Category Archives: Kisah

Sosok Anak Nabi yang Masuk Neraka karena Tak Hiraukan Ayahnya


Jakarta

Tak semua anak nabi berada dalam jalan yang benar mengikuti jejak sang ayah. Ada yang ingkar dan menolak dakwah ayahnya hingga akhirnya masuk neraka.

Salah satu anak nabi yang masuk neraka adalah Kan’an. Ia adalah anak Nabi Nuh AS. Meskipun ayahnya adalah seorang Nabi yang diutus untuk menyelamatkan umatnya, anak Nabi Nuh AS memilih jalan yang berbeda.

Dalam momen penting saat bahtera Nuh sedang disiapkan, anaknya menolak untuk naik, sehingga ia tenggelam bersama kaum yang ingkar dan dikisahkan masuk neraka sebagai balasan atas keingkarannya.


Kisah anak Nabi Nuh AS ini diabadikan dalam Al-Qur’an. Berikut kisah selengkapnya.

Kisah Kan’an Putra Nabi Nuh AS

Dikutip dari buku Memang Untuk Dibaca: 100 Kisah Islami Inspiratif Pembangun Jiwa tulisan Rian Hidayat, anak Nabi Nuh AS yang bernama Kan’an berbeda dengan saudara-saudaranya yang beriman, seperti Sam, Ham, dan Yafits. Kan’an memilih jalan yang berbeda yakni jalan kekafiran.

Sebagai anak Nabi, keputusan Kan’an untuk kafir tentu menjadi perhatian, namun Al-Qur’an dengan jelas menggambarkan bahwa setiap manusia dewasa bertanggung jawab atas pilihan keimanannya sendiri. Nabi Nuh AS, meskipun seorang Nabi, tidak dapat memaksakan hidayah kepada anaknya. Kan’an memilih untuk mengingkari ajaran yang dibawa ayahnya, dan sebagai akibatnya, ia termasuk golongan yang akan mendapatkan azab Allah SWT.

Saat perintah Allah SWT datang untuk membangun bahtera guna menyelamatkan kaum beriman dari banjir besar yang akan menjadi azab bagi kaum kafir, Nabi Nuh AS dengan taat melaksanakan perintah itu. Bahtera besar tersebut siap menampung siapa pun yang beriman kepada Allah SWT dan mengikuti ajaran Nabi Nuh AS.

Namun, di saat genting, ketika air banjir mulai meninggi, Kan’an tetap dalam kekafirannya. Ia memilih untuk tidak menaati perintah Allah SWT dan ajakan ayahnya, Nabi Nuh AS, dan justru berusaha menyelamatkan dirinya sendiri dengan mendaki gunung yang tinggi. Ia yakin bahwa gunung tersebut akan melindunginya dari banjir besar yang datang.

Namun, seperti yang termaktub dalam Al-Qur’an surah Hud ayat 42-45, usaha Kan’an sia-sia. Ketika Nabi Nuh AS melihat anaknya berada di tempat yang jauh dari bahtera, beliau memanggil dengan penuh kasih, mengajak Kan’an untuk naik ke bahtera bersama kaum beriman.

Nabi Nuh AS memohon dengan mengatakan, “Hai anakku, naiklah bersama kami dan janganlah engkau bersama orang-orang yang kafir.” Akan tetapi, dengan penuh kesombongan, Kan’an menjawab bahwa ia akan berlindung di gunung yang tinggi, yang menurutnya akan menyelamatkannya dari air bah.

Nabi Nuh AS menegaskan bahwa tak ada yang dapat menyelamatkan dari azab Allah SWT, kecuali rahmat-Nya. Pada akhirnya, gelombang besar air banjir menghantam Kan’an, menenggelamkannya bersama kaum kafir lainnya yang menolak ajaran Allah SWT. Dengan ini, Kan’an menjadi salah satu yang mendapatkan azab dari Allah SWT karena kekafirannya, meskipun ia adalah anak seorang nabi.

Setelah Kan’an tenggelam, Nabi Nuh AS merasa sangat sedih. Beliau berdoa kepada Allah SWT dan menyebut Kan’an sebagai bagian dari keluarganya. Dalam doanya, Nabi Nuh AS berkata, “Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku termasuk keluargaku, dan sesungguhnya janji-Mu adalah benar, dan Engkau adalah Hakim yang paling adil.”

Larangan Durhaka kepada Orang Tua

Kisah durhaka kepada orang tua, seperti yang terlihat pada cerita Kan’an, adalah pelajaran berharga yang mengingatkan muslim akan pentingnya menghormati dan mematuhi orang tua. Dalam kisah ini, Kan’an, putra Nabi Nuh AS, dengan tegas menolak ajaran yang disampaikan ayahnya untuk beriman kepada Allah SWT. Sikap pembangkangannya ini membawa konsekuensi berat, ia akhirnya tenggelam dalam banjir besar sebagai bentuk hukuman dari Allah SWT.

Larangan durhaka kepada orang tua sangat ditekankan dalam ajaran Islam. Dikutip dari buku Aqidah Akhlaq yang ditulis oleh Ahmad Kusaeri, orang tua memiliki tugas mulia dalam membimbing anak-anak mereka ke jalan yang benar, dengan penuh cinta dan kesabaran.

Setiap orang tua pasti berharap anaknya menjadi pribadi yang saleh, berbakti, dan membawa kebaikan. Oleh karena itu, penting bagi seorang anak untuk mendengarkan nasihat dan arahan orang tuanya, karena nasihat tersebut diberikan untuk kebaikan dan kebahagiaan mereka dunia dan akhirat.

Anak yang durhaka pada orang tua, sebagaimana digambarkan dalam kisah Kan’an, akan ditinggalkan dan tidak akan diselamatkan dari kecelakaan hidup. Allah SWT memperingatkan bahwa pembangkangan seperti ini membawa dampak buruk, bukan hanya bagi si anak, tetapi juga bagi keluarga dan lingkungannya.

Wallahu a’lam.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Laba-laba Tak Boleh Dibunuh, Benarkah Berjasa pada Nabi?


Jakarta

Kisah laba-laba yang berjasa pada Nabi Muhammad SAW sering kali menjadi sorotan, khususnya terkait pertanyaan kenapa laba-laba tidak boleh dibunuh menurut Islam? Cerita ini berakar pada peristiwa penting ketika Rasulullah SAW bersembunyi di Gua Tsur untuk menghindari kejaran kaum kafir Quraisy.

Dalam kisah tersebut, seekor laba-laba menenun jaringnya di depan pintu gua, sehingga membuat para pengejar mengira tidak ada siapa pun di dalam gua.

Laba-laba ini dipercaya berperan penting dalam melindungi Rasulullah SAW dari bahaya yang mengancam. Sehingga, dalam pandangan sebagian orang, laba-laba dianggap makhluk yang berjasa dan sebaiknya tidak dibunuh. Namun, benarkah hal ini? Bagaimana Islam melihat kisah ini dalam perspektif yang lebih luas?


Peran Laba-laba pada Masa Nabi Muhammad SAW

Dijelaskan pada buku Kisah Hewan Dalam Al-Qur’an 2 tulisan Ahmad Bahjat, kisah mengenai seekor laba-laba yang berjasa dalam melindungi Nabi Muhammad SAW selama hijrah adalah salah satu cerita yang begitu dikenang dalam sejarah Islam. Peristiwa ini terjadi saat Rasulullah SAW dan sahabatnya, Abu Bakar, dikejar oleh kaum Quraisy setelah meninggalkan Makkah dalam perjalanan hijrah ke Madinah.

Mereka mencari perlindungan di sebuah tempat yang terpencil dan strategis, yaitu Gua Tsur, sebuah gua yang terletak di bukit di sebelah selatan Kota Mekah arah ke Yaman. Gua ini dikenal sangat sunyi, angker dan jauh dari keramaian, sehingga menjadi tempat yang tepat untuk bersembunyi dari pengejaran.

Ketika Rasulullah SAW dan Abu Bakar RA memasuki gua tersebut, kaum Quraisy yang mengejar hampir menemukan mereka. Namun, dengan izin Allah SWT, seekor laba-laba segera menjalankan tugasnya, yaitu menenun jaring yang begitu rapat di mulut gua. Jaring tersebut sangat kuat meskipun terlihat begitu lemah dan tipis.

Keajaiban inilah yang menjadi penghalang besar bagi kaum Quraisy untuk melanjutkan pengejaran, karena mereka melihat jaring itu masih utuh dan tidak tampak tanda-tanda baru adanya orang yang masuk ke dalam gua. Kaum Quraisy pun berpikir tidak mungkin ada seseorang yang masuk ke dalam gua tersebut tanpa merusak jaring laba-laba yang ada.

