Category Archives: Muslimah

Ratu Rania Al Abdullah Jadi Muslim Woman of the Year, Ini Sosok dan Kiprahnya


Jakarta

Ratu Yordania Rania Al Abdullah menyabet penghargaan Woman of the Year 2025 pada daftar 500 Tokoh Muslim Berpengaruh di Dunia 2025 yang dirilis The Royal Islamic Strategic Studies Centre (RISSC). Istri dari Raja Yordania Abdullah II ini adalah muslimah berpengaruh nomor 1 di dunia.

“Selama lebih dari 10 tahun, Yang Mulia Ratu Rania dari Yordania telah menjadi wanita muslim paling berpengaruh nomor 1 di dunia (dalam kapasitas pribadinya, bukan sebagai Ratu Yordania) di media sosial, dalam hal statistik dan pengikut,” tulis publikasi RISSC, dikutip pada Kamis (10/10/2024).

Sejak pecahnya perang Gaza pada 7 Oktober 2023 lalu, Ratu Rania menjadi tokoh yang paling vokal membela rakyat Palestina yang mengalami pembantaian oleh Israel. Ia terus berjuang mengubah persepsi negeri Barat tentang perjuangan masyarakat Palestina.


Rania Al Abdullah merupakan wanita keturunan Palestina. Ia merupakan suara ‘Palestina’ di dunia sekaligus satu-satunya wanita yang mampu membeberkan penderitaan warga Palestina di media-media Barat ternama melalui caranya sendiri.

Sebagian besar masyarakat Barat mulanya terpengaruh dengan narasi Israel yang menggambarkan rakyat Palestina sebagai agresor atau teroris. Ratu Rania turun tangan dan menanggapi misinformasi tersebut, ia menawarkan narasi tandingan yang menyoroti penderitaan rakyat Palestina terutama warga sipil dalam konflik itu.

Lantang Menentang Propaganda Israel

Salah satu peran Ratu Rania adalah menentang narasi terkait Hamas yang memenggal 40 bayi. Sang ratu membantu membongkar beberapa kepalsuan yang menarik perhatian media Barat.

Dalam wawancara dan pernyataan publiknya, Ratu Rania menentang keabsahan dari klaim tersebut. Ia bahkan dengan lantang menunjukkan konsekuensi berbahaya dari narasi palsu yang disebarluaskan Israel.

Ratu Rania tampil di banyak media ternama internasional, seperti melakukan wawancara dengan CNN, BBC, Al Jazeera, hingga The New York Times. Ia mengungkap kekhawatirannya akan krisis kemanusiaan di Gaza. Kemampuannya dalam menyampaikan pesan dengan fasih dan menyentuh hati dapat diterima dengan baik oleh jutaan orang hingga mengubah perspektif mereka.

Melalui berbagai wawancara itu, Ratu Rania dengan konsisten menyatakan bahwa dunia harus mengakui kemanusiaan rakyat Palestina dan mencari solusi seadil-adilnya untuk menjamin martabat serta hak-hak mereka. Sang ratu tak segan menantang para pemimpin dan khalayak Barat untuk melihat lebih jauh dari sekadar berita utama dan propaganda yang dilakukan Israel.

Kecam Genosida Israel terhadap Rakyat Palestina

Ratu Rania menentang keras terhadap genosida yang dilakukan oleh Israel. Ia mengecam pengeboman tanpa pandang bulu dan mengingatkan dunia akan warga sipil Gaza yang menjadi korban, termasuk anak-anak dan wanita.

Cara penyampaiannya sangat efektif. Ia bahkan menyoroti trauma psikologis dan fisik yang timbul dari anak-anak Palestina imbas perlakuan Israel yang mengabaikan korban jiwa dalam konflik tersebut.

Kiprahnya itu menjadikan Ratu Rania menyandang Woman of the Year 2025 dari RISSC.

(aeb/kri)

Sumber : www.detik.com

Image : unsplash.com/ Ahmed

Apakah Kaki Muslimah Termasuk Aurat? Ini Pendapat Ulama Mazhab


Jakarta

Dalam ajaran Islam, kaum muslimah wajib menjaga dan menutup auratnya dengan baik agar tidak terlihat oleh orang lain. Menutup aurat juga termasuk syarat sah salat.

Mengutip dari buku Ensiklopedia Fikih Wanita karya Agus Arifin, aurat secara bahasa bermakna al-khalal, an-naqsu, dan al-aib yang berarti cacat, kurang, atau aib. Secara istilah, aurat adalah sesuatu yang wajib ditutupi dari tubuh manusia.

Perintah menutup aurat bagi muslimah termaktub dalam Al-Qur’an surah An-Nur ayat 31, Allah SWT berfirman:


وَقُل لِّلْمُؤْمِنَٰتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَٰرِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا ۖ وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّ ۖ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ ءَابَآئِهِنَّ أَوْ ءَابَآءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَآئِهِنَّ أَوْ أَبْنَآءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَٰنِهِنَّ أَوْ بَنِىٓ إِخْوَٰنِهِنَّ أَوْ بَنِىٓ أَخَوَٰتِهِنَّ أَوْ نِسَآئِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَٰنُهُنَّ أَوِ ٱلتَّٰبِعِينَ غَيْرِ أُو۟لِى ٱلْإِرْبَةِ مِنَ ٱلرِّجَالِ أَوِ ٱلطِّفْلِ ٱلَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا۟ عَلَىٰ عَوْرَٰتِ ٱلنِّسَآءِ ۖ وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِن زِينَتِهِنَّ

Artinya: “Katakanlah kepada wanita yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara lelaki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan.” (QS An-Nur: 30).

Para ulama mazhab telah menjelaskan mengenai batasan aurat laki-laki dan perempuan. Lantas, apakah kaki muslimah termasuk aurat yang harus ditutup? Berikut ini penjelasannya.

Menurut jumhur ulama, aurat wanita mencakup seluruh tubuhnya, kecuali wajah dan telapak tangan. Artinya, kaki merupakan aurat yang tidak boleh diperlihatkan kepada orang-orang yang bukan mahramnya, baik ketika salat maupun di luar salat.

Dilansir dari Kitab Lengkap dan Praktis Fiqh Wanita karya Abdul Syukur Al-Azizi, meskipun telah dipastikan bahwa aurat wanita mencakup seluruh tubuh kecuali kedua telapak tangan dan wajah, tetapi mengenai batasannya masih menjadi perdebatan di kalangan ulama.

Menurut ulama dari mazhab Maliki dan Syafi’i, batasan aurat wanita merdeka dengan laki-laki yang bukan mahram meliputi seluruh tubuhnya kecuali wajah dan telapak tangan. Hal ini senada dengan pendapat mayoritas ulama.

