Category Archives: Kisah

Kisah Sekelompok Jin Masuk Islam usai Dengar Lantunan Al-Qur’an



Jakarta

Tak jauh dari pemakaman kaum muslim di Kota Makkah, ada sebuah masjid yang menjadi saksi sekelompok jin yang memutuskan masuk Islam. Hal itu terjadi usai mendengar lantunan ayat suci Al-Qur’an.

Kisah sekelompok jin yang masuk Islam setelah mendengar lantunan ayat suci Al-Qur’an ini terjadi di sebuah masjid yang terletak di Kampung Ma’la. Masjid tersebut kini diberi nama Masjid al-Jin atau Masjid al-Bai’ah, sebab di tempat itu sekelompok jin pernah berbaiat atau menyatakan keislaman mereka kepada Rasulullah SAW untuk beriman kepada Allah SWT dan kitab-Nya.

Sekelompok Jin Berbaiat dengan Rasulullah

Dikisahkan dalam buku Situs-Situs dalam Al Quran karya Syahruddin El-Fikri, peristiwa sekelompok jin masuk Islam terjadi ketika Rasulullah SAW bersama para sahabat sedang menunaikan salat Subuh.


Kala itu, Rasulullah SAW membaca surat Ar-Rahman ayat 1-78 yang di dalamnya terdapat ayat yang berbunyi, “Maka, nikmat Tuhan kamu manakah yang kamu dustakan?”

Ketika ayat tersebut dibacakan, sekelompok jin yang hadir saat itu langsung menjawabnya dengan kalimat, “Wahai Tuhan kami, sesungguhnya kami tidak mendustakan nikmat-Mu sedikit pun. Segala puji hanya bagi-Mu yang telah memberikan nikmat lahir dan batin kepada kami.”

Penyampaian sekelompok jin yang berbaiat dengan Rasulullah SAW juga termaktub dalam Al-Qur’an surah Al-Ahqaf ayat 29-32, Allah SWT berfirman,

وَإِذْ صَرَفْنَا إِلَيْكَ نَفَرًا مِنَ الْجِنِّ يَسْتَمِعُونَ الْقُرْءَانَ فَلَمَّا حَضَرُوهُ قَالُوا أَنصِتُوا فَلَمَّا قُضِيَ وَلَّوْا إِلَى قَوْمِهِم مُنذِرِينَ

Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Kami hadapkan serombongan jin kepadamu yang mendengarkan Al Quran, maka tatkala mereka menghadiri pembacaan (nya) lalu mereka berkata: “Diamlah kamu (untuk mendengarkannya)”. Ketika pembacaan telah selesai mereka kembali kepada kaumnya (untuk) memberi peringatan.” (QS Al Ahqaf: 29)

قَالُوا يَنقَوْمَنَا إِنَّا سَمِعْنَا كِتَبًا أُنزِلَ مِنْ بَعْدِ مُوسَىٰ مُصَدِ قَالْمَا بَيْنَ يَدَيْهِ يَهْدِى إِلَى الْحَقِّ وَإِلَى طَرِيقِ مُسْتَقِيم

Artinya: “Mereka berkata, “Hai kaum kami, sesungguhnya kami telah mendengarkan kitab (Al Quran) yang telah diturunkan sesudah Musa yang membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya lagi memimpin kepada kebenaran dan kepada jalan yang lurus.” (QS Al Ahqaf: 30)

يَقَوْمَنَا أَجِيبُوا دَاعِيَ اللَّهِ وَ عَامِنُوابِهِ يَغْفِرْ لَكُم مِّن ذُنُوبِكُمْ وَيُجرَكُم مِّنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ

Artinya: “Hai kaum kami, terimalah (seruan) orang yang menyeru kepada Allah dan berimanlah kepada-Nya, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa kamu dan melepaskan kamu dari azab yang pedih.” (QS Al Ahqaf: 31)

وَمَن لَّا يُجِبْ دَاعِيَ اللَّهِ فَلَيْسَ بِمُعْجِزِ فِي الْأَرْضِ وَلَيْسَ لَهُ مِن دُونِهِ أَوْلِيَاء أَوْلَيْكَ فِي ضَلَالٍ مُّبِينٍ

Artinya: “Dan orang yang tidak menerima (seruan) orang yang menyeru kepada Allah maka dia tidak akan melepaskan diri dari azab Allah di muka bumi dan tidak ada baginya pelindung selain Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata.” (QS Al-Ahqaf: 32)

Terhalangnya Berita Langit

Dalam riwayat lain yang dikutip dari buku Misteri Mukjizat Makkah & Madinah oleh Namin Asimah Asizun, Imam Bukhari dan Imam Tirmidzi dari Ibnu Abbas menerangkan bahwa peristiwa pertemuan Rasulullah SAW dengan sekelompok jin terjadi saat beliau dengan para sahabat sedang dalam perjalanan menuju pasar Ukkadz.

Sesampainya di daerah bernama Tihamah, Rasulullah SAW bersama rombongannya berhenti untuk menunaikan salat Subuh. Rupanya, salat yang dilakukan Nabi SAW dan para sahabat menyebabkan terhalangnya berita-berita langit yang biasa dicuri oleh para setan (jin yang kafir).

Bahkan para jin kafir yang sedang mencoba mencuri berita tersebut mendapat lemparan bintang-bintang sehingga terpaksa pulang kembali kepada kaumnya.

Setibanya di tempat kaumnya, para jin kafir tersebut ditanya, “Apa yang menyebabkan kalian terhalang mendapatkan berita langit?”

Para Jin kafir menjawab, “Kami terhalang mendapatkan berita langit, bahkan kami dikejar oleh bintang-bintang.”

Lantas setan itu menimpalinya, “Tidak mungkin ada halangan antara kita dengan berita langit. Pasti ini ada sebabnya!”

Pimpinan jin kafir tersebut kemudian memerintahkan sekumpulan jin untuk menyebar ke arah barat dan timur untuk mencari penghalang tersebut. Saat sekelompok jin kafir itu menyebar ke seluruh pelosok jagat, sebagian di antara mereka sampai ke daerah Tihamah, tempat Rasulullah SAW dan para sahabat berhenti menunaikan salat Subuh.

Para jin kafir tersebut mendengar dan memperhatikan dengan saksama ayat suci Al-Qur’an yang dibaca Rasulullah SAW, lalu mereka berkata, “Demi Allah, pasti inilah yang menyebabkan kita terhalang dari berita langit.”

Mereka justru sangat kagum terhadap ayat suci Al-Qur’an yang didengarnya hingga menyatakan baiatnya untuk masuk Islam kepada Rasulullah SAW.

Sekelompok jin itu kembali kepada kaumnya dan menyampaikan kejadian yang mereka alami. Kaum mereka pun langsung menerima dan mengimani ajaran yang dibawa tersebut.

Peristiwa tersebut turut menjadi sebab turunnya surah Al-Jin ayat 1 yang memberi petunjuk kepada Nabi Muhammad SAW mengenai peristiwa alam gaib yang terjadi di sekelilingnya dan para sahabat kala itu. Firman Allah SWT dalam surah Al-Jin ayat 1 tersebut berbunyi:

قُلْ أُوحِىَ إِلَىَّ أَنَّهُ ٱسْتَمَعَ نَفَرٌ مِّنَ ٱلْجِنِّ فَقَالُوٓا۟ إِنَّا سَمِعْنَا قُرْءَانًا عَجَبًا

Artinya: “Katakanlah (hai Muhammad): “Telah diwahyukan kepadamu bahwasanya: telah mendengarkan sekumpulan jin (akan Al Quran), lalu mereka berkata: Sesungguhnya kami telah mendengarkan Al Quran yang menakjubkan.”

