Category Archives: Kisah

Kisah Murid Abu Hurairah yang Wafat saat Mengimami Salat



Jakarta

Dia adalah Zurarah bin Aufa Al Qadhi. Sosoknya juga dikenal dengan nama Abu Hajib Al ‘Amiri Al Bashri sebagai imam besar, hakim, perawi hadits, dan ulama kenamaan dari Bashrah.

Semasa hidupnya, Zurarah bin Aufa memang dikenal Imam Nasa’i dan imam lain di kalangan ahli hadits sebagai sosok perawi yang terpercaya dan kuat ingatannya atau tsiqah. Ia wafat pada tahun ke-93 Hijriah.

Salah satu murid dari Abu Hurairah ini diceritakan wafat saat dirinya sedang menjadi imam salat berjemaah. Kisah ini pun dibenarkan oleh hampir seluruh riwayat shahih dalam buku Rab Man Maata Wahua Yushalli oleh Mahmud bin Abul Malik Al-Zugbi terjemahan Yusni Amru dan Fuad Nawawi.


Zurarah bin Aufa wafat secara mendadak di wilayah Abdul Malik bin Marwan pada awal kunjungannya ke daerah Hijaz, Irak. Kisah kematian perawi yang merupakan guru dari ahli hadits Qatadah ini banyak diceritakan oleh para ahli hadits.

Salah satu kisahnya diceritakan oleh ‘Utab bin Al Matsani Al Qusyairi dari Bazin bin Hakim–murid Zurarah bin Aufa. Bahzin bercerita, saat itu Zurarah bin Aufa tengah mengimami salat berjamaah di Masjid Bani Qusyair. Bahzin menjadi salah satu makmumnya.

Menurut penuturan Bahzin, saat Zurarah membaca surah Al Muddatsir sampai ayat ke-8, mendadak beliau ambruk hingga dinyatakan meninggal dunia. Diceritakan oleh Bahzin, beliau sudah dinyatakan meninggal saat makmumnya hendak mengangkat tubuhnya.

“Aku termasuk yang membawa beliau sampai kediamannya. Setibanya di Hajaj, daerah Bashrah, orang-orang datang mengerubuti rumahnya,” demikian keterangan Bahzin.

Ibnu Katsir juga pernah menceritakan kematian Zurarah bin Aufa. Disebutkan, Ibnu Aufa, begitu Zurarah bin Aufa juga disapa, saat itu tengah menjadi imam untuk salat Subuh, bertepatan dengan dirinya membaca surah Al Muddatsir ayat 8.

“Saat sampai ayat ke-8, dia ambruk, lalu meninggal dunia. Dia wafat di Bashrah dalam usia 70 tahun,” terangnya.

Meski demikian, ada riwayat lain bersumber dari Abu Daud Al Thayalisi menyatakan, Zurarah bin Aufa wafat pada saat beliau dalam keadaan sujud salat di tengah-tengah menjadi imam salat berjemaah. Ada pula yang menyebutnya beliau wafat saat menjadi imam salat dua hari raya atau salat Id.

Wallahu a’lam.

(rah/erd)



Sumber : www.detik.com

Kisah Nabi Ishaq AS, Sosok yang Saleh dan Lemah Lembut



Jakarta

Nabi Ishaq adalah salah satu dari 25 nabi dan rasul yang wajib diketahui dalam Islam. Ia adalah keturunan dari Nabi Ibrahim AS dan istrinya yang bernama Siti Sarah.

Kelahiran Ishaq AS sangat dinantikan oleh keduanya. Saat itu, Nabi Ibrahim AS dan istrinya diberi kabar gembira dari Allah SWT melalui Jibril, Mikail dan Israfil yang berkunjung ke rumahnya, seperti dikisahkan dalam buku Kisah Para Nabi & Sahabat RA Vol 3 oleh Dr A A Ahmed.

Isi dari pesan tersebut ialah Siti Sarah akan melahirkan anak laki-laki yang bernama Ishaq. Nantinya, anak tersebut akan menjadi seorang nabi.


Allah SWT berfirman dalam surah Hud ayat 69,

وَلَقَدْ جَآءَتْ رُسُلُنَآ إِبْرَٰهِيمَ بِٱلْبُشْرَىٰ قَالُوا۟ سَلَٰمًا ۖ قَالَ سَلَٰمٌ ۖ فَمَا لَبِثَ أَن جَآءَ بِعِجْلٍ حَنِيذٍ

Artinya: “Dan sesungguhnya utusan-utusan Kami (malaikat-malaikat) telah datang kepada lbrahim dengan membawa kabar gembira, mereka mengucapkan: “Selamat”. Ibrahim menjawab: “Selamatlah,” maka tidak lama kemudian Ibrahim menyuguhkan daging anak sapi yang dipanggang.”

Menukil buku Kisah Bapak dan Anak dalam Al-Qur’an oleh Adil Musthafa Abdul Halim, Nabi Ibrahim AS sempat tidak percaya dan berkata,

“Apakah kamu memberi kabar gembira kepadaku, padahal usiaku telah lanjut, dengan cara bagaimanakah (terlaksananya) berita gembira yang kamu kabarkan ini.” (QS Al Hijr : 54)

Para malaikat kemudian menjawab, “Wahai Ibrahim, ini adalah perkara dan kehendak Allah. Dan kabar yang kami bawa ini adalah sesuatu yang pasti. Sesungguhnya Allah SWT menganugerahkan seorang anak laki-laki yang akan menjadi orang alim yang bernama Ishaq, saudaranya Ismail.”

Atas jawaban malaikat tersebut, Nabi Ibrahim mengatakan, “Oh seandainya sekarang ini Ismail ada di hadapanku, pasti aku kabarkan dia tentang kelahiran saudaranya.”

Semasa hidupnya, Ishaq AS terkenal memiliki akhlak yang mulia. Ia gemar membantu orang-orang miskin di sekitarnya.

Semakin hari, Nabi Ishaq AS tumbuh menjadi pria yang jujur dan bertanggung jawab. Bahkan ketika dewasa, ia ikut membantu Nabi Ibrahim AS berdagang dan berdakwah di daerah Syam.

Ishaq AS lalu melanjutkan hidup dengan menikahi wanita bernama Rifqah. Pada 10 tahun usia pernikahan, Ishaq AS dan istri dikaruniai dua anak yaitu Aishu dan Yakub yang nantinya menjadi nabi pula.

