Category Archives: Muslimah

Bagaimana Karakteristik Wanita Akhir Zaman dalam Islam?


Jakarta

Saat akhir zaman tiba, Dajjal akan keluar dan menghasut iman umat Islam. Kaum wanita merupakan salah satu kelompok yang paling mudah terpengaruh oleh Dajjal.

Menurut buku Fitnah Dajjal & Ya’juj – Ma’juj oleh Lilik Agus Saputra, wanita disebut sebagai pengikut Dajjal yang paling banyak. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam salah satu riwayat hadits.

Merujuk pada buku Asyrath As-Sa’ah Al-‘Alamat Al-Kubra oleh Ahmad Ash-Shufiy, dari Ibnu Umar RA yang mengutip sabda Rasulullah SAW,


يَنْزِلُ الدَّجَّالُ فِى هَذِهِ السَّبَخَةِ بِمَرِّ قَنَاةَ فَيَكُونُ أَكْثَرَ مَنْ يَخْرُجُ إِلَيْهِ النِّسَاءُ حَتَّى إِنَّ الرَّجُلَ لِيَرْجِعُ إِلَى حَمِيمِهِ وَإِلَى أُمِّهِ وَابْنَتِهِ وَأُخْتِهِ وَعَمَّتِهِ فَيُوثِقُهَا رِبَاطاً مَخَافَةَ أَنْ تَخْرُجَ إِلَيْهِ

Artinya: “Dajjal akan turun ke Mirqonah (nama sebuah lembah) dan mayoritas pengikutnya adalah kaum wanita, sampai-sampai ada seorang yang pergi ke istrinya, ibunya, putrinya, dan saudarinya, dan bibinya kemudian mengikatnya karena khawatir keluar menuju Dajjal.” (HR Ahmad)

Karakteristik Wanita Akhir Zaman

Menurut buku Fitnah & Petaka Akhir Zaman: Detik-detik Menuju Hari Kehancuran Alam Semesta oleh Abu Fatiah Al-Adnani, salah satu karakteristik wanita akhir zaman adalah wanita yang berpakaian tapi telanjang.

Dalam sebuah riwayat disebutkan, “Ada dua macam penduduk neraka yang belum pernah kulihat: orang-orang yang membawa cemeti seperti ekor sapi yang mereka gunakan untuk mencambuki manusia dan wanita-wanita yang berpakaian tapi telanjang, yang bergoyang dan membuat orang lain bergoyang, kepala mereka seperti punuk unta yang miring, mereka tidak masuk surga dan tidak mencium baunya, padahal bau surga itu bisa dicium dari jarak perjalanan sekian dan sekian.” (HR Muslim)

Rasulullah SAW mengatakan bahwa para wanita itu berpakaian tapi telanjang. Sebab, pakaian mereka tidak berfungsi sebagai penutup aurat, hal itu disebabkan oleh pakaian yang terlalu tipis dan transparan.

Pada akhir zaman kelak juga digambarkan banyaknya jumlah wanita dibandingkan jumlah laki-laki. Dikutip dari buku Ensiklopedia Hadis Sahih: Kumpulan Hadis Tentang Wanita oleh Muhammad Shidiq Hasan Khan, Abu Musa RA mendengar Rasulullah SAW bersabda,

“Nanti akan datang suatu masa dimana seorang lelaki berkeliling membawa sedekah berupa emas, tetapi ia tidak menemukan orang yang mengambilnya. Kemudian, ada satu orang laki-laki yang diikuti oleh 40 orang wanita. Mereka bernaung kepadanya sebab sedikitnya jumlah lelaki dan banyaknya jumlah wanita.” (HR Bukhari dan Muslim)

Pengikut dan Pendukung Dajjal

Pendukung utama Dajjal yang terakhir adalah 70.000 Yahudi Asbahan yang berpakaian tanpa jahitan dan diikuti oleh kaum bermuka gelap seperti tembaga. Mereka adalah pengikut setia Dajjal.

Mereka senantiasa memberikan dukungan kepada Dajjal hingga pada akhirnya, mereka akan dihancurkan oleh kaum muslimin dalam peperangan terakhir di Damaskus.

Rasulullah SAW bersabda, “Dajjal akan diikuti oleh orang-orang Yahudi Ashfahan sebanyak tujuh puluh ribu orang yang mengenakan jubah tiada berjahid.” (HR Muslim)

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

2 Kewajiban Material Suami kepada Istrinya dalam Islam, Apa Saja?


Jakarta

Setelah menikah, suami harus bertanggung jawab menghidupi istri dan menjalankan kehidupan pernikahan dengan baik bersama. Untuk itu, terdapat kewajiban material suami kepada istrinya yang harus dipenuhi. Apa saja?

Pernikahan adalah menjalin hubungan sah dan halal antara perempuan dan laki-laki yang awalnya bukan mahram, kemudian menjadi mahram, untuk tujuan beribadah kepada Allah SWT. Dikutip dari buku Untukmu yang Ingin Menikah oleh Misbakir Al Gresikiy, Rasulullah SAW sangat menganjurkan umatnya untuk menikah dan memiliki banyak keturunan. Dari Aisyah RA,

“Menikah adalah bagian dari sunahku. Maka barang siapa tidak mengamalkan sunahku, ia tidak termasuk golonganku. Menikahlah, karena aku akan membanggakan jumlahmu yang banyak di hari akhir kelak.” (HR Ibnu Majah)


Allah SWT berfirman dalam surah Ar-Rum ayat 21 yang berbunyi,

وَمِنْ اٰيٰتِهٖٓ اَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوْٓا اِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَّوَدَّةً وَّرَحْمَةً ۗاِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ ٢١

Artinya: Di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah bahwa Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari (jenis) dirimu sendiri agar kamu merasa tenteram kepadanya. Dia menjadikan di antaramu rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.

Namun, perlu diperhatikan bahwa dalam pernikahan terdapat kewajiban-kewajiban dan hak-hak antara suami istri yang wajib untuk dipenuhi. Termasuk soal kewajiban material suami kepada istrinya.

Dikutip dari buku Fiqh Keluarga Terlengkap oleh Rizem Aizid, kewajiban material suami kepada istrinya dibedakan menjadi dua macam, yaitu mahar dan nafkah lahiriah yang berupa materi.

2 Jenis Kewajiban Material Suami kepada Istrinya

1. Membayar Mahar

Kewajiban material suami kepada istrinya yang paling utama adalah membayar mahar. Mahar sifatnya adalah harus dan wajib ada dalam setiap pernikahan. Seorang suami wajib membayar mahar yang sudah disanggupi saat ijab kabul.

Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surah An-Nisa ayat 24 yang berbunyi,

۞ وَالْمُحْصَنٰتُ مِنَ النِّسَاۤءِ اِلَّا مَا مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْ ۚ كِتٰبَ اللّٰهِ عَلَيْكُمْ ۚ وَاُحِلَّ لَكُمْ مَّا وَرَاۤءَ ذٰلِكُمْ اَنْ تَبْتَغُوْا بِاَمْوَالِكُمْ مُّحْصِنِيْنَ غَيْرَ مُسٰفِحِيْنَ ۗ فَمَا اسْتَمْتَعْتُمْ بِهٖ مِنْهُنَّ فَاٰتُوْهُنَّ اُجُوْرَهُنَّ فَرِيْضَةً ۗوَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيْمَا تَرَاضَيْتُمْ بِهٖ مِنْۢ بَعْدِ الْفَرِيْضَةِۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلِيْمًا حَكِيْمًا ٢٤

Artinya: (Diharamkan juga bagi kamu menikahi) perempuan-perempuan yang bersuami, kecuali hamba sahaya perempuan (tawanan perang) yang kamu miliki sebagai ketetapan Allah atas kamu. Dihalalkan bagi kamu selain (perempuan-perempuan) yang demikian itu, yakni kamu mencari (istri) dengan hartamu (mahar) untuk menikahinya, bukan untuk berzina. Karena kenikmatan yang telah kamu dapatkan dari mereka, berikanlah kepada mereka imbalannya (maskawinnya) sebagai suatu kewajiban. Tidak ada dosa bagi kamu mengenai sesuatu yang saling kamu relakan sesudah menentukan kewajiban (itu). Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.