Sementara itu, sebagian ulama Hanafiyah, khususnya Abu Hanifah, berpendapat bahwa yang bukan termasuk aurat bagi wanita ialah wajah, telapak tangan, dan kaki. Adapun kaki yang dimaksud, yaitu dari tumit kaki ke bawah sehingga para wanita pengikut mazhab ini merasa cukup menutup aurat tanpa harus menutup bagian bawah kaki dengan kaus kaki.

Ibnu Rusyd menjelaskan dalam kitab Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid Jilid 1, perbedaan pendapat mengenai batasan aurat wanita berasal dari penafsiran yang beragam terhadap firman Allah SWT dalam surah An-Nur ayat 31 sebagaimana telah disebutkan di atas.

Para ulama berbeda dalam menafsirkan kalimat ‘illa ma zhahara minha’ (kecuali yang biasa tampak terbuka). Sebagian ulama mengatakan yang termasuk kategori biasa tampak terbuka ialah muka dan telapak tangan sehingga keduanya tidak termasuk aurat yang wajib ditutupi. Sedangkan sebagian ulama lain menganggap muka, telapak tangan, dan telapak kaki termasuk pengecualian dari aurat karena biasa terbuka.

Dengan demikian, kaki muslimah termasuk aurat yang wajib ditutup ketika salat maupun di luar salat sebagaimana dikatakan mayoritas ulama. Akan tetapi, bagi muslimah yang menganut mazhab Hanafiyah, telapak kakinya tidak termasuk aurat. Wallahu a’lam.

(kri/kri)

Sumber : www.detik.com

Image : unsplash.com/ Nick Fewings

Ini Dosa Jariyah Wanita yang Terus Mengalir, Hati-hati Ya



Jakarta

Islam mengenal adanya amal jariyah dan dosa jariyah yang terus mengalir. Dosa jariyah ini juga bisa dijumpai dalam keseharian wanita.

Dosa jariyah wanita yang terus mengalir adalah memamerkan kecantikannya agar dipuji laki-laki selain mahramnya, sebagaimana dijelaskan Ibnu Basyar dalam buku Dari Kuntum Menjadi Bunga 2. Memamerkan kecantikan ini bisa dalam bentuk memperlihatkan foto melalui media sosial yang bisa diakses oleh banyak orang.

Bersolek merupakan fitrah bagi wanita dan ini boleh dilakukan di depan suami, orang tua, atau teman-teman sesama wanita, sebagaimana dijelaskan Ustazah Umi A. Khalil dalam buku Tentang Bagaimana Surga Merindukanmu. Bersolek yang tidak diperbolehkan dalam hal ini adalah jika ditujukan kepada orang yang bukan mahram. Hal ini sering disebut dengan tabarruj.


Lebih lanjut dijelaskan, sebaliknya, jika wanita mampu menjaga kecantikan dan kemolekan tubuhnya hanya untuk suaminya, maka penampilan tersebut akan semakin cantik tatkala di surga Allah SWT kelak.

Cara Wanita Zaman Rasulullah dalam Menjaga Aurat

Wanita diperintahkan untuk menutup auratnya. Hal ini termaktub dalam Al-Qur’an surah Al Ahzab ayat 59. Allah SWT berfirman,

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

Artinya: “Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, “Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”

Diterangkan dalam Fikih Berhias karya Syaikh Abdul Wahab Abdussalam Thawilah, aurat adalah bagian tubuh wanita yang harus ditutup dan diharamkan membukanya, melihat atau menyentuhnya.

Imam Syafi’i dalam kitab al-Umm mengatakan, aurat wanita adalah seluruh tubuhnya kecuali muka dan telapak tangan. Hal ini turut dikemukakan Imam An-Nawawi, ulama kenamaan mazhab Syafi’iyah. Ia mengatakan, muka dan telapak tangan perempuan tidak termasuk aurat.

Sementara itu, sebagian ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa muka dan telapak tangan perempuan adalah aurat, tapi tidak wajib ditutup. Di antara ulama yang menyatakan pendapat ini adalah Hajar al-Haitsami dan Syamsuddin Muhammad bin Abi al-‘Abbas.

Menukil kitab al-Fiqh ‘ala al-madzahib al-khamsah karya Muhammad Jawad Mughniyah, ulama mazhab Syafi’i juga berpandangan, tidak haram hukumnya bagi perempuan yang membuka auratnya ketika sendirian dan aman dari penglihatan orang lain. Hanya saja, menurut mereka, tetap makruh kecuali dalam keadaan darurat.

Wanita pada zaman Rasulullah SAW sampai menarik gorden-gorden rumahnya untuk menutup aurat, sebagaimana diceritakan dalam buku 101 Renungan untuk Muslimah Akhir Zaman karya Muyassaroh.

(kri/erd)

Sumber : www.detik.com

Image : unsplash.com/ Nina Zeynep Güler

Hukum Memakai Gelang Kaki bagi Wanita Menurut Islam



Jakarta

Gelang kaki menjadi aksesori yang umum dipakai baik pria maupun wanita. Dalam pandangan Islam, bagaimana hukum wanita memakai gelang kaki?

Ketentuan memakai aksesori atau perhiasan bagi wanita telah diatur dalam syariat. Secara umum, seorang wanita boleh memakainya asalkan tidak berlebihan.

Kebolehan memakai aksesori ini karena hal itu merupakan rezeki dari Allah SWT, sebagaimana dikatakan Muhammad Masykur dalam buku Wanita-wanita yang Dimurkai Nabi.


Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW mengatakan bahwa Allah SWT menyukai keindahan. Beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan.” (HR Muslim)

Walaupun demikian, lanjut Muhammad Masykur, kaum wanita tidak boleh memakai aksesori secara berlebihan atau melampaui batas sebagaimana yang sudah ditetapkan dalam Islam karena dikhawatirkan menjadi tabarruj.

Qomaruddin Awwam dalam buku Fiqih Wanita menjelaskan, kata tabarruj mempunyai dua makna dasar, di antaranya buruj wa zhuhur yang artinya nampak atau muncul. Kata tersebut digunakan untuk menunjukkan bola mata indah setiap wanita.

Makna kedua, lanjutnya, adalah sengaja menampakkan kecantikan dan perhiasannya kepada laki-laki. Makna kedua inilah yang dimaksud dalam surah al-Ahzab ayat 33,

وَقَرْنَ فِيْ بُيُوْتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْاُوْلٰى وَاَقِمْنَ الصَّلٰوةَ وَاٰتِيْنَ الزَّكٰوةَ وَاَطِعْنَ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ ۗاِنَّمَا يُرِيْدُ اللّٰهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ اَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيْرًاۚ ٣٣

Artinya: “Tetaplah (tinggal) di rumah-rumahmu dan janganlah berhias (dan bertingkah laku) seperti orang-orang jahiliah dahulu. Tegakkanlah salat, tunaikanlah zakat, serta taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah hanya hendak menghilangkan dosa darimu, wahai ahlulbait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.”

Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengatakan bahwa ayat tersebut berisi etika-etika yang dianjurkan oleh Allah SWT kepada istri-istri Nabi SAW, sedangkan kaum wanita umatnya mengikuti mereka dalam hal ini (berlaku umum bagi wanita muslimah).

Ibnu Abbas RA juga mengatakan bahwa tabarruj merupakan ajang pertemuan pria dan wanita yang mengumbar aurat dan syahwat untuk menarik lawan jenis.

Dari makna yang didefinisikan oleh para ulama maka Qomarrudin Awwam menyimpulkan hukum tentang bentuk tabarruj yang haram antara lain:

1. Berhias diri untuk laki-laki yang bukan mahram dengan tujuan memamerkan kecantikannya.

2. Menampakkan perhiasan seperti kalung, anting-anting, gelang kaki, atau gelang tangan kepada khalayak.

3. Berkumpul dan membaur bersama laki-laki yang bukan mahram di suatu hajat atau pesta yang mengumbar syahwat.

4. Memakai pakaian yang tidak syar’i.

Fuad bin Abdul Aziz Asy-Syalhub dalam Ringkasan Kitab Adab menjelaskan bahwa wanita yang hendak ke masjid tidak boleh memakai gelang kaki. Begitu juga dengan parfum atau pakaian yang mengundang perhatian.

Jika hal ini ada pada dirinya, maka wanita tersebut dilarang untuk pergi ke masjid. Adapun parfum, hal itu telah dijelaskan dalam sebuah hadits, Zainab istri Abdullah bin Masud RA mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda,

إِذَا شَهِدَتْ إِحْدَاكُنَّ الْمَسْجِدَ فَلا تَمَسَّ طيبا

Artinya: “Jika salah seorang dari kalian–para wanita Muslimah–datang ke masjid, janganlah memakai wewangian.” (HR Muslim, Ahmad, dan An-Nasa’i)

Dan dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, dia berkata, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

أيُّمَا امْرَأَةِ أَصَابَتْ بَحُورًا فَلا تَشْهَدْ مَعَنَا الْعِشَاء الآخرة

“Wanita manapun yang memakai minyak wangi, maka janganlah dia shalat isya bersama kami.” (Diriwayatkan Muslim, Ahmad, dan An- Nasa’i)

Adapun hiasan lainnya, jika seorang wanita berdandan dengan dandanan yang mengundang syahwat dan menimbulkan fitnah. Maka ia tidak boleh pergi ke masjid untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan dan untuk menutup pintu kejahatan.

Dijelaskan pula bahwa seorang wanita diharamkan memperlihatkan perhiasannya, kecuali di hadapan orang-orang yang dikecualikan oleh Allah SWT. Perhiasan wanita ada dua, yaitu perhiasan lahir dan perhiasan batin. Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam surah an-Nur ayat 31,

وَقُلْ لِّلْمُؤْمِنٰتِ يَغْضُضْنَ مِنْ اَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوْجَهُنَّ وَلَا يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ اِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلٰى جُيُوْبِهِنَّۖ وَلَا يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ اِلَّا لِبُعُوْلَتِهِنَّ اَوْ اٰبَاۤىِٕهِنَّ اَوْ اٰبَاۤءِ بُعُوْلَتِهِنَّ اَوْ اَبْنَاۤىِٕهِنَّ اَوْ اَبْنَاۤءِ بُعُوْلَتِهِنَّ اَوْ اِخْوَانِهِنَّ اَوْ بَنِيْٓ اِخْوَانِهِنَّ اَوْ بَنِيْٓ اَخَوٰتِهِنَّ اَوْ نِسَاۤىِٕهِنَّ اَوْ مَا مَلَكَتْ اَيْمَانُهُنَّ اَوِ التّٰبِعِيْنَ غَيْرِ اُولِى الْاِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ اَوِ الطِّفْلِ الَّذِيْنَ لَمْ يَظْهَرُوْا عَلٰى عَوْرٰتِ النِّسَاۤءِ ۖوَلَا يَضْرِبْنَ بِاَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِيْنَ مِنْ زِيْنَتِهِنَّۗ وَتُوْبُوْٓا اِلَى اللّٰهِ جَمِيْعًا اَيُّهَ الْمُؤْمِنُوْنَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ ٣١

Artinya: “Katakanlah kepada para perempuan yang beriman hendaklah mereka menjaga pandangannya, memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (bagian tubuhnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya. Hendaklah pula mereka tidak menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali kepada suami mereka, ayah mereka, ayah suami mereka, putra-putra mereka, putra-putra suami mereka, saudara-saudara laki-laki mereka, putra-putra saudara laki-laki mereka, putra-putra saudara perempuan mereka, para perempuan (sesama muslim), hamba sahaya yang mereka miliki, para pelayan laki-laki (tua) yang tidak mempunyai keinginan (terhadap perempuan), atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan. Hendaklah pula mereka tidak mengentakkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Bertobatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung.”

(kri/kri)

Sumber : www.detik.com

Image : unsplash.com/ Imad Alassiry

Doa Sesudah Berhubungan Suami Istri dan Tata Cara Mandi Wajib



Jakarta

Doa sesudah berhubungan suami istri perlu diketahui oleh umat muslim yang telah memiliki pasangan hidup. Ajaran Islam telah mengatur dengan detail mengenai etika berhubungan suami istri.

Mengutip dari buku Fikih Wanita karya Ust. Muiz al Bantani, tiga etika berhubungan suami istri dalam Islam, yaitu membaca doa sebelum melakukan, berdoa ketika keluar air mani, dan berdoa setelah selesai berhubungan. Berdoa saat berhubungan suami istri juga berguna untuk menghindari gangguan setan.

