Category Archives: Kisah

Kisah Asiyah binti Muzahim, Istri Fir’aun Wanita Mulia Penghuni Surga


Jakarta

Asiyah binti Muzahim atau Asiyah adalah istri Fir’aun pada zaman Nabi Musa AS dan dipandang menjadi salah satu perempuan mulia dalam sejarah Islam. Dalam Tafsir Al-Misbah karya Quraish Shihab dikatakan, jika Asiyah adalah seorang Bani Israil.

Asiyah merupakan wanita yang beriman dan tidak menyembah Fir’aun. Oleh karenanya, dia adalah salah satu dari keempat wanita penghuni surga yang paling utama.

Dari Imam Ahmad meriwayatkan bahwa Ibnu Abbas r.a mengatakan:


سَيِّدَاتُ نِسَاءِ أَهْلِ الْجَنَّةِ أَرْبَعٌ: مَرْيَمُ بِنْتُ عِمْرَانَ، وَفَاطِمَةُ بِنْتُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَخَدِيجَةُ بِنْتُ خُوَيْلِدٍ، وَآسِيَةُ

“Pemuka wanita ahli surga ada empat: Maryam binti Imran, Fatimah binti Rasulillah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Khadijah binti Khuwailid, dan Asiyah.”

Asiyah Menjadi Istri Fir’aun

Fir’aun adalah sosok raja Mesir yang kejam dan angkuh. Saat menjabat jadi raja, Fir’aun membedakan dua suku yang ada pada zaman itu, yakni Qibthi dan Bani Israil.

Suku Qibthi adalah pembela raja, maka mereka memiliki kebebasan dan memiliki apapun yang dikehendaki karena mereka membela raja. Sedangkan Bani Israil, para lelaki dijadikan budak dan perempuan sebagai pemuas nafsunya.

Merujuk buku Siti Asiyah karya Syukur Yanuardi, suatu hari kecantikan Asiyah dan beberapa kelebihannya sampai ke telinga Fir’aun. Ia tertarik untuk melamar Asiyah dan mengutus seorang menteri.

Ternyata lamaran itu ditolak oleh Asiyah dan keluarganya. Mendengar lamarannya ditolak, Fir’aun sangat murka kemudian menyuruh tentaranya untuk menangkap kedua orang tua Asiyah dan mengancam akan membakar mereka berdua jika Asiyah tidak mau menerima lamaran Fir’aun.

Karena tidak mau melihat orang tuanya disiksa, akhirnya Asiyah mau menerima lamaran Fir’aun tapi dengan beberapa syarat. Salah satu syaratnya adalah Asiyah akan menghadiri acara-acara Fir’aun tetapi tidak tidur bersama Fir’aun. Fir’aun pun setuju dan mereka berdua akhirnya menikah.

Asiyah Disiksa Fir’aun

Mengutip buku Wanita-Wanita Hebat Pengukir Surga oleh Ibrahim Mahmud Abdul Radi, ketika mendengar mukjizat kenabian Nabi Musa, Asiyah langsung beriman kepada ajaran Nabi Musa dan Asiyah menjadi perempuan pertama yang beriman dan mengikuti ajarannya. Saat mengetahui istrinya beriman kepada Allah SWT, Fir’aun pun menyiksa Asiyah dan memaksanya meninggalkan keyakinannya itu.

Kedua tangan Asiyah diikat oleh suaminya sendiri di bawah terik matahari. Namun, siksaan dari Fir’aun justru kian meneguhkan keyakinannya.

Tatkala Fir’aun dan para pengawalnya meninggalkan Asiyah sendiri di bawah terik matahari, malaikat datang memberikan naungan karena doa yang telah ia panjatkan. Hal ini sebagaimana termaktub dalam surat At-Tahrim ayat 11:

وَضَرَبَ اللّٰهُ مَثَلًا لِّـلَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا امۡرَاَتَ فِرۡعَوۡنَۘ اِذۡ قَالَتۡ رَبِّ ابۡنِ لِىۡ عِنۡدَكَ بَيۡتًا فِى الۡجَـنَّةِ وَنَجِّنِىۡ مِنۡ فِرۡعَوۡنَ وَعَمَلِهٖ وَنَجِّنِىۡ مِنَ الۡقَوۡمِ الظّٰلِمِيۡنَۙ

Artinya: Dan Allah membuat perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, istri Fir’aun, ketika dia berkata, “Ya Tuhanku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zhalim,”

Setelah itu Fir’aun meminta pengawalnya untuk mengawasi Asiyah. Namun, saat para pengawal Fir’aun datang ke Padang pasir, tempat Asiyah diikat di bawah terik matahari, mereka melihatnya tengah memandang langit.

Saat itu Asiyah tengah memandang rumah yang telah dibangun untuknya di dalam surga. Dan dia tetap teguh pada ucapan serta keyakinannya hingga ajal menjemputnya.

Sungguh Asiyah adalah sosok wanita yang teguh memegang keyakinannya kepada Allah SWT, meskipun ia harus menerima siksaan dari suaminya sendiri. Dia adalah pribadi wanita tangguh dan memiliki kesabaran luar biasa dalam menghadapi ujian dan siksaan fisik lainnya.

(hnh/erd)



Sumber : www.detik.com

Abdullah bin Ubay, Sosok Munafik di Zaman Rasulullah SAW



Jakarta

Abdullah bin Ubay adalah sosok yang secara lisan mengaku beriman kepada Allah SWT, namun sebenarnya ia adalah orang munafik. Abdullah bin Ubay hidup di zaman Rasulullah SAW dan kisahnya menjadi salah satu sebab turunnya ayat dalam Al-Qur’an.

Allah SWT melaknat orang yang berbuat munafik, hal ini tercatat dengan tegas dalam beberapa ayat Al-Qur’an. Salah satunya dalam surat At Taubah ayat 68 yang berbunyi,

وَعَدَ اللّٰهُ الْمُنٰفِقِيْنَ وَالْمُنٰفِقٰتِ وَالْكُفَّارَ نَارَ جَهَنَّمَ خٰلِدِيْنَ فِيْهَاۗ هِيَ حَسْبُهُمْ ۚوَلَعَنَهُمُ اللّٰهُ ۚوَلَهُمْ عَذَابٌ مُّقِيْمٌۙ


Artinya: Allah telah mengancam orang-orang munafik laki-laki dan perempuan serta orang-orang kafir dengan neraka Jahanam. Mereka kekal di dalamnya. Cukuplah (neraka) itu bagi mereka. Allah melaknat mereka. Bagi mereka azab yang kekal.

