Category Archives: Kisah

Kisah Nabi Ibrahim AS Hancurkan Berhala hingga Dibakar Hidup-hidup



Jakarta

Ibrahim AS adalah salah satu utusan Allah SWT yang kisahnya tertuang dalam beberapa ayat suci Al-Qur’an. Sebagai seorang nabi dan rasul, banyak rintangan yang beliau hadapi sepanjang berdakwah menegakkan agama Allah SWT.

Nama lengkapnya adalah Ibrahim bin Tarikh bin Nahur bin shrug bin Raghu bin Faligh bin Abir bin Shalih bin Arfakhsyadz bin Sam bin Nuh, seperti disebutkan dalam Qashashul Anbiya oleh Ibnu Katsir yang diterjemahkan Umar Mujtahid. Nama ibunya adalah Buna binti Karbita bin Karatsi yang merupakan keturunan Arfakhsyadz bin Sam bin Nuh.

Nabi Ibrahim AS berdakwah kepada penduduk Babilonia yang menyembah berhala. Allah SWT berfirman dalam surat Al Ankabut ayat 25,


وَقَالَ إِنَّمَا ٱتَّخَذْتُم مِّن دُونِ ٱللَّهِ أَوْثَٰنًا مَّوَدَّةَ بَيْنِكُمْ فِى ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا ۖ ثُمَّ يَوْمَ ٱلْقِيَٰمَةِ يَكْفُرُ بَعْضُكُم بِبَعْضٍ وَيَلْعَنُ بَعْضُكُم بَعْضًا وَمَأْوَىٰكُمُ ٱلنَّارُ وَمَا لَكُم مِّن نَّٰصِرِينَ

Artinya: “Dan berkata Ibrahim: “Sesungguhnya berhala-berhala yang kamu sembah selain Allah adalah untuk menciptakan perasaan kasih sayang di antara kamu dalam kehidupan dunia ini kemudian di hari kiamat sebahagian kamu mengingkari sebahagian (yang lain) dan sebahagian kamu melaknati sebahagian (yang lain); dan tempat kembalimu ialah neraka, dan sekali-kali tak ada bagimu para penolong pun.”

Ibrahim AS menentang penyembahan berhala yang dilakukan oleh kaumnya itu. Ia bahkan bertanya kepada kaumnya apakah berhala-berhala itu dapat mendengar mereka berdoa atau memberi manfaat.

Meski begitu, mereka tetap menyembah para berhala karena mengikuti jejak nenek moyang. Ibrahim AS lantas berkata seperti tertuang dalam surat Asy-Syu’ara ayat 75-77,

“Apakah kamu memerhatikan apa yang kamu sembah, kamu dan nenek moyang kamu yang terdahulu? Sesungguhnya, mereka (apa yang kamu sembah) itu musuhku, lain halnya Rabb seluruh alam.” (QS Asy-Syu’ara: 75-77)

Demi menyadarkan kaumnya, Nabi Ibrahim AS menyusun siasat. Ketika kaumnya merayakan hari besar di luar perkampungan, Ibrahim AS tidak ikut dengan alasan dirinya sedang sakit.

Ibrahim AS lalu pergi secara diam-diam menuju tempat para berhala itu berada. Dengan tangan kanannya, Nabi Ibrahim AS menghancurkan berhala-berhala itu menggunakan kapak sampai hancur berkeping-keping.

Menurut salah satu riwayat, Ibrahim AS meletakkan kapak di tangan berhala yang paling besar untuk memberi kesan bahwa ia cemburu jika ada Tuhan kecil lainnya yang disembah bersamanya.

Benar saja, ketika kaumnya pulang dari perayaan hari besar mereka terkejut melihat kondisi berhala-berhala yang mereka sembah. Mereka kemudian menunjuk Nabi Ibrahim AS sebagai pelakunya karena beliau lah yang kerap mencemooh para berhala itu. Terlebih, Ibrahim AS tidak mengikuti perayaan hari besar di luar perkampungan.

Ketika Nabi Ibrahim AS ditanya tentang perlakuannya terhadap berhala-berhala itu, ia berkata:

“Maka tanyakanlah kepada mereka, jika mereka dapat berbicara.” (QS Al Anbiya: 62-63).

Mendengar hal tersebut, kaum Ibrahim AS menundukkan kepalanya. Menurut tafsir Qatadah, mereka bingung dan menunduk sambil berkata ‘Engkau (Ibrahim) pasti tahu bahwa (berhala-berhala) itu tidak dapat berbicara.”

Saat itulah Nabi Ibrahim AS menjawab, “Mengapa kamu menyembah selain Allah, sesuatu yang tidak dapat memberi manfaat sedikit pun, dan tidak (pula) mendatangkan mudharat kepada kamu? Celakalah kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah! Tidakkah kamu mengerti?” (QS Al Anbiya: 66-67)

Karena kalah dalam perdebatan, akhirnya kaum Nabi Ibrahim AS menggunakan kekuatan dan kekuasaan untuk membela kebodohan mereka. Ibrahim AS lantas dihukum oleh kaumnya dengan dibakar hidup-hidup.

Atas kuasa Allah SWT, api tersebut menjadi dingin. Ini sesuai dengan firman-nya dalam surat Al Anbiya ayat 69, “Kami (Allah) berfirman, ‘Wahai api! Jadilah kamu dingin dan penyelamat bagi Ibrahim!”

Menyaksikan peristiwa itu, seluruh orang di sana tercengang. Akhirnya, pembakaran dihentikan dan Ibrahim AS dibebaskan.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Berdakwah kepada Kaum yang Menyembah Berhala


Jakarta

Nabi Ilyas AS adalah salah satu nabi yang diutus oleh Allah SWT untuk membimbing kaum Bani Israil, yang pada saat itu tersesat dalam penyembahan berhala bernama Baal.

Sebagai keturunan keempat dari Nabi Harun AS, Nabi Ilyas memiliki tugas mulia untuk mengajak kaumnya kembali kepada jalan yang benar, yaitu menyembah Allah SWT dan meninggalkan segala bentuk kemusyrikan.

Kehadiran Nabi Ilyas dalam sejarah merupakan salah satu ketetapan Allah untuk menegakkan tauhid di tengah-tengah kaum yang sudah jauh dari ajaran yang benar. Meskipun tantangan yang dihadapi begitu besar, Nabi Ilyas tetap teguh dalam menyampaikan risalah-Nya.


Kisah perjuangan dan keteguhan Nabi Ilyas AS ini menjadi pelajaran berharga bagi umat Islam untuk selalu berpegang pada kebenaran, meski berada di tengah kesesatan.

Kisah Nabi Ilyas

Menukil buku Kisah Para Nabi karya Imam Ibnu Katsir, terdapat dua pandangan mengenai garis keturunan Nabi Ilyas. Pendapat pertama menyatakan bahwa Nabi Ilyas adalah putra dari Yasin bin Pinehas bin Eleazar bin Harun.

Ada juga pandangan lain yang mengatakan bahwa beliau adalah keturunan Azer bin Eleazar bin Harun bin Imran. Nabi Ilyas diutus oleh Allah untuk membimbing kaum Bani Israil yang berada di wilayah Ba’labak, yang terletak di sebelah barat Damaskus.