2. Nafkah Lahiriah

Kewajiban material suami kepada istrinya yang kedua adalah memenuhi nafkah lahiriah yakni, berupa makanan, pakaian, tempat tinggal, dan kebutuhan pokok lainnya sesuai dengan kemampuannya.

Allah SWT berfirman dalam surah Ath-Thalaq ayat 7 yang berbunyi,

لِيُنْفِقْ ذُوْ سَعَةٍ مِّنْ سَعَتِهٖۗ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهٗ فَلْيُنْفِقْ مِمَّآ اٰتٰىهُ اللّٰهُ ۗ لَا يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلَّا مَآ اٰتٰىهَاۗ سَيَجْعَلُ اللّٰهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُّسْرًا ࣖ ٧

Artinya: Hendaklah orang yang lapang (rezekinya) memberi nafkah menurut kemampuannya, dan orang yang disempitkan rezekinya, hendaklah memberi nafkah dari apa (harta) yang dianugerahkan Allah kepadanya. Allah tidak membebani kepada seseorang melainkan (sesuai) dengan apa yang dianugerahkan Allah kepadanya. Allah kelak akan menganugerahkan kelapangan setelah kesempitan.

Mengenai hal ini, Rasulullah SAW jua mengatakan bahwa seorang suami memiliki kewajiban untuk memenuhi hak-hak istrinya sesuai dengan kemampuannya. Beliau bersabda, “Engkau memberi ia makan apabila engkau makan, engkau memberinya pakaian apabila engkau berpakaian, janganlah kau memukul wajahnya dan jangan kau menjelekkannya, dan jangan kau menghardiknya kecuali di rumah.” (HR Ahmad, Abu Dawud, Nasai, dan Ibnu Majah)

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Kumpulan Doa Hari Pertama Haid, Muslimah Amalkan Yuk!


Jakarta

Doa hari pertama haid dapat diamalkan oleh wanita muslim. Pada dasarnya, haid adalah darah yang keluar dari ujung rahim wanita secara sehat tanpa suatu sebab.

Wanita muslim yang haid tidak diperbolehkan mengerjakan ibadah seperti salat dan puasa. Larangan ini termaktub dalam surah Al Baqarah ayat 222,

وَيَسْـَٔلُونَكَ عَنِ ٱلْمَحِيضِ ۖ قُلْ هُوَ أَذًى فَٱعْتَزِلُوا۟ ٱلنِّسَآءَ فِى ٱلْمَحِيضِ ۖ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّىٰ يَطْهُرْنَ ۖ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ ٱللَّهُ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلتَّوَّٰبِينَ وَيُحِبُّ ٱلْمُتَطَهِّرِينَ


Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: “Haid itu adalah suatu kotoran”. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.”

Mengutip buku kitab Al-Ibanah wa Al-Ifadhah fi Ahkam Al-Haidh wa An-Nifas wa Al-Istihadhah ‘ala Mazhab Al-Imam Asy-Syafi’i karya Sayyid Abdurrahman bin Abdullah bin Abdul Qadir Assegaf terjemahan Ahmad Atabik Lc dan Abdul Majid Lc, haid dimaknai sebagai peristiwa biologis yang Allah SWT berikan kepada wanita. Haid juga dikatakan sebagai tanda organ reproduksi wanita sehat dan berfungsi dengan baik.

Doa Hari Pertama Haid: Arab, Latin dan Artinya

1. Doa Hari Pertama Haid Versi Pertama

Doa hari pertama haid versi pertama ini diajarkan oleh Aisyah RA, berikut bacaannya yang dikutip dari buku Mencari Pahala Disaat Haid susunan Ratu Aprilia Senja.

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ عَلٰى كُلِّ حَالٍ وَاَسْتَغْفِرُ اللّٰهَ

Arab latin: Alhamdulillahi ‘alaa kulli haalin wa astaghfirullah.

Artinya: “Segala puji bagi Allah dalam segala keadaan, dan mohon ampun kepada Allah.”

2. Doa Hari Pertama Haid Versi Kedua

Ada juga doa hari pertama haid versi lainnya yang disebutkan dalam buku Doa-doa untuk Muslimah terbitan Tim Quanta.

اَلْحَمْدُ للهِ عَلى كُلِّ حَالٍ وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ

Arab latin: Alhamdulillaahi ‘alaa kulli haalin wa astaghfirullaaha min kulli dzanbin

Artinya: “Segala puji bagi Allah atas segala perkara, dan aku memohon ampun kepada-Mu atas segenap dosa.”

3. Doa Hari Pertama Haid Versi Ketiga

Mengutip buku Keutamaan Doa & Dzikir oleh M Khalilurrahman Al Mahfani, terdapat doa yang bisa dibaca muslimah untuk meredakan rasa nyeri. Berikut bunyinya,

اللَّهُمَّ رَبَّ النَّاسِ أَذْهِبْ الْبَاسَ اشْفِهِ وَأَنْتَ الشَّافِي لَا شِفَاءَ إِلَّا شِفَاؤُكَ شِفَاءً لَا يُغَادِرُ سَقَمًا

Arab latin: Allahumma rabbannaasi adzhibil ba’sa isyfihi wa antas syaafi laa syifaa illaa syifaa’uka syifaa’an laa yughaadiru saqama

Artinya: “Ya Allah, Tuhan manusia, hilangkanlah penyakit dan sembuhkanlah. Engkau adalah Pemberi kesembuhan, tidak ada kesembuhan kecuali kesembuhan-Mu, kesembuhan yang tidak meninggalkan sakit.” (HR Bukhari).

Itulah beberapa doa hari pertama haid yang bisa dipanjatkan oleh wanita muslim. Semoga bermanfaat.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Peran Perempuan dalam Islam, Sosok Mulia Ciptaan Allah SWT


Jakarta

Islam datang sebagai agama yang membawa kasih sayang. Dalam ajaran Islam, perempuan termasuk sosok yang dimuliakan. Bahkan Al-Qur’an mencatat bahwa kedudukan perempuan dan laki-laki adalah sama.

Ada banyak dalil yang membahas tentang peran dan kedudukan perempuan dalam pandangan Islam. Sebelum datangnya Islam, perempuan dianggap dan diperlakukan sebagai kalangan rendahan serta jauh dari kata dihormati.

Siti Musdah Mulia dalam buku Kemuliaan Perempuan dalam Islam menjelaskan, fakta-fakta sejarah mengungkapkan bahwa beribu tahun sebelum Islam datang, khususnya di zaman Jahiliah, perempuan dipandang tidak memiliki kemanusiaan yang utuh. Pada masa itu, perempuan tidak berhak bersuara, tidak berhak berkarya, dan tidak berhak memiliki harta.


Saking rendahnya kedudukan perempuan, pernah terjadi satu masa, di mana bayi dan anak-anak perempuan dikubur hidup-hidup. Orang-orang di zaman Jahiliah menganggap bahwa memiliki anak perempuan adalah sebuah aib.

Hal ini berubah setelah kedatangan ajaran Islam yang dibawa Rasulullah SAW. Perempuan menjadi sosok mulia yang derajatnya sama dengan laki-laki. Bahkan dalam kondisi tertentu, kedudukan perempuan lebih mulia dibandingkan laki-laki.

Banyak dalil Al-Qur’an yang menerangkan tentang keutamaan perempuan. Seperti yang termaktub dalam surah An Nisa ayat 1,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ٱتَّقُوا۟ رَبَّكُمُ ٱلَّذِى خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَٰحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَآءً ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ٱلَّذِى تَسَآءَلُونَ بِهِۦ وَٱلْأَرْحَامَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

Artinya: “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan istrinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.”