Rasulullah SAW pun tegas memperingati kaum muslimin untuk menjauhi sifat munafik. Dari Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhu yang mengutip sabda Rasulullah SAW,

أَرْبَعٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ كَانَ مُنَافِقًا خَالِصًا ، وَمَنْ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنْهُنَّ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنَ النِّفَاقِ حَتَّى يَدَعَهَا إِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ وَإِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا عَاهَدَ غَدَرَ ، وَإِذَا خَاصَمَ فَجَرَ

Artinya: “Ada empat tanda, jika seseorang memiliki empat tanda ini, maka ia disebut munafik tulen. Jika ia memiliki salah satu tandanya, maka dalam dirinya ada tanda kemunafikan sampai ia meninggalkan perilaku tersebut, yaitu: jika diberi amanat, khianat; jika berbicara, dusta; jika membuat perjanjian, tidak dipenuhi; jika berselisih, dia akan berbuat zalim.” (HR Muslim)

Abdullah bin Ubay Sosok Munafik

Banyak riwayat yang menceritakan tentang kisah Abdullah bin Ubay yang dikenal sebagai sosok munafik.

Merangkum buku Kisah Orang-orang Sabar oleh Nasiruddin S.Ag. MM, disebutkan bahwa Abdullah bin Ubay tercatat sebagai gembong munafik generasi pertama. Secara lisan dia memproklamirkan diri sebagai penganut Islam, tapi secara batin ia amat benci dan memusuhi Islam.

Kebencian Abdullah bin Ubay kepada Nabi Muhammad SAW berawal dari faktor dendam.

Sebelum Rasulullah SAW hijrah, suku Khazraj dan Aus sebenarnya telah sepakat menjadikan Abdullah bin Ubay sebagai penguasa Madinah, bahkan telah sempat dipersiapkan mahkota khusus untuk Abdullah bin Ubay.

Namun akhirnya Abdullah bin Ubay tidak dinobatkan menjadi pemimpin Madinah. Harapannya menjadi raja tak jadi kenyataan, bahkan orang-orang meninggalkan serta tak mempedulikannya.

Hal inilah yang kemudian membuat Abdullah bin Ubay merasa dendam. Nabi Muhammad SAW dianggap sebagai biang keladi keterpurukan nasibnya.

Dendam merasuk dalam hatinya. Berbagai upaya pecah belah dalam Islam telah dilakukan Abdullah bin Ubay, demikian juga dengan berbagai fitnah keji yang ditujukan pada Nabi Muhammad.

Melihat fitnah yang terus menerus dilakukan Abdullah bin Ubay, sahabat Rasulullah SAW, Umar bin Khattab sempat minta ijin kepada Nabi untuk membunuhnya.

Hal ini kemudian dilarang oleh Rasulullah, “Tak layak melakukan itu, karena orang akan berkata, Muhammad telah membunuh sahabatnya sendiri,” ujar Rasulullah SAW.

Melihat sikap lunak Rasulullah SAW, Abdullah bin Ubay justru semakin gencar membuat kegaduhan.

Pada perang Bani Mustaliq, Abdullah bin Ubay kembali melakukan adu domba. Hampir saja antara kaum Muhajirin dan Anshor muncul saling ketidakpercayaan.

Melihat pengaruh buruk hasil rekayasa Abdullah bin Ubay, dapat dipahami jika sempat muncul isu bahwa Nabi Muhammad SAW akan menghukum mati si munafik ini.

Kabar tersebut akhirnya terdengar oleh anak Abdullah bin Ubay yakni Abdullah bin Abdullah bin Ubay. Anak Abdullah bin Ubay ini tergolong anak yang saleh dan taat beragama. Ia sangat berbeda jauh dengan sang ayah yang munafik.

Abdullah bin Abdullah bin Ubay mendatangi Rasulullah SAW untuk meminta izin agar diperkenankan membunuh sang ayah.

Kepada Nabi Muhammad SAW ia meminta, “Wahai Rasul, jika diputuskan bahwa ayah saya harus dihukum mati, saya mohon biarlah saya sendiri yang menjalankan eksekusi. Karena bila orang lain yang menjalankan, saya khawatir berdasarkan emosi kesukuan orang Arab dan sentimen keterikatan anak ayah, akan memunculkan dendam di hati. Bila hal itu terjadi, sangat mungkin dapat mendorong saya melakukan balas dendam yang menyebabkan hidup saya menjadi sia-sia.”

Mendengar permintaan dari anak saleh itu, Rasulullah SAW tersenyum sembari menjawab, “Tak ada niat saya seperti itu. Saya akan berlaku lunak kepadanya.”

Artinya, Rasulullah SAW sama sekali tidak berniat untuk membunuh Abdullah bin Ubay meskipun Beliau tahu orang ini tergolong munafik. Sikap agung tadi ternyata menumbuhkan simpati atas keluhuran budi Nabi Muhammad SAW.

Sebaliknya, pada saat yang sama, celaan, cemoohan, dan cercaan makin gencar menimpa Abdullah bin Ubay, tokoh munafik kelas wahid ini.

Ia menjadi sedemikian hina di mata umat Islam, sehingga tak seorang pun peduli kepadanya. Sehubungan dengan fakta ini, akhirnya Rasulullah SAW bicara kepada sahabatnya, Umar ibn Khattab,
“Kamu pernah minta izin kepada ku untuk membunuhnya. Orang yang paling terpukul bila kala itu ia dibunuh, bahkan mungkin membelanya, pada hari ini justru telah menghinanya. Bahkan, bila Aku memberi perintah agar mereka membunuh ibn Ubay, niscaya mereka akan membunuh sekarang juga.”

Sifat Munafik Tercatat dalam Al-Qur’an

Golongan orang-orang munafik akan selalu ada di setiap zaman. Allah SWT telah mengingatkan umat Islam untuk menjauhi sifat munafik.

Ajaran Islam mengecam keras sifat munafik tersebut. Salah satunya yang termaktub dalam surah At Taubah ayat 68,

وَعَدَ اللّٰهُ الْمُنٰفِقِيْنَ وَالْمُنٰفِقٰتِ وَالْكُفَّارَ نَارَ جَهَنَّمَ خٰلِدِيْنَ فِيْهَاۗ هِيَ حَسْبُهُمْ ۚوَلَعَنَهُمُ اللّٰهُ ۚوَلَهُمْ عَذَابٌ مُّقِيْمٌۙ

Artinya: Allah telah mengancam orang-orang munafik laki-laki dan perempuan serta orang-orang kafir dengan neraka Jahanam. Mereka kekal di dalamnya. Cukuplah (neraka) itu bagi mereka. Allah melaknat mereka. Bagi mereka azab yang kekal.

Dalam buku Tokoh Yang Diabadikan Al-Qur’an 4 oleh Abdurrahman Umairah, dijelaskan orang munafik memiliki beberapa sifat dan tanda yang menunjukkan kemunafikannya, menjelaskan dirinya, mengarahkan pada hakikatnya, dan menjelaskannya.

