Category Archives: Muslimah

Perjuangan Putri Rasulullah Jalani Cinta Beda Agama hingga Berbuah Manis


Jakarta

Tidak cuma hari ini, ternyata cinta beda agama sudah ada sejak zaman nabi. Bahkan yang mengalaminya merupakan putri Rasulullah SAW yang bernama Zainab RA.

Siapa sosok yang dicintai oleh Zainab RA? Dalam Kelengkapan Tarikh Muhammad SAW karya Moenawar Chalil disebutkan, Zainab RA jatuh cinta kepada Abul Ash bin Rabi’ yang merupakan salah seorang pemuka Quraisy.

Dikutip dari buku Rumah Tangga Seindah Surga karya Ukasyah Habibu Ahmad, Zainab RA sangat mencintai Abul Ash, begitu juga sebaliknya. Sayangnya, perbedaan agama membuat mereka tidak bisa bersama. Sebab, Abul Ash kala itu belum memeluk Islam.


Abul Ash tetap tidak mau meninggalkan agama nenek moyangnya, bahkan setelah turunnya wahyu kenabian kepada Rasulullah SAW. Dia masih tetap menyembah berhala layaknya orang-orang kafir Quraisy.

Awal Pertemuan Zainab dengan Abul Ash

Mengutip buku Bilik-Bilik Cinta Muhammad karya Nizar, Zainab RA merupakan putri tertua dari pernikahan Rasulullah SAW dengan Khadijah binti Khuwailid RA. Zainab RA lahir saat Rasulullah SAW berusia 30 tahun atau sekitar 23 tahun sebelum beliau hijrah ke Madinah.

Zainab RA menghabiskan masa mudanya dengan membantu dan meringankan tugas ibunya dalam urusan rumah tangga serta mengasuh adik-adiknya. Dari kebiasaan inilah, ia belajar hidup dalam kesabaran dan keteguhan.

Sementara itu, Abul Ash bin Rabi’ bin Abdil Uzza bin Abdisy Syams bin Abdi Manaf bin Qushay al-Qurasyi merupakan pemuda terhormat dengan kekayaan melimpah. Ia merupakan putra Halah bin Khuwailid yang tak lain merupakan saudara Khadijah RA. Dengan kata lain, Abul Ash merupakan keponakan dari Khadijah RA.

Rasulullah SAW menikahkan Zainab RA dengan Abul Ash ibn Rabi’. Seperti halnya Zainab RA, Abul Ash juga mempunyai status sosial dan nasab terhormat.

Setelah wahyu turun kepada Nabi SAW, Zainab RA menyatakan diri beriman kepada agama baru yang dibawa ayahnya itu.

Kisah Perjuangan Cinta Zainab dan Abul Ash

Dirangkum dalam buku Rumah Tangga Seindah Surga karya Ukasyah Habibu Ahmad dan buku Kisah Nabi Muhammad SAW karya Yoyok Rahayu Basuki, Rasulullah SAW akhirnya memutuskan untuk hijrah. Sementara itu Zainab RA tidak diperbolehkan oleh sang suami dan keluarganya untuk meninggalkan Makkah.

Bahkan saat Perang Badar bergejolak, Zainab RA merupakan satu-satunya muslimah yang tinggal bersama kafir Quraisy di Makkah. Pada saat itu Abul Ash ikut memerangi kaum muslimin dan mertuanya, Rasulullah SAW.

Sudah pasti Zainab RA menjadi gelisah dan bersalah, suaminya harus berperang melawan ayahnya padahal keduanya merupakan orang yang sangat dicintai oleh Zainab RA.

Zainab RA pun memanjatkan doa kepada Allah SWT agar memberikan kemenangan untuk kaum muslimin. Di sisi lain, dia juga berharap agar suaminya diselamatkan dari bahaya dan mendapatkan hidayah untuk memeluk agama Islam.

Peperangan pun berakhir dan kaum muslimin menang. Abul Ash menjadi salah satu tawanan kemudian digiring menuju Madinah. Rasulullah SAW mensyaratkan setiap tawanan menebus diri mereka jika ingin bebas.

Agar bisa bebas tawanan harus ditebus dengan 1.000-4.000 dirham sesuai dengan kedudukan dan kekayaan para tawanan di kaumnya.

Zainab RA pun langsung bergegas mengirimkan uang tebusan dan sebuah kalung pemberian ibunya. Melihat perjuangan cinta Zainab RA itu, Rasulullah SA meneteskan air matanya.

Akhirnya para sahabat berunding dan setuju untuk membebaskan Abul Ash bin Rabi’ setelah melihat Rasulullah SAW bersedih. Abul Ash dibebaskan tanpa harus membayar tebusan, tapi ia diminta untuk menceraikan Zainab RA.

Diketahui, Islam memang melarang seorang wanita mukmin menikahi laki-laki kafir. Larangan ini termaktub di dalam Al-Qur’an surah Al Baqarah ayat 221. Allah SWT berfirman,

وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكٰتِ حَتّٰى يُؤْمِنَّ ۗ وَلَاَمَةٌ مُّؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِّنْ مُّشْرِكَةٍ وَّلَوْ اَعْجَبَتْكُمْ ۚ وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِيْنَ حَتّٰى يُؤْمِنُوْا ۗ وَلَعَبْدٌ مُّؤْمِنٌ خَيْرٌ مِّنْ مُّشْرِكٍ وَّلَوْ اَعْجَبَكُمْ ۗ اُولٰۤىِٕكَ يَدْعُوْنَ اِلَى النَّارِ ۖ وَاللّٰهُ يَدْعُوْٓا اِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِاِذْنِهٖۚ وَيُبَيِّنُ اٰيٰتِهٖ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُوْنَ ࣖ

Artinya: “Janganlah kamu menikahi perempuan musyrik hingga mereka beriman! Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik, meskipun dia menarik hatimu. Jangan pula kamu menikahkan laki-laki musyrik (dengan perempuan yang beriman) hingga mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. (Allah) menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran.”

Abul Ash akhirnya menyetujui hal tersebut. Ketika kembali ke Makkah, keluarga Abul Ash berkata, “Biarlah engkau menceraikan istrimu itu, dan kami akan mencarikan bagimu gadis yang jauh lebih cantik daripadanya.”

Abul Ash yang sangat mencintai Zainab RA pun berkata berkata, “Di suku Quraisy tidak ada gadis yang dapat menandingi istriku.” Meskipun sempat tidak diizinkan para penduduk Quraisy pada akhirnya Abul Ash melepaskan Zainab RA ke Madinah.

Saat di dalam perjalanan, muncullah beberapa orang Quraisy yang kemudian mengganggu unta Zainab RA sehingga putri Rasulullah SAW tersebut jatuh. Pada saat itu, Zainab RA tengah mengandung karena hal tersebut ia harus kehilangan bayinya karena keguguran.

Disebutkan dalam buku 40 Putri Terhebat, Bunda Terkuat karya Tethy Ezokanzo setelah keguguran, Zainab RA jadi sering sakit dan lukanya sulit untuk diobati. Pada saat itulah, hidayah Allah SWT turun kepada Abul Ash sehingga dia pun akhirnya memeluk agama Islam.

Pada tahun ke-7 Hijriah, Abul Ash pergi menyusul Zainab RA, Rasulullah SAW pun menerima menantunya kembali. Abul Ash dan Zainab RA pun hidup bahagia, pada hari-hari terakhir hidupnya Zainab RA ditemani suami tercinta, hingga akhirnya wafat pada tahun ke-8 Hijriah.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Doa Mandi Wajib Setelah Haid Lengkap dengan Sunnahnya



Jakarta

Haid adalah salah satu hadas besar. Agar ibadah menjadi sah, setelah haid muslimah diwajibkan untuk mandi wajib. Oleh karena itu, doa setelah haid yang dapat dibaca muslimah yaitu doa mandi wajib.