Nabi Ishaq AS merupakan nabi sekaligus pemimpin yang saleh bagi kaumnya yaitu kaum Kan’an. Nabi Ishaq As berdakwah dengan caranya yang lemah lembut, serta beliau pandai memikat hati orang, ramah dan tamah, sehingga ajaran agama Islam yang disampaikan dapat dirasakan manfaatnya.

Dikutip dari buku Kisah dan Mukjizat 25 Nabi dan Rasul susunan Alifa Syah, salah satu mukjizat yang diberikan pada Ishaq AS ialah memiliki dua orang anak kembar dari sang istri yang berusia tua dan mandul. Hal ini tertuang dalam surah Al Anbiya ayat 72,

وَوَهَبْنَا لَهُۥٓ إِسْحَٰقَ وَيَعْقُوبَ نَافِلَةً ۖ وَكُلًّا جَعَلْنَا صَٰلِحِينَ

Artinya: “Dan Kami telah memberikan kepada-nya (Ibrahim) lshaq dan Ya’qub, sebagai suatu anugerah (daripada Kami). Dan masing-masingnya Kami jadikan orang-orang yang saleh.”

Selain itu, beliau juga dianugerahi kekuatan yang besar dalam ilmu dan akhlak yang tinggi oleh Allah SWT. Dalam Al-Qur’an, Ishaq AS disebut sebagai seorang anak yang arif dan bijaksana.

(hnh/kri)



Sumber : www.detik.com

Rufaida Al-Aslamia, Perawat Muslimah Pertama yang Bantu Korban Perang


Jakarta

Rufaida Al-Aslamia adalah seorang perawat pertama di zaman Rasulullah SAW yang jasanya sangat besar dan menjadi inspirasi dalam dunia medis hingga sekarang. Bagaimana kisahnya? Berikut ulasan dari detikHikmah selengkapnya!

Islam membawa kebaikan untuk semua kalangan masyarakat, termasuk para wanita. Dengan datangnya Islam, perempuan-perempuan bisa mendapat kesempatan mengakses ilmu dan belajar.

Salah satu perempuan cerdas yang memanfaatkan kesempatan ini adalah Rufaida Al-Aslamia. Dirinya adalah seorang relawan dan juga ahli bedah dan perawat wanita muslim pertama dalam sejarah.


Bahkan Emma Green mengatakan dalam bukunya Female Innovators Who Changed Our World: How Women Shaped STEM, jasa Rufaida Al-Aslamia bahkan diabadikan dalam sunah-sunah rasul.

Ketika perang, dirinya diizinkan oleh Rasulullah SAW untuk mendirikan sebuah tenda kesehatan di samping masjid demi merawat prajurit yang terluka. Dia juga mengajarkan konsep baru tentang keperawatan kepada wanita-wanita lain, yakni merawat dengan penuh kasih sayang, kenyamanan, dan dukungan.

Jasa besar Rufaida Al-Aslamia dalam dunia medis sangat diapresiasi hingga sekarang. Namanya bahkan menjadi nama beberapa institut pendidikan di daerah timur tengah.

Berikut adalah sosok Rufaida Al-Aslamia yang menjadi perawat wanita pertama dalam sejarah Islam.

Jasa Rufaida Al-Aslamia sebagai Seorang Perawat

Disebutkan dalam buku Teori Model Keperawatan: Keperawatan oleh Nur Aini, nama lengkap Rufaida Al-Aslamia adalah Rufaidah binti Sa’ad Al Bani Aslam Al Khazraj. Sedangkan nama Al-Aslamia dipakai karena ia tinggal di Madinah.

Rufaida Al-Aslamia merupakan orang dari kaum Anshar yang pertama menerima kedatangan Nabi SAW dan kaum Muhajirin. Ayahnya merupakan seorang dokter yang bernama Sa’ad Al Aslami, di mana dari dirinyalah Rufaida belajar ilmu kesehatan dan keperawatan.

Perjuangan Rufaida Al-Aslamia untuk membantu orang-orang yang sakit dimulai di medan pertempuran. Ia bertugas menjadi sukarelawan untuk membantu dan merawat para korban perang, dan bahkan juga mendirikan rumah sakit lapangan.

Rufaida Al-Aslamia berjasa di banyak sekali peristiwa peperangan umat Islam dengan para musuh Allah SWT. Ia rela mengabdikan diri sebagai sukarelawan dalam berbagai perang, mulai dari Perang Badar, Uhud, Khandaq, dan Khaibar.

Nabi Muhammad SAW sendirilah yang mengizinkan Rufaida Al-Aslamia untuk menjadi perawat sukarelawan pada perang-perang tersebut. Beliau bahkan juga memerintahkan para prajurit perang yang terluka untuk datang ke tenda kesehatan agar segera dirawat.

Salah satu sahabat Rasulullah SAW yang pernah menjadi pasien dari Rufaida Al-Aslamia adalah Sa’ad Ibnu Mu’aath.

Peristiwa tersebut terjadi saat perang Khandaq, di mana Sa’ad Ibnu Mu’aath terluka di bagian tubuhnya. Kemudian, Nabi Muhammad SAW memerintahkan dirinya untuk diobati oleh Rufaida Al-Aslamia.

Kemudian, Rufaida Al-Aslamia pun terkenal sebagai perawat yang teladan, baik hati, memiliki empati tinggi, dan berkepribadian luhur. Ialah orang pertama yang berdiri di samping orang-orang yang rentan dan lemah.

Prinsip Rufaida Al-Aslamia dalam merawat pasien adalah dengan pemikiran bahwa umat manusia membutuhkan perawatan dan cinta. Prinsip ini sangat berguna bagi para pasien yang sakit, sebab mereka membutuhkan bantuan dan perawatan.

Dalam mengemban tugas yang sangat mulia ini, Rufaida Al-Aslamia tidak berjalan sendirian. Ia dibantu beberapa wanita lainnya seperti, Ummu Atiyyah, Ummu Sulaym, Hamnah binti Jahsh, Layla Al-Ghifaariyyah, Ummu Ayman, dan Rubayyi’ binti Mu’awwith.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Wafatnya Pendiri Mazhab Hanbali, Digoda Setan Jelang Ajalnya



Jakarta

Ahmad bin Hanbal adalah salah satu tokoh imam besar dalam Islam. Menjelang wafatnya, pendiri Mazhab Hanbali ini diketahui menderita penyakit keras. Sebelum mengembuskan napas terakhirnya, ia sempat diganggu setan kala menghadapi sakaratul mautnya.

