Category Archives: Kisah

Kisah Nabi Harun, Sosok Pendamping Nabi Musa yang Pandai Berbicara



Jakarta

Kisah Nabi Harun AS berkaitan dengan Nabi Musa AS. Keduanya merupakan saudara yang usianya tidak berbeda jauh.

Nabi Harun AS dianugerahi mukjizat pandai dalam berbicara. Kemampuannya ini juga ia gunakan untuk membantu Nabi Musa AS berdakwah.

Menukil dari buku Mengenal Mukjizat 25 Nabi susunan Eka Satria dan Arif Hidayah, baik Musa AS maupun Harun AS sama-sama berjuang menyampaikan ajaran tauhid. Mereka juga memerangi Firaun, seorang raja yang mengingkari keberadaan Allah SWT.


Suatu hari, Allah SWT memerintahkan Nabi Musa AS untuk menemui Firaun. Ia lantas menyampaikan kepada sang Khalik agar dibantu oleh Harun AS sebagaimana termaktub dalam surah Thahaa ayat 29-34,

وَاجْعَلْ لِّيْ وَزِيْرًا مِّنْ اَهْلِيْ ۙ ٢٩ هٰرُوْنَ اَخِى ۙ ٣٠ اشْدُدْ بِهٖٓ اَزْرِيْ ۙ ٣١ وَاَشْرِكْهُ فِيْٓ اَمْرِيْ ۙ ٣٢ كَيْ نُسَبِّحَكَ كَثِيْرًا ۙ ٣٣ وَّنَذْكُرَكَ كَثِيْرًا ۗ ٣٤

Artinya: “Jadikanlah untukku seorang penolong dari keluargaku, (yaitu) Harun, saudaraku. Teguhkanlah kekuatanku dengannya, dan sertakan dia dalam urusanku (kenabian) agar kami banyak bertasbih kepada-Mu, dan banyak berzikir kepada-Mu.”

Benar saja, kepandaian Nabi Harun AS dalam berbicara membuat Firaun kalah telak. Nabi Musa AS lalu membawa kaumnya bani Israil ke Mesir.

Walau begitu, setelah mereka dibebaskan dari perbudakan Firaun, bani Israil kembali mengingkari Allah SWT. Kala itu, Nabi Musa AS beribadah di Bukit Sinai selama 30 hari.

Pada periode itu, bani Israil mengikuti ajaran Samiri seorang penyembah patung sapi emas. Sekembalinya Musa AS, patung sapi emas itu lantas ia bakar dan bani Israil kembali beriman kepada Allah SWT.

Sebagai seorang nabi dan rasul, Nabi Harun AS juga dianugerahi mukjizat lainnya. Menurut buku Iman dan Takwa Peraih Muflihun tulisan Nasikin Purnama, Harun AS juga dimukjizati janggut yang terdiri atas dua warna yaitu putih dan hitam.

Dikatakan, mukjizat itu muncul setelah Musa AS melakukan perjalanan mengambil kitab Taurat. Ia menitipkan pengikutnya kepada Nabi Harun AS.

Sewaktu para pengikut Musa AS memilih untuk mendengarkan Samiri, Nabi Musa AS yang baru pulang dari perjalanannya menjadi marah. Ia menarik janggut Nabi Harun AS dan secara tiba-tiba, janggut yang ditarik itu berubah warna menjadi putih.

Selain itu, Nabi Harun AS juga memiliki mukjizat tongkat yang berbunga. Ini bermula ketika bani Israil melakukan pengangkatan pemimpin.

Pada saat itu, belum ada sosok yang dinilai pantas memimpin bani Israil yang mana berujung timbulnya perdebatan. Allah SWT lalu memerintahkan setiap pemimpin suku bani Israil meletakkan tongkatnya di tempat suci, begitu pula dengan tongkat Harun AS.

Esoknya, Musa AS melihat tongkat Nabi Harun AS bertunas dan berbunga. Hal tersebut menandakan Allah SWT memilih Nabi Harun AS sebagai pemimpin bani Israil.

Wallahu a’lam bishawab.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Rasulullah SAW Mengajarkan Adab Merawat Masjid


Jakarta

Masjid adalah tempat ibadah umat Islam yang wajib dijaga dan dimakmurkan oleh setiap muslim. Menjaga masjid menjadi salah satu adab yang diajarkan Rasulullah SAW.

Masjid bukan hanya sebatas tempat salat, tetapi juga menjadi wadah untuk dakwah, tempat pendidikan dan juga tempat untuk melakukan musyawarah. Sebagai tempat untuk menjalankan berbagai amalan, masjid harus dijaga kebersihannya.

Dalam sebuah hadits dari Abu Darda’ bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Masjid adalah rumah setiap orang bertakwa dan Allah memberi jaminan kepada orang yang menganggap masjid sebagai rumahnya bahwa ia memberinya ketenangan, rahmat, dan kemampuan untuk melintasi shirath menuju ridha Allah, yakni surga.” (HR. Thabrani dan Bazzar)


Terkait adab menjaga masjid, ada kisah di zaman Rasulullah SAW di mana para sahabat dan orang-orang mukmin berlomba-lomba menjaga masjid.

Merangkum buku 115 Kisah Menakjubkan Dalam Hidup Rasulullah oleh Fuad Abdurrahman dikisahkan bahwa para sahabat Rasulullah SAW sangat memahami adab di masjid. Mereka selalu mempelajarinya, dan kukuh menjalankannya.

Mereka sangat tekun dan berlomba-lomba memelihara kebersihan masjid.

Suatu hari, para sahabat melihat Rasulullah SAW membersihkan dahak di masjid dengan ujung ranting, lalu beliau meminta minyak wangi kepada jemaah yang hadir. Lalu seorang pemuda memberikan parfum jenis “khaluq”, dan beliau langsung memercikkannya ke bekas dahak tadi.

Setelah kejadian itu, beliau berbicara di depan jemaah dan mengajarkan bagaimana mengatasi masalah mulut.

“Siapa di antara kalian yang ingin dibelakangi Allah?” tanya Rasulullah SAW.

Para sahabat diam, terkejut mendengar pertanyaan beliau. Namun, setelah beliau mengulangi pertanyaannya, mereka menjawab, “Tidak ada, wahai Rasulullah!”

“Ingatlah,” lanjut beliau, “ketika kalian berdiri salat, Allah SWT ada di hadapan kalian. Maka, jangan meludah ke depan dan ke kanan. Jika mendesak ingin meludah, ” Rasulullah SAW lalu melipat pakaian satu di atas yang lain.

“Usaplah dengan pakaianmu, seperti ini,” ujar Rasulullah SAW mengajarkan.

Kemudian beliau juga memerintahkan agar masjid diberi harum-haruman dan dupa bakar, “Harumkanlah masjid kalian dengan asap dupa.”

