Category Archives: Kisah

Kisah Nabi Muhammad dan Anggur Asam dari Lelaki Miskin



Jakarta

Kisah Nabi Muhammad SAW merupakan sumber inspirasi dan pembelajaran bagi umat Islam. Salah satu kisah menarik dari kehidupan Nabi Muhammad SAW adalah kisahnya dengan anggur asam yang diberikan oleh seorang lelaki miskin.

Anggur merupakan buah yang istimewa. Buah dengan rasa manis ini memiliki banyak manfaat bagi kesehatan. Buah anggur disebutkan sebanyak 14 kali dalam Al-Qur’an dan terdapat kisah Nabi Muhammad SAW bersama buah anggur.

Ayat Al-Qur’an tentang Anggur

Allah SWT telah berfirman dalam beberapa ayat Al Qur’an tentang buah anggur.


Surah An Nahl ayat 11,

يُنْۢبِتُ لَكُمْ بِهِ الزَّرْعَ وَالزَّيْتُوْنَ وَالنَّخِيْلَ وَالْاَعْنَابَ وَمِنْ كُلِّ الثَّمَرٰتِۗ اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيَةً لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ ١١

Artinya: “Dengan (air hujan) itu Dia menumbuhkan untukmu tumbuh-tumbuhan, zaitun, kurma, anggur, dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berpikir.”

Surah Al Isra ayat 91,

اَوْ تَكُوْنَ لَكَ جَنَّةٌ مِّنْ نَّخِيْلٍ وَّعِنَبٍ فَتُفَجِّرَ الْاَنْهٰرَ خِلٰلَهَا تَفْجِيْرًاۙ ٩١

Artinya: “atau engkau mempunyai sebuah kebun kurma dan anggur, lalu engkau alirkan di celah-celahnya sungai yang deras alirannya,”

Surah Ar Ra’d ayat 4,

وَفِى الْاَرْضِ قِطَعٌ مُّتَجٰوِرٰتٌ وَّجَنّٰتٌ مِّنْ اَعْنَابٍ وَّزَرْعٌ وَّنَخِيْلٌ صِنْوَانٌ وَّغَيْرُ صِنْوَانٍ يُّسْقٰى بِمَاۤءٍ وَّاحِدٍۙ وَّنُفَضِّلُ بَعْضَهَا عَلٰى بَعْضٍ فِى الْاُكُلِۗ اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّعْقِلُوْنَ ٤

Artinya: “Di bumi terdapat bagian-bagian yang berdampingan, kebun-kebun anggur, tanaman-tanaman, dan pohon kurma yang bercabang dan yang tidak bercabang. (Semua) disirami dengan air yang sama, tetapi Kami melebihkan tanaman yang satu atas yang lainnya dalam hal rasanya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar (terdapat) tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang mengerti.”

Kisah Nabi Muhammad dan Anggur Asam dari Lelaki Miskin

Dikutip dari buku Rumah Cinta Rasul karya Dewi Ambarsari, Nabi Muhammad SAW memiliki kisah dengan anggur asam.

Pada suatu hari, Nabi Muhammad SAW dihampiri oleh lelaki miskin yang membawa segenggam buah anggur. Buah anggur tersebut ditujukan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai hadiah.

Lelaki miskin itu berkata, “Wahai Rasulullah, terimalah buah anggur ini sebagai hadiah kecil dariku.” Ia sangat senang dan bersemangat ketika memberikan buah anggur itu kepada Nabi Muhammad SAW.

Nabi Muhammad SAW pun menerima buah anggur pemberian lelaki miskin itu dan mengambil satu butir untuk dimakannya.

Saat itu, Nabi Muhammad SAW sedang bersama para sahabatnya. Para sahabat sangat berharap agar Nabi Muhammad SAW membagikan buah anggur itu kepada mereka.

Bukannya membagi, Nabi Muhammad SAW justru menghabiskan anggur tersebut seorang diri dan tidak menyisakan untuk sahabatnya.

Lelaki miskin tersebut sangat senang karena Nabi Muhammad SAW menghabiskan anggur pemberiannya. Kemudian ia pamit dengan hati yang gembira.

Para sahabat pun heran, hingga bertanya, “Wahai Rasulullah kenapa kau makan semua anggur itu dan tanpa sama sekali menawarkannya kepada kami?”

Nabi Muhammad SAW tersenyum dan berkata, “Aku makan semua anggur itu karena rasa buah anggur itu asam. Jika aku menawarkannya pada kalian, aku khawatir kalian tidak dapat menahan rona muka yang tidak mengenakkan. Hal itu bisa menyakiti hati lelaki tersebut. Jadi aku berpikir lebih baik aku makan semuanya demi menyenangkan sang pemberi anggur. Aku tidak ingin menyakiti hati lelaki tersebut.”

Dari kisah Nabi Muhammad dan anggur asam, terdapat beberapa pelajaran seperti untuk saling berbagi dan menghargai usaha yang telah dilakukan oleh orang yang telah memberikan sesuatu.

Manfaat Anggur

Mengutip dari sumber sebelumnya, buah anggur memiliki banyak manfaat. Jika dikonsumsi secara rutin dalam bentuk alami, buah anggur dapat memberi manfaat kesehatan. Berikut beberapa manfaat anggur:

1. Mencegah kanker karena anggur mengandung antioksidan
2. Biji anggur dapat mencegah penuaan dini
3. Menyeimbangkan kadar kolesterol, sehingga mencegah penyakit stroke
4. Menjaga kesehatan jantung
5. Mengatasi insomnia

(dvs/dvs)



Sumber : www.detik.com

Detik-detik Malaikat Izrail Mencabut Nyawa Sang Rasul



Jakarta

Meski Rasulullah SAW merupakan utusan Allah SWT, beliau tetap merasakan sakitnya sakaratul maut. Setiap makhluk yang hidup akan mengalami pencabutan nyawa.

Nabi Muhammad SAW wafat pada Senin, 12 Rabiul Awal tahun 11 Hijriah. Abu Hasan Ali al-Hasani an-Nadwi melalui Sirah Nabawiyah menjelaskan bahwa sang rasul mulai jatuh sakit pada akhir bulan Safar tahun ke-11 Hijriah.

Dikatakan oleh Aisyah RA, Rasulullah SAW jatuh sakit setelah mengunjungi pemakaman para sahabat di Baqi’ al Gharqadd. Setelah itu,belia menemui Aisyah di rumah.


Nabi Muhammad SAW kemudian memanggil istri-istrinya dan meminta izin tinggal di rumah Aisyah selama sakit. Di rumah Aisyah inilah Rasulullah wafat.

“Maut datang kepada Rasulullah ketika kepala Beliau berada di pangkuanku,” kata Aisyah.