Saat itu bertepatan dengan Rabiul Awal 241 Hijriah atau 855 M. Imam Ahmad sudah menderita sakit yang amat parah yang membuat suhu tubuhnya memanas, napasnya tersengal-sengal, hingga tubuhnya terus melemah.

Shalih bin Ahmad, putranya memberikan kesaksian kondisi ayahnya yang saat itu kurang dari lima puluh hari menjelang ajal. Dikutip dari Rab Man Maata Wahua Yushalli oleh Mahmud bin Abul Malik Al-Zugbi terjemahan Yusni Amru dan Fuad Nawawi. Imam Ahmad bahkan tidak mengeluh kesakitan sekali pun. Raut wajahnya tetap tenang meski berada di puncak kesakitan.


Kemudian, Shalih bin Ahmad bercerita, Imam Ahmad tiba-tiba mengeluarkan beberapa keping uang di selembar sapu tangan yang disimpannya. Sang imam pun berwasiat kepada putranya untuk menginfakkan uang tersebut atas nama dirinya.

Beberapa hari setelahnya, sakaratul maut pun menghampiri Imam Ahmad. Shalih bin Ahmad turut menceritakan kesaksiannya saat sang ayah melalui detik-detik sebelum kematiannya.

Shalih bin Ahmad mengatakan, ayahnya kerap kali mengucapkan, “Tidak akan!” pada saat sakaratul maut. Shalih bin Ahmad maupun Abdullah bin Ahmad–putra kedua Imam Ahmad–heran dan bertanya kepada ayahnya.

“Wahai Ayah, apa maksud dari perkataan yang selalu engkau ucapkan ini?”

Imam Ahmad menjawab, “Wahai anakku, sesungguhnya iblis berdiri di pojok rumah ini. Dia sedang menggigit jarinya seraya berkata, ‘Apakah engkau akan terkecoh olehku, wahai Ahmad?’ maka, aku berkata demikian.”

Setelahnya, Imam Ahmad memberi isyarat pada para ahli warisnya untuk mewudhukan dan membersihkan sela-sela jemarinya. Tak lama seusai Imam Ahmad sempurna diwudhukan oleh kedua putranya, ia pun mengembuskan napas terakhirnya tepat pada Jumat pagi.

Kabar duka itu pun tak lama tersiar cepat. Umat Islam berbondong-bondong melayatnya, bahkan seketika jalanan pun menjadi sempit karena dijejali oleh iring-iringan para pelayat dari berbagai penjuru untuk mengantarkan sang imam besar tersebut.

Berdasarkan cerita wafatnya Imam Ahmad, saat ajal manusia sudah dekat atau saat sakaratul maut pun, manusia tidak lepas dari gangguan setan. Keterangan ini juga ternyata pernah disabdakan oleh Rasulullah SAW dalam haditsnya. Setan menggoda manusia pada saat sekarat karena saat itu adalah waktu hajat.

Ibnu Taimiyah dalam Majmu Al Fatawa menyebutkan gangguan setan menjelang ajal tidak berlaku sama bagi tiap orang. Menurutnya bahkan ada yang ditawarkan lebih dari dua agama oleh setan di saat-saat menjelang ajalnya.

Keadaan tersebut termasuk dengan fitnah kehidupan dan kematian. Sebab itu, muslim dianjurkan untuk senantiasa memohon perlindungan Allah SWT dari gangguan setan.

(rah/lus)



Sumber : www.detik.com

Mengenal Zaid bin Haritsah, Anak Angkat Rasulullah SAW


Jakarta

Salah satu panglima perang Islam di zaman Rasulullah SAW adalah Zaid bin Haritsah. Ia memiliki sejumlah keistimewaan dibandingkan sahabat-sahabat lainnya.

Bahkan, panglima yang mati syahid di peperangan Mu’tah ini menjadi tameng bagi Rasulullah SAW saat Perang Uhud. Tidak ada satu senjata pun yang dapat menembus tubuh Rasulullah SAW sebelum menyentuh tubuh Zaid.

Dia satu-satunya sahabat Rasulullah SAW yang secara eksplisit disebutkan dalam Al-Qur’an di surat Al-Ahzab ayat 37:


وَاِذْ تَقُوْلُ لِلَّذِيْٓ اَنْعَمَ اللّٰهُ عَلَيْهِ وَاَنْعَمْتَ عَلَيْهِ اَمْسِكْ عَلَيْكَ زَوْجَكَ وَاتَّقِ اللّٰهَ وَتُخْفِيْ فِيْ نَفْسِكَ مَا اللّٰهُ مُبْدِيْهِ وَتَخْشَى النَّاسَۚ وَاللّٰهُ اَحَقُّ اَنْ تَخْشٰىهُ ۗ فَلَمَّا قَضٰى زَيْدٌ مِّنْهَا وَطَرًاۗ زَوَّجْنٰكَهَا لِكَيْ لَا يَكُوْنَ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ حَرَجٌ فِيْٓ اَزْوَاجِ اَدْعِيَاۤىِٕهِمْ اِذَا قَضَوْا مِنْهُنَّ وَطَرًاۗ وَكَانَ اَمْرُ اللّٰهِ مَفْعُوْلًا

Artinya: Dan (ingatlah), ketika engkau (Muhammad) berkata kepada orang yang telah diberi nikmat oleh Allah SWT dan engkau (juga) telah memberi nikmat kepadanya, “Pertahankanlah terus istrimu dan bertakwalah kepada Allah,” sedang engkau menyembunyikan di dalam hatimu apa yang akan dinyatakan oleh Allah SWT, dan engkau takut kepada manusia. Padahal Allah SWT lebih berhak engkau takuti. Maka ketika Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami nikahkan engkau dengan dia (Zainab) agar tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (menikahi) istri-istri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya terhadap istrinya. Dan ketetapan Allah itu pasti terjadi.

Seperti apakah kisah hidup Zaid bin Haritsah? Untuk itu, dalam artikel ini akan disajikan sejarah hidup dari Zaid bin Haritsah.

