Category Archives: Kisah

Turunnya Wahyu Pertama Nabi Muhammad di Gua Hira


Jakarta

Nabi Muhammad SAW menerima wahyu pertama saat berkhalwat di Gua Hira. Turunnya wahyu pertama itu terjadi saat beliau berusia 40 tahun.

Ketika berusia 40 tahun, Nabi Muhammad SAW sering menyendiri di Gua Hira untuk beribadah dan merenung. Hingga suatu malam, Malaikat Jibril datang membawa wahyu dari Allah SWT. Malam ini dinamakan Nuzulul Qur’an yang bertepatan pada 17 Ramadhan 610 Masehi, menurut pendapat populer.

Pertanda Turunnya Wahyu

Dijelaskan dalam buku Sejarah Keteladanan Nabi Muhammad SAW.: Memahami Kemuliaan Rasulullah Berdasarkan Tafsir Mukjizat Al-Qur’an karya Yoli Hemdi, Aisyah RA menceritakan pada saat menjelang turunnya wahyu pertama kepada Nabi Muhammad SAW, beliau sering melihat tanda-tanda kenabian melalui mimpi-mimpi yang benar yang disebut ru’yah shadiqah.


Dalam mimpinya, beliau menyaksikan cahaya terang yang menyerupai cahaya fajar yang menandakan datangnya kebenaran.

Fenomena inilah yang membuat Nabi Muhammad SAW lebih sering melakukan khalwat atau menjauhkan diri dari kesibukan duniawi untuk bertahannuts, menghadapkan segenap jiwa raganya untuk Allah SWT di Gua Hira.

Nabi Muhammad SAW memang sering menyendiri. Hal ini dibahas dalam buku Sejarah Terlengkap Nabi Muhammad SAW karya Abdurrahman bin Abdul Karim.

Dikatakan, sejak kecil Nabi Muhammad SAW tidak suka hidup beramai-ramai dengan banyak orang, seperti yang pernah terjadi saat melakukan safar atau perjalanan ke Syam (Madinah) yang kedua kalinya. Pada saat itu Nabi Muhammad SAW selalu memilih sendiri dan tidak berkumpul dengan rekan-rekan perjalanannya.

Hingga saat beliau menginjak umur 40 tahun, Rasulullah SAW makin sering untuk mengasingkan diri bahkan keluarganya sampai ditinggal hanya untuk berkhalwat, hingga beliau menemukan Gua Hira yang terletak di pegunungan Jabal Nur.

Beliau menghabiskan waktu dalam keheningan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Bahkan beliau hanya pulang ke rumah untuk mengambil bekal dan kembali lagi ke Gua Hira untuk mengasingkan diri. Hal ini dilakukan Rasulullah SAW berulang dalam jarak beberapa bulan.

Turunnya Wahyu Pertama di Gua Hira

Berdasarkan sumber sebelumnya, setelah menerima mimpi-mimpi yang benar atau ru’yah shadiqoh, Nabi Muhammad SAW semakin yakin untuk menjauhkan diri dari kerusakan moral yang terjadi di Makkah.

Tahun-tahun sebelum turunnya wahyu pertama, beliau sering menyepi di Gua Hira, sekitar 5,7 km dari Makkah, untuk menenangkan jiwa dan memperdalam spiritualitas.

Gua Hira terletak di puncak Jabal Nur, dan memiliki ketinggian sekitar 200 meter. Gunung ini berdiri dengan tajam dan membutuhkan waktu setidaknya setengah jam untuk mendakinya.

Gua tersebut berbentuk panjang dengan pintu yang sempit, hanya dapat dilalui satu orang dalam satu waktu. Gua ini cukup kecil, hanya mampu menampung lima orang dengan ketinggian gua yang cukup untuk orang berdiri tegak.

Nabi Muhammad SAW mengisi malam-malamnya dengan merenung di bawah bintang-bintang yang membuat hatinya tenang, meskipun ia belum menemukan cara untuk memperbaiki masalah sosial di Makkah. Pengalaman tersebut pada akhirnya membentuk dasar awal kenabiannya.

Hingga pada suatu malam yang penuh berkah, ketika Nabi Muhammad SAW sedang bertahanuts di Gua Hira, tiba-tiba kebenaran Ilahi menghampiri beliau. Saat itu, Malaikat Jibril datang dan mendekati Nabi Muhammad SAW, seraya memerintahkannya dengan berkata, “Bacalah!”

Nabi Muhammad SAW menjawab, “Aku tidak bisa membaca!”

Kemudian Malaikat Jibril merengkuhnya dengan kuat hingga beliau merasa lemah, lalu melepaskannya sambil berkata, “Bacalah!”

Namun, Nabi tetap menjawab, “Aku tidak bisa membaca!”

Hal ini terulang hingga tiga kali. Pada akhirnya, Malaikat Jibril menyampaikan wahyu Allah SWT dengan berkata,

اِقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِيْ خَلَق

Latin: Iqra’ bismi rabbikal-lazi khalaq(a).

Artinya: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan!”

خَلَقَ الْاِنْسَانَ مِنْ عَلَق

Latin: Khalaqal-insana min ‘alaq(in).

Artinya: “Dia menciptakan manusia dari segumpal darah.”

اِقْرَأْ وَرَبُّكَ الْاَكْرَمُۙ

Latin: Iqra’ wa rabbukal-akram(u).

Artinya: “Bacalah! Tuhanmulah Yang Mahamulia,”

الَّذِيْ عَلَّمَ بِالْقَلَمِۙ

Latin: Alladzii ‘allama bil-qalam(i).

Artinya: “Yang mengajar (manusia) dengan pena.”

عَلَّمَ الْاِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْۗ

Latin: ‘Allamal-insaana ma lam ya’lam.

Artinya: “Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.” (Surah Al-Alaq ayat 1-5)

Surah Al-Alaq ayat 1-5 diyakini sebagai wahyu pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW ketika beliau sedang berkhalwat di Gua Hira. Allah SWT mengutus Malaikat Jibril untuk menyampaikan wahyu ini, menandai pelantikan Nabi Muhammad SAW sebagai nabi dan rasul terakhir.