Kisah Nabi Ilyas dan kaumnya tercantum dalam Surah As-Saffat ayat 123-128, Allah SWT berfirman,

وَاِنَّ اِلْيَاسَ لَمِنَ الْمُرْسَلِيْنَۗ ۝١٢٣

اِذْ قَالَ لِقَوْمِهٖٓ اَلَا تَتَّقُوْنَ ۝١٢٤

اَتَدْعُوْنَ بَعْلًا وَّتَذَرُوْنَ اَحْسَنَ الْخٰلِقِيْنَۙ ۝١٢٥

اللّٰهَ رَبَّكُمْ وَرَبَّ اٰبَاۤىِٕكُمُ الْاَوَّلِيْنَ ۝١٢٦

فَكَذَّبُوْهُ فَاِنَّهُمْ لَمُحْضَرُوْنَۙ ۝١٢٧

اِلَّا عِبَادَ اللّٰهِ الْمُخْلَصِيْنَ ۝١٢٨

123. Sesungguhnya Ilyas benar-benar termasuk para rasul.
124. (Ingatlah) ketika dia berkata kepada kaumnya, “Mengapa kamu tidak bertakwa?
125. Apakah kamu terus menyeru Ba’al dan meninggalkan sebaik-baik pencipta,
126. Allah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu yang terdahulu?”
127. Mereka kemudian mendustakannya (Ilyas). Sesungguhnya mereka akan diseret (ke neraka),
128. Kecuali hamba-hamba Allah yang terpilih (karena keikhlasannya).

Menurut Tafsir Ibnu Katsir, Allah SWT mengutus Nabi Ilyas kepada kaum Bani Israil untuk mengajak mereka kembali kepada ajaran-Nya, karena saat itu mereka sedang menyembah berhala yang dikenal dengan nama Ba’al.

Meskipun Nabi Ilyas melaksanakan tugasnya dengan tekun, kaumnya tetap menolak dan raja mereka bahkan mengancam akan membunuhnya. Karena ancaman tersebut, Nabi Ilyas memutuskan untuk bersembunyi di Gunung Qasiyun.

Ia tinggal di sebuah gua selama sepuluh tahun hingga raja yang mengancamnya meninggal dan digantikan oleh raja yang baru. Setelah itu, Nabi Ilyas keluar dari persembunyian bersama seorang yang diyakini sebagai Nabi Ilyasa AS.

Ia kembali menyeru raja baru Bani Israil kepada ajaran tauhid, meskipun banyak dari rakyatnya, sekitar sepuluh ribu orang, yang bersedia beriman. Namun, raja tersebut tetap menolak ajaran Nabi Ilyas dan memerintahkan pasukannya untuk membunuh siapa saja dari Bani Israil yang mengikuti ajaran Allah SWT.

Kaum yang Menyembah Berhala

Kaum Nabi Ilyas AS, yang menyembah berhala, dikenal sebagai penduduk Ba’labak, atau yang juga disebut kota Baalbek. Menurut Imam Ibnu Katsir dalam bukunya Kisah Para Nabi, Nabi Ilyas AS berusaha dengan gigih mengajak Bani Israil untuk meninggalkan penyembahan berhala mereka, Ba’l, dan kembali menyembah Allah.

Namun, meskipun Nabi Ilyas telah berusaha keras, tidak ada satu pun dari kaumnya yang mau beriman.

Kemudian, Nabi Ilyas memohon kepada Allah SWT agar memberikan pelajaran kepada kaumnya, dan akibatnya terjadi kekeringan selama tiga tahun karena hujan tidak turun.

Kekeringan yang berkepanjangan tersebut menjadi bencana yang sangat berat bagi kaumnya, dan mereka akhirnya meminta bantuan Nabi Ilyas dengan berjanji akan beriman jika hujan kembali turun.

(hnh/dvs)



Sumber : www.detik.com

Kisah Nabi Syuaib AS yang Diutus Berdakwah kepada Penduduk Madyan



Jakarta

Nabi Syuaib AS diutus untuk berdakwah kepada kaum Madyan. Penduduk ini termasuk bangsa Arab yang menempati kota Madyan di salah satu Ma’an, perbatasan Syam yang berbatasan langsung dengan Hijaz.

Ibnu Katsir dalam Qashashul Anbiya terjemahan Umar Mujtahid menyebutkan bahwa Madyan adalah kabilah yang terkenal. Mereka berasal dari bani Madyan bin Madyan bin Ibrahim Al-Khalil.

Sementara itu, mengenai nasab Nabi Syuaib AS terdapat perbedaan pendapat. Ada yang menyebut nama lengkap Syuaib AS adalah Syuaib bin Yasykhar bin Lawi bin Ya’qub, kemudian pendapat lain mengatakan namanya Syuaib bin Nuwaib bin Aifa bin Madyan bin Ibrahim. Yang lain mengatakan namanya Syuaib bin Shaifur bin Aifa bin Tsabit bin Madyan bin Ibrahim.


Penduduk Madyan adalah orang-orang musyrik yang gemar merampok, meneror serta menyembah Aikah; yaitu sebuah pohon di dalam hutan dengan semak-semak rindang di sekitarnya. Mereka juga kerap berperilaku curang dalam kegiatan berbisnis, mengurangi takaran dan timbangan hingga meminta lebih tetapi mengurangi saat memberi.

Allah SWT mengutus Nabi Syuaib AS untuk memperbaiki akhlak penduduk Madyan. Sebagai seorang nabi dan rasul, Syuaib AS terus menyerukan kebenaran dan meminta kaum Madyan untuk beribadah kepada Allah SWT.

Sebagian dari penduduk Madyan mempercayai Nabi Syuaib AS dan kembali ke jalan yang benar. Tetapi, tak sedikit juga dari kaum Madyan yang tetap ingkar.

Allah SWT berfirman dalam surat Al A’raf ayat 85,

وَإِلَىٰ مَدْيَنَ أَخَاهُمْ شُعَيْبًا ۗ قَالَ يَٰقَوْمِ ٱعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ مَا لَكُم مِّنْ إِلَٰهٍ غَيْرُهُۥ ۖ قَدْ جَآءَتْكُم بَيِّنَةٌ مِّن رَّبِّكُمْ ۖ فَأَوْفُوا۟ ٱلْكَيْلَ وَٱلْمِيزَانَ وَلَا تَبْخَسُوا۟ ٱلنَّاسَ أَشْيَآءَهُمْ وَلَا تُفْسِدُوا۟ فِى ٱلْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَٰحِهَا ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ

Artinya: “Dan (Kami telah mengutus) kepada penduduk Madyan saudara mereka, Syu’aib. Ia berkata: “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu. Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan dan janganlah kamu kurangkan bagi manusia barang-barang takaran dan timbangannya, dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika betul-betul kamu orang-orang yang beriman.”

Nabi Syuaib AS berdakwah kepada umatnya agar berlaku adil dan melarang berbuat lalim. Ia juga mengancam penduduk Madyan yang melanggar hal tersebut.

Ishaq bin Bisyr meriwayatkan dari Juwaibir dari Dhahhak dari Ibnu Abbas, ia mengatakan:

“Mereka adalah kaum yang melampaui batas, duduk di setiap jalan, berbuat curang pada sesamanya yaitu memungut pajak, dan mereka adalah orang pertama yang memberlakukan ketentuan seperti itu.”

Meski terus diperingati oleh Nabi Syuaib AS, penduduk Madyan yang ingkar masih saja berbuat kecurangan dalam timbangan. Sang nabi mengingatkan mereka bahwa Allah SWT akan mencabut nikmat yang diberikan dan menyiksanya dengan azab pedih di akhirat kelak.

Sepanjang berdakwah kepada kaumnya, Syuaib AS menyampaikan dalam tutur kata yang lembut. Mulanya ia berdakwah dengan metode yang berisi anjuran.

Lama kelamaan, metode dakwahnya berubah menjadi peringatan. Namun, tetap saja kaum Madyan enggan mendengarkan dan tetap berada dalam kesesatan.