Mengenal Lebih Dekat Zaid bin Haritsah

Merangkum buku Para Panglima Perang Islam oleh Rizem Aizid, Zaid bin Haritsah memiliki ibu bernama Su’da binti Tsalabah dan ayahnya adalah Haritsah. Mereka bukan berasal dari keluarga bangsawan, melainkan hanya rakyat jelata.

Asal Zaid bin Haritsah adalah Bani Kalb yang tinggal di bagian utara Jazirah Arab. Pada masa kecilnya ia ditangkap sekelompok penjahat dan dijual sebagai budak.

Kemudian ia dibeli oleh keponakan dari Khadijah, Hukaim bin Hisyam. Karena memiliki sifat yang baik, oleh Khadijah diberikan kepada Rasulullah SAW yang kemudian memerdekakan Zaid bin Haritsah.

Zaid bin Haritsah termasuk salah satu sahabat yang paling awal memeluk agama Islam dari golongan hamba sahaya. Hal ini dikarenakan, sejak kecil Zaid bin Haritsah telah diangkat menjadi anak asuh kesayangan Rasulullah SAW dari kalangan budak beliau.

Saking dekatnya Zaid bin Haritsah dengan Rasulullah SAW, ia pun menjadi satu-satunya orang yang dipercaya oleh Rasulullah SAW untuk memegang rahasia beliau. Karena itu, Zaid bin Haritsah dijuluki sebagai Sang Pemegang Rahasia Rasulullah SAW.

Zaid bin Haritsah tumbuh menjadi seorang prajurit pemberani, ia juga panglima yang tangguh dalam banyak peperangan Islam. Sebagi seorang prajurit yang pemberani, Zaid bin Haritsah memiliki jasa yang sangat besar, salah satunya menjadi tameng bagi Rasulullah SAW saat Perang Uhud.

Zaid bin Haritsah dalam Perang Mu’tah

Merangkum buku Sejarah Kebudayaan Islam Madrasah Aliyah Kelas X oleh H. Abu Achmadi dan Sungarso, Mu’tah adalah nama daerah di dataran rendah Balqa di Negeri Syam. Perang ini terjadi pada bulan Jumadil Ula tahun 8 H atau 629 M.

Perang Mu’tah disebabkan oleh dibunuhnya dua utusan Rasulullah SAW. yang membawa surat dakwah ke beberapa kepala negara untuk mengajak mereka menerima ajaran Islam. Atas perlakuan ini, Rasulullah SAW mempersiapkan pasukan Muslimin untuk berperang dengan pasukan Ghassaniyah di Mu’tah.

Sebelum pasukan Islam berangkat, Rasulullah SAW telah menunjuk tiga orang sahabat sekaligus mengemban amanah komandan secara bergantian bila komandan sebelumnya gugur di medan perang. Mereka adalah Ja’far bin Abu Thalib, Zaid bin Haritsah dan Abdullah bin Rawahah.

Zaid bin Haritsah menjadi panglima pertama yang ditunjuk Rasulullah SAW, kemudian membawa pasukan ke wilayah Mu’tah. Dua pasukan berhadapan sangat sengit, Zaid menebasi anak panah-anak panah musuh hingga akhirnya dia tewas.

Rasulullah sangat sedih dengan kematian Zaid yang sudah ia angkat sebagai anak kesayangannya. Ia sangat sayang kepada Zaid seperti yang dikabarkan oleh Aisyah ra,

“Setiap Rasulallah SAW mengirimkan suatu pasukan yang disertai Zaid, ia selalu diangkat Nabi jadi pemimpinnya. Seandainya ia masih hidup sesudah Rasulallah SAW, tentulah ia akan diangkatnya sebagai Khalifah.”

(hnh/lus)



Sumber : www.detik.com

Keluarnya Unta Betina dari Batu yang Besar



Jakarta

Nabi Saleh AS adalah nabi yang diutus untuk kaum Tsamud. Ia termasuk ke dalam 25 nabi dan rasul yang wajib diketahui dalam Islam.

Kaum Tsamud enggan beriman kepada Allah SWT. Mereka kerap kali menyembah berhala seperti kaum sebelumnya yang disebut bangsa Ad.

Dalam surah Al A’raf ayat 74, Allah SWT berfirman:


وَٱذْكُرُوٓا۟ إِذْ جَعَلَكُمْ خُلَفَآءَ مِنۢ بَعْدِ عَادٍ وَبَوَّأَكُمْ فِى ٱلْأَرْضِ تَتَّخِذُونَ مِن سُهُولِهَا قُصُورًا وَتَنْحِتُونَ ٱلْجِبَالَ بُيُوتًا ۖ فَٱذْكُرُوٓا۟ ءَالَآءَ ٱللَّهِ وَلَا تَعْثَوْا۟ فِى ٱلْأَرْضِ مُفْسِدِينَ

Artinya: “Dan ingatlah olehmu di waktu Tuhan menjadikan kamu pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah kaum ‘Ad dan memberikan tempat bagimu di bumi. Kamu dirikan istana-istana di tanah-tanahnya yang datar dan kamu pahat gunung-gunungnya untuk dijadikan rumah; maka ingatlah nikmat-nikmat Allah dan janganlah kamu merajalela di muka bumi membuat kerusakan.” (QS. Al-A’raf: 74)

Dikisahkan melalui buku Hikmah Kisah Nabi dan Rasul karya Ridwan Abdullah Sani, tempat tinggal kaum Tsamud berada di antara Hijaz dan Syam. Dahulu, kawasan itu dikuasai oleh kaum Ad.

Kaum Tsamud memiliki kekayaan alam yang sangat berlimpah. Tanah mereka subur, binatang ternaknya gemuk-gemuk dan berkembang biak dengan baik.

Alih-alih bersyukur atas nikmat yang Allah SWT berikan, mereka justru ingkar. Dakwah Nabi Saleh AS tak pernah mereka percaya dan selalu ditepis.

Sampai akhirnya, kaum Tsamud menantang Nabi Saleh AS menunjukkan mukjizatnya. Mereka meminta Saleh AS mengeluarkan unta dari batu yang sangat besar.

Apabila Nabi Saleh AS dapat melakukan hal tersebut, kaum Tsamud berjanji akan beriman kepada Allah SWT. Benar saja, atas kuasa Sang Khalik, Saleh AS mampu mengeluarkan unta betina dari batu yang besar.