Kemudian dalam surah Al Ahzab ayat 35, Allah SWT berfirman,

إِنَّ ٱلْمُسْلِمِينَ وَٱلْمُسْلِمَٰتِ وَٱلْمُؤْمِنِينَ وَٱلْمُؤْمِنَٰتِ وَٱلْقَٰنِتِينَ وَٱلْقَٰنِتَٰتِ وَٱلصَّٰدِقِينَ وَٱلصَّٰدِقَٰتِ وَٱلصَّٰبِرِينَ وَٱلصَّٰبِرَٰتِ وَٱلْخَٰشِعِينَ وَٱلْخَٰشِعَٰتِ وَٱلْمُتَصَدِّقِينَ وَٱلْمُتَصَدِّقَٰتِ وَٱلصَّٰٓئِمِينَ وَٱلصَّٰٓئِمَٰتِ وَٱلْحَٰفِظِينَ فُرُوجَهُمْ وَٱلْحَٰفِظَٰتِ وَٱلذَّٰكِرِينَ ٱللَّهَ كَثِيرًا وَٱلذَّٰكِرَٰتِ أَعَدَّ ٱللَّهُ لَهُم مَّغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا

Artinya: “Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.”

Ketika seorang perempuan mengalami hamil, melahirkan dan menjadi seorang ibu, sosoknya menjadi lebih mulia. Seorang anak diwajibkan berbakti kepada orangtuanya namun ibundanya lebih mulia.

Diceritakan Abu Hurairah RA,

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ :يَا رَسُوْلَ اللهِ، مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ، قَالَ أَبُوْكَ

Artinya: “Seseorang datang kepada Rasulullah SAW dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi SAW menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi SAW menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi SAW menjawab, ‘Kemudian ayahmu’.” (HR Bukhari dan Muslim)

Keistimewaan Perempuan dalam Islam

Merangkum buku Muslimah Itu Spesial oleh Aini Zakiyya Hatsi, ada beberapa keistimewaan perempuan yang dijelaskan melalui Al-Qur’an dan hadits. Berikut di antaranya:

1. Perempuan Makhluk Mulia

Allah SWT berfirman dalam surah An Nisa ayat 34,

اَلرِّجَالُ قَوَّامُوْنَ عَلَى النِّسَاۤءِ بِمَا فَضَّلَ اللّٰهُ بَعْضَهُمْ عَلٰى بَعْضٍ وَّبِمَآ اَنْفَقُوْا مِنْ اَمْوَالِهِمْ ۗ فَالصّٰلِحٰتُ قٰنِتٰتٌ حٰفِظٰتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللّٰهُ ۗوَالّٰتِيْ تَخَافُوْنَ نُشُوْزَهُنَّ فَعِظُوْهُنَّ وَاهْجُرُوْهُنَّ فِى الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوْهُنَّ ۚ فَاِنْ اَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوْا عَلَيْهِنَّ سَبِيْلًا ۗاِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيْرًا

Artinya: “Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya…”

2. Perempuan Adalah Karunia

Hal ini dijelaskan melalui Al-Qur’an surah An Nahl ayat 72. Allah SWT berfirman,

وَاللّٰهُ جَعَلَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا وَّجَعَلَ لَكُمْ مِّنْ اَزْوَاجِكُمْ بَنِيْنَ وَحَفَدَةً وَّرَزَقَكُمْ مِّنَ الطَّيِّبٰتِۗ اَفَبِالْبَاطِلِ يُؤْمِنُوْنَ وَبِنِعْمَتِ اللّٰهِ هُمْ يَكْفُرُوْنَۙ

Artinya: “Dan Allah menjadikan bagimu pasangan (suami atau istri) dari jenis kamu sendiri dan menjadikan anak dan cucu bagimu dari pasanganmu, serta memberimu rezeki dari yang baik. Mengapa mereka beriman kepada yang batil dan mengingkari nikmat Allah?”

3. Larangan Durhaka kepada Ibu

Rasulullah SAW bersabda,

إِنَّ اللَّهَ حَرَّمَ عَلَيْكُمْ عُقُوْقَ الأُمَّهَاتِ، وَمَنْع وَهَاتِ، وَوَأْدَ اَلْبَنَاتِ

Artinya: “Sesungguhnya, Allah mengharamkan atas kalian berbuat durhaka kepada ibu-ibu kalian, mencegah dan meminta, serta mengubur anak perempuan hidup-hidup.”

4. Keutamaan Mengasuh Anak Perempuan

Rasulullah SAW bersabda,

من كان له ثلاث بنات يؤويهن ويكفيهن ويرحمهن فقد وجبت له الجنة البتة فقال رجل من بعض القوم وثنتين يا رسول الله قال وثنتين

Artinya: Barang siapa yang mempunyai tiga orang anak perempuan, dia melindungi, mencukupi, dan menyayanginya, maka wajib baginya surga. Ada yang bertanya; bagaimana kalau dua orang anak wanita wahai Rasululloh? Beliau menjawab; dua anak wanita juga termasuk.” (HR Bukhari)

(dvs/rah)



Sumber : www.detik.com

Niat Mandi Nifas setelah Melahirkan Lengkap dengan Tata Caranya


Jakarta

Setelah masa nifas selesai, seorang muslimah diwajibkan mandi nifas layaknya mandi setelah haid. Adapun bacaan niat mandi nifas sebagai berikut.

Dijelaskan Buku Tuntunan Lengkap Salat Wajib, Sunah, Doa, Dan Zikir oleh Zakaria R. Rachman, darah nifas dan haid merupakan najis dan digolongkan sebagai hadats besar. Oleh karena itu, untuk menyucikan diri setelah nifas, muslimah harus mandi nifas atau mandi wajib.

Sebagaimana dijelaskan dalam hadis berikut. Dari ‘Aisyah RA bahwa Fatimah binti Abu Hubaisy bertanya kepada Nabi SAW. Ia berkata, “Aku mengeluarkan darah istihadhah (penyakit). Apakah aku tinggalkan salat?” Beliau menjawab, “Jangan, karena itu hanyalah darah penyakit seperti keringat. Tinggalkanlah salat selama masa haidmu, setelah itu mandi dan kerjakanlah salat.” (HR Bukhari)


Ahmad Sarwat juga menjelaskan lebih lanjut dalam bukunya Ensiklopedi Fikih Indonesia 3: Taharah. Nifas adalah darah yang keluar dari rahim perempuan setelah melahirkan. Darah nifas akan keluar kurang lebih selama 40 hari. Selama masa nifas inilah, seorang perempuan dilarang untuk melaksanakan salat dan puasa.

Perintah melaksanakan mandi wajib untuk menyucikan diri dari hadats besar telah dijelaskan dalam Al-Qur’an surah Al Maidah ayat 6, Allah SWT berfirman:

وَإِن كُنتُمْ جُنُبًا فَٱطَّهَّرُوا۟

Artinya: “…dan jika kamu junub maka mandilah…”

Niat Mandi Nifas setelah Melahirkan

نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ حَدَثِ النِّفَاسِ ِللهِ تَعَالَى

Nawaitul ghusla liraf’i hadatsin nifaasi lillahi Ta’aala.

Artinya: “Aku niat mandi wajib untuk mensucikan hadas besar dari nifas karena Allah Ta’ala.”

Tata Cara Mandi Nifas setelah Melahirkan

Diambil dari buku Fiqh Ibadah karya Zaenal Abidin berikut tata cara mandi nifas atau mandi wajib bagi perempuan setelah melahirkan:

1. Membaca Niat

2. Bersihkan telapak tangan sebanyak 3 kali. Hal ini disunahkan Rasulullah SAW, bertujuan agar tangan bersih dan terhindar dari najis.

3. Bersihkan kotoran yang menempel di sekitar tempat yang tersembunyi dengan tangan kiri. Bagian tubuh yang biasanya kotor dan tersembunyi tersebut adalah bagian kemaluan, dubur, bawah ketiak, dan pusar.

