مَنْ شَكَرَ ٣٥ وَلَقَدْ اَنْذَرَهُمْ بَطْشَتَنَا فَتَمَارَوْا بِالنُّذُرِ ٣٦

وَلَقَدْ رَاوَدُوْهُ عَنْ ضَيْفِهٖ فَطَمَسْنَآ اَعْيُنَهُمْ فَذُوْقُوْا عَذَابِيْ وَنُذُرِ ٣٧ وَلَقَدْ صَبَّحَهُمْ بُكْرَةً عَذَابٌ مُّسْتَقِرٌّۚ ٣٨ فَذُوْقُوْا عَذَابِيْ وَنُذُرِ ٣٩ وَلَقَدْ يَسَّرْنَا الْقُرْاٰنَ لِلذِّكْرِ فَهَلْ مِنْ مُّدَّكِرٍ ࣖ ٤٠

Artinya: “Kaum Luth pun telah mendustakan peringatan-peringatan. Sesungguhnya Kami menimpakan atas mereka badai batu, kecuali pengikut Luth. Kami menyelamatkan mereka sebelum fajar menyingsing sebagai nikmat dari Kami. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur. Sungguh, dia (Luth) benar-benar telah memperingatkan mereka akan hukuman Kami, tetapi mereka membantah peringatan itu.

Sungguh, mereka benar-benar telah membujuknya berkali-kali (agar menyerahkan) tamunya (kepada mereka). Lalu, Kami butakan mata mereka. Maka, rasakanlah azab-Ku dan peringatan-peringatan-Ku! Sungguh, pada esok harinya mereka benar-benar ditimpa azab yang terus-menerus. Maka, rasakanlah azab-Ku dan peringatan-peringatan-Ku! Sungguh, Kami benar-benar telah memudahkan Al-Qur’an sebagai pelajaran. Maka, adakah orang yang mau mengambil pelajaran?”

(kri/lus)



Sumber : www.detik.com

Saat Abu Bakar & Umar Mendengar Kabar Wafatnya Nabi SAW



Jakarta

Terdapat sebuah kisah mengharukan yang terjadi tak lama setelah Rasulullah SAW menghembuskan nafas terakhirnya, yakni ketika para sahabat beserta kaum muslim kala itu mendengar kepergian Nabi panutannya. Seperti apa kisahnya?

Menukil As-Siraah an-Nabaiwiyah fii Dhau’i al-Mashaadir al-Ashliyyah: Diraasah Tahliiliyyah susunan Mahdi Rizqullah Ahmad, jumhur ulama berpendapat bahwa meninggalnya Rasul SAW bertepatan dengan hari Senin, pada tanggal 12 Rabiul Awal, di usianya yang 63 tahun.

Diketahui, beliau mengalami sakit yang cukup parah selama beberapa hari sebelum menghadap Ilahi. Kemudian beliau wafat di rumah Aisyah, pada jatah hari gilirannya, dan berada tepat di pelukan Aisyah.


Menjelang Wafatnya Rasulullah SAW

Dalam Sirah Nabawiyah karya Ibnu Hisyam diceritakan tak lama menjelang wafatnya, ketika Nabi SAW sakit dan suhu tubuhnya meninggi, beliau keluar dari kediaman Aisyah untuk menemui kaum muslim. Lalu berangkatlah beliau ke masjid.

Ibnu Ishaq berkata bahwa az-Zuhri menuturkan, “Ayyub bin Yasar mengatakan kepadaku bahwa Rasulullah SAW keluar dari rumah dengan memakai ikat kepala, lalu duduk di mimbar.

Kalimat pertama yang diucapkannya adalah doa untuk para syuhada perang Uhud, memohonkan ampunan untuk mereka, dan bershalawat untuk mereka. Setelah itu, beliau bersabda: ‘Sesungguhnya, seorang hamba diberi pilihan oleh Allah antara dunia dengan apa yang ada di sisi-Nya. Kemudian ia memilih apa yang ada di sisi Allah.’

Abu Bakar memahami perkataan tersebut dan tahu bahwa hamba yang dimaksud adalah diri beliau sendiri. Ia pun menangis dan berkata, ‘Tetapi kami akan menebus engkau dengan jiwa kami dan anak-anak kami.’

Beliau bersabda, ‘Tenanglah, Abu Bakar!’ Beliau meneruskan, ‘Lihatlah pintu-pintu masjid yang terbuka ini. Tutuplah kecuali pintu yang mengarah ke rumah Abu Bakar, sebab aku benar-benar tidak kenal seseorang yang lebih baik persahabatannya denganku selain dirinya’.”