Allah SWT berfirman dalam surat Muhammad ayat 30

وَلَوْ نَشَآءُ لَأَرَيْنَٰكَهُمْ فَلَعَرَفْتَهُم بِسِيمَٰهُمْ ۚ وَلَتَعْرِفَنَّهُمْ فِى لَحْنِ ٱلْقَوْلِ ۚ وَٱللَّهُ يَعْلَمُ أَعْمَٰلَكُمْ

Artinya: Dan kalau Kami kehendaki, niscaya Kami tunjukkan mereka kepadamu sehingga kamu benar-benar dapat mengenal mereka dengan tanda-tandanya. Dan kamu benar-benar akan mengenal mereka dari kiasan-kiasan perkataan mereka dan Allah mengetahui perbuatan-perbuatan kamu.

Orang munafik adalah pengecut, karena itu dia menampakkan sesuatu dan menyembunyikan hal lain. Mereka mengaku puas dan menerima, tetapi menyembunyikan penolakan dan bantahan.

Orang munafik juga termasuk penipu. Menipu merupakan salah satu sifat mereka dan tanda yang membedakan mereka dari yang lain. Orang munafik mengira dirinya pandai dan cerdas, padahal dia hanya memiliki kemampuan untuk menipu dan mengacaukan manusia.

Dalam Surat Al-Baqarah Ayat 9, Allah SWT berfirman,

يُخَٰدِعُونَ ٱللَّهَ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَمَا يَخْدَعُونَ إِلَّآ أَنفُسَهُمْ وَمَا يَشْعُرُونَ

Artinya: Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar.

(dvs/erd)



Sumber : www.detik.com

Kisah Pengemis Buta Yahudi yang Rindukan Rasulullah SAW



Jakarta

Rasulullah SAW terkenal dengan pribadinya yang ramah dan akhlaknya yang mulia. Hal ini bahkan dibuktikan dari sebuah kisah mengenai sang rasul dengan pengemis buta.

Mengutip buku Jubah Kanjeng Nabi: Kisah Menakjubkan Para Ulama yang Berjumpa Nabi oleh A Yusrianto Elga dan Nor Fadhilah, dahulu ada seorang pengemis buta di sudut pasar Madinah. Pengemis Yahudi tersebut kerap kali mengatakan hal-hal buruk mengenai Rasulullah SAW.

Dirinya bahkan merasa jijik sekaligus muak jika mendengar nama Nabi Muhammad SAW. Sampai-sampai, pengemis buta itu menuduh sang rasul sebagai tukang sihir dan pembohong besar.


Mendengar dan menyaksikan hal itu, Rasulullah SAW sama sekali tidak benci kepada si pengemis. Beliau malah meluangkan waktu untuk menyuapi makanan kepada pengemis buta itu.

Si pengemis sama sekali tidak tahu bahwa yang menyuapinya ialah Nabi Muhammad SAW. Setiap hari, sang rasul melakukan kebiasaan itu.

Usai wafatnya Rasulullah SAW, tidak ada lagi yang menyuapi makanan kepada di pengemis. Kemudian Abu Bakar Ash-Shiddiq baru menggantikannya bebetapa waktu setelahnya berkat informasi dari istri Nabi Muhammad SAW, Aisyah RA.

Si pengemis lalu bertanya setelah Abu Bakar sampai di sana,

“Siapa engkau?”

Abu Bakar lalu menjawab, “Aku orang yang biasa,”

Pengemis itu tidak percaya, ia lalu membalas perkataan Abu Bakar.

“Apabila orang yang biasa mendatangiku datang, ia selalu menyuapiku. Ia juga menghaluskan makanan tersebut dan barulah diberikan kepadaku,” ujarnya.

Ucapan si pengemis membuat Abu Bakar tersedu seraya berkata, “Aku memang bukan orang yang biasa datang kepadamu. Aku merupakan salah satu sahabatnya. Orang yang mulia itu telah tiada. Ia merupakan Nabi Muhammad, Rasulullah SAW,”

Pengemis buta yang mendengar Abu bakar langsung menangis, dirinya tak menyangka bahwa orang yang selama ini ia hina dan caci maki ternyata adalah orang yang menyuapinya makanan setiap hari.

“Selama ini aku selalu menghinanya, memfitnahnya, ia tidak pernah memarahiku sedikit pun. Ia mendatangiku dengan membawa makanan tiap pagi, ia begitu mulia,” kata pengemis tersebut.

Setelah kejadian itu, pengemis buta tersebut lalu masuk Islam dan mengucapkan dua kalimat syahadat di depan Abu Bakar.

Kisah tersebut menjadi bukti bahwa Rasulullah SAW selalu bersikap ramah, meski dengan orang yang menentangnya. Dia tidak dendam, marah, apalagi membenci. Sebaliknya, Nabi Muhammad SAW malah menyayanginya.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Kezaliman Firaun terhadap Bani Israil Demi Kekuasaan



Jakarta

Firaun zaman Nabi Musa AS terkenal sebagai raja yang sangat biadab dan kejam kepada rakyatnya, terutama kepada Bani Israil. Lantas, apa saja kezaliman Firaun terhadap Bani Israil?

Kisah kekejaman Firaun terhadap Bani Israil diceritakan dalam Al-Qur’an. Di antaranya dalam surah Al Qashash, surah Al Baqarah, dan surah Taha. Ada juga sejumlah riwayat yang membahas kekejaman Firaun terhadap Bani Israil.

Ulama tafsir dan sejarawan Imam Ibnu Katsir dalam Qashash al-Anbiyaa memaparkan sejumlah ayat Al-Qur’an dan riwayat yang menjelaskan kekejaman Firaun terhadap Bani Israil. Berikut di antaranya.


Kezaliman Firaun terhadap Bani Israil

Bani Israil pada awalnya merupakan bagian dari kelompok masyarakat terbaik di Mesir. Namun sayangnya, mereka dipimpin oleh seorang raja yang zalim, durhaka, melampaui batas, dan kafir.

Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Allah SWT dalam surah Al-Qashash ayat 4 yang berbunyi,

اِنَّ فِرْعَوْنَ عَلَا فِى الْاَرْضِ وَجَعَلَ اَهْلَهَا شِيَعًا يَّسْتَضْعِفُ طَاۤىِٕفَةً مِّنْهُمْ يُذَبِّحُ اَبْنَاۤءَهُمْ وَيَسْتَحْيٖ نِسَاۤءَهُمْ ۗاِنَّهٗ كَانَ مِنَ الْمُفْسِدِيْنَ ٤

Artinya: Sesungguhnya Firʻaun telah berbuat sewenang-wenang di bumi dan menjadikan penduduknya berpecah-belah. Dia menindas segolongan dari mereka (Bani Israil). Dia menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak perempuannya. Sesungguhnya dia (Firʻaun) termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan.

Menurut Tafsir Ibnu Katsir, maksud kekejaman Firaun dalam ayat tersebut adalah bertindak di luar batas, zalim, dan sewenang-wenang demi menuruti nafsu duniawi. Firaun juga telah menyimpang dari ajaran Tuhan.