Akhirnya, Nabi Syuaib AS memohon kepada Allah SWT untuk memberi siksaan kepada kaumnya yang tidak mau beriman.

Saat matahari terbenam, dan hari menjadi gelap. Tiba-tiba tanah berguncang dengan hebat akibat gempa bumi dan diiringi dengan petir yang menyambar. Keadaan semakin mengerikan ketika semua rumah di Madyan runtuh hingga membinasakan kaum Madyan.

Azab tersebut mulanya diturunkan dalam beberapa tahap, seperti hembusan udara panas yang kering dan membuat mereka dahaga, terjadinya gempa dahsyat, hingga akhirnya membinasakan kaum Madyan. Ini dikisahkan dalam buku Kisah-kisah Terbaik Al-Qur’an susunan Kamal as-Sayyid.

Para mufassir menyebut penduduk Madyan tertimpa panas hebat. Allah SWT menahan angin agar tidak berhembus selama tujuh hari, begitu pula dengan air.

Akhirnya mereka lari meninggalkan tempat menuju dataran luas. Di sana, mereka berkumpul dengan awan hitam.

Ketika semuanya sudah berada di sana, Allah SWT mengirimkan kobaran api bersama awan hitam tersebut. Bumi diguncang dengan hebat hingga suara menggelegar datang dari langi mencabut nyawa mereka.

Nabi Syuaib AS dan pengikutnya yang beriman diselamatkan oleh Allah SWT. Ini disebutkan dalam surat Hud ayat 94-95,

“Ketika putusan Kami tiba, Kami selamatkan Syuaib dan orang-orang yang beriman bersamanya dengan rahmat Kami. Sementara orang-orang yang berbuat zalim dihancurkan oleh suara yang menggelegar, sehingga mereka mati berserakan di rumahnya, seolah-olah mereka belum pernah tinggal di sana. Ingatlah, begitulah binasa penduduk Madyan, dan seperti yang telah terjadi pada kaum Tsamud juga.” (QS Hud: 94-95)

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Wujud Batu dari Surga yang Ada di Makkah, Kini Berubah Warna


Jakarta

Batu surga yang ada di Makkah, dikenal sebagai Hajar Aswad, adalah batu yang dipercaya berasal langsung dari surga.

Menurut sejarahnya, batu ini awalnya berwarna putih bersih, bahkan lebih terang dari susu. Namun, seiring waktu, warna Hajar Aswad berubah menjadi hitam pekat akibat dosa-dosa manusia yang menyentuhnya.

Menariknya, perubahan warna Hajar Aswad tidak mengurangi kemuliaannya. Batu ini tetap menjadi salah satu simbol kebesaran Allah SWT yang dijaga dan dihormati oleh umat Islam.


Ingin tahu lebih banyak tentang kisah, asal usul, dan keutamaan batu suci ini? Berikut adalah informasi yang sudah kami rangkum dari Buku Sejarah Hajar Aswad & Maqam Ibrahim: Kisah Lengkap Batu dari Surga dan Jejak Kaki Nabi Ibrahim karya Prof.Dr.Said Muhammad Bakdasy, yuk, baca selengkapnya dalam artikel ini.

Sejarah Batu Surga, Sejak Zaman Nabi Ibrahim AS

Menurut riwayat Al-Azraqi yang mengutip dari Ibnu Ishaq, ketika Nabi Ibrahim AS membangun Ka’bah dan bangunannya semakin tinggi, Nabi Ismail AS menyediakan Maqam (tempat berdiri) agar ayahnya bisa berdiri di atasnya untuk menyelesaikan pembangunan.

Maqam tersebut dipindahkan oleh Nabi Ismail AS ke setiap sudut Ka’bah hingga tiba di Rukun Hijir. Saat itulah Nabi Ibrahim AS meminta Nabi Ismail AS untuk mencari sebuah batu yang akan dijadikan tanda awal untuk memulai thawaf bagi umat manusia. Ismail pun berangkat untuk mencari batu tersebut bagi ayahnya.

Nabi Ibrahim AS berkata kepada Nabi Ismail AS, “Ambilkan saya sebuah batu untuk diletakkan di sini, agar nanti menjadi tanda dimulainya tawaf untuk umat manusia.”

Sebelum Nabi Ismail AS kembali, malaikat Jibril sudah lebih dahulu mendatangi Nabi Ibrahim AS dengan membawa batu surga atau Hajar Aswad. Batu tersebut telah dititipkan oleh Allah SWT kepada Gunung Abu Qubais pada saat bumi ditenggelamkan di zaman Nabi Nuh.

Allah berfirman kepada gunung itu, “Jika kau melihat kekasih-Ku sedang membangun rumah-Ku, maka keluarkanlah Hajar Aswad untuknya.” Ketika Nabi Ismail AS tiba membawa batu yang telah ditemukan sebelumnya, dia bertanya, “Wahai ayahku, dari mana engkau mendapatkan batu ini?” Nabi Ibrahim AS menjawab, “Batu ini didatangkan oleh orang yang tidak membuatku harus bersusah payah untuk mendapatkan batumu. Batu ini dibawa oleh Jibril.”

Ketika Jibril meletakkan batu tersebut di tempatnya, dan Nabi Ibrahim AS mulai membangun Ka’bah, batu itu tiba-tiba memancarkan cahaya yang sangat terang. Pancaran cahayanya begitu kuat hingga menerangi seluruh penjuru, dari Timur ke Barat, bahkan mencapai Yaman dan Syam. Al-Azraqi mencatat bahwa sinar itu menyebar sampai ke seluruh batas al-Haram, menerangi setiap sudutnya.

Karakteristik Bentuk dari Batu Surga

Merujuk kepada sumber sebelumnya, Batu surga atau Hajar Aswad adalah batu yang dipercayai turun dari langit, seperti disebutkan dalam berbagai hadits Nabi Muhammad SAW. Batu ini diberikan oleh Allah kepada Nabi Ibrahim AS dan ditempatkan di sudut tenggara Ka’bah sebagai penanda awal bagi umat Islam dalam melakukan thawaf. Sudut ini kini dikenal sebagai Rukun.

Awalnya, batu surga atau Hajar Aswad memiliki warna putih yang cemerlang, bahkan lebih terang daripada salju dan susu. Namun, seiring waktu, batu ini berubah menjadi hitam akibat dosa-dosa kaum musyrik.

Berdasarkan riwayat, ukurannya sekitar satu hasta, seperti yang disebutkan oleh Abdullah bin Amr bin ‘Ash RA diriwayatkan “Hajar Aswad dahulu lebih putih dari susu dan panjangnya seukuran tulang hasta.”.

Kini, hanya bagian depan yang terlihat menghitam, sementara bagian lainnya masih tertanam dalam struktur Ka’bah, mempertahankan warna aslinya yang putih.

Menurut riwayat Al-Fakihi yang dikutip dari Mujahid, Dia berkata, “Aku melihat Rukun saat Ibnu Zubair merobohkan Ka’bah. Tampak seluruh bagian batunya yang terdapat di bagian dalam Ka’bah berwarna putih.”

Keistimewaan Batu Surga

Batu surga atau Hajar Aswad memiliki sejumlah keistimewaan, namun jika tidak memungkinkan untuk menyentuh atau menciumnya, umat Islam dapat melakukan isyarat dengan melambaikan tangan ke arahnya sebagai bentuk penghormatan. Berikut adalah keistimewaan dari batu surga:

1. Tangan kanan Allah SWT di muka bumi

Al-Azraqi dan Ibnu Abu Umar, melalui sanad sahih, meriwayatkan bahwa Ibnu Abbas RA berkata, “Sesungguhnya rukun ini adalah tangan kanan Allah di muka bumi, ia disalami oleh hamba-hamba-Nya layaknya seseorang yang menyalami saudaranya.”