Ibnu Hisyam berkata, “Ada yang meriwayatkan: ‘Kecuali pintu Abu Bakar’.”

Ada yang meriwayatkan daari keluarga Abu Sa’id bin Al-Mu’alla, bahwa Rasul SAW bersabda pada hari itu, “Seandainya aku boleh menjadikan seseorang sebagai kekasihku, tentu akan kujadikan Abu Bakar sebagai kekasihku. Akan tetapi, cukuplah persahabatan, persaudaraan, dan iman sampai Allah menghimpun kita di sisi-Nya.” (Muttafaq Alaih)

Reaksi Umar dan Abu Bakar saat Wafatnya Nabi SAW

Masih dari Sirah Nabawiyah oleh Ibnu Hisyam, Ibnu Ishaq mendengar dari az-Zuhri dan Sa’id bin Musayyab dari Abu Hurairah: “Ketika Rasul SAW wafat, Umar bin Khattab berdiri dan berkata: ‘Ada orang-orang munafik yang menganggap Rasulullah sudah wafat. Sebenarnya Rasulullah tidak wafat!

Beliau hanya pergi menemui Tuhannya seperti kepergian Musa bin Imran. Musa meninggalkan kaumnya selama 40 malam lalu kembali kepada mereka setelah dikatakan bahwa ia wafat. Demi Allah, Rasulullah pasti akan kembali seperti Musa juga! Lalu aku akan memotong tangan dan kaki orang-orang munafik yang menganggap beliau sudah wafat!”

Setelah menerima berita duka tentang wafatnya Rasulullah SAW, Abu Bakar Ash-Shiddiq bergegas kembali. Ia berhenti di pintu masjid, sementara Umar masih bicara kepada orang banyak.

Abu Bakar tidak menoleh kanan kiri, melainkan terus masuk ke tempat Rasulullah di rumah Aisyah. Jenazah beliau sudah diselubungi selimut Yaman di sudut rumah. Abu Bakar mendekati jenazah beliau dan menyingkapkan selubung di wajahnya.

Ia mendekat lalu menciumnya (jenazah Rasulullah), sesudah itu berkata, ‘Demi ayah bundaku! Kematian yang ditentukan Allah SWT atas dirimu telah engkau rasakan. Setelah itu, tak ada lagi kematian yang menimpa dirimu selama-lamanya.’

Setelah mengembalikan selimut ke wajah Rasulullah, Abu Bakar keluar. Saat itu Umar masih saja bicara. Abu Bakar berkata, ‘Tenanglah, Umar, diamlah!’

Namun, Umar menolak diam. Ia terus saja meracau. Melihat Umar tak bisa dihentikan, Abu Bakar menghadap ke arah orang-orang. Saat orang-orang mendengar suara Abu Bakar, mereka pun berpaling kepadanya dan meninggalkan Umar.

Abu Bakar memuji Allah SWT, lalu berkata, ‘Saudara-saudara, siapa yang menyembah Muhammad, sesungguhnya Muhammad telah wafat. Siapa yang menyembah Allah, sesungguhnya Allah Maha Hidup tak pernah mati.’

Kemudian Abu Bakar membaca firman Allah SWT yang tertuang dalam Surat Ali Imran ayat 144:

وَمَا مُحَمَّدٌ اِلَّا رَسُوْلٌۚ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ ۗ اَفَا۟ىِٕنْ مَّاتَ اَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلٰٓى اَعْقَابِكُمْ ۗ وَمَنْ يَّنْقَلِبْ عَلٰى عَقِبَيْهِ فَلَنْ يَّضُرَّ اللّٰهَ شَيْـًٔا ۗوَسَيَجْزِى اللّٰهُ الشّٰكِرِيْنَ – 144

Artinya: “Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika ia wafat atau dibunuh engkau berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikit pun; dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.”

Kala itu, kaum muslim seakan tak tahu bahwa ayat ini pernah diturunkan sampai Abu Bakar membacakannya pada hari itu. Mereka mengambil ayat tersebut dari Abu Bakar, padahal ayat itu sebenarnya sudah mereka ketahui.

Abu Hurairah menirukan perkataan Umar, “Demi Allah, sesaat setelah mendengar Abu Bakar membacakan ayat tersebut, aku pun tersadar lalu roboh ke tanah karena kedua kakiku tak mampu menopang tubuhku. Terbuka mataku kini bahwa Rasulullah benar-benar sudah wafat.”

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com