Kisah ini tertuang dalam hadits dan juga didukung oleh ayat Al-Qur’an. Dalam surah At-Taubah ayat 40, Allah SWT berfirman:

اِلَّا تَنْصُرُوْهُ فَقَدْ نَصَرَهُ اللّٰهُ اِذْ اَخْرَجَهُ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا ثَانِيَ اثْنَيْنِ اِذْ هُمَا فِى الْغَارِ اِذْ يَقُوْلُ لِصَاحِبِهٖ لَا تَحْزَنْ اِنَّ اللّٰهَ مَعَنَاۚ فَاَنْزَلَ اللّٰهُ سَكِيْنَتَهٗ عَلَيْهِ وَاَيَّدَهٗ بِجُنُوْدٍ لَّمْ تَرَوْهَا وَجَعَلَ كَلِمَةَ الَّذِيْنَ كَفَرُوا السُّفْلٰىۗ وَكَلِمَةُ اللّٰهِ هِيَ الْعُلْيَاۗ وَاللّٰهُ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ

Artinya: “Jika kamu tidak menolongnya (Nabi Muhammad), sungguh Allah telah menolongnya, (yaitu) ketika orang-orang kafir mengusirnya (dari Makkah), sedangkan dia salah satu dari dua orang, ketika keduanya berada dalam gua, ketika dia berkata kepada sahabatnya, “Janganlah engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita.” Maka, Allah menurunkan ketenangan kepadanya (Nabi Muhammad), memperkuatnya dengan bala tentara (malaikat) yang tidak kamu lihat, dan Dia menjadikan seruan orang-orang kafir itu seruan yang paling rendah. (Sebaliknya,) firman Allah itulah yang paling tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”

Dalam ayat ini, dijelaskan bahwa Allah SWT memberikan pertolongan kepada Nabi Muhammad SAW dan Abu Bakar RA saat berada di gua dengan cara yang tidak terduga. Melalui laba-laba yang menenun jaringnya, Allah SWT menunjukkan bahwa pertolongan-Nya dapat datang dari makhluk sekecil apapun, bahkan dari sesuatu yang tampak rapuh seperti jaring laba-laba. Rasulullah SAW juga menguatkan Abu Bakar RA agar tidak bersedih dan tetap percaya bahwa Allah SWT selalu bersama mereka.

Dalam upaya kami melakukan riset mendalam mengenai hukum membunuh laba-laba menurut Islam, kami dari tim detikhikmah tidak menemukan dalil atau hukum yang secara eksplisit melarang pembunuhan laba-laba.

Hingga saat ini, tidak ada ayat Al-Qur’an atau hadits yang secara khusus menyebutkan larangan atau perintah terkait membunuh laba-laba. Meskipun laba-laba memiliki peran penting dalam beberapa kisah Islam, seperti membantu melindungi Nabi Muhammad SAW selama hijrah ke Gua Tsur, tidak ada ketentuan syar’i yang mengatur tentang membunuh atau tidak membunuhnya.

Namun, ada beberapa hewan yang dilarang untuk dibunuh menurut Islam berdasarkan hadits yang dikutip dari buku Blak-blakan Bahas Mapel Pendidikan Agama Islam SMP yang ditulis oleh Jondra Pianda. Hewan-hewan yang disebutkan dalam hadits ini adalah semut, lebah, burung hud-hud, dan burung hantu. Salah satunya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas RA yang menjelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW melarang membunuh empat jenis hewan. Hadits ini berbunyi:

“Dari Ibnu Abbas RA, Nabi Muhammad SAW telah melarang membunuh empat macam binatang yaitu semut, lebah, burung hud-hud, dan burung hantu (sardi).” (HR. Ahmad dan lainnya).

Adapun laba-laba, meskipun tidak disebutkan dalam hadits atau dalil manapun, peranannya dalam sejarah Islam membuat kita seharusnya menghargai dan tidak serta-merta membunuhnya tanpa alasan yang jelas. Meski tidak ada larangan eksplisit, menjaga keseimbangan ekosistem adalah bagian dari adab Islam yang mengajarkan untuk tidak melakukan kerusakan di muka bumi.

Cara Mengusir Laba-laba Tanpa Membuhuhnya

Bagi Anda yang ingin menjaga kebersihan rumah tanpa harus membunuh laba-laba, ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mengusirnya dengan mudah. Berikut ini adalah beberapa tips sederhana yang bisa diterapkan di rumah agar laba-laba tidak datang kembali yang dilansir dari situs Forbes.

1. Gunakan Penyedot Debu

Bersihkan sarang laba-laba di sudut-sudut ruangan, lemari, atau di bawah furnitur menggunakan penyedot debu. Pastikan kantong debu segera dibuang untuk mencegah laba-laba kembali.

2. Gunakan Minyak Esensial Peppermint atau Eucalyptus

Campurkan minyak esensial ini dengan air, lalu semprotkan di area yang sering dikunjungi laba-laba. Mereka tidak menyukai aroma kuat dari minyak ini.

3. Semprotan Lemon dan Air

Laba-laba tidak menyukai bau jeruk. Campurkan air dengan perasan lemon, lalu semprotkan di sudut-sudut ruangan atau area lain yang sering dihuni laba-laba.

4. Semprotkan Cuka Putih

Campurkan cuka dengan air dan semprotkan di area yang sering didatangi laba-laba. Bau asam dari cuka membuat laba-laba menjauh tanpa membunuhnya.

5. Taburkan Soda Kue

Taburkan soda kue di sudut-sudut rumah atau area yang sering dihuni laba-laba. Soda kue akan membuat mereka menghindari tempat tersebut.

6. Gunakan Cangkir dan Kertas

Tangkap laba-laba dengan cangkir dan selembar kertas. Dekatkan cangkir ke laba-laba dan gunakan kertas untuk menutup bagian bawah. Setelah itu, lepaskan laba-laba di luar rumah.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

3 Ujian Hidup yang Diberikan kepada Nabi Ayub AS yang Dijalani dengan Sabar


Jakarta

Nabi Ayub AS dikenal sebagai salah satu nabi yang memiliki kesabaran luar biasa dalam menghadapi ujian hidup. Ujian-ujian yang diberikan Allah SWT kepada Nabi Ayub AS begitu berat, tapi beliau tetap tegar dan selalu berserah diri kepada-Nya.

Mulai dari kehilangan harta, kesehatan, hingga keluarga, Nabi Ayub AS tidak pernah mengeluh, melainkan terus memperkuat keimanannya. Kisah kesabaran Nabi Ayub AS menjadi pelajaran berharga bagi kita semua dalam menghadapi cobaan hidup.

Ingin tahu lebih dalam mengenai 3 ujian hidup yang diberikan kepada Nabi Ayub AS? Simak selengkapnya dalam artikel ini.


Silsilah Keluarga Nabi Ayub AS

Sebelum kita masuk membahas kisah hidup Nabi Ayub AS yang penuh dengan kesabaran dalam menghadapi ujian, ada baiknya kita mempelajari terlebih dahulu silsilah nasab beliau.

Menurut catatan dari Ibnu Ishaq dalam buku Kisah Para Nabi karya Ibnu Katsir yang diterjemahkan oleh Kantor Da’wah Al-Sulay, Nabi Ayub AS memiliki nama lengkap Ayub bin Mush bin Razah bin Al-‘Ish bin Ishaq bin Ibrahim Al-Khalil.

Beliau merupakan keturunan dari garis besar Nabi Ibrahim AS, yang menunjukkan bahwa beliau termasuk dalam silsilah para nabi dan orang-orang yang diberkahi Allah SWT.

Dari sisi ibunya, Nabi Ayub AS berasal dari negeri Romawi dan merupakan cucu dari Nabi Luth AS, menjadikan beliau memiliki nasab yang mulia dari kedua orang tua.

Namun beberapa sumber menyebutkan bahwa ayah Nabi Ayub AS adalah salah satu pengikut Nabi Ibrahim AS yang beriman, bahkan saat Nabi Ibrahim AS selamat dari kobaran api.

Dalam hal pernikahan, istri Nabi Ayub AS disebut bernama Laya binti Ya’qub, meskipun beberapa riwayat juga menyebutkan bahwa istrinya adalah Rahmah binti Aqratism.

Silsilah ini memperkuat kedudukan Nabi Ayub AS sebagai seorang Nabi yang memiliki hubungan langsung dengan para Nabi besar lainnya, seperti Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ishaq AS.

Kisah Nabi Ayub AS yang Selalu Sabar Setiap Menghadapi Ujian

Nabi Ayub AS adalah seorang hamba Allah SWT yang dikenal kaya raya, memiliki banyak budak, ternak yang melimpah, serta tanah yang luas di Hauran. Tidak hanya kekayaan materi, Nabi Ayub AS juga dianugerahi banyak keturunan. Namun, semua itu tidak bertahan lama.