Beberapa kekejaman Firaun sebagaimana diterangkan Ibnu Katsir adalah menjadikan penduduk di negerinya terpecah belah. Ia membeda-bedakan rakyatnya atas dasar strata sosial dan kelompok tertentu.

Firaun juga terus menindas dan bertindak sewenang-wenang terhadap kelompok yang tidak disukainya, yaitu Bani Israil yang berasal dari keturunan Nabi Ya’qub AS.

Raja Mesir era Nabi Musa AS tersebut memerintahkan rakyatnya untuk selalu taat dan menyembah dirinya. Bahkan ia juga menuntut para prajuritnya untuk membunuh setiap bayi laki-laki yang ada di wilayah kekuasaannya.

Pada masa itu, kaum Bani Israil memang rajin dan aktif dalam mempelajari kitab yang diwariskan oleh Nabi Ibrahim AS. Dalam kitab itu disebutkan bahwa akan lahir seorang anak laki-laki keturunan Ibrahim AS yang akan menghancurkan raja Mesir.

Berita mengenai kelahiran bayi laki-laki Bani Israil yang akan memimpin Mesir sudah menyebar luas di kalangan masyarakat. Sampai suatu saat terdengar oleh Firaun.

Firaun pun takut kekuasaannya akan hancur, sehingga ia membuat sebuah peraturan biadab yakni membunuh setiap bayi laki-laki yang lahir di bawah kerajaannya.

Dia membentuk sebuah tim khusus yang ditugaskan untuk mendata semua wanita yang hamil. Sehingga, apabila anak mereka lahir dengan kelamin laki-laki, maka algojo akan langsung merebut dan membunuhnya.

Namun demikian, Allah SWT adalah Tuhan Yang Maha Kuasa. Tentu saja takdir-Nya akan tetap terjadi tidak peduli seberapa kuat seorang manusia mencoba menghambat. Dialah Tuhan sesungguhnya, Yang Maha Perkasa.

Ternyata, anak laki-laki yang diberitakan dalam kitab orang-orang Bani Israil itu benar-benar ada dan selamat hingga ia dewasa. Bahkan, bayi itu dirawat sendiri oleh Firaun layaknya anak kandungnya.

Ia memakan makanan yang sama, mengenakan pakaian yang sama, dan mengendarai kendaraan yang sama dengan Firaun. Anak laki-laki itu kemudian tumbuh menjadi seorang nabi utusan Allah SWT, Nabi Musa AS.

Nabi Musa AS, anak angkat Firaun, sendirilah yang kemudian menghancurkan dan menumpas kezalimannya terhadap rakyatnya, terutama kepada Bani Israil.

Pada akhirnya, raja zalim, kejam, dan melampaui batas ini diazab oleh Allah SWT dengan ditenggelamkan di Laut Merah bersama pengikutnya yang sama sesatnya. Sebagaimana firman Allah SWT,

وَاِذْ فَرَقْنَا بِكُمُ الْبَحْرَ فَاَنْجَيْنٰكُمْ وَاَغْرَقْنَآ اٰلَ فِرْعَوْنَ وَاَنْتُمْ تَنْظُرُوْنَ ٥٠

Artinya: “(Ingatlah) ketika Kami membelah laut untukmu, lalu Kami menyelamatkanmu dan menenggelamkan (Fir’aun dan) pengikut-pengikut Fir’aun, sedangkan kamu menyaksikan(-nya).” (QS Al Baqarah: 50)

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Nabi Hud AS dan Kaum Ad yang Diazab Allah SWT



Jakarta

Nabi Hud AS adalah salah satu dari 25 nabi dan rasul yang wajib diketahui kaum muslimin. Beliau diutus untuk mengajak kaum Ad yang mana merupakan penyembah berhala.

Kaum Ad diceritakan sebagai kelompok yang musyrik dan ingkar kepada Allah SWT. Mereka bahkan menyembah tiga berhala yang dinamai Shamda, Shamud dan Hira.

Dikisahkan dalam buku Hikmah Kisah Nabi dan Rasul karya Ridwan Abdullah Sani dan Muhammad Kadri, kaum Ad diberikan kekayaan yang melimpah. Hal ini dibuktikan dengan tanah yang subur, sumber-sumber air yang mengalir dari berbagai penjuru dan memudahkan mereka bercocok tanam, hingga tempat tinggal yang dikelilingi kebun bunga.


Sayangnya, mereka tidak pernah bersyukur atas segala nikmat yang Allah SWT berikan. Tingginya ilmu pengetahuan yang mereka miliki justru membuat mereka tidak percaya akan keberadaan Allah SWT.

Karenanya, Nabi Hud AS diutus untuk mengajak kaum Ad ke jalan yang benar. Beliau berdakwah tanpa lelah dan menyeru kepada kaum Ad untuk berhenti menyembah berhala yang merupakan warisan nenek moyang mereka.

Meski demikian, alih-alih mempercayai dakwah Hud AS, kaum Ad justru menuduh sang nabi dengan banyak alasan. Mereka bahkan tak segan melontarkan ejekan hingga hinaan kepada Nabi Hud AS.

Hud AS lantas meminta Allah SWT untuk menimpakan azab kepada kaum Ad yang enggan beriman kepada-Nya. Sebelum azab itu turun, Nabi Hud AS kembali memperingati kaumnya namun mereka tidak menggubris perkataan Hud AS.

Tak sampai di situ, kaum Ad bahkan meminta pertolongan dan perlindungan kepada berhala-berhala yang mereka sembah. Azab kaum Ad ditandai dengan adanya kekeringan dan kemarau panjang selama tiga tahun yang membuat menderita, kemudian mereka memohon turunnya hujan.

Mereka awalnya gembira karena mengira hujan akan turun dengan timbulnya awan hitam yang nantinya membasahi ladang mereka. Hud AS lalu kembali memperingati kalau awan hitam itu bukan awan rahmat, melainkan membawa kehancuran. Terkait hal ini, Allah SWT berfirman dalam surah Al Ahqaf ayat 24:

فَلَمَّا رَأَوْهُ عَارِضًا مُّسْتَقْبِلَ أَوْدِيَتِهِمْ قَالُوا۟ هَٰذَا عَارِضٌ مُّمْطِرُنَا ۚ بَلْ هُوَ مَا ٱسْتَعْجَلْتُم بِهِۦ ۖ رِيحٌ فِيهَا عَذَابٌ أَلِيمٌ

Artinya: “Maka tatkala mereka melihat azab itu berupa awan yang menuju ke lembah-lembah mereka, berkatalah mereka: “Inilah awan yang akan menurunkan hujan kepada kami”. (Bukan!) bahkan itulah azab yang kamu minta supaya datang dengan segera (yaitu) angin yang mengandung azab yang pedih..”

Lalu, ada seorang dari mereka yang menyaksikan azab apa yang terkandung di dalam awan hitam itu. Ia menjerit dan pingsan sesudah melihatnya.