4. Setelah membersihkan kemaluan, cuci tangan dengan menggosok-gosoknya dengan tanah atau sabun. Setelah membersihkan bagian tubuh yang kotor dan tersembunyi, tangan perlu dicuci ulang.

5. Lakukan gerakan wudhu yang sempurna seperti ketika kita akan salat, dimulai dari membasuh tangan sampai membasuh kaki.

6. Memasukkan tangan ke dalam air, kemudian sela pangkal rambut dengan jari-jari tangan sampai menyentuh kulit kepala. Jika sudah, guyur kepala dengan air sebanyak 3 kali. Pastikan pangkal rambut juga terkena air.

7. Bilas seluruh tubuh dengan mengguyurkan air. Dimulai dari sisi yang kanan, lalu lanjutkan dengan sisi tubuh kiri.

8. Saat menjalankan tata cara mandi wajib, pastikan seluruh lipatan kulit dan bagian tersembunyi ikut dibersihkan.

Jika mandi wajib pria diwajibkan untuk menyela pangkal rambut, tetapi perempuan dalan mandi nifas tidak perlu. Bahkan tidak perlu membuka jalinan rambutnya.

Sebagaimana dalam sebuah riwayat berikut, Ummu Salamah bertanya kepada Nabi Muhammad SAW, “Aku bertanya, wahai Rasulullah SAW! Sesungguhnya aku ini perempuan yang sangat kuat jalinan rambut kepalanya, apakah aku boleh mengurainya ketika mandi wajib? Maka Rasulullah SAW menjawab, Jangan, sebetulnya cukup bagimu mengguyurkan air pada kepalamu 3 kali guyuran.” (HR At-Tirmidzi)

Wallahu a’lam.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

3 Golongan Muslimah Ini Boleh Tak Berhijab


Jakarta

Menutup aurat adalah kewajiban setiap muslimah. Salah satu caranya dengan berhijab karena rambut termasuk aurat bagi muslimah. Namun, terdapat tiga golongan muslimah yang boleh tak berhijab. Siapa saja?

Kewajiban muslimah untuk berhijab dijelaskan oleh berbagai dalil, salah satunya Al-Qur’an surah Al-Ahzab ayat 59. Allah SWT berfirman,

يٰٓاَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِّاَزْوَاجِكَ وَبَنٰتِكَ وَنِسَاۤءِ الْمُؤْمِنِيْنَ يُدْنِيْنَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيْبِهِنَّۗ ذٰلِكَ اَدْنٰىٓ اَنْ يُّعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَۗ وَكَانَ اللّٰهُ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا


Artinya: “Wahai Nabi (Muhammad), katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin supaya mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali sehingga mereka tidak diganggu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

3 Golongan Muslimah yang Boleh Tak Berhijab

1. Anak Perempuan yang Belum Baligh

Menukil buku Dasar-dasar Mendidik Anak karya Najah as-Sabatin, anak perempuan yang belum mengalami haid atau belum memasuki usia baligh tidak diwajibkan untuk berhijab. Hal ini bersandar pada sebuah hadits. Rasulullah SAW bersabda,

“Wahai Asma’, sesungguhnya wanita itu jika sudah baligh tidak boleh tampak daripadanya kecuali ini dan ini (beliau menunjuk kepada wajah dan kedua telapak tangan).” (HR Abu Dawud)

Dalam Terjemah Kitab Bulughul Maram karya Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani, terdapat hadits yang turut menjelaskan ketidakwajiban syariat Islam bagi anak yang belum baligh. Dari Aisyah RA, Rasulullah SAW bersabda,

“Pena diangkat dari tiga orang (malaikat tidak mencatat apa-apa dari tiga orang), yaitu: orang tidur hingga ia bangun, anak kecil hingga ia dewasa, dan orang gila hingga ia berakal normal atau sembuh.” (Riwayat Ahmad dan Imam Empat kecuali Tirmidzi. Hadits shahih menurut Hakim. Ibnu Hibban juga mengeluarkan hadits ini)

Kendati demikian, orang tua dapat mengajarkan anak perempuannya untuk berhijab sejak usia dini agar mereka terbiasa ketika telah baligh nantinya.

2. Wanita yang Telah Lanjut Usia

Wanita yang telah lanjut usia juga boleh untuk melepas hijab. Hal ini bersandar pada firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surah An-Nur ayat 60.

وَالْقَوَاعِدُ مِنَ النِّسَاۤءِ الّٰتِيْ لَا يَرْجُوْنَ نِكَاحًا فَلَيْسَ عَلَيْهِنَّ جُنَاحٌ اَنْ يَّضَعْنَ ثِيَابَهُنَّ غَيْرَ مُتَبَرِّجٰتٍۢ بِزِيْنَةٍۗ وَاَنْ يَّسْتَعْفِفْنَ خَيْرٌ لَّهُنَّۗ وَاللّٰهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ

Artinya: “Para perempuan tua yang telah berhenti (dari haid dan mengandung) yang tidak lagi berhasrat menikah, tidak ada dosa bagi mereka menanggalkan pakaian (luar) dengan tidak (bermaksud) menampakkan perhiasan. Akan tetapi, memelihara kehormatan (tetap mengenakan pakaian luar) lebih baik bagi mereka. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

Dikutip dari buku Al-Qur’an dan As-Sunnah Bicara Wanita karya As-Sayyid Muhammad Shiddiq Khan, wanita tua yang dimaksud dalam ayat ini adalah wanita yang telah lanjut usia, tidak lagi mengalami haid, tidak dapat menikmati hubungan seksual, tidak lagi dapat melahirkan, dan tidak lagi punya keinginan untuk menikah.

Adapun pakaian yang bisa mereka tanggalkan yaitu pakaian luar, seperti jilbab dan jubah luar atau sejenisnya. Akan tetapi, terdapat catatan bahwa wanita yang telah lanjut usia tetap wajib memakai pakaian yang menutup auratnya, termasuk pula kerudung.

3. Orang Gila

Orang gila juga tidak diwajibkan untuk berhijab. Ketidakwajiban orang gila untuk mematuhi syariat Islam sama dengan ketidakwajiban anak kecil. Keduanya dijelaskan dengan hadits yang sama.

“Pena diangkat dari tiga orang (malaikat tidak mencatat apa-apa dari tiga orang), yaitu: orang tidur hingga ia bangun, anak kecil hingga ia dewasa, dan orang gila hingga ia berakal normal atau sembuh.” (Riwayat Ahmad dan Imam Empat kecuali Tirmidzi. Hadits shahih menurut Hakim. Ibnu Hibban juga mengeluarkan hadits ini)

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Nama-Nama Istri Rasulullah SAW dan Keistimewaannya



Jakarta

Berikut ini nama-nama istri Nabi Muhammad dan keistimewaannya yang bisa dipelajari oleh detikers untuk lebih mengenal Rasulullah SAW dan belajar dari akhlak-akhlak yang lurus.

Dari buku Biografi Istri-Istri Nabi Muhammad SAW ditulis oleh Aisyah Abdurrahman, Rasulullah SAW mempunyai dua rumah, pertama di Makkah yang beliau tempati bersama Sayyidah Khadijah, dan kedua di Madinah, untuk tinggal beliau ketika Khadijah tidak lagi bersamanya.

Sebagai umat Islam mempelajari istri-istri nabi harus mencari makna mendalam, sebab pernikahan Nabi Muhammad SAW memiliki arti penting mengandung nilai tersendiri dalam kedudukannya sebagai utusan Allah SWT.


Maka mempelajari kisah kehidupan Rasulullah SAW sebagai manusia biasa bukanlah hal yang tabu, malah terkadang riwayat kehidupan beliau bisa didapatkan dari mempelajari kisah-kisah yang disampaikan oleh istri-istrinya.