Dikutip dari Panduan Shalat Lengkap & Juz ‘Amma karya Ahmad Najibuddin, mandi wajib adalah membersihkan seluruh anggota badan dari ujung tambut sampai ujung kaki dengan air yang suci dan menyucikan untuk menghilangkan hadas besar. Perintah mandi wajib ada pada surah Al-Maidah ayat 6.

وَاِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوْاۗ


Artinya: “Jika kamu dalam keadaan junub, mandilah”

Larangan bagi Wanita Haid

Haid termasuk hadas besar. Oleh karena itu, wanita yang sedang haid tidak boleh melakukan ibadah atau amalan karena akan menjadi tidak sah.

Dikutip dari Ladang-ladang Pahala bagi Wanita karya Umi Hasunah Ar-Razi, berikut ibadah atau amalan yang menjadi larangan bagi wanita yang sedang haid.

1. Salat

Salah satu sarat sah salat yaitu bebas dari hadas kecil maupun besar. Oleh karena itu, wanita yang sedang haid tidak boleh melaksanakan salat, baik salat fardhu ataupun sunnah.

2. Mandi besar

Jika darah haid masih keluar, muslimah tidak boleh berniat mandi besar untuk bersuci.

3. Puasa

Setiap wanita yang sedang haid juga tidak boleh berpuasa. Meski demikian, apabila yang dilewatkan adalah puasa wajib maka wajib untuk mengganti puasanya di hari yang lain.

4. Thawaf

Wanita yang sedang mengalami haid tidak boleh melakukan thawaf, karena thawaf memiliki syarat suci dari hadas kecil dan besar.

5. Masuk masjid

Mengenai larangan ini, ada tiga pendapat.

Pertama, wanita yang mengalami haid tidak diizinkan mendekati masjid.
Kedua, wanita yang mengalami haid tidak diizinkan masuk masjid dan hanya boleh melewati jalan di depannya.
Ketiga, wanita yang mengalami haid dibolehkan masuk masjid dengan syarat menjaga kebersihan agar darah yang keluar tidak menempel pada lantai masjid.

6. Menyentuh mushaf

Pendapat ulama tentang wanita yang mengalami haid dan menyentuh mushaf juga bermacam. Sebagian ulama berpendapat bahwa seseorang harus bersih dari hadas besar dan kecil. Akan tetapi, ulama Daud al-Zahiri berpendapat bahwa wanita yang menanggung hadas tidak dilarang menyentuh mushaf.

Hukum Mandi Wajib bagi Wanita Setelah Haid

Hukum melakukan mandi wajib bagi wanita yang telah selesai haid adalah wajib. Ini karena orang yang sedang haid termasuk dalam orang yang sedang dalam keadaan junub.

Selain Al-Maidah ayat 6, perintah mandi wajib juga ada pada Al-Qur’an surah An-Nisa ayat 43. (https://www.detik.com/hikmah/quran-online/an-nisa/ayat-41-60)

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَقْرَبُوا الصَّلٰوةَ وَاَنْتُمْ سُكٰرٰى حَتّٰى تَعْلَمُوْا مَا تَقُوْلُوْنَ وَلَا جُنُبًا اِلَّا عَابِرِيْ سَبِيْلٍ حَتّٰى تَغْتَسِلُوْا

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah mendekati salat, sedangkan kamu dalam keadaan mabuk sampai kamu sadar akan apa yang kamu ucapkan dan jangan (pula menghampiri masjid ketika kamu) dalam keadaan junub, kecuali sekadar berlalu (saja) sehingga kamu mandi (junub). “

Doa Mandi Wajib

Dikutip dari Menggapai Surga dengan Doa karya Achmad Munib, berikut adalah doa atau niat yang bisa dibaca ketika hendak mandi wajib setelah selesai haid.

نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ الْحَدَثِ الحَيْضِ ِللهِ تَعَالَى

Latin Arab: Nawaitul ghusla liraf’il hadatsil haidhii lillaahi ta’aalaa.

Artinya: Aku niat mandi wajib untuk mensucikan hadas besar dari haid karena Allah Ta’ala.

Rukun dan Sunnah Mandi Wajib

Dikutip dari Panduan Shalat Lengkap & Juz ‘Amma karya Ahmad Najibuddin, berikut rukun dan sunnah mandi wajib.

Rukun Mandi Wajib

1. Membaca niat bersamaan ketika akan menyiram air ke seluruh tubuh.
2. Menyiram air ke seluruh tubuh.

Sunnah Mandi Wajib

1. Membaca basmallah sebelum mandi.
2. Mendahulukan membersihkan segala kotoran najis dari badan.
3. Mencuci kedua tangan sebanyak tiga kali.
4. Mencuci kemaluan.
5. Berwudhu sebelum mandi.
6. Dimulai dengan mengalirkan air ke bagian tubuh sebelah kanan.
7. Menggosok-gosok seluruh badan.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Selain Ayah, Ini Urutan Wali Nikah Perempuan dalam Islam


Jakarta

Wali nikah dalam akad nikah merupakan rukun yang tak bisa dilewatkan. Menurut para ulama, hal ini bisa mempengaruhi keabsahan pernikahan tersebut.

Muhammad Bagir dalam buku Fiqih Praktis 2 menjelaskan perwalian nikah merupakan hak yang diberikan oleh syariat kepada seseorang wali untuk melakukan akad pernikahan atas orang yang diwakilkan.

Ahmad Sarwat dalam bukunya Ensiklopedi Fikih Indonesia: Pernikahan menyebut wali nikah adalah orang yang memiliki wilayah atau hak untuk melaksanakan akad atas orang lain dengan seizinnya.


Bahkan menurut Syafi’i tidak sah nikah tanpa adanya wali bagi pihak pengantin perempuan, tanpa adanya izin dari wali nikah maka perkawinan tersebut dianggap tidak sah atau batal. Hal tersebut dijelaskan di dalam buku Hukum Pernikahan Islam karya Nurhadi dan Muammar Gadapi.

Dalam akad nikah Islam, ijab qabul dilakukan oleh wali dari perempuan tersebut. Sehingga lafaz ijab diucapkan oleh si wali dan qabul dilafalkan oleh suami.

Posisi Wali dalam Pernikahan

Masih mengacu pada sumber yang sama, para ulama mempunyai pandangan yang berbeda mengenai posisi wali dalam akad nikah. Jumhur ulama seperti Malikiyah, Syafi’iyah, Hanabilah menyepakati wali sebagai rukun pernikahan dan pernikahan tanpa wali maka tidak sah.

Nabi SAW menegaskan dalam sebuah hadits menikah tanpa izin dari wali dapat membuat pernikahan itu jadi batal. Diriwayatkan dari Aisyah RA, Rasulullah SAW bersabda,

“Siapa pun wanita yang menikah tanpa izin walinya maka nikahnya itu batal, nikahnya itu batal dan nikahnya itu batal. Jika (si lelaki) menggaulinya maka harus membayar mahar buat kehormatan yang telah dihalalkannya. Dan bila mereka bertengkar, maka sultan adalah wali bagi mereka yang tidak punya wali.” (HR Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi & Ibnu Majah)

Sementara itu, ulama Abu Hanifah, Abu Yusuf, dan ulama lain berpandangan jika wali nikah tidak termasuk rukun melainkan hanya sebagai syarat nikah.

Mereka juga berpendapat bahwa seorang perempuan gadis maupun janda yang sudah balig, berakal sehat, mampu menguasai dirinya, boleh melakukan akad nikah bagi dirinya sendiri dan tanpa wali. Meski pernikahan diwakilkan oleh wali lebih baik dan sangat dianjurkan.