Allah SWT mengujinya dengan mengambil semua yang dimiliki, bahkan hingga dirinya sendiri terserang berbagai macam penyakit. Tubuhnya menjadi rusak, hanya menyisakan hati dan lisan yang masih digunakan untuk terus berdzikir mengingat Allah SWT.

Nabi Ayub AS menghadapi semua musibah ini dengan kesabaran yang luar biasa, tanpa keluhan, dan terus mengharapkan ridha-Nya.

Ujian yang dialami Nabi Ayub AS bukan hanya mengenai kehilangan materi dan kesehatan, tetapi juga cobaan sosial. Teman-temannya mulai menjauh, bahkan ia diusir dari kampung halamannya dan harus tinggal di luar desa dalam kondisi yang sangat memprihatinkan.

Satu-satunya orang yang setia mendampinginya adalah istrinya, yang dengan penuh kasih sayang merawat dan memenuhi kebutuhan Nabi Ayub AS, meski keadaan mereka semakin sulit.

Waktu berlalu, harta mereka semakin menipis, dan Nabi Ayub AS harus bergantung sepenuhnya pada upah kerja istrinya. Istrinya bekerja untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari. Namun seiring waktu, semakin sedikit orang yang mau memberinya pekerjaan, khawatir penyakit Nabi Ayub AS menular kepada mereka.

Bahkan, pada satu titik, istri Nabi Ayub AS terpaksa menjual sebagian rambutnya untuk membeli makanan. Nabi Ayub AS tetap bersabar, meskipun mengetahui kesulitan yang dihadapi istrinya demi merawatnya.

Cobaan ini berlangsung selama bertahun-tahun, dengan beberapa pendapat ulama menyatakan antara 7 bulan hingga 18 tahun lamanya. Meski begitu, Nabi Ayub AS tidak pernah menyerah dalam menghadapi ujian yang begitu berat. Kesabaran dan keimanannya kepada Allah SWT tetap teguh, menjadikannya sosok teladan yang patut dicontoh oleh umat Islam.

3 Ujian Hidup yang Diberikan Kepada Nabi Ayub AS

Nabi Ayub AS sebagai salah satu Nabi yang dikenal dengan kesabarannya, menjalani ujian yang sangat berat. Dari kehilangan harta, kesehatan, hingga anak-anaknya, Nabi Ayub AS tetap teguh dalam keimanan dan kesabarannya.

Berikut ini adalah 3 ujian hidup yang diberikan kepada Nabi Ayub AS.

1. Kehilangan Kekayaannya

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, Nabi Ayub AS merupakan sosok yang sangat kaya raya. Beliau memiliki harta yang melimpah, ternak yang banyak, serta tanah yang luas di daerah Hauran. Namun, ujian dari Allah SWT datang dengan cara yang sangat berat bagi beliau.

Semua kekayaannya perlahan-lahan hilang. Seluruh hartanya lenyap. Sampai istrinya bahkan harus bekerja untuk mendapatkan makanan agar mereka bisa bertahan hidup.

2. Kehilangan Anggota Keluarganya

Nabi Ayub AS tidak hanya diuji dengan kehilangan harta benda, tetapi juga mengalami cobaan yang sangat berat dengan kehilangan anggota keluarganya.

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, Nabi Ayub AS adalah sosok yang diberkahi banyak keturunan. Namun, dalam ujian yang diberikan Allah SWT, beliau harus merelakan semua anak-anaknya yang wafat satu demi satu.

3. Kehilangan Kesehatannya

Nabi Ayub AS juga mengalami ujian berat dalam bentuk kehilangan kesehatannya. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, Nabi Ayub AS merupakan seorang Nabi diberkahi kesehatan yang sangat baik. Namun, Allah SWT menguji beliau dengan penyakit yang membuat seluruh tubuhnya menderita.

Tidak ada satu pun bagian dari tubuh Nabi Ayub AS yang terbebas dari penyakit, kecuali hatinya yang tetap dipenuhi iman dan lisannya yang senantiasa berzikir mengingat Allah SWT.

Penyakit yang diderita Nabi Ayub AS berlangsung lama dan begitu parah sehingga membuat orang-orang di sekitarnya menjauhinya. Bahkan, beliau diusir dari kampung halamannya karena dianggap tidak layak lagi untuk tinggal di tengah masyarakat.

Nabi Ayub AS Sembuh dari Penyakitnya

Berdasarkan riwayat yang pada sumber sebelumnya, diceritakan bahwa setelah menjalani berbagai ujian hidup yang sangat berat, Nabi Ayub AS akhirnya mendapatkan kesembuhan dari penyakit yang dideritanya.

Dalam surah Shad ayat 42, dijelaskan bahwa Allah SWT memberikan wahyu kepada Ayub dengan memerintahkan beliau untuk menghantamkan kakinya ke tanah. Dari tanah tersebut keluar air yang sejuk, yang berfungsi untuk mandi dan minum, dan air ini menjadi sarana penyembuhan bagi Nabi Ayub AS.

اُرْكُضْ بِرِجْلِكَۚ هٰذَا مُغْتَسَلٌۢ بَارِدٌ وَّشَرَابٌ

Artinya: “(Allah berfirman,) “Entakkanlah kakimu (ke bumi)! Inilah air yang sejuk untuk mandi dan minum.”

Setelah mandi dengan air tersebut, tubuh Nabi Ayub AS kembali sehat dan Allah SWT mengembalikan rupanya seperti sediakala. Ketika istrinya datang dan melihat sosok yang tampak rupawan, ia bahkan tidak mengenali suaminya sendiri. Lalu, ketika mengetahui bahwa pria yang tampak sehat itu adalah Nabi Ayub AS, ia pun sangat bersyukur kepada Allah SWT.

Dalam riwayat lain, diceritakan bahwa saat Nabi Ayub AS mandi, Allah SWT juga memberikan keberkahan dalam bentuk belalang emas yang jatuh di hadapannya, sebagai simbol kekayaan dan keberkahan yang diberikan kembali oleh Allah SWT. Meskipun begitu, Nabi Ayub AS tetap rendah hati dan mengatakan bahwa nikmat yang diberikan Allah SWT sudah sangat cukup.

Allah SWT tidak hanya menyembuhkan Nabi Ayub AS dari penyakitnya, tetapi juga mengembalikan semua kekayaan dan anggota keluarganya. Allah SWT berfirman kembali dalam surah Shad ayat 43 yang berbunyi,

وَوَهَبْنَا لَهٗٓ اَهْلَهٗ وَمِثْلَهُمْ مَّعَهُمْ رَحْمَةً مِّنَّا وَذِكْرٰى لِاُولِى الْاَلْبَابِ

Artinya: “Kami anugerahkan (pula) kepadanya (Ayub) keluarganya dan (Kami lipat gandakan) jumlah mereka sebagai rahmat dari Kami dan pelajaran bagi orang-orang yang berpikiran sehat.”

Semua cobaan yang pernah dihadapi Nabi Ayub AS berakhir dengan penuh keberkahan, menunjukkan betapa pentingnya kesabaran dan keteguhan iman dalam menghadapi ujian hidup.

(inf/inf)



Sumber : www.detik.com

Kisah 3 Orang Bani Israil Diuji Allah dengan Penyakit dan Harta



Jakarta

Ada berbagai ujian dan cobaan yang diberikan Allah SWT kepada hamba-Nya. Tujuannya untuk melihat kadar keimanan ketika berada di titik terendah dan ketika berada di titik tertingginya.

Salah satu kisahnya menceritakan tiga orang Bani Israil dalam keadaan miskin dan mengidap penyakit. Allah SWT kemudian memberikan mereka rezeki berlimpah dan lalu mengujinya di kemudian hari.

Kisah ini dikutip dari buku Kisah Karomah Para Wali Allah: Sejak Zaman Ibrahim Alaihissalam hingga 1344 Hijriyah yang ditulis Abul Fida’ Abdurraqib bin Ali Al-Ibi, Imam Al-Bukhari RA berkata, “Kami mendapatkan riwayat dari Ahmad bin Ishaq, dari Amr bin Ashim, dari Hammam, dan Ishaq bin Abdullah, dari Abdurrahman bin Abu Umarah, dari Abu Hurairah, sesungguhnya ia mendengar Nabi SAW bersabda:


Ada tiga orang Bani Israil: yang seorang kulitnya belang-belang, yang satunya botak, dan yang satunya lagi buta. Allah SWT ingin menguji mereka. Allah mengirim malaikat mendatangi orang yang berpenyakit belang, lalu bertanya, “Apa yang paling kamu sukai?”

Ia menjawab, “Warna yang bagus, kulit yang indah, dan hilangnya penyakit yang membuat orang jijik padaku.”

Malaikat tersebut mengusap tubuhnya, maka hilanglah penyakit dan ia diberi kulit yang indah dan sehat.