Sebelum wafat, Rasulullah sempat pingsan sebentar, lalu tersadar. Saat sadar pandangan Nabi Muhammad mengarah ke atap rumah dan berkata, “Allahumma Ar-Rafiqal A’la (Ya Allah Dzat yang Maha Tinggi).” Setelah mengucapkan kalimat itu, Rasulullah wafat.

Mengutip dari buku Kisah-kisah Islami Inspiratif for Kids oleh A. Septiyani, kisah tersebut diketahui saat ada yang bertamu ke kediaman Rasulullah SAW namun Fatimah, putri nabi, tidak mengetahui siapa dia.

“Aku mohon maaf, tapi aku tidak bisa membiarkanmu masuk karena ayahku sedang demam,” kata Fatimah seraya menutup pintu.

Fatimah segera mendekati ayahnya, dan Rasulullah SAW bertanya, “Wahai anakku, siapa tamu itu?”

“Aku tidak tahu, Ayah. Tapi sepertinya ini pertama kalinya aku bertemu dengannya.” jawab Fatimah.

Rasulullah SAW menatap putri tercintanya dengan tatapan yang menggetarkan. Beliau berkata, “Wahai anakku, ketahuilah bahwa orang yang kamu lihat adalah yang mengakhiri kenikmatan sesaat. Dia yang memisahkan pertemuan di dunia. Dia adalah Malaikat Maut.” Mendengar itu, Fatimah tidak bisa menahan tangisnya.

Lalu, Malaikat Maut mendekati Rasulullah SAW. Karena Rasulullah SAW menanyakan keberadaan Malaikat Jibril, Malaikat Maut memanggil Malaikat Jibril untuk menemani Rasulullah SAW.

Rasulullah SAW bertanya, “Wahai Jibril, katakan padaku apa hakku di hadapan Allah Subhanahu Wa Ta’ala?”

Malaikat Jibril menjawab, “Wahai Rasulullah, pintu-pintu langit akan terbuka dan para malaikat sudah menantikanmu di sana. Semua pintu surga telah terbuka lebar menantikan kedatanganmu.”

Meskipun mendengar kabar gembira dari Malaikat Jibril, Rasulullah SAW masih terlihat cemas.

Melihat kecemasan sang rasul, Malaikat Jibril bertanya, “Mengapa engkau masih cemas seperti itu? Apakah engkau tidak bahagia mendengar kabar ini, ya Rasulullah?”

Rasulullah SAW kembali bertanya, “Beritahukanlah kepadaku, bagaimana nasib umatku kelak?”

Malaikat Jibril menjawab, “Jangan khawatirkan nasib umatmu, ya Rasulullah. Aku mendengar Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman kepadaku: ‘Aku telah mengharamkan surga bagi selain umat Muhammad, hanya umatmu yang berhak memasukinya.'”

Mendengar itu, Rasulullah SAW merasa sedikit tenang. Tak terasa, saat-saat kepergian sang rasul semakin dekat.

Malaikat Izrail terlihat menjalankan tugasnya. Dengan perlahan, ruh Nabi Muhammad SAW diambil. Tubuh beliau dibanjiri oleh keringat.

Urat-uratnya sang nabi tampak tegang. Sembari merasakan sakit yang tiada tara, Nabi Muhammad SAW berkata, “Wahai Jibril, betapa sakitnya sakaratul maut ini.”

Melihat Rasulullah SAW kesakitan, Malaikat Jibril hanya bisa memalingkan wajahnya. Ia tidak tega melihat beliau dalam penderitaan.

“Wahai Malaikat Jibril, apakah engkau merasa jijik melihatku sehingga kau memalingkan wajahmu?” tanya Rasulullah SAW.

Malaikat Jibril menjawab, “Siapakah yang akan tega melihat kekasih Allah menghadapi ajalnya?”

Dikisahkan dalam Kitab Maraqi Al-‘Ubudiyyah susunan Syekh Nawawi Al-Bantani, hingga di penghujung hidupnya, Nabi Muhammad SAW tetap memikirkan nasib umatnya. Ketika merasakan dahsyatnya sakit sakaratul maut, Rasulullah SAW masih sempat berdoa untuk keselamatan umatnya.

“Ya Allah, dahsyat sekali maut ini. Timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku. Jangan (timpakan) kepada umatku,” doa Nabi Muhammad SAW.

Tubuh beliau semakin dingin. Bibirnya bergetar seolah ingin mengucapkan sesuatu. Ali bin Abi Thalib mendekati beliau, dan Rasulullah SAW berbisik, “Jagalah salat dan peliharalah orang-orang lemah di antara kalian.”

Tangisan terdengar di sekeliling dan Fatimah menutup wajahnya dengan tangannya. Ali bin Abi Thalib mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah SAW, dan Beliau berbisik, “Ummatii, ummatii, ummatii… (Umatku, umatku, umatku…).”

Mustofa Murod melalui bukunya yang berjudul Dialog Malaikat Maut dengan Para Nabi AS yang bersandar pada hadits riwayat dari Aisyah RA menceritakan terkait perjumpaan Malaikat Maut dengan Nabi Muhammad SAW. Sebagian menyebut Rasulullah tengah bersama Ali bin Abi Thalib di ujung ajalnya, sebagian lagi mengatakan bersama dengan Aisyah RA.

Wallahu a’lam bishawab.

(aeb/erd)



Sumber : www.detik.com

Nabi Utus 2 Sahabat ke Yaman



Jakarta

Sekitar 1400-an tahun yang lalu pada bulan Rabiul Akhir, Rasulullah SAW mengutus dua sahabat ke Yaman. Mereka mendapat tugas untuk memerangi orang yang bermaksiat.

Diceritakan dalam As-Sirah An-Nabawiyah bi Riwayah Al-Bukhari karya Riyadh Hasyim Hadi, Rasulullah SAW mengutus Abu Musa dan Muadz bin Jabal ke Yaman. Rasulullah SAW mengingatkan agar mereka mempermudah dan tidak mempersulit, memberikan motivasi, dan tidak menakut-nakuti.

Menurut hadits dari jalur Yadiz bin Quthaib dari Muadz, saat Rasulullah SAW melepasnya, beliau berpesan, “Kamu aku utus ke kaum yang berhati lembut. Maka bersama orang yang taat kepadamu perangilah orang yang maksiat.”


Keduanya lantas berangkat membawa amanah dari Rasulullah SAW tersebut. Masing-masing dari mereka membuat perjanjian, jika salah seorang dari mereka berada di tempat yang berdekatan, ia akan mampir.

Muadz pun berangkat ke tempat yang dekat dengan Abu Musa. Kala itu ia mendapati Abu Musa tengah duduk dikelilingi banyak orang dan ada seseorang dengan tangan diikat duduk di samping Abu Musa.