Kemudian beliau berpesan agar masjid dibersihkan dari kotoran seraya bersabda, “Dipampangkan kepadaku seluruh pahala umatku, sampai pahala orang yang membuang kotoran dari masjid.”

Perempuan Penjaga Masjid

Dikisahkan bahwa suatu ketika seorang perempuan berkulit hitam tinggal di salah satu pojok masjid. Ia mendirikan sebuah kemah kecil di sana.

Ia adalah seorang budak milik seorang penduduk Makkah. Suatu hari, sang majikan kehilangan barang, dan mereka menuduh budak itu sebagai pencurinya.

Perempuan ini diperiksa dan ditelanjangi lalu dihina sejadi-jadinya. Setelah diketahui bahwa ia bukan pelakunya, budak wanita ini mereka tinggalkan sehingga akhirnya ia pergi ke Madinah.

Perempuan ini sangat rajin menyapu dan membersihkan masjid. Rasulullah SAW menyukai pekerjaan wanita itu hingga ketika suatu hari beliau tidak melihatnya, beliau bertanya kepada para sahabat.

“Ia sudah meninggal, wahai Rasulullah,” jawab para sahabat.

Rasulullah SAW menegur keras mereka karena dianggap memandang remeh masalah ini. “Apakah (dengan tidak peduli terhadap perempuan itu) kalian merasa tidak menyakitiku? Tunjukkan kepadaku, mana kuburannya?” tanya Rasulullah SAW.

Para sahabat mengantarkan Rasulullah SAW ke kuburan perempuan itu, kemudian beliau mendirikan salat di dekat kuburan wanita itu dan berdoa untuknya. MasyaAllah.

(hnh/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Hilangnya Hajar Aswad Selama 22 Tahun hingga Haji Dihentikan


Jakarta

Hajar Aswad diyakini sebagai batu mulia yang berasal dari surga. Menurut sejarah, hajar Aswad pernah dicuri dan hilang selama 22 tahun. Siapa pelakunya?

Hajar Aswad terletak di salah satu sudut Ka’bah. Rasulullah SAW memiliki kebiasaan mencium hajar Aswad sehingga dianggap menjadi sunah tawaf. Sebagaimana yang dijelaskan dalam sebuah riwayat dari Abdullah bin Umar RA, ia berkata,

لَمْ أَرَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْتَلِمُ مِنَ الْبَيْتِ إِلَّا الرُّكْنَيْنِ الْيَمَانِيَّيْنِ


Artinya: “Sesungguhnya Rasulullah SAW beristilam (menyentuh) Rukun Yamani dan Hajar Aswad setiap kali beliau tawaf.” (HR Muttafaq ‘alaih).

Namun, pada suatu terjadi suatu tragedi di Makkah yang membuat hajar Aswad menghilang. Pada kurun waktu tersebut pula Ka’bah kehilangan batu hitam dari surga tersebut. Berikut kisahnya.

Abu Tahir Al Qarmuthi, Dalang Pencurian Hajar Aswad

Hajar Aswad hilang karena dicuri. Pencurian hajar Aswad dilakukan oleh kelompok syiah bernama Qarmatian yang kala itu dipimpin oleh Abu Tahir Al Qarmuthi.

Tepatnya pada tahun 317 Hijriah atau 930 Masehi, Abu Tahir dan kelompok Qarmatian yang telah berniat mencuri hajar Aswad awalnya datang dari Bahrain menuju Makkah saat sebelum waktu pelaksanaan haji.

Setibanya di Makkah, penduduk Makkah menolak mentah-mentah kedatangan Abu Tahir dan pengikutnya. Diceritakan dalam buku Jejak Sejarah di Dua Tanah Haram karya Mansya Aji Putra, kelompok Qarmatian pun membuat tipu muslihat dengan mengucapkan sumpah palsu untuk memasuki Makkah dengan damai.

Bahkan mereka berpura-pura menunaikan haji agar dibolehkan masuk ke Makkah. Kala itu, Abu Tahir membawa sekitar 600 penunggang kuda dan 900 pasukan berjalan, dikutip situs Archyde.

Mereka pun mengingkari sumpah tersebut dan tak lama kemudian, kelompok Qarmatian berhasil mengambil alih Kota Makkah. Abu Tahir dengan segera memerintahkan Ja’far bin Ilaj untuk mengambil hajar Aswad dari tempatnya secara paksa.

Tidak hanya hajar Aswad yang dicuri, mereka juga menjarah barang-barang berharga yang ada di Ka’bah. Kelompok Qarmatian merampas harta orang-orang di Ka’bah, merobek kiswah atau penutup Ka’bah, melepas pintu Ka’bah, hingga mengambil talang emasnya.

Mereka juga membantai seluruh jemaah haji di Ka’bah dan penduduk Makkah. Kelompok Qarmatian juga membantai 30 ribu jemaah haji yang sedang tawaf, iktikaf, dan salat. Waktu pembantaiannya memang bertepatan dengan puncak musim haji.

Kelompok Qarmatian membuang sekitar 3 ribu mayat pembantain tersebut ke dalam sumur air suci zamzam. Kemudian, sisanya dikubur oleh mereka tanpa memandikan, mengkafani, ataupun menyalatinya.

Kelompok tersebut bahkan melantunkan bacaan ayat-ayat Al-Qur’an dengan nada seolah mengejek pada jemaah. Mereka juga menganggap ibadah haji sebagai sebuah ritual penyembahan berhala layaknya orang-orang di zaman jahiliyah.

Setelah tragedi berdarah di kota suci tersebut, ibadah haji pun ditiadakan selama delapan tahun berturut-turut sebab para jemaah takut akan kembalinya teror keji dari kelompok Qarmatian.

Kembalinya Hajar Aswad setelah Hilang selama 22 Tahun

Setelah berhasil mencuri hajar Aswad dari Ka’bah, Abu Tahir memerintahkan pasukannya untuk menyimpan hajar Aswad tersebut ke Masjid al Dirar yang terletak di ibu kota baru negara mereka, al Hasa di Bahrain. Hajar Aswad pun disimpan di sana selama 22 tahun.

Qutb al Din, Sejarawan Ottoman, bercerita dalam tulisannya tahun 1857, Abu Tahir ingin menjadikan masjid al-Dirar sebagai tempat suci layaknya kota suci Makkah. Namun, ia gagal mencapai impian sebab meninggal dunia.

“Pemimpin Qarmatian, Abu Tahir al-Qarmahti, meletakkan Hajar Aswad di masjidnya sendiri, Masjid al-Dirar, dengan maksud mengalihkan haji dari Makkah. Namun, ini gagal,” tulisnya yang dikutip dari World Bulletin.

Menurut catatan Imam al Juwaini dalam Historia Islamica, hajar Aswad akhirnya kembali ke Ka’bah setelah 22 tahun lamanya pada 952 Masehi setelah kondisi Kota Makkah kembali aman.