Hal tersebut didasarkan pada surah Al Baqarah ayat 234 sebagai dalil, Allah SWT berfirman yang artinya,

وَالَّذِيْنَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُوْنَ اَزْوَاجًا يَّتَرَبَّصْنَ بِاَنْفُسِهِنَّ اَرْبَعَةَ اَشْهُرٍ وَّعَشْرًا ۚ فَاِذَا بَلَغْنَ اَجَلَهُنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيْمَا فَعَلْنَ فِيْٓ اَنْفُسِهِنَّ بِالْمَعْرُوْفِۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ

Artinya: “Orang-orang yang mati di antara kamu dan meninggalkan istri-istri hendaklah mereka (istri-istri) menunggu dirinya (beridah) empat bulan sepuluh hari. Kemudian, apabila telah sampai (akhir) idah mereka, tidak ada dosa bagimu (wali) mengenai apa yang mereka lakukan terhadap diri mereka menurut cara yang patut. Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Kemudian diperkuat dengan hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Para janda lebih berhak atas diri mereka. ” (HR Tirmidzi)

Rizem Aizid dalam bukunya Fiqh Keluarga Terlengkap, menyampaikan perkawinan di Indonesia lebih condong kepada pendapat Imam Syafi’i dan Maliki, yang menyebut wali adalah rukun dan syarat sahnya nikah.

Orang yang Berhak Menjadi Wali Nikah Perempuan

Dikutip dari Fiqih Praktis 2, untuk menjadi wali nikah perempuan perlu memenuhi kriteria tersebut yakni laki-laki merdeka, berakal sehat, baligh, dan beragama Islam. Merangkum buku Fiqh Keluarga Terlengkap, terdapat empat jenis wali dalam Islam, yakni wali nasab, wali hakim, wali tahkim dan wali maula.

1.Wali Nasab

Wali nasab adalah wali yang diambil berdasarkan keturunan atau yang memiliki hubungan nasab dengan pengantin perempuan. Berikut urutannya.

  1. Ayah kandung
  2. Ayahnya ayah (kakek) terus ke atas
  3. Saudara lelaki seayah-seibu
  4. Saudara lelaki seayah saja
  5. Anak lelaki saudara laki-laki seayah-seibu
  6. Anak lelaki saudara laki-laki seayah
  7. Anak lelaki dari anak laki-laki saudara laki-laki seayah-seibu
  8. Anak lelaki dari anak laki-laki saudara laki-laki seayah
  9. Anak lelaki dari no. 7 di atas
  10. Anak lelaki dari no. 8 dan seterusnya
  11. Saudara lelaki ayah, seayah-seibu
  12. Saudara lelaki ayah, seayah saja
  13. Anak lelaki dari no. 11
  14. Anak lelaki no. 12, dan
  15. Anak lelaki no. 13 dan seterusnya.

Dikutip dari buku Fiqih Munakahat yang disusun oleh Sakban Lubis dkk, jika dalam satu kelompok wali nikah terdapat beberapa orang yang sama berhak menjadi wali, maka yang paling berhak menjadi wali ialah yang lebih dekat derajat kerabatnya dengan calon mempelai wanita.

Jadi, wali nasab terdiri tiga kelompok; ayah kandung seterusnya ke atas, saudara laki-laki ke bawah, dan saudara lelaki ayah ke bawah. Wali nasab harus berurutan dan tidak boleh melangkahi satu dengan yang lainnya.

2. Wali Hakim

Wali qadhi atau hakim adalah orang berasal dari hakim, seperti kepala pemerintah, pemimpin, atau orang yang diberi kewenangan oleh kepala negara untuk menikahkan perempuan yang berwali hakim.

Dalam hal ini, wali hakim tidak boleh menikahkan perempuan yang belum balig, pasangan dari kedua pihak keluarga yang tidak sekufu (sepadan), orang yang tanpa mendapat izin dari wanita yang akan menikah, dan orang yang berada di luar wilayah kekuasaannya.

Wali hakim berlaku jika wanita tidak adanya wali nasab seperti yang disebutkan di atas seluruhnya, serta tidak mencukupinya syarat bagi wali nikah di atas jika masih hidup.

3. Wali Tahkim

Wali tahkim adalah wali nikah yang diangkat sendiri oleh calon suami atau calon istri. Syarat akad nikah bisa diwakilkan wali satu ini, jika wali nasab pada urutan di atas tidak ada seluruhnya atau tidak memenuhi syarat, serta tak adanya wali hakim. Sehingga wali tahkim baru boleh menikahkan, apabila tak terdapatnya wali nasab dan wali hakim.

4. Wali Maula

Terakhir ada wali maula. Wali ini adalah seorang majikan dari seorang hamba sahaya yang ingin menikah. Maka jika ada wanita yang berada di bawah kuasanya (yakni sebagai budak), maka majikan laki-lakinya boleh menjadi wali akad nikah bagi hamba sahaya perempuannya itu.

Dari keempat jenis wali di atas, urutan yang berhak menjadi wali nikah perempuan dimulai dari wali nasab (paling utama). Kemudian boleh digantikan wali hakim, bila wali nasab tidak ada seluruhnya. Jika wali hakim tidak ada maka boleh diwakilkan oleh wali tahkim. Sementara untuk seorang hamba sahaya wanita yang tidak punya wali nasab, maka bisa dinikahkan oleh wali maula.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Puasa bagi Ibu Menyusui, Bagaimana Hukumnya Menurut Islam?


Jakarta

Bulan Ramadan sangat dinanti umat Islam. Di bulan ini semua amalan yang dilakukan kaum muslim akan dilipat gandakan pahalanya.

Akan tetapi ibu hamil dan menyusui kadang kala merasa khawatir ketika berpuasa apakah akan berpengaruh terhadap kesehatan anaknya. Tapi bagaimana hukumnya jika muslimah yang sedang menyusui tidak berpuasa?

Hukum Puasa bagi Ibu Menyusui

Jika wanita hamil takut terhadap janin yang berada dalam kandungannya dan ibu menyusui takut terhadap kurangnya produksi ASI maka boleh baginya untuk tidak berpuasa.


Merujuk pada sabda Nabi SAW disebutkan, “Sesungguhnya Allah SWT meringankan setengah salat untuk musafir dan meringankan puasa bagi musafir, wanita hamil dan menyusui.” (HR. An Nasai no. 2275, Ibnu Majah no. 1667, dan Ahmad 4: 347, Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih.)

Namun untuk ibu menyusui jika tidak puasa, apakah ada qadha atau harus membayar fidyah? Inilah yang diperselisihkan oleh para ulama. Akan tetapi dilansir dalam buku Bekal Meraih Ramadhan Penuh Berkah yang ditulis Muhammad Abduh Tuasikal menuliskan pendapat terkuat adalah pendapat yang menyatakan cukup qadha saja.

Dari hadits Anas bin Malik, ia berkata, “Sesungguhnya Allah meringankan separuh salat dari musafir, juga puasa dari wanita hamil dan menyusui. Al Jashshosh ra menjelaskan, “Keringanan separuh salat tentu saja khusus bagi musafir. Para ulama tidak ada beda pendapat mengenai wanita hamil dan menyusui bahwa mereka tidak dibolehkan mengqashar salat. Keringanan puasa bagi wanita hamil dan menyusui dari sini juga menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara wanita hamil dan menyusui jika keduanya khawatir membahayakan dirinya atau anaknya (ketika mereka berpuasa) karena Nabi SAW sendiri tidak merinci hal ini.” (Ahkamal Qur’an, Ahmad bin ‘Ali Ar Rozi Al Jashshosh, 1:224)

Ulama yang berpendapat cukup mengqadha saja (tanpa fidyah) menganggap bahwa wanita hamil dan menyusui seperti orang sakit. Sebagaimana orang sakit boleh tidak puasa ia pun mengqadha di hari lain. Ini pula yang berlaku pada wanita hamil dan menyusui sebagaimana disebutkan dalam firman Allah SWT:

أَيَّامًا مَّعْدُودَٰتٍ ۚ فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۚ وَعَلَى ٱلَّذِينَ يُطِيقُونَهُۥ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ ۖ فَمَن تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهُۥ ۚ وَأَن تَصُومُوا۟ خَيْرٌ لَّكُمْ ۖ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ

Artinya: “(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”

Hal yang Perlu Diperhatikan Ibu Hamil yang Berpuasa

Namun jika ibu menyusui yakin untuk berpuasa maka harus diperhatikan asupan ASI untuk bayi. Melansir Huffington Post (16/3/2024), ahli gizi Fareeha Jay berpendapat ASI memberikan bayi nutrisi untuk meningkatkan pertumbuhan dan kesehatannya.