“Siapa dia wahai Abdullah bin Qais?” tanya Mu’adz.

Abu Musa berkata, “Ia murtad setelah masuk Islam. Turunlah dari kendaraanmu sampai kamu menyaksikan dia dibunuh. Ia didatangkan ke sini dalam keadaan seperti itu untuk dihukum. Ayo turunlah.”

Muadz pun memerintahkan agar pria itu dibunuh dulu baru ia mau turun dari kendaraannya.

Menurut para ahli tentang peperangan Rasul dan para sahabat, peristiwa itu terjadi pada bulan Rabiul Akhir tahun kesembilan setelah hijrah. Ada pendapat yang menyebut, Abu Musa dan Muadz diutus sebelum haji wada.

Haji wada adalah haji terakhir Rasulullah SAW sebelum berpulang ke Rahmatullah. Haji ini kerap disebut dengan haji perpisahan.

Sementara itu, Ibnu Hajar memberikan komentar atas peristiwa tersebut bahwa kata diutusnya Abu Musa dan Muadz ke Yaman “sebelum haji wada” itu bersifat relatif. Sebab, Al Bukhari menyebut dalam hadits lain bahwa saat Muadz pulang dari Yaman, ia berjumpa dengan Nabi SAW di Makkah ketika haji wada.

Peristiwa bulan Rabiul Akhir yakni diutusnya Abu Musa dan Muadz ke Yaman ini diceritakan dalam riwayat Imam Bukhari dalam hadits nomor 4341 dan 4342.

(kri/erd)



Sumber : www.detik.com

Kisah Burung Ababil dalam Al-Qur’an yang Bawa Kerikil Neraka



Jakarta

Al-Qur’an menceritakan berbagai kisah dan peristiwa yang mengandung pelajaran yang berharga untuk seluruh umat muslim. Salah satu kisah menarik dalam Al-Qur’an adalah kisah burung ababil.

Kisah Burung Ababil dalam Al-Qur’an terdapat dalam surah Al Fiil ayat 3-5. Burung ababil adalah burung yang dikirim Allah SWT untuk menghancurkan pasukan gajah yang akan menghancurkan Ka’bah.

Allah SWT berfirman,


وَّاَرْسَلَ عَلَيْهِمْ طَيْرًا اَبَابِيْلَۙ ٣ تَرْمِيْهِمْ بِحِجَارَةٍ مِّنْ سِجِّيْلٍۙ ٤ فَجَعَلَهُمْ كَعَصْفٍ مَّأْكُوْلٍ ࣖ ٥

Artinya: “Dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong yang melempari mereka dengan batu dari tanah liat yang dibakar, sehingga Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat).” (QS Al Fiil: 3-5)

Diceritakan dalam Tafsir Ibnu Katsir, menurut riwayat dengan sanad shahih, burung ababil yang menjadi pasukan Allah SWT tersebut muncul dari laut dengan gesit seperti burung walet. Paruh dan kedua cakarnya berwarna hitam.

Burung tersebut diutus Allah SWT untuk menghancurkan tentara bergajah. Setiap ekor burung membawa tiga buah batu, satu batu terletak pada paruhnya, dan dua lainnya dalam cengkeraman kakinya.

Burung-burung tersebut datang bersaf-saf. Mereka mengeluarkan suara dan menjatuhkan batu-batu yang ada di paruh dan kaki mereka. Setiap orang yang tertimpa batu itu akan binasa.

“Tiada sebuah batu pun yang menimpa kepala seseorang dari mereka melainkan tembus sampai ke duburnya dan sekali-sekali batu itu mengenai sesuatu dari subuh seseorang dari mereka melainkan tembus ke bagian bawahnya,” jelas Ibnu Katsir dalam kitab tafsir-nya yang telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia.

Allah SWT menggambarkan kekalahan tentara bergajah atas pasukan burung ababil seperti daun-daun yang dimakan ulat. Sebagaimana firman-Nya,

فَجَعَلَهُمْ كَعَصْفٍ مَّأْكُوْلٍ ࣖ ٥

Artinya: “sehingga Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat).” (QS Al Fiil: 5)

Ibnu Katsir menjelaskan, maksudnya ayat tersebut adalah Allah SWT membinasakan dan menghancurkan mereka serta menjadikan mereka ‘senjata makan tuan’.

Disebutkan dalam Sirah Nabawiyah karya Shafiyurrahman Al-Mubarakfuri, pasukan bergajah tersebut berada di bawah pimpinan Abrahah bin Shabah, seorang Gubernur Jenderal Najasyi Habasyah di Yaman. Mereka datang ke Makkah untuk menghancurkan Ka’bah namun Allah SWT menggagalkan rencananya dengan mengutus burung ababil.

Arti Burung Ababil

Mengutip dari sumber buku yang sama, para ulama mengartikan burung ababil sebagai berikut:

  • Ibnu Hisyam mengatakan, “Al-ababil berarti kawanan, dan masyarakat Arab tidak menggunakan kata itu dalam bentuk mufrad (tunggal.”
  • Ibnu ‘Abbas dan adh-Dhahhak mengatakan, “Ababil berarti sebagian mengikuti sebagian lainnya.”
  • Al-Hasan al-Bashri dan Qatadah mengatakan, “Ababil berarti sangat banyak.”
  • Mujahid mengatakan, “Ababil berarti sekumpulan yang saling mengikuti dan berkumpul.”
  • Ibnu Zaid mengatakan, “Al-ababil berarti yang berbeda-beda, yang datang dari semua penjuru.”

Hikmah di Balik Kisah Burung Ababil

Kisah burung ababil mengandung beberapa hikmah. Mengutip buku Cerita Al Quran yang disusun oleh Tim Erlangga for Kids, berikut di antaranya:

  • Sesungguhnya Allah SWT Maha Besar, tidak ada pasukan yang dapat mengalahkan kebesaran-Nya.
  • Senantiasa berserah diri kepada Allah SWT. Sesungguhnya Allah SWT akan selalu melindungi hamba-Nya yang beriman.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Sahabat Nabi Zubair Bin Awwam yang Ditikam saat Salat


Jakarta

Kisah sahabat nabi Zubair bin Awwam RA ini dikenal karena ketauhidannya meski dihadapi dengan siksaan. Pasalnya, ia wafat terbunuh oleh salah satu pengikut Khalifah Ali RA saat ia sedang salat.

Zubair bin Awwam RA adalah salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW yang menyandang gelar Assabiqunal Awwalun atau orang-orang yang pertama kali masuk Islam. Hal ini dituliskan dalam buku Biografi 10 Sahabat Nabi yang Dijamin Masuk Surga oleh Sujai Fadil.

Zubair RA adalah seorang pemuda yang pemberani. Ia masuk Islam di usianya yang ke-14 tahun. Dirinya juga merupakan orang yang terpandang dan berasal dari keluarga bangsawan.