Nabi Muhammad SAW Pulang Ketakutan

Setelah peristiwa tersebut, Rasulullah SAW langsung pulang dengan tubuh gemetar, membawa bacaan wahyu yang diterimanya. Saat meninggalkan Gua Hira, Nabi Muhammad SAW mendengar suara yang memanggilnya. Sensasi itu sangat dahsyat, dan ketika beliau melihat ke segala arah, langit serta angkasa dipenuhi dengan sosok Jibril dalam bentuknya yang mengagumkan.

Nabi Muhammad SAW kembali ke rumahnya dan segera menemui istrinya, Khadijah binti Khuwailid, seraya berkata, “Selimuti aku! Selimuti aku!”

Khadijah lalu menyelimutinya hingga ketakutan beliau perlahan mereda.

Dalam keadaan tersebut, Nabi Muhammad SAW bertanya kepada Khadijah, “Apa yang terjadi padaku?” Beliau kemudian menceritakan seluruh pengalamannya di Gua Hira dan menambahkan, “Aku sangat khawatir terhadap diriku!”

Khadijah dengan penuh keyakinan berkata, “Tidak mungkin! Demi Allah, Dia tidak akan pernah menghinakanmu! Engkau selalu menjaga silaturahim, membantu orang yang kesusahan, memberi kepada yang membutuhkan, menjamu tamu, dan mendukung perjuangan kebenaran.”

Setelah itu, Khadijah membawa Nabi Muhammad SAW menemui Waraqah bin Naufal, sepupunya yang penganut Nasrani.

Mendengar cerita Nabi, Waraqah menyatakan, “Ini adalah wahyu yang sama seperti yang diturunkan kepada Nabi Musa. Andai saja aku masih muda ketika engkau nanti diusir oleh kaummu!”

Nabi Muhammad SAW terkejut, “Benarkah mereka akan mengusirku?”

Waraqah menjawab, “Benar! Setiap orang yang membawa risalah seperti yang engkau bawa pasti akan dimusuhi. Jika aku masih hidup saat itu, pasti aku akan mendukungmu dengan seluruh kekuatan yang kumiliki.”

Itulah kisah turunnya wahyu pertama Nabi Muhammad SAW di Gua Hira. Setelah itu, wahyu turun secara berangsur-angsur.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Muhammad bin Maslamah, Sahabat Nabi yang Gagah Berani


Jakarta

Nabi Muhammad dikelilingi oleh sahabat-sahabat yang memiliki keunikan dan kelebihan semasa hidupnya. Baik dalam hal fisik maupun sifat mulia yang mereka tampakkan, para sahabat ini menjadi pilar penting dalam membantu Rasulullah SAW menjalankan misi kenabiannya.

Salah satu sahabat yang menonjol adalah Muhammad bin Maslamah, yang dikenal tidak hanya karena tubuhnya yang tinggi dan besar, tetapi juga karena sifat mulia yang dimilikinya.

Di kalangan sahabat, Muhammad bin Maslamah bahkan mendapat julukan ‘raksasa’ karena postur tubuhnya yang mengesankan. Namun, meski tampilannya terlihat kuat dan tangguh, ia adalah seorang yang pendiam, berpikir mendalam, dan sangat amanah.


Ketaatan dan kesetiaannya dalam menjalankan ajaran Islam menjadikannya salah satu sahabat yang sangat dihormati oleh Nabi dan para sahabat lainnya.

Kisah Muhammad bin Maslamah

Muhammad bin Maslamah, meskipun namanya mencerminkan identitas seorang muslim, tidak terlahir beragama Islam. Ia termasuk generasi pertama di Yatsrib (Madinah) yang memeluk Islam di bawah bimbingan Mus’ab bin Umayr, utusan pertama Nabi Muhammad SAW di Kota Madinah.

Bahkan, Muhammad bin Maslamah memeluk Islam sebelum tokoh-tokoh berpengaruh di Madinah seperti Usayd bin Hudayr dan Sa’d bin Mu’adh.

Sebagai seorang muslim yang taat, Muhammad bin Maslamah senantiasa bergabung dalam setiap pertempuran untuk membela kemuliaan Islam. Sifatnya yang gagah berani ia gunakan untuk membela agama Islam dan membantu misi dakwah Nabi Muhammad SAW.

Dikisahkan dalam buku Kisah Perjuangan, Pengorbanan & Keteladanan Muhammad oleh AR Sohibul Ulum, pada masa awal Rasulullah SAW tinggal di Madinah, ia mengadakan perjanjian damai dengan orang-orang Yahudi di kota tersebut.

Akan tetapi, pemimpin Yahudi di Madinah pada suatu ketika melanggar perjanjian damai yang telah disepakati dengan umat Islam. Mereka memprovokasi suku-suku lain di Madinah untuk memberontak melalui cara adu domba, dengan tujuan melemahkan kekuatan umat Islam.

Salah satu kelompok Yahudi yang terlibat dalam penghasutan ini adalah bani Qaynuqa. Namun, upaya pemberontakan ini berhasil dipatahkan, dan Rasulullah SAW memerintahkan bani Qaynuqa untuk meninggalkan Madinah secara damai. Sayangnya, kejadian tersebut tidak menghentikan perlawanan dari pihak Yahudi.

Salah satu tokoh yang paling aktif dalam melawan umat Islam adalah Ka’b bin al-Ashraf. Ka’b dikenal sebagai sosok yang sangat berbahaya bagi keutuhan umat Islam saat itu.

Melihat ancaman yang semakin nyata, Rasulullah SAW merasa perlu mengambil tindakan cepat. Beliau kemudian bertanya kepada para sahabatnya, siapa yang bersedia menjadi sukarelawan untuk melakukan pembicaraan dengan Ka’b bin al-Ashraf. Mendengar pertanyaan tersebut, Muhammad bin Maslamah segera mengajukan dirinya untuk mengemban tugas ini.

Namun, setelah menerima tugas tersebut, Muhammad bin Maslamah diliputi kebingungan. Ia tidak tahu bagaimana caranya berhadapan dengan Ka’b yang dikenal licik dan berbahaya.