Kelompok Qarmatian menyimpan hajar Aswad sebagai tebusan dan meminta bayaran kepada Bani Abbasiyah dengan jumlah uang yang besar agar bisa mengembalikan hajar Aswad ke tempat semula.

Pada akhirnya, hajar Aswad dapat kembali namun dalam kondisi rusak dengan keretakan yang membaginya menjadi tujuh bagian. Untuk menjaga bentuknya, penjaga Ka’bah pun membingkai hajar Aswad dengan perak seperti yang dapat dilihat saat ini.

Wallahu a’lam.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Sosok Nabi Ishaq, Saudara Nabi Ismail Beda Ibu


Jakarta

Saudara Nabi Ismail AS adalah Nabi Ishaq AS. Mereka saudara seayah beda ibu, ibu Nabi Ishaq AS adalah Siti Sarah sedangkan ibu Nabi Ismail AS adalah Siti Hajar. Ayah keduanya adalah Nabi Ibrahim AS.

Mengutip kitab Qashash al-Anbiyaa karya Ibnu Katsir yang diterjemahkan oleh Saefulloh MS, Nabi Ishaq AS lahir ketika Nabi Ibrahim dan Siti Sarah telah berumur lanjut. Kisah kelahirannya termaktub dalam Al-Qur’an surah As-Saffat ayat 112-113. Allah SWT berfirman,

وَبَشَّرْنٰهُ بِاِسْحٰقَ نَبِيًّا مِّنَ الصّٰلِحِيْنَ


Artinya: “Kami telah memberinya kabar gembira tentang (akan dilahirkannya) Ishaq, seorang nabi yang termasuk orang-orang saleh.” (QS As-Saffat: 112)

وَبٰرَكْنَا عَلَيْهِ وَعَلٰٓى اِسْحٰقَۗ وَمِنْ ذُرِّيَّتِهِمَا مُحْسِنٌ وَّظَالِمٌ لِّنَفْسِهٖ مُبِيْنٌ ࣖ

Artinya: “Kami melimpahkan keberkahan kepadanya dan Ishaq. Sebagian keturunan keduanya ada yang berbuat baik dan ada (pula) yang terang-terangan berbuat zalim terhadap dirinya sendiri.” (QS As-Saffat: 113)

Kisah Kelahiran Nabi Ishaq

Nabi Ishaq AS lahir di Kota Kan’an pada 1761 SM. Nabi Ishaq AS lahir 14 tahun setelah Nabi Ismail AS.

Kabar gembira kelahiran Nabi Ishaq AS disampaikan malaikat kepada Nabi Ibrahim AS dan Siti Sarah. Ketika itu, para malaikat mampir menemui Nabi Ibrahim AS dan Siti Sarah sebelum menuju kaum Nabi Luth AS. Mereka hendak menghancurkan kaum Nabi Luth AS karena kekafiran dan kejahatan yang telah mereka lakukan. Kisah ini diceritakan pada Al-Qur’an surah Hud ayat 69-73.

Dikisahkan bahwa malaikat yang datang menyampaikan kabar baik ke Nabi Ibrahim AS dan Siti Sarah adalah Jibril, Mikail, dan Israfil. Mereka memperkenalkan diri kepada Nabi Ibrahim AS sembari menceritakan kezaliman kaum Nabi Luth AS.

Berikutnya, mereka juga menyampaikan kepada Nabi Ibrahim AS dan Siti Sarah bahwa keduanya akan dikaruniai anak. Terkejut, Siti Sarah berkata,

“Sungguh mengherankan! Mungkinkah aku akan melahirkan (anak) padahal aku sudah tua dan suamiku ini sudah renta? Sesungguhnya ini benar-benar sesuatu yang ajaib.” (QS Hud: 72)

Malaikat pun menjawab, “Apakah engkau merasa heran dengan ketetapan Allah? (Itu adalah) rahmat dan berkah Allah (yang) dicurahkan kepada kamu, wahai ahlulbait! Sesungguhnya Dia Maha Terpuji lagi Maha Mulia.” (QS Hud: 73)

Sosok Nabi Ishaq dan Kisah Kehidupannya

Dinukil dari buku Menengok Kisah 25 Nabi & Rasul karya Ahmad Fatih, setelah diangkat menjadi nabi, Nabi Ishaq AS meneruskan dakwah Nabi Ibrahim AS di tanah Palestina. Beliau menyerukan kepada mereka untuk mengesakan Allah SWT, mendirikan salat, menunaikan zakat, dan mengerjakan kebajikan sesuai ajaran Islam.

Nabi Ishaq AS menikah dengan wanita asal Irak bernama Rifqah pada usia 40 tahun. Ternyata, Rifqah memiliki kondisi mandul sehingga mereka tidak dikaruniai anak dalam waktu yang lama.

Akan tetapi, Nabi Ishaq AS dan Rifqah tidak pernah menyerah untuk berdoa kepada Allah SWT. Akhirnya, dengan kebesaran dan kekuasaan Allah SWT, Nabi Ishaq AS dan Rifqah dikaruniai bayi laki-laki kembar. Kala itu, Nabi Ishaq AS berusia 60 tahun.

Bayi laki-laki kembar tersebut diberi nama Aishu dan Ya’qub. Kelak, Ya’qub akan meneruskan jalan ayah dan kakeknya menjadi seorang nabi. Kelahiran Ya’qub juga diceritakan dalam Al-Qur’an surah Al-Anbiya ayat 72.

وَوَهَبْنَا لَهٗٓ اِسْحٰقَ وَيَعْقُوْبَ نَافِلَةً ۗوَكُلًّا جَعَلْنَا صٰلِحِيْنَ

Artinya: “Kami juga menganugerahkan kepadanya (Ibrahim) Ishaq (anak) dan sebagai tambahan (Kami anugerahkan pula) Ya’qub (cucu). Masing-masing Kami jadikan orang yang saleh.”

Nabi Ishaq AS meninggal di usia 180 tahun dan dimakamkan di Gua Makhpela.

Wallahu a’lam.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Dikenal Jujur dan Amanah, Miqdad bin Amr Putuskan Mundur dari Jabatan


Jakarta

Miqdad bin Amr dikenal sebagai sahabat Nabi SAW yang jujur dan amanah. Karena itulah ia diberikan jabatan oleh Nabi SAW menjadi amir. Namun, suatu ketika, ia memutuskan untuk mundur dari jabatannya.

Merangkum buku Kisah Seru 60 Sahabat Rasul karya Ummu Akbar dan kitab Rijal Haula ar-Rasul karya Khalid Muhammad Khalid edisi Indonesia terbitan Shahih, berikut kisah lengkapnya.

Miqdad bin Amr merupakan seorang cendekiawan dengan hati yang tulus. Hal itu tercermin dari ucapannya yang selalu bermakna dan penuh dengan prinsip-prinsip.