Kala itu, Allah SWT menimpakan azab kepada kaum Ad selama tujuh malam delapan hari berturut-turut. Peristiwa tersebut berlangsung hingga seluruh kaum Ad yang enggan beriman kepada Allah SWT binasa.

Dalam riwayat lainnya disebutkan bahwa pusaran angin itu sama sekali tidak terasa bagi Nabi Hud AS dan pengikutnya yang beriman kepada Allah SWT. Angin itu terasa seperti angin segar yang nyaman dan menyentuh kulit.

Wallahu’alam bishawab.

(hnh/erd)



Sumber : www.detik.com

Ini Penyebab Kemunduran Kerajaan Islam Samudra Pasai



Jakarta

Kerajaan Islam Samudra Pasai merupakan kerajaan Islam pertama di Indonesia. Kerajaan Samudra Pasai terletak di Aceh.

Dalam perkembangannya, Kerajaan Samudra Pasai memperoleh kemajuan pesat karena beberapa hal. Namun penyerbuan terhadap Kerajaan Samudra Pasai tak dapat dihindari.

Sehingga Kerajaan Islam Samudra Pasai mengalami kemunduran sejak terjadinya penyerbuan. Berikut sejarahnya.


Berdirinya Kerajaan Samudra Pasai

Dirangkum dari buku Sejarah SMA Kelas 2 oleh Tugiyono dan buku Seri IPS Sejarah 1 SMP Kelas VII karya Prawoto, Samudra Pasai adalah kerajaan Islam pertama di Indonesia yang berdiri pada abad 13 M. Kerajaan Samudra pasai dibangunoleh Laksamana Laut Mesir bernama Nazimudin Al-Kamil yang menaklukkan daerah ini pada 1283. Penguasa pertama yang diangkat adalah Marah Silu dengan gelar Sultan Malik Al-Saleh.

Setelah resmi, Samudra Pasai berkembang pesat menjadi pusat perdagangan dan pusat studi Islam yang ramai. Banyak pedagang dari India, Benggala, Gujarat, Arab, Cina, dan daerah lain mengunjungi Samudra Pasai.

Dalam perkembangannya, Kerajaan Samudra Pasai memperoleh kemajuan pesat karena dua hal berikut:

Melemahnya kekuasaan Kerajaan Sriwijaya

Letak Samudra Pasai di sepi Selat Malaka sehingga menjadi tempat persinggahan strategis bagi para pedagang internasional
Setelah pertahanannya kuat, Samudra Pasai meluaskan daerah kekuasaannya. Kemudian Sultan Malik Al-Saleh mengawini putri Raja Perlak. Tak lama kemudian, beliau wafat dan dimakamkan di Kampong Samudra pemukiman Blang Me.

Menjalin hubungan dengan Kesultanan Delhi (India)

Samudra Pasai menjalin hubungan dengan Kesultanan Delhi (India). Buktinya yaitu ada seorang utusan dari India yang bernama Ibn Battuta singgah di Samudra Pasai ketika akan melakukan perjalanan ke Cina.

Ibnu Battuta menceritakan bahwa sultan adalah orang yang selalu taat pada ajaran Islam yang disampaikan Nabi SAW dan membicarkakan masalah agama dalam Mazhab Syafi’i. Ibn Battuta juga mengatakan bahwa Samudra Pasai merupakan pelabuhan penting.

Mundurnya Kerajaan Samudra Pasai Sejak Terjadinya Penyerbuan

Dirangkum dari buku Sejarah Kebudayaan Islam Madrasah Tsanawiyah Kelas IX oleh Murodi, pada saat itu Kerajaan Samudra Pasai melemah karena pemerintahan dipegang oleh pembesar kerajaan. Keadaan itu diperparah ketika Samudra Pasai diserang Kerajaan Siam.

Setelah itu, Kerajaan Samudra pasai diserang oleh Kerajaan Majapahit pada tahun 1377 M. Hayam Wuruk dari Majapahit khawatir atas kemajuan Kerajaan Samudra Pasai, terutama di bidang perniagaan dan penyebaran Islam. Sebab ini membayahakan posisi Majapahit dalam perdagangan dan kekuatan politik di Nusantara.

Majapahit pun melancarkan sebuannya terhadap Kerajaan Islam Samudra pasai. Kerajaan Islam Samudra Pasai pun kemudian berhasil ditaklukkan Majapahit. Selain itu, terjadi juga peperangan antara Samudra Pasai dengan tentara Nuku pada tahun 1406 M.

Saat Kerajaan Samudra Pasai dipimpin oleh Sultan Iskandar Muda, beliau menjalin hubungan dengan Tiongkok. Tiongkok pun menjamin akan melindungi dan membantu Kerajaan Samudra Pasai jika ada serangan.

Namun Sultan Iskandar Muda kemudian meninggal dunia. Sejak saat itu Kerajaan Samudra Pasai tidak memiliki kekuatan. Hal ini menjadi salah satu penyebab Kerajaan Islam Samudra Pasai mengalami kemunduran sejak terjadinya penyerbuan.

Merujuk pada buku Sejarah SMA Kelas 2, penyebab lain yang menjadi faktor kemunduran Kerajaan Islam Samudra Pasai yaitu:

  1. Perebutan kekuasaan di antara keluarga
  2. Pindahnya pusat perdagangan ke Malaka
  3. Munculnya kerajaan baru, seperti Aceh dan Malaka
  4. Peninggalan Kerajaan Islam Samudra Pasai

Merujuk pada buku Tinggalan Sejarah Samudra Pasai oleh Cisah, salah satu peninggalan sejarah Kerajaan Islam Samudra Pasai adalah relief lampu (misykah) yang menjantungkan kalimat Tauhid pada batu nisan. Relief ini menjadi peninggalan sejarah Kerajaan Samudra Pasai di Gampong Maddi, Aceh Utara.

Tauhid merupakan penerang jalan hidup yang dinyalakan Samudra Pasai melalui Syiar dan dakwah dalam rangka memperluas negeri Islam di Asia Tenggara. Hal ini juga menjadi tugas utama dari para penguasa Samudra Pasai selama lebih dari tiga abad berkuasa.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Sosok Utsman bin Affan yang Dermawan, Rela Sumbang Sepertiga Biaya Perang Tabuk



Jakarta

Utsman bin Affan adalah salah satu sahabat Rasulullah SAW. Beliau dikenal sebagai sosok yang kaya raya dan dermawan.

Prof Dr Ali Muhammad Ash-Shallabi dalam bukunya yang berjudul Biografi Utsman bin Affan menjelaskan silsilah Utsman bin Affan. Namanya adalah Utsman bin Afan bin Abu Al-Ash bin Umayyah bin Abdi Syams bin Abdi Manaf bin Qushay bin Kilab. Nasabnya bertemu dengan Rasulullah pada Abdi Manaf.