Membaca doa saat berhubungan suami istri pernah dipesankan oleh Rasulullah SAW kepada Ali bin Abi Thalib dalam kitab Washiyyat al-Musthafa yang dinukil dari buku Nikmatnya Ibadah oleh Ahmad Zacky El-Syafa. Rasulullah SAW berpesan:


يَا عَلِى مَا سَافَرَ أَحَدٌ طَالِبَا الْحَرَامِ مَاشِيًا إِلا كَانَ الشَّيْطَانُ قَرِيْنَهُ وَلَا رَاكِبًا إِلَّا كَانَ رَدِيْفَهُ وَلَا جَمَعَ أَحَدٌ مَالاً حَرَامًا إِلَّا أَكَلَهُ الشَّيْطَانُ وَلَا نَسِيَ أَحَدُ إِسْمَ اللَّهِ تَعَالَى عِنْدَ الْجِمَاعِ إِلا شَارِكَهُ الشَّيْطَانُ فِي وَلَدِهِ وَذَالِكَ قَوْلُهُ تَعَالَى : وَشَارِكْهُمْ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ وَعِدُهُمْ

Artinya: “Wahai Ali, tidaklah seseorang berjalan pergi untuk mencari sesuatu yang haram, kecuali setan akan menjadi temannya. Jika ia membawa kendaraan, maka setan akan membuntutinya. Jika seseorang mengumpulkan harta yang haram, maka setan akan memakan harta itu. Dan tidaklah seseorang yang lupa menyebut nama Allah ketika ia sedang berhubungan dengan istrinya kecuali setan akan bergabung dengannya dalam memperoleh keturunan.” Inilah yang dimaksud dalam firman Allah, “Dan bersekutulah mereka dalam harta dan anak-anak serta berjanjilah mereka.”

Berdasarkan pesan Nabi SAW tersebut, apabila seorang muslim lupa tidak membaca doa ketika berhubungan, maka setan akan ikut serta di dalamnya. Lantas seperti apa bacaan doanya? Berikut penjelasannya.

Doa Sebelum dan Ketika Berhubungan Suami Istri

Dilansir dari Kitab Doa Mustajab Terlengkap karya Ustadz H. Amrin Ali Al-Kasyaf, doa yang dibaca sebelum berhubungan suami istri, yaitu:

بِسْمِ اللَّهِ ، اللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنْبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا

Latin: Bismillah, Allahumma jannibnasy syaithaana wa jannibisy syaithaana maa razaqtanaa.

Artinya: “Dengan menyebut nama Allah, Ya Allah jauhkanlah kami dari setan dan jauhkanlah setan dari rezeki yang Engkau berikan kepada kami.”

Ketika berhubungan suami istri kemudian keluar air mani, dapat membaca doa berikut:

اللَّهُمَّ اجْعَلْ نُطْفَتَنَا ذُرِّيَةً صَالِحِةً

Latin: Allahummaj’al nuthfatan dzurriyatan shaalihatan.

Artinya: “Ya Allah, jadikanlah air mani kami keturunan yang baik.”

Doa Sesudah Berhubungan Suami Istri

Adapun doa sesudah berhubungan suami istri berdasarkan sumber yang sama, yaitu sebagai berikut:

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَ مِنَ الْمَاءِ بَشَرًا

Latin: Alhamdulillahilladzii khalaqa minal maa-i basyaran.

Artinya: “Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan wanita dan air (mani).”

Apabila suami istri ingin mengulangi jima, keduanya tidak perlu mandi besar tetapi cukup berwudhu saja. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW:

إِذَا أَتَى أَحَدُكُمْ أَهْلَهُ ثُمَّ أَرَادَ أَنْيَعُوْدَ فَلْيَتَوَضًا. رواه مسلم

Artinya: “Siapa yang berhubungan intim dengan istrinya, kemudian ia ingin mengulanginya lagi, berwudhulah satu kali diantara yang dua kali itu.” (HR Muslim).

Tata Cara Mandi Wajib Sesudah Berhubungan Suami Istri

Sesudah berhubungan suami istri, umat muslim juga diwajibkan untuk melakukan mandi wajib atau janabah. Berikut ini tata cara mandi wajib setelah berhubungan suami istri berdasarkan Kitab Lengkap dan Praktis Fiqh Wanita karya Abdul Syukur Al-Azizi.

1. Niat dengan bacaan berikut:

نَوَيْتُ الغُسْلَ لِرَفْعِ الْحَدَثِ الْأَكْبَرِ فَرْضًا لِلَّهِ تَعَالَى.

Latin: Nawaitul ghusla liraf’il hadastil akbari fardhan lillaahi ta’aalaa.

Artinya: “Aku niat mandi untuk menghilangkan hadats besar karena Allah Ta’ala.”

2. Mencuci tangan terlebih dahulu sebanyak tiga kali sebelum mandi.

3. Membersihkan kemaluan dan kotoran yang ada dengan tangan kiri.

4. Mencuci tangan setelah membersihkan kemaluan dengan sabun atau sejenisnya.

5. Berwudhu yang sempurna seperti ketika hendak salat.

6. Menyiramkan air ke atas kepala sebanyak tiga kali.

7. Mengguyurkan air pada kepala sebanyak tiga kali hingga sampai ke pangkal rambut atau kulit kepala dengan menggosok-gosokkannya dan menyela-nyelanya (bagi wanita tidak wajib untuk mengurai ikatan rambutnya).

8. Mengguyur air ke seluruh badan dimulai dari sisi kanan setelah itu kiri.

Demikian bacaan doa sesudah berhubungan suami istri dan cara mandi wajibnya. Semoga bermanfaat ya, detikers!

(lus/lus)

Sumber : www.detik.com

Image : unsplash.com/ Masjid MABA

Sosok Asy Syifa binti Abdullah, Muslimah Cerdas yang Dihormati Rasulullah



Jakarta

Asy Syifa binti Abdullah adalah seorang wanita cerdas yang menjadi kebanggaan umat Islam. Bahkan Rasulullah SAW dan para sahabat sangat menghormatinya. Bagaimana kisahnya?

Asy Syifa adalah seorang wanita cerdas di kalangan umat Islam pada zaman Rasulullah SAW. Ia merupakan seorang ulama di antara ulama umat Islam. Pikiran serta jiwanya adalah lahan yang subur bagi ilmu dan iman.

Dikutip dari buku 100 Muslim Paling Berpengaruh dan Terhebat Sepanjang Sejarah karya Teguh Pramono, nama lengkap wanita cerdas ini adalah Asy Syifa binti Abdullah bin Abdi Syams bin Khalaf bin Sadad bin Abdullah bin Qirath bin Razah bin Adi bin Ka’ab Al-Qurasyiyyah Al-Adaqiyah.


Diriwayatkan, Asy Syifa binti Abdullah mengakui keislamannya sebelum Rasulullah SAW hijrah. Sehingga, ia termasuk dalam wanita angkatan pertama yang berbaiat kepada Nabi Muhammad SAW.

Wanita salihah ini kemudian menikah dengan seorang lelaki bernama Abu Hatsmah bin Hudzaifah bin Adi. Keduanya lalu dikarunia anak oleh Allah SWT dan diberi nama Sulaiman bin Abi Hatsmah.

Sebelum datangnya Islam, Asy Syifa binti Abdullah sudah terkenal sebagai wanita yang cerdas. Ia dikenal sebagai guru membaca dan menulis untuk orang-orang di sekitarnya.