Miqdad termasuk golongan awal yang memeluk Islam dan menjadi orang ketujuh menyatakan keislamannya secara terbuka. Akibatnya, ia mendapatkan perlakukan diskriminatif dan kejam dari kaum kafir Quraisy. Namun, ia tidak pernah goyah dalam keyakinannya.

Disebutkan dalam buku 365 Hari Bersama Sahabat Nabi SAW karya Biru Tosca, bahwa Miqdad mendapat pujian dari banyak kaum muslimin atas aksinya di medan Perang Badar yang disebut tidak kenal takut.

Miqdad juga pernah membakar semangat para kaum muslimin saat peperangan Badar yang pada saat itu mereka kalah jumlah dari musuh.

Ia berkata, “Wahai Rasulullah, teruslah laksanakan apa yang diperintahkan Allah, dan kami akan bersama engkau. Demi Allah, kami tidak akan berkata seperti apa yang dikatakan bani Israil kepada Nabi Musa, ‘Pergilah kamu bersama Tuhanmu dan berperanglah,’ sedang kami akan mengatakan kepada engkau, ‘Pergilah Engkau bersama Tuhanmu dan berperanglah, dan kami ikut berjuang di sampingmu.’ Demi yang telah mengutus engkau membawa kebenaran! Seandainya engkau membawa kami melalui lautan lumpur, kami akan berjuang bersamamu dengan tabah hingga akhir.”

Abdullah bin Mas’ud, salah seorang sahabat Rasulullah SAW bahkan pernah berkata, “Saya telah menyaksikan perjuangan Miqdad, sehingga saya lebih suka menjadi sahabatnya daripada segala isi dunia ini.”

Kisah Miqdad bin Amr Putuskan Mundur dari Jabatannya

Pada suatu ketika, Miqdad diangkat oleh Nabi SAW sebagai amir atau pemimpin (gubernur) di suatu daerah. Ia pun menerima dan menjalankan amanah yang diberikan kepadanya dengan sangat baik.

Setelah menjalankan tugasnya Miqdad pun kembali dan bertemu Rasulullah SAW, Rasulullah SAW bertanya kepada Miqdad, “Bagaimana rasanya menjadi seorang amir?”

Miqdad pun menjawab pertanyaan Rasulullah SAW dengan jujur, “Menjadi seorang amir membuat aku menganggap diriku lebih tinggi dari seluruh manusia lain. Demi yang telah mengutus engkau membawa kebenaran, mulai dari sekarang, aku tidak akan tergoda untuk mengambil jabatan amir selama-lamanya.”

Sejak ia menjabat jabatan, Miqdad memang mengaku bahwa dirinya dikelilingi oleh banyak pujian dan kemewahan. Miqdad yang dikenal jujur dan amanah, menyadari betul bahwa itulah risiko yang harus ia tanggung ketika menjabat menjadi pemimpin. Bukannya tergoda untuk melanggengkan kekuasaannya, ia malah bertekad untuk menghindari segala jabatan yang ditawarkan.

Bahkan ketika Rasulullah SAW menawarkannya jabatan lagi, kali ini ia menolak dengan tegas tawaran tersebut. Meski tidak memiliki jabatan, kecintaan Miqdad kepada Islam tidak pernah sedikit pun berkurang.

Bahkan tanpa jabatan pun, Miqdad selalu mengambil tanggung jawab penuh di lingkungannya. Ia selalu menggunakan sikap kepemimpinannya untuk membela orang-orang yang tertindas.

Ada sebuah kisah, pada suatu waktu, Miqdad keluar bersama rombongan tentara. Situasi pun berubah menjadi menegangkan sebab mereka tahu musuh akan segera mengepung dan menyerang pasukan mereka.

Komandan pasukan pun memerintahkan para pasukannya untuk tidak menggembalakan hewan tunggangannya. Ini bertujuan agar keberadaan mereka tidak diketahui musuh. Akan tetapi, ada seorang prajurit yang tidak mengetahui larangan ini sehingga ia melanggarnya.

Ketika hal tersebut diketahui oleh komandan, prajurit tersebut pun diberikan hukuman yang sangat berat. Miqdad yang saat itu kebetulan melihat kejadian tersebut melihat prajurit tersebut sedang menangis memohon ampun.

Karena penasaran, ia pun menghampirinya dan menanyakan apa yang telah terjadi. Setelah mendengar cerita dari prajurit tersebut, Miqdad pun memahami apa yang telah terjadi lalu segera mengajak prajurit tersebut untuk menemui komandan pasukan.

Di sanalah, Miqdad meluruskan segala persoalan yang menimpa prajurit tersebut. Penjelasan Miqdad yang terlihat begitu jujur dan tidak mengada-ngada itu membuat komandan pun sadar akan kesalahannya.

Komandan pun akhirnya meminta maaf kepada prajurit bawahannya. Permohonan maaf sang komandan yang tulus mampu itu akhirnya diterima oleh prajurit dan mau memaafkannya.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Hotel Utsman bin Affan, Hasil Kebun Kurma dan Wakaf Sumur Sang Khalifah


Jakarta

Hotel Utsman bin Affan adalah hasil pengelolaan wakaf sumur milik sang suri tauladan umat muslim. Dikutip dari situs organisasi wakaf Afrika Selatan Awqaf SA, hotel tersebut memasuki tahap terakhir pembangunan pada 2013 dan mulai beroperasi.

Pelayanan di hotel Utsman bin Affan setara bintang lima dengan 210 kamar. Hotel juga menyediakan 30 kamar khusus yang bisa disewa setiap saat. Hotel Utsman bin Affan berdiri setinggi 15 lantai, dengan 24 kamar di tiap lantainya.

Sejarah Berdirinya Hotel Utsman bin Affan

Hotel Utsman bin Affan adalah hasil pengelolaan kebun kurma dan sumur wakaf yang bernama Bir Rumah atau Raumah. Sumur wakaf Utsman bin Affan ini sudah berusia lebih dari 1400 tahun dengan air yang tidak pernah berhenti mengalir.


Lahan sekitar sumur tersebut ditumbuhi banyak pohon kurma yang bisa diambil manfaatnya. Daulah Utsmaniyah dikisahkan mengelola kebun kurma dan menjual hasilnya pada masyarakat. Seiring waktu, pemerintah Saudi melanjutkan pengelolaan wakaf sumur dan hasil penjualan kurma.

Sebagian penghasilan diberikan pada kaum yang membutuhkan, sedangkan lainnya masuk ke rekening Usman bin Affan. Dikutip dari laman Badan Wakaf Indonesia, sebanyak 1.550 pohon kurma terus memberikan hasil. Sehingga uang di rekening tabungan Utsman bin Affan terus meningkat.

Tabungan tersebut akhirnya digunakan Pemerintah Arab Saudi untuk membeli tanah di kawasan Marzakiyah. Hotel bertaraf internasional ini diperkirakan beromzet 50 juta riyal/tahun atau setara Rp 200 miliar/tahun.