Menurut riwayat, Maslamah bahkan mengurung diri di rumahnya selama tiga hari tanpa makan dan minum, hanya memikirkan cara terbaik untuk menghadapi situasi ini.

Kabar ini sampai kepada Rasulullah SAW yang kemudian memanggil Maslamah untuk menanyakan alasan mengapa ia melakukan hal tersebut. Maslamah menjelaskan bahwa ia telah berjanji untuk menghadapi Ka’b, tetapi belum menemukan strategi yang tepat.

Rasulullah SAW dengan kebijaksanaannya, menenangkan Maslamah dan mengatakan bahwa yang perlu ia lakukan hanyalah berusaha sebaik mungkin, sisanya cukup serahkan kepada Allah SWT.

Mendengar nasihat itu, Maslamah menjadi lebih tenang dan mulai mencari cara yang tepat. Ia segera menemui sahabat lainnya untuk meminta saran, termasuk Abu Nailah, yang kebetulan adalah saudara sesusuan Ka’b bin al-Ashraf.

Beberapa waktu kemudian, pada tahun keempat hijrah, Nabi Muhammad SAW menghadapi situasi lain dengan suku Yahudi bani Nadir. Nabi SAW mengunjungi mereka untuk meminta bantuan terkait sebuah urusan, namun suku tersebut ternyata sedang merencanakan pembunuhan terhadap Rasulullah SAW.

Menyadari ancaman itu, Nabi SAW segera kembali ke Madinah dan memerintahkan Muhammad bin Maslamah untuk menyampaikan perintah kepada bani Nadir agar meninggalkan Madinah dalam waktu sepuluh hari, sebagai hukuman atas pengkhianatan mereka.

Kisah-kisah ini menunjukkan betapa besar kesetiaan, keberanian, dan kejujuran Muhammad bin Maslamah. Ia selalu siap menjalankan tugas berat yang diberikan Rasulullah SAW, meski dalam situasi penuh risiko, serta tetap setia dalam membela kemuliaan Islam.

(hnh/kri)



Sumber : www.detik.com

Kezaliman Firaun, Raja Mesir yang Bengis dan Diazab Allah SWT



Jakarta

Firaun era Nabi Musa AS adalah seorang penguasa zalim yang ingkar kepada Allah SWT. Kisah terkait Firaun disebutkan dalam sejumlah ayat suci Al-Qur’an.

Menukil Qashashul Anbiyaa oleh Ibnu Katsir yang diterjemahkan Umar Mujtahid, penyebab kekejian Firaun dikarenakan bani Israil mempelajari satu hal yang mereka riwayatkan dari Ibrahim AS bahwa suatu saat nanti akan lahir seorang anak dari keturunannya yang akan menghancurkan kekuasaan raja Mesir. Berita tersebut sampai ke telinga Firaun sampai akhirnya ia memutuskan untuk membunuh seluruh bayi laki-laki dari bani Israil.

Menurut riwayat Ibnu Mas’ud RA dan sejumlah sahabat, suatu ketika Firaun bermimpi seakan-akan api datang dari arah Baitul Maqdis dan membakar rumah-rumah Mesir, begitu pula kaum Qibhti. Namun, api tersebut tidak membahayakan bani Israil.


Ketika terbangun, Firaun merasa takut akan mimpinya. Ia lalu mengumpulkan seluruh paranormal dan tukang sihir.

Firaun kemudian bertanya kepada mereka terkait mimpi tersebut. Mereka lalu berkata, “Akan lahir seorang bayi lelaki dari kalangan mereka (bani Israil), ia akan menghancurkan penduduk Mesir.”

Karena itulah, Firaun memerintahkan untuk membunuh anak lelaki dan membiarkan anak perempuannya hidup. Firaun sangat mewaspadai akan hal ini, sampai-sampai ia menunjuk beberapa lelaki dan dukun beranak untuk berpatroli. Mereka akan memeriksa para wanita hamil dan mendata waktu kelahirannya.

Jika ada yang melahirkan anak laki-laki, bayi tersebut langsung disembelih oleh para algojo seketika itu juga. Meski demikian, takdir berkata lain.

Anak laki-laki yang sangat ditakuti Firaun justru tumbuh dewasa di kediamannya. Bahkan memakan makanan dan minuman yang ada di kerajaan Firaun.

Nabi Musa AS, anak angkat Firaun, sendirilah yang kemudian menghancurkan dan menumpas kezalimannya terhadap rakyatnya, terutama kepada Bani Israil.

Akhirnya, raja zalim tersebut diazab oleh Allah SWT dengan ditenggelamkan di Laut Merah bersama pengikutnya yang sama sesatnya. Sebagaimana firman-Nya dalam surah Al Baqarah ayat 50,

وَاِذْ فَرَقْنَا بِكُمُ الْبَحْرَ فَاَنْجَيْنٰكُمْ وَاَغْرَقْنَآ اٰلَ فِرْعَوْنَ وَاَنْتُمْ تَنْظُرُوْنَ ٥٠

Artinya: “(Ingatlah) ketika Kami membelah laut untukmu, lalu Kami menyelamatkanmu dan menenggelamkan (Fir’aun dan) pengikut-pengikut Fir’aun, sedangkan kamu menyaksikan(-nya).”

Wallahu a’lam

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Orang Masuk Surga dan Neraka gegara Seekor Lalat


Jakarta

Ada sebuah kisah menarik yang menjadi bahan renungan banyak orang tentang bagaimana tindakan kecil bisa membawa dampak besar dalam kehidupan akhirat. Kisah ini menceritakan tentang dua orang yang mendapatkan nasib berbeda, satu masuk surga dan yang lain masuk neraka hanya karena seekor lalat.

Meskipun lalat terlihat sebagai makhluk kecil dan sepele, kisah ini mengajarkan bahwa keputusan manusia dalam menghadapi ujian, sekecil apa pun, dapat menentukan masa depannya di akhirat.

Masuk Surga dan Neraka karena Lalat

Dikutip dari buku Keindahan Surga dan Kengerian Siksa Neraka oleh Abu Utsman Kharisman, seekor lalat bisa menjadi penyebab masuknya seseorang ke dalam surga, bisa juga menjadi penyebab masuknya seseorang ke neraka.