Malaikat bertanya lagi, “Berupa apa harta yang paling kamu senangi?” Orang itu menjawab, “Unta.”

Maka, ia diberi unta yang hampir melahirkan. Malaikat berkata, “Semoga Allah memberkahinya untukmu.”

Kemudian, malaikat mendatangi orang yang botak, lalu bertanya,

“Apa yang paling kamu sukai?'”

Orang itu berkata, “Rambut yang indah dan hilangnya penyakit yang membuat jijik orang kepadaku.”

Malaikat mengusapnya, maka hilanglah penyakitnya dan ia diberi rambut yang indah.

Malaikat bertanya lagi, Berupa apa harta yang paling kamu sukai?” Ia menjawab, “Sapi.”

Maka, ia diberi sapi yang sedang hamil. Malaikat berkata, “Semoga Allah memberkahinya untukmu.”

Kemudian, giliran malaikat mendatangi orang yang buta, lalu bertanya, “Apa yang paling kamu sukai?”

Ia menjawab, “Allah mengembalikan penglihatanku sehingga aku bisa melihat orang-orang.”

Malaikat tadi mengusapnya, maka Allah mengembalikan penglihatannya lagi.

Malaikat itu bertanya lagi, “Berupa apa harta yang paling kamu sukai?” Ia menjawab, “Kambing.”

Maka, ia diberi kambing yang beranak. Selanjutnya, semua binatang yang diberikan tadi beranak-pinak sehingga orang yang berpenyakit belang bisa mempunyai unta satu lembah, yang botak mempunyai sapi satu lembah, dan yang asalnya buta mempunyai kambing satu lembah.

Pada suatu ketika malaikat tadi mendatangi orang yang berpenyakit belang dalam bentuk dan cara seperti dulu, lalu berkata, “Saya orang miskin, telah putus tali peganganku dalam perjalanan. Maka, pada hari ini tiada lagi yang dapat mencukupiku, kecuali Allah, lalu Anda. Demi Zat yang telah mengaruniai Anda warna kulit yang indah dan harta benda, saya minta unta untuk mencukupi kebutuhan saya dalam perjalanan.”

Orang itu berkata, “Hak-hak yang harus ku penuhi juga banyak.”

Maka, malaikat berkata kepadanya, “Saya seperti mengenal Anda. Bukankah Anda dulu berpenyakit belang yang menjijikkan orang-orang? Yang dulu fakir, lalu diberi harta oleh Allah?”

Orang itu berkata, “Aku mewarisi harta ini secara turun-temurun.”

Malaikat berkata, “Kalau Anda berdusta, semoga Allah menjadikan Anda seperti dulu lagi”.

Setelah itu, malaikat mendatangi orang yang dahulu botak dalam bentuknya seperti dulu, lalu berkata kepadanya seperti apa yang dikatakannya kepada orang yang belang, dan orang itu menjawabnya seperti jawaban orang yang belang tadi.

Maka, malaikat berkata, “Jika Anda berdusta, semoga Allah menjadikan Anda seperti dulu lagi”.

Sesudah itu, malaikat mendatangi orang yang dulu buta dalam bentuk dan cara seperti dulu, lalu berkata, “Saya orang miskin yang mengembara.Telah putus tali peganganku dalam perjalanan. Maka, pada hari ini tiada lagi yang dapat mencukupiku, kecuali Allah, lalu Anda. Demi Zat yang telah memulihkan penglihatan Anda, saya minta kambing untuk mencukupi kebutuhan saya dalam perjalanan.”

Orang itu berkata, “Dulu saya buta, lalu Allah memulihkan penglihatan saya. Ambillah apa yang Anda sukai. Demi Allah, pada hari ini saya tidak akan menyusahkan Anda dengan sesuatu yang Anda ambil karena Allah.”

Maka, malaikat berkata, “Tahan saja harta Anda. Kalian hanya diuji, dan Anda telah diridhai Allah, sedangkan kedua teman Anda dibenci.”

Wallahu a’lam

(dvs/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Nabi Syam’un Al-Ghazi yang Menjadi Latar Belakang Malam Lailatul Qadar


Jakarta

Nabi Syam’un Al-Ghazi merupakan salah seorang nabi yang diutus oleh Allah SWT ke muka bumi, khususnya kepada Bani Israil.

Meskipun nama Nabi Syam’un tidak termasuk ke dalam 25 nabi yang wajib diimani, tapi sosok beliau tetap patut diketahui umat Islam, bahkan disebutkan bahwa beliau lah yang melatarbelakangi malam Lailatul Qadar. Simak kisah Nabi Syam’un selengkapnya berikut ini.

Siapa Itu Nabi Syam’un Al-Ghazi?

Nabi Syam’un adalah nabi yang berasal dari Bani Israil dan diutus oleh Allah SWT di tanah Romawi. Nabi Syam’un adalah seorang pahlawan berambut panjang yang memiliki senjata seperti pedang yang terbuat dari tulang rahang unta.


Mengutip buku 99 Pemuas Intelektual dan Keimanan Remaja karya Wulan Mulya Pratiwi, suatu ketika Rasulullah SAW berkumpul dengan para sahabat saat bulan suci Ramadan. Rasulullah SAW tiba-tiba tersenyum sendiri, dan para sahabat bertanya apa yang membuat Rasulullah SAW tersenyum, beliau pun menjawab,

“Diperlihatkan padaku di hari akhir, ketika seluruh manusia dikumpulkan di Padang Masyar, ada seorang nabi yang membawa pedang dan tak mempunyai satu pengikut pun, masuk ke dalam surga, dia adalah Syam’un.”

Nabi Syam’un dikenal sebagai pahlawan yang gagah dan berani. Ia dikaruniai mukjizat melunakkan besi dan merobohkan istana.

la mampu membunuh musuh-musuh kafir dengan seorang diri. Ribuan orang kafir telah berhasil ia lumpuhkan seorang diri dan tentunya atas izin Allah SWT.

Ibnu abbas RA dari Rasulullah SAW menegaskan, “Bahwa malaikat Jibril meriwayatkan mengenai kisah seseorang terdahulu yang bernama Syam’un Al-Ghazi kepada Rasul SAW. Ia telah berperang melawan kaum kafir selama 1000 tahun, yang hanya bersenjatakan rambut jenggot unta. Sekalipun hanya menggunakan rambut jenggot unta, apabila ia menyabetkannya kepada musuh kafir, maka tewaslah mereka yang tidak terhitung jumlahnya. Apabila ia merasa haus, Syam’un cukup minum air segar yang keluar dari sela-sela gusinya, dan apabila ia lapar, tumbuhlah daging dari tubuhnya, dan ia memakannya.”

Kekuatan Nabi Sya’um Al-Ghazi ini juga merupakan latar belakang diturunkannya malam Lailatul Qadar, yang juga merupakan asbabun nuzul surah Al-Qadr.

Kisah Nabi Syam’un Al-Ghazi yang Melatarbelakangi Lailatul Qadar

Dikisahkan dalam buku Hikayat Kearifan karya Bahrudin Achmad, bahwa keadaan Syam’un dalam peperangan di jalan Allah SWT mampu bertahan setiap hari sepanjang usianya yang 1000 bulan atau 83 tahun 4 bulan.

Musuh-musuh kafir pun tidak berdaya menghadapi serangan Syam’un ini. Sehingga, mereka berusaha untuk membujuk istri Syam’un untuk menjebaknya.

“Kami akan menghadiahkan kepadamu sejumlah harta kalau kamu dapat membunuh suamimu,” kata mereka yang berusaha membujuk istri Syam’un.

“Aku seorang wanita, mana mampu untuk membunuhnya?” jawab istri Syam’un.

“Kami akan memberimu tali (tambang) yang kuat, ikatlah kedua kaki dan tangan suamimu di saat ia sedang tidur, nanti sesudah itu kamilah yang akan membunuhnya,” ucap mereka.

Kemudian, istrinya itu mengikat Syam’un pada waktu ia tertidur, dan ketika Syam’un terbangun, ia terkejut. Syam’un berkata, “Siapakah yang mengikatku dengan tali (tambang) ini?”

“Aku yang mengikatmu untuk sekedar menguji sejauh mana kekuatanmu,” jawab istri Syam’un. Lalu Syam’un segera menarik tangannya dan tali tambang itupun langsung terpotong.

Setelah itu, musuh-musuh kafir itu kembali lagi membawakan istri Syam’un rantai besi, lalu ketika Syam’un tertidur, istrinya kembali mengikat Syam’un dengan rantai besi itu, ketika Syam’un terbangun, ia kembali bertanya, “Siapakah yang mengikat aku dengan rantai besi ini?”

“Aku yang mengikatmu, sekedar untuk mengetahui sejauh mana kekuatanmu,” jawab kembali istrinya. Lalu, Syam’un menarik rantai besi itu, maka terputuslah rantai besi itu.