Pada kesempatan lain, saat tiba di sudut batu surga atau Hajar Aswad, Ibnu Hisyam bertanya, “Wahai Abu Muhammad, apa alasanmu mendatangi Rukun Aswad ini?” Atha’ menjawab, “Abu Hurairah RA menceritakan kepadaku bahwa ia mendengar Rasulullah SAW bersabda, ‘Siapa yang menyentuhnya, seakan-akan dia sedang menyentuh tangan Tuhan Yang Maha Penyayang.”

2. Disunnahkan mencium batu surga atau Hajar Aswad atau melambaikan tangan ke arahnya sebagai tanda dimulainya thawaf.

3. Batu surga atau Hajar Aswad dipercaya akan memberikan syafaat pada hari kiamat bagi mereka yang menyentuhnya.

4. Memulai thawaf dari batu surga atau Hajar Aswad merupakan bagian dari syariat yang ditetapkan dalam ibadah haji dan umrah.

5. Batu surga atau Hajar Aswad terletak di bagian paling mulia dari Ka’bah, menjadikannya simbol yang sangat dihormati.

6. Bagian dari batu yakut Surga

Diriwayatkan dari Abdullah bin Amr bin Ash RA, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, ‘Rukun dan Maqam Ibrahim merupakan dua batu yakut yang menjadi bagian dari batu yakut surga. Jika saja Allah tidak menghapus cahayanya, maka kedua batu itu akan menerangi Timur dan Barat.” Yang dimaksud dengan Rukun adalah batu surga atau Hajar Aswad, sedangkan Maqam adalah batu yang dipijak Nabi Ibrahim saat membangun Ka’bah.

Peristiwa Bersejarah yang Pernah Berkaitan dengan Batu Surga

Batu surga atau Hajar Aswad, batu yang dipercaya berasal dari surga, telah melalui berbagai peristiwa bersejarah yang meninggalkan jejak fisik padanya. Berbagai insiden, termasuk pencurian dan kerusakan, menyebabkan batu surga atau Hajar Aswad mengalami retakan dan pecahan.

Berikut adalah beberapa peristiwa penting yang pernah menimpa batu surga ini dan berkontribusi pada kondisinya saat ini:

1. Baitullah al-Haram (Ka’bah) pernah dilanda dua kebakaran besar. Kebakaran pertama terjadi pada masa pra-Islam di era Quraisy, yang mengakibatkan batu surga atau Hajar Aswad semakin menghitam setelah tersambar api. Kebakaran kedua terjadi di era Islam, tepatnya saat kepemimpinan Abdullah bin Zubair RA, di mana Ka’bah dikepung oleh al-Hashin bin Numair al-Kindi, yang menyebabkan kerusakan lebih dalam.

2. Pada masa pemerintahan Amirul Mukminin Harun al-Rasyid, lapisan perak yang melindungi batu surga atau Hajar Aswad mulai menipis dan terkikis, hingga menyebabkan batu tersebut tidak lagi berada dengan kokoh di tempatnya semula.

3. Kisah sekte Qaramithah yang mencuri batu surga atau Hajar Aswad merupakan salah satu peristiwa paling dramatis dalam sejarah Islam.

4. Pada tahun 363 H/974 M, seorang Nasrani dari Kekaisaran Romawi melakukan aksi vandalisme yang mengejutkan, di mana ia memukul batu surga atau Hajar Aswad menggunakan martil.

5. Pada tahun 413 H/1022 M, Masjidil Haram mengalami serangan yang mengejutkan ketika seseorang berusaha merusak batu surga atau Hajar Aswad. Dengan pedang dan tongkat pemukul di tangannya, ia mencoba menghancurkan batu suci tersebut.

6. Pada tahun 990 H/1582 M, seorang pria asal Irak, yang bukan dari keturunan Arab, tiba di Masjidil Haram dengan tampak tergesa-gesa. Dalam aksinya yang tiba-tiba, ia menghantam batu surga atau Hajar Aswad menggunakan tongkat besi yang dibawanya.

7. Pada tahun 1351 H/1932 M, seorang pria asal Persia dari wilayah Afghanistan melakukan tindakan berani di Baitullah. Dia mencuri satu potongan batu surga atau Hajar Aswad, serta mengambil kain penutup Ka’bah. Tidak hanya itu, pria tersebut juga mencuri potongan perak dari tangga Ka’bah yang berada di antara sumur Zamzam dan pintu Bani Syaibah.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Pertemuan Nabi Yusuf AS dengan Saudaranya setelah Lama Berpisah



Jakarta

Nabi Yusuf AS adalah salah satu dari 25 nabi dan rasul yang kisahnya tercantum dalam Al-Qur’an. Ketika kecil, Yusuf AS dibuang ke dalam sumur oleh saudara kandungnya karena iri. Sebab, ayah mereka yang tak lain Nabi Yaqub AS sangat menyayangi Yusuf kecil.

Dikisahkan dalam Qashashul Anbiya oleh Ibnu Katsir yang diterjemahkan Umar Mujtahid, Yusuf AS berhasil keluar dari dalam sumur setelah ditolong musafir yang melintas. Sayangnya, beliau justru diperjual belikan oleh rombongan musafir tersebut.

Nabi Yusuf AS dijual dengan harga 20 dirham, sebagian mengatakan 40 dirham. Yusuf AS dibeli oleh seorang menteri Mesir.


Sejak saat itu, Nabi Yusuf AS tidak pernah bertemu lagi dengan ayah maupun saudara-saudaranya. Mereka berdusta kepada Yaqub AS bahwa Yusuf AS dimangsa oleh serigala hingga Nabi Yaqub AS tak henti-hentinya menangisi hal tersebut.

Singkat cerita, Yusuf AS menginjak usia dewasa. Beliau menjabat sebagai penguasa urusan agama dan dunia kawasan Mesir setelah banyak lika-liku yang ia lalui.

Kala itu, saudara-saudara Nabi Yusuf AS pergi ke Mesir untuk mencari bahan makanan. Ibnu Katsir menyebut waktu ini bertepatan setelah masa kemarau panjang yang menimpa berbagai negara.

Ketika para saudara Yusuf AS masuk, beliau mengenalinya. Hanya saja, saudara Nabi Yusuf AS tidak mengenali sang nabi karena tidak terpikirkan kalau Yusuf AS menjadi salah satu orang dengan kedudukan terhormat.

Namun, pendapat lainnya mengatakan saudara Yusuf AS datang menemui beliau dan sujud kepadanya. Nabi Yusuf AS tidak ingin mereka mengenalinya sehingga ia berkata-kata keras, “Kalian mata-mata, kalian datang untuk merampas kekayaan negeriku?”

Mereka menjawab “Kami berlindung kepada Allah (untuk berbuat seperti itu). Kami hanya datang untuk mengumpulkan bahan makanan untuk kau kami, karena kami tertimpa kelaparan. Kami semua adalah keturunan satu nenek moyang; Kan’an. Kami adalah 12 bersaudara, tapi salah satu di antara kami pergi entah ke mana, dan yang paling kecil di antara kami di rumah bersama ayah kami,”

Yusuf AS kemudian berkata, “Aku harus memeriksa kalian.”

Dalam versi lainnya, ahli kitab mengatakan bahwa Nabi Yusuf AS menahan saudaranya selama tiga hari sebelum akhirnya dilepaskan. Sementara itu, salah satu saudara Yusuf AS yang bernama Syam’un ditahan agar mereka membawa saudara lainnya sebagai pengganti.