Dikisahkan ada dua orang yang melewati suatu kaum yang sedang beribadah kepada berhala. Kaum ini tidak memperbolehkan seorang pun untuk lewat di hari itu kecuali dengan memberikan persembahan untuk berhala, walaupun hanya seekor lalat.

Satu orang tetap menjaga tauhidnya dengan tidak mau memberikan persembahan apa pun kepada berhala tersebut. Karena keteguhannya, ia akhirnya dimasukkan ke dalam surga.

Sementara itu, satu orang lagi ingin selamat dari kaum tersebut sehingga bersedia untuk mempersembahkan seekor lalat untuk berhala. Dia pun menjadi masuk neraka hanya karena seekor lalat.

Dikutip dari kitab Ad-Daa’ wad Dawaa’ karya Ibnu Qayyim al-Jauziyah yang ditahqiq Ali bin Hasan Abul Harits al-Halabi al-Atsari, kisah mengenai dua orang yang masuk surga dan neraka karena seekor lalat diceritakan dalam sebuah riwayat.

Al-Imam Ahmad berkata: “Kami diberitahu Abu Mu’awiyah; kami diberitahu al-A’masy; dari Salman bin Maisarah, dari Thariq bin Syihab, ia me-marfu-kannya, bahwasanya Nabi SAW bersabda:

ﺩَﺧَﻞَ ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔَ ﺭَﺟُﻞٌ ﻓِﻲْ ﺫُﺑَﺎﺏٍ , ﻭَﺩَﺧَﻞَ ﺍﻟﻨَّﺎﺭَ ﺭَﺟُﻞٌ ﻓِﻲْ ﺫُﺑَﺎﺏٍ، ﻗَﺎﻟُﻮْﺍ : ﻭَﻛَﻴْﻒَ ﺫَﻟِﻚَ ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮْﻝَ ﺍﻟﻠﻪِ؟ ﻗَﺎﻝَ : ﻣَﺮَّ ﺭَﺟُﻼَﻥِ ﻋَﻠَﻰ ﻗَﻮْﻡٍ ﻟَﻬُﻢْ ﺻَﻨَﻢٌ ﻻَ ﻳَﺠُﻮْﺯُﻩُ ﺃَﺣَﺪٌ ﺣَﺘَّﻰ ﻳُﻘَﺮِّﺏَ ﻟَﻪُ ﺷَﻴْﺌًﺎ، ﻓَﻘَﺎﻟُﻮْﺍ ﻷَﺣَﺪِﻫِﻤَﺎ : ﻗَﺮِّﺏْ، ﻗَﺎﻝَ : ﻟَﻴْﺲَ ﻋِﻨْﺪِﻱْ ﺷَﻲْﺀٌ ﺃُﻗَﺮِّﺏُ، ﻗَﺎﻟُﻮْﺍ ﻟَﻪُ : ﻗَﺮِّﺏْ ﻭَﻟَﻮْ ﺫُﺑَﺎﺑًﺎ، ﻓَﻘَﺮَّﺏَ ﺫُﺑَﺎﺑًﺎ ﻓَﺨَﻠُّﻮْﺍ ﺳَﺒِﻴْﻠَﻪُ ﻓَﺪَﺧَﻞَ ﺍﻟﻨَّﺎﺭَ، ﻭَﻗَﺎﻟُﻮْﺍ ﻟِﻶﺧَﺮِ : ﻗَﺮِّﺏْ، ﻓَﻘَﺎﻝَ : ﻣَﺎ ﻛُﻨْﺖُ ﻷُﻗَﺮِّﺏَ ﻷﺣَﺪٍ ﺷَﻴْﺌًﺎ ﺩُﻭْﻥَ ﺍﻟﻠﻪِ ﻓَﻀَﺮَﺑُﻮْﺍ ﻋُﻨُﻘَﻪُ ﻓَﺪَﺧَﻞَ ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔَ

“Ada seseorang yang masuk surga karena seekor lalat dan ada yang masuk neraka karena seekor lalat pula.”

Para sahabat bertanya: “Bagaimana itu bisa terjadi ya Rasulullah?

Rasul menjawab: “Ada dua orang berjalan melewati sebuah kaum yang memiliki berhala, yang mana tidak boleh seorang pun melewatinya kecuali dengan mempersembahkan sesuatu untuknya terlebih dahulu, maka mereka berkata kepada salah satu di antara kedua orang tadi: “Persembahkanlah sesuatu untuknya!”

Ia menjawab: “Saya tidak mempunyai apa pun yang akan saya persembahkan.”

Mereka berkata lagi: “Persembahkan untuknya walaupun seekor lalat!” Maka ia pun mempersembahkan untuknya seekor lalat, maka mereka membiarkan ia untuk meneruskan perjalanannya, dan ia pun masuk ke dalam neraka.

Kemudian mereka berkata lagi kepada seseorang yang lain: “Persembahkalah untuknya sesuatu!” Ia menjawab: “Aku tidak akan mempersembahkan sesuatu apa pun untuk selain Allah, maka mereka pun memenggal lehernya, dan ia pun masuk ke dalam surga.” (HR Ahmad)

Dari kisah tersebut diketahui setiap tindakan sekecil apa pun memiliki dampak yang sangat besar di mata Allah SWT. Orang yang mempersembahkan lalat menunjukkan bahwa kompromi dalam hal prinsip dan tauhid, bahkan dalam bentuk kecil, bisa membawa seseorang pada kesesatan dan hukuman.

Sebaliknya, orang yang menolak mempersembahkan sesuatu kepada selain Allah SWT menunjukkan keteguhan iman dan keberanian dalam mempertahankan keyakinan. Meskipun harus mengorbankan nyawa, kesetiaan kepada Allah SWT justru membawanya ke surga, menunjukkan bahwa keimanan sejati akan mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah SWT.

Wallahu a’lam.

(hnh/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Nabi Idris AS, Manusia Pertama yang Bisa Menjahit dan Menenun



Jakarta

Nabi Idris AS lahir di Munaf, sebuah daerah di Mesir. Dia adalah keturunan keenam Nabi Adam AS. Nama lengkapnya adalah Idris bin Yazid bin Mihla’il bin Qinan bin Syits bin Adam.