Akhirnya Syam’un berkata kepada istrinya, “Wahai istriku, aku ini seorang wali Allah dari sekian banyak Waliyullah yang ada di muka bumi ini, tak ada seorang pun yang mampu mengalahkanku dalam perkara dunia, kecuali rambutku yang panjang ini”.

Istrinya pun memperhatikan setiap ucapan suaminya itu. Lalu, sewaktu Syam’un tertidur, istrinya segera memotong rambutnya sebanyak delapan potong rambut, yang panjangnya sampai terjurai ke tanah, dan mulailah istrinya mengikat kedua tangannya dengan empat gelung rambutnya, dan empat gelung lainnya diikatkan ke bagian kakinya. Ketika Syam’un terbangun, ia kembali bertanya, “Siapakah yang mengikatku ini?”

“Aku untuk sekedar menguji kekuatanmu,” jawab istrinya. Lalu, Syam’un menarik sekuat tenaga, tapi ia tak berdaya untuk melepaskan ikatan tersebut.

Kemudian, istrinya segera memberitahukan kepada musuh-musuh kafir, dan mereka pun segera datang, dan membawa Syam’un menuju tempat pembantaian.

Ia lalu diikat ke sebuah tiang, mereka mulai menyiksanya dengan memotong kedua telinganya, mencongkel kedua matanya, bibir, dan memotong kedua tangan dan kakinya, dan semua musuh-musuh kafirnya berkumpul di rumah pembantaian itu.

Kemudian Allah SWT memberi wahyu kepadanya, “Wahai Syam’un, apa yang kamu inginkan? Aku bakal mengabulkannya, dan bakal membalas mereka.”

Syam’un menjawab, “Ya Allah, aku hanya menginginkan Engkau memberi kekuatan kepadaku, hingga aku dapat menggerakkan tiang rumah ini, dan menghancurkan mereka semua.”

Kemudian, Allah SWT memberi kekuatan kepadanya, dan ia pun dapat menggerakan tubuhnya, seketika itu pula tiang itu hancur, dan hancur pula rumah itu, atapnya menimpa para kafir itu, semua binasa termasuk isterinya yang kafir itu.

Hanya Syam’un sendiri yang selamat berkat pertolongan Allah SWT, seluruh anggota tubuhnya kembali seperti semula. Syam’un pun kembali beribadah kepada Allah SWT selama 1000 bulan, di malam harinya ia menegakkan salat dan pada siang harinya ia berpuasa, dan kembali berjuang mengangkat senjata di jalan Allah SWT.

Dalam buku Quran Hadits karya Asep BR disebutkan bahwa, setelah mendengar kisah Syam’un tersebut, para sahabat Nabi Muhammad SAW menangis terharu.

Kemudian, Allah SWT menurunkan surah Al-Qadar melalui malaikat Jibril,

“Hai Muhammad, Allah SWT memberi Lailatul Qadar kepadamu dan umatmu, ibadah pada malam itu lebih utama dari pada ibadah 1.000 bulan”.

Bahkan ada salah seorang ulama yang menjelaskan,

“Allah SWT berseru, ‘Hai Muhammad, salat 2 rakaat pada Lailatul Qadr adalah lebih baik bagimu dan umatmu daripada mengangkat senjata/perang di zaman Bani Israil selama 1.000 bulan'”.

(inf/inf)



Sumber : www.detik.com

Peran Umar bin Abdul Aziz di Balik Kesuksesan Bani Umayyah


Jakarta

Sejarah mencatat nama Khalifah Umar bin Abdul Aziz menjadi sosok penting di balik kejayaan Islam era Bani Umayyah. Peran Umar bin Abdul Aziz selama menjadi Khalifah Bani Umayyah lebih berfokus kepada perbaikan secara internal di saat khalifah sebelumnya berfokus kepada perluasan daerah saja.

Keberhasilan Umar bin Abdul Aziz dalam memerintah membuatnya dijuluki Khulafaur Rasyidin kelima. Berikut uraian lengkapnya.

Biografi Umar bin Abdul Aziz

Menukil buku Sejarah Kebudayaan Islam untuk Madrasah Tsanawiyah Kelas 7 oleh Dr. H. Muradi dkk, Umar bin Abdul Aziz dilahirkan pada tahun 63 H di Halwan, dekat Kairo. Ia lahir ketika sang ayah, Abdul Aziz, menjabat sebagai Gubernur Mesir.


Berdasarkan garis keturunan, Umar memiliki hubungan darah dengan Khalifah Umar bin Khattab. Sebab ibunya bernama Ummu Ashim binti Ashim bin Umar bin Khattab.

Pada masa kecilnya, Umar bin Abdul Aziz tinggal menetap di rumah paman-pamannya di Madinah dan memperoleh pendidikan yang baik dari mereka. Banyak ilmu agama yang diperolehnya, seperti ilmu hadits, Al-Qur’an dan lainnya.

Selain menguasai ilmu hadits, beliau juga menguasai ilmu Al-Qur’an. Umar bin Abdul Aziz sudah mampu menghafal dan mengkajinya sejak kecil.

Setelah ayahnya wafat, Umar bin Abdul Aziz diminta Khalifah Abdul Malik bin Marwan untuk ke Damaskus. Di kota ini, Umar bin Abdul Aziz menikahi Fatimah, putri Khalifah Abdul Malik bin Marwan.

Dari kota inilah ia meniti karier politiknya sebagai pejabat penting pemerintahan, ia dipercaya menjadi gubernur di Hijaz, yakni Makkah dan Madinah. Meskipun kariernya berjalan lancar tanpa cacat, ia mendapat fitnah dari Hajjaj bin Yusuf yang menuduhnya melindungi pemberontak yang berasal dari Iraq. Umar bin Abdul Aziz akhirnya dipecat.

Pemecatan tersebut tidak diambil pusing oleh Umar bin Abdul Aziz. Dirinya tidak sama sekali memiliki ambisi sebagai pemimpin.

Pengangkatan Umar bin Abdul Aziz sebagai Khalifah

Mengutip kembali dari buku yang sama, sebelum wafat, Sulaiman bin Abdul Malik telah menunjuk sepupunya, Umar bin Abdul Aziz, sebagai Khalifah Bani Umayyah. Penunjukkan Umar bin Abdul Aziz dilakukan setelah Sulaiman melakukan diskusi dengan para penasihatnya.

Setelah menjadi khalifah, Umar bin Abdul Aziz merubah seluruh sikap dan gaya hidupnya. Hal ini disebabkan oleh perasaan sedihnya memikirkan masih banyak masyarakat yang miskin dan kelaparan, orang-orang yang sakit, orang-orang yang tertindas dan teraniaya.

Umar bin Abdul Aziz dikenal sebagai seseorang yang menyukai kemewahan dan musik. Tetapi, setelah menjadi khalifah, semua hal itu ditinggalkan, memilih hidup sederhana bahkan harta miliknya dipergunakan untuk kepentingan masyarakat umum.

Sayangnya, Umar bin Abdul Aziz hanya menjabat sebagai khalifah selama 29 bulan. Ia meninggal tragis akibat diracuni oleh budaknya.

Banyak pejabat dari masa kekhalifahan sebelumnya yang dirugikan oleh kebijakan baru Umar bin Abdul Aziz, dan diduga terlibat dalam konspirasi untuk membunuhnya. Dengan janji seribu dinar dan kebebasan, budak Umar setuju untuk meracuni majikannya.

Peran Umar bin Abdul Aziz saat Menjadi Pemimpin

Menukil buku Biografi Umar bin Abdul Aziz karya Muhammad Ash-Shallabi, berbeda dengan khalifah-khalifah sebelumnya yang berfokus pada perluasan wilayah, Umar bin Abdul Aziz fokus pada perbaikan internal. Pada bidang perekonomian berusaha menstabilkan dan mensejahterakan masyarakatnya.

Hal yang pertama ia lakukan saat menjadi khalifah adalah mengembalikan seluruh harta-hartanya yang berjumlah 40.000 dinar ke Baitul Mal. Ia sadar bahwa harta peninggalan ayahnya adalah hak masyarakat sebab harta tersebut di antaranya adalah harta yang didapatkan dari perkampungan Fadak, sebuah desa yang berada di utara Makkah yang sejak Rasulullah wafat dijadikan milik negara.

Namun Marwan bin Hakam (Khalifah keempat Bani Umayyah) telah memasukkan harta tersebut sebagai milik pribadi dan diwariskan ke anak-anaknya. Umar memandang bahwa harta itu bukan milik pribadi melainkan milik negara, sehingga harus dikembalikan ke negara.