Sebagai manusia biasa, Rasulullah SAW juga menikah, makan, dan minum layaknya manusia pada umumnya. Surah Fussilat ayat 6:

قُلْ اِنَّمَآ اَنَا۟ بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يُوْحٰىٓ اِلَيَّ اَنَّمَآ اِلٰهُكُمْ اِلٰهٌ وَّاحِدٌ فَاسْتَقِيْمُوْٓا اِلَيْهِ وَاسْتَغْفِرُوْهُ ۗوَوَيْلٌ لِّلْمُشْرِكِيْنَۙ ٦

Artinya: Katakanlah (Nabi Muhammad), “Sesungguhnya aku hanyalah seorang manusia seperti kamu yang diwahyukan kepadaku bahwa Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa. Oleh sebab itu, tetaplah (dalam beribadah) dan mohonlah ampunan kepada-Nya. Celakalah orang-orang yang mempersekutukan(-Nya).

Nama-Nama Istri Nabi dan Keutamaannya

1. Khadijah binti Khuwailid RA

Dari buku The Golden Stories of Ummahatul Mukminin karya Ukasyah Habibu Ahmad inilah keutamaan Khadijah binti Khuwailid RA.

Manusia pertama yang mengimani Rasulullah SAW

Nabi Muhammad SAW menerima wahyu pertama di goa Hira melalui perantara malaikat Jibril AS, kemudian setelah wahyu disampaikan Jibril pun meninggalkan Rasulullah SAW hingga beliau tertegun, bahkan membuat jantung berdebar kencang, tubuh yang menggigil. Beliau pun buru-buru pulang menemui Khadijah.

Nabi Muhammad SAW pun langsung menyampaikan pengalamannya itu kepada Khadijah sambil berkata, “Selimuti aku, selimuti aku, selimuti aku!” sesudah tenang Nabi Muhammad SAW menceritakan kisahnya.

Mendengar penuturan suaminya, Khadijah berkata, “Wahai Muhammad tenangkanlah hati mu. Sesungguhnya Allah tidak akan menyia-nyiakanmu, karena engkau adalah orang yang suka menolong, jujur, dan senantiasa menyambung tali persaudaraan.”

Khadijah amat mengimani dan meyakini wahyu yang diturunkan oleh Allah SWT. Dan juga senantiasa menjadi tempat berbagi dan memberikan kekuatan mental disaat Rasulullah SAW sedang ketakutan.

Keutamaan Lainnya dari Sayyidah Khadijah adalah istri yang memberikan keturunan kepada Baginda Nabi Muhammad SAW

2. Saudah binti Zam’ah RA

Dari buku Telaga Cinta Rasulullah karya Fuad Bawazir dijelaskan keutamaan Saudah istri Nabi Muhammad SAW adalah ketaatan dan kesetiaanya yang amat tinggi, hal ini pernah ditunjukkannya ketika haji Wada.

Kala itu, Rasulullah SAW bersabda:

“Ini adalah saat haji bagi kalian kemudian setelah itu hendaknya kalian menahan diri di rumah-rumah kalian.” Karena nasehat ini membuat Saudah menuruti perkataan Rasulullah SAW yang selalu di rumahnya, dan tidak berangkat haji sampai dia meninggal. (Sunan Abu Dawud 2:140).

3. Aisyah binti Abu Bakar RA

Dari buku Ar-Rahiq Al-Makhtum-Sirah Nabawiyah karya Syekh Shafiyurrahman Al Mubarakfuri. Diantara istri-istri Rasulullah SAW hanyalah Aisyah RA yang dinikahi saat masih gadis.

Aisyah paling dicintai Nabi Muhammad SAW, paling memahami ilmu fikih diantara para perempuan, serta lebih cerdas.

Selain itu, dari buku 52 Kultum Favorit Untuk Muslimah karya Zakiah Nur Jannah, Noor Hafild terdapat hadits yang membahas mengenai keutamaan Aisyah RA.

Keutamaan Aisyah digambarkan oleh Rasulullah, beliau bersabda:

“Keutamaan Aisyah atas wanita yang lainnya bagaikan keutamaan tharid (roti yang dibubuhkan dan dima- sukkan ke dalam kuah) atas makanan-makanan lainnya” (HR Bukhari dan dan Muslim).

Rasulullah SAW mencintai Aisyah RA, daripada istri-istri beliau lainnya. Amr bin ‘Āsh suatu ketika ia bertanya kepada Rasulullah SAW :

“Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling engkau cintai?” Lalu beliau menjawab: “Aisyah” kemudian ‘Amr bin ‘Ash kembali bertanya: “Siapakah lelaki yang paling engkau cintai?” beliau menjawab: “Ayahnya (Abu Bakar).” (HR Bukhari dan Muslim).

4. Hafsah binti Umar bin Khattab RA

Dari buku Kisah dan Kemuliaan Para Wanita Ahli Surga Di Sekeliling Nabi: Teladan Terbaik Sepanjang Masa yang Menyentuh dan Menginspirasi karya Mohammad A. Suropati keutamaan Hafsah adalah.

Hafsah dikenal sebagai Ummul Mukminin yang ahli dalam membaca, menulis, dan menghafal. Hafsah juga menguasai ilmu kesastraan. Padahal di zaman itu sangat jarang wanita yang bisa mahir di bidang literasi.

Aisyah RA yang menjadi istri Rasulullah SAW juga mengakui keutamaan Hafsah, ketika Aisyah RA berkata, “Hafsah termasuk seorang istri Nabi Muhammad SAW yang setara denganku.”

5. Zainab binti Khuzaimah

Dari buku Ar-Rahiq al-Makhtum-Sirah Nabawiyah karya Syekh Shafiyurrahman Al Mubarakfuri ·

Sejarah Lengkap Kehidupan Nabi Muhammad Salallahu ‘alaihi wasalam karya Syekh Shafiyurrahman Al Mubarakfuri. Zainab mendapat julukan Ummul Masakin sebab kasih sayang dan kemurahan hatinya terhadap orang miskin.

Demikianlah nama-nama istri Nabi Muhammad dan keistimewaannya. Pada dasarnya setiap istri Baginda Rasulullah SAW adalah karakter-karakter yang luar biasa, teladan, dan orang-

6. Ummu Salamah

Umi Hidayati dalam buku berjudul Kontribusi Ummu Salamah ra. dalam Periwayatan Hadis Studi atas Riwayat Ummu Salamah dalam al-Kutub al-Tis’ah menjelaskan mengenai keistimewaan Ummu Salamah.

Ummu Salamah mempunyai banyak kelebihan, selain parasnya yang cantik juga mempunyai keluarga yang mempunyai kedudukan tinggi di Makkah. Meski begitu, Ummu Salamah bukanlah orang yang suka memamerkan dirinya kepada orang lain.

Diriwayatkan bahwa sesampainya Ummu Salamah di Madinah pada masa hijrah. Ia ditanya oleh sekelompok kaum tentang asal usul keluarganya, lalu ia menjawab bahwa ia puteri dari Abû Umayyah al- Mughîrah, mereka pun menuduhnya berbohong.

Hingga pada suatu waktu beberapa di antara mereka (penduduk Madinah) mengadakan perjalanan haji ke Mekkah, mereka juga bertanya kepada Ummu Salamah apakah ada pesan atau surat yang akan dititipkan?

Ummu Salamah pun menulis surat untuk keluarganya yang ada di Mekkah. Sekembalinya mereka di Madinah, mereka pun mempercayai Ummu Salamah dan memuliakannya.