Dikutip dalam Tafsir Qashashi Jilid 1, Nabi Idris adalah manusia ketiga yang mendapat nubuwah setelah Adam dan Syits.

Nabi Idris AS adalah kakek dari bapak Nabi Nuh AS. Seperti diketahui, bahwa Allah SWT telah menurunkan 30 Shahifah kepada Nabi Syits AS yang berisi petunjuk untuk disampaikan kepada umatnya, termasuk keturunan Qabil yang durhaka kepada Allah. Ketika menerima shuhuf tersebut, Nabi Syits mengajarkan anak-anaknya membacanya dan kandungannya dan terus diajarkan secara turun-temurun hingga Yazid ayah nabi Idrispun mengajarkan kepadanya.


Nabi Idris AS adalah nabi yang sangat tekun belajar dan juga beribadah.

Nabi Idris dikenal sebagai manusia pilihan yang cerdas dan pandai menjahit. Dalam Al-Qur’an, Allah SWT menyebutkan tentang Nabi Idris lebih dari satu tempat.

Allah SWT berfirman dalam surat Maryam ayat 56:

وَاذْكُرْ فِى الْكِتٰبِ اِدْرِيْسَۖ اِنَّهٗ كَانَ صِدِّيْقًا نَّبِيًّا ۙ ٥٦v

Artinya: “Ceritakanlah (Nabi Muhammad kisah) Idris di dalam Kitab (Al-Qur’an). Sesungguhnya dia adalah orang yang sangat benar dan membenarkan lagi seorang nabi.”

Selain itu, Allah SWT juga berfirman dalam surah Al-Anbiya ayat 85:

وَاِسْمٰعِيْلَ وَاِدْرِيْسَ وَذَا الْكِفْلِۗ كُلٌّ مِّنَ الصّٰبِرِيْنَ ۙ ٨٥

Artinya: “(Ingatlah pula) Ismail, Idris, dan Zulkifli. Mereka semua termasuk orang-orang sabar.”

Melansir dalam buku Kisah- kisah dalam Al-Qur’an tulisan Syaikh Hamid Ahmad Ath-Thahir Al-Basyuni disebutkan bahwa Nabi SAW pernah berbicara sekilas tentang Nabi Idris, sebagaimana yabg dipahami oleh para ahli dan mutafassir.

Imam Muslim dalam bab Al-Masajid dari Muawiyah bin Al-Hakam As-Sulami mengatakan bahwa Nabi bersabda,

“Sesungguhnya dia adalah nabi yang bisa menulis, barangsiapa yang mendapatkan tulisannya, maka itulah (keberuntungan baginya)” (Hadits)

Para ulama membantu pemahaman mereka dengan hadits dari Abu Dzar yang dimuat oleh Ibnu Hibban dalam Musnadnya. Sekalipun dhaif, akan tetapi nama Idris disebutkan secara jelas di dalamnya, bahwa dia adalah nabi yang menulis dengan pena.

Dalam riwayat itu juga dinyatakan bahwa Idris adalah orang yang pertama kali menjahit dan menenun, dan orang yang pertama kali memakai pakaian yang dijahit.

Menurut Cerita Al-Qur’an yang disusun oleh M. Zaenal Abidin juga dijelaskan nabi Idris adalah orang pertama yang menjahit pakaian. Ketika itu, belum dikenal pakaian berjahit. Mula-mula orang-orang mengenakan pakaian dari kulit binatang dan tidak berjahit.

Ada kisah yang menarik dari cara Nabi Idris AS menjahit. Ketika menjahit, setiap menusukkan jarum yang berisi untaian benang itu beliau selalu bertasbih kepada Allah SWT. Bayangkan, berapa kali Idris bertasbih untuk membuat satu lembar kain.

Kalau lupa, maka beliau melepaskan kembali jahitan yang telah dirajutnya itu dan mengulanginya dengan bertasbih kepada Allah SWT.

Dia juga orang yang pertama mengajarkan kepada manusia cara menghitung dan bercocok tanam. Kitab-kitab telah diturunkan kepadanya.

Ada yang mengatakan bahwa dia adalah Akhnukh, dan berbagai riwayat lainnya yang tidak kita ketahui sanadnya, kecuali dari hadits sebelumnya bahwa Idris adalah orang yang pertama kali menulis dengan menggunakan pena.

Al-Qur’an tidak menyebutkan tentang Idris kecuali dia,

“Seorang yang sangat membenarkan dan seorang nabi.” (Maryam: 56),

Dan dia juga,

“Termasuk orang-orang yang sabar.” (Al-Anbiyaa: 85)

Ini menunjukkan bahwa dia pernah mendapatkan cobaan sebagaimana para nabi lainnya, akan tetapi tidak disebutkan seperti apa cobaan yang menimpanya, dan sejauh mana kadar kesabarannya.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Saat Iblis Nyamar di Rapat Pemuka Quraisy untuk Singkirkan Rasulullah



Jakarta

Kabar kenabian Rasulullah SAW membuat geger para pemuka Quraisy di Makkah, terlebih saat sahabat nabi semakin banyak. Pemuka Quraisy pun mengadakan musyawarah untuk menyingkirkan Nabi SAW.

Diceritakan dalam Sirah Nabawiyah karya Ibnu Hisyam yang diterjemahkan Fadhli Bahri, rapat tersebut berlangsung di Daar An-Nadwah. Menurut keterangan Ibu Ishaq, tempat tersebut mulanya adalah rumah milik Qushay bin Kilab. Orang-orang Quraisy selalu mengadakan pertemuan penting di sana.

Saat kekhawatiran terhadap Rasulullah SAW semakin meningkat, mereka kembali menggelar rapat di Daar An-Nadwah pada hari Yawmu Az-Zahmah. Pada hari itu, iblis datang menjelma manusia, menyerupai orang tua yang berwibawa yang memakai mantel.


Iblis berdiri di depan pintu Daar An-Nadwah. Ketika orang Quraisy melihatnya, mereka bertanya, “Siapa Anda?”