Allah SWT berfirman dalam surah Hud ayat 64,

وَيٰقَوْمِ هٰذِهٖ نَاقَةُ اللّٰهِ لَكُمْ اٰيَةً فَذَرُوْهَا تَأْكُلْ فِيْٓ اَرْضِ اللّٰهِ وَلَا تَمَسُّوْهَا بِسُوْۤءٍ فَيَأْخُذَكُمْ عَذَابٌ قَرِيْب٦٤

Artinya: “Wahai kaumku, inilah unta betina dari Allah sebagai mukjizat untukmu. Oleh karena itu, biarkanlah dia makan di bumi Allah dan janganlah kamu memperlakukannya dengan buruk yang akan menyebabkan kamu segera ditimpa azab.”

Lagi-lagi, kaum Tsamud ingkar terhadap apa yang mereka janjikan sebelumnya. Mereka tetap tidak percaya dan membunuh unta tersebut.

Tindakan kaum Tsamud mengundang turunnya azab Allah SWT. Nabi Saleh AS lantas memperingatkan mereka akan azab yang datang dalam kurun waktu tiga hari. Sayangnya, mereka enggan percaya.

Menukil buku Kisah para Nabi oleh Ibnu Katsir, azab kepada kaum Tsamud dimulai ketika Allah SWT memerintahkan para malaikat melemparkan bebatuan kepada sejumlah orang yang berniat untuk membunuh Nabi Saleh AS.

Pada Jumat pagi, seluruh wajah kaum Tsamud mendadak berubah menjadi merah. Ketika sore hari mereka lalu berkata, “Sudah dua hari berlalu dari waktu yang ditentukan.”

Kemudian, di hari selanjutnya maka seluruh wajah kaum Tsamud berubah menjadi hitam. Sorenya, mereka berkata, “Sepertinya waktu yang ditentukan sudah tiba.”

Atas kuasa Allah SWT, ketika matahari telah terbit muncul suara yang sangat keras dari atas hingga memecahkan jantung kaum Tsamud. Dari bawah mereka, bumi berguncang tak karuan. Tak lama setelahnya, satu persatu penduduk kaum Tsamud meninggal dunia.

Naudzubillah min dzalik.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Julaibib RA, Sahabat Nabi yang Buruk Rupa tapi Dirindukan Bidadari Surga



Jakarta

Sahabat nabi yang buruk rupa tapi dirindukan bidadari surga bernama Julaibib RA. Apa yang sudah ia lakukan hingga mendapat nikmat seperti ini?

Dikisahkan dalam buku Cahaya Abadi Muhammad SAW 2 karya M. Fethullah Gulen, dahulu terdapat seorang sahabat Rasulullah SAW yang gemar menghampiri para gadis dan menggoda mereka.

Sebagaimana remaja pada umumnya, pemuda ini sering mendatangi kaum wanita untuk sekedar lewat atau bahkan membercandainya.


Bahkan sahabat Rasulullah SAW lainnya, yakni Abu Barzah Al-Aslami RA berkata kepada istrinya untuk jangan sampai Julaibib RA datang menemuinya, kecuali ia ingin suatu hal buruk terjadi.

Hingga suatu saat Nabi Muhammad SAW pun mengetahui permasalahan ini. Akhirnya beliau memanggil Julaibib RA ke hadapannya. Beliau menjelaskan tentang perbuatannya itu sebenarnya dilarang dalam agama hingga akhirnya Julaibib RA bertekad untuk menjauhi segala bentuk perzinaan.

Pendiriannya ini terus Julaibib RA pegang sampai masa di mana ia harus menikah. Saat itu, ia bingung untuk mencari pendamping hidup, sebab ia menyadari wajahnya yang buruk rupa dan hartanya yang tidak banyak.

Kisah Julaibib Dirindukan Bidadari Surga

Muhammaf Nasrulloh dalam buku Kisah-Kisah Inspiratif Sahabat Nabi mengisahkan bahwa saat Julaibib RA tidak segera menikah, Rasulullah SAW menghampirinya dan bertanya kepadanya, “Wahai Julaibib, kenapa kamu tidak menikah?”

Tentu saja Julaibib RA ingin menikah. Namun, ia menyadari bahwa ia adalah pemuda yang buruk rupa, tidak bernasab baik, dan sedikit hartanya. Sehingga ia tidak tahu bagaimana cara untuk mendapat istri.

Julaibib RA kemudian menjawab, “Siapa perempuan yang mau menikah denganku wahai Rasul?”

Rasulullah SAW berkata, “Aku yang akan mencarikannya untukmu.”

“Kalau begitu engkau akan tahu bahwa aku tidak akan laku,” ujar Julaibib RA.

Mendengar hal ini, Rasulullah SAW membesarkan hatinya dengan berkata, “Namun engkau sangat berharga di mata Allah SWT.”

Dengan kedermawanan Rasulullah SAW, akhirnya Julaibib RA dipertemukan dengan seorang gadis Anshar yang salihah dan baik akhlaknya.

Awalnya keluarga gadis tersebut sangat senang mendengar permintaan dari Rasulullah SAW ini. Tanpa ragu-ragu mereka pasti akan menerima tawaran pernikahan beliau itu.

Namun, ketika Rasulullah SAW mengatakan bahwa yang akan menikah dengan putri mereka adalah Julaibib RA, ibu gadis itu menolaknya. Dirinya tidak rela jika putrinya harus menikah dengan Julaibib RA.

Sebelum penolakan itu sampai ke telinga Rasulullah SAW, wanita salihah dan berakhlak baik itu menerima dengan ikhlas segala kekurangan Julaibib RA karena perintah Nabi Muhammad SAW pasti adalah kebaikan.

Akhirnya, kedua orang tua sang gadis setuju dan menikahkan putrinya dengan Julaibib RA. Dalam buku Mendidik Anak Perempuan karya Abdul Mun’im Ibrahim dikatakan, orang tua gadis itu berkata, “Kami serahkan urusan gadis kami ini kepadamu, wahai Rasulullah.” Artinya, mereka mempercayai Rasulullah SAW atas kebaikan putri yang mereka cintai.

Tak lama setelah pernikahan Sang Buruk Rupa dengan gadis salihah itu, Rasulullah SAW memerintahkan sahabat dan mujahidin untuk pergi berperang melawan musuh Islam. Julaibib RA pun ikut serta dalam jihad ini.