Meski demikian, Zubair bin Awwam RA pernah mengalami penyiksaan dari para kafir Quraisy.

Saat itu, Zubair bin Awwam RA disiksa oleh pamannya sendiri. Ia dibungkus dengan tikar dan diasapi sehingga membuatnya kesulitan bernafas.

Walaupun siksaan yang pedih ini menimpanya, ia tetap berpegang teguh dalam ketauhidan dan tidak akan kembali menjadi kafir selamanya.

Zubair bin Awwam Ditikam Saat sedang Salat

Thalhah RA menceritakan, Zubair bin Awwam RA meninggal setelah Perang Jamal berakhir. Ketika Zubair RA meninggalkan peperangan, ia diikuti oleh sejumlah orang yang menginginkan perang terus berlangsung.

Akhirnya, ketika Zubair bin Awwam RA sedang melakukan salat, seorang pengkhianat kaum muslimin bernama Amir bin Jumruz menghunuskan pedang padanya.

Amin bin Jumruz bahkan mengabarkan bahwa ia telah membunuh Zubair bin Awwam RA kepada Khalifah Ali RA. Ia berharap apa yang dilakukannya bisa membuat Ali RA senang, sebab sejauh yang ia tahu, Ali RA memusuhi Zubair bin Awwam RA.

Jauh dari perkiraannya, ketika Ali RA mendapat kabar seperti itu, ia langsung berseru, “Katakanlah kepada pembunuh Zubair putra Shafiah, bahwa orang yang membunuh Zubair tempatnya di neraka.”

Ketika pedang Zubair bin Awwam RA ditunjukkan kepada Ali RA, ia langsung menciumnya. Ali RA lalu menangis seraya berkata, “Demi Allah, sekian lama pedang ini melindungi nabi dari marabahaya.”

Zubair bin Awwam RA wafat pada tahun 36 Hijriah, sebagai syuhada di umurnya yang ke-61 tahun. Ia dibunuh oleh Amir bin Jumruz, seorang pengkhianat muslimin, saat dirinya sedang salat.

Sahabat nabi Zubair bin Awwam RA memang dikenal karena kebolehannya di medan perang untuk berjihad membela agama Allah SWT. Dirinya tidak takut mati, sebaliknya ia malah sangat merindukan syahid.

Rasulullah SAW sangat sayang kepada Zubair bin Awwam RA. Beliau pernah mengatakan kebanggaannya atas perjuangan Zubair RA. “Setiap nabi mempunyai pembela dan pembelaku adalah Zubair bin Awwam.”

Bagaimana tidak? Zubair bin Awwam RA selalu ikut dalam peperangan bersama Rasulullah SAW. Tidak ada satu pertempuran pun yang tidak ia ikuti.

Bukti keberanian dan keteguhannya dalam membela Rasulullah SAW ada pada bekas luka pedang dan tombak yang banyak bersarang pada tubuhnya. Dirinya bahkan menamai anak-anaknya dengan nama-nama para syuhada dengan harapan mereka bisa mengikuti jejak teladan tersebut.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Kisah Tongkat Nabi Musa Berubah Jadi Ular saat Hadapi Penyihir Firaun



Jakarta

Al-Qur’an menyajikan kisah para nabi dengan berbagai mukjizat dari Allah SWT. Salah satunya kisah tongkat Nabi Musa AS yang berubah menjadi ular.

Diceritakan dalam Qashash al-Anbiyaa karya Ibnu Katsir, kisah tongkat Nabi Musa AS yang berubah menjadi ular berawal ketika Allah SWT mengutus Nabi Musa AS untuk menghadap Fir’aun, raja Mesir yang menyembah berhala dan menindas Bani Israil. Allah SWT memerintahkan Nabi Musa AS untuk meminta Fir’aun agar melepaskan Bani Israil dari perbudakan mereka.

Ketika Nabi Musa AS menginjak dewasa, ia mendapati perkelahian antara kaum Bani Israil dengan kaum Qibthi, kafir yang menyekutukan Allah SWT dan mendukung Fir’aun.


Nabi Musa AS memukul lelaki Qibthi tersebut dengan tongkat di tangannya dengan tujuan peringatan dan menakut-nakutinya. Namun, lelaki Qibthi tersebut meninggal. Nabi Musa AS pun ketakutan dengan Fir’aun dan bala tentaranya karena masyarakat mulai membocorkan informasi tersebut ke kalangan istana.

Fir’aun pun mengetahuinya dan mengutus orang untuk mencari dan menangkap Nabi Musa AS. Utusan Fir’aun tersebut memiliki hubungan dekat dengan Nabi Musa AS, sehingga ia memberitahukan Nabi Musa AS untuk segera keluar dari Mesir. Nabi Musa AS pun keluar dari Mesir dan menuju ke Kota Madyan.

Di Kota Madyan, Nabi Musa AS bekerja dan menikah dengan wanita penggembala kambing.

Setelah tugas Nabi Musa AS di Kota Madyan selesai, ia meninggalkan Kota Madyan bersama istrinya menuju Mesir. Di tengah perjalanan, Nabi Musa AS mendapati mukjizat Allah SWT. Allah SWT memerintahkan Nabi Musa AS untuk melemparkan tongkatnya ke tanah dan tongkat Nabi Musa AS tersebut berubah menjadi ular. Allah SWT memerintahkan mengulurkan tangan Nabi Musa AS dan mengambil ekor ular tersebut, ular tersebut berubah menjadi tongkat lagi.

Setibanya di Mesir, Nabi Musa AS dan Nabi Harun AS (saudaranya) menghadap Fir’aun dan menyampaikan kerasulannya. Mereka juga menyampaikan perintah Allah SWT agar Fir’aun dan kaumnya menyembah Allah SWT dan tidak menyekutukan-Nya serta melepaskan tahanan Fir’aun.

Fir’aun justru menyombongkan diri dan berbuat sewenang-wenang. Hingga terjadilah perdebatan antara Fir’aun dengan Nabi Musa AS.

Fir’aun meminta Nabi Musa AS untuk menunjukkan mukjizat Allah SWT. Atas permintaan tersebut, Nabi Musa AS melemparkan tongkatnya dan tongkat Nabi Musa AS berubah menjadi ular raksasa yang sangat menyeramkan dengan mulut menganga mendekati Fir’aun. Fir’aun yang ketakutan lantas memerintahkan Nabi Musa AS menyingkirkan ular tersebut. Kejadian itu sampai membuat Fir’aun harus buang air besar 40 kali dalam sehari.

Kemudian, Nabi Musa AS menunjukkan mukjizat lainnya, yaitu dengan memulihkan keadaan tangannya yang putih bercahaya menjadi normal seperti semula di hadapan Fir’aun.