Riwayat Pembelian Sumur Wakaf Utsman bin Affan

Awal mula dibelinya Sumur Rumah atau Raumah oleh Utsman bin Affan terjadi karena sabda Rasulullah. Nabi Muhammad SAW merasa prihatin dengan kondisi umatnya dan berkata.

“Wahai sahabatku, siapa saja diantara kalian yang menyumbangkan hartanya untuk dapat membebaskan sumur itu, lalu menyumbangkannya untuk umat, maka ia akan mendapatkan surga-Nya Allah Ta’ala.” (HR Muslim).

Mendengar hal tersebut, Utsman bin Affan yang dermawan langsung mendatangi Yahudi pemilik sumur dan menawarnya dengan harga tertinggi. Namun Sang Pemilik menolaknya dengan alasan tidak adanya penghasilan yang diperoleh setiap hari.

Akhirnya, Utsman bin Affan membeli setengah sumur seharga 12.000 dirham dan sepakat untuk memilikinya bergantian dengan pemilik asli. Setiap dua hari, penduduk Madinah akan mengambil air yang cukup agar tidak kekurangan stok hingga terpaksa membelinya dari Yahudi.

Namun sistem ini membuat Yahudi rugi dan akhirnya menjual hak milik sepenuhnya pada Utsman seharga 20.000 dirham. Sejak saat itu, seluruh penduduk dan pendatang di Madinah bebas memanfaatkan air tersebut untuk kebutuhan sehari-hari hingga sekarang.

Keutamaan Wakaf Sumur

Berdasarkan Kitab At-Targhib wat Tarhib minal Haditsisy Syarif karya Imam Zakiyuddin Abdul Al-Mundziri, sedekah yang dilakukan Utsman bin Affan termasuk dalam amalan dengan pahala berkelanjutan.

حديث أَنَس قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَبْعٌ يَجْرِى لِلْعَبْدِ أَجْرُهُنَّ وَهُوَ فِي قَبْرِهِ بَعْدَ مَوْتِهِ: مَنْ عَلَّمَ عِلْماً، أَوْ كَرَى نَهْراً، أَوْ حَفَرَ بِئْراً، أَوْ غَرَسَ نَخْلاً، أَوْ بَنَى مَسْجِداً، أَوْ وَرَّثَ مُصْحَفاً، أَوْ تَرَكَ وَلَداً يَسْتَغْفِرُ لَهُ بَعْدَ مَوْتِهِ رواه البزار وأبو نعيم والبيهقي

Artinya: “Hadits sahabat Anas bin Malik ra, Rasulullah saw bersabda, ‘Ada tujuh jenis amal yang pahalanya mengalir terus kepada seseorang di alam kuburnya: (1) orang yang mengajarkan ilmu, (2) orang yang mengalirkan (mengeruk atau meluaskan) sungai, (3) orang yang menggali sumur, (4) orang yang menanam pohon kurma, (5) orang yang membangun masjid, (6) orang yang mewariskan mushaf, (7) orang yang meninggalkan anak keturunan yang memintakan ampunan baginya sepeninggal kematiannya,'” (HR Al-Bazzar, Abu Nu’aim, dan Al-Baihaqi).

Selain itu, sedekah air juga disebut sebagai sedekah yang paling disukai dan afdal untuk orang yang sudah meninggal. Pasalnya air memiliki manfaat yang luas baik untuk kepentingan agama maupun dunia. Beberapa keutamaan lain adalah:

  • Memperoleh ampunan dosa dari Allah SWT.
  • Mendapatkan pahala yang mengalir deras dan tidak terputus bahkan setelah meninggal dunia.
  • Memperoleh surga yang dijanjikan Allah SWT.
  • Menolong orang-orang yang membutuhkan.
  • Menjadi sedekah mulia dan disarankan sebagai amalan untuk orang yang telah meninggal.

Demikian sejarah hotel Utsman bin Affan yang dapat menjadi pengingat untuk selalu menyisihkan sebagian harta untuk orang lain. Wakaf sumur atau air adalah sedekah jariyah yang amalannya terus mengalir, meski pelaku sedekah telah berpulang.

(row/row)



Sumber : www.detik.com

Kisah Kedermawanan Utsman bin Affan, Sang Pemiliki Dua Cahaya


Jakarta

Khulafaur Rasyidin adalah julukan dari empat khalifah umat Islam sepeninggal Rasulullah SAW yang mempunyai jiwa kepemimpinan dan kebijaksanaan luar biasa. Masing-masing dari mereka mempunyai sisi tauladan yang dapat diikuti.

Mengutip buku Biografi Utsman bin Affan karya Prof. Dr. Ali Muhammad Ash-Shallabi dijelaskan biografi singkat mengenai Utsman bin Affan.

Nama asli beliau adalah Utsman bin Affan bin Abu Al-Ash bin Umayyah bin Abdi Syams bin Abdi Manaf bin Qushay bin Kilab. Nasabnya bertemu dengan Rasulullah pada Abdi Manaf. Sedang ibunya bernama Arwa binti Kuraiz bin Rabiah bin Habib bin Abd Syams bin Abdi Manaf bin Qushay.


Pada awalnya Utsman bin Affan sering dipanggil oleh sahabat lainnya sebagai Abu Amru, namun setelah Ruqayah binti Rasulullah (Istri Utsman) melahirkan bayi yang diberi nama Abdullah, Utsman bin Affan kemudian dipanggil sebagai Abu Abdullah.

Selain nama panggilan, Utsman bin Affan mempunyai gelar Dzunnurain (Pemilik dua cahaya). Badruddin Al-Aini saat memberikan syarah kepada Shahih Al-Bukhari menceritakan bahwa seseorang pernah bertanya kepada Al-Mahlab bin Abu Shafrah. “Mengapa Utsman dijuluki Dzunnurain?”

Al-Mahlab lantas menjawab, ” Karena kami belum mengetahui ada seseorang pun menikah dengan dua putri Nabi Muhammad SAW, kecuali Utsman.”

Kedermawanan Utsman bin Affan

1. Menyumbang Harta saat Perang Tabuk

Mengutip buku Kisah Edukatif 10 Sahabat Nabi yang Dijamin Masuk Surga karya Luthfi Yansyah disebutkan pada saat perang Tabuk, umat Islam kekurangan dana dan memerlukan bantuan dana dari hasil patungan para sahabat.

Disisi lain pasukan musuh (Romawi) telah siap dengan pasukan yang banyak, prajurit dengan perlengkapan yang lengkap, serta persediaan yang memadai. Lokasi peperangan juga berada di dekat bangsa Romawi, sehingga umat Islam perlu melakukan persiapan matang dalam perjalanan menuju lokasi perang.