Peperangan akhirnya dimenangkan oleh kaum muslimin. Begitu perang usai, Rasulullah SAW merasa kehilangan seseorang dari kalangan sahabatnya. Beliau lalu bertanya, “Apakah di antara kalian ada yang terbunuh?”

Mereka menjawab, “Kami kehilangan fulan dan fulan.”

Rasulullah SAW bertanya lagi, “Apakah di antara kalian ada yang terbunuh?”

Mereka menjawab lagi, “Tidak ada lagi wahai Rasulullah.”

Kemudian Rasulullah SAW bersabda, “Akan tetapi sepertinya aku kehilangan Julaibib.”

Rasulullah SAW memerintahkan sahabat untuk mencari Julaibib RA. Mereka pun menemukannya tergeletak di antara tujuh orang musuh yang berhasil Julaibib RA bunuh sebelum mereka membunuhnya.

Lalu Rasulullah SAW bersabda, “Julaibib telah berhasil membunuh tujuh orang musuh, sebelum akhirnya mereka berhasil membunuhnya, ia adalah bagian dariku dan diriku adalah bagian darinya.” Beliau mengulang ucapan ini sebanyak tiga kali.

Julaibib RA pun berakhir meninggal sebagai syuhada. Sehingga mayatnya tidak dimandikan namun langsung dikuburkan. Sebab, sudah ada bidadari surga yang menunggu di sana untuk memandikannya.

(kri/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Seorang Ahli Ibadah yang Terhalang Masuk Surga karena Perkara Kecil



Jakarta

Seorang ahli ibadah dikisahkan terhalang masuk surga karena perkara kecil di mata manusia. Perkara ini bahkan mengalahkan ibadah yang telah dikerjakan selama 70 tahun.

Kisah ini diceritakan seorang tabi’in yang bernama Wahab bin Munabbih seperti dinukil Ahmad Izzan dalam bukunya, Laa Taghtarr (Jangan Terbuai).

Diceritakan, ada seorang pemuda bertobat dari semua maksiat. Setelah itu, ia menjadi ahli ibadah dan menyembah Allah SWT selama 70 tahun. Dalam kurun waktu tersebut, ia tidak pernah meninggalkan puasa, tidak tidur, tidak berteduh, dan tidak makan lemak.


Tatkala lelaki itu meninggal dunia, beberapa saudaranya bermimpi tentangnya. Saudaranya lantas bertanya tentang apa yang telah dilakukan Tuhan terhadapnya.

Laki-laki ahli ibadah itu meminta untuk dilakukan hisab. Kemudian, Allah SWT mengampuni semua dosanya kecuali satu dosa.

Ahli ibadah itu melanjutkan ceritanya, satu dosa itu membuatnya tertahan masuk surga. Dosa yang ia maksud adalah mengambil lidi untuk sebagai tusuk gigi tanpa seizin pemiliknya.

“Allah mengampuni semua dosaku, kecuali satu dosa, yaitu aku telah mengambil lidi yang kugunakan untuk menusuk gigiku tanpa seizin pemiliknya. Karena itu, di sini aku tertahan dari surga karenanya, hingga sekarang ini,” kata lelaki itu kepada saudaranya yang memimpikannya.

Kisah tentang orang yang bertobat lalu menjadi ahli ibadah namun amal ibadahnya sia-sia juga dialami oleh seorang juru timbang. Al-Harits al-Muhasibi menceritakan, ketika ahli ibadah itu meninggal dunia, beberapa sahabatnya bertemu dengannya lewat mimpi. Mereka menanyakan tentang apa yang telah Tuhan perbuat kepadanya.

Si Fulan itu menjawab, “Aku menghitung 15 qafis (jenis takaran) dari bermacam-macam biji-bijian.”

Lalu ditanya, “Mengapa demikian?”

Ia menjawab, “Aku tidak mempedulikan takaran yang kurang, karena bercampur debu. Tanah yang menggumpal di dasar takaran itu mengurangi setiap takaran sebanyak tanah yang menempel itu. Itu membuatku disiksa di kubur hingga suaraku terdengar oleh yang lain. Lalu aku ditolong oleh sebagian yang saleh.”

Bawa Amal Ibadah tapi Justru Jadi Orang Bangkrut di Hari Kiamat

Rasulullah SAW dalam salah satu hadits pernah menceritakan tentang umatnya yang bangkrut pada hari kiamat. Orang yang bangkrut ini bukanlah mereka yang tidak memiliki harta melainkan orang yang membawa amalan ibadahnya tapi mencela makanan, mendustakan orang lain, dan membunuh orang lain.

Hal tersebut dijelaskan Abdul Wahab Abdussalam Thawilah dalam Al-Masih Al-Muntazhar wa Nihayah Al-Alam dan diterjemahkan oleh Subhanur. Ia menukil sebuah riwayat yang berasal dari Abu Hurairah RA yang mengatakannya dari Nabi SAW.

Rasulullah SAW bersabda,

“Tahukah siapa orang yang bangkrut?” Mereka menjawab, “Orang yang bangkrut menurut kami adalah orang yang tidak punya dirham dan barang dagangan.” Beliau bersabda, “Orang yang bangkrut adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan membawa pahala salat, puasa, zakat, sedangkan ia telah mencaci Fulan, mendustakan Fulan, memakan harta Fulan, membunuh Fulan, dan memukul Fulan sehingga (kesalahannya) ini diambil dari kebaikannya, doa ini diambil dari kebaikannya sehingga setelah kebaikannya habis sebelum diputuskan kepadanya, lalu keburukan mereka diambil dan ditimpakan kepadanya, kemudian ia dicampakkan ke dalam neraka.” (HR Muslim dan At-Tirmidzi)

Wallahu a’lam.

(kri/erd)



Sumber : www.detik.com

Kisah Syahidnya Masyithah, Tukang Sisir Putri Fir’aun yang Pertahankan Islam


Jakarta

Seluruh perbuatan manusia selama di dunia menjadi penentu mereka di akhirat kelak. Mereka yang rugi dan banyak berbuat buruk akan diganjar siksa kubur.