Nabi Musa AS pun meminta Fir’aun untuk mengumpulkan para penyihir. Ketika para penyihir hadir dan bersiap menghadapi Nabi Musa AS, beliau melemparkan tongkatnya kembali. Tongkat Nabi Musa AS berubah menjadi ular raksasa dan menyedot tongkat serta tali yang menyerupai ular hidup dari para penyihir itu.

Allah SWT telah menghancurkan kesombongan Fir’aun dan para pengikutnya dengan peristiwa yang mencengangkan tersebut.

Fir’aun pun berjanji kepada Nabi Musa AS bahwa dia akan melepaskan Bani Israil. Namun, Fir’aun tidak mau menanggapi dan memenuhi janjinya tersebut. Fir’aun mengatakan bahwa ia akan melepaskan Bani Israil jika Nabi Musa AS berhasil menghentikan wabah dan bencana di kerajaannya. Namun Fir’aun mengingkarinya.

Allah SWT memerintahkan Nabi Musa AS untuk meninggalkan Mesir bersama Bani Israil. Mengetahui hal itu, Fir’aun bersama pasukannya mengejar rombongan Nabi Musa AS.

Ketika akan tiba di lautan, Allah SWT memberikan menurunkan wahyu ke lautan agar membukakan jalan untuk Nabi Musa AS dan pengikutnya.

Setelah tiba di tepi lautan, Nabi Musa AS memukul tongkatnya dan terbukalah lautan hingga menjadi jalan untuk melarikan diri dari kejaran Fir’aun dan pasukannya.

Setelah Nabi Musa AS dan pengikutnya berhasil menyeberangi lautan, Nabi Musa AS pun memukul tongkatnya kembali dan lautan pun kembali menutup jalannya, hingga Fir’aun dan pasukannya binasa karena tenggelam di lautan.

Wallahu a’lam.

Hikmah dari Kisah Tongkat Nabi Musa Berubah Menjadi Ular

Dikutip dari buku Cerita-cerita Al-Qur’an Penuh Hikmah karya Albi Kustaman dan Anggit Kurniadi, hikmah dari kisah tongkat Nabi Musa AS yang berubah menjadi ular yaitu:

  • Menjauhkan diri dari sikap sombong dan keras kepala
  • Melembutkan hati agar mudah menerima kebenaran Allah SWT
  • Meyakinkan diri untuk menjalankan kebenaran Allah SWT dengan cara yang benar

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Penciptaan Hawa untuk Nabi Adam dalam Al-Qur’an, Seperti Apa?



Jakarta

Kisah penciptaan Hawa dalam Al-Qur’an tercantum dengan jelas pada beberapa ayat. Hawa tercipta dari tulang rusuk Nabi Adam AS untuk menjadi temannya saat di dunia.

Adam dan Hawa adalah manusia pertama yang diciptakan oleh Allah SWT. Keduanya mencintai satu sama lain sehingga bisa berkembang biak di bumi dan menghasilkan keturunan manusia hingga saat ini.

Hal yang menarik mengenai penciptaan Hawa adalah dirinya diciptakan oleh Allah SWT dari tulang rusuk Adam. Berikut adalah bukti yang dijelaskan dalam buku Qashash Al-Anbiyaa’ karya Ibnu Katsir yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Dudi Rosyadi.


Ketika Allah SWT menciptakan Adam dan Hawa, Dia memerintahkan keduanya untuk tinggal di dalam surga. Sebagaimana dalam surah Al-Baqarah ayat 35 yang artinya,

“Dan Kami berfirman, “Wahai Adam! Tinggallah kamu dan istrimu di dalam surga, dan makanlah dengan nikmat (berbagai makanan) yang ada di sana sesukamu. (Tetapi) janganlah kamu dekati pohon ini, nanti kamu termasuk orang-orang yang zalim.”

Selanjutnya, Allah SWT juga menyebutkan kisah penciptaan Hawa dalam Al-Qur’an surah Al-A’raf ayat 18-19 yang artinya,

Dia (Allah) berfirman, “Keluarlah kamu darinya (surga) dalam keadaan terhina dan terusir! Sungguh, siapa pun di antara mereka yang mengikutimu pasti akan Aku isi (neraka) Jahanam dengan kamu semua.” (Allah berfirman,) “Wahai Adam, tinggallah engkau dan istrimu di surga (ini). Lalu, makanlah apa saja yang kamu berdua sukai dan janganlah kamu berdua mendekati pohon yang satu ini sehingga kamu berdua termasuk orang-orang yang zalim.”

Diambil dari ayat-ayat tersebut, Ibnu Ishaq bin Yasar menyimpulkan bahwa penciptaan Hawa terjadi sebelum Nabi Adam AS masuk ke dalam surga. Terbukti dengan Allah SWT mengatakan, “Wahai Adam! Tinggallah kamu dan istrimu di dalam surga.”

Cerita lain mengenai penciptaan Hawa diungkapkan As-Suddi yang meriwayatkan dari Abu Saleh dan Abu Malik, dari Ibnu Abbas, mereka mengatakan bahwa ketika Adam dikeluarkan dari surga, ia berjalan sendirian tanpa ada pendamping yang menentramkan hatinya.

Ketika dirinya bangun dari tidurnya, ia melihat seorang wanita sedang duduk di samping kepalanya, wanita itu diciptakan dari tulang rusuknya.

Kemudian Nabi Adam AS bertanya, “Siapa kamu?”

“Aku adalah seorang wanita.” Jawab wanita tersebut.

“Untuk apa kamu diciptakan?” Tanya Adam lagi.

Wanita itu pun menjawab, “Agar kamu dapat merasa tenteram di sampingku.”

Para malaikat lalu menanyakan kepada Adam mengenai nama wanita tersebut. Kemudian, Nabi Adam AS menamainya Hawa sebab ia diciptakan dari suatu kehidupan.

Pendapat mengenai kisah Hawa yang diciptakan dari tulang rusuk Adam, juga didukung dengan ayat Al Quran surah An-Nisa https://www.detik.com/hikmah/quran-online/an-nisa/494 ayat 1, yang artinya,

Wahai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakanmu dari diri yang satu (Adam) dan Dia menciptakan darinya pasangannya (Hawa). Dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.) Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu.

Selain itu, kisah penciptaan hawa dalam Al Quran selanjutnya, terdapat pada surah Al-A’raf ayat 189 yang terjemahannya,

Dialah yang menciptakan kamu dari jiwa yang satu (Adam) dan darinya Dia menjadikan pasangannya agar dia cenderung dan merasa tenteram kepadanya. Kemudian, setelah ia mencampurinya, dia (istrinya) mengandung dengan ringan. Maka, ia pun melewatinya dengan mudah. Kemudian, ketika dia merasa berat, keduanya (suami istri) memohon kepada Allah, Tuhan mereka, “Sungguh, jika Engkau memberi kami anak yang saleh, pasti kami termasuk orang-orang yang bersyukur.”)