Maka suatu hari Rasulullah SAW naik ke atas mimbar, beliau memuji Allah SWT, kemudian beliau menganjurkan kepada seluruh umat Islam untuk mengeluarkan segala kemampuannya dan menjanjikan mereka dengan balasan yang besar pula.

Utsman segera berdiri, seraya berkata, “Aku akan memberikan 100 unta lengkap dengan bekalnya, wahai Rasulullah”

Kemudian, Rasulullah turun satu anak tangga dari mimbarnya dan beliau terus menganjurkan umat Islam untuk mengeluarkan apa yang mereka punya.

Maka untuk kedua kalinya Utsman berdiri dan berkata, “Aku akan memberikan 100 unta lagi lengkap dengan bekalnya, wahai Rasulullah!”

Kemudian, beliau turun satu anak tangga lagi dari mimbar dan beliau masih saja menyerukan kaum Muslimin untuk mengeluarkan segala yang mereka miliki. Utsman untuk ketiga kalinya berdiri dan berkata, “Aku akan memberikan 100 unta lagi lengkap dengan bekalnya, wahai Rasulullah!”

Rasulullah SAW pun mengarahkan tangannya kepada Utsman bin Affan, beliau pun bersabda, “Utsman setelah hari ini tidak akan pernah kesulitan… Utsman setelah hari ini tidak akan pernah kesulitan.”

Ketika Rasulullah SAW belum turun dari mimbarnya, Utsman bin Affan segera lari kencang kembali ke rumahnya mengambil harta yang beliau janjikan disertai dengan 1000 dinar emas, langsung diserahkan kepada Rasulullah.

Rasulullah berkata:

“Semoga Allah SWT mengampunimu, wahai Utsman atas sedekah yang engkau berikan secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi. Semoga Allah juga mengampuni segala sesuatu yang ada pada dirimu, dan apa yang telah Dia ciptakan hingga terjadinya hari Kiamat.”

2. Pembelian Sumur Tua Orang Yahudi

Mengutip buku Dahsyatnya Ibadah Para Sahabat Rasulullah karya Yanuar Arifin, terdapat kedermawanan lainnya yang pernah dilakukan oleh Utsman bin Affan.

Pada zaman Rasulullah masih tinggal di Madinah, ada sebuah sumur bernama Rumata milik orang Yahudi yang dijual tinggi, menyebabkan tidak ada seorang pun yang dapat meminum air dari sumur tersebut.

Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa membeli Sumur Rumata untuk kita, lalu menjadikannya sebagai shadaqah bagi kaum muslimin, niscaya Allah Swt. akan memberikan kepadanya minum yang disebabkan kehausan pada Hari Kiamat.”

Mendengar sabda Rasulullah SAW, Utsman bin Affan RA pun lantas membelinya dan kemudian ia menjadikannya shadaqah bagi kaum muslimin.

Sumur itu ia beli dengan harga yang sangat tinggi, yakni sekitar tiga puluh lima dirham. Ada juga yang mengatakan dua puluh lima dirham.

3. Shadaqah Semua Harta Dagangan

Suatu ketika pada masa pemerintahan Umar bin Khattab, Madinah mengalami kekeringan, dan tumbuh-tumbuhan dan susah untuk didapat, makanya tahun ini dikenal sebagai tahun ramadah (Tahun kelabu).

Utsman bin Affan bersama rombongan dagangnya datang membawa seribu unta, dan setiap untanya telah dibebani berbagai muatan berupa gandum, minyak, anggur, atau tin yang dikeringkan.

Para pedagang di Madinah segera mengerubungi dagang Utsman untuk bernegosiasi persediaan tersebut, Utsman pun menolaknya, bukan karena negosiasi gagal dan harganya tidak cocok, melainkan Utsman berniat sedekah seluruh barang bawaannya untuk penduduk Madinah yang sedang kesulitan.

Utsman bin Affan RA berkata, “Aku bersaksi kepada Allah, aku menjadikan apa yang dibawa oleh unta- unta ini sebagai shadaqah kepada fakir miskin dari kaum muslimin. Aku tidak mengharapkan dari mereka dirham atau dinar. Namun, aku mengharapkan pahala dan ridha dari Allah.”

Belajar dari kedermawanan Utsman bin Affan, detikers tak perlu bersedekah dengan nominal besar. detikers bisa memulainya dengan langkah kecil seperti berdonasi. Sahabat baik bisa berderma melalui berbuatbaik.id yang menjamin donasi 100% tersalurkan tanpa potongan. Yuk mulai tanamkan sikap dermawan dengan berdonasi, sekarang juga!

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Saudah binti Zam’ah, Istri Rasulullah SAW yang Pernah Dipuji Aisyah RA


Jakarta

Kisah salah satu istri Nabi Muhammad SAW bernama Saudah binti Zam’ah RA merupakan seorang wanita Quraisy dari Bani Amir. Sebagai bantahan terhadap orang-orang kafir yang senantiasa menuduh Rasulullah SAW.

Mengutip buku Air Mata Kanjeng Nabi Tindak Tanduk Wanita yang Membuat Baginda Menitikkan Air Mata karya Atiqah Hamid perihal riawayat hidup Saudah binti Zam’ah.

Saudah binti Zam’ah RA adalah wanita yang gemar sedekah. Beliau adalah wanita pertama yang dinikahi Rasulullah SAW setelah wafatnya Khadijah RA. Saudah binti Zam’ah RA sangat dihormati pada masanya.


Sebelum menikah dengan Rasulullah SAW, Saudah binti Zam’ah RA pernah menikah dengan sepupunya, Sakran bin Amr, yang kemudian meninggal setelah hijrah ke Habasyah.

Saat Rasulullah SAW melamarnya, Saudah binti Zam’ah RA diketahui telah memiliki lima anak yang masih kecil. Beliau berkata kepada Rasulullah SAW,

“Demi Allah, tidak ada hal yang bisa menghalangi diriku untuk menerima dirimu, sedang kau adalah sebaik-baik orang yang paling aku cintai. Akan tetapi, aku sangat memuliakanmu agar aku bisa menempatkan mereka (anak-anakku yang masih kecil) berada di sampingmu siang dan malam.”

“Semoga Allah menyayangi kamu. Sesungguhnya, sebaik- baik wanita adalah mereka yang menunggangi kuda, sebaik-baik wanita Quraisy adalah yang bersikap lembut terhadap anak pada waktu kecilnya dan merawatnya untuk pasangannya dengan tangannya sendiri,” jawab Rasulullah SAW.

Pernikahan Rasulullah SAW dan Saudah binti Zam’ah RA berlangsung pada Ramadhan, tahun kesepuluh dan setelah kematian Khadijah RA, di Makkah.

Saudah binti Zam’ah RA dikenal sebagai orang yang gemar bersedekah. Khalifah Umar bin Khattab RA pernah mengirim sekantong penuh uang dirham padanya. Kemudian Saudah binti Zam’ah RA bertanya kepada Umar bin Khattab RA, “Apa ini?”