“Aku penduduk Najed. Aku dengar kalian akan mengadakan rapat membahas Muhammad. Aku ingin menyertai rapat kalian agar kalian bisa mendengarkan pendapat dan nasihat dariku,” jawab iblis.

Orang-orang Quraisy pun mengizinkannya. Iblis pun masuk bersama mereka.

Para pemuka Quraisy dari bani Syams, bani Naufal bin Abdu Manaf, bani Abduddar bin Qushay, bani Makhzum, bani Sahm, dan bani Jumah hadir dalam rapat tersebut. Sebagian dari mereka membuka pembicaraan yang mengkhawatirkan keberadaan Rasulullah SAW.

“Sesungguhnya orang ini semakin berbahaya saja. Demi Allah, kita tidak merasa aman jika sewaktu-waktu para pengikutnya yang berasal dari selain kita menyerang kita. Oleh karena itu, apa yang harus kita lakukan pada orang ini?” kata mereka.

Salah seorang dari mereka mengusulkan memenjarakan Nabi Muhammad SAW seperti halnya yang mereka lakukan terhadap para penyair. Mendengar itu, iblis berkata, “Demi Allah, ini bukanlah sebuah pandangan yang tepat untuk kalian. Sebab, jika kalian memenjarakannya tetap saja ia bisa berkomunikasi dan memberi perintah kepada para sahabatnya, kemudian mereka menyerang kalian dan membebaskannya. Ini bukan pandangan yang tepat. Carilah pandangan lain!”

Kemudian, muncul usulan agar mengusir Rasulullah SAW dan mengasingkannya ke negeri lain. Menurut pandangan orang Quraisy, langkah ini cukup bisa membuat mereka tidak terlalu resah dan tidak terganggu olehnya.

Lagi-lagi usulan tersebut ditolak iblis dengan dalih Nabi Muhammad SAW memiliki retorika yang indah, manis, dan daya pikat bagi orang-orang Arab yang mendengarkannya. Iblis menyarankan cari solusi lain.

Tibalah Abu Jahal bersuara. “Bagaimana kalau kita kerahkan para pemuda yang tangguh dalam bertarung untuk membunuhnya sehingga kita bisa tenang setelah kematiannya. Jika para pemuda tersebut berhasil melakukannya, maka banyak kabilah yang akan mendukung mereka dan bani Abdu Manaf tidak akan kuasa membalas dendam. Jika mereka meminta uang ganti rugi, kita berikan saja.”

Tentu saja ide Abu Jahal itu dipandang brilian, sependapat dengan iblis. “Inilah pandangan yang paling tepat,” kata iblis.

Setelah itu, orang-orang Quraisy berpencar untuk merealisasikan usulan Abu Jahal agar membunuh Nabi Muhammad SAW.

(kri/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Zuhudnya Abu Bakar Ash-Shiddiq, Serahkan Seluruh Hartanya untuk Amal



Jakarta

Abu Bakar Ash-Shiddiq bukan hanya dikenal sebagai sahabat Rasulullah SAW yang setia, bijaksana dan tegas. Ia juga sosok zahid, seorang yang meninggalkan kesenangan dunia untuk tujuan akhirat.

Tidak banyak orang yang bisa tegas mengambil sikap zuhud karena gemerlap dunia tak jarang menjadi godaan.

Dalam buku Tasawuf untuk Kita Semua karya M. Fethullah Gulen dijelaskan zuhud adalah meninggalkan kenikmatan dunia dan melawan kecenderungan jasmani. Di kalangan kebanyakan sufi, zuhud dikenal sebagai menjauhi kenikmatan dunia, menghabiskan umur dengan menjalani kehidupan yang sederhana sambil menjadikan takwa sebagai dasar dari kehidupan.


Dalam artian lain, zuhud adalah meninggalkan ketenangan dunia yang fana, demi meraih kebahagiaan akhirat yang kekal. Seorang yang melakoni hidup dengan zuhud disebut sebagai “az-zâhid” (pelaku zuhud).

Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah seorang sahabat Rasulullah SAW yang dikenal sebagai zahid.

Merangkum buku Kisah Hidup Abu Bakar Ash-Shiddiq yang ditulis oleh Mustafa Murrad dijelaskan bahwa Abu Bakar telah menalak dunia dengan talak tiga, talak yang tidak ada rujuk padanya.

Sebagai bukti zuhudnya, Abu Bakar tidak meninggalkan harta pusaka bahkan satu dirham atau satu dinar pun. Sebelum wafat ia telah menyerahkan seluruh hartanya ke Baitul Mal.

Suatu hari Salman al-Farisi RA menemui Abu Bakar RA, ia menceritakan keadaan dirinya, lalu berkata, “Wahai Khalifah Rasulullah, nasihatilah aku.”

Abu Bakar RA berkata, “Sesungguhnya Allah telah membukakan pintu dunia bagimu. Jangan mengambil darinya kecuali seperlunya. Ketahuilah, orang yang salat Subuh namun hatinya mencela Allah maka Allah akan menenggelamkannya dalam celaannya itu dan kelak akan menjebloskannya ke dalam siksa neraka.”

Sebuah riwayat menuturkan betapa Abu Bakar selalu zuhud dari dunia, bahkan ketika para sahabat lain berlarian menyambut dunia. Ia tetap bertahan mendengarkan khutbah Jumat yang disampaikan oleh Nabi SAW dan sama sekali tidak memperhatikan rombongan pedagang yang datang pada saat itu ke Madinah. Sementara itu, sebagian sahabat serabutan berlari menyambut kedatangan rombongan pedagang itu.

Jabir ibn Abdullah RA mengisahkan bahwa ketika Nabi SAW berkhutbah pada hari Jumat, datang sekelompok pedagang ke Madinah. Para sahabat berlarian menyambut rombongan itu sehingga yang tersisa di hadapan Nabi hanya dua belas orang.