Kemudian, ketika masuk Islam, ia tetap memberikan pengajarannya kepada wanita-wanita muslimah dengan mengharapkan ganjaran dan pahala. Oleh karena itu, ia sering disebut sebagai guru pertama dalam Islam.

Rasulullah SAW bahkan meminta Asy Syifa untuk mengajari Hafshah, istri beliau, tentang menulis dan sebagian ruqyah. Asy Syifa berkata, “Suatu ketika Rasulullah SAW masuk, sedangkan saya berada di samping Hafshah. Beliau bersabda, ‘Mengapa tidak engkau ajarkan kepadanya ruqyah sebagaimana engkau ajarkan kepadanya menulis?'” (HR Abu Dawud)

Mengenai keahliannya dalam ruqyah, Asy Syifa binti Abdullah pernah berkata kepada Rasulullah SAW, “Aku adalah ahli ruqyah di masa jahiliah dan aku ingin memperlihatkannya kepada engkau.”

Kemudian Rasulullah SAW bersabda, “Perlihatkanlah kepadaku.”

Asy Syifa pun memperlihatkannya kepada beliau. Saat itu, ia meruqyah penyakit bisul. Rasulullah SAW lalu berkata, “Meruqyahlah dengan cara tersebut dan ajarkanlah hal itu kepada Hafshah.”

Kemudian Rasulullah SAW mengajari Asy Syifa banyak ilmu dan bimbingan sehingga tumbuhlah rasa sayang beliau kepadanya. Sebagaimana kaum mukminin yang lain, Asy Syifa juga turut belajar dari hadits-hadits Rasulullah SAW.

Tak hanya menimba ilmu sebanyak-banyaknya dari Rasulullah SAW, namun Asy Syifa juga turut menyebarkan Islam, memberi nasihat kepada umat, serta terkenal pantang menyerah dalam menjelaskan kesalahan-kesalahan.

Begitu luasnya ilmu Asy Syifa binti Abdullah, sampai-sampai Umar bin Khattab RA lebih dulu mendahulukan pendapatnya saat mencari solusi dari masalah. Umar RA juga menjaganya, mengutamakannya, dan bahkan ia mempercayakan kepadanya urusan mengenai pasar.

Tidak berbeda dari Umar RA, Asy Syifa juga sangat menghormati sahabat nabi itu. Ia menganggap Umar RA sebagai orang yang jujur, dapat menjadi suri teladan yang baik, bertakwa, dan bisa berbuat adil.

Suatu saat, Asy Syifa binti Abdullah melihat ada segerombolan pemuda yang berjalan santai dan bersuara pelan. Lalu ia bertanya, “Apa ini?”

Pemuda itu menjawab, “Begitulah ahli ibadah.”

“Demi Allah, Umar adalah orang yang apabila berbicara suaranya terdengar jelas, bila berjalan melangkah dengan cepat, dan bila memukul mematikan,” puji Asy Syifa terhadap Umar bin Khattab RA.

Setelah Rasulullah SAW wafat, Asy Syifa menjalani hidupnya dengan menghormati dan menghargai pemerintahan Islam. Ia terus mengabdikan dirinya dalam bidang ilmu demi kemajuan umat Islam.

Asy Syifa binti Abdullah wafat pada tahun 20 Hijriah sebagai wanita salihah yang dihormati oleh umat Islam.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Sosok Ummu Umarah, Wanita Tangguh yang Dijuluki Singa Merah


Jakarta

Ummu Umarah adalah wanita yang dijuluki Singa Merah. Ia merupakan salah satu prajurit perempuan Anshar yang paling banyak mengikuti peperangan bersama Rasulullah SAW.

Nama asli Ummu Umarah adalah Nusaibah binti Ka’ab. Dikutip dari buku Ummi: Sang Ratu Bidadari Surga karya Ambar, julukan “Singa Merah” ini didapat oleh Nusaibah binti Ka’ab karena saking berani dan beringasnya menghabisi musuh di medan perang.

Julukan “Hamraul Asad” yang berarti “Singa Merah” ini pun bukan diberikan tanpa makna apa pun. Menurut buku Saatnya Berevolusi, Tunggu Apa Lagi? karya Nita Puji, gelar ini ada maknanya tersendiri.


Singa adalah simbol untuk sosok Nusaibah binti Ka’ab yang pemberani dan tangguh dalam menghadapi musuh, sedangkan merah merupakan lambang dari darah, yang berarti ia berjuang sampai titik darah penghabisan.

Sosok Ummu Umarah atau Nusaibah binti Ka’ab

Dijelaskan dalam buku Wanita-Wanita dalam Al-Qur’an karya Abdurrahman Umairah, Ummu Umarah adalah nama lain dari Nusaibah binti Ka’ab.

Rasulullah SAW bersabda, “Ketika Perang Uhud, Nusaibah binti Ka’ab ikut berperang dan Rasulullah berkata, ‘Tidaklah aku melihat ke sebelah kanan dan ke kiri kecuali aku melihatnya berperang di dekatku.'”

Nusaibah binti Ka’ab merupakan seorang ibu yang sangat mendalami keimanannya dalam ajaran Nabi Muhammad SAW. Keimanan itu sudah sampai pada tahap seakan-akan ia melihat Allah SWT dengan matanya.

Nusaibah binti Ka’ab adalah orang yang tekun, ahli ibadah, dan selalu bertahajud setiap malam. Dialah salah satu orang Anshar yang dijelaskan Allah SWT dalam surah Al-Hasyr ayat 9 yang berbunyi,

وَالَّذِيْنَ تَبَوَّءُو الدَّارَ وَالْاِيْمَانَ مِنْ قَبْلِهِمْ يُحِبُّوْنَ مَنْ هَاجَرَ اِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُوْنَ فِيْ صُدُوْرِهِمْ حَاجَةً مِّمَّآ اُوْتُوْا وَيُؤْثِرُوْنَ عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ ۗوَمَنْ يُّوْقَ شُحَّ نَفْسِهٖ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَۚ ٩

Artinya: “Orang-orang (Ansar) yang telah menempati kota (Madinah) dan beriman sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin) mencintai orang yang berhijrah ke (tempat) mereka. Mereka tidak mendapatkan keinginan di dalam hatinya terhadap apa yang diberikan (kepada Muhajirin). Mereka mengutamakan (Muhajirin) daripada dirinya sendiri meskipun mempunyai keperluan yang mendesak. Siapa yang dijaga dirinya dari kekikiran itulah orang-orang yang beruntung.”

Nusaibah binti Ka’ab juga merupakan wanita pemberani dan tangguh. Banyak sekali peperangan yang diikuti olehnya demi membela agama tercinta. Salah satunya adalah Perang Uhud. Bagaimana kisah wanita yang dijuluki Singa Merah ini?