“Dirham yang banyak,” jawab Umar bin Khathab RA.

“Dalam kantong ada setandang kurma. Wahai jariah yakinkan diriku,” ujar Saudah binti Zum’ah RA. Kemudian, ia membagi-bagikan dirham tadi.

Saudah binti Zam’ah RA. juga memiliki akhlak yang terpuji. Aisyah RA, pernah berkata, “Tiada seorang pun yang lebih aku kagumi tentang perilakunya selain Saudah binti Zam’ah yang sungguh hebat.”

Wafatnya Saudah binti Zam’ah

Mengutip buku Ensiklopedia Tokoh Muslim yang ditulis Ahmad Rofi Usmani dijelaskan kapan wafatnya Saudah binti Zam’ah.

Setelah Khadijah binti Khuwalid wafat pada 10 atau 11 Ramadhan tahun ke-10 kenabian (sekitar 30 atau 31 April 619 M), Rasulullah SAW menikahi Saudah.

Saat Rasulullah SAW menikahi ‘Aisyah binti Abu Bakar Al-Shiddiq, Rasulullah SAW pernah berniat untuk menceraikan Saudah.

Ketika itu Saudah berkata, “Rasulullah! Saya bersedia memutuskan giliranku demi ‘Aisyah. Sama sekali tiada keinginan bagiku untuk berkeluarga (karena sudah tua). Namun, saya ingin dibangkitkan pada Hari Pembalasan nanti sebagai istrimu!” Beliau langsung mengabulkan permintaan tersebut.

Perempuan yang bertangan panjang (Saudah binti Zam’ah) wafat di Madinah pada 54 H/673 M, pada masa pemerintahan Mu’awiyah ibn Abu Sufyan. Beberapa sejarawan menyebutkan ia wafat pada 19 H/640 M, pada masa pemerintahan Umar ibn Al-Khaththab.

Keutamaan Saudah Binti Zam’ah

Menguitip buku The Golden Stories of Ummahatul Mukminin karya Ukasyah Habibu Ahmad inilah keutamaan-keuatamaan yang dimiliki Saudah binti Zam’ah.

Saudah merupakan wanita yang mempunyai ketabahan dan kesabaran luar biasa, terutama ketika ia mampu menahan derita pengusiran, kezaliman, dan penganiayaan dari kaum kafir Quraisy, sesudah beliau menyatakan keislamannya.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Ini Raja Mansa Musa, Muslim Terkaya Sepanjang Masa



Jakarta

Raja Mansa Musa adalah penguasa Afrika Barat yang hidup pada abad ke-14. Ia adalah raja yang sangat kaya sekaligus muslim yang beriman.

Dikabarkan BBC, sebagaimana diungkap Rudolph Butch Ware, guru besar sejarah di Universitas California, menggambarkan betapa kayanya Mansa Musa.

“Jumlah kekayaan Musa jika dihitung di masa kini sungguh luar biasa sampai-sampai hampir mustahil untuk benar-benar memahami betapa kaya dan berkuasanya ia saat itu,” ungkap Rudolph Butch Ware.


Banyak sejarawan yang memperkirakan kekayaan Mansa Musa. Pada 2012, situs web AS Celebrity Net Worth memperkirakan jumlah kekayaan Musa berada di angka US$400 miliar atau sekitar Rp5,72 kuadriliun. Meskipun ditemukan angka perkiraan, namun sejarawan ekonomi satu suara bahwa kekayaannya tak mungkin dinominasi ke dalam angka.

Raja yang Hidup pada 1280-1337

Mansa Musa adalah seorang raja yang hidup di tahun 1280-1337. Saking kayanya, jumlah hartanya tidak bisa digambarkan dengan apapun.

Mansa Musa naik takhta menggantikan sang kakak, Mansa Abu-Bakr yang memerintah Kerajaan Mali hingga tahun 1312. Mansa Musa resmi bergelar raja setelah sang kakak memiliki rencaana besar mengarungi Samudera Atlantik.

Mansa Abu Bakr berangkat ditemani ribuan rakyatnya dengan mengendarai 2.000 kapal. Sayangnya, rombongan ini tidak pernah kembali lagi. Demikian menurut sejarawan Suriah, Shibab al-Umari.

Di bawah kepemimpinan Mansa Musa, Kerajaan Mali berkembang dengan sangat pesat. Ia berhasil menguasai 24 kota baru pada masa itu, termasuk Timbuktu.

Kerajaan yang Menguasai Banyak Kekayaan

Saking besarnya wilayah kekuasaan Kerajaan Mali, Mansa Musa layak dijuluki sebagai raja yang sangat amat kaya.

Menurut British Museum, Kerajaan Mali memiliki hampir separuh jumlah emas yang beredar di kawasan Dunia Lama, negeri-negeri di Afrika, Asia dan Eropa. Besarnya wilayah kekuasaan Mansa Musa, maka otomatis seluruh sumber daya alam berada di bawah kekuasaannya.

Kathleen Bickford Berzock, seorang spesialis seni Afrika di Block Museum of Art di Universitas Northwestern mengatakan, “Pusat-pusat perdagangan besar yang menggunakan emas dan komoditas lain sebagai alat tukar juga berada di daerah kekuasaannya, dan ia (Mansa Musa) memperoleh kekayaannya dari aktivitas perdagangan tersebut.”

Raja Mansa Musa Berhaji

Mansa Musa adalah raja yang memeluk Islam. Ia dikenal sebagai sosok muslim yang taat beragama.

Pada jelang musim haji, Mansa Musa menuju ke Makkah melalui Gurun Sahara dan Mesir. Ia berniat menunaikan ibadah haji.

Mansa Musa turut mengajak rakyatnya dalam perjalanan ini. Ia diketahui membawa rombongan yang terdiri dari 60.000 orang.

Rombongan ini termasuk para pejabat kerajaan seperti hakim, pasukan tentara, pedagang dan pada budak. Rombongan ini juga membawa unta sebagai tunggangan, ribuan sapi dan kambing sebagai bekal persediaan makanan.

Puluhan ribu orang yang bergerak bersamaan ini sekilas tampak seperti sebuah kota yang sedang berjalan. Rombongan ‘Raja Terkaya’ ini juga turut membawa banyak perhiasan dan harta berupa emas murni.

Kisah Kairo Kebanjiran Emas Mansa Musa

Perjalanan haji Mansa Musa melintasi Kairo. Di sini terjadi kisah penting yang kemudian tercatat dalam sejarah.

Karena membawa perbekalan emas yang sangat banyak, Mansa Musa dengan gampang membagikan emas kepada warga Kairo. Ia singgah di kota ini selama tiga bulan tetapi menghancurkan perekonomian kota ini selama 10 tahun.

Kehadiran Mansa Musa membuat harga emas anjlok.