Ada juga pendapat yang menyebut Nabi Yusuf AS memberikan bahan makanan untuk saudaranya sepenuh bawaan unta setiap satu orang, tidak lebih dari itu. Ia lalu berkata, “Bawalah kepadaku saudaramu yang seayah dengan kamu (Bunyamin),”

Yusuf AS juga bertanya mengenai berapa jumlah mereka dan mengatakan, “Jika kalian datang lagi tahun depan, ajak serta dia bersama kalian,”

Nabi Yusuf AS berusaha agar mereka membawa saudaranya sehingga kerinduannya terobati. Setelah itu Yusuf AS memerintahkan para pelayan untuk memasukkan kembali barang-barang yang mereka bawa untuk mereka tukarkan dengan makanan tanpa mereka sadari.

Ada yang menyebut maksud dari pengembalian barang itu agar mereka mendapati barang-barang tersebut setelah berada di kampung halaman. Sebagian berpandangan Yusuf AS khawatir jika mereka tidak kembali lagi karena tidak memiliki barang untuk ditukarkan bahan makanan.

Para mufassir berbeda pendapat tentang barang-barang bawaan saudara Nabi Yusuf AS. Wallahu a’lam.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Nabi Daud AS, Punya Suara Indah-Mampu Lunakkan Besi dengan Tangan Kosong



Jakarta

Nabi Daud AS adalah salah satu utusan Allah SWT yang terkenal dengan mukjizat suaranya yang indah. Ia juga merupakan nabi yang menjadi raja.

Menurut Qashashul Anbiya oleh Ibnu Katsir yang diterjemahkan Umar Mujtahid dkk, nama lengkapnya adalah Dawud bin Aysya bin Uwaid bin Abir bin Salmon bin Nahsyun bin Uwainadab bin Iram bin Hashrun bin Farash bin Yahudza bin Ya’qub bin Ishaq bin Ibrahim Al-Khalil.

Muhammad bin Ishaq meriwayatkan dari sebagian ahlul ilmi dari Wahab bin Munabbih terkait ciri fisik Nabi Daud AS. Ia memiliki tubuh yang pendek, mata biru, jarang bulunya, berhati suci dan bersih.


Keindahan suara Nabi Daud AS membuat siapapun di sekitarnya terpesona. Bahkan, binatang-binatang liar berhenti ketika mendengar merdunya suara Daud As.

Wahab bin Munabbih mengatakan, “Siapa pun yang mendengar suaranya, pasti meloncat-loncat seperti menari. Ia membaca kitab Zabur dengan suara merdu yang belum pernah terdengar telinga siapa pun dan apa pun, bahkan jin, manusia, burung, dan hewan berhenti mendengar suaranya, hingga sebagian ada yang mati kelaparan,”

Selain dimukjizati suara yang luar biasa merdunya, Nabi Daud AS juga dapat membaca kitab Zabur dengan cepat. Dari Abu Hurairah RA, Nabi Muhammad SAW bersabda:

“Daud membaca (Zabur) dengan cepat. Ia menyuruh agar hewan tunggangannya diberi pelana, ia menyelesaikan bacaan Al-Qur’an (Zabur) sebelum pelana usai dipasang. Dan ia hanya memakan dari hasil pekerjaan kedua tangannya.” (HR Ahmad)

Nabi Daud AS juga diberi mukjizat pandai dalam mengolah besi. Allah SWT membantu sang nabi untuk membuat baju-baju perang dari besi agar melindungi prajurit ketika berhadapan dengan musuh.

Hasan Al-Bashri, Qatadah dan A’masy mengatakan, “Allah SWT melunakkan besi untuk Daud, hingga Daud memintanya tanpa memerlukan api ataupun palu,”

Disebutkan juga dalam karya Ibnu Katsir tersebut bahwa Nabi Daud AS adalah orang pertama yang membuat baju perang dari besi. Sebelumnya, baju perang hanya berupa lempengan-lempengan saja, seperti dikatakan Qatadah.

“Setiap hari, Daud membuat satu baju besi yang ia jual seharga 6.000 dirham,” kata Ibnu Syaudzab.

Sebagai seorang raja, Nabi Daud AS adalah sosok pemimpin yang bijaksana dan adil. Meski dianugerahi kekayaan dan kekuasaan, Daud AS tidak pernah berlaku sombong sedikit pun.

(aeb/erd)



Sumber : www.detik.com

Ayah Nabi Muhammad Bernama Abdullah, Ini Kisah Hidup dan Wafatnya


Jakarta

Ayah Nabi Muhammad SAW bernama Abdullah bin Abdul Muthalib. Ia merupakan salah satu tokoh penting dalam sejarah Islam.

Sayangnya, Nabi Muhammad SAW tidak pernah bertemu dengan ayahnya. Sebab, Abdullah wafat saat Nabi SAW masih dalam kandungan. Nabi Muhammad SAW tumbuh besar tanpa didampingi oleh ayah kandungnya.

Kisah Ayah Nabi Muhammad yang Hampir Dikorbankan

Dalam buku Kisah Keluarga Rasulullah SAW untuk Anak karya Nurul Idun dkk, diceritakan bahwa Abdullah bin Abdul Muthalib, ayah Nabi Muhammad SAW, dikenal sebagai sosok yang jujur dan saleh sejak kecil.


Sebagai putra dari Abdul Muthalib, seorang pemimpin Quraisy yang sangat dihormati, Abdullah juga dikenal mahir memainkan pedang, berburu, dan berniaga. Kehidupan Abdullah mulai menarik perhatian publik ketika ayahnya, Abdul Muthalib, membuat nazar kepada Allah SWT.

Abdul Muthalib berjanji jika Allah SWT memberinya banyak anak yang kelak akan menjadi penjaganya, ia akan mengorbankan salah satu di antaranya. Nazar ini akhirnya jatuh kepada Abdullah, yang kemudian menjadi pusat perhatian masyarakat Makkah.

Banyak penduduk menentang eksekusi nazar tersebut, karena Abdullah dikenal memiliki nasab yang mulia, dan kekhawatiran muncul jika hal ini akan menjadi contoh buruk bagi generasi berikutnya.

Merangkum dari buku Sejarah Terlengkap Nabi Muhammad SAW karya Abdurrahman bin Abdul Karim, para pembesar Quraisy kemudian berusaha mencari solusi agar Abdullah tidak dikorbankan.

Mereka mendatangi seorang peramal untuk mencari jalan keluar. Sang peramal menyarankan agar diundi antara Abdullah dan unta. Setiap kali nama Abdullah terpilih, maka sepuluh unta harus disembelih sebagai gantinya.

Setelah sepuluh kali nama Abdullah terpilih dalam undian, akhirnya pada undian ke sebelas nama unta yang keluar, dan dengan demikian Abdullah terbebas dari nazar. Abdul Muthalib kemudian menyembelih 100 ekor unta sebagai ganti pengorbanan anaknya, dan dagingnya dibagikan kepada penduduk Makkah sebagai bentuk rasa syukur.

Abdullah pun tumbuh dewasa dan kelak menjadi ayah dari Nabi Muhammad SAW, sosok yang sangat dihormati dan dicintai oleh umat Islam di seluruh dunia.

Meninggalnya Abdullah Ayah Nabi Muhammad

Menurut buku Sejarah Terlengkap Nabi Muhammad SAW karya Abdurrahman bin Abdul Karim, ayah Nabi Muhammad SAW, Abdullah bin Abdul Muthalib, meninggal dalam perjalanan kafilah antara Makkah dan Madinah setelah jatuh sakit selama perjalanan tersebut.