Kisah Ummu Umarah dalam Perang Uhud

Kisah Ummu Umarah atau Nusaibah binti Ka’ab dalam Perang Uhud diceritakan dalam buku Sejarah Lengkap Rasulullah Jilid 2 karya Ali Muhammad Ash-Shallabi.

Diceritakan, pada waktu tidak ada perempuan yang ikut dalam memerangi orang-orang musyrik pada Perang Uhud kecuali Ummu Umarah Nusaibah Al-Maziniyyah (nama lain Nusaibah binti Ka’ab).

Dhamrah bin Sa’id, cucu dari Nusaibah binti Ka’ab bercerita bahwa neneknya ikut serta dalam Perang Uhud dan bertugas memberi minum para tentara yang kehausan.

Nusaibah binti Ka’ab berkata, “Aku mendengar Rasulullah berkata, ‘Kedudukan Nusaibah binti Ka’ab hari ini lebih mulia daripada kedudukan si fulan dan fulan.'”

Tak hanya memberi minum untuk prajurit yang kehausan, wanita yang dijuluki Singa Merah ini juga tentunya ikut berperang mengangkat pedangnya demi melawan para musuh Allah SWT.

Rasulullah SAW melihat Nusaibah binti Ka’ab berperang saat itu sangat tangguh. Pakaiannya dia ikat pada bagian tengah tubuhnya dengan erat. Bahkan, ia sampai mengalami tiga belas luka di tubuhnya.

Dhamrah bin Sa’id adalah salah satu orang yang ikut memandikan Nusaibah binti Ka’ab ketika wafat. Ia bersaksi bahwa di tubuh neneknya terdapat tiga belas luka yang amat parah.

Luka yang paling parah adalah pada tengkuk Nusaibah binti Ka’ab. Luka itu berasal dari Ibnu Qam’ah.

Nusaibah binti Ka’ab mengobati luka dari Ibnu Qam’ah itu selama satu tahun. Belum sembuh luka itu, penyeru perang sudah menyerukan untuk segera menuju Hamra’ Al-Asad untuk kembali membela Islam.

Tentu saja Nusaibah binti Ka’ab tetap pergi berperang walaupun lukanya belum tertutup. Ia mengikat luka itu dengan kain, namun tetap tidak mampu menahan aliran darah dari lukanya.

Ketika Rasulullah SAW sudah kembali dari Hamra’ Al-Asad, beliau mengutus Abdullah bin Ka’ab Al-Mazini, saudara laki-laki Nusaibah binti Ka’ab, untuk menanyakan kondisinya.

Kemudian Abdullah kembali memberitahukan kondisi Nusaibah dan Rasulullah SAW sangat senang dengan berita itu.

Ustadz Husain Al-Bakiri berkata, “Kepergian perempuan untuk berperang bersama laki-laki, tidak ada riwayat yang shahih tentang itu kecuali riwayat Nusaibah.”

Ia melanjutkan, ikutnya Nusaibah binti Ka’ab dalam perang adalah sebuah keadaan darurat, sebab banyak pasukan yang menjaga Rasulullah SAW terbunuh. Sehingga ia yang sedang membawa senjata saat itu jadi wajib ikut berperang untuk melindungi Rasulullah SAW meskipun ia adalah seorang wanita.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

10 Sifat Utama dari Sayyidah Aisyah RA, dari Cerdas hingga Rendah Hati


Jakarta

Salah satu istri Nabi Muhammad SAW yang banyak dicontoh dan dijadikan teladan adalah Aisyah RA. Apa saja sifat-sifat paling menonjol dari Aisyah RA?

Dikutip dari buku Akidah Akhlak Madrasah Tsanawiyah Kelas IX karya Harjan Syuhada dan Fida’ Abdilah, pada bulan Syawal tahun 614 Masehi, lahirlah seorang anak perempuan dari pasangan bernama Abu Bakar Ash Shiddiq RA dan Ummu Ruman binti ‘Amir ibn ‘Uwaimir Al-Kinaniyyah, yang diberi nama Aisyah binti Abu Bakar.

Aisyah RA kemudian menikah dengan Rasulullah SAW di usianya yang belia atau bertepatan dengan dua tahun sebelum Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah. Keduanya baru tinggal bersama ketika Aisyah RA sudah baligh.


Ia memiliki akhlak yang sangat mulia dan sangat bertakwa kepada Allah SWT. Selain itu, dirinya juga memiliki kecerdasan yang luar biasa. Oleh karena itu, banyak sekali keteladanan yang bisa dicontoh darinya.

10 Sifat yang Menonjol dari Sayyidah Aisyah RA

1. Pemberani

Sifat-sifat yang menonjol Sayyidah Aisyah RA pertama adalah ia memiliki kepribadian yang pemberani dan tidak kenal takut kecuali kepada Allah SWT.

Buktinya, Aisyah RA pernah beberapa kali ikut turun ke medan perang, termasuk Perang Badar dan Perang Khandaq. Ia bertugas untuk membantu para prajurit untuk memberi minum dan merawat luka saat Perang Uhud meletus.

2. Rajin Bekerja

Sifat yang menonjol Sayyidah Aisyah RA yang kedua adalah ia adalah ummul mukminin yang sangat rajin dalam urusan bekerja.

Walaupun ia difasilitasi pembantu oleh suaminya, Rasulullah SAW, ia tetap melakukan sendiri segala pekerjaan rumah dan melayani kebutuhan suaminya. Ia terbiasa sendiri menumbuk gandum, memasak, membersihkan perabotan, menyiapkan air wudhu dan siwak, serta mencuci pakaian beliau.

3. Sabar

Kepribadian dan teladan yang wajib ditiru dari Sayyidah Aisyah RA ketiga adalah sifatnya yang sangat sabar. Hal ini dibuktikan dengan kesehariannya bermalam tanpa lampu apa pun selama 40 malam.

Selain itu, ia juga sangat sabar ketika melewati masa dimana ia dan Rasulullah SAW tidak bisa membuat roti atau memasak lauk sama sekali. Keduanya hanya makan dengan kurma dan air saja selama satu bulan.

4. Rendah Hati

Aisyah RA dikenal dengan sifatnya yang rendah hati dan tidak sombong. Ia tetap bersikap rendah hati kepada semua orang meskipun memiliki kecerdasan dan ilmu yang amat luas. Tak pernah sekalipun ia menyombongkan hal itu.

5. Senang Berbagi Ilmu

Aisyah RA adalah seorang guru agama di Madinah Al Munawarah, tepatnya di salah satu sudut Masjid Nabawi. Madrasah ini merupakan tempat untuk menuntut ilmu atau meminta fatwa, sekaligus sebagai pusat para pecinta ilmu.