Selain itu, agar masyarakat dapat berdagang dengan baik, Umar bin Abdul Aziz juga memberikan fasilitas seperti pembangunan jembatan dan perbaikan jalan umum yang dilewati masyarakat. Pembangun tersebut tidak memungut biaya kepada masyarakat sepeser pun.

Untuk menaikkan produksi di bidang pertanian, ia melarang adanya jual beli tanah kharaj dan menjadikan sebagai harta fai, sebab tanpa kharaj adalah tanah milik masyarakat bukan milik pribadi. Dengan adanya larangan jual beli tanah kharaj membuat masyarakat dapat mengembangkan lahannya sehingga tidak hanya bergantung pada bantuan saja melainkan juga dapat meningkatkan perekonomiannya sendiri.

Kemudian dibangunnya fasilitas untuk menunjang proses pertanian seperti membangun sumber air baru, saluran air untuk membantu pengairan pada pertanian. Para petani dikenakan pajak sesuai dengan kemampuan yaitu melihat kondisi musim, apakah dalam posisi musim subur atau tidak.

Kebijakan tersebut membuahkan hasil yang menguntungkan di pasar global untuk perdagangan, mengingat biaya produk pertanian jadi lebih mudah diakses oleh konsumen. Hal ini menyebabkan lonjakan permintaan pasar dan transaksi keuangan.

Pada bidang perdagangan, selain menghapus pajak petani, Umar bin Abdul Aziz membangun tempat peristirahatan untuk para pedagang. Ia bekerja sama dengan negara-negara tetangga untuk membangun akomodasi bagi muslim yang bepergian, termasuk penginapan, perawatan kesehatan dan bantuan keuangan untuk korban perampokan, bersama dengan bantuan perawatan kesehatan bagi hewan mereka.

Pada pengalokasian pengeluaran Umar bin Abdul Aziz benar-benar mengutamakan untuk keperluan masyarakatnya dan juga mensejahterakan masyarakatnya. Kesejahteraan rakyat adalah yang utama bahkan dalam sejarah Umar bin Abdul Aziz hanya meninggalkan harta warisan 18 dinar untuk 11 orang anaknya.

(hnh/kri)



Sumber : www.detik.com

Perjalanan Rasulullah SAW Hijrah ke Madinah, Sedih Tinggalkan Makkah



Jakarta

Nabi Muhammad melakukan hijrah dari kota Makkah ke Madinah.

Diriwayatkan oleh ‘Abd bin Humaid, Abu Ya’la, Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Mardawaih dari Ibnu ‘Abbas, ketika Nabi Muhammad SAW akan meninggalkan Mekkah, sebelum hijrah ke Madinah, beliau menoleh ke belakang melihat negeri Mekkah.

Rasulullah SAW bersabda, “Demi Allah, engkau adalah sebaik-baik negeri Allah, dan negeri yang paling Allah cintai, kalaulah bukan karena aku dikeluarkan dari negeri ini, tidak akan aku meninggalkanmu.” (HR. At-Tirmidzi, Kitab Al-Manaqib, Bab Fadhl Makkah (5/722).)


Imam Ahmad meriwayatkan dari Ibnu Abbas, “Sesungguhnya kaum musyrikin mengejar Rasulullah dengan mengikuti jejak beliau, hingga akhirnya mereka tiba di bukit Tsur, di sana mereka menjadi bingung, lalu mereka menaiki bukit tersebut dan berjalan melintasi gua, namun di depan pintu gua mereka melihat banyak terdapat jaring laba-laba, lalu mereka berkata, “Kalau ada orang yang masuk ke dalam gua ini, pastinya jaring laba-laba ini tidak akan bergelayutan di mulut gua.” (Musnad Imam Ahmad)

Dalam buku Sejarah Lengkap Rasulullah SAW Jilid 1 yang ditulis Prof. Dr. Ali Muhammad Ash-Shallabi disebutkan bahwa laba-laba tersebut salah satu dari tentara Allah yang siap mengalahkan kebatilan dan menolong kebenaran.

Karena sesungguhnya tentara Allah tidak dapat diukur dalam ukuran materi atau non-materi. Jika bentuknya materi, maka tidak perlu diukur besar atau kecilnya, boleh jadi tentara yang besar akan dikalahkan oleh kuman-kuman kecil jika Allah menghendaki.

Allah berfirman, “Dan tidak ada yang mengetahui tentara Tuhanmu melainkan dia sendiri. dan (Sagar) itu tiada lain hanyalah peringatan bagi manusia,” (Al-Muddattsir: 31).

Karena saking banyaknya tidak ada yang dapat mengetahui berapa kuota tentara Allah. Karena sesungguhnya tentara Allah tiada habis- habisnya.

Dalam Tafsir Ar-Razi disebutkan sebagaimana tidak ada seorang pun yang dapat membatasi kemungkinan-kemungkinan, mengawasi hakikatnya dan sifatnya, sekalipun secara global, terlebih lagi untuk mengetahui keadaannya, jumlahnya dan persentasenya.

Untuk mengobati kesedihan Rasulullah SAW, Allah SWT menurunkan ayat Al-Qur’an Muhammad ayat 13:

“Dan betapa banyak negeri yang (penduduknya) lebih kuat dari (penduduk) negerimu (Muhammad) yang telah mengusirmu itu. Kami telah membinasakan mereka; maka tidak ada seorang pun yang menolong mereka.” (QS Muhammad: 13)

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Air Zamzam yang Tak Pernah Kering Sejak Zaman Nabi Ibrahim AS



Jakarta

Salah satu keistimewaan air zamzam adalah adanya kenyataan bahwa air zamzam tidak pernah kering dan terus ada airnya tanpa pernah henti, meski ia telah berusia ribuan tahun, serta telah diambil dan dikonsumsi oleh jutaan manusia dari seluruh penjuru dunia.

Mengutip buku berjudul Mukjizat Penyembuhan Air Zamzam yang ditulis Badiatul Muchlisin Asti menuliskan kisah ketika Hajar melihat malaikat berdiri di sebuah tempat (di dekat sumur zamzam sekarang), terlihat malaikat itu tengah menggali tanah dengan sayapnya, hingga air pun menyembur deras dari tempat itu.

Hajar kemudian membuat lubang seperti baskom dengan tangannya dan mengisi kantong kulitnya dengan air yang menyembur deras dari tempat itu. Air itu terus menyembur deras meskipun telah ia bendung sebagian darinya. Sehingga bila bukan karena kasih sayang Allah, maka air itu akan menjadi arus deras yang meliputi permukaan bumi.


Nabi Muhammad SAW ketika menceritakan kisah Hajar dan Nabi Ismail, beliau bersabda,

يَرْحَمُ اللَّهُ أُمَّ إِسْمَاعِيلَ ، لَوْ تَرَكَتْ زَمْزَمَ — أَوْ قَالَ: لَوْ لَمْ تَغْرِفْ مِنَ الْمَاءِ – لَكَانَتْ زَمْزَمُ عَيْنًا مَعِيْنًا

Artinya: “Semoga Allah melimpahkan Kasih-Nya kepada Ibu Ismail. Jika saja ia membiarkan zamzam (terus menyemburkan air tanpa mengendali- kannya atau kalau ia tidak mengambil air darinya), zamzam akan menjadi arus deras yang meliputi permukaan bumi”. (HR. Bukhari)

Kisah di atas menunjukkan tidak akan pernah keringnya mata air zamzam sepanjang masa. Air zamzam tidak akan pernah kering dan airnya tak akan pernah habis. Ibnu Abbas berkata, “Seandainya ia (Hajar) tetap meninggalkannya, maka pasti air itu tetap akan ada.”

Ibnu Al-Jauzi berkata, “Keberadaan air zamzam adalah nikmat Allah tanpa usaha manusia. Maka tatkala dibendung oleh Hajar, masuklah usaha manusia, lalu nikmat itu dikurangkan”.

Kisah lainnya yang menunjukkan tidak akan pernah keringnya air zamzam adalah kisah Abdul Muthalib ketika bermimpi mendapatkan perintah menggali mata air zamzam. Ketika itu, untuk ketiga kalinya, Abdul Muthalib bermimpi, dalam mimpinya ada seseorang yang menghampirinya dan berkata, “Galilah olehmu Zam- zam!”, maka Abdul Muthalib bertanya, “Apa itu Zamzam?”.

Orang itu berkata, “la (Zamzam) adalah mata air yang tidak akan kering selamanya. Ia akan melayani minum para haji yang berjubel. la berada di antara kotoran dan darah. la terletak di tempat berkumpulnya burung-burung elang dan berada di dekat lubang semut.”

Ad-Dahhak bin Muzahim berkata, “Sesungguhnya Allah akan mengangkat air tawar sebelum hari kiamat, dan semua air akan meresap selain air zamzam. Bumi akan terurai isinya, termasuk emas dan perak, kemudian seseorang akan datang membawa karung penuh emas dan perak seraya berkata, ‘Siapakah yang mau menerima barang ini dariku?’. Kemudian seseorang berkata, ‘Seandainya engkau bawakan kemarin, tentu aku akan menerimanya’.”