Setelah menerima wahyu, Rasulullah SAW lantas menyampaikan pemberitahuan Allah SWT tersebut kepada para sahabat dan umat Islam lainnya. Wallahu ‘alam.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Nabi Yunus AS yang Dilempar ke Laut dan Ditelan Ikan Paus


Jakarta

Kisah Nabi Yunus mungkin merupakan salah cerita yang paling dikenal muslim. Bagaimana mungkin salah satu hamba Allah SWT yang paling terkasih ditelan ikan paus? Sang Nabi bahkan merasa putus asa karena berhari-hari dalam perut ikan besar itu.

Al-Qur’an mencatat kisah Nabi Yunus dalam surat As-Saffat 139-148. Nabi Yunus akhirnya memanjatkan doa pada Allah SWT, hingga dikeluarkan dari perut ikan atas izinNya. Berikut kisah Nabi yang dikenal sebutan Dzun-Nun ini.

Kisah Nabi Yunus AS Menyebarkan Islam

Nabi Yunus AS diutus oleh Allah untuk berdakwah kepada suatu kaum yang telah menyimpang dari jalan yang benar. Menurut Kitab Qasash Al-Anbiya karya Ibnu Katsir yang diterjemahkan Saefullah MS, kaum yang berada di negeri Ninawa dekat Kota Mosul, Irak.


Masyarakat di kota ini menyembah patung-patung yang mereka dianggap sebagai Tuhan. Mengutip buku Kisah Nabi Yunus AS mengutip buku Kisah 25 Nabi dan Khulafaur Rasyidin oleh Hendro Trilaksono Nabi Yunus mengajak mereka berpikir dan memperhatikan sekitar mereka.

Salah satunya, apakah pantas patung-patung tersebut disembah? Bukankah yang menciptakan alam dan isinya lah yang seharusnya disembah? Nabi Yunus kemudian juga mengajarkan kepada mereka bahwa Allah-lah Tuhan yang harusnya mereka sembah.

Namun, bukan sambutan baik yang Nabi Yunus dapatkan, melainkan penolakan. Kaum tersebut menilai bahwa Nabi Yunus adalah orang asing dan bukan dari golongan mereka. Tak ada hubungan kekerabatan yang antara Nabi Yunus dan mereka.

Sebab kaum tersebut tak menerima ajaran Nabi Yunus, Nabi Yunus bercerita kepada mereka tentang kisah-kisah orang-orang terdahulu yang mengingkari dan menentang Allah. Saat ajaran Nabi dan Rasul tidak ditaati, maka turunlah azab Allah dan mereka kemudian binasa.

Nabi Yunus akhirnya berdoa kepada Allah agar kaum tersebut dihukum. Allah mendatangkan azabnya ketidakpatuhan warga. Tempat tinggal mereka seolah daun yang bergoyang ditiup angin. Mereka tidak mampu berdiri seperti kapal yang terombang-ambing di atas lautan.

Ketika itu, teringatlah kaum tersebut dengan cerita Nabi Yunus tentang kaum-kaum yang telah dibinasakan Allah. Mereka pun baru menyadari kebenaran ajaran Nabi Yunus. Namun saat itu, Nabi Yunus telah pergi meninggalkan mereka.

Kisah Nabi Yunus Dilempar ke Laut

Setelah mengalami penolakan, Nabi Yunus berkelana dan putus asa karena ajarannya tidak dihiraukan. Nabi yang merasa menyerah terus berjalan hingga bertemu kapal yang akan berlayar menyeberangi samudra.

Nabi Yunus ikut dalam pelayaran tersebut bersama penumpang lain. Namun, di tengah perjalanan keadaan berubah memburuk. Kapal hampir tenggelam, sehingga harus ada salah satu menumpang yang dilemparkan ke laut.

Lalu, diadakanlah pengundian untuk menentukan penumpang yang harus keluar dari kapan. Ternyata, nama yang keluar adalah Nabi Yunus. Pengundian diulang tiga kali untuk memastikan penumpang yang akan dilempar ke laut. Namun nama Nabi Yunus terus keluar.

Tersadarlah Nabi Yunus terhadap amarah yang diberikan Allah kepadanya. Beliau tak mengelak dan bertawakal kepada Allah. Hingga akhirnya, Nabi Yunus pun dilemparkan ke laut.

Kisah Nabi Yunus dalam Perut Ikan Paus

Saat tubuhnya seakan tenggelam di Samudera, seekor ikan paus yang sangat besar menelannya. Ketika berada di dalam perut ikan paus, nabi Yunus banyak berdzikir dan berdoa kepada Allah:

لآ اِلٰهَ اِلَّآ اَنْتَ سُبْحٰنَكَ اِنِّيْ كُنْتُ مِنَ الظّٰلِمِيْنَ

Latin: Lā ilāha illā anta subḥānaka innī kuntu minaẓ-ẓālimīn (QS. Al Anbiya 87)

Artinya: “Tidak ada tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau. Sesungguhnya aku termasuk orang-orang zalim.”

Setelah 40 hari lamanya, Allah memerintahkan ikan paus untuk mengeluarkan Nabi Yunus ke sebuah daratan yang kering tandus. Di tempat tersebut, Nabi Yunus menemukan makanan sebagai karunia dari Allah SWT.

Di sana, Nabi Yunus juga akhirnya bertemu kembali dengan kaum yang telah bertaubat setelah sebelumnya menolak ajarannya. Mereka hidup damai dalam agama Allah SWT. Kisah Nabi Yunus tertulis dalam Al Quran surat As-Saffat: 139-148

وَإِنَّ يُونُسَ لَمِنَ الْمُرْسَلِينَ

إِذْ أَبَقَ إِلَى الْفُلْكِ الْمَشْحُونِ

فَسَاهَمَ فَكَانَ مِنَ الْمُدْحَضِينَ

فَالْتَقَمَهُ الْحُوتُ وَهُوَ مُلِيمٌ

فَلَوْلا أَنَّهُ كَانَ مِنَ الْمُسَبِّحِينَ

لَلَبِثَ فِي بَطْنِهِ إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ

فَنَبَذْنَاهُ بِالْعَرَاءِ وَهُوَ سَقِيمٌ

وَأَنْبَتْنَا عَلَيْهِ شَجَرَةً مِنْ يَقْطِينٍ

وَأَرْسَلْنَاهُ إِلَى مِائَةِ أَلْفٍ أَوْ يَزِيدُونَ

فَآمَنُوا فَمَتَّعْنَاهُمْ إِلَى حِينٍ

Artinya: “Sesungguhnya Yunus benar-benar salah seorang rasul, (ingatlah) ketika ia lari (meninggalkan kewajiban) ke kapal yang penuh muatan. Kemudian ia ikut berundi, lalu dia termasuk orang-orang yang kalah dalam undian. Maka ia ditelan oleh ikan besar dalam keadaan tercela. Maka kalau sekiranya dia tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah, niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit. Kemudian Kami lemparkan dia ke daerah yang tandus, sedangkan ia dalam keadaan sakit. Dan Kami tumbuhkan untuk dia sebatang pohon dari jenis labu. Dan Kami utus dia kepada seratus ribu orang atau lebih. Lalu mereka beriman, karena itu Kami anugerahkan kenikmatan hidup kepada mereka hingga waktu yang tertentu.”