Pada saat itu turunlah ayat Al-Qur’an surah Al-Jumu’ah ayat 11,

وَإِذَا رَأَوْا۟ تِجَٰرَةً أَوْ لَهْوًا ٱنفَضُّوٓا۟ إِلَيْهَا وَتَرَكُوكَ قَآئِمًا ۚ قُلْ مَا عِندَ ٱللَّهِ خَيْرٌ مِّنَ ٱللَّهْوِ وَمِنَ ٱلتِّجَٰرَةِ ۚ وَٱللَّهُ خَيْرُ ٱلرَّٰزِقِينَ

Artinya: Dan apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju kepadanya dan mereka tinggalkan kamu sedang berdiri (berkhotbah). Katakanlah: “Apa yang di sisi Allah lebih baik daripada permainan dan perniagaan”, dan Allah Sebaik-baik Pemberi rezeki

Abu Bakar RA dan Umar ibn Khattab RA termasuk di antara dua belas orang yang bertahan mendengarkan khutbah Nabi SAW.

Dan diriwayatkan bahwa suatu ketika Abu Bakar RA berkhutbah di hadapan orang-orang. Setelah memuji Allah, ia berkata, “Sungguh pintu-pintu dunia akan dibukakan untuk kalian sehingga kalian akan mendatangi berbagai pelosok bumi dan menikmati roti serta zaitun. Kalian akan membangun masjid-masjid di sana. Maka berhati-hatilah. Ingatlah, Allah mengetahui (langkah) kalian. Kalian tidak mendatanginya untuk main-main, tetapi semua itu dibangun untuk mengingat (Allah).”

Demi Allah, benarlah Muawiyah RA ketika ia berkata, “Sesungguhnya dunia tidak pernah menginginkan Abu Bakar dan ia tidak pernah menginginkannya. Dunia menginginkan Umar namun ia tidak menginginkannya.”

Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda, “Tidak seorang pun di sisiku yang mempunyai ‘buah tangan’ (oleh-oleh), kecuali aku telah membalasnya, selain Abu Bakar. Sesungguhnya Abu Bakar di sisiku mempunyai buah tangan yang Allah sendiri akan membalasnya kelak pada Hari Kiamat. Tidak ada harta seorang pun yang memberi manfaat kepadaku sebagaimana manfaat harta Abu Bakar. Seandainya aku boleh mengambil kekasih dari manusia, niscaya aku akan menjadikan Abu Bakar sebagai kekasih. Ketahuilah, sesungguhnya sandara kalian ini adalah kekasih Allah.” (HR At Tirmidzi)

(dvs/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Wafatnya Nabi Sulaiman yang Tidak Disadari Selama Bertahun-tahun



Jakarta

Nabi Sulaiman AS adalah salah satu utusan Allah SWT yang kisahnya tercantum dalam Al-Qur’an. Ada kisah menarik di balik wafatnya Sulaiman AS.

Menurut Qashashul Anbiya oleh Ibnu Katsir yang diterjemahkan Umar Mujtahid, kisah wafatnya Nabi Sulaiman AS tercantum dalam surah Saba’ ayat 14.

فَلَمَّا قَضَيْنَا عَلَيْهِ ٱلْمَوْتَ مَا دَلَّهُمْ عَلَىٰ مَوْتِهِۦٓ إِلَّا دَآبَّةُ ٱلْأَرْضِ تَأْكُلُ مِنسَأَتَهُۥ ۖ فَلَمَّا خَرَّ تَبَيَّنَتِ ٱلْجِنُّ أَن لَّوْ كَانُوا۟ يَعْلَمُونَ ٱلْغَيْبَ مَا لَبِثُوا۟ فِى ٱلْعَذَابِ ٱلْمُهِينِ


Artinya: “Maka tatkala Kami telah menetapkan kematian Sulaiman, tidak ada yang menunjukkan kepada mereka kematiannya itu kecuali rayap yang memakan tongkatnya. Maka tatkala ia telah tersungkur, tahulah jin itu bahwa kalau sekiranya mereka mengetahui yang ghaib tentulah mereka tidak akan tetap dalam siksa yang menghinakan.”

Ibnu Jarir, Ibnu Hatim dan lainnya meriwayatkan dari hadits Ibrahim bin Thuhman dari Atha’ bin Sa’ib dari Sa’id bin Jubair dari Ibnu Abbas RA. Nabi Muhammad SAW bersabda,

“Sulaiman, Nabi Allah, setiap kali salat ia melihat sebuah pohon tumbuh di hadapannya, lalu ia bertanya pada pohon itu, ‘Siapa namamu?’ Pohon menjawab, ‘Namaku ini dan itu,’ Sulaiman kemudian berkata, ‘Untuk apa kau (tumbuh)? Jika memang untuk menjadi tanaman, tumbuhlah dan jika untuk (makanan) hewan, tumbuhlah.’

Suatu ketika, ketika ia tengah salat ia melihat sebuah pohon tumbuh di hadapannya, lalu ia bertanya pada pohon itu, ‘Siapa namamu?’ Pohon itu menjawab, ‘Kharub (si peruntuh),’ Sulaiman bertanya, ‘Untuk apa kamu (tumbuh)?’ Pohon menjawab, ‘Untuk meruntuhkan rumah itu’ Sulaiman kemudian berdoa, ‘Ya Allah! Sembunyikanlah kematianku untuk para jin, agar manusia tahu bahwa jin tidak mengetahui hal gaib,’

Nabi Sulaiman AS lalu membuat tongkat dari pohon tersebut, ia bertumpu pada tongkat itu selama setahun lamanya. Sementara itu, jin terus bekerja dan tongkat itu dimakan rayap.

As-Suddi menuturkan dalam sebuah kabar dari Abu Malik dan Abu Shalih, dari Ibnu Abbas RA dari sejumlah sahabat bahwa Nabi Sulaiman AS pernah menyepi di Baitul Maqdis selama kurang lebih setahun dua tahun, sebulan dua bulan. Keperluan makan dan minum biasa diantarkan kepadanya oleh para setan yang tergabung dalam salah satu jenis jin.

Hal itu terus berlangsung. Para setan tak pernah absen memberi sajian makanan kepada Nabi Sulaiman AS sampai-sampai mereka tidak mengetahui bahwa ia telah meninggal dunia.

Jadi, pohon kharubah yang sebelumnya diterangkan tumbuh untuk meruntuhkan masjid. Nabi Sulaiman AS berkata bahwa Allah SWT tidak mungkin meruntuhkan masjid tersebut selama Sulaiman AS masih hidup.