7. Zainab Binti Jahsy

Pernikahan antara Rasulullah SAW dan Zainab binti Jahsy adalah pernikahan yang diperintahkan oleh Allah SWT langsung. Bahkan diabadikan oleh Surah Al-Ahzab ayat 37:

وَاِذْ تَقُوْلُ لِلَّذِيْٓ اَنْعَمَ اللّٰهُ عَلَيْهِ وَاَنْعَمْتَ عَلَيْهِ اَمْسِكْ عَلَيْكَ زَوْجَكَ وَاتَّقِ اللّٰهَ وَتُخْفِيْ فِيْ نَفْسِكَ مَا اللّٰهُ مُبْدِيْهِ وَتَخْشَى النَّاسَۚ وَاللّٰهُ اَحَقُّ اَنْ تَخْشٰىهُ ۗ فَلَمَّا قَضٰى زَيْدٌ مِّنْهَا وَطَرًاۗ زَوَّجْنٰكَهَا لِكَيْ لَا يَكُوْنَ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ حَرَجٌ فِيْٓ اَزْوَاجِ اَدْعِيَاۤىِٕهِمْ اِذَا قَضَوْا مِنْهُنَّ وَطَرًاۗ وَكَانَ اَمْرُ اللّٰهِ مَفْعُوْلًا ٣٧

Artinya: “(Ingatlah) ketika engkau (Nabi Muhammad) berkata kepada orang yang telah diberi nikmat oleh Allah dan engkau (juga) telah memberi nikmat kepadanya, “Pertahankan istrimu dan bertakwalah kepada Allah,” sedang engkau menyembunyikan di dalam hatimu apa yang akan dinyatakan oleh Allah, dan engkau takut kepada manusia, padahal Allah lebih berhak untuk engkau takuti. Maka, ketika Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami nikahkan engkau dengan dia (Zainab) agar tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (menikahi) istri-istri anak-anak angkat mereka, apabila mereka telah menyelesaikan keperluan terhadap istri-istrinya. Ketetapan Allah itu pasti terjadi.”

8. Juwairiyah binti Al-Harits

Dari buku Kisah Pahlawan Muslimah Dunia Juwairiyah binti Harits Hingga Zainab al-Kubra karya Hafidz Muftisany terdapat kisah mengenai Juwairiyah istri Nabi Muhammad SAW.

Juwairiyah adalah Perempuan yang berasal dari kaum bani Musthaliq yang dikenal mempunyai kecantikan, baik hati, dan luas hatinya.

Ketika menikah dengan Rasulullah SAW Juwairiyah menjadi seorang Muslim, karena perbuatan Juwairiyah ini, membuat seluruh kaum Musthaliq yang dahulu memerangi Islam, berbalik menjadi orang yang setia dengan Allah SWT dan Rasulullah SAW.

9. Ummu Habibah Ramlah binti Abu Sufyan

Nisa Yustisia dalam buku berjudul Kisah-Kisah Teladan Para Muslimah Hebat menjelaskan mengenai keistimewaan Ummu Habibah.

Ummu Habibah mempunyai nama asli Ramlah binti Abu Sufyan, anak dari Abu Sufyan dan Shafiyyah binti Abil Ashi. Sebelum menikah dengan Nabi Muhammad SAW, Ummu Habibah menikah dengan Ubaidillah bin Jahsy.

Saat perintah hijrah turun, keduanya juga ikut hijrah ke Habasyah dan menetap disana. Ketika berita mengenai penyerangan kaum Quraisy terhadap umat Islam di Makkah sampai kepada penduduk di Habsyah. Ubaidillah merasa kaum Muslimin sampai kapan pun tidak akan bisa menang dan terus diserang. Ubaidillah pun memutuskan kembali memeluk agama Nasrani.

Ummu Habibah merasa sedih akan perbuatan suaminya, namun dia tetap kokoh memegang teguh keimanannya kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW. Ummu Habibah pun hidup sendirian, hingga keluarganya di Makkah juga tidak mau menerimanya. Karena hal ini Rasulullah SAW pun menikahinya.

Ummu Habibah tetap menjadi seorang Mukmin yang taat, baik setelah Rasulullah SAW meninggal, hingga ajal menjemputnya.

10. Shafiyah binti Huyai bin Akhthab

Dari buku Istri-Istri Para Nabi ditulis oleh Ahmad Khalil Jam’ah, disebutkan istri Nabi Muhammad SAW yang bukan berasal dari bangsa Arab, melainkan dari bani Israel ada satu orang, dia adalah Shafiyah binti Huyai bin Akhthab.

11. Maimunah binti Al-Harits

Dari buku Kisah Pahlawan Muslimah Dunia Maimunah Al Harits Hingga Jahanara Begum karya Hafidz Muftisany dijelaskan Maimunah seorang Perempuan mukminah yang menyerahkan dirinya dalam Islam kepada Rasulullah SAW. Padahal keluarganya masih hidup dan memegang teguh kepercayaan jahiliyah.

Kisah Maimunah ini juga terdapat pada Surah Al-Ahzab ayat 50 https://www.detik.com/hikmah/quran-online/al-ahzab/tafsir-ayat-50-3583:

يٰٓاَيُّهَا النَّبِيُّ اِنَّآ اَحْلَلْنَا لَكَ اَزْوَاجَكَ الّٰتِيْٓ اٰتَيْتَ اُجُوْرَهُنَّ وَمَا مَلَكَتْ يَمِيْنُكَ مِمَّآ اَفَاۤءَ اللّٰهُ عَلَيْكَ وَبَنٰتِ عَمِّكَ وَبَنٰتِ عَمّٰتِكَ وَبَنٰتِ خَالِكَ وَبَنٰتِ خٰلٰتِكَ الّٰتِيْ هَاجَرْنَ مَعَكَۗ وَامْرَاَةً مُّؤْمِنَةً اِنْ وَّهَبَتْ نَفْسَهَا لِلنَّبِيِّ اِنْ اَرَادَ النَّبِيُّ اَنْ يَّسْتَنْكِحَهَا خَالِصَةً لَّكَ مِنْ دُوْنِ الْمُؤْمِنِيْنَۗ قَدْ عَلِمْنَا مَا فَرَضْنَا عَلَيْهِمْ فِيْٓ اَزْوَاجِهِمْ وَمَا مَلَكَتْ اَيْمَانُهُمْ لِكَيْلَا يَكُوْنَ عَلَيْكَ حَرَجٌۗ وَكَانَ اللّٰهُ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا ٥٠

Artinya: “Wahai Nabi (Muhammad) sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagimu istri-istrimu yang telah engkau berikan maskawinnya dan hamba sahaya yang engkau miliki dari apa yang engkau peroleh dalam peperangan yang dianugerahkan Allah untukmu dan (demikian pula) anak-anak perempuan dari saudara laki-laki bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara perempuan bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibumu, anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibumu yang turut hijrah bersamamu, dan perempuan mukminat yang menyerahkan dirinya kepada Nabi jika Nabi ingin menikahinya sebagai kekhususan bagimu, bukan untuk orang-orang mukmin (yang lain). Sungguh, Kami telah mengetahui apa yang Kami wajibkan kepada mereka tentang istri-istri mereka dan hamba sahaya yang mereka miliki agar tidak menjadi kesempitan bagimu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Apakah Boleh Wanita Bekerja untuk Cari Nafkah?


Jakarta

Kewajiban mencari nafkah untuk keluarga merupakan tanggung jawab suami atau ayah dari anak-anaknya. Lalu, bagaimana jika wanita yang bekerja untuk mencari nafkah?

Mengenai ayah atau laki-laki yang wajib mencari nafkah bagi keluarganya telah diterangkan dalam Al Qur’an. Allah SWT berfirman dalam surah Al Baqarah ayat 233,

…وَعَلَى الْمَوْلُوْدِ لَهٗ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِۗ


Artinya: “…Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut…”

Menurut Tafsir Al-Qur’an Kementerian Agama RI, ayat tersebut menjelaskan setiap ayah berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan para ibu (dari anak-anaknya) baik sandang maupun pangan sesuai kebutuhannya.

Hukum Islam menetapkan nafkah keluarga (istri dan anak) dijamin oleh suami. Meskipun demikian, Islam tidak melarang untuk wanita bekerja untuk mendapatkan harta atau uang.

Dijelaskan dalam buku Istri-Istri Pembawa Rezeki karya Aulia Fadhli, wanita pun dibolehkan untuk berusaha mengembangkan hartanya agar semakin bertambah. Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam surah An Nisa ayat 32. Allah SWT berfirman yang artinya,

“… Bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan dan bagi wanita (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan”

Lebih lanjut dijelaskan, sebenarnya wanita tidaklah dituntut atau wajib memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri karena itu sudah merupakan kewajiban ayah atau suaminya. Apalagi seorang wanita memiliki kodrat untuk mengatur urusan rumah tangga.