Itulah kisah Nabi Yunus yang banyak memiliki hikmah, di antaranya Allah Maha Kuasa menurunkan azab dan mencabut azab kepada siapa yang dikehendakiNya. Selain itu, Allah juga Maha Pengampun kepada hambaNya yang datang bertaubat dan bertawakal.

(row/row)



Sumber : www.detik.com

Kisah Nabi Musa AS dan Dua Pemuda yang Berkelahi


Jakarta

Kisah Nabi Musa tak mungkin dilepaskan dari penguasa sombong Raja Fir’aun. Raja Firaun yang mabuk kuasa tersebut mengangkat dirinya sebagai Tuhan yang harus disembah rakyatnya. Dia juga memerintahkan semua bayi laki-laki yang lahir harus dibunuh.

Di tengah kekacauan tersebut lahirkan Nabi Musa dari orang tua yang terus mengkhawatirkan keselamatannya. Sejarah mencatat, bayi tersebut selamat dan menjadi Nabi pemegang gelar ulul azmi. Dia juga berhasil menyelamatkan kaumnya dari cengkeraman Fir’aun.

Kisah Nabi Musa AS Menjadi Anak Asuh Fir’aun

Mengutip website Darunnajah, Yukabad, isteri Imron bin Qahat bin Lawi bin Yaqub tengah melahirkan bayinya, Musa dengan selamat. Namun, dia merasa sedih dan khawatir kalau bayinya akan dibunuh oleh orang-orang Firaun. Bidan yang membantu kelahirannya pun menjaga kerahasiaan persalinannya.


Sampai bayinya berusia tiga bulan, Allah memberikan ilham kepadanya untik menyembunyikan bayiya dalam sebuah peti yang tertutup rapat. Kemdan membiarkan peti yang berisi bayinya terapung di atas Sungai Nil. Dia pun bertawakal dan melepaskan bayinya di dalam peti dengan memerintahkan kakak Musa untuk mengawasi dan mengikuti peti itu.

Bayi itu pun sampai di puteri raja yang berada di tepi sungai Nil. Kemudian diserahkanlah ia pada ibunya yang bernama Asiah isteri Firaun. Aisah pun lalu memberitahu Firaun tentang bayi laki-laki yang ditemukan dalam peti di atas permukaan sungai nil tersebut.

Firaun segera mengeluarkan perintah untuk membunuh bayi tersebut. Dia khawatir, bayi itu yang diramalkan akan menjadi musuhnya kelak. Namun, Asiah yang sudah terlanjur sayang dengan bayi tersebut meminta Firaun untuk tidak membunuhnya. Maka, selamatlah nyawa putera Yukabad tersebut.

Nama Musa pun diberikan kepada bayi itu yang berarti air dan pohon, sesuai dengan tempat ditemukannya. Dicarikanlah beberapa inang untuk menjadi ibu susuannya. Namun setiap inang ingin menyusuinya, bayi musa menolak dan tidak ingin menyusu.

Hingga pada akhirnya, atas izin Allah, Yukabad yang menjadi ibu susuan bayi Musa. Berbeda dengan sebelumnya, bayi Musa langsung menerima air susu dari ibu kandungnya tersebut dengan lahap. Bayi Musa diserahkan kepada Yukabad selama masa menyusui.

Setelah selesai, dikembalikanlah Musa ke istana. Kisah Nabi Musa ini tercatat dalam QS Al Qashash ayat 7

وَأَوْحَيْنَآ إِلَىٰٓ أُمِّ مُوسَىٰٓ أَنْ أَرْضِعِيهِ ۖ فَإِذَا خِفْتِ عَلَيْهِ فَأَلْقِيهِ فِى ٱلْيَمِّ وَلَا تَخَافِى وَلَا تَحْزَنِىٓ ۖ إِنَّا رَآدُّوهُ إِلَيْكِ وَجَاعِلُوهُ مِنَ ٱلْمُرْسَلِينَ

Artinya: “Dan kami ilhamkan kepada ibu Musa; “Susuilah dia, dan apabila kamu khawatir terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil). Dan janganlah kamu khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati, karena sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari para rasul.”

Kisah Nabi Musa dan Dua Pemuda yang Berkelahi

Selama menjadi putra Fir’aun, Nabi Musa hidup dalam lingkungan kerajaan. Mengutip buku Kisah Para Nabi karya Imam Ibnu Katsir, terdapat sebuah peristiwa yang membuat Musa membunuh orang Mesir yang mana adalah kaum Firaun.

Kala itu Musa melihat dua orang laki-laki berkelahi dengan saling pukul. Satu dari golongan Bani Israil, satunya lagi dari kaum Firaun. Pihak yang berasal dari Bani Israil, yang juga dari golongan Nabi Musa meminta pertolongannya.

Nabi Musa lantas menolong orang dari golongan Bani Israil dengan meninju lawannya. Musa pun sama sekali tidak bermaksud membunuhnya. Dia hanya ingin menakut-nakuti dan membuatnya jera. Namun orang yang dipukulnya meninggal dunia.

Kisah ini tercantum dalam QS Al Qashash ayat 15

وَدَخَلَ ٱلْمَدِينَةَ عَلَىٰ حِينِ غَفْلَةٍ مِّنْ أَهْلِهَا فَوَجَدَ فِيهَا رَجُلَيْنِ يَقْتَتِلَانِ هَٰذَا مِن شِيعَتِهِۦ وَهَٰذَا مِنْ عَدُوِّهِۦ ۖ فَٱسْتَغَٰثَهُ ٱلَّذِى مِن شِيعَتِهِۦ عَلَى ٱلَّذِى مِنْ عَدُوِّهِۦ فَوَكَزَهُۥ مُوسَىٰ فَقَضَىٰ عَلَيْهِ ۖ قَالَ هَٰذَا مِنْ عَمَلِ ٱلشَّيْطَٰنِ ۖ إِنَّهُۥ عَدُوٌّ مُّضِلٌّ مُّبِينٌ

Artinya: “Dan Musa masuk ke kota (Memphis) ketika penduduknya sedang lengah, maka didapatinya di dalam kota itu dua orang laki-laki yang berkelahi; yang seorang dari golongannya (Bani Israil) dan seorang (lagi) dari musuhnya (kaum Fir’aun). Maka orang yang dari golongannya meminta pertolongan kepadanya, untuk mengalahkan orang yang dari musuhnya lalu Musa meninjunya, dan matilah musuhnya itu. Musa berkata: “Ini adalah perbuatan syaitan sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang menyesatkan lagi nyata (permusuhannya).”

Peristiwa serupa terulang, namun Nabi Musa memilih jalan lain seperti tercantum dalam QS Al Qashash ayat 18

فَأَصْبَحَ فِى ٱلْمَدِينَةِ خَآئِفًا يَتَرَقَّبُ فَإِذَا ٱلَّذِى ٱسْتَنصَرَهُۥ بِٱلْأَمْسِ يَسْتَصْرِخُهُۥ ۚ قَالَ لَهُۥ مُوسَىٰٓ إِنَّكَ لَغَوِىٌّ مُّبِينٌ

Artinya: “Karena itu, jadilah Musa di kota itu merasa takut menunggu-nunggu dengan khawatir (akibat perbuatannya), maka tiba-tiba orang yang meminta pertolongan kemarin berteriak meminta pertolongan kepadanya.” Musa berkata kepadanya: “Sesungguhnya kamu benar-benar orang sesat yang nyata (kesesatannya).”