Sang ibu bernama Arwa binti Kuraiz bin Rabiah bin Habib bin Abd Syams bin Abdi Manaf bin Qushay. Nama ibu Arwa (nenek Utsman bin Affan dari jalur ibu) adalah Ummu Hukaim Al-Baidha’ binti Abdul Muththalib, saudara perempuan sekandung Abdullah bin Abdul Muththalib, ayah Rasulullah.


Utsman bin Affan lahir pada 12 Dzulhijjah 35 sebelum Hijriah dari pasangan Affan bin Abi Al-Ash dan Arwa binti Kuraiz. Beliau lahir dari keluarga yang kaya dan terpandang.

Selama memeluk agama Islam, Utsman bin Affan memiliki banyak peran, terutama dari harta dan kekayaan yang dimilikinya. Sebagai sosok yang dermawan, ia bahkan pernah membiayai Perang Tabuk.

Dalam Sirah Nabawiyah susunan Shafiyurrahman al-Mubarakfuri dikisahkan bahwa umat Islam akan berperang kala itu, namun ada kendala di keuangan karena dalam keadaan paceklik. Nabi SAW lalu bersabda,

“Barangsiapa yang mendanai pasukan ‘Usrah, maka surga untuknya.”

Mendengar hal tersebut, Utsman bin Affan lalu menyumbangkan hartanya. Tak tanggung-tanggung, sumbangannya itu mencakup 300 ekor unta, 50 ekor kuda, dan uang yang berjumlah 1000 dinar.

Melihat itu, Nabi SAW bersabda:

“Setelah hari ini, apa yang dilakukan Utsman tidak akan membuatnya menjadi melarat.” (HR Tirmidzi & Ahmad)

Mengutip Al-Akhbar oleh Ir Tebyan A’maari Machali MM, nilai yang Utsman sumbangkan untuk Perang Tabuk sama seperti sepertiga biaya perang. Selain itu, ketika masa pemerintahan Abu Bakar Ash-Shiddiq, Utsman bahkan memberi gandum yang diangkut 1000 unta untuk membantu masyarakat miskin yang menderita di musim kering.

Kemudian, kedermawanan Utsman bin Affan juga dibuktikan ketika kaum muslimin berhijrah dari Mekkah menuju Madinah. Saat itu, mereka kekurangan air dan hanya satu orang yang memiliki sumur yang mana seorang Yahudi.

Orang Yahudi itu menjual air kepada masyarakat dengan harga yang sangat tinggi. Hal ini membuat kaum muslimin resah.

Nabi Muhammad SAW lalu menyeru kepada sahabat untuk menyelesaikan hal tersebut dan dijanjikan minuman di surga. Seperti biasa, mendengar itu maka Utsman langsung menemui pemilik sumur dan membelinya.

Ketika membeli sumur, Utsman bernegoisasi dengan orang Yahudi tersebut dengan harga 12.000 dirham. Syaratnya, kepemilikan sumur secara bergantian. Satu hari milik Utsman dan hari berikutnya milik orang Yahudi.

Setelah sepakat, Utsman menyerukan kepada kaum muslimin untuk mengambil air sumur sebanyak mungkin ketika sumur itu dimiliki Utsman. Pada hari berikutnya di mana bagian orang Yahudi, tidak ada satu pun orang yang membeli air di sumur itu.

Akhirnya, orang Yahudi itu merasa dirugikan dan menawarkan kepemilikan sumur secara keseluruhan untuk Utsman. Mendengar itu, Utsman setuju dan membayarkan lagi sebesar 8000 dirham.

Ketika sudah sepenuhnya dimiliki oleh Utsman, maka sumur tersebut diwakafkan untuk kepentingan umat Islam.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Nabi Daud dan Gunung yang Bertasbih Bersamanya



Jakarta

Nabi Daud AS adalah nabi yang dianugerahi Allah SWT dengan suara yang sangat indah dan merdu. Bahkan, ada cerita tentang kisah Nabi Daud dan gunung yang bertasbih. Bagaimanakah kisah tersebut?

Nabi Daud AS adalah utusan Allah SWT dan khalifah-Nya di wilayah Baitul Maqdis. Nama lengkapnya adalah Daud bin Aisya bin Uwaid bin Abir bin Salmun bin Nahsyun bin Uwainadzib bin Iram bin Hashrun bin Farshun bin Yahudza bin Ya’qub bin Ishaq bin Ibrahim al-Khalil.

Ibnu Katsir menceritakan hal ini dalam bukunya yang berjudul Sejarah Lengkap Kehidupan Para Nabi Sejak Nabi Adam Alaihissalam hingga Nabi Isa Alaihissalam.


Sejak kecil, Nabi Daud AS sudah dikaruniai banyak hal oleh Allah SWT. Kehebatannya terlihat dari keberhasilannya mengalahkan Jalut. Selain itu, ia juga dikaruniai Allah SWT suara yang sangat merdu.

Berkaitan dengan suaranya yang sangat indah, ada sebuah cerita yang sangat terkenal, di mana ada kisah Nabi Daud dan gunung yang bertasbih.

Bagaimanakah kisah tersebut? Berikut ulasannya!

Kisah Nabi Daud dan Gunung yang Bertasbih

Allah SWT berfirman dalam surah Saba ayat 10 yang berbunyi,

۞ وَلَقَدْ اٰتَيْنَا دَاوٗدَ مِنَّا فَضْلًاۗ يٰجِبَالُ اَوِّبِيْ مَعَهٗ وَالطَّيْرَ ۚوَاَلَنَّا لَهُ الْحَدِيْدَۙ ١٠

Artinya: Sungguh, benar-benar telah Kami anugerahkan kepada Daud karunia dari Kami. (Kami berfirman), “Wahai gunung-gunung dan burung-burung, bertasbihlah berulang kali bersama Daud!” Kami telah melunakkan besi untuknya.

Kemudian, Allah SWT juga berfirman dalam ayat selanjutnya, yakni surah Saba ayat 18 yang berbunyi,

وَجَعَلْنَا بَيْنَهُمْ وَبَيْنَ الْقُرَى الَّتِيْ بٰرَكْنَا فِيْهَا قُرًى ظَاهِرَةً وَّقَدَّرْنَا فِيْهَا السَّيْرَۗ سِيْرُوْا فِيْهَا لَيَالِيَ وَاَيَّامًا اٰمِنِيْنَ ١٨

Artinya: Kami jadikan antara mereka dan negeri-negeri yang Kami berkahi (Syam) beberapa negeri yang berdekatan dan Kami tetapkan antara negeri-negeri itu (jarak) perjalanan. Berjalanlah kamu di negeri-negeri itu pada malam dan siang hari dengan aman.)

Ibnu Abbas, Mujahid, dan beberapa ulama lainnya berkomentar mengenai ayat ini. Gunung-gunung ikut bertasbih kepada Allah SWT sebab Dia telah menganugerahkan suara yang sangat merdu kepada Nabi Daud AS, suatu karunia yang tidak diberikan kepada siapa pun.