Hal tersebut turut dijelaskan dalam al-Mawst’at al-Fighiyyah al-Kuwaitiyyah, bahwa tugas mendasar seorang perempuan adalah mengatur urusan rumah, merawat keluarga, mendidik anak, dan berbakti kepada suami.

Nabi SAW bersabda, “Perempuan itu mengatur dan bertanggung jawab atas urusan rumah suaminya.”(HR Bukhari)

Menurut penjelasan dalam Buku Pintar Fikih Wanita karya Abdul Qadir Manshur, pekerjaannya mengurus rumah pahalanya menyamai seorang mujahidin yang berjuang di jalan Allah SWT.

Intinya, Islam membolehkan seorang wanita untuk mencari nafkah. Bahkan setiap apa yang didapatkan oleh wanita dari hasil keringatnya adalah hak perempuan sepenuhnya, dan dia berhak membelanjakannya sesuai dengan keinginannya.

Hanya saja setiap wanita yang bekerja di luar rumah tentu ada kewajiban yang harus dipenuhi seperti tetap bisa menjaga diri dan kehormatannya serta menghindarkan hal-hal yang bisa menjatuhkan dirinya ke dalam fitnah.

Hal-hal yang Harus Diperhatikan Wanita ketika Mencari Nafkah

Aini Aryani dalam bukunya berjudul 32 Hak Finansial Istri dalam Fikih Muslimah, menguraikan hal-hal yang perlu diperhatikan wanita ketika hendak bekerja atau mencari nafkah. Berikut di antaranya:

1. Mendapat Izin Suami

Seorang istri ketika ingin bekerja untuk mencari nafkah, ia harus mendapat izin meminta izin suaminya terlebih dahulu. Apabila suami tidak mengizinkan, istri tidak boleh membantah atau melakukannya.

Hal ini sebagaimana yang diterangkan pada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA, pernah ditanyakan kepada Rasulullah SAW, “Siapakah wanita yang paling baik?” Beliau menjawab, “yang paling menyenangkan jika dilihat suaminya, menaati suami jika diperintah, dan tidak menyelisihi suami pada diri dan hartanya sehingga membuat suami benci.” (HR An-Nasa’i)

2. Tidak Mengabaikan Urusan di Rumah

Seorang istri yang bekerja mencari nafkah, baik dilakukan di rumah maupun yang keluar rumah, harus memastikan bahwa ia telah melaksanakan kewajibannya sebagai seorang istri, terlebih jika telah menjadi ibu.

Meski bekerja, istri tetap harus ingat pada perannya dalam keluarga, jangan lantas mengabaikan kewajiban dan tanggung jawabnya di rumah. Istri harus memastikan suami dan anak-anak tetap terurus, urusan di rumah tetap dijalankan. Sebuah kekeliruan besar ketika istri mementingkan pekerjaan, sementara suami, anak-anak, dan rumahnya terabaikan, karena hal itu dapat mempengaruhi keharmonisan rumah tangga.

3. Menjaga Kehormatan Diri saat Bekerja di Luar Rumah

Seorang wanita wajib untuk menutup aurat, berperilaku sopan, tidak berlebihan dalam berhias dan berpenampilan, serta menjaga diri dari pergaulan yang buruk ketika harus mencari nafkah.

Selesai bekerja, istri hendaknya langsung pulang ke rumah agar bisa segera berkumpul dengan suami dan anak-anak. Hindari berduaan dengan rekan kerja apalagi dengan rekan kerja laki-laki yang bukan mahramnya.

Semua ini untuk menjaga kehormatan diri istri, menghindarkan diri dari godaan fitnah perselingkuhan, dan menjaga kepercayaan suami. Dalam sebuah hadits Nabi SAW bersabda,

“Jika seorang wanita selalu menjaga salat lima waktu, juga berpuasa sebulan (pada bulan Ramadan), serta betul-betul menjaga kehormatan dirinya dan benar-benar taat pada suaminya, dikatakan pada wanita yang memiliki sifat mulia ini, masuklah ke dalam surga melalui pintu mana saja yang engkau suka.” (HR Ahmad)

4. Tidak Menzalimi Siapa Pun

Seorang istri yang bekerja di rumah apalagi keluar rumah, harus memastikan tidak menzalimi seorang pun ketika sedang bekerja. Jika ia punya anak kecil dan dititipkan ke orang tua yang sudah lanjut usia, hendaknya ia tahu bahwa mengurus anak kecil itu menyita waktu dan menguras energi. Maka, sebaiknya seorang istri tidak terlalu lama meninggalkan anak-anak dengan nenek-kakek yang sudah tua.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Bolehkah Perempuan Melamar Laki-laki Menurut Islam?


Jakarta

Lamaran termasuk prosesi umum dalam jenjang perkawinan. Biasanya lamaran dilakukan laki-laki kepada perempuan. Namun, bolehkah perempuan melamar laki-laki menurut Islam?

Muh Hambali dalam buku Panduan Muslim Kaffah Sehari-hari dari Kandungan hingga Kematian, menjelaskan lamaran, atau dalam istilah Islam khitbah, adalah permohonan seorang laki-laki untuk menikahi seorang perempuan.

Apabila permintaan tersebut disetujui oleh pihak perempuan, maka khitbah ini dipandang sebagai janji untuk menikahi. Menurut jumhur ulama, melamar atau khitbah hukumnya boleh atau jaiz.


Akan tetapi, sebagian ulama, terutama Syafi’iyah, mengatakan bahwa melamar hukumnya sunnah. Sebab, Rasulullah SAW melakukannya ketika beliau meminang Siti Aisyah binti Abu Bakar dan Hafshah binti Umar bin Khattab.

Bolehkah Seorang Perempuan Melamar Laki-laki dalam Islam?

Memang sudah umum bagi laki-laki untuk melamar perempuan. Namun, tidak ada larangan bagi perempuan untuk melamar laki-laki dalam Islam. Terlebih jika laki-laki tersebut tergolong baik dan saleh.

Abdillah F. Hasan dalam buku Berbahagialah Para Wanita: Inilah 99 Keistimewaan Dirimu, menjelaskan bahwa Islam tidak membatasi gender bahwa laki-laki harus yang melamar perempuan dahulu.

Pihak perempuan pun boleh melamar lelaki dengan berbagai pertimbangan yang dianggap positif. Inilah keistimewaan yang diberikan Islam atas kedudukan perempuan, tapi tetap harus dilakukan dengan batasan syar’i.

Perlu diperhatikan juga bahwa saat lamaran tetap tidak dibolehkan melakukan perbuatan yang berpotensi menuju zina. Lebih utama dan dianjurkan untuk meminta pihak ketiga sebagai perantara yang dapat dipercaya dalam proses taaruf. Jadi, apabila muslimah menemukan lelaki yang tepat dan salah, maka tidak ada salahnya menjadi pihak pertama yang berinisiatif.

Pada Zaman Rasulullah SAW, seorang perempuan yang melamar laki-laki bukanlah hal yang tabu. Diceritakan dalam riwayat yang berasal dari Sahl bin Sa’d RA, ada seorang perempuan datang untuk melamar Rasulullah SAW.