Lebih dari itu, fakta nyata yang tak bisa dibantah oleh siapa pun adalah sejak zaman Nabi Ismail hingga sekarang, air zamzam tidak pernah habis sekalipun jutaan orang telah mengambilnya, terutama pada bulan Ramadhan dan bulan Haji. Orang yang melihat sumur zamzam akan mendapatkan kenyataan bahwa permukaan airnya tidak pernah berubah, tidak berkurang, sekalipun telah di- ambil. la juga tidak memancar banyak sehingga mengalir di muka bumi, juga tidak berkurang, dalam arti tidak tersisa sama sekali.

Abdul Basit bin Abdul Rahman dalam buku Makkah al-Mu- karramah Fadhaa’iluha wa Tarikhuha (Makkah al-Mukarramah, Kelebih- an dan Sejarahnya) menyebutkan, bahwa sumur zamzam sudah berumur hampir 5000 tahun, persisnya 4946 tahun, sejak Nabi Ibrahim hingga sekarang.

Syahruddin El-Fikri mengutip artikel anggota Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Rovicky Dwi Putrohari menyebutkan bahwa dalam sebuah uji pemompaan sumur zamzam mampu mengalirkan air sebanyak 11-18,5 liter per detik atau mencapai 660 liter per menit. Uji pemompaan ini dilakukan sebelum 1950-an.

Berikutnya, dibangunlah pompa air pada 1953 yang menyalurkan air dari sumur zamzam ke bak penampungan dan keran-keran. Ketika dilakukan pengujian, pada pemompaan 8.000 liter per detik selama 24 jam, air dalam sumur zamzam mengalami penyusutan sedalam 3,23 meter. Ketika pemompaan dihentikan, permukaan sumur kembali ke asalnya hanya dalam waktu 11 menit. Hal ini menimbulkan pertanyaan. Dari mana sumber air sumur zamzam yang begitu cepat berkumpul kembali tersebut?

Rovicky menjelaskan bahwa terdapat banyak celah atau rekahan bebatuan di sekitar sumur zamzam. Salah satu rekahan memanjang ke arah Hajar Aswad dengan panjang 75 sentimeter dan ketinggian 30 sentimeter.

Adapun beberapa celah kecil memanjang ke arah Safa dan Marwa. Keterangan geometris lain menyebutkan keberadaan celah sumur di bawah tempat tawaf. Celah-celah inilah yang kemudian memasok air ke sumur zamzam.

Wallahu’alam

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Kehancuran Kaum Saba’, Hidup Makmur Tanpa Rasa Syukur


Jakarta

Kaum Saba’ merupakan salah satu dari empat peradaban besar yang terdapat di Arab. Menurut buku Kisah Kota-kota Dalam Al Quran karya Rani Yulianty, diperkirakan kaum Saba’ hidup pada tahun 1000-750 SM. Kisah kaum ini diabadikan dalam Al-Qur’an surah Saba’ ayat 15-19.

Disebutkan dalam buku 40 Kisah Akhir Hidup Kezaliman Makhluk-makhluk Allah yang disadur oleh Kaserun AS Rahman, mereka disebut dengan Saba’ karena mereka adalah orang Arab pertama yang pernah menjadi tawanan. Mereka memiliki mahkota yang dikenakan bagi para penguasa.

Banyak rasul yang diutus kepada mereka untuk mengajak mereka kepada agama tauhid dan menyembah Allah SWT. Akan tetapi, mereka tetap hidup semau mereka dan tidak mau menyambut ajakan para rasul tersebut. Akhirnya, kaum Saba’ mendapat azab berupa banjir besar yang menghancurkan hidup mereka. Berikut kisah kehancuran kaum Saba’.


Kisah Kehancuran Kaum Saba’

Diceritakan dalam buku 99 Kisah Menakjubkan dalam Al-Quran yang ditulis oleh Ridwan Abqary, kaum Saba’ adalah kaum yang hidup makmur dan serba berkecukupan di wilayah Arab Selatan. Allah SWT sudah menurunkan rahmat-Nya kepada seluruh kaum Saba’ dengan hasil pertanian yang subur dan tempat yang sangat cocok untuk berdagang.

Kebun anggur tumbuh subur di mana-mana dengan hasil yang sangat melimpah. Mereka menjual anggur-anggur hasil panen dan mencukupi kebutuhan hidup mereka setiap hari. Sebuah bendungan yang cukup kuat dan kokoh tampak berdiri tegak di wilayah Ma’rib, yang disebut sebagai Bendungan Ma’rib.

Bendungan Ma’rib ini menampung air yang mengalir dari Sungai Adhanah dan digunakan untuk mengairi kebun-kebun anggur milik kaum Saba’. Dengan pengairan yang baik dan tanah yang subur, mereka bisa menikmati hasil panen yang baik setiap tahunnya. Oleh karena itu, seluruh penduduk Saba’ tidak ada yang hidup kekurangan.

Kaum Saba’ adalah kaum yang lengkap, mereka hidup makmur dan bergelimang kemewahan. Selain kenikmatan hidup dari berbagai usaha yang mereka jalankan, mereka pun memiliki pasukan tentara yang sangat kuat.

Dengan keamanan yang kuat, mereka bisa menjaga kehidupan kaum mereka dengan aman. Mereka hidup dengan nikmat dan berkah dunia yang sangat tinggi.

Kaum Saba’ pun terkenal sebagai salah satu kaum yang hebat pada saat itu dan disegani oleh kaum-kaum yang lain. Namun ternyata, keberhasilan dan kehidupan mewah mereka tidak diikuti oleh iman dan ketakwaan terhadap Tuhan yang Mahakuasa.

Kemakmuran yang merupakan limpahan nikmat dari Allah SWT tidak diiringi dengan rasa syukur. Mereka tenggelam dalam harta duniawi dan mulai melupakan Sang Pemberi Rezeki. Air mengalir terus ke kebun-kebun mereka, namun tidak ada ucapan pujian sedikit pun kepada Allah SWT.

Merujuk kembali pada buku 40 Kisah Akhir Hidup Kezaliman Makhluk-Makhluk Allah, kisah kehancuran kaum Saba’ ini terjadi ketika mereka tidak menjalankan perintah Allah SWT, maka Allah SWT mengirimkan pasukan tikus yang melubangi bendungan mereka yang begitu kokoh itu.

Bendungan yang kokoh itu pun runtuh hingga terjadi banjir yang sangat besar dan menghantam seluruh penduduk beserta taman-taman mereka yang bagaikan surga. Bumi yang subur dan indah itu pun rusak dan hancur. Batu-batu yang berasal dari bendungan membanjiri seluruh tanah mereka hingga tidak lagi subur dan tidak bisa ditanami.

Beberapa waktu kemudian, taman bunga dan buah-buahan mereka berganti dengan kebun yang ditumbuhi pohon-pohon berduri. Anggur, kurma, dan buah-buah segar lainnya telah musnah, berganti dengan pohon yang buruk dan berduri.

Mengutip kembali buku Kisah Kota-kota Dalam Al-Quran, hukuman yang dikirimkan kepada Kaum Saba’ dinamakan ‘Sail Al-Arim’ atau banjir Arim. Penamaan ini merupakan ungkapan yang menggambarkan datangnya banjir yang menimpa kaum Saba’ bersamaan dengan runtuhnya monumen penting Negeri Saba’, yaitu bendungan Arim.

Akibatnya, Negeri Saba’ hancur, baik dari segi perekonomian maupun bidang lainnya.

Disebutkan pula dalam buku 40 Kisah Akhir Hidup Kezaliman Makhluk-Makhluk Allah, bahwa hingga saat ini, penduduk Saba’ masih tinggal di desa dan rumah-rumah mereka. Namun, Allah SWT mempersulit dan mempersempit rezeki mereka. Kemakmuran dan nikmat yang mereka rasakan dahulu telah berganti dengan kemiskinan dan kekurangan.

Meski demikian, Allah SWT tidak sepenuhnya menghancurkan mereka dan tidak memecahbelahkan mereka. Wilayah mereka masih tetap terhubung dengan wilayah yang penuh berkah, Makkah Al-Mukarramah di Jazirah Arabia dan Baitul Maqdis di Syam.

(inf/inf)



Sumber : www.detik.com

Kisah Nabi Zakaria yang Sabar dalam Mengharapkan Keturunan


Jakarta

Kisah Nabi Zakaria AS adalah salah satu kisah penuh hikmah dalam Al-Qur’an yang mengajarkan arti kesabaran dan keikhlasan dalam menghadapi ujian hidup. Kisahnya yang penuh dengan kesabaran dan ketulusan dalam mengharapkan keturunan diabadikan dalam beberapa ayat Al-Qur’an, di antaranya adalah surah Maryam ayat 2-15 dan surah Al-Anbiya ayat 89-90.

