Benarkah Hyena Halal Dikonsumsi?


Jakarta

Hyena dikenal sebagai hewan liar yang sering diasosiasikan dengan sifat buas dan menjijikkan. Suaranya yang mirip tawa dan kebiasaannya memakan bangkai membuat banyak orang menganggapnya tidak layak untuk dikonsumsi.

Namun, tahukah detikers bahwa Islam mengategorikan hyena sebagai hewan yang halal dimakan? Pendapat ini memiliki dasar yang kuat dari hadits dan ulama salaf.

Hyena dalam Pandangan Islam

Dalam bahasa Arab, hyena dikenal dengan nama “adh-dhobu”. Meski termasuk hewan buas, Islam memberikan pengecualian terhadap hewan ini.


Dikutip dari buku Kebijakan Hukum Produk Halal di Indonesia oleh Farid Wajdi dan Diana Susanti, pendapat mayoritas ulama dari kalangan mazhab Syafi’i dan Hanbali menyatakan bahwa daging hyena halal dikonsumsi.

Dalil Shahih tentang Kehalalan Daging Hyena

Beberapa hadits shahih menjadi dasar utama dari pendapat yang membolehkan konsumsi daging hyena. Di antaranya:

1. Hadits dari Jabir bin ‘Abdillah

سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنِ الضَّبُعِ فَقَالَ « هُوَ صَيْدٌ وَيُجْعَلُ فِيهِ كَبْشٌ إِذَا صَادَهُ الْمُحْرِمُ

Artinya: “Aku berkata pada Rasulullah SAW mengenai ‘hyena’. Beliau bersabda: ‘Binatang tersebut termasuk binatang buruan. Jika orang yang sedang berihram memburunya, maka wajib menyembelih kambing sebagai dam’.” (HR Abu Daud No. 3801 – Hadits shahih menurut Syaikh Al-Albani)

Hadits ini menunjukkan bahwa hyena termasuk kategori hewan buruan, yang artinya boleh dimakan menurut hukum Islam.

2. Hadits dari Ibnu ‘Abi ‘Ammar

سَأَلْتُ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ الضَّبُعِ فَأَمَرَنِي بِأَكْلِهَا فَقُلْتُ أَصَيْدٌ هِيَ قَالَ نَعَمْ قُلْتُ أَسَمِعْتَهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ نَعَمْ

Artinya: “Aku bertanya pada Jabir bin Abdillah mengenai hukum hyena. Ia membolehkan memakannya. Aku bertanya lagi, ‘Apakah itu hewan buruan?’ Ia menjawab, ‘Ya.’ Aku tanya lagi, ‘Apakah kamu mendengar hal itu dari Rasulullah SAW?’ Ia menjawab, ‘Ya’.” (HR An-Nasa’i No. 4323 – Hadis shahih menurut Syaikh Al-Albani)

Riwayat ini semakin menguatkan bahwa Rasulullah SAW sendiri membolehkan konsumsi daging hyena.

3. Riwayat Nafi dari Ibnu Umar

“Ada seseorang mengabari Ibnu Umar bahwa Sa’ad bin Abi Waqqash memakan daging hyena. Ibnu Umar tidak mengingkari perbuatan tersebut.” (HR Abdur Razzaq)

Diamnya seorang sahabat terhadap suatu perbuatan menunjukkan persetujuan jika perbuatan tersebut tidak bertentangan dengan syariat.

Mengapa Hyena Dikecualikan?

Dalam Islam, hewan buas yang bertaring umumnya haram dimakan. Namun, hyena adalah pengecualian. Berdasarkan dalil-dalil di atas dapat disimpulkan bahwa:

  • Dikategorikan sebagai hewan buruan, bukan hewan pemangsa murni.
  • Dibolehkan oleh Rasulullah SAW secara langsung melalui hadits shahih.
  • Memiliki riwayat sahabat yang secara terbuka memakannya tanpa ada penolakan dari sahabat lain.

Bagi umat Islam, memahami mana yang halal dan haram sangat penting, terutama ketika tinggal di daerah yang memungkinkan berinteraksi dengan hewan-hewan yang tidak umum dikonsumsi, seperti hyena. Dengan pemahaman yang tepat berdasarkan dalil syar’i, umat Islam bisa membuat keputusan konsumsi yang sesuai dengan ajaran agama.

Wallahu a’lam.

(hnh/kri)



Sumber : www.detik.com

Apakah Bisa Bertemu Keluarga di Alam Kubur? Ini Penjelasan Islam


Jakarta

Setelah meninggal dunia, manusia akan memasuki alam kubur. Di alam ini, setiap jiwa akan mulai merasakan balasan atas amal perbuatannya di dunia.

Lantas, apakah di alam kubur nanti kita bisa bertemu dengan anggota keluarga yang lebih dulu berpulang?

Pertemuan Anggota Keluarga di Alam Kubur

Menurut Mohamad As’adi Bin Tawi dalam bukunya Astaghfirullah, Pedihnya Siksa Kubur Atas Kaum Wanita, bagi orang-orang yang mendapat nikmat kubur, alam barzah akan terasa seperti berada di halaman surga. Mereka akan berada di tempat yang indah dan mulia.


Di tempat inilah, orang-orang beriman akan berkumpul dan berinteraksi dengan keluarga, kerabat, serta sesama mukmin lainnya. Selama mereka termasuk golongan yang terhindar dari siksa kubur-seperti anak, cucu, orang tua, dan sanak saudara lainnya-maka mereka akan dipertemukan kembali. Allah SWT akan mengumpulkan mereka di tempat yang penuh kenikmatan, sebagai bentuk balasan atas ketaatan dan amal baik selama hidup di dunia.

Sebaliknya, bagi mereka yang berada di jurang siksa kubur atau halaman neraka, tidak akan ada pertemuan atau kebersamaan. Roh-roh tersebut akan dipisahkan berdasarkan tingkat keimanan dan amal masing-masing.

Dalil Al-Qur’an Tentang Pertemuan di Alam Kubur

Dalam Surah An-Nisa ayat 69, Allah SWT berfirman:

وَمَنْ يُّطِعِ اللّٰهَ وَالرَّسُوْلَ فَاُولٰۤىِٕكَ مَعَ الَّذِيْنَ اَنْعَمَ اللّٰهُ عَلَيْهِمْ مِّنَ النَّبِيّٖنَ وَالصِّدِّيْقِيْنَ وَالشُّهَدَاۤءِ وَالصّٰلِحِيْنَ ۚ وَحَسُنَ اُولٰۤىِٕكَ رَفِيْقًا ٦٩

Artinya: “Siapa yang menaati Allah dan Rasul (Nabi Muhammad), mereka itulah orang-orang yang (akan dikumpulkan) bersama orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, (yaitu) para nabi, para pencinta kebenaran, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.”

Bukti Pertemuan Roh Orang Saleh di Alam Barzah

Aep Saepulloh Darusmanwiati dalam buku Mengintip Alam Gaib, mengatakan manusia yang mendapat nikmat kubur akan saling bertemu dengan orang-orang saleh lainnya di alam kubur, persis seperti interaksi di dunia.

Rasulullah SAW juga menjelaskan secara rinci bagaimana roh orang-orang beriman akan saling bertemu di alam kubur. Dalam sebuah hadits disebutkan:

“Sesungguhnya roh seorang mukmin yang saleh apabila dicabut, ia akan ditemui oleh roh-roh para hamba Allah yang saleh lainnya, sebagaimana manusia saling bertemu di dunia. Roh-roh itu berkata, ‘Biarkan saudara kamu yang baru meninggal itu sehingga ia istirahat terlebih dahulu, karena dia baru selesai menjalani kegelisahan luar biasa. Setelah itu mereka menanyakan kabar si fulan, apa yang telah dilakukan oleh si fulanah (perempuan), apakah si wanita itu telah menikah?’

Apabila roh-roh itu menanyakan seseorang yang telah meninggal sebelum roh baru tadi, roh-roh orang saleh itu berkata, ‘Innâ lillâhi wa inna ilaihi râji’ûn, ia ternyata kini telah pergi menuju neraka Hawiyyah, dia adalah sejelek-jelek tempat kembali dan sejelek-jelek pengajaran’.” (HR Ibnu Abid Dunya)

Selain itu, ada