“Itu artinya, kamu tumbuh untuk mengabarkan kematianku,” demikian terang Nabi Sulaiman AS.

Setelah itu, Sulaiman AS mencabut pohon tersebut dan menanamnya di pagar miliknya. Setelah itu, Nabi Sulaiman AS masuk ke mihrab dan salat sambil bersandar pada tongkatnya.

Beberapa sumber mengatakan tongkat tersebut dibuat oleh Sulaiman AS dengan bahan dasar dari pohon kharubah yang sempat ia cabut. Lalu, Nabi Sulaiman AS menemui ajalnya sampai-sampai tidak diketahui oleh para setan yang sedang bekerja dengannya.

Turut diterangkan dalam buku Berjumpa 26 Nabi: Perjalanan Spiritual Seorang Remaja susunan Argawi Kandito, kalangan jin dan setan menyadari bahwa wafatnya Nabi Sulaiman AS setelah rayap memakan tongkat penopang tubuh sang nabi. Lama waktu rayap memakan tongkat tersebut kira-kira sepuluh tahun.

Dalam buku tersebut dijelaskan bahwa Nabi Sulaiman AS wafat dengan berdiri dan bersandar pada tongkatnya. Mata beliau terbuka dan fisiknya tidak berubah bentuk, bahkan tidak ada bau yang muncul dari jenazahnya. Wallahu a’lam.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Qarun Dibenamkan Bersama Hartanya, Tercatat dalam Al-Qur’an



Jakarta

Qarun hidup di zaman Nabi Musa AS. Ia diberikan kenikmatan berupa harta yang berlimpah. Namun sayang, kesombongan membuatnya lenyap bersamaan dengan hartanya.

Kisah tentang Qarun termasuk salah satu yang cukup populer. Kesombongan Qarun dengan hartanya yang berlimpah bahkan diabadikan dalam Al-Qur’an.

Dalam buku berjudul Ubah Masalah Jadi Berkah karya Sulaiman, dijelaskan bahwa Qarun adalah sepupu Nabi Musa AS. Ia adalah anak dari Yashar, adik kandung Imran ayah Musa.


Qarun awalnya adalah sosok yang miskin, namun suatu hari ia meminta didoakan oleh Nabi Musa AS agar mendapatkan kekayaan. Doa Nabi Musa AS kemudian dikabulkan Allah SWT sehingga Qarun diberikan nikmat berupa harta yang berlimpah. Sayangnya, setelah diberi kekayaan, ia bersikap angkuh dan sombong.

Allah SWT kemudian menurunkan azab bagi Qarun dan hartanya. Kisah ini tercatat dalam surah Al-Qashash ayat 81,

فَخَسَفْنَا بِهِۦ وَبِدَارِهِ ٱلْأَرْضَ فَمَا كَانَ لَهُۥ مِن فِئَةٍ يَنصُرُونَهُۥ مِن دُونِ ٱللَّهِ وَمَا كَانَ مِنَ ٱلْمُنتَصِرِينَ

Artinya: “Maka Kami benamkanlah Qarun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu golongan pun yang menolongnya terhadap azab Allah. Dan tiadalah ia termasuk orang-orang (yang dapat) membela (dirinya).”

Imam Bukhari meriwayatkan hadits dari az Zuhri dari Salim dari ayahnya dari Rasulullah SAW, beliau bersabda, “Ketika seseorang menjulurkan pakaiannya (Qarun), tiba-tiba ia ditenggelamkan ke dalam perut bumi sampai pada hari Kiamat.” (HR Bukhari)

Dalam kitab Qashash al-Anbiyaa’ karya Ibnu Katsir yang diterjemahkan Saefullah MS diceritakan bahwa ketika Qarun berjalan di hadapan kaumnya dengan penampilannya yang sangat megah, menaiki kendaraan termahal, model pakaian terindah dan disertai dengan kemewahan dan kesombongannya, ia melewati Nabi Musa AS dan para pengikutnya dengan congkak.

Melihat aksi Qarun, Nabi Musa AS menasihati para pengikutnya dan mengingatkan tentang datangnya hari pembalasan.

Nabi Musa AS juga memanggil Qarun dan menegurnya dengan mengatakan, “Apa yang mendorongmu melakukan hal ini?” Lalu Qarun menjawab, “Hai Musa engkau merasa lebih mulia dengan gelar kenabian sementara aku lebih mulia darimu dengan harta kekayaan. Jika engkau mau, keluarlah dan berdoalah untuk dapat mengalahkan aku. Aku juga akan keluar untuk mendoakan keburukan bagimu.”

Akhirnya Qarun dan para pengikutnya keluar. Begitu pula, Nabi Musa AS dan para pengikutnya juga keluar. Kedua-duanya keluar saling berhadapan di depan para pengikutnya masing-masing.

Qarun berdoa, namun doanya tidak berpengaruh sedikit pun terhadap Nabi Musa AS. Kemudian Nabi Musa AS berdoa kepada Allah SWT, “Ya Allah jadikanlah bumi ini patuh pada perintahku.” Kemudian Allah SWT mengabulkan doa Nabi Musa AS.

Selanjutnya Nabi Musa AS berkata, “Wahai Bumi! Telanlah Qarun bersama para pengikutnya.” Bumi pun menelannya sampai pada mata kaki mereka. Nabi Musa AS berkata lagi, “Wahai Bumi, telan lagi.” Bumi lalu menelan mereka sampai pada lutut mereka.

Kemudian bumi menelan kembali sampai pada pundak mereka. Nabi Musa AS lantas berseru untuk memerintahkan pada bumi agar menelan rumah dan semua harta kekayaan Qarun. “Lenyapkan Qarun dan Bani Lawa!” Ucapan Nabi Musa AS ini akhirnya menenggelamkan Qarun, pengikutnya dan hartanya hanya dalam sekejap.

Diriwayatkan dari Qatadah, ia berkata, “Mereka ditenggelamkan secara berangsur-angsur, satu per satu setiap hari sampai hari Kiamat.”

Wallahu a’lam.

(dvs/kri)



Sumber : www.detik.com