Oleh karena itu, ketika Nabi Daud AS membaca kitab Zabur, burung-burung yang terbang di angkasa mendarat untuk mendengar lantunan suaranya, gunung-gunung ikut bertasbih bersamanya di waktu pagi dan sore hari.

Wahab bin Munabbih mengatakan bahwa tidak ada seorang pun yang mendengarkan kemerduan suara Nabi Daud AS, melainkan ia akan berjalan dengan sebelah kakinya seperti berdansa.

Manusia dan segala jenis hewan akan rela berhenti untuk mendengarkan kemerduan suaranya. Bahkan ada dari hewan-hewan itu mati kelaparan dan sungai pun berhenti mengalir.

Ibnu Juraij pernah bertanya kepada Atha’ tentang membaca kitab suci dengan dilagukan. Kemudian, ia menjawab,

“Hal itu tidak mengapa. Aku pernah mendengar Ubaid bin Umar berkata: Dulu Daud AS pernah mengambil rebana dan menabuhnya. Lalu beliau membaca kitab suci. Beliau mengulang-ulang suaranya. Beliau sengaja melakukan hal itu agar beliau bisa menangis. begitu juga yang mendengarkannya.”

Di samping memiliki suara yang amat merdu dan indah, Nabi Daud AS juga sangat cepat dalam membaca kitab Zabur. Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah SAW yang berbunyi,

“Daud sangat lincah dalam membaca (kitab). Beliau pernah memerintahkan seseorang memasang pelana kudanya sementara beliau sendiri membaca kitab. Sebelum pelana kuda itu selesai dipasang, beliau lebih dulu selesai membaca Al-Qur’an (kitab)-nya. Beliau juga tidak makan, kecuali dari hasil kerjanya sendiri.” (HR Bukhari dan Ahmad)

Mengenai anugerah suara yang sangat indah milik Nabi Daud AS, salah seorang sahabat Rasulullah SAW ternyata juga memiliki suara yang mirip dengan milik Daud AS.

Diriwayatkan oleh Ahmad, bahwasanya Aisyah RA pernah berkata, “Rasulullah SAW pernah mendengar suara Abu Musa Al Asy’ari ketika ia sedang membaca Al-Qur’an. Kemudian beliau bersabda,

“Abu Musa Al Asy’ari dianugerahi keindahan suara dari seruling kepunyaan Daud.” (HR Ahmad)

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Cinta Salman Al Farisi RA, Merelakan Pujaan Hati Demi Sahabat Sejati



Jakarta

Kisah cinta Salman Al Farisi RA menunjukkan perilaku ikhlas itu tidak terbatas apa pun. Keikhlasan ini dibuktikan dengan kerelaan dirinya melihat sang pujaan hati menikah dengan sahabat sejatinya. Berikut cerita selengkapnya.

Siapa yang tidak kenal dengan Salman Al Farisi RA. Seorang sahabat Rasulullah SAW yang sangat cerdas dan berhasil mengalahkan pasukan kafir Quraisy dengan idenya membangun parit di sekeliling kota Madinah saat Perang Khandaq.

Ada sebuah kisah yang menarik dari Salman Al Farisi RA yang menyangkut dengan hati dan cintanya terhadap seorang perempuan salihah. Dari cerita ini, banyak hikmah yang bisa diambil, salah satunya adalah perilaku ikhlas yang amat besar.


Kisah Cinta Salman Al Farisi RA

Dikisahkan dalam buku Cinta di Sujud Terkahir karya Cinta Mulia, Salman Al Farisi RA pernah jatuh cinta pada seorang muslimah Anshar dari Madinah. Ia kemudian membulatkan tekadnya untuk melamar wanita tersebut.

Masalah pun muncul saat ia hendak melamar wanita itu. Salman Al Farisi RA merasa ia belum mengetahui bagaimana adat melamar wanita di kalangan masyarakat Madinah dan bagaimana tradisi Anshar dalam mengkhitbah wanita.

Salman Al Farisi RA kemudian mendatangi sahabat yang merupakan penduduk asli Madinah, yaitu Abu Darda RA. Ia meminta tolong untuk ditemani ketika proses khitbah wanita yang ia dambakan itu.

Mendengar pengakuan dari Salman Al Farisi RA yang hendak melamar wanita ini, Abu Darda RA pun sangat senang dan bahkan memeluknya sebagai bentuk dukungan.

Tak ada perasaan ragu dalam diri seorang Abu Darda RA. Ia merasa, inilah saatnya untuk membantu saudara seimannya, sahabat sejatinya.

Beberapa hari kemudian, Abu Darda RA mempersiapkan segala kebutuhan untuk lamaran tersebut. Salman Al Farisi RA pun mendatangi rumah sang pujaan hati ditemani sahabatnya itu.

Selama perjalanan tidak ada perasaan lain melainkan kebahagiaan memenuhi hati keduanya. Setibanya rumah wanita tadi, keduanya disambut dengan baik oleh orang tua sang pujaan hati Salman Al Farisi RA.

Di sinilah misi Abu Darda RA sebagai sahabat mulai dilancarkan. Ia memperkenalkan dirinya dan Salman Al Farisi RA dengan sangat baik dan tujuan mereka berkunjung.

Tak lupa, ia pun menyinggung kedekatan Salman RA dengan Rasulullah SAW untuk dapat mendapatkan hati calon mertuanya.

Mendengar itu semua, kedua orang tua wanita tadi merasa sangat terhormat. Ia senang dan langsung menanyakan hal ini kepada putrinya karena keputusan ada di tangan dirinya.

Ternyata, sang putri sudah mendengar percakapan antara ayah dengan dua sahabat Rasulullah SAW itu. Ia pun segera memberikan jawabannya kepada ibunya untuk kemudian disampaikan kepada Salman Al Farisi RA dan Abu Darda RA.

Jantung Salman Al Farisi RA pun sangat berdebar menunggu jawaban wanita idamannya itu. Dari balik hijab, terdengar suara sang ibu dari putri itu berkata,

“Mohon maaf kami perlu berterus terang,” kalimat ini membuat Salman Al Farisi RA dan Abu Darda RA berdebar menanti jawaban.

“Namun karena kalian berdualah yang datang dan mengharap rida Allah, saya ingin menyampaikan bahwa putri kami akan menjawab iya jika Abu Darda RA juga memiliki keinginan yang sama seperti keinginan Salman Al Farisi RA.”

Jawaban ini sangat mengejutkan baik untuk Salman Al Farisi RA dan Abu Darda RA. Niat hati ingin membantu sahabatnya untuk menggapai pujaan hatinya, yang terjadi malah cinta itu bertepuk sebelah tangan. Lebih mengejutkan lagi, bahwa yang disukai wanita itu adalah dirinya sendiri.