Nabi Musa tetap berupaya membantu orang Israil tersebut. Saat akan memukul orang Mesir yang menjadi musuh orang Israil itu, dia berkata, “Wahai Musa, apakah engkau bermaksud membunuhku? Sebagaimana kemarin engkau membunuh seseorang? Engkau hanya bermaksud menjadi orang yang berbuat sewenang-wenang di negeri (ini) dan engkau tidak bermaksud menjadi salah seorang dari orang-orang yang mengadakan perdamaian.”

Firaun pun pada akhirnya mengetahui bahwa Musa-lah yang menyebabkan satu orang Mesir terbunuh. Maka, dia mengutus ajudannya untuk menjemput Musa. Akan tetapi, utusan tersebut didahului seseorang yang menghampiri Musa.

Dia berkata, “Wahai Musa, sesungguhnya para pembesar negeri sedang berunding tentang engkau untuk membunuhmu. Maka, keluarlah dari kota ini. Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang memberi nasehat kepadamu.”

Akhirnya keluarlah Musa dari Mesir dengan rasa takut. Dia pun berdoa, “Ya Tuhanku, selamatkanlah aku dari orang-orang yang zhalim itu.” Nabi Musa pergi ke negeri Madyan sampai waktu yang ditentukan. Di sana Musa mendapatkan kehormatan dan keistimewaan, di antaranya berbicara langsung kepada Allah.”

Itulah sepenggal kisah kelahiran Nabi Musa dan tentang Nabi Musa yang tak sengaja membunuh orang Mesir. Semoga infomasi ini membantumu ya.

(elk/row)



Sumber : www.detik.com

Kisah Addas, Lelaki yang Masuk Islam setelah Melihat Nabi Makan Anggur



Jakarta

Sebuah kisah inspiratif datang dari lelaki bernama Addas, seorang budak di Thaif. Ia mendapat hidayah dan memilih memeluk Islam setelah bertemu dengan Rasulullah SAW.

Semasa hidup, Rasulullah SAW pernah datang ke kota Thaif untuk menyampaikan dakwah. Diketahui, keberadaan Rasulullah SAW di Thaif ini selama 10 hari. Meskipun terbilang singkat, namun cobaan yang dialami Rasulullah sangatlah berat.

Mengutip dari buku Saat-saat Rasulullah Bersedih oleh Majdi Muhammad Asy-Syahawi, dikisahkan mengenai dakwah Nabi Muhammad di Thaif. Kisah ini diriwayatkan dari Muhammad bin Jubair bin Muth’im.


Ketika di Thaif, Rasulullah SAW ditemani oleh Zaid bin Haritsah RA. Mereka mendatangi para pemuka dan menyampaikan dakwahnya. Sayangnya, tak seorang pun dari mereka yang mau menerima dakwah beliau. Rasulullah SAW bahkan mendapatkan perlakuan buruk dari masyarakat Thaif.

Kisah Addas yang Menjadi Mualaf

Mengutip buku Sejarah Lengkap Rasulullah Jilid 1 oleh Prof. Dr. Ali Muhammad Ash-Shallabi dikisahkan bahwa ada lelaki Thaif yang merasa tersentuh setelah menerima dakwah Rasulullah SAW.

Kisah ini juga dibagikan oleh Al Khalidi dalam Ar Rasul Al Mubaligh.

Ketika di Thaif, Rasulullah mengalami intimidasi dari kalangan kaum Thaif, sehingga beliau keluar dari negeri mereka. Rasulullah SAW terdesak hingga ke kebun milik Utbah bin Rabi’ah dan Syaibah bin Rabi’ah, dan keduanya sedang berada di kebun tersebut.

Maka tatkala keduanya melihat Rasulullah SAW, keduanya merasa iba, dan memanggil budaknya yang beragama Nasrani bernama Addas.

Keduanya berkata, “ambillah setangkai anggur, letakkan di piring ini, kemudian pergilah menemui lelaki itu, lalu katakan kepadanya untuk memakannya.” Maka Addas pun melakukan perintah majikannya, sampai dia meletakkan piring tersebut di hadapan Rasulullah, kemudian dia berkata, “Makanlah.”

Tatkala Rasulullah menaruh tangannya di atas piring itu, beliau mengucapkan “Bismillah.” Kemudian beliau pun makan satu per satu buah anggur.

Addas memandangi Rasulullah karena ia terkejut melihat cara makan beliau. Addas kemudian berkata, “Demi Allah, ucapan ini tidak pernah dikatakan oleh penduduk negeri ini.”

Rasulullah SAW bertanya, “Dari negeri apakah engkau wahai Addas? Dan apa agamamu?”

Dia menjawab, “Aku seorang Nasrani dan aku adalah seorang yang berasal dari negeri Ninawa.”

Rasul bertanya lagi, “Apakah dari desa seorang lelaki shaleh yang bernama Yunus bin Mata?”

Addas menjawab, “Apa yang engkau ketahui tentang Yunus bin Mata?”

Beliau bersabda, “Dia adalah saudaraku, dia seorang Nabi dan aku pun seorang Nabi.”

Lalu Addas langsung memeluk Rasulullah, mencium tangan dan kaki beliau.

Ternyata Addas mendapatkan hidayah setelah menyaksikan Rasulullah SAW makan dengan menyebut Bismillah.

(dvs/erd)



Sumber : www.detik.com

Kisah Pengusiran Iblis dari Surga yang Awalnya Taat Beribadah



Jakarta

Iblis merupakan salah satu makhluk ghaib yang disebutkan dalam Al-Qur’an. Iblis identik dengan setan dan kerap dikaitkan sebagai sosok pengganggu manusia.

Menurut buku Mengungkap Rahasia Iblis susunan Muhammad Abdul Mughawiri, kata iblis merujuk pada jin bernama Azazil. Makna dari iblis bahkan tercantum dalam surat Al Kahfi ayat 50,

وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَٰٓئِكَةِ ٱسْجُدُوا۟ لِءَادَمَ فَسَجَدُوٓا۟ إِلَّآ إِبْلِيسَ كَانَ مِنَ ٱلْجِنِّ فَفَسَقَ عَنْ أَمْرِ رَبِّهِ


Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, ‘Sujudlah kamu kepada Adam, maka sujudlah mereka kecuali iblis. Dia adalah dari golongan jin, maka ia mendurhakai perintah Tuhannya,”

Ketika Nabi Adam AS diciptakan sebagai manusia pertama, Allah SWT memerintahkan para makhluk untuk sujud. Makhluk yang dimaksud itu disebut sebagai al-malaa’ikah (para malaikat). Namun iblis menolak, sebutan iblis ini muncul dalam surat Al Baqarah ayat 34 yang berbunyi,

وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَٰٓئِكَةِ ٱسْجُدُوا۟ لِءَادَمَ فَسَجَدُوٓا۟ إِلَّآ إِبْلِيسَ أَبَىٰ وَٱسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ ٱلْكَٰفِرِينَ

Arab latin: Wa iż qulnā lil-malā`ikatisjudụ li`ādama fa sajadū illā iblīs, abā wastakbara wa kāna minal-kāfirīn

Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: “Sujudlah kamu kepada Adam,” maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir,”

Dalam kitab Tafsir al- Munir karya Imam an-Nawawi al-Bantani serta dinukilkan dari Hasyiyat as-Shawi atas Tafsir al-Jalalain, dalam sejumlah riwayat dikatakan, konon iblis adalah penjaga surga dalam kurun waktu 40 ribu tahun. Ia pernah hidup bersama dengan malaikat selama 80 ribu tahun dan tawaf mengelilingi Arsy bersama para malaikat selama 14 ribu tahun.