Aisyah RA juga merupakan orang yang selalu mengakui kelebihan orang lain, sehingga ia tidak malu bertanya kepada yang lebih tahu apabila ia sendiri masih belum terlalu paham.

6. Kritis dan Selalu Ingin Tahu

Sebagaimana disebutkan di atas, Aisyah RA adalah seorang wanita yang memiliki ilmu yang luas dan kecerdasan yang tinggi. Oleh sebab itu, ia memiliki sifat kritis dan selalu ingin tahu.

Rasa ingin tahunya sangat besar. Apabila ada sesuatu hadits yang belum jelas, maka ia akan langsung menanyakannya kepada Rasulullah SAW tentang hakikat dan inti maknanya.

7. Cerdas

Sifat-sifat yang menonjol Sayyidah Aisyah RA ketujuh adalah ia memiliki otak yang pintar dan kecerdasan yang tinggi, terutama dalam bidang memahami dan menyimpulkan.

Kecerdasan Aisyah RA tidak ada tandingannya, bahkan di antara para sahabat. Abu Musa Al-Asy’ari berkata, “Tidak ada satu hadits yang sulit bagi kamu, para sahabat Muhammad SAW, kecuali kami tanyakan kepada Aisyah RA. Pada diri beliau kami temukan pengetahuan tentang hadits tersebut.”

8. Suka Belajar

Kecerdasan yang dimiliki oleh Aisyah RA sejalan dengan kegemarannya dalam belajar dan menuntut ilmu. Ia selalu mendengarkan pelajaran yang disampaikan oleh Rasulullah SAW di mana pun itu.

Apabila ada materi yang sulit maka ia langsung menanyakan hal itu kepada Rasulullah SAW. Ia juga dapat menghafal banyak hadits tentang berbagai masalah dan ilmu pengetahuan.

9. Rajin Bersedekah

Sifat-sifat yang menonjol Sayyidah Aisyah RA yang kesembilan adalah ia merupakan sosok yang rajin bersedekah.

Suatu waktu dikisahkan, pemerintah Mu’awiyah mengirim uang sejumlah 200 ribu dirham kepada Aisyah RA. Namun, ia malah membagikannya kepada orang-orang yang lebih membutuhkan daripada dia.

Bahkan ketika Aisyah RA sedang berpuasa, ia masih tetap mengutamakan para pengemis dan orang-orang yang lebih membutuhkannya daripada dirinya sendiri.

10. Zuhud Dan Qana’ah

Sifat-sifat yang menonjol Sayyidah Aisyah RA yang terakhir adalah ia merupakan orang yang zuhud dan qana’ah. Wanita salihah ini sangat tegar dalam menghadapi berbagai cobaan dan ujian hidup.

Bahkan ketika ia tahu bahwa kas negara Islam Madinah amat banyak, ia tetap tidak pernah meminta tambahan nafkah dan memilih untuk zuhud pada gemerlap dunia. Seringkali didapati, ia hanya memiliki sepotong pakaian dan ia tidak punya perhiasan mewah sedikit pun.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Apakah Mandi Junub Boleh Tidak Melepas Ikat Rambut?


Jakarta

Tata cara mandi junub pria dan wanita sedikit berbeda. Perbedaan ini terletak pada bagian rambut khususnya bagi wanita yang biasa mengikatnya.

Mandi junub adalah mandi wajib untuk menghilangkan hadas besar (junub). Perintah untuk mandi junub termaktub dalam Al-Qur’an surah Al Maidah ayat 6. Allah SWT berfirman,

وَاِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوْاۗ


Artinya: “Dan jika kalian junub, maka mandilah.”

Ulama Syafi’iyah Sayyid Sabiq dalam kitab Fiqh Sunnah-nya menjelaskan, mandi wajib tidak sempurna jika tidak memenuhi rukun-rukunnya. Adapun, rukun mandi wajib terdiri dari berniat dan membasuh seluruh anggota tubuh.

Ia menjelaskan lebih lanjut, “Hakikat mandi adalah membasuh seluruh anggota tubuh dengan menyiram air pada seluruh tubuh.”

Lantas, bagaimana dengan wanita yang memiliki rambut panjang dan biasa mengikatnya? Apakah harus melepaskan ikat rambut saat mandi junub?

Mandi Junub Boleh Tak Lepas Ikat Rambut

Menurut penjelasan dalam kitab Al-Wajiz fi Fiqh As-Sunnah Sayyid Sabiq karya Syaikh Sulaiman Ahmad Yahya Al-Faifi, wanita tidak wajib melepas ikatan rambutnya saat mandi junub jika air bisa meresap sampai ke pangkal rambut. Hal ini bersandar pada hadits dari Ummu Salamah RA.

Diceritakan bahwa seorang wanita datang kepada Rasulullah SAW lalu berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya mengikat rambut saya, apakah harus dibuka jika mandi janabat?”

Beliau bersabda, “Cukup basuhlah air ke rambut sebanyak tiga kali, kemudian kamu membasuhkan air ke seluruh tubuhmu. Dengan begitu, kamu sudah suci.” (HR Ahmad, Muslim, dan Tirmidzi. Tirmidzi mengatakan hadits ini hasan shahih)

Ubaid bin Umair RA turut meriwayatkan hadits yang menjelaskan hal ini. Ia menceritakan dari Aisyah bahwa Abdullah bin Umar menyuruh istri-istrinya untuk menanggalkan ikatan rambutnya apabila hendak mandi.

Aisyah berkata, “Aneh sekali Ibnu Umar! Ia menyuruh istri-istrinya supaya menanggalkan ikatan rambutnya apabila mereka hendak mandi. Mengapa ia tidak menyuruh mereka supaya mencukur rambutnya saja. Ketahuilah aku pernah mandi junub bersama Rasulullah SAW dari satu tempat dan aku hanya sekadar menuangkan air di atas kepalaku sebanyak tiga kali siraman.” (HR Ahmad dan Muslim)

Sunnah Mandi Junub

Ada beberapa sunnah mandi junub yang bisa dilakukan setiap muslim. Mengacu pada sumber sebelumnya, berikut di antaranya.

  • Membasuh kedua tangan sebanyak tiga kali.
  • Membasuh kemaluan.
  • Berwudhu dengan sempurna seperti wudhu untuk salat. Dianjurkan mengakhirkan kedua kakinya sampai selesai mandi jika mandinya menggunakan air di bak dan sejenisnya..
  • Menyiramkan air di atas kepala sebanyak tiga kali dengan menyela-nyela rambut agar air membasahi pangkal rambut (mengenai pori-pori kepala).
  • Menyiram air ke seluruh tubuh dengan mendahulukan bagian kanan lalu kiri. Dianjurkan untuk membersihkan kedua ketiak, bagian dalam telinga, pusar, jari-jari kaki, dan menggosok anggota tubuh yang bisa dijangkau tangan.