Lucy Duran dari School of African and Oriental Studies di London mencatat bahwa para penghibur Mali, yang merupakan pendongeng balada sejarah, khususnya, marah terhadap Mansa Musa.

“Ia membagikan terlalu banyak emas sepanjang perjalanan hingga para penghibur tak mau memuja-mujinya lagi dalam nyanyian mereka karena mereka berpikir bahwa ia menghambur-hamburkan sumber daya alam lokal di luar kerajaan,” ujarnya.

Perjalanan haji Mansa Musa kemudian menjadi bagian dari sejarah. Kedermawanannya membagikan emas membuat Mansa Musa dan Kerajaan Mali dikenal luas.

Pada abad ke-19, orang-orang dari berbagai penjuru mendatangi Timbuktu. Mereka ingin membuktikan mitos kota emas yang hilang di ujung dunia. Hal itu masih terus berlangsung, bahkan 500 tahun sejak Mansa Musa berkuasa.

Peran Mansa Musa dalam Dunia Pendidikan

Mansa Musa kembali dari Mekah bersama sejumlah cendekiawan Islam, termasuk keturunan langsung Nabi Muhammad dan penulis puisi sekaligus arsitek Andalusia bernama Abu Es Haq es Saheli, yang dikenal sebagai perancang Masjid Djinguereber yang terkenal.

Masjid Djinguereber dibangun pada 1327.

Mansa Musa juga banyak berperan dalam bidang seni, sastra dan pendidikan. Ia membangun banyak sekolah, perpustakaan dan masjid.

Timbuktu berubah menjadi pusat pendidikan dan banyak orang berdatangan dari berbagai belahan dunia untuk belajar di tempat yang kini dikenal sebagai Universitas Sankore.

Mansa Musa dikabarkan meninggal dunia pada 1337 di usia 57 tahun. Kerajaannya ini kemudian diwariskan kepada anak-anaknya.

Sayangnya, anak-anak Mansa Musa tidak bisa menjaga kerajaan seperti sang ayah. Kedatangan bangsa Eropa ke Afrika menjadi titik akhir kehancuran kerajaan Mali.

(dvs/lus)



Sumber : www.detik.com

Kondisi Kesehatan Rasulullah Sepulang Haji Wada Menurun, Begini Kisahnya


Jakarta

Haji wada adalah haji pertama dan terakhir Rasulullah SAW. Beliau berangkat haji pada tahun ke-10 Hijriah. Kondisi kesehatan Rasulullah SAW sepulang haji wada menurun.

Haji wada Rasulullah SAW dikisahkan dalam Sirah Nabawiyah karya Ibnu Hisyam. Dalam hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Ishaq, dari Abdurrahman bin Qasim, dari Qasim bin Muhammad, dari Aisyah RA, ia berkata,

“Rasulullah berangkat untuk menunaikan ibadah haji pada tanggal 25 Zulkaidah.” (HR Bukhari dan Muslim)


Kondisi Kesehatan Rasulullah Sepulang Haji Wada

Mengutip buku Tapak Sejarah Seputar Mekah-Madinah karya Muslim H. Nasution, Rasulullah SAW menyiapkan pasukan untuk melawan Romawi sekembalinya dari haji wada. Pasukan yang dibentuk Rasulullah SAW bergerak di bawah pimpinan Usamah bin Zaid, putra Zaid bin Haritsah.

Akan tetapi, sementara pasukan muslimin mulai bergerak meninggalkan Madinah, terdengar berita bahwa Rasulullah SAW jatuh sakit. Sakit Rasulullah SAW pada awalnya dirasakan di bagian kepala, kemudian berkembang menjadi demam. Sehari sebelum jatuh sakit, beliau sempat berziarah ke Pemakaman Baqi’ dan mendoakan orang-orang yang dikuburkan di sana.

Dikisahkan dalam Sirah Nabawiyah bahwa Rasulullah SAW pergi ke Pemakaman Baqi’ bersama Abu Muwaihibah. Diriwayatkan dari Ubaid bin Jubair, dari Abdullah bin Umar, dari Ibnu Ishaq, dari Abdullah bin Amru bin Ash, dari Abu Muwaihibah, ia berkata,

“Rasulullah SAW mengutusku pada tengah malam, Beliau bersabda, ‘Abu Muwaihibah, aku diperintahkan untuk memintakan ampunan bagi penghuni Baqi’. Mari pergi bersamaku’.”

Abu Muwaihibah pun berangkat bersama beliau. Setibanya di pekuburan, Rasulullah SAW bersabda,

“Assalamu’alaikum, wahai penghuni kubur. Berbahagialah kalian dengan apa yang kalian rasakan dari apa yang dirasakan manusia. Berbagai fitnah datang laksana kepingan malam gelap. Fitnah terakhir menyusul fitnah pertama, dan fitnah yang terakhir lebih buruk daripada yang pertama.”

Beliau kemudian menengok ke arah Abu Muwaihibah dan bersabda, “Abu Muwaihibah, sesungguhnya aku diberi kunci harta dunia dan keabadian di dalamnya, sesudah itu surga. Aku diberi pilihan di antara itu atau bertemu dengan Tuhanku dan surga.”

Abu Muwaihibah berkata, “Demi ayah bundaku, ambillah kunci harta dunia, hidup langgeng di dalamnya, lalu surga.”

Rasulullah SAW pun bersabda, “Tidak, demi Allah, Abu Muwaihibah, aku sudah memilih kembali kepada Tuhanku dan surga.”

Rasulullah kemudian memintakan ampunan bagi penghuni Baqi’ dan pulang. Semenjak itu, Rasulullah SAW mulai menderita sakit yang menyebabkannya meninggal dunia. (HR Ahmad)

Diriwayatkan dari Ya’qub bin Utbah, dari Muhammad bin Muslim az-Zuhri, dari Ubaidillah bin Abdillah bin Utbah bin Mas’ud, dari Aisyah RA, ia berkata,

“Rasulullah pulang dari Baqi’, lalu menemuiku. Saat itu aku sedang sakit kepala. Aku mengerang, ‘Aduh, kepalaku sakit sekali’.”

Rasulullah SAW bersabda, “Demi Allah, justru kepalaku lebih sakit, Aisyah.” Selanjutnya beliau bersabda, “Apa salahnya seandainya engkau mati mendahuluiku sehingga aku mengurusmu, mengkafanimu, menyalatkanmu, dan menguburkanmu?”

Aisyah RA berkata, “Demi Allah, jika itu yang terjadi padaku, begitu engkau selesai mengurusku, engkau akan kembali ke rumahku dan bermesraan dengan salah satu istrimu.”

Rasulullah SAW pun tersenyum. Sejak saat itu, sakit Rasulullah SAW semakin parah hingga beliau wafat pada 12 Rabiul Awal tahun ke-11 Hijriah. (HR Ibnu Majah, Ahmad, Ad-Darimi)

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com