Iblis tidak merasa lelah atau mengeluh dalam menjalankan perintah Allah SWT. Iblis menjalankan dengan ikhlas, tidak ada niat apa pun kecuali karena Allah semata. Pada masa itu, malaikat dan lainnya memberi gelar al-‘Aziz (makhluk Allah yang termulia) kepada iblis, ada juga yang memberi gelar ‘Azazil (panglima besar malaikat).

Dijelaskan dalam Tafsir Qashashi Jilid 1 susunan Syofyan Hadi, sebutan tersebut lantas berubah akibat pembangkangan yang ia lakukan. Secara harfiah, iblis artinya keluar dari rahmat Allah SWT.

Hal tersebut tercantum dalam surat Al A’raf ayat 12,

قَالَ مَا مَنَعَكَ أَلَّا تَسْجُدَ إِذْ أَمَرْتُكَ ۖ قَالَ أَنَا۠ خَيْرٌ مِّنْهُ خَلَقْتَنِى مِن نَّارٍ وَخَلَقْتَهُۥ مِن طِينٍ

Artinya: “Allah berfirman: ‘Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?’ Iblis menjawab: ‘Saya lebih baik daripadanya. Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah,”

Keangkuhan iblis itu menyebabkan dia diusir dari surga oleh Allah SWT sebagai makhluk yang hina. Sikap angkuh dan pembangkangan tidak patut berada di dalam surga.

Penyebutan madz’uman madhuran (terhina lagi terusir) menunjukkan terhinanya iblis dalam bentuk yang berlipat ganda seakan Allah SWT hendak mengatakan bahwa kehinaan iblis karena keangkuhan dan pembangkangannya tidak cukup satu penghinaan saja.

Allah SWT berfirman dalam surat Al A’raf ayat 18,

قَالَ اخْرُجْ مِنْهَا مَذْءُوْمًا مَّدْحُوْرًا ۗ لَمَنْ تَبِعَكَ مِنْهُمْ لَاَمْلَـَٔنَّ جَهَنَّمَ مِنْكُمْ اَجْمَعِيْنَ

Artinya: “Dia (Allah) berfirman, “Keluarlah kamu darinya (surga) dalam keadaan terhina dan terusir! Sungguh, siapa pun di antara mereka yang mengikutimu pasti akan Aku isi (neraka) Jahanam dengan kamu semua,”

Lebih lanjut dijelaskan, pengusiran iblis dari surga itu menyebabkan ia dendam terhadap manusia. Iblis meminta kepada Allah SWT untuk memastikan bahwa manusia benar-benar menjadi insan yang sesat dan penghuni neraka, Allah SWT lalu memberi tenggang waktu kepada iblis untuk menyesatkan manusia dengan memanjangkan usianya. Namun, Allah SWT tidak memenuhi permohonan iblis secara sempurna.

Kala itu, iblis meminta agar tidak dimatikan sampai hari berbangkit, tetapi Allah SWT hanya memberi waktu hidup bagi mereka hingga kiamat datang. Dengan demikian, ketika kiamat berlangsung iblis juga mengalami kematian sebagaimana berlaku pada seluruh makhluk ciptaan Allah SWT.

Pada surat Al Hijr ayat 36-38, Allah SWT berfirman,

قَالَ رَبِّ فَأَنْظِرْنِي إِلَىٰ يَوْمِ يُبْعَثُونَ . قَالَ فَإِنَّكَ مِنَ الْمُنْظَرِينَ . إِلَىٰ يَوْمِ الْوَقْتِ الْمَعْلُومِ

Artinya: “(Iblis) berkata, “Wahai Tuhanku, tangguhkanlah (usia)-ku sampai hari mereka (manusia) dibangkitkan.” (Allah) berfirman, “Sesungguhnya kamu termasuk golongan yang ditangguhkan sampai hari yang telah ditentukan waktunya (kiamat),”

Dalam Qashash Al-Anbiyaa susunan Ibnu Katsir dijelaskan, Al-Qur’an menyebut iblis membisikkan kata-kata jahat yang menjerumuskan Nabi Adam AS. Hal ini tercantum dalam surat Thaha ayat 120,

فَوَسْوَسَ إِلَيْهِ ٱلشَّيْطَٰنُ قَالَ يَٰٓـَٔادَمُ هَلْ أَدُلُّكَ عَلَىٰ شَجَرَةِ ٱلْخُلْدِ وَمُلْكٍ لَّا يَبْلَىٰ

Artinya: “Kemudian setan membisikkan pikiran jahat kepadanya, dengan berkata: “Hai Adam, maukah saya tunjukkan kepada kamu pohon khuldi dan kerajaan yang tidak akan binasa?”

Lebih lanjut diterangkan, walau iblis mendapatkan kesempatan menggoda anak manusia hingga hari kiamat, Allah SWT memberikan penawarnya, yaitu dengan menjaga konsistensi bertobat nasuha, seperti penegasan dalam surat Al Baqarah ayat 160.

إِلَّا ٱلَّذِينَ تَابُوا۟ وَأَصْلَحُوا۟ وَبَيَّنُوا۟ فَأُو۟لَٰٓئِكَ أَتُوبُ عَلَيْهِمْ ۚ وَأَنَا ٱلتَّوَّابُ ٱلرَّحِيمُ

Artinya: “Kecuali mereka yang telah tobat dan mengadakan perbaikan dan menerangkan (kebenaran), maka terhadap mereka itulah Aku menerima taubatnya dan Akulah Yang Maha Menerima tobat lagi Maha Penyayang.”

Wallahu a’lam.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Taubatnya Wahsyi, Pembunuh Paman Rasulullah SAW



Jakarta

Kematian paman Rasulullah SAW yang bernama Hamzah bin Abdul Muthalib membuat sang nabi sangat terpukul. Bahkan dalam sebuah riwayat dikatakan Nabi Muhammad menangis ketika melihat jasad Hamzah.

Dikisahkan dalam Sirah Nabawiyah for Kids karya Abdul Mun’im al-Hasyimi, Hamzah wafat saat Perang Uhud. Kala itu, seorang penduduk Habsyah bernama Wahsyi bin Harb membunuh Hamzah dengan melemparkan belati hingga mengenai dada beliau.

Lemparan Wahsyi jarang meleset. Ketika Hamzah menghabisi musuh-musuhnya, Wahsi bersembunyi di balik pohon dan saat paman Rasulullah itu muncul, dilemparlah belati ke arahnya.


Belati itu lantas mengenai bagian bawah perut Hamzah hingga menembus ke bawah. Seketika Hamzah tersungkur tak berdaya.

Setelahnya, Wahsyi kembali untuk mengambil senjatanya dan bergabung dengan pasukan perang lainnya. Sementara jasad Hamzah dikoyak dadanya dan dicabik-cabik oleh Hindun binti Utbah. Bahkan bagian hati Hamzah dikunyah mentah olehnya.

Mengutip dari buku Mengungkap Rahasia Online dengan Allah susunan Irja Nasrullah, Wahsyi dikenal sebagai budak yang bergumul dengan perbuatan syirik hingga berzina. Kala itu, Hindun binti Utbah menjanjikan harta dan kemerdekaan dalam sayembara yang ia adakan bagi siapapun yang berhasil membunuh Hamzah.

Hindun menyimpan dendam yang membara pada Hamzah karena telah membunuh ayah dan sanak saudaranya pada Perang Badar. Wahsyi mengikuti sayembara tersebut dan ia terbukti mampu membunuh paman dari sang rasul. Setelah Wahsyi menerima hadiah dari Hindun, ia merasa sangat senang.