“Ya Rasulullah, saya datang untuk menawarkan diri saya agar Anda nikahi.” Setelah Rasulullah SAW, memperhatikannya, beliau tidak ada keinginan untuk menikahinya. Hingga perempuan ini duduk menunggu. Kemudian datang seorang sahabat, ‘Ya Rasulullah, jika Anda tidak berkehendak untuk menikahinya, maka nikahkan aku dengannya’.” (HR Bukhari)

Dalam riwayat lain, dari Marhum bin Abdul Aziz bin Mihran ia berkata, “Aku mendengar Tsabit Al Bunani berkata, ‘Aku pernah berada di tempat Anas, sedang ia memiliki anak perempuan. Anas berkata, ‘Ada seorang perempuan datang kepada Rasulullah SAW, lalu menghibahkan dirinya kepada beliau. Wanita itu berkata, ‘Wahai Rasulullah, adakah Anda berhasrat padaku?’ Lalu anak perempuan Anas pun berkomentar, ‘Alangkah sedikitnya rasa malunya. Anas berkata, ‘Wanita lebih baik daripada kamu, sebab ia suka pada Nabi SAW, hingga ia menghibahkan dirinya pada beliau’.” (HR Bukhari)

Dalam kitab Fathul Baari disebutkan bahwa perempuan yang minta dinikahi Rasulullah SAW tidak hanya satu. Ibnu Hajar menyebutkan beberapa riwayat yang menceritakan para perempuan lainnya, yang menawarkan dirinya untuk Rasulullah SAW. Di antaranya Khaulah binti Hakim, Ummu Syuraik, Fatimah bin Syuraih, Laila binti Hatim, Zainab binti Khuzaimah, dan Maimunah binti Al-Harits.

Kisah serupa pernah terjadi pada era nabi terdahulu. Dikutip dari buku 195 Pesan Cinta Rasulullah untuk Wanita karya Abdillah Firmansyah Hasan, dikisahkan ada seorang gadis yang ingin menjadi pendamping hidup Nabi Musa AS.

Kemudian gadis tersebut meminta kepada ayahnya agar dinikahkan dengan sosok Nabi Musa AS yang kuat dan amanah. Kisah tersebut diabadikan dalam surah Al-Qasas https://www.detik.com/hikmah/quran-online/al-qasas ayat 26-27 yang artinya:

“Salah seorang dari kedua (perempuan) itu berkata, “Wahai ayahku, pekerjakanlah dia. Sesungguhnya sebaik-baik orang yang engkau pekerjakan adalah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.”

Dia (ayah kedua perempuan itu) berkata, “Sesungguhnya aku bermaksud menikahkanmu dengan salah seorang dari kedua anak perempuanku ini dengan ketentuan bahwa engkau bekerja padaku selama delapan tahun. Jika engkau menyempurnakannya sepuluh tahun, itu adalah (suatu kebaikan) darimu. Aku tidak bermaksud memberatkanmu. Insyaallah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik.”

Wallahu a’lam.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Mahar Terbaik untuk Pernikahan dalam Islam, Apakah Harus Emas dan Uang?


Jakarta

Mahar atau maskawin merupakan syarat sah nikah yang harus dipenuhi. Lantas, apa mahar paling ideal menurut pandangan Islam?

Menurut Abdul Rahman Ghazaly dalam buku Fiqh Munakahat, mahar secara terminologi ialah “pemberian wajib dari calon suami kepada calon istri sebagai ketulusan hati calon suami untuk menimbulkan rasa cinta kasih bagi seorang istri kepada calon suaminya”.

Islam sangat memuliakan kedudukan seorang wanita dengan memberikan hak untuk menerima mahar. Sebagaimana yang termaktub dalam surah An-Nisa ayat 4 yang berbunyi,


وَاٰتُوا النِّسَاۤءَ صَدُقٰتِهِنَّ نِحْلَةً ۗ فَاِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِّنْهُ نَفْسًا فَكُلُوْهُ هَنِيْۤـًٔا مَّرِيْۤـًٔا ٤

Artinya: “Berikanlah mahar kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang penuh kerelaan. Kemudian, jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari (mahar) itu dengan senang hati, terimalah dan nikmatilah pemberian itu dengan senang hati.”

Mengutip buku Hukum Perkawinan karya Tinuk Dwi Cahyani, dijelaskan bahwa pemberian mahar kepada istri ini hukumnya wajib. Apabila seorang suami tidak memberikan mahar kepada istrinya maka tentunya suami berdosa.

Mahar Paling Ideal dalam Pandangan Islam

Dijelaskan dalam buku Panduan Pernikahan Islami karya Yusuf Hidayat, menurut syariat Islam, mahar yang paling ideal ialah yang tidak menyulitkan pernikahan. Artinya, mahar yang diberikan paling ringan dan mudah maharnya dalam pemberiannya.

Bahkan Rasulullah SAW tidak menyukai mahar yang terlalu mewah atau berlebihan. Sebagaimana pesan Nabi SAW yang diriwayatkan dari sahabat Uqbah bin ‘Amir , Rasulullah SAW bersabda :

خيْرُ الصَّدَاقِ أَيْسَرُهَا.

Artinya: “Sebaik-baik mahar adalah yang paling ringan.” (HR Abu Dawud)

Dalam hadits lain, Nabi SAW bersabda :

إِنَّ أَعْظَمَ النِّكَاحِ بَرَكَةً أَيْسَرُهُ مُؤْنَةٌ.

Artinya: “Pernikahan yang paling besar keberkahannya ialah yang paling mudah maharnya” (HR Ahmad)

Mengenai bentuk mahar yang harus diberikan dijelaskan dalam buku Fiqih Munakahat: Hukum Pernikahan Dalam Islam karya Sakban Lubis dkk, sang calon suami dapat memberikan mahar berupa harta benda yang dicintainya serta dapat membahagiakan calon istrinya.

Ada satu kisah ketika Rasulullah SAW ketika menikahkan putrinya Fatimah dengan Ali RA. Diriwayatkan Ibnu Abbas, Rasulullah SAW, berkata kepada Ali. “Berikanlah sesuatu kepada Fatimah.”

Ali menjawab, “Aku tidak mempunyai sesuatu pun, Baginda Rasul.”

Maka Rasulullah bersabda. “Di mana baju besimu? Berikanlah baju besimu itu kepadanya.

Maka Ali pun memberikan baju besi miliknya kepada Fatimah sebagai maharnya. (HR. Abu Dawud dan Nasa’i)

Meski umumnya mahar itu dalam bentuk materi, baik berupa uang atau barang berharga lainnya. Namun syari’at Islam membolehkan memberikan mahar dalam bentuk jasa melakukan sesuatu.

Bahkan pada zaman Rasulullah SAW, hafalan Al-Qur’an dapat dijadikan sebuah mahar. Seperti yang diriwayatkan dari Sahal bin Sa’ad al-Sa’adiy dalam bentuk muttafaq alaih, ujung dari hadits panjang yang dikutip di atas :

Rasulullah SAW bersabda, “Apakah kamu memiliki hafalan ayat-ayat Al-Qur’an?

Lalu, la menjawab : Ya, surat ini dan surat ini, sambil menghitungnya.

Nabi SAW kembali bertanya, “Kamu hafal surat-surat itu di luar kepala?”

Dia menjawab, Ya. Nabi SAW berkata : “Pergilah, saya kawinkan engkau dengan perempuan itu dengan mahar mengajarkan Al-Qur’an”.

Untuk bentuk mahar apa yang ingin diberikan, harus disepakati oleh calon suami dan calon istri. Ini tertuang dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang mengatur mahar, pada pasal 30 dijelaskan bahwa “Calon mempelai pria wajib membayar mahar kepada mempelai wanita yang jumlah, bentuk, dan jenisnya disepakati kedua belah pihak.”

Lalu, untuk mengenai jumlah atau kadar mahar, para ulama berselisih pendapat. Mengutip Jurnal Tahqiqa: Mahar Secara Berhutang dalam Perspektif Hukum Islam, Vol. 16 No. 1, tahun 2022 karya Fajarwati, para fuqaha telah sepakat bahwa bagi mahar itu tidak ada batas tertinggi.

Selisih pendapat terjadi dalam menentukan batas terendahnya. Imam Syafi’i, Ahmad, Ishaq, Abu Tsaur dan fuqaha Madinah dari kalangan tabi’in berpendapat bahwa bagi mahar tidak ada batas terendahnya.

Sementara itu, Imam Malik mengatakan bahwa paling sedikit ialah seperempat dinar emas murni, atau perak seberat tiga dirham dan Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa paling sedikit mahar itu adalah sepuluh dirham.

Wallahua’lam.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com