Sunnah mandi junub tersebut mengacu pada hadits yang berasal dari Aisyah RA. Dia berkata,

“Apabila Rasulullah SAW hendak mandi junub, beliau selalu memulai dengan membasuh kedua tangannya. Kemudian menuangkan air pada bagian kanan, kemudian dilanjutkan bagian kiri. Setelah itu, beliau membasuh kemaluannya. Kemudian dilanjutkan wudhu seperti halnya ketika wudhu untuk mengerjakan salat. Setelah itu, beliau mengambil ari dan menyiramkannya di atas kepala sambil memasukkan jari-jarinya untuk menyela-nyela pangkal rambut. Ketika beliau merasa air telah membasahi kulit kepala, beliau membilas rambutnya sebanyak tiga kali. Kemudian beliau mengguyurkan air ke seluruh tubuhnya.” (HR Bukhari dan Muslim)

(kri/erd)



Sumber : www.detik.com

Wali yang Mempunyai Pertalian Darah dengan Mempelai Wanita, Siapa Saja?



Jakarta

Wali memiliki peran yang sangat penting dalam upacara pernikahan. Perwalian menjadi ketentuan syariat yang diberlakukan dalam pernikahan.

Merujuk pada buku Pendidikan Agama Islam untuk SMK Kelas II oleh Bachrul Ilmy, wali adalah orang yang menikahkan mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan. Wali merupakan orang yang berhak mengizinkan seorang perempuan dinikahi oleh seorang laki-laki.

Diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, Ahmad, dan Baihaqi dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda,


أَيُّمَا امْرَأَةٍ نَكَحَتْ بِغَيْرِ اذْنِ وَلِيْهَا فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ

Artinya: “Barangsiapa di antara perempuan menikah tanpa izin walinya, pernikahannya tidak sah.”

Seorang perempuan boleh dinikahkan oleh walinya baik ayah maupun kerabat lain yang sah menurut syariat Islam. Wali yang mempunyai pertalian darah dengan mempelai wanita yang akan dinikahkan disebut wali nasab. Berikut penjelasannya.

Pengertian Wali Nasab

Wali yang mempunyai pertalian darah dengan mempelai wanita yang akan dinikahkan disebut wali nasab. Merujuk pada sumber sebelumnya, contoh dari wali nasab adalah bapak, kakak laki-laki kandung (seibu dan sebapak), kakak laki-laki sebapak, dan sebagainya.

Urutan Wali Nasab yang Berhak Menjadi Wali

Dirangkum dari buku Fiqh Keluarga Terlengkap oleh Rizem Aizid, Imam Malik berpendapat bahwa perwalian di dasarkan pada ke-‘ashabah (orang yang menguasai harta waris karena ia menjadi ahli waris tunggal).

Wali yang paling berhak berdasarkan urutannya menurut Imam Malik yaitu:

  1. Anak laki-laki sampai ke bawah lebih utama
  2. Ayah sampai ke atas
  3. Saudara laki-laki seayah dan seibu
  4. Saudara laki-laki seayah saja
  5. Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah saja
  6. Kakek dari pihak ayah sampai ke atas
    Al-Mughni menyatakan bahwa kakek lebih utama daripada saudara laki-laki dan anaknya saudara laki-laki. Alasannya karena kakek adalah asal, kemudian paman-paman dari pihak ayah berdasarkan urutan saudara-saudara laki-laki sampai ke bawah, kemudian bekas tuan (al-maula), kemudian penguasa.

Menurut jumhur ulama, urutan wali nikah nasab yaitu sebagai berikut:

  1. Ayah
  2. Ayahnya ayah (kakek) terus ke atas
  3. Saudara laki-laki seayah dan seibu
  4. Saudara laki-laki seayah saja
  5. Anak laki-laki saudara laki-laki seayah dan seibu
  6. Anak laki-laki saudara laki-laki seayah
  7. Anak laki-laki dari anak laki-laki saudara laki-laki seayah dan seibu
  8. Anak laki-laki dari anak laki-laki saudara laki-laki seayah
  9. Anak laki-laki pada point tujuh
  10. Anak laki-laki pada pont delapan dan seterusnya
  11. Saudara laki-laki ayah, seayah dan seibu
  12. Saudara laki-laki ayah, seayah saja
  13. Anak laki-laki pada point sebelas
  14. Anak laki-laki pada point dua belas
  15. Anak laki-laki pada point 13, dan seterusnya

Jenis Wali Nasab

Merujuk pada sumber sebelumnya, wali nasab terbagi menjadi dua jenis, yaitu wali aqrab (dekat) dan wali ab’ad (jauh). Wali aqrab adalah yang paling utama daripada wali ab’ad.

Wali ab’ad baru boleh menjadi wali jika wali aqrab tidak ada. Atau jika wali aqrab-nya berada dalam kondisi seperti non-muslim, fasik, belum dewasa, gila, dan bisu/tuli. Maka wali ab’an boleh menggantikannya.

Syarat Wali Nikah

Dirangkum dari buku Fiqh Sunnah, syarat orang yang menjadi wali dalam pernikahan adalah baligh, berakal, dan merdeka, baik apabila ia menjadi wali bagi orang muslim ataupun non-muslim. Sementara budak, orang gila, ataupun anak kecil, mereka tidak diperkenankan menjadi wali.

Syarat selanjutnya adalah wali nikah harus beragama Islam jika orang yang di bawah perwaliannya muslim. Sementara walinya orang yang tidak beragama islam, maka tidak diperkenankan menjadi wali seorang muslim.

Sebagai dasarnya pada firman Allah SWT yang termaktub dalam surah At Taubah ayat 71:

وَٱلْمُؤْمِنُونَ وَٱلْمُؤْمِنَٰتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَآءُ بَعْضٍ ۚ يَأْمُرُونَ بِٱلْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ وَيُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤْتُونَ ٱلزَّكَوٰةَ وَيُطِيعُونَ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥٓ ۚ أُو۟لَٰٓئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ ٱللَّهُ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

Arab-Latin: Wal-mu`minụna wal-mu`minātu ba’ḍuhum auliyā`u ba’ḍ, ya`murụna bil-ma’rụfi wa yan-hauna ‘anil-mungkari wa yuqīmụnaṣ-ṣalāta wa yu`tụnaz-zakāta wa yuṭī’ụnallāha wa rasụlah, ulā`ika sayar-ḥamuhumullāh, innallāha ‘azīzun ḥakīm

Artinya: Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com