Hal ini diperkuat lagi dengan sabda Rasulullah SAW mengenai wanita. Beliau bersabda, “Aku berwasiat kepada kalian untuk memperlakukan para wanita dengan baik, karena wanita itu diciptakan dari tulang rusuk, dan bagian paling condong (bengkok) dari tulang rusuk adalah bagian paling atas, apabila kamu paksa meluruskannya maka kamu akan membuatnya menjadi patah, namun jika kamu biarkan saja maka ia akan tetap bengkok. Maka dari itu, aku berwasiat kepada kalian untuk memperlakukan para wanita dengan baik.” (HR Bukhari)

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Nabi Yakub AS dan Mukjizat yang Dimilikinya



Jakarta

Nabi Yakub AS adalah satu dari 25 nabi dan rasul yang kisahnya tercantum dalam Al-Qur’an. Beliau memiliki nama lengkap Yakub bin Ishaq bin Ibrahim AS.

Nabi Yakub merupakan putra dari Nabi Ishaq AS. Dijelaskan dalam buku Hikmah Kisah Nabi dan Rasul susunan Dr H Ridwan Abdullah Sani M Si dan Muhammad Kadri S Si MSc, Yakub AS memiliki saudara kembar bernama Aish.

Sayangnya, karena keduanya kurang akur, Nabi Ishaq meminta Yakub untuk merantau ke A’ram (Irak). Beliau diutus oleh Allah SWT untuk berdakwah di negeri Kan’an, seperti dikisahkan oleh Rizem Aizid dalam buku Sejarah Terlengkap 25 Nabi.


Masa kenabian Yakub AS terjadi ketika Jibril berbisik di telinganya bahwa ia menyampaikan wahyu dari Allah. Dalam surat Al Baqarah ayat 132, Allah SWT berfirman:

وَوَصّٰى بِهَآ اِبْرٰهٖمُ بَنِيْهِ وَيَعْقُوْبُۗ يٰبَنِيَّ اِنَّ اللّٰهَ اصْطَفٰى لَكُمُ الدِّيْنَ فَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ

Artinya: “Ibrahim mewasiatkan (ucapan) itu kepada anak-anaknya dan demikian pula Ya’qub, “Wahai anak-anakku, sesungguhnya Allah telah memilih agama ini untukmu. Janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim.”

Merujuk pada buku yang sama, Nabi Yakub AS memiliki empat orang istri. Istri-istri Nabi Yakub AS adalah Laya (Leah), Rahil (Rahel), Zulha, dan Balhah.

Pernikahan Nabi Yakub AS dengan Laya dikaruniai empat orang keturunan, yakni Rabil, Yahuda, Syam’un, dan Lawi. Sedangkan dengan Rahil, ia dikaruniai dua orang anak berakhlak mulia bernama Yusuf dan Bunyamin.

Nabi Yakub AS memiliki julukan Israil. Kata Israil diambil dari gabungan dua kata, “Isra” yang artinya “budak,” dan “eli” yang artinya “Tuhan.” Dalam bahasa Arab, nama ini biasanya disebut dengan Abdullah.

Karenanya, keturunan anak cucu Israil atau Nabi Yakub AS disebut dengan Bani Israil. Mereka mulai menyebar di seluruh penjuru dunia. Ada dari mereka yang tetap berpegang pada agama Nabi Yakub AS, ada juga yang memeluk agama lain.

Yakub AS dikaruniai berbagai mukjizat, salah satunya dapat mencium aroma dari jarak yang sangat jauh. Disebutkan dalam buku Dua Puluh Lima Nabi Banyak Bermukjizat Sejak Adam AS hingga Muhammad SAW karya Usman bin Affan bin Abul As bin Umayyah bin Abdu Syams, Nabi Yakub AS dapat mencium aroma dari tempat yang ditempuh 8 hari perjalanan.

Hal tersebut terbukti ketika ia mencium baju Nabi Yusuf AS yang merupakan anaknya. Kala itu, Yakub AS mendapat semerbak wangi dari Yusuf meskipun jaraknya cukup jauh.

Selain itu, Yakub AS juga senantiasa bertawakal dan mengetahui segala sesuatu dari Allah SWT. Dalam surah Yusuf ayat 86, Allah SWT berfirman:

قَالَ اِنَّمَآ اَشْكُوْا بَثِّيْ وَحُزْنِيْٓ اِلَى اللّٰهِ وَاَعْلَمُ مِنَ اللّٰهِ مَا لَا تَعْلَمُوْنَ

Artinya: “Dia (Ya’qub) menjawab, “Hanya kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku. Aku mengetahui dari Allah apa yang tidak kamu ketahui.”

Tak sampai di situ, Yakub AS juga mampu menguasai bahasa Aramiya dengan dialek Kan’an (suku) Hyksos dari Arab Mutarriba. Ini adalah orang Arab sebelum berkembangnya Arab Musta’riba keturunan Nabi Ismail AS bahasa kakeknya, Ibrahim AS, yaitu bahasa Aramiya dengan dialek Kildani.

(aeb/erd)



Sumber : www.detik.com

Kisah Nabi Yusuf Menafsirkan Mimpi Raja Mesir tentang Kemarau Panjang



Jakarta

Nabi Yusuf as adalah putra Nabi Yaqub as. Allah SWT memberikan anugerah berupa paras yang rupawan kepada Nabi Yusuf as. Selain itu, ia juga mendapat mukjizat bisa menafsirkan mimpi.

Kemampuannya menafsirkan mimpi ini kemudian membuat Nabi Yusuf as kemudian diangkat sebagai bendahara kerajaan oleh sang Raja Mesir. Kejadian ini pula yang membuat Nabi Yusuf as bisa kembali bertemu ayah tercinta setelah berpisah bertahun-tahun.

Mimpi Sang Raja

Mengutip buku Kisah 25 Nabi & Rasul oleh Muchtam, dikisahkan pada suatu hari, Raja Mesir bermimpi aneh. “Sesungguhnya, aku bermimpi melihat tujuh ekor sapi betina yang gemuk-gemuk dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang kurus-kurus dan tujuh bulir yang hijau dan tujuh bulir lainnya yang kering. Hai orang-orang yang terkemuka, terangkanlah kepadaku tentang arti mimpiku itu jika kamu dapat menafsirkan mimpi.”


Para juru ramal yang diundang mulai berpikir. Akan tetapi, seluruh juru ramal tidak ada yang mampu menafsirkan mimpi tersebut.