Dalam buku Membaca Sirah Nabi Muhammad: Dalam Sorotan Al-Qur’an dan Hadits-hadits Shahih susunan M. Quraish Shihab, disebutkan bahwa Abdullah wafat pada usia yang sangat muda, yaitu delapan belas tahun menurut riwayat yang paling populer. Namun, ada juga riwayat yang menyatakan usianya ketika wafat adalah dua puluh lima atau tiga puluh tahun.

Meskipun meninggal di usia muda, Abdullah tetap merupakan sosok penting dalam sejarah hidup Nabi Muhammad SAW.

Beberapa pendapat mengatakan bahwa Abdullah wafat ketika usia kandungan Nabi Muhammad masih tiga bulan, sementara sumber lain menyebutkan enam bulan, sebagaimana dikemukakan dalam buku Jejak Intelektual Pendidikan Islam karya Zaitur Rahem dan Mengenal Mukjizat 25 Nabi karya Eka Satria P dan Arif Hidayah.

Beberapa bulan setelah kematian Abdullah, pada 12 Rabiul Awal di Tahun Gajah, Rasulullah SAW lahir, tepatnya pada hari Senin. Ini merupakan pendapat mayoritas ulama.

(hnh/kri)



Sumber : www.detik.com

Pingsannya Nabi Musa AS setelah Allah SWT Tampakkan Diri-Nya



Jakarta

Pingsannya Nabi Musa AS terjadi ketika beliau menerima wahyu di Gunung Sinai. Gunung itu terletak di Mesir, tepatnya pada Semenanjung Sinai.

Allah SWT berfirman dalam surat Al A’raf ayat 143,

وَلَمَّا جَاۤءَ مُوْسٰى لِمِيْقَاتِنَا وَكَلَّمَهٗ رَبُّهٗۙ قَالَ رَبِّ اَرِنِيْٓ اَنْظُرْ اِلَيْكَۗ قَالَ لَنْ تَرٰىنِيْ وَلٰكِنِ انْظُرْ اِلَى الْجَبَلِ فَاِنِ اسْتَقَرَّ مَكَانَهٗ فَسَوْفَ تَرٰىنِيْۚ فَلَمَّا تَجَلّٰى رَبُّهٗ لِلْجَبَلِ جَعَلَهٗ دَكًّا وَّخَرَّ مُوْسٰى صَعِقًاۚ فَلَمَّآ اَفَاقَ قَالَ سُبْحٰنَكَ تُبْتُ اِلَيْكَ وَاَنَا۠ اَوَّلُ الْمُؤْمِنِيْنَ ١٤٣


Artinya: “Ketika Musa datang untuk (bermunajat) pada waktu yang telah Kami tentukan (selama empat puluh hari) dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, dia berkata, “Ya Tuhanku, tampakkanlah (diri-Mu) kepadaku agar aku dapat melihat Engkau.” Dia berfirman, “Engkau tidak akan (sanggup) melihat-Ku, namun lihatlah ke gunung itu. Jika ia tetap di tempatnya (seperti sediakala), niscaya engkau dapat melihat-Ku.” Maka, ketika Tuhannya menampakkan (keagungan-Nya) pada gunung itu, gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Setelah Musa sadar, dia berkata, “Mahasuci Engkau. Aku bertobat kepada-Mu dan aku adalah orang yang pertama-tama beriman.”

Menurut Qashashul Anbiya oleh Ibnu Katsir yang diterjemahkan Umar Mujtahid, Allah SWT berbicara dengan Musa AS pada hari yang sama di mana sang Khalik menyempurnakan agama Rasulullah SAW. Nabi Musa AS berbicara dengan Allah SWT dari balik tabir.

Sang Khalik memperdengarkan kata-kata kepada Musa AS, Allah SWT memanggil, berbisik dan mendekatkan Musa AS kepada-Nya. Ini adalah kedudukan tinggi dan pangkat yang mulia.

Ketika Allah SWT memberikan kedudukan dan tingkatan yang tinggi tersebut, saat Musa AS mendengar firman Allah SWT ia meminta agar Dia menghilangkan tabir penghalangnya. Ia berkata,

“Ya Rabbku, tampakkanlah (diri-Mu) kepadaku agar aku dapat melihat Engkau.”

Allah SWT lalu menjelaskan bahwa Nabi Musa AS tidak akan sanggup bertahan ketika sang Khalik menampakkan diri. Sebab, gunung yang jauh lebih kuat, besar dan teguh tidak mampu bertahan ketika Allah SWT menampakkan diri.

Karenanya, Allah SWT berfirman: “Namun, lihatlah gunung itu, jika ia tetap di tempatnya (seperti sediakala) niscaya engkau dapat melihat-Ku.”

Turut diterangkan dalam kitab-kitab kuno, Allah SWT berfirman kepada Musa, “Sungguh, tidaklah ada makhluk hidup yang melihat-Ku melainkan ia pasti mati, dan tidaklah ada benda kering (saat Aku menampakkan diri di hadapannya) melainkan ia pasti tergelincir.”

Ibnu Abbas RA berkata terkait firman Allah SWT, “Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata.” “Itulah cahaya-Nya, yang jika Ia menampakkan diri pada sesuatu, tidak akan ada apa pun yang bisa tegak berdiri di hadapan-Nya.”

Oleh karenanya, Allah SWT berfirman: “Maka ketika Tuhannya menampakkan kepada gunung itu, gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Setelah Musa sadar, dia berkata, ‘Maha Suci Engkau, aku bertobat kepada Engkau dan aku adalah orang yang pertama-tama beriman.”

Nabi Musa AS kemudian melihat gunung-gunung yang langsung hancur luluh. Menyaksikan itu, Nabi Musa AS pingsan.

As-Suddi meriwayatkan dari Ikrimah dari Ibnu Abbas RA bahwa keagungan yang Allah SWT perlihatkan kala itu hanya sedikit. Saking sedikitnya diibaratkan seukuran jari kelingking, namun sudah bisa membuat gunung hancur luluh.

Wallahu a’lam

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Asiyah Istri Fir’aun yang Tegar Mempertahankan Keimanannya



Jakarta

Asiyah binti Muzahim adalah istri seorang penguasa zalim yaitu Firaun laknatullah ‘alaih.

Betapa pun besar kecintaan dan kepatuhan pada suaminya, di hatinya masih tersedia tempat tertinggi yang ia isi dengan cinta kepada Allah SWT. Asiyah disebut sebagai salah satu perempuan ahli surga karena keimanannya.

Rasulullah SAW bersabda, “Sebaik-baik perempuan di surga adalah Asiyah binti Muzahim istri Firaun, Maryam binti Imran, Khadijah binti Khuwailid, dan Fatimah binti Muhammad.” (HR. Bukhari dan Tirmidzi).


Awal mula Asiyah menjadi Istri Firaun

Dikutip dari buku Jalan Menuju Hijrah karya Cicinyulianti, Asiyah binti Muzahim bin ‘Ubaid bin Ar-Rayyan bin Walid, meskipun suaminya, Firaun adalah orang yang kejam, Asiyah dikenal sebagai sosok perempuan yang sabar, santun berbudi pekerti luhur, penyayang, dan penuh keteguhan untuk senantiasa berada di jalan Allah SWT.

Rahmat Masyikamah menjelaskan dalam buku Bidadari dalam Lukisan, Asiyah tak kuasa menolak menjadi istri Firaun karena hal buruk akan menimpa keluarganya.

Setelah kematian sang istri, Firaun kejam itu hidup sendiri tanpa pendamping. Kemudian, ia mendengar tentang seorang gadis cantik bernama Asiyah, keturunan keluarga Imran.
Firaun lalu mengutus seorang menteri bernama Haman untuk meminang Siti Asiyah.