Namun kesenangan itu tak berlangsung lama. Berkat hidayah Allah SWT, Wahsyi lantas datang kepada Rasulullah SAW untuk bertobat atas apa yang pernah ia perbuat.

Sebagai seorang utusan Allah, Nabi Muhammad menerima Wahsyi dengan tangan terbuka. Dalam buku Markas Cahaya oleh Salman Al-Jugjawy, dari Ibnu Abbas RA beliau menceritakan Wahsyi berkata,

“Wahai Muhammad, bagaimana engkau akan mengajakku masuk Islam sedangkan engkau sendiri pernah berkata bahwa seorang pembunuh, musyrik dan pezina telah terjatuh ke dalam dosa dan akan menerima azab yang berlipat ganda serta kekal di neraka dalam keadaan hina. Sedangkan semua itu telah aku lakukan. Apakah menurutmu ada sedikit keringanan bagiku atas dosa-dosaku itu?”

Sebagai jawaban atas pertanyaan Wahsyi, turunlah surat Al Furqan ayat 70 yang berbunyi,

إِلَّا مَن تَابَ وَءَامَنَ وَعَمِلَ عَمَلًا صَٰلِحًا فَأُو۟لَٰٓئِكَ يُبَدِّلُ ٱللَّهُ سَيِّـَٔاتِهِمْ حَسَنَٰتٍ ۗ وَكَانَ ٱللَّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا

Artinya: “Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah maha Pengampun lagi Maha Penyayang,”

Mendengar firman Allah itu, Wahsyi kembali bertanya kepada Rasulullah SAW,

“Wahai Muhammad, persyaratan ini (taubat, beriman, dan beramal saleh) amat berat, tidak mungkin aku dapat memenuhinya,”

Keberatan Wahsyi ini kemudian menjadi sebab turunnya ayat lain, yaitu surat Az Zumar ayat 53,

قُلْ يَٰعِبَادِىَ ٱلَّذِينَ أَسْرَفُوا۟ عَلَىٰٓ أَنفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا۟ مِن رَّحْمَةِ ٱللَّهِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يَغْفِرُ ٱلذُّنُوبَ جَمِيعًا ۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلْغَفُورُ ٱلرَّحِيمُ

Artinya: “Katakanlah (Nabi Muhammad), “Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas (dengan menzalimi) dirinya sendiri, janganlah berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang,”

Setelah ayat itu turun, Wahsyi kemudian menjawab ia sanggup dan kemudian masuk Islam. Ia sungguh menyesali dosa-dosa yang ia perbuat sebelum memeluk Islam.

Pada masa-masa berikutnya, Wahsyi justru menjadi salah seorang tokoh yang berperan penting dalam kehidupan Islam. Ia berhasil membunuh Musailamah Al Kadzab, seorang nabi palsu yang kerap memusuhi Nabi Muhammad SAW.

(aeb/nwk)



Sumber : www.detik.com

Ibadah Haji Nabi Adam yang Ikuti Cara Tawaf Para Malaikat



Jakarta

Ibadah haji sudah dilakukan sejak zaman Nabi Adam AS. Menurut sejumlah pendapat, Nabi Adam AS mengikuti tata cara tawaf para malaikat.

Kisah haji Nabi Adam AS ini diterangkan dalam Tarikh Ka’bah yang disusun oleh Ali Husni al-Kharbuthli. Ada banyak versi mengenai kisahnya, terutama awal mula pembangunan Ka’bah dan pelaksanaan tawaf.

Para sejarawan ada yang berpendapat bahwa yang pertama kali membangun Ka’bah adalah malaikat. Dikatakan, pada saat Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka berkata, “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau?” (QS Al Baqarah: 30)


Dikatakan, Allah SWT murka pada para malaikat dan Dia berpaling. Akhirnya, para malaikat lari menuju ‘Arsy. Mereka menengadah sambil memohon ampun karena takut akan murka Allah SWT.

Lalu, para malaikat tawaf mengelilingi ‘Arsy sebanyak tujuh kali–seperti tawaf jemaah haji di Ka’bah saat ini. Sambil bertawaf, mereka menyeru, “Ya Allah kami datang menyambut panggilan-Mu, kami datang memohon ampunan-Mu, kami memohon ampunan dan bertobat kepada-Mu.”

Melihat itu, kemudian Allah SWT menurunkan rahmat-Nya dan membuat sebuah rumah di bawah ‘Arsy yaitu al-baitul ma’mur. Kemudian Allah SWT berfirman, “Tawaflah kamu mengelilingi rumah ini dan tinggalkanlah ‘Arsy.”

Akhirnya, mereka tawaf di al-baitul ma’mur dan itu dirasa lebih mudah oleh mereka daripada tawaf mengelilingi ‘Arsy.

Selanjutnya, menurut sejarawan sebagaimana diceritakan Ali Husni al-Kharbuthli, Allah SWT memerintahkan para malaikat yang ada di bumi untuk membangun sebuah bangunan yang serupa dengan al-baitul ma’mur.

Kemudian, Allah SWT memerintahkan para malaikat di bumi agar tawaf mengelilingi bangunan tersebut sebagaimana tawafnya para malaikat di langit mengelilingi al-baitul ma’mur.

Menurut versi ini, ketika Nabi Adam AS melaksanakan ibadah haji di Ka’bah, para malaikat berkata, “Semoga hajimu mabrur wahai Adam. Kami telah melakukannya 2000 tahun sebelum engkau diciptakan.”

Imam al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin turut menukil sebuah riwayat yang berisi doa malaikat untuk haji Nabi Adam AS tersebut. Hal itu diriwayatkan oleh Imam al-Mufadhdhal al-Ja’di. Dari jalur yang sama juga diriwayatkan oleh Ibnul Jauzi dalam al-‘Ilal dari hadits Ibnu Abbas RA lalu dikatakan tidak shahih. Adapun, Imam al-Azruqi dalam Tarikh Makkah meriwayatkannya secara mauquf pada Ibnu Abbas RA.

Ibnu Fadhlilah al-Umari dalam bukunya Masalik al-Abshar mengutip riwayat dari Abdullah bin Amru bin al-‘Ash yang menyatakan bahwa Allah SWT menciptakan Ka’bah 2000 tahun sebelum bumi diciptakan. Al-Umari menyandarkan riwayat ini pada Mujahid, Qatadah, dan as-Sudi.

Al-Umari juga meriwayatkan dari Qatadah tentang kisah haji Nabi Adam AS. Dikatakan, Ka’bah turun dari langit bersama Nabi Adam AS. Kemudian, Allah SWT berfirman, “Ketika rumah-Ku turun bersamamu, maka bertawaflah mengelilinginya, sebagaimana para malaikat mengelilingi ‘Arsy-Ku.”

Maka, Nabi Adam AS pun bertawaf mengelilinginya, demikian juga orang mukmin yang hidup setelahnya. Hingga saat terjadi banjir di masa Nabi Nuh AS, Allah SWT mengangkat Ka’bah kembali ke langit agar tidak dicemari dosa penduduk bumi.

Saat itu, Ka’bah dimuliakan di langit. Nabi Ibrahim AS kemudian menelusuri jejaknya dan membangun Ka’bah yang baru, tapi dengan fondasi dari Ka’bah yang lama. Demikian menurut riwayat yang berasal dari Qatadah sebagaimana dinukil al-Umari.

Ada pendapat yang menyebut bahwa Nabi Adam AS melakukan ibadah haji sebanyak 40 kali dari India dengan berjalan kaki. Pendapat ini termuat dalam Kitab I’anat al Tholibin yang dinukil Imaduddin Utsman al-Bantanie dalam Buku Induk Fikih Islam Nusantara.