Maka ibu perlu memastikan bahwa anak mereka mendapatkan nutrisi yang cukup selama bulan Ramadan.

“Biasanya, disarankan untuk mengonsumsi tambahan kalori sebesar 300 hingga 400 kkal setiap hari untuk menjaga wanita tetap berenergi dan menghasilkan cukup ASI. Tingkat kelaparan pada orang tua yang menyusui tergolong tinggi. Oleh karena itu, mereka perlu memastikan bahwa mereka mendapatkan makanan padat nutrisi supaya tetap berenergi dan juga menjaga pasokan ASI mereka,” ujar Fareeha.

Perhatikan Konsumsi Makanan Selama Berbuka Puasa

Fareeha menyarankan para ibu merencanakan makan kalori ekstra antara waktu berbuka dan sahur, serta memperhatikan keseimbangan antara variasinya dan kesehatan.

Ibu yang menyusui juga perlu membagi lima buah dan sayuran antara berbuka dan sahur, termasuk makanan bertepung yang berbahan biji-bijian, seperti roti utuh, nasi, dan pasta.

“Orang tua yang menyusui sebaiknya memasukkan protein seperti lentil, kacang-kacangan, tahu, ikan, telur, daging, ayam, keju susu, dan yogurt saat sahur dan berbuka puasa. Memasukkan protein akan membantu menjaga massa otot dan memberikan nutrisi yang cukup bagi bayi,” kata Fareeha.

“Kekurangan asupan nutrisi dapat menyebabkan kekurangan nutrisi, rendahnya energi, dan rendahnya produksi ASI,” ujar Fareeha lagi.

Sekalipun sebagian orang tetap bisa berpuasa tanpa sahur, dia dia menganjurkan untuk ibu menyusui melakukan hal demikian. Sebab sahur waktu yang tepat untuk kembali mengisi simpanan makanan, dan melewatkannya mungkin berdampak pada asupan ASI.

Selain itu, bisa menambahkan multivitamin ke dalam makanan, apabila tidak mendapatkan semua nutrisi dalam waktu singkat.

Apakah Ada Resiko Menyusui Saat Puasa?

Fareeha mengatakan ketika menyusui, ibu biasanya mengalami pengurangan air sebanyak 700 ml akibat keluarnya ASI, hal ini berisiko menyebabkan ibu dehidrasi.

Ia merekomendasikan minum setidaknya dua liter air per hari, waspadalah apabila ibu merasa haus, sering buang air kecil, dan juga tergantung warna urine, ini bisa menjadi indikator dehidrasi.

Selain air, untuk menjaga agar tetap terhidrasi, makanan tersebut dapat mencakup jus buah, susu, dan yoghurt, serta buah dan sayuran yang memiliki kandungan air tinggi, seperti semangka, stroberi, atau buah jeruk. Kuah daging dan sup juga akan membantu hidrasi. Kafein harus dihindari karena bersifat diuretik tetapi juga dapat mengganggu tidur bayi,” kata Fareeha.

Terakhir Fareeha berpendapat selalu dapat mengganti puasa di akhir tahun bagi ibu menyusui, sebab puasa Ramadan dikecualikan bagi mereka.

“Terserah mereka mau berpuasa atau tidak, pengambilan keputusan berdasarkan apa yang mereka rasakan selama berpuasa, tapi mereka juga bisa mendiskusikannya dengan ahli kesehatan. Bagi sebagian orang, ini mungkin mudah. Bagi yang lain, hal ini mungkin sangat menantang dan dapat memengaruhi aktivitas mereka sehari-hari, membuat mereka mengalami dehidrasi dan mempengaruhi suplai ASI. Jika puasa Ramadhan menimbulkan bahaya bagi tubuh ibu, maka disarankan untuk tidak berpuasa,” ujar Fareeha.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

5 Ciri Wanita yang Dirindukan Surga dan Sosoknya dalam Islam


Jakarta

Ada sebuah riwayat yang menyebutkan jaminan surga untuk sejumlah wanita muslim di dunia. Ciri wanita tersebut dapat dipedomani muslim demi mencapai surga-Nya.

Mengenai wanita-wanita yang dijamin masuk surga ini dijelaskan oleh Rasulullah SAW dalam sebuah hadits, “Sebaik-baik wanita surga adalah Khadijah binti Khuwailid, Fatimah binti Muhammad, Maryam binti Imran, dan Asiyah binti Muzahim istri Fir’aun.” (HR Ibnu Hibban, Ahmad, Abu Ya’la, Ath-Thabrani, Abu Daud, dan Al-Hakim)

Lantas, bagaimana cara menjadi wanita muslim yang dapat dirindukan surga seperti mereka?


5 Ciri Wanita Muslim yang Dirindukan Surga

Ada beberapa ciri-ciri wanita yang dirindukan surga yang dapat diteladani muslim. Hal ini dijelaskan oleh Rasulullah SAW dalam sebuah hadits,

“Jika seorang wanita selalu menjaga salat lima waktu, juga berpuasa sebulan (di bulan Ramadan), menjaga kemaluannya (dari perbuatan zina) dan taat pada suaminya, maka dikatakan pada wanita tersebut, ‘Masuklah ke surga melalui pintu manapun yang engkau suka’.” (HR Ahmad)

Berdasarkan riwayat tersebut ditambah dengan penjelasan dari buku Wanita Yang Dirindukan Surga karya M. Fauzi Rachman. Berikut ciri-ciri muslimah yang dirindukan surga.

1. Menjaga Salat 5 Waktu

Salat fardu adalah kewajiban setiap umat Islam. Amalan ini juga menjadi yang pertama kali dihisab pada hari akhir kelak. Tak heran, muslimah yang menjaga salat lima waktunya akan dirindukan oleh surga.

2. Berpuasa di Bulan Ramadan

Puasa termasuk ke dalam rukun Islam. Wanita dapat melaksanakan puasa meski ada halangan biologis karena haid, mereka masih diberi kesempatan untuk melunasi utang puasanya di luar bulan Ramadan.

3. Menjauhi Zina

Zina merupakan perbuatan keji dan dosa besar dalam Islam. Untuk itu, wanita yang tidak pernah mendekati zina akan termasuk ke dalam golongan wanita yang dirindukan surga.

4. Menaati Suami

Setelah menikah, seorang muslim harus menaati suaminya. Suami yang dimaksud ialah yang dapat menuntun keluarganya menuju kebaikan, baik dari dunia maupun akhirat.

5. Wanita yang Sabar

Allah SWT menjelaskan dalam surah Al Ahzab ayat 35, ada sejumlah kriteria untuk mendapat ampunan dan pahala yang besar, salah satunya yakni wanita yang sabar. Dengan demikian, sabar akan mengantarkan pada ampunan Allah SWT dan dari ampunan itu maka seseorang bisa mendapat rahmat-Nya yang berupa surga.