Orangtua Asiyah bertanya kepada Asiyah: “Sudikah anaknya menikahi Firaun?”, “Bagaimana saya sudi menikahi Firaun. Sedangkan dia terkenal sebagai raja yang ingkar kepada Allah?” jawab Asiyah dengan penolakannya.

Alangkah marahnya Firaun mendengar kabar penolakan Asiyah. “Haman, berani betul Imran menolak permintaan raja. Seret mereka kemari. Biar aku sendiri yang menghukumnya!”

Firaun mengutus tentaranya untuk menangkap orang tua Asiyah dan menyiksanya. Karena kekejaman tersebut, akhirnya Asiyah rela menerima lamaran firaun.

Mulanya, Asiyah merasa sangat bahagia setelah menikah dengan Firaun.

Namun ketika raja kejam itu mengaku sebagai Tuhan, Asiyah mulai merasa resah dan perlahan kebahagiannya luntur. Ia dipaksa mengakui bahwa suaminya itu adalah Tuhan.

Karena keimanan yang ada di hati Asiyah, ia tetap menolak hingga rela mendapat perlakuan yang tidak sepantasnya dari Firaun.

Asiyah Mengadopsi Nabi Musa AS namun Ditolak Firaun

Merangkum dari Kisah Para Nabi karya Ibnu Katsir, para dayang memungut Musa dari tepi sungai nil dalam peti tertutup, tetapi mereka tidak berani membukanya. Akhirnya, mereka meletakkannya di hadapan Asiyah.

Ketika Asiyah membuka penutup peti tersebut dan kain penutupnya, ia melihat wajah bayi lelaki yang tidak lain adalah Musa. Wajah polosnya terlihat cerah memancarkan cahaya kenabian dan keagungan.

Saat melihat bayi itu, Asiyah langsung menyukai dan mencintainya hingga Firaun datang dan bertanya, “Siapa anak ini?” Setelah itu, Firaun memerintahkan agar membunuh anak itu, Asiyah langsung menolak dan meminta suaminya itu agar tidak membunuh anak tersebut.

“Dan berkatalah istri Firaun, (ia) adalah penyejuk mata hati bagiku dan bagimu. Janganlah kamu membunuhnya, mudah-mudahan ia bermanfaat kepada kita atau kita ambil ia menjadi anak. Sedang mereka tiada menyadari.” (QS. Al-Qashash: 9)

Firaun pun berkata kepada istrinya, “Bagimu memang benar, tetapi tidak bagiku.” Dengan kata lain, Firaun menegaskan, “Aku tidak memerlukan anak itu.”

Oleh karena itu, bencana pun terjadi karena ucapannya itu, bahwa di tangan anak itulah terjadinya kehancuran masa depan Firaun dan bala tentaranya.

Keteguhan Asiyah dalam Mempertahankan Keimanan

Mengutip buku Wanita Pilihan yang Dirindukan Surga karya Umi Salamah, Musa tumbuh dewasa dengan berilmu serta ahli dalam perang di samping ibu angkatnya, Asiyah binti Muzahim yang berakhlak mulia dan ibu kandungnya yang diam-diam menyamar menjadi ibu susuan bagi Musa. Selain itu, Musa juga hidup di pangkuan dan menerima kasih sayang dari Raja Firaun yang kejam.

Akhirnya Musa menerima wahyu dari Allah SWT ketika syiar kepada Firaun dan penduduk Mesir, maka Nabi Musa AS pun menjadi musuh bagi kerajaan.

Firaun mengusir Nabi Musa AS dari istana dan meninggalkan Mesir. Asiyah merasa sangat kehilangan sehingga dia pun diam-diam pergi dari istana dan menyusul Nabi Musa AS.

Melalui Nabi Musa AS akhirnya Asiyah binti Muzahim beriman kepada Allah SWT.

Selama waktu yang sangat lama Asiyah taat kepada Allah SWT secara sembunyi-sembunyi, hingga akhirnya Firaun mengetahuinya.

Firaun membujuk Asiyah agar keluar dari Islam, tetapi Asiyah tetap gigih dalam memperjuangkan keimanannya meskipun dia disiksa dan hampir dibunuh oleh Firaun.

Asiyah mengalami siksaan dengan dipasak tubuhnya dengan empat buah pasak. Namun, bukan hanya Asiyah yang mendapatkan siksaan serupa, melainkan juga pengikut Nabi Musa AS pun disiksanya tanpa ampun.

Asiyah telah dikuatkan oleh seruan dari Nabi Musa AS “Wahai ibu Asiyah, semua malaikat yang ada di langit tujuh telah menanti kedatanganmu dan Allah SWT pun bangga akan dirimu. Maka mintalah apa yang engkau inginkan, sesungguhnya dia akan mengabulkannya.”

Dalam sebuah hadis dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Firaun mengikat istrinya dengan besi sebanyak empat ikatan, pada kedua tangan dan kedua kakinya. Jika ia telah meninggalkan Asiyah terbelenggu maka para malaikat menaunginya.” (HR. Abu Yala).

Ketaatan Asiyah telah dibuatkan rumah di surga oleh Allah SWT lalu ketentraman dan kedamaian akan menantinya di sana, tiada lagi kekejaman Firaun dan kaum kafir. Wanita mulia ini diabadikan di dalam Al-Qur’an surah At-Tahrim ayat 11

“Dan, Allah membuat perumpamaan dengan istri Firaun bagi orang-orang yang beriman, ketika dia berkata, Ya Tuhanku, bangunkanlah aku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga dan selamatkanlah aku dari Firaun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim.” (QS. At Tahrim ayat 11).

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Seperti Apa Hewan Penjaga Dajjal yang Pernah Dikisahkan Rasulullah?


Jakarta

Hewan penjaga Dajjal adalah salah satu topik yang menarik dalam eskatologi Islam. Kemunculannya pernah disinggung dalam riwayat hadits Rasulullah SAW.

Menurut sejumlah riwayat, Dajjal, sebagai fitnah terbesar menjelang akhir zaman, memiliki makhluk atau hewan yang bertugas sebagai penjaga atau pengiringnya. Hewan ini disebut Al Jassasah dan digambarkan memiliki ciri-ciri yang luar biasa.

Untuk lebih mendalami kisah dan peran hewan tersebut, simak artikel berikut yang akan mengulas hadits dan penjelasan tentang kisah bertemunya sahabat Rasulullah SAW dengan hewan penjaga Dajjal.


Pengertian Al Jassasah

Tidak banyak hadits atau dalil yang membahas wujud Al Jassasah secara detail. Adapun hadits yang dijadikan sandaran mengenai hal ini adalah tentang kisah sahabat Rasulullah SAW yang terdampar di suatu pulau dan bertemu dengan hewan penjaga Dajjal.

Disebutkan dalam buku Dajjal Fitnah Besar Akhir Zaman yang ditulis oleh Muhammad Abduh Tuasikal, hadits ini diriwayatkan oleh Muslim pada hadits No.2942 bab Qishshah Al-Jassasah.

Dalam Tafsir Al Qurthubi, Al Jassasah secara etimologis diartikan sebagai “mata-mata” karena tugasnya yang selalu mengintai informasi di dunia untuk dilaporkan kepada Dajjal.

Hewan ini bukanlah binatang melata yang disebut-sebut akan muncul di akhir zaman, tetapi dipahami sebagai peliharaan yang bertindak sebagai hewan penjaga Dajjal. Tafsir ini menekankan bahwa peran Al Jassasah lebih terkait dengan pengumpulan informasi atau pengintai saja.