Hal ini membuat Sang Raja kecewa. Ia resah dengan mimpi yang dialaminya tersebut. Pada saat itulah, pelayan raja yang mimpinya pernah ditafsirkan oleh Nabi Yusuf teringat kepada Nabi Yusuf.

Pelayan tersebut kemudian mendatangi Nabi Yusuf dan memanggilnya ke hadapan raja. Raja kemudian menceritakan mengenai mimpi yang dilihatnya saat terlelap.

Kemudian Yusuf berkata, “Arti tafsir mimpi ini adalah bahwa negeri Mesir akan mengalami masa subur selama tujuh tahun, tetapi kemudian negeri Mesir akan mengalami kemarau panjang selama tujuh tahun pula.”

Raja berkata, “Sungguh situasi yang berat. Lalu, bagaimana cara mengatasi masalah tersebut”

Nabi Yusuf menjawab, “Simpanlah hasil gandum kalian di waktu musim subur sebagai bekal untuk bertahan di musim kemarau yang panjang.”

Nabi Yusuf Dibebaskan dari Hukuman

Sebelum menemui Raja untuk menafsirkan mimpinya, Nabi Yusuf as tengah menjalani hukuman atas tuduhan fitnah. Setelah berhasil menafsirkan mimpi Raja, ia pun mendapat kesempatan untuk dibebaskan.

Raja yang puas mendengar penjelasan tentang mimpinya kemudian memerintahkan pengawalnya agar membebaskan Nabi Yusuf as. Akan tetapi, ia menolak dibebaskan sebelum perkaranya disidangkan dan ia diputuskan tidak bersalah.

Akhirnya, Nabi Yusuf as diputus tidak bersalah oleh raja. Ia pun dibebaskan.

Tak hanya itu, Raja Mesir kemudian menjadikan Nabi Yusuf as sebagai salah satu orang kepercayaannya.

Mendengar penawaran tersebut. Yusuf berkata kepada raja, “Jika memang engkau percaya kepadaku. jadikanlah aku bendaharawan negara. Sesungguhnya, aku mampu menjaga juga berpengetahuan dalam hal tersebut.”

Kemarau Panjang yang Melanda Mesir

Sebagaimana mimpi raja yang pernah ditafsirkan Nabi Yusuf, negeri Mesir pun dilanda kemarau yang sangat panjang. Banyak rakyat yang kehabisan gandum.

Raja tidak khawatir karena telah memiliki stok makanan yang cukup banyak. Rakyat sekitar yang kehabisan bahan makanan lantas berbondong-bondong datang ke Kerajaan Mesir.

Hal ini juga dilakukan saudara-saudara Nabi Yusuf yang dulu pernah mencelakainya. Mereka pun datang ke Kerajaan Mesir dan mencoba untuk meminta bantuan pangan.

Setelah menempuh perjalanan yang cukup panjang, saudara-saudara Nabi Yusuf sampai di Mesir. Mereka langsung menuju kerajaan.

Nabi Yusuf yang melihat para saudaranya ini langsung mengenali mereka satu per satu. Akan tetapi, saudara-saudaranya tidak mengenalinya karena penampilan Nabi Yusuf yang berbeda.

Nabi Yusuf lantas memberikan gandum kepada mereka. Sebelum para saudaranya ini pulang, Nabi Yusuf berpesan, jika datang kembali, mereka harus membawa serta saudara bungsu mereka, yaitu Bunyamin.

Mereka merasa heran bagaimana Yusuf mengetahui tentang Bunyamin. Akan tetapi, mereka tidak terlalu memikirkannya. Permasalahan mereka lebih besar dibanding dengan memikirkan keanehan tersebut.

Sesampainya di kampung halamannya, mereka menyampaikan pesan tersebut kepada ayah mereka, “Wahai Ayah, kami tidak akan mendapat gandum lagi jika tidak membawa Bunyamin. Oleh sebab itu, biarkanlah Bunyamin pergi bersama kami agar kami mendapat gandum. Kami akan menjaganya dengan baik.”

Mendengar permintaan tersebut, Nabi Yaqub ragu dan tidak percaya. Ia khawatir peristiwa kehilangan Nabi Yusuf akan terulang kembali.

Setelah anak-anaknya meyakinkan dan juga memikirkan tentang persediaan makanan yang mulai menipis, akhirnya Nabi Yaqub as mengizinkan Bunyamin pergi.

Nabi Yaqub meminta janji dari mereka untuk menjaga Bunyamin dengan sebaik mungkin.

Bunyamin Ditahan di Kerajaan

Setelah sampai di kerajaan, mereka disambut baik oleh Nabi Yusuf. Mereka diberikan tempat istirahat yang nyaman. Mereka merasa senang karena mereka disambut dengan kehangatan.

Sementara itu, Yusuf mencari kesempatan untuk bisa berbicara dengan Bunyamin karena ia telah lama merindukannya. Akhirnya, kesempatan itu pun tiba.

Nabi Yusuf mengundang Bunyamin untuk bertemu di ruangannya. Yusuf berkata, “Sesungguhnya aku adalah saudaramu. Janganlah kamu berduka cita terhadap apa yang telah mereka kerjakan.”

Saat saudara-saudara Nabi Yusuf hendak kembali pulang, tanpa sepengetahuan saudara-saudaranya, Yusuf memasukkan cangkir emas milik kerajaan ke kantong Bunyamin.

Ketika para pengawal kerajaan memeriksa di pintu keluar kerajaan, mereka menemukan tempat minum milik kerajaan dalam kantong yang dibawa oleh Bunyamin.

Hal ini terpaksa membuat Bunyamin ditangkap dan ditahan. Bunyamin tidak bisa pulang bersama saudara- saudaranya. Saudara-saudara Bunyamin berusaha untuk bisa membebaskan adiknya.

Mereka memohon dengan berkata. “Wahai Tuan, sesungguhnya ia memiliki ayah yang sudah lanjut usia. Oleh karena itu, ambillah salah seorang dari kami sebagai pengganti adik kami”

Yusuf berkata, “Sesungguhnya kami menahan adikmu karena ia terbukti telah mengambil barang milik kerajaan. Oleh sebab itu, kami tidak bisa membebaskannya. Jika kalian ingin adik kalian bebas, kembalilah kalian dan bawa ayah kalian ke sini untuk mengambil adik kalian.”

Akhirnya, mereka pulang tanpa membawa serta Bunyamin. Sesampainya di Palestina, mereka menyampaikan kabar penahanan Bunyamin. Kabar tersebut tentu saja membuat Nabi Yaqub merasa sangat sedih.

Pertemuan Nabi Yusuf, Nabi Yaqub dan Bunyamin

Ketika persediaan bahan makanan kembali habis, saudara-saudara Nabi Yusuf kembali mendatangi kerajaan. Sesampainya di sana, mereka menceritakan kondisi yang dialami ayah mereka.