Terkait kriteria ini, Allah SWT berfirman dalam surah Al Ahzab ayat 35:

اِنَّ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمٰتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنٰتِ وَالْقٰنِتِيْنَ وَالْقٰنِتٰتِ وَالصّٰدِقِيْنَ وَالصّٰدِقٰتِ وَالصّٰبِرِيْنَ وَالصّٰبِرٰتِ وَالْخٰشِعِيْنَ وَالْخٰشِعٰتِ وَالْمُتَصَدِّقِيْنَ وَالْمُتَصَدِّقٰتِ وَالصَّاۤىِٕمِيْنَ وَالصّٰۤىِٕمٰتِ وَالْحٰفِظِيْنَ فُرُوْجَهُمْ وَالْحٰفِظٰتِ وَالذّٰكِرِيْنَ اللّٰهَ كَثِيْرًا وَّالذّٰكِرٰتِ اَعَدَّ اللّٰهُ لَهُمْ مَّغْفِرَةً وَّاَجْرًا عَظِيْمًا

Artinya: Sesungguhnya muslim dan muslimat, mukmin dan mukminat, laki-laki dan perempuan yang taat, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan penyabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kemaluannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, untuk mereka Allah telah menyiapkan ampunan dan pahala yang besar.

Sosok Wanita yang Dijamin Masuk Surga

1. Khadijah binti Khuwailid

Wanita pertama yang dirindukan surga ada Khadijah binti Khuwailid atau Siti Khadijah merupakan istri dari Nabi Muhammad SAW yang namanya disebut dalam percakapan antara Rasulullah SAW dengan Malaikat Jibril. Seperti yang diceritakan oleh Abu Hurairah RA,

“Khadijah adalah wanita yang akan menghidangkan sebuah tempayan berisi makanan dan minuman kepadamu di surga. Sampaikanlah salamku kepadanya, bahwa dia kelak akan masuk surga yang penuh dengan kenikmatan dan tiada terdengar suara jerit penderitaan di sana.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dirangkum dari buku 99 Pesan Rasulullah untuk Perempuan: Terapi Hati untuk Wanita yang Mendambakan Surga karya Lestari Ummu Al-Fatih menceritakan kisah dari Khadijah binti Khuwailid.

Siti Khadijah merupakan sosok wanita suci dan mulia yang pertama beriman kepada Allah SWT. Ia memiliki sifat pemurah dan peduli pada orang miskin.

Bahkan Siti Khadijah merupakan sosok wanita tangguh dan kaya raya yang rela mengorbankan harta, jiwa, dan raganya demi berdirinya ajaran Islam.

2. Fatimah binti Muhammad

Selanjutnya, ada Fatimah Az Zahra merupakan putri kesayangan Nabi Muhammad SAW. Fatimah Az Zahra dikenal sebagai anak yang taat kepada orang tuanya.

Merangkum buku Ternyata Wanita Lebih Mudah Masuk Surga karya Iis Nuraeni Afgandi dan buku Kamulah Wanita Karier yang Hebat karya Arum Faiza dkk, Bukan hanya itu, ia juga seorang wanita muslim yang sangat sabar, cerdas, kuat imannya, serta taat kepada suaminya.

3. Maryam binti Imran

Kemudian, ada Maryam bin Imran yang merupakan ibunda dari Nabi Isa AS. Maryam merupakan sosok wanita yang patut jadi teladan saat beribadah. Ia selalu beribadah sepanjang hari kepada Allah SWT.

Sehingga suatu hari Allah SWT meniupkan satu ruh pada rahimnya, akhirnya Maryam pun hamil tanpa proses kehamilan seperti perempuan pada umumnya. Kabar kehamilan Maryam ini disampaikan langsung oleh Malaikat Jibril.

4. Siti Asiyah binti Muzahim

Terakhir ada Siti Asiyah bin Muzahim, Ia merupakan istri dari Fir’aun. Meskipun Siti Asiyah memiliki suami kafir namun menjadi wanita yang dirindukan surga Allah SWT.

Mengutip Arum Faiza dalam buku 11 Kisah Wanita Super Hebat di Masa Lalu: Menjadi Wanita Kuat, Cerdas, dan Taat, awalnya Asiyah menolak untuk dijadikan istri oleh Fir’aun namun penolakan itu berakhir dengan penyiksaan sadis dan keji terhadap kedua orang tuanya.

Akhirnya, Asiyah pun menerima lamaran Fir’aun. Sebagai, seorang perempuan salehah, ia selalu memohon kepada Allah SWT supaya dijauhkan dari Fir’aun dan kaumnya yang zalim.

Hal tersebut sesuai dengan firman Allah SWT dalam surah At Tahrim ayat 11,

وَضَرَبَ اللّٰهُ مَثَلًا لِّلَّذِيْنَ اٰمَنُوا امْرَاَتَ فِرْعَوْنَۘ اِذْ قَالَتْ رَبِّ ابْنِ لِيْ عِنْدَكَ بَيْتًا فِى الْجَنَّةِ وَنَجِّنِيْ مِنْ فِرْعَوْنَ وَعَمَلِهٖ وَنَجِّنِيْ مِنَ الْقَوْمِ الظّٰلِمِيْنَۙ

Artinya: “Allah juga membuat perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, yaitu istri Fir’aun, ketika dia berkata, “Ya Tuhanku, bangunkanlah untukku di sisi-Mu sebuah rumah dalam surga, selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya, serta selamatkanlah aku dari kaum yang zalim.”

Doa Asiyah pun dikabulkan oleh Allah SWT, kemudian diutuslah malaikat untuk memperlihatkan tempatnya di surga. Hingga pada akhirnya, Asiyah pun wafat sebagai seorang syuhada yang dijaminkan surga.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Apakah Keputihan Bisa Membatalkan Puasa?


Jakarta

Umat Islam harus mewaspadai hal-hal yang dapat membatalkan puasa. Salah satu hal yang menjadi pertanyaan kaum muslim utamanya muslimah yaitu apakah keputihan bisa membatalkan puasa? Berikut penjelasannya.

Salah satu hal yang dapat membuat puasa seorang muslimah batal yaitu haid atau menstruasi. Ini karena menstruasi termasuk dalam hadas besar.

Mengutip buku Dahsyatnya Puasa Wajib & Sunah karya Akhyar As-Shiddiq Muhsin dan Dahlan Harnawisastra, larangan puasa ketika haid ini berdasarkan ijma’ para ulama mengenai batalnya puasa dalam keadaan haid dan nifas. Hal ini juga sesuai dengan salah satu hadits.


Rasulullah SAW bersabda, “Jika seorang mengalami haid, bukankah ia tidak melaksanakan salat dan tidak pula shaum? itu adalah bagian dari kekurangannya dalam agama.” (HR Bukhari)

Keputihan memiliki pengertian yang berbeda dengan haid. Keputihan adalah kondisi keluarnya cairan atau lendir berwarna putih dari vagina. Dikutip dari buku La Tahzan untuk Wanita Haid karya Ummu Azzam, keputihan dapat dibagi menjadi dua yaitu keputihan normal dan keputihan abnormal. Keputihan normal umum terjadi pada setiap wanita.

Keputihan Membatalkan Puasa?

Menukil buku Fiqih Perempuan Kontemporer karya Farid Nu’man, para ulama membedakan antara keputihan yang keluar dari dalam kemaluan dan keputihan yang keluar dari permukaan bagian luar kemaluan. Disebutkan dalam al-Mausu’ah al-Fiqhiyah,

“Mayoritas ahli fiqih keputihan yang keluar dari dalam kemaluan najis karena itu merupakan cairan yang keluar dari dalam. Adapun yang keluar dari bagian permukaan, yaitu yang wajib dibasuh ketika mandi, maka itu menjadi suci. Abu Hanifah dan Hanabilah mengatakan bahwa keputihan adalah suci secara mutlak. “

Dikutip dari buku 125 Masalah Thaharah karya Muhammad Anis Sumaji, para ulama mengkategorikan keputihan dalam darah penyakit atau masuk dalam kategori istihadhah. Darah istihadhah adalah salah satu jenis darah dari tiga jenis darah wanita, selain haid dan nifas.

Orang yang sedang mengalami istihadhah tidak diwajibkan untuk mandi junub atau mandi wajib, hanya diwajibkan untuk berwudhu. Selain berwudhu, keputihan yang dimaknai sebagai darah istihadhah juga wajib dibersihkan.

Pendapat lain dijelaskan dalam Fikih Muslimah Praktis karya Hafidz Muftisany. Para ulama memperselisihkan sifat dari keputihan atau ifrazat, apakah disamakan dengan madzi dan irq (cairan kemaluan) atau dengan mani.

Asy Syairazi bersikukuh menyebutnya najis karena lebih dekat jenisnya dengan madzi, sedangkan Baghawi dan ar-Rafii berpendapat ifrazat adalah suci. Imam Syafi’i juga berpendapat bahwa status ifrazat adalah suci.

Dari pernyataan tersebut diketahui masih terdapat perbedaan pendapat mengenai najis tidaknya keputihan. Akan tetapi, pendapat yang menyebutkan bahwa keputihan termasuk najis juga memberi keterangan bahwa muslimah yang mengalami keputihan tidak diharuskan mandi wajib.

Itu berarti, keputihan dapat dibedakan dengan haid dan nifas yang disyariatkan untuk mandi wajib. Dengan kata lain, keputihan tidak membatalkan puasa. Wallahu a’lam.

Hal-hal yang Membatalkan Puasa

Mengutip buku Memantaskan Diri Menyambut Bulan Ramadhan karya Abu Maryam Kautsar Amru, 5 hal yang disepakati ulama sebagai pembatal puasa yaitu:

1. Makan dan Minum dengan Sengaja

Makan dan minum dengan sengaja dapat membatalkan puasa. Adapun jika seseorang makan dan minum dengan tidak sengaja, maka hal itu tidak membatalkan puasanya.

2. Muntah dengan Sengaja

Muntah dengan sengaja juga termasuk perkara yang membatalkan puasa. Adapun, jika muntah tidak disengaja maka tidak membatalkan puasa. Misalnya muntahnya wanita hamil yang mengalami morning sickness. Orang yang muntah dengan sengaja wajib mengqadha puasa, sebagaimana dikatakan Sayyid Sabiq dalam kitab Fiqh Sunnah-nya yang diterjemahkan Abu Syauqina yang bersandar pada sabda Rasulullah SAW,

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – – مَنْ ذَرَعَهُ الْقَيْءُ فَلَا قَضَاءَ عَلَيْهِ, وَمَنْ اسْتَقَاءَ فَعَلَيْهِ اَلْقَضَاءُ – رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ

Artinya: “Barang siapa yang (terpaksa) muntah, maka ia tidak berkewajiban mengqadha (puasa). Tetapi barang siapa yang sengaja muntah, maka ia berkewajiban mengqadha (puasa).” (HR lima imam hadits, yaitu Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan An-Nasa’i)

3. Mengalami Haid dan Nifas bagi Wanita

Wanita yang mengalami haid dan nifas ketika berpuasa maka puasanya batal dan wajib menggantinya di luar bulan Ramadan.

4. Melakukan Jimak

Jimak atau hubungan suami istri baik hingga keluar air mani ataupun tidak keluar air mani dapat membatalkan puasa. Adapun jimak yang dilakukan pada waktu siang hari di bulan Ramadan hukumnya haram, sedangkan jimak pada malam hari di bulan Ramadan diperbolehkan.

5. Murtad atau Keluar dari Islam

Orang yang keluar dari Islam maka puasanya batal, demikian juga kewajiban puasanya. Empat mazhab sepakat Islam menjadi syarat wajib puasa Ramadan.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Tata Cara Mandi Wajib Setelah Haid Lengkap dengan Bacaan Niat dan Doa Sesudahnya


Jakarta

Tata cara mandi wajib setelah haid penting dipahami oleh kaum muslimin. Berbeda dengan mandi pada umumnya, mandi wajib memiliki ketentuan tersendiri.

Haid termasuk hadats besar, sehingga wanita muslim harus menyucikan diri sebelum melakukan ibadah. Allah SWT berfirman dalam surah Al Baqarah ayat 222,

وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ ۖ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ ۖ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّىٰ يَطْهُرْنَ ۖ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ


Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: “Haid itu adalah suatu kotoran,” Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.”

Selain itu, perintah mandi wajib bagi wanita haid turut dijelaskan dalam hadits Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Bukhari. Beliau bersabda,

“Apabila kamu datang haid hendaklah kamu meninggalkan salat. Apabila darah haid berhenti, hendaklah kamu mandi dan mendirikan salat,” (HR Bukhari).

Tata Cara Mandi Wajib Setelah Haid

Menukil buku Fiqh Ibadah oleh Zaenal Abidin, tata cara mandi junub ialah sebagai berikut,

  • Membaca niat mandi wajib setelah haid
  • Bersihkan kedua telapak tangan sebanyak tiga kali
  • Mulai membersihkan kotoran-kotoran yang tersembunyi dengan tangan kiri, seperti kemaluan, dubur, bawah ketiak, pusar, dan lain sebagainya
  • Mencuci tangan dengan cara menggosokkan ke sabun atau tanah
  • Berwudhu
  • Menyela pangkal rambut menggunakan jari-jari tangan yang telah dibasuh air hingga menyentuh kulit kepala
  • Membasuh seluruh tubuh dengan air yang dimulai dari sisi kanan lalu kiri
  • Memastikan seluruh lipatan kulit serta bagian yang tersembunyi ikut dibersihkan

Niat Mandi Wajib Setelah Haid

Merujuk pada sumber yang sama, berikut niat mandi wajib setelah haid yang bisa diamalkan kaum muslimin.

نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ حَدَثِ الْحَيْضِ ِللهِ تَعَالَى

Arab latin: Nawaitul ghusla lifraf il hadatsil akbari minal haidil lillahi ta’ala

Artinya: “Saya berniat mandi wajib untuk mensucikan hadats besar dari haid karena Allah Ta’ala.”

Doa Setelah Mandi Wajib

Selain membaca niat, ada juga doa yang disunnahkan untuk dibaca selesai melaksanakan mandi wajib. Berikut bacaannya yang dikutip dari buku Praktik Mandi Janabah Rasulullah Menurut Empat Madzhab susunan Isnan Ansory.

أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ اللَّهُمَّ اجْعَلْنِى مِنَ التَّوَّابِينَ وَاجْعَلْنِى مِنَ الْمُتَطَهِّرِينَ

Arab latin: Asyhadu an laa ilaha illallahu wahdahu laa syarika lahu, wa asyhadu anna Muhammadan abduhu wa Rasuluhu, allahumma-jalni minattawwabina, waj-alni minal-mutathahirrina

Artinya: “Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah Yang Esa, tiada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad itu hamba-Nya dan utusan-Nya. Ya Allah, jadikanlah aku termasuk orang-orang yang bertobat dan jadikanlah aku pula termasuk orang-orang yang selalu mensucikan diri.”

Sunnah-sunnah Mandi Wajib Setelah Haid

Ketika mandi wajib, ada sejumlah sunnah yang dapat dilakukan oleh kaum muslimin. Berikut bahasannya yang dinukil dari buku Fikih Ibadah Madzhab Syafi’i oleh Syaikh DR Alauddin Za’tari dan buku Tuntunan Shalat Lengkap + Terjemah Perkata Bacaan Shalat yang ditulis Muhammad Syafril.

  1. Menghadap kiblat
  2. Membaca basmalah yang dibarengi dengan niat tanpa bermaksud membaca Al-Qur’an, melainkan berdzikir
  3. Membaca niat dalam hati
  4. Membasuh kedua telapak tangan
  5. Menghilangkan kotoran dari tubuh
  6. Berwudhu dengan sempurna sebelum mandi
  7. Meratakan air pada bagian-bagian lekuk
  8. Menyela pangkal rambut sebanyak 3 kali
  9. Tertib urutan
  10. Mengulang 3 kali
  11. Dianjurkan menggosok setiap kalinya
  12. Membasuh bagian aurat yang tertutup meski sendirian
  13. Setelah mandi wajib membaca doa ‘Asyhadu allaa ilaaha illalloohu wahdahu laa syariikalah, wa asyhadu anna muhammadan ‘abduhu wa rosuuluh’

Itulah tata cara mandi wajib setelah haid dilengkapi bacaan niat dan informasi terkaitnya. Semoga bermanfaat.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Ibu Menyusui Tidak Berpuasa, Wajib Bayar Fidyah dan Qadha?


Jakarta

Karena kondisinya seorang ibu yang menyusui biasanya melewatkan puasa Ramadan, hal ini dikarenakan khawatir akan mengganggu kesehatan bayinya. Lalu bagaimana hukum ibu menyusui yang tidak puasa di bulan Ramadan?

Bila seseorang tidak berpuasa maka dia harus membayar fidyah atau qadha puasa di bulan-bulan berikutnya, perintah ini disampaikan oleh Allah SWT melalui firman-Nya dalam Al-Qur’an.

أَيَّامًا مَّعْدُودَٰتٍ ۚ فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۚ وَعَلَى ٱلَّذِينَ يُطِيقُونَهُۥ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ ۖ فَمَن تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهُۥ ۚ وَأَن تَصُومُوا۟ خَيْرٌ لَّكُمْ ۖ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ


Arab-Latin: Ayyāmam ma’dụdāt, fa mang kāna mingkum marīḍan au ‘alā safarin fa ‘iddatum min ayyāmin ukhar, wa ‘alallażīna yuṭīqụnahụ fidyatun ṭa’āmu miskīn, fa man taṭawwa’a khairan fa huwa khairul lah, wa an taṣụmụ khairul lakum ing kuntum ta’lamụn

Artinya: “(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”

Bagaimana bagi ibu menyusui yang melewatkan puasanya? Berikut ini dalil-dalil mengenai wanita hamil dan menyusui yang boleh tidak berpuasa di bulan Ramadan.

Dalil Wanita Hamil dan Menyusui di Bulan Ramadan

Dari Anas bin Malik Al Ka’bi ra, ia berkata, “Kuda Rasulullah SAW lari kepada kami, lalu aku datangi Rasulullah, aku mendapatinya sedang makan pagi, beliau berkata, “Mendekat dan makanlah!”. Aku katakan : “Aku sedang puasa” lalu beliau berkata: “Mendekatlah, aku akan mengabarkan kepadamu tentang puasa, sesungguhnya Allah Ta’ala telah menggugurkan puasa dan setelah salat bagi musafir dan juga puasa bagi wanita hamil atau menyusui.” (HR. Tirmidzi).

Dalil lainnya dilihat dari hadits Anas bin Malik Al-Ka’Biz, Rasulullah SAW bersabda:

“Sesungguhnya Allah telah meletakkan setengah salat dan puasa bagi orang musafir dan (demikian pula) bagi wanita menyusui dan yang hamil.” (HR An-Nasa’i).

Hukum Puasa Wanita Menyusui

Dilansir dari buku Fikih Puasa ditulis oleh Ali Musthafa Siregar dijelaskan para ulama sepakat mengenai wanita hamil dan wanita menyusui, bila mereka khawatir atau kondisi dirinya dan anaknya. Berikut ini rincian qadha bagi wanita menyusui dan hamil:

· Apabila keduanya berbuka, karena takut akan kondisi anaknya saja, maka wajib qadha dan fidyah.

· Apabila keduanya berbuka karena takut akan kondisi dirinya saja maka wajib qadha saja.

· Apabila keduanya berbuka karena takut atas diri dan anaknya, maka wajib qadha saja.

Selain itu, dilansir dari buku Buka Puasa Bersama Rasulullah SAW Hati-hati Jangan Sampai Puasa Anda Menjadi Sia-sia! ditulis oleh Muhammad Ridho al-Thurisinai dijelaskan menurut Syaikh Utsaimin bahwa wanita hamil tidak luput dari hal ini:

  1. Wanita muda dan kuat bila berpuasa tidak mengganggu dirinya dan kandungannya, maka ia wajib puasa.
  2. Wanita yang tidak sanggup berpuasa karena kandungannya dan fisiknya lemah, dan wanita telah melahirkan serta mempunyai banyak halangan, seperti masalah menyusui anaknya karena membutuhkan asupan makanan dan minum, apalagi di musim panas. Dengan udzur yang jelas, maka wanita tersebut hendaknya tidak berpuasa.
  3. Supaya mampu memberikan ASI yang dibutuhkan anaknya, dan setelah itu ia wajib qadha puasa.

Ibu Menyusui dan Ibu Hamil Membayar Fidyah

Dari lama Baznas Jogja Kota dijelaskan fidyah akan dibayarkan kepada orang miskin, jumlah fidyah sesuai dengan puasa yang dilewatkannya, satu fidyah dibayarkan untuk satu hari puasa kepada satu fakir miskin, atau bisa juga diberikan kepada satu fakir miskin.

Waktu pembayaran fidyah ketika wanita tersebut tidak melaksanakan puasa atau diakhirkan ke akhir puasa Ramadan

Waktu fidyah tidak mempunyai batas. Jadi tidak harus dibayarkan di bulan Ramadan, bisa juga sesudah bulan Ramadan.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Amalan Malam Lailatul Qadar bagi Wanita Haid, Muslimah Cek!


Jakarta

Kaum muslimin dianjurkan untuk memperbanyak ibadah pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadan seperti tadarus, salat malam, dan iktikaf. Bagaimana dengan amalan Lailatul Qadar bagi wanita haid?

Kehadiran Lailatul Qadar selalu ditunggu-tunggu oleh umat Islam. Sebab, banyak kemuliaan yang terkandung pada malam tersebut.

Allah SWT berfirman dalam surah Al Qadr ayat 3,


لَيْلَةُ الْقَدْرِ ەۙ خَيْرٌ مِّنْ اَلْفِ شَهْرٍۗ ٣

Artinya: “Lailatul Qadar itu lebih baik daripada seribu bulan.”

Menukil buku Menggapai Malam Lailatulqadar karya Ahmad Rifa`i Rif`an, Lailatul Qadar adalah malam yang dipenuhi dengan kesejahteraan dan kebaikan hingga terbitnya fajar. Terdapat juga sebuah hadits yang menerangkan tentang jumlah malaikat yang turun pada malam itu yang berbunyi,

“Sesungguhnya para malaikat pada malam itu lebih banyak turun ke bumi daripada jumlah pepasiran.” (HR Ibnu Khuzaimah)

Amalan Malam Lailatul Qadar bagi Wanita Haid

Pada dasarnya, wanita haid dilarang melakukan beberapa ibadah sewaktu haid atau menstruasi. Terkait haid dijelaskan dalam surah Al Baqarah ayat 222,

وَيَسْـَٔلُونَكَ عَنِ ٱلْمَحِيضِ ۖ قُلْ هُوَ أَذًى فَٱعْتَزِلُوا۟ ٱلنِّسَآءَ فِى ٱلْمَحِيضِ ۖ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّىٰ يَطْهُرْنَ ۖ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ ٱللَّهُ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلتَّوَّٰبِينَ وَيُحِبُّ ٱلْمُتَطَهِّرِينَ

Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: “Haid itu adalah suatu kotoran”. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.”

Sayyid Abdurrahman bin Abdul Qadir Assegaf melalui bukunya yang berjudul Kitab Haid, Nifas dan Istihadhah mendefinisikan haid sebagai pengalaman biologis yang Allah SWT berikan kepada wanita. Haid atau menstruasi menjadi tanda organ reproduksi wanita sehat dan berfungsi dengan baik.

Meski dilarang untuk melakukan sejumlah ibadah, dijelaskan dalam buku Sukses Berburu Lailatul Qadar oleh Muhammad Adam Hussain, ada beberapa amalan malam Lailatul Qadar bagi wanita haid, antara lain sebagai berikut:

  • Membaca Al-Qur’an tanpa menyentuh mushaf
  • Berzikir dengan memperbanyak bacaan tasbih (subhanallah), tahlil (laa ilaha illallah), tahmid (alhamdulillah) dan zikir lainnya
  • Memperbanyak istighfar
  • Memperbanyak doa

Wanita yang sedang haid dapat mengerjakan amalan tersebut karena tergolong ibadah mahdhah. Artinya, ibadah ini tidak mensyaratkan kesucian dalam melakukannya. Ada juga yang menyarankan untuk perbanyak doa yang dilafalkan oleh Aisyah RA sesuai hadits berikut.

Dari Aisyah RA, ia berkata, “Wahai Rasulullah, apa pendapatmu jika aku ketepatan mendapatkan malam Lailatul Qadar, apa yang harus aku ucapkan?”

Rasulullah SAW menjawab, “Ucapkanlah; ya Allah, sesungguhnya Engkau maha pemaaf mencintai kemaafan, maka maafkanlah daku.” (HR Ibnu Majah)

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Niat Sholat Mayit Perempuan Lengkap dengan Tata Caranya


Jakarta

Sholat jenazah merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh sebagian umat Islam pada suatu wilayah tertentu (fardhu kifayah), diniatkan untuk mensholatkan mayit setelah proses memandikan dan mengkafankan.

Mengenai tata cara sholat jenazah, maka terdapat perbedaan pelaksanaan sholatnya ketika mayitnya laki-laki dan mayitnya perempuan, perbedaan adalah bacaan niat dan doanya. Lantas seperti apa niat sholat mayit perempuan?

Niat dan Tata Cara Sholat Mayit Perempuan

Berikut ini niat sholat mayit perempuan beserta tata cara pelaksanaanya dari awal sampai selesai. Ini tata caranya yang dilansir dalam buku Tuntunan Lengkap Sholat Untuk Wanita: Dilengkapi doa-doa keseharian ditulis oleh Raras Huraerah:


1. Takbiratul Ihram Sambil Berniat

Niat sholat mayit perempuan

اُصَلِّى عَلَى هَذِهِ الْمَيِّتَةِ اَرْبَعَ تَكْبِرَاتٍ فَرْضَ كِفَايَةِ اِمَامًا| مَأْمُوْمًا ِللهِ تَعَالَ

Arab-latin: Usholli ‘ala hadzahihil mayyitati arba’a takbirotin fardho kifayatin imaman/ma’muman lillahi ta’ala

Artinya: “Saya niat sholat atas jenazah perempuan ini empat kali takbir fardu kifayah, sebagai imam/makmum hanya karena Allah Ta’ala.”

2 Membaca Al-Fatihah dan Takbir

Sesudah itu letakan tangan kanan di atas tangan kiri pada perut, kemudian baca surah Al-Fatihah, setelah selesai membaca takbir. “Allahu Akbar”. Klik di sini untuk melihat bacaan surah Al-Fatihah lengkap.

3. Membaca Sholawat

Selesai takbir kedua, terus membaca sholawat atas Nabi Muhammad SAW

Sholawat:

اللّٰهُمَّ صَلِّ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلٰى اٰلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ و بَارِكْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى اٰلِسَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلٰى اٰلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

Arab latin: Allahumma shalli ‘alaa sayyidinaa muhammad wa’alaa aali sayyidinaa muhammadin kamaa shallaita ‘alaa sayyidinaa ibraahiima wa’alaa aali sayyidinaa ibrahiima, wabaarik ‘alaa aali sayyidinaa muhammadin kamaa baarakta ‘alaa sayyidinaa ‘alaa sayyidinaa ibraahima wa ‘alaa aali sayyidina ibraahima, fil ‘aalamiina innaka hamiidun majiidun.

Artinya: “Ya Allah, limpahkanlah rahmat kepada Nabi Muhammad dan kepada keluarga Nabi Muhammad, sebagaimana telah Engkau limpahkan rahmat kepada Nabi Ibrahim dan keluarga Nabi Ibrahim. Limpahkan pula keberkahan bagi Nabi Muhammad dan bagi keluarga Nabi Muhammad, sebagaimana telah Engkau limpahkan keberkahan bagi Nabi Ibrahim dan bagi keluarga Nabi Ibrahim. Sesungguhnya di alam semesta Engkau Maha Terpuji dan Maha Agung.”

4. Doa untuk Mayit Perempuan

Sesudah membaca sholawat, terus takbir ketiga, kemudian membaca doa sebagai berikut:

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهَا وَارْحَمْهَا وَعَافِهَا وَاعْفُ عَنْهَا

Arab-Latin: Allaahummaghfirlahaa warhamhaa wa’aafihaa wa’fu ‘anhaa

Artinya: “Ya Allah ampunilah dia, kasihanilah dia, sejahterakanlah dia, hapuslah dosa-dosa dan kesalahannya.”

Versi Panjangnya

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهَا وَارْحَمْهَا وَعَافِهَا وَاعْفُ عَنْهَا وَأَكْرِمْ نُزُلَهَا وَوَسِّعْ مُدْخَلَهَا وَاغْسِلْهَا بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ وَنَقِّهَا مِنَ الْخَطَايَا كَمَا نَقَّيْتَ الثَّوْبَ الأَبْيَضَ مِنَ الدَّنَسِ وَأَبْدِلْهَا دَارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهَا وَأَهْلاً خَيْرًا مِنْ أَهْلِهَا وَزَوْجًا خَيْرًا مِنْ زَوْجِهَا وَأَدْخِلْهَا الْجَنَّةَ وَأَعِذْهَا مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ أَوْ مِنْ عَذَابِ النَّارِ

Allaahummaghfirlahaa warhamhaa wa’aafihaa wa’fu ‘anhaa wa akrim nuzulahaa, Wawassi’ mudkhalahaa waghsilhaa bil maa-i wats tsalji wal barod, Wa naqqihaa minal khothooyaa kamaa naqqoitats tsaubal abyadho minad danas, Wa abdilhaa daaron khoiron min daarihaa wa ahlan khoiron min ahlihaa, Wa zaujan khoiron min zaujihaa wa adkhilhal jannata wa a’idzhaa min ‘adzaabin qobri au min ‘adzaabin naar.

Artinya: ” Ya Allah, ampunilah dia dan kasihanilah dia, sejahterakan ia dan ampuni dosa dan kesalahannya, hormatilah kedatangannya, dan luaskanlah tempat tinggalnya, bersihkanlah ia dengan air, salju, dan embun. Bersihkanlah ia dari segala dosa sebagaimana kain putih yang bersih dari segala kotoran, dan gantikanlah baginya rumah yang lebih baik dari rumahnya yang dahulu, dan gantikanlah baginya ahli keluarga yang lebih baik dari pada ahli keluarganya yang dahulu, dan peliharalah (hindarkanlah) ia dari siksa kubur, dan azab api neraka.”

5. Membaca Doa

Lalu takbir keempat, dan lanjut membaca:

اللَّهُمَّ لَا تَحْرِمْنَا أَجْرَهَا وَلَا تَفْتِنَا بَعْدَهَا وَاغْفِرْ لَنَا وَلَهَا

Arab-latin: Allahumma la tahrimna ajrohaa walaa taftinnaa ba’dahaa wagfirlanaa walahaa

Artinya: “Ya Allah janganlah Engkau rugikan kami atas pahalanya dan janganlah Engkau beri kami fitnah setelah meninggalnya serta ampunilah kami dan dia.”

6. Salam

Terakhir, dilanjutkan dengan ucapan salam

ٱلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ ٱللَّٰهِ وَبَرَكَاتُهُ

Arab-Latin: Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Artinya: “Semoga keselamatan, rahmat Allah, dan berkahNya tercurah kepada kalian.”

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com