Dalam ayat-ayat ini, Allah SWT menceritakan bagaimana Nabi Zakaria AS meski usianya telah lanjut dan istrinya diketahui mandul, tidak pernah berhenti berharap dan berdoa kepada Allah SWT untuk mendapatkan keturunan yang saleh.

Dalam perjalanan hidupnya, Nabi Zakaria AS menunjukkan keteguhan hati dan keyakinan bahwa doa yang tulus tidak pernah sia-sia di hadapan Allah SWT. Penasaran dengan bagaimana doa dan kesabaran Nabi Zakaria AS akhirnya membuahkan hasil? Simak kisah lengkapnya dalam artikel ini.


Asal-usul Nabi Zakaria AS

Dikutip dari buku Kisah Para Nabi yang disusun oleh Ibnu Katsir dan diterjemahkan oleh Divisi Penerjemah Kantor Da’wah Al-Sulay, Nabi Zakaria AS adalah ayah dari Nabi Yahya AS, keduanya termasuk golongan nabi dari Bani Israil.

Keturunan mereka berhubungan dengan Nabi Sulaiman AS dan Nabi Daud AS, menunjukkan bahwa Nabi Zakaria AS memiliki silsilah keturunan yang mulia dan berakar kuat di antara para nabi besar.

Menariknya, Nabi Zakaria AS dikenal sebagai seorang tukang kayu, sebagaimana disebutkan dalam hadits Rasulullah SAW yang berbunyi, “Nabi Zakaria adalah seorang tukang kayu.” (HR Muslim).

Profesi ini menjadi simbol kesederhanaan dan kerja keras beliau dalam menjalani kehidupan, sekaligus menjadi inspirasi bagi kita semua untuk hidup sederhana dan penuh kesabaran.

Kisah Nabi Zakaria AS

Nabi Zakaria AS adalah sosok nabi yang dikenal penuh kesabaran dan keteguhan dalam memohon keturunan, meski telah berusia lanjut dan istrinya mengalami kemandulan. Allah SWT menempatkan kisahnya dalam Al-Quran sebagai pelajaran bagi umat manusia agar tak pernah berputus asa terhadap rahmat-Nya.

Harapan besar Nabi Zakaria AS untuk memiliki keturunan tak hanya demi memenuhi keinginan pribadi, tetapi juga karena kekhawatiran terhadap keberlanjutan tugas mengurus Bani Israil dan menyebarkan ajaran tauhid. Ia berharap agar keturunannya kelak dapat menjadi pewaris yang menjalankan tugas kenabian dan menjaga syariat yang telah diajarkan.

Dalam doanya yang penuh kelembutan, Nabi Zakaria AS mengadukan keadaannya kepada Allah SWT. Ia menyampaikan bahwa dirinya telah tua dan istrinya mandul, tapi harapan dan keyakinannya pada kekuasaan Allah SWT tidak pernah pudar. Di dalam hatinya, Nabi Zakaria AS merasa khawatir jika tidak ada penerus yang bisa menjaga tugas kenabian di tengah umat Bani Israil.

Ia terinspirasi oleh keturunan Nabi Ya’qub AS yang Allah SWT pilih untuk menjadi pembawa cahaya kebenaran, sehingga ia pun memohon agar diberikan seorang anak yang dapat menjadi penerus dalam menyampaikan ajaran ilahi. Berikut adalah doa Nabi Zakaria AS yang tercantum pada surah Al-Anbiya Ayat 89:

رَبِّ لَا تَذَرْنِي فَرْدًا وَأَنتَ خَيْرُ الْوَرِثِينَ

Latinnya: Rabbi lā tażarnī fardaw wa anta khairul-wārisin.

Artinya: “Ya Tuhanku janganlah Engkau membiarkan aku hidup seorang diri dan Engkaulah Waris Yang Paling Baik.”

Doa yang penuh keyakinan dan keikhlasan ini tidaklah sia-sia. Allah SWT akhirnya mengabulkan permohonan Nabi Zakaria AS dan memberinya seorang putra yang kelak dikenal sebagai Nabi Yahya AS.

Namun, dengan takjub sekaligus khawatir, Nabi Zakaria AS bertanya bagaimana mungkin ia bisa memiliki anak sementara dirinya telah sangat tua, dan istrinya pun mandul. Allah SWT pun menegaskan bahwa segala sesuatu mudah bagi-Nya dan bahwa Dia telah menciptakan Nabi Zakaria AS sendiri sebelumnya dari ketiadaan.

Sebagai bentuk keyakinan, Nabi Zakaria AS memohon tanda dari Allah SWT atas janji-Nya tersebut. Allah SWT kemudian memberi tanda bahwa Nabi Zakaria AS tidak akan dapat berbicara selama tiga hari, kecuali dengan bahasa isyarat, meskipun tubuhnya dalam keadaan sehat tanpa cacat.

Dalam masa itu, Nabi Zakaria AS diperintahkan untuk terus berzikir dan memuji Allah SWT. Dengan penuh kegembiraan, ia keluar menemui kaumnya dan memberi isyarat kepada mereka untuk memperbanyak zikir kepada Allah SWT.

Kisah ini memberikan teladan tentang kekuatan doa dan keyakinan pada kuasa Allah SWT yang tak terbatas. Meskipun keadaan tampak tidak mungkin, Nabi Zakaria AS tetap berdoa dengan penuh kesabaran dan harapan, hingga akhirnya Allah SWT menjawab permohonannya dengan anugerah yang indah.

Kelahiran Anak Nabi Zakaria AS

Kisah kelahiran putra Nabi Zakaria AS, yaitu Yahya yang kelak akan menjadi nabi juga sebagai penerus ayahnya adalah salah satu bukti kekuasaan Allah SWT yang Maha Besar. Anak yang telah lama diharapkan itu lahir sebagai anugerah dari Allah SWT setelah Nabi Zakaria AS dengan penuh kesabaran dan ketulusan berdoa.

Sejak awal, Allah SWT memerintahkan Yahya untuk memegang teguh Kitab Taurat dan mempelajarinya dengan serius. Bahkan, sejak kecil, Allah SWT telah mengajarkan kebijaksanaan dan tanda-tanda kenabian kepadanya. Suatu hari, ketika teman-teman sebayanya mengajaknya bermain, Yahya dengan bijak menjawab, “Kita diciptakan bukan untuk bermain.”

Yahya dibekali oleh Allah SWT dengan berbagai sifat mulia yang membuatnya menjadi teladan bagi banyak orang. Ia memiliki sifat kasih sayang yang mendalam, khususnya kepada kedua orang tuanya.

Yahya juga dikenal dengan kelembutan hatinya kepada sesama, menghindari perbuatan dosa, dan senantiasa menjaga kesuciannya. Sifat bakti kepada kedua orang tua pun menjadi keutamaan dalam dirinya, diiringi dengan keteguhan hati yang menjauhi sifat sombong atau angkuh. Sifat-sifat inilah yang menjadikan Yahya sosok nabi yang dihormati dan disegani, serta menjadi contoh kebajikan bagi umatnya.

Meninggalnya Nabi Zakaria AS

Terdapat dua riwayat berbeda terkait wafatnya Nabi Zakaria AS. Salah satu riwayat yang disampaikan oleh Abdul-Mun’in bin Idris bin Sinan dari Wahab bin Munabbih mengisahkan bahwa Nabi Zakaria AS terpaksa meninggalkan kaumnya dan masuk ke dalam sebuah pohon untuk menyelamatkan diri.

Namun, kaumnya yang berusaha mencelakainya kemudian datang dan meletakkan gergaji di batang pohon tersebut untuk memotongnya. Ketika gergaji telah mencapai tubuh Nabi Zakaria AS dan Beliau merintih kesakitan, Allah SWT memberikan wahyu, jika Nabi Zakaria AS tidak berhenti merintih, bumi akan terbelah.

Mendengar itu, Nabi Zakaria AS menahan rintihannya, hingga akhirnya pohon tersebut dipotong dan Beliau pun terbagi menjadi dua bagian bersama pohon itu.

Sementara itu, riwayat lain yang disampaikan oleh Ishaq bin Bisyr menyebutkan bahwa yang sebenarnya masuk ke dalam pohon adalah Sya’ya, bukan Nabi Zakaria AS. Dalam riwayat ini, disebutkan bahwa Nabi Zakaria AS wafat secara wajar, tanpa mengalami kejadian tragis seperti riwayat pertama.

Wallahu a’lam, hanya Allah SWT yang Maha Mengetahui kebenarannya.

(inf/inf)



Sumber : www.detik.com