“Wahai Tuan, kami dan keluarga kami telah ditimpa kesengsaraan dan kami datang membawa barang-barang yang tidak berharga. Ayah kami senantiasa bersedih karena telah kehilangan dua orang yang sangat dicintainya. Setiap hari beliau menangis. Sekarang kami kekurangan makanan. Oleh karena itu, kami memohon kepada Tuan untuk memberikan gandum kepada kami,” ujar salah seorang saudara Nabi Yusuf.

Mendengar kabar tersebut, Nabi Yusuf sangat sedih dan iba. Ia tidak mampu lagi menahan perasaannya untuk memberitahukan siapa sebenarnya dirinya. Nabi Yusuf berkata, “Apakah kalian tahu kejahatan yang telah kalian lakukan terhadap Yusuf dan saudaranya?”

Kembali Nabi Yusuf berkata, “Tahukah kalian, sesungguhnya akulah Yusuf yang pernah kalian lemparkan ke dalam sumur.”

Mendengar ucapan Nabi Yusuf, terkejutlah mereka kemudian bertanya dengan ragu, “Apakah kamu benar-benar Yusuf?”

Pengakuan Yusuf benar-benar membuat mereka kaget. Mereka semakin yakin bahwa orang yang ada di hadapannya adalah Yusuf setelah melihat bukti bukti yang ada. Mereka pun kemudian mengakui kesalahan mereka, meminta maaf dan menyesal atas perbuatan yang pernah mereka lakukan.

Yusuf tidak pernah merasa dendam kepada saudara-saudaranya. la memaafkan mereka dengan penuh kasih sayang. la memberi mereka makanan dan menitipkan bajunya untuk diusapkan ke mata ayahnya agar sembuh.

Sesampainya di Palestina, mereka menceritakan kabar tentang Yusuf dan memberikan baju titipan Yusuf pada Nabi Yaqub. Mendengar kabar tersebut Nabi Yaqub menjadi sangat gembira.

Ketika baju Nabi Yusuf diusapkan ke matanya, atas izin Allah SWT tiba-tiba saja matanya sembuh dari kebutaan sehingga Nabi Yaqub dapat melihat kembali.

Kegembiraan yang dirasakan Nabi Yaqub begitu besar. Ia tak sabar untuk bertemu dengan anaknya yang telah lama dirindukannya. Mereka semua berangkat ke Mesir untuk bertemu Nabi Yusuf. Ketika sampai di Mesir, mereka disambut suka cita oleh Nabi Yusuf.

Nabi Yaqub, Nabi Yusuf dan Bunyamin kembali berkumpul, lengkap bersama seluruh saudaranya.

(dvs/lus)



Sumber : www.detik.com

Ashabul Aikah, Penduduk Zaman Nabi Syu’aib yang Dibinasakan Allah



Jakarta

Al-Qur’an menceritakan berbagai kisah dari kaum yang tinggal pada zaman nabi terdahulu. Salah satunya tentang Ashabul Aikah yang disebut hidup pada zaman Nabi Syu’aib AS.

Allah SWT berfirman dalam surah As Syu’araa ayat 176-177,

كَذَّبَ اَصْحٰبُ لْـَٔيْكَةِ الْمُرْسَلِيْنَ ۖ ١٧٦ اِذْ قَالَ لَهُمْ شُعَيْبٌ اَلَا تَتَّقُوْنَ ۚ ١٧٧


Artinya: “Penduduk Aikah telah mendustakan para rasul. Ketika Syu’aib berkata kepada mereka, “Mengapa kamu tidak bertakwa?”

Ulama tafsir dan pengarang kitab tarikh Ibnu Katsir dalam Qashash al-Anbiyaa memaparkan sejumlah pendapat terkait penduduk Aikah atau Ashabul Aikah dalam firman Allah SWT tersebut. Ada yang berpendapat Aikah adalah Madyan dan ada pula yang menyebut bahwa keduanya berbeda karena azab yang diturunkan berbeda.

Menurut Qatadah dan beberapa ulama tafsir, Ashabul Aikah adakah nama sebuah kaum yang berbeda dengan penduduk Madyan. Mereka berpendapat bahwa firman Allah SWT dalam surah Asy Syu’araa hanya dikatakan Syu’aib dan tidak disertakan akhuhum Syuaib (saudara mereka sendiri) seperti penduduk Madyan. Mereka juga berpendapat Ashabul Aikah mendapat azab berupa hari yang gelap, sedangkan penduduk Madyan ditimpa gempa dan suara dahsyat.

Ibnu Katsir menilai pendapat Qatadah itu lemah. Ada dua dalil yang membantah hal ini. Pertama, tidak disebutkannya kata “saudara pada firman Allah, “Penduduk Aikah telah mendustakan para Rasul: ketika Syu’aib berkata kepada mereka…” karena penisbatan mereka kepada berhala yang bernama Aikah.

Sebaliknya, jika firman tersebut dinisbatkan kepada nama kabilah (penduduk Madyan) maka, kata Ibnu Katsir, tidak ada salahnya jika Syu’aib disebutkan sebagai saudara mereka karena berasal dari kota yang sama.

Dalil kedua yang menyangkal pendapat Qatadah itu adalah jika hanya bersandar pada dua azab yang berbeda, maka itu tidak realistis karena tidak ada ulama lain yang berpendapat demikian. Apalagi ada dua azab lain yang berbeda yang menimpa penduduk Madyan. Demikian penjelasan Ibnu Katsir.

Kemudian, untuk riwayat yang disampaikan Al-Hafizh Ibnu Asakir saat menuliskan biografi Nabi Syu’aib AS melalui jalur sampai Abdullah bin Amru secara marfu, yang menyebut penduduk Madyan dan Aikah adalah dua umat yang berbeda namun Allah SWT hanya mengutus Nabi Syu’aib untuk dua kaum itu, adalah pendapat yang lemah. Hadits ini dinilai gharib karena terdapat sanad yang lemah.

Ada juga pendapat yang menyebut bahwa Aikah adalah nama sebuah pohon. Diceritakan dalam Qishash Al-Anbiyaa lil Athfal karya Hamid Ahmad Ath-Thahir, Allah SWT mengutus Nabi Syu’aib AS. Nabi Syu’aib AS kemudian mengajak kaumnya untuk menyembah Allah SWT dan tidak menyekutukan-Nya, melarang menyembah pohon Aikah, dan memerintahkan mereka untuk berbuat adil dan tidak berbuat zalim.

Dari beberapa pendapat tersebut, Ibnu Katsir sendiri meyakini bahwa Ashabul Aikah dan penduduk Madyan adalah umat yang sama. Hanya saja mereka dibinasakan dengan sejumlah azab yang berbeda-beda.

Wallahu a’lam.

(kri/lus)



Sumber : www.detik.com