Kisah Sahabat Nabi Bertemu Hewan Penjaga Dajjal

Menurut hadits riwayat Muslim, sahabat nabi yang dikisahkan bertemu Dajjal adalah Tamim Ad-Dari. Tamim adalah sahabat yang mulia, ia dahulu beragama Nasrani lalu memeluk Islam setelah Rasulullah SAW menetap di Madinah.

Diceritakan, saat itu Rasulullah SAW sedang melakukan salat di masjid dan menyuruh jemaahnya tetap berada di tempat salatnya. Lalu beliau duduk di mimbar dan mulai menceritakan kisah Tamim Ad-Dari yang pernah bertemu dengan hewan penjaga Dajjal dan Dajjal itu sendiri.

Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya demi Allah, tidaklah aku kumpulkan kalian untuk sesuatu yang menggembirakan atau menakutkan kalian, tetapi aku kumpulkan kalian karena Tamim Ad-Dari.”

“Dahulu ia seorang Nasrani yang kemudian datang berbaiat (memberikan sumpah setia) dan masuk Islam serta mengabariku sebuah kisah yang kisah itu sesuai dengan apa yang pernah aku kisahkan kepada kalian tentang Al-Masih Ad-Dajjal.”

“Ia memberitakan bahwa ia naik kapal bersama tiga puluh orang dari kabilah Lakhm dan Judzam. Di tengah perjalanan, mereka dipermainkan badai ombak hingga berada di tengah laut selama satu bulan sampai mereka terdampar di sebuah pulau di tengah lautan tersebut saat tenggelam matahari mereka pun duduk di perahu-perahu kecil. Mereka pun memasuki pulau tersebut hingga menjumpai binatang yang berambut sangat lebat dan kaku hingga mereka tidak tahu mana kubul mana dubur karena demikian lebat bulunya.”

Mereka pun berkata, “Celaka, kamu ini apa?”

Ia menjawab, “Aku adalah Al-Jassasah.”

Mereka berkata, “Apakah Al-Jassasah itu?”

Ia malah berkata, “Wahai kaum pergilah kalian kepada seorang lelaki yang ada dalam rumah ibadah itu sesungguhnya ia sangat merindukan berita kalian!”

Tamim menceritakan, “Ketika dia menyebutkan untuk kami seorang laki-laki, kami menjadi khawatir kalau-kalau binatang itu ternyata setan. Kami pun bergerak menuju kepadanya dengan cepat sehingga kami masuk ke tempat ibadah itu.”

“Ternyata di dalamnya ada orang yang paling besar yang pernah kami lihat, dan paling kuat ikatannya. Kedua tangannya terikat dengan leher, antara dua lutut dan dua mata kaki terikat dengan besi.”

Kami katakan kepadanya, “Celaka, kamu ini apa?”

Ia menjawab, “Kalian telah mampu mengetahui tentang aku, maka beritakan kepadaku siapa kalian ini.”

Rombongan Tamim menjawab, “Kami ini orang-orang Arab. Kami menaiki kapal ternyata kami bertepatan mendapati laut sedang bergelombang luar biasa sehingga kami dipermainkan ombak selama satu bulan sampai terdampar di pulaumu ini. Kami pun naik perahu-perahu kecil memasuki pulau ini dan bertemu dengan binatang yang sangat lebat dan kaku rambutnya tidak diketahui mana kubul dan mana dubur karena lebat rambutnya.”

Kami pun mengatakan, “Celaka kamu, kamu ini apa?”

Ia menjawab, “Aku adalah Al-Jassasah.”

Kami pun bertanya, “Apa itu Al-Jassasah?” Ia malah berkata, “Wahai kaum pergilah kalian kepada laki-laki yang ada dalam rumah ibadah itu sesungguhnya ia sangat merindukan berita kalian.”

Kami pun segera menuju kepadamu, kami khawatir kalau binatang itu ternyata setan.

Lalu orang itu mengatakan, “Kabarkan kepadaku tentang pohon-pohon kurma di Baisan.”

Kami mengatakan, “Apa maksud engkau bertanya berita tersebut?”

Dia berkata, “Aku bertanya kepada kalian tentang pohon kurma apakah masih berbuah.”

Kami menjawab, “Ya.”

Ia mengatakan, “Sesungguhnya hampir-hampir dia tidak akan mengeluarkan buahnya.”

“Kabarkan pula kepadaku tentang Danau Thabariyah”, tanya orang ini.

Kami menjawab, “Apa maksud engkau bertanya berita tersebut?”

“Apakah masih ada airnya?” tanyanya.

Mereka menjawab, “Danau itu melimpah ruah airnya.”

Dia mengatakan, “Sesungguhnya hampir-hampir airnya akan habis.”

“Kabarkan kepadaku tentang mata air Zughar,” tanya orang ini.

Mereka mengatakan, “Apa maksud engkau bertanya berita tersebut?”

“Apakah di mata air itu masih ada airnya? Dan apakah penduduk masih bertani dengan airnya?” tanya orang itu.

Kami menjawab, “Ya, mata air itu deras airnya dan penduduknya bertani dengannya.”

Ia berkata, “Kabarkan kepadaku tentang Nabi ummiyyin apa yang dia lakukan?”

Mereka menjawab, “Ia telah muncul dari Makkah dan tinggal di Yatsrib (Madinah).”

Ia mengatakan, “Apakah orang-orang Arab memeranginya?”

Kami menjawab, “Ya.”

Ia mengatakan lagi, “Apa yang ia lakukan terhadap orang-orang Arab?”

Maka kami beritakan bahwa ia telah menang atas orang-orang Arab dan mereka taat kepadanya.

Ia mengatakan, “Itu sudah terjadi?”

Kami katakan, “Ya.”

Ia mengatakan, “Sesungguhnya amat baik bila mereka menaatinya.”

“Sekarang aku akan beritakan kepada kalian tentang aku. Sesungguhnya aku adalah Al-Masih dan sudah hampir dekat aku diberi izin untuk keluar, hingga aku keluar lalu berjalan di bumi dan tidak kutinggalkan satu negeri pun kecuali aku akan turun padanya dalam waktu 40 malam kecuali Makkah dan Thaibah (Madinah), keduanya diharamkan bagiku. Setiap kali aku akan masuk pada salah satu kota ini, malaikat menghadangku dengan pedang terhunus di tangan menghalangiku darinya dan sesungguhnya pada tiap celah ada para malaikat yang menjaganya.”

Fatimah mengatakan, “Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda sambil menusukkan tongkat di mimbar lalu bersabda, “Inilah Thaibah, Inilah Thaibah, Inilah Thaibah, yakni Kota Madinah.”

Apakah aku telah beritahukan kalian tentang hal itu?

Orang-orang menjawab, “Ya.”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya cerita Tamim menakjubkanku, kisahnya sesuai dengan apa yang aku ceritakan kepada kalian tentang Dajjal serta tentang Makkah dan Madinah.”

Kemudian beliau bersabda, “Ketahuilah bahwa ia berada di lautan Syam atau lautan Yaman,” Oh, tidak! Bahkan dari arah timur! Tidak, dia dari arah timur. Tidak, dia dari arah timur, dan beliau mengisyaratkan dengan tangan ke arah timur.” (HR Muslim)

Ciri-ciri Hewan Penjaga Dajjal

Mengacu hadits tersebut, ciri-ciri hewan penjaga Dajjal memiliki rambut atau bulu yang lebat dan kaku, tidak bisa dibedakan antara bagian depan dan belakangnya. Ciri lainnya, Al Jassasah disebut bisa menggunakan bahasa manusia pada umumnya.

Wallahu a’lam.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com