Wallahu a’lam.

(kri/lus)



Sumber : www.detik.com

Saat Pasukan Bergajah Serbu Ka’bah pada Bulan Muharram



Jakarta

Kurang dari dua bulan menjelang kelahiran Nabi Muhammad SAW, puluhan ribu personel dengan belasan pasukan bergajah menyerbu Ka’bah di Makkah. Mereka berniat untuk menghancurkan rumah Allah.

Pasukan bergajah ini berada di bawah pimpinan Abrahah bin Shabah, Gubernur Jenderal Najasyi Habasyah di Yaman. Diceritakan dalam Sirah Nabawiyah karya Shafiyurrahman Al-Mubarakfuri, Abrahah melihat orang-orang Arab tengah menunaikan ibadah haji ke Ka’bah. Dia lantas membangun sebuah gereja besar di Sana’a dan bermaksud memindahkan haji orang Arab ke sana.

Rencana tersebut sampai ke telinga kabilah Kinanah. Sehingga, ketika malam tiba, mereka melumuri gereja yang dibangun Abrahah tersebut dengan kotoran.


Mengetahui hal tersebut, Abrahah lantas murka. Dia mengerahkan pasukan besar-besaran–yang disebut mencapai 60 ribu personel–untuk merobohkan Ka’bah. Abrahah memilih gajah yang paling besar sebagai kendaraannya dan di dalam pasukan itu ada sembilan atau 13 ekor gajah.

Setibanya di daerah Mughammas, Abrahah menyiagakan pasukannya memasuki Ka’bah. Begitu tiba di wadi Mahsar, daerah antara Muzdalifah dan Mina, gajahnya tiba-tiba berlutut dan enggan memasuki Makkah.

Anehnya, tiap kali mereka mengarahkan gajah ke selatan, utara, dan timur, hewan itu mau bangkit dan berjalan. Namun, ketika diarahkan menuju Ka’bah, gajah itu kembali berlutut.

Pada saat itulah Allah SWT mengirimkan utusan-Nya berupa burung ababil untuk membinasakan pasukan bergajah. Burung ababil disebut menghujani pasukan bergajah itu dengan batu dari neraka.

Burung-burung itu nampak datang berbondong-bondong seperti burung walet yang beterbangan. Setiap burung membawa tiga butir batu, satu diletakkan di paruhnya dan dua lainnya dicengkeram dengan kedua kakinya.

Siapa pun yang terkena lemparan batu yang dibawa burung ababil tersebut akan tewas dan hancur seketika. Pasukan lantas berlarian tunggang-langgang, namun tetap saja tak bisa selamat. Dikatakan, Abrahah sendiri jari-jemarinya sampai terlepas satu per satu. Setibanya di Sana’a tubuhnya hancur dan akhirnya tewas.

Pasukan bergajah yang dihujani batu oleh burung ababil tersebut diceritakan dalam Al-Qur’an. Allah SWT berfirman,

اَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِاَصْحٰبِ الْفِيْلِۗ ١ اَلَمْ يَجْعَلْ كَيْدَهُمْ فِيْ تَضْلِيْلٍۙ ٢ وَّاَرْسَلَ عَلَيْهِمْ طَيْرًا اَبَابِيْلَۙ ٣ تَرْمِيْهِمْ بِحِجَارَةٍ مِّنْ سِجِّيْلٍۙ ٤ فَجَعَلَهُمْ كَعَصْفٍ مَّأْكُوْلٍ ࣖ ٥

Artinya: “Tidakkah engkau (Nabi Muhammad) memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap pasukan bergajah? Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka itu sia-sia? Dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong. Dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong, yang melempari mereka dengan batu dari tanah liat yang dibakar, sehingga Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat).” (QS Al Fil: 1-5)

Orang-orang Quraisy yang tadinya berlarian dan bersembunyi ke gunung tatkala melihat kedatangan pasukan bergajah yang dipimpin oleh Abrahah, akhirnya kembali ke rumah masing-masing usai melihat pasukan musuh hancur.

Peristiwa ini terjadi pada bulan Muharram. Ada yang berpendapat 50 hari sebelum kelahiran Nabi Muhammad SAW. Namun, mayoritas berpendapat peristiwa itu terjadi 55 hari sebelum kelahiran nabi SAW. Waktunya sekitar akhir Februari atau awal Maret tahun 571 M.

(kri/nwk)



Sumber : www.detik.com

Kisah Abu Nawas yang Ingin Menjual Matahari



Jakarta

Sosok Abu Nawas sudah tidak asing lagi. Penyair Arab klasik yang terkenal itu cukup populer karena pribadinya yang jenaka dan kisah-kisah lucu mengenai hidupnya.

Pria bernama asli Abu Ali al-Hasan bin Hani’ al-Hakimi itu akrab disapa Abu Nawas karena rambutnya yang ikal dan panjang sebahu, seperti dituliskan dalam buku Abu Nawas Sufi dan Penyair Ulung yang Jenaka karya Muhammad Ali Fakih. Adapun, terkait tahun kelahiran Abu Nawas masih menjadi perdebatan, banyak perbedaan pendapat mengenai hal tersebut.

Abu Nawas hidup pada masa Khalifah Harun Al-Rasyid, seorang raja pada masa dinasti Abbasiyah. Ia bahkan dikenal dekat dengan sang raja dan kerap membuatnya tertawa dengan tingkah lucunya.


Dikisahkan dalam buku Kisah Lucu Kecerdasan Abu Nawas susunan Sukma Hadi Wiyanto, kala itu sejumlah penduduk Baghdad berkumpul di depan istana Khalifah Harun Al-Rasyid. Sebagian berteriak dan meminta agar Abu Nawas ditangkap.

Para penduduk protes karena baliho raksasa milik Abu Nawas yang dipasang di depan rumahnya yang berbunyi, “Dijual Cepat: Matahari Baghdad, Siapa Cepat Dapat Bonus Anak Unta”

Penduduk lainnya merasa panik dan kasak-kusuk di depan istana. Mereka takut sekaligus bingung, jika Matahari Baghdad dijual maka bagaimana mereka bisa hidup?

“Abu Nawas kamu serius mau menjual Matahari?” tanya Khalifah Harun Al-Rasyid sambil mengamati massa yang membludak di depan istananya.

“Benar baginda, supaya kita bisa ikut cara mereka menggunakan otak,” jawab Abu Nawas.

“Maksudnya?” Khalifah kembali bertanya.

“Begini baginda, apakah baginda senang infrastruktur di Baghdad terbangun hebat di zaman baginda? Baginda bangga bisa menjadi teladan buat rakyat bahwa selama menjabat jadi khalifah baginda tidak korupsi? Baginda senang tidak mempertontonkan keserakahan dengan menguasai ratusan ribu hektar padang pasir, padahal baginda bisa melakukannya dengan kekuasaan yang sekarang baginda genggam?” beber Abu Nawas.

Khalifah Harun Al-Rasyid yang bingung lantas meminta Abu Nawas untuk menjelaskan maksud dari ucapannya.

“Abu Nawas, coba ke inti masalah!”

“Jika baginda turun dan tanya massa yang sekarang berdemonstrasi itu, ketahuilah bahwa mereka akan menjawab buat apa bangun infrastruktur, infrastruktur tidak bisa dimakan! Jadi, jalan-jalan mulus yang baginda bangun selama ini, puluhan bendungan yang baginda banggakan, lapangan terbang, rel kereta api di Korramabad, pasar-pasar di Kirkuk, itu semua percuma, tak bisa dimakan!” kata Abu Nawas menjelaskan.