Bukannya bersedih, marah, atau mencela sahabatnya sendiri, Salman Al Farisi RA adalah pria yang saleh, taat dan mulia. Oleh karena itu ia dengan segala ketegaran hati dan keikhlasannya malah berseru,

“Allahuakbar!”

Salman Al Farisi RA justru sangat senang dengan jawaban wanita itu. Ia bahkan menawarkan bantuan untuk pernikahan keduanya.

Tanpa perasaan hati yang sakit, ia dengan ikhlas memberikan semua harta benda yang ia siapkan untuk menikahi si wanita itu. Bahkan, mahar dan nafkah yang telah dipersiapkannya diberikan kepada Abu Darda RA.

Bahkan, Salman Al Farisi RA jugalah yang menjadi saksi pernikahan sahabatnya dan wanita tersebut.

Begitu besar hati Salman Al Farisi RA bersamaan dengan sifat ikhlas dan tabah dalam menerima takdir dari Allah SWT. Sesungguhnya Allah SWT mengetahui apa yang terbaik bagi hamba-Nya.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Shuhaib bin Sinan, Sahabat Nabi yang Dermawan tapi Kaya Raya



Jakarta

Islam adalah agama yang berperan besar dalam mengubah dunia dari jaman jahiliyah menuju jaman yang terang benderang. Berbagai tokoh Islam juga memainkan peran penting dalam menyebarkan ajaran agama Islam.

Di antara tokoh Islam tersebut adalah para Nabi utusan Allah SWT hingga para sahabat Nabi SAW. Salah satu sahabat Nabi yang berperan menyebarkan Islam adalah Shuhaib bin Sinan.

Shuhaib bin Sinan adalah salah satu sahabat Nabi SAW yang selalu untung. Berikut kisahnya.


Biografi Shuhaib bin Sinan

Merujuk pada buku Ensiklopedia Sahabat Nabi oleh Muhammad Raji Hasan Kinas, Shuhaib bin Sinan merupakan putra Sinan bin Malik dan Salma binti Qa’id. Orang tua Shuhaib adalah orang Arab tulen.

Ketika kecil, Shuhaib bin Sinan dipanggil al-Rumi karena ia pernah ditawan oleh Bangsa Romawi. Sedangkan Rasulullah SAW memanggilnya Abu Yahya.

Shuhaib merupakan seorang anak yang sangat dicintai dan disayangi orang tuanya. Keluarga mereka hidup damai di dekat Sungai Efrat.

Kisah Shuhaib bin Sinan, Sahabat Nabi yang Selalu Untung

Dirangkum dari buku Rijal Haula Ar-Rasul oleh Khalid Muhammad Khalid, bahwa pada suatu ketika, negeri yang menjadi tempat tinggal Shuhaib diserang oleh Romawi. Tak hanya menyerang, Romawi juga menawan sejumlah penduduk untuk dijual belikan sebagai budak, termasuk Shuhaib bin Sinan.

Shuhaib bin Sinan adalah anak yang cerdas, rajin, dan jujur. Atas dasar itulah, majikannya tertarik dan memerdekakan Shuhaib bin Sinan. Majikannya juga memberinya kesempatan untuk berniaga bersamanya.

Suatu ketika, Shuhaib bin Sinan dan Ammar bin Yasir pergi ke rumah Arqam. Mereka menuju ke sana dengan penuh keberanian dalam menghadapi bahaya.

Shuhaib telah menggabungkan dirinya dengan kafilah orang-orang beriman. Pernah diceritakan keadaan yang membuktikan besarnya rasa tanggung jawabnya sebagai seorang muslim yang telah bai’at kepada Rasulullah SAW dan bernaung di bawah panji-panji Islam.

Shuhaib bin Sinan menjadi pribadi yang keras, ulet, zuhud tak kenal lelah, hingga dengan bekal tersebut ia berhasil mengatasi berbagai peristiwa dan menjinakkan marabahaya. Ia selalu menghadapinya dengan keberanian yang luar biasa. Shuaib tak pantang mundur dari segala pertempuran dan bahaya.

Ketika Rasulullah SAW hendak hijrah, kafir Quraisy mencegahnya. Shuhai terjebak dan terhalang untuk hijrah, sedangkan Rasulullah SAW dan sahabatnya berhasil lolos atas barkah Allah SWT.

Shuhaib berusaha menolak tuduhan Quraisy dengan cara bersilat lidah. Hingga ketika mereka lengah, Shuhaib naik ke punggung untanya dan melarikan diri menuju Sahara. Mengetahui hal itu, Quraisy menyusulnya dan usaha mereka hampir berhasil.

Shuhaib kemudian menawar Quraisy yang hendak menangkapnya dengan menunjukkan tempat penyimpanan harta bendanya dengan syarat Quraisy harus membebaskannya. Quraisy pun menerima tawaran itu.

Setelah menunjukkan tempat hartanya disimpan, Quraisy membiarkan Shuhaib hijrah hingga berhasil menyusul Rasulullah SAW. Saat itu Rasulullah SAW sedang duduk dikelilingi beberapa sahabat, ketika dengan tidak diduga Shuhaib mengucapkan salamnya.

Rasulullah SAW yang melihatnya berseru dengan gembira, “Beruntung perdaganganmu, hai Abu Yahya! Beruntung perdaganganmu, hai Abu Yahya!”

Kemudian turunlah surah Al Baqarah ayat 207,

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَّشْرِيْ نَفْسَهُ ابْتِغَاۤءَ مَرْضَاتِ اللّٰهِ ۗوَاللّٰهُ رَءُوْفٌۢ بِالْعِبَادِ ٢٠٧

Artinya: “Di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya untuk mencari rida Allah. Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba(-Nya).”

Memang, Shuhaib menebus dirinya yang beriman itu dengan segala harta kekayaannya. Shuhaib tidak merasa rugi sedikit pun karena hartanya tidak begitu berarti baginya.

Di samping keshalihan dan ketaqwaannya, Shuhaib adalah seorang periang dan jenaka. Shuhaib juga merupakan sosok yang pemurah dan dermawan.

Shuhaib membelanjakan tunjangannya dari Baitul Mal untuk di jalan Allah SWT. Uang itu ia gunakan untuk membantu orang yang kemalangan dan menolong fakir miskin dalam kesengsaraan.

Ketika Umar bin Khattab RA dipilih sebagai imam salat kaum muslim, beliau memilih enam sahabat untuk mengurus pemilihan khalifah baru. Khalifah kaum muslimin biasanya menjadi imam dalam salat-salat mereka.

Saat ruhnya yang suci hendak menghadap Allah SWT, Umar bin Khattab RA kemudian memilih Shuhaib bin Sinan RA sebagai imam kaum muslimin menunggu munculnya khalifah baru. Maka peristiwa ini merupakan kesempurnaan karunia Allah SWT terhadap hamba-Nya yang shalih, Shuahaib bin Sinan.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com