Dalil tentang siksa kubur tercantum dalam Al-Qur’an, salah satunya pada surah Al An’am ayat 93:

وَمَنْ اَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرٰى عَلَى اللّٰهِ كَذِبًا اَوْ قَالَ اُوْحِيَ اِلَيَّ وَلَمْ يُوْحَ اِلَيْهِ شَيْءٌ وَّمَنْ قَالَ سَاُنْزِلُ مِثْلَ مَآ اَنْزَلَ اللّٰهُ ۗوَلَوْ تَرٰٓى اِذِ الظّٰلِمُوْنَ فِيْ غَمَرٰتِ الْمَوْتِ وَالْمَلٰۤىِٕكَةُ بَاسِطُوْٓا اَيْدِيْهِمْۚ اَخْرِجُوْٓا اَنْفُسَكُمْۗ اَلْيَوْمَ تُجْزَوْنَ عَذَابَ الْهُوْنِ بِمَا كُنْتُمْ تَقُوْلُوْنَ عَلَى اللّٰهِ غَيْرَ الْحَقِّ وَكُنْتُمْ عَنْ اٰيٰتِهٖ تَسْتَكْبِرُوْنَ ٩٣


Artinya: “Siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang mengada-adakan dusta terhadap Allah atau yang berkata, “Telah diwahyukan kepadaku,” padahal tidak diwahyukan sesuatu pun kepadanya dan orang yang berkata, “Aku akan mendatangkan seperti yang diturunkan Allah.” Seandainya saja engkau melihat pada waktu orang-orang zalim itu (berada) dalam kesakitan sakratulmaut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya (sembari berkata), “Keluarkanlah nyawamu!” Pada hari ini kamu akan dibalas dengan azab yang sangat menghinakan karena kamu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya.”

Berkaitan dengan siksa akhirat, ada sebuah kisah yang didasarkan dari riwayat Imam Ahmad yang berasal dari Abu Dharir, dari Hammad bin Salamah, dari Atha’ bin As-Sa’ib, dari Sa’id bin Jubair, dari Ibnu Abbas. Dikutip dari Karamat Al-Auliya’ susunan Abul Fida’ Abdurraqib bin Ali bin Hasan Al-Ibi yang diterjemahkan oleh Abdurrosyad Shidiq, diceritakan Rasulullah pada malam Isra mencium aroma harum.

Bertanyalah dia kepada Malaikat Jibril, “Wahai Jibril, aroma apakah ini?”

“Itu adalah aroma wanita yang menyisir putri Fir’aun dan anak-anaknya,” jawab Jibril.

Mendengar hal itu, sang rasul kembali bertanya, “Apa yang terjadi padanya?”

Malaikat Jibril lalu menceritakan, “Pada suatu hari ketika Masyithah sedang menyisir putri Fir’aun, sisirnya jatuh dari tangannya. Lalu, secara spontan ia berkata, ‘Dengan nama Allah’.

Putri Fir’aun bertanya, ‘Itu ayahku?’

Sang wanita lalu menjawab, ‘Bukan. Tetapi Tuhanku dan Tuhan ayahmu. Dialah Allah.’

Putri Fir’aun kembali bertanya, ‘Bolehkah aku memberitahukan hal ini kepada ayahku?’

Tanpa ragu, wanita tersebut mengiyakan pertanyaan sang putri Fir’aun itu. Setelahnya, wanita tersebut dipanggil oleh Fir’aun dan ditanyai, ‘Hai pelayan, apakah kamu punya Tuhan selain aku?’

‘Punya. Tuhanku dan Tuhanmu adalah Allah.’

Kemudian, Fir’aun menyuruh mengambilkan sebuah wajan besar. Setelah diisi dengan air mendidih, wanita tersebut beserta anak-anaknya dilemparkan ke dalamnya.

Sebelum dilempar, wanita itu berkata, ‘Aku punya satu permintaan kepadamu,’

‘Apa permintaanmu?’ tanya Fir’aun.

‘Aku ingin kamu mengumpulkan tulangku dan tulang anak-anakku pada selembar kain, lalu kamu kubur kami dalam satu liang lahat.’ jawabnya.

Fir’aun mengiyakan permintaan sang wanita. Ia lalu menggiring wanita tersebut dan anaknya satu per satu ke dekat wajan.

Ketika tiba giliran seorang ibu dan bayinya yang masih menyusu, bayi itu lalu melihat ke arah ibunya yang seakan-akan ragu untuk memasuki bejana. Sang bayi secara tiba-tiba berkata, ‘Hai ibu, masuklah. Sesungguhnya siksa dunia itu lebih ringan daripada siksa akhirat.’

Lalu, wanita itu memasukinya.”

Cara Berlindung dari Siksa Kubur

Sebagaimana yang diketahui, siksa kubur menjadi sesuatu yang menakutkan bagi setiap orang. Meski demikian, ada sejumlah cara untuk berlindung dari siksa kubur.

Mengutip dari buku 1001 Siksa Kubur oleh Abdul Rahman, berikut beberapa caranya.

  • Rutin berdzikir
  • Membaca surah Al Mulk
  • Memperbarui taubatnya
  • Menjauhi sebab yang menjerumuskan ke dalam azab kubur
  • Mengevaluasi diri sendiri atas apa yang telah dilakukan, baik perkara yang dirugikan maupun perkara yang menguntungkan
  • Ada juga doa dari siksa kubur yang dapat dipanjatkan,

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ ، وَمِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ

Arab latin: Allaahumma innii ‘auudzu bika min ‘adzaabi al-qabri wa min ‘adzaabi jahannama wa min fitnati al-mahyaa wa al-mamaati wa min syarri fitnati al-masiihi ad-dajjaali.

Artinya: “Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari siksa kubur, siksa neraka jahanam, fitnah kehidupan dan setelah mati, serta dari kejahatan fitnah Almasih Dajjal.” (HR Bukhari & Muslim)

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Nabi Ibrahim AS, Selamat Meski Dibakar Hidup-hidup



Jakarta

Nabi Ibrahim AS adalah salah satu dari 25 nabi dan rasul yang wajib diketahui. Kisahnya tercantum dalam sejumlah ayat Al-Qur’an.

Dalam buku Kisah Para Nabi oleh Ibnu Katsir disebutkan nama asli Ibrahim AS ialah Ibrahim bin Tarikh. Ibunya bernama Buna binti Karbita bin Kartsi. Ibrahim AS juga disebut sebagai rasul ulul azmi yang merupakan gelar bagi rasul Allah SWT dengan kedudukan tinggi.

Selain itu, ia juga memiliki julukan Abul Anbiya yang berarti ayahanda dari para nabi. Putranya merupakan seorang nabi juga yang tak lain Ismail AS.


Beliau memiliki sejumlah mukjizat, salah satunya tidak hangus meski dibakar. Kisahnya bermula ketika ia menghancurkan berhala-berhala di dalam gedung.

Mengutip buku Kisah 25 Nabi dan Rasul karya Yudho Pramuko, kala itu Raja Namrud beserta pengikutnya sedang pergi ke luar untuk melaksanakan upacara keagamaan. Karenanya, gedung tempat berhala menjadi sepi.

Mengetahui hal itu, Nabi Ibrahim AS langsung masuk ke dalam gedung dan menghancurkan satu persatu berhala. Kendati demikian, ia menyisakan satu berhala paling besar.

Ibrahim AS kemudian meletakkan kapak yang ia gunakan di leher berhala besar dalam keadaan menggantung. Setelahnya, ia pulang ke rumah.

Saat Raja Namrud dan para pengikutnya kembali, alangkah terkejutnya mereka melihat berhala-berhala yang mereka sembah sudah hancur. Mengetahui Nabi Ibrahim AS yang menghancurkannya, Raja Namrud segera menangkap san nabi.

Ketika dibawa ke pengadilan raja dan disaksikan masyarakat umum, Raja Namrud bertanya.

“Hai Ibrahim! Apakah kamu yang menghancurkan berhala-berhala itu?”

“Bukan!” jawab Ibrahim AS.

Merasa geram, Raja Namrud mendesak Ibrahim untuk menjawab.

“Jangan mungkir, hai Ibrahim! Akui saja perbuatanmu itu,”

“Tidak!” kata Nabi Ibrahim AS.

Jawaban Ibrahim AS memicu kemarahan Raja Namrud. Akhirnya, Nabi Ibrahim menambahkan ucapannya.

“Baiklah, kita sama-sama berakal. Persoalan saat ini adalah mencari pelaku penghancuran berhala itu. Siapa yang telah memperlakukan berhala-berhala seperti itu. Sebetulnya, buktinya sudah ada. Sekarang di hadapan kita ada satu patung besar dan di lehernya tergantung kapak besar. Mungkin dialah pelakunya!”

Ucapan Nabi Ibrahim membuat Raja Namrud Geram.

“Kau banyak akal. Kau pikir aku dan rakyatku sebdooh itu? mana mungkin patung bisa aku ajak bicara dan aku tanyakan siapa pelakunya. kau terlalu bodoh, hai Ibrahim!”

“Hai Raja Namrud! Rupanya yang bodoh bukan aku, tapi engkau dan seluruh rakyatmu. Buktinya, patung yang tidak berdaya apa–apa, tidak bisa bicara, tidak bisa dimintai pertolongan, dan tidak bisa mendatangkan kebaikan dan kejelekan itu, engkau sembah dan engkau puja,” kata Ibrahim AS menanggapi Raja Namrud.

Ia lalu melanjutkan, “Kalau engkau dan rakyatmu sudah tahu bahwa patung dan berhala yang kalian sembah itu tidak bisa mendengar, tidak bisa melihat, dan tidak bisa dimintai pertolongan, mengapa kalian sembah dan kalian puja? Di hadapannya, kalian berdoa. Kalian meminta kebaikan dan keselamatan. Sudah jelas, patung-patung yang kalian sembah itu tidak bisa menyelamatkan dirinya sendiri dari bahaya kehancuran,”

Mendengar jawaban Nabi Ibrahim AS, Raja Namrud dan para pengikutnya merasa terpojok. Ucapan beliau memang masuk akal, sehingga mereka tidak bisa berkata-bata.

Namun, akhirnya secara serentak mereka menangkap Nabi Ibrahim AS dan hendak membakarnya. Seketika itu juga, Raja Namrud menyuruh rakyatnya mencari kayu bakar.

Atas izin Allah, ketika api dinyalakan justru Nabi Ibrahim AS tidak merasa panas. Sebaliknya, api tersebut malah menyejukkan Ibrahim. Hal ini termasuk ke dalam salah satu mukjizat yang Allah SWT berikan kepada beliau.

Allah SWT berfirman dalam surah Al-Anbiya’ ayat 68-70,

(68) قَالُوْا حَرِّقُوْهُ وَانْصُرُوْٓا اٰلِهَتَكُمْ اِنْ كُنْتُمْ فٰعِلِيْنَ

(69) قُلْنَا يَا نَارُ كُوْنِيْ بَرْدًا وَّسَلٰمًا عَلٰٓى اِبْرٰهِيْمَ

(70) وَاَرَادُوْا بِهٖ كَيْدًا فَجَعَلْنٰهُمُ الْاَخْسَرِيْنَ

Artinya: “Mereka berkata: “Bakarlah dia dan bantulah tuhan-tuhan kamu, jika kamu benar-benar hendak bertindak”. Kami berfirman: “Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim”, mereka hendak berbuat makar terhadap Ibrahim, maka Kami menjadikan mereka itu orang-orang yang paling merugi.”

Menyaksikan peristiwa itu, Raja Namrud dan seluruh orang di sana tercengang. Akhirnya, ia memerintahkan agar pembakaran dihentikan dan Ibrahim AS dibebaskan.

Menurut hadits yang diriwayatkan oleh al-Hafid Abu Ya’la, dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW menceritakan bahwa ketika Nabi Ibrahim AS akan dilemparkan ketengah api yang berkobar itu, ia berdoa sebagai berikut,

اللهُمَّ أَنْتَ الْوَاحِدُ فِي السَّمَاءِ وَأَنَا الْوَاحِدُ فِي الْأَرْضِ لَيْسَ اَحَدٌ يَعْبُدُكَ غَيْرِي حَسْبِيَ اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلِ

Arab latin: Allahumma antal wahidu fissama’i wa anal wahidu fil ardi laisa ahadun ya ‘buduka gairī hasbiyallahu wa ni’mal wakil.

Artinya: Ya Allah! Engkau Esa di langit dan aku sendirian di bumi. Tiada seorang pun yang taat kepada-Mu selain aku. Bagiku cukuplah Allah sebaik-baik tempat berserah diri.

Wallahu ‘alam bishawab.

(aeb/erd)



Sumber : www.detik.com