Khalifah Harun Al-Rasyid terdiam.

“Baginda bangga tidak korupsi? Anak baginda jual pisang goreng? Itu malah membuat mereka marah dan cemburu. Buat mereka baginda mestinya korupsi agar mereka tak repot-repot lagi bikin isu tak masuk akal, misalnya baginda keturunan Mongolia, baginda memusuhi ulama, baginda membiarkan partai Ba’ts yang sudah dilarang tumbuh lagi, wah pokoknya banyak baginda,”

“Lalu apa hubungannya dengan menjual Matahari?” tanya Khalifah Harun Al-Rasyid.

Abu Nawas kemudian menjelaskan apa yang dianggap Khalifah Harun sebagai prestasi nasional justru dianggap pemborosan dan membebani negara karena mereka terbiasa melihat prestasi yang ada di ruang gelap. Di ruang gelap, gadis cantik tak terlihat, sebatang emas bisa dianggap besi.

“Tapi kalau pun mata mereka tak melihat di ruang gelap, bukankah telinga mereka mendengar, hati mereka terbuka? Bagaimana mungkin mereka menuduhku memusuhi ulama padahal wakilku sekarang adalah ulama besar? Jika pun mereka tak suka aku, bukankah kepada mereka sekarang aku sodorkan ulama yang dulu mereka klaim mereka bela? Mengapa sekarang mereka tinggalkan?”

Abu Nawas kemudian berkata, “Baginda, itulah enaknya melihat dunia di ruang gelap sambil terbalik. Kita bisa menikmati apa yang mereka nikmati selama ini. Baginda tidak capek berpikir rasional?”

Khalifah Harun Al-Rasyid kembali terdiam, Abu Nawas lanjut menjelaskan.

“Percayalah baginda, hanya dengan melihat segala sesuatu di kegelapan, baginda akan paham mengapa selama ini mereka melihat infrastruktur megah, pemerataan pembangunan di daerah tertinggal, semuanya sama sekali tidak berguna karena tak bisa dimakan. Mohon jangan katakan, ‘infrastruktur memang tak bisa dimakan, tapi dengan infrastruktur kita semakin mudah cari makan,’ itu cara berpikir rasional dan normal, paduka,”

Massa di depan istana semakin membludak. Khalifah Harun Al-Rasyid masih diam, ia lantas memberi isyarat membenarkan ucapan Abu Nawas.

“Jadi, boleh saya menjual Matahari?”

Kisah ini menunjukkan Abu Nawas sebagai pribadi yang cerdas dan peduli. Mimpi tak akan nyata karena keajaiban, butuh keringat, kebulatan tekad dan kerja keras untuk mewujudkannya.

(aeb/rah)



Sumber : www.detik.com

Kemenangan Kaum Muslimin dalam Perang Khaibar Bulan Muharram


Jakarta

Bulan Muharram menyimpan sejumlah peristiwa besar. Pada 7 H silam, Rasulullah SAW dan kaum muslimin menghadapi Perang Khaibar.

Diceritakan dalam Sirah Nabawiyah karya Ibnu Hisyam, Rasulullah SAW menuju Khaibar setelah sebelumnya menetap di Madinah sejak bulan Dzulhijjah dan beberapa hari bulan Muharram. Sebelum ini, Rasulullah SAW berada di Hudaibiyah.

Rasulullah SAW berangkat dari Madinah menuju Khaibar lewat jalur ‘Ishr dan membangun sebuah masjid di sana. Setelah itu, beliau melewati Shahba’ dan terus berjalan bersama kaum muslimin lainnya menuruni sebuah lembah Raji’.


Dalam perjalanannya ke Khaibar, Rasulullah SAW meminta Amir bin Akra’ untuk mengumandangkan syair, sebagaimana diceritakan Ibnu Ishaq dari Muhammad bin Ibrahim bin Harits at-Taimi. Amir pun turun dari untanya lalu mendendangkan syair rajaz untuk Rasulullah SAW.

Secara berangsur-angsur Rasulullah SAW mendekati kebun-kebun penduduk Khaibar dan merebutnya satu demi satu. Beliau juga menaklukkan benteng demi benteng. Na’im menjadi benteng pertama yang berhasil beliau taklukkan. Selanjutnya, beliau menaklukkan Qamush, benteng milik bani Abil Huqaiq.

Saat berada di Khaibar, Rasulullah SAW mengutus Muhayyishah bin Mas’ud untuk menemui orang-orang Yahudi Fadak agar memeluk Islam, seperti diceritakan dalam Ar-Rahiq Al-Makhtum: Sirah Nabawiyah karya Shafiyurrahman al-Mubarakfuri. Namun, mereka terus menunda jawaban dan belakangan memunculkan rasa gentar dalam hati mereka.

Orang Yahudi Fadak pun mengirimkan utusannya kepada Rasulullah SAW untuk menawarkan jalan damai dengan kompensasi separuh hasil Fadak. Rasulullah SAW pun menerima tawaran ini.

Larangan dalam Perang Khaibar

Saat Perang Khaibar, kaum muslimin memakan daging keledai jinak milik penduduk Khaibar. Melihat hal itu, Rasulullah SAW berdiri dan mengumumkan beberapa larangan dalam Perang Khaibar, termasuk memakan keledai jinak.

Menurut Ibnu Ishaq yang mendapatkan cerita dari Abdullah bin Amru bin Dhamrah al-Fazari dari Abdullah bin Abi Salith, dari ayahnya yang mengatakan, “Kami menerima keterangan bahwa Rasulullah melarang makan daging keledai jinak ketika tungku-tungku sedang mendidih dengan daging-daging itu. Akhirnya kami tidak memakannya.” (HR Amad)

Ibnu Ishaq juga menyebutkan larangan lainnya sebagaimana hadits yang dikeluarkan oleh Imam Muslim. Dikatakan bahwa Rasulullah SAW melarang kaum muslim melakukan empat hal, yakni menggauli tawanan perempuan yang sedang hamil, memakan keledai jinak, memakan binatang buas yang bertaring, dan menjual harta rampasan perang sampai dibagikan.

Korban Perang Khaibar

Perang Khaibar menelan sejumlah korban dari kaum muslimin. Namun, para ahli sejarah berbeda pendapat mengenai jumlah pastinya.

Ada yang berpendapat, pasukan muslimin yang mati syahid dalam Perang Khaibar berjumlah 16 orang dengan rincian 4 orang dari Quraisy, 1 orang dari Asyja, 1 orang dari Aslam, 1 orang dari Khaibar, dan sisanya dari Anshar.

Pendapat lain menyebut, muslimin yang mati syahid dalam Perang Khaibar berjumlah 81 orang, sedangkan Al-Manshurfuri menyebutnya ada 91 orang. Sementara itu, dari kubu Yahudi berjumlah 93 orang.

Kemenangan kaum muslimin dalam Perang Khaibar membawa pengaruh besar bagi kabilah-kabilah Arab yang belum masuk Islam, sebagaimana dikatakan dalam As-Sirah an-Nabawiyah karya Abul Hasan Ali al-Hasani ad-Nadwi. Sebab, mereka tahu persis kekuatan perang Yahudi di Khaibar dan kenikmatan yang mereka nikmati. Panglima-panglima berpengalaman dan pemberani seperti Marhab dan Harits turut andil di sana.

(kri/nwk)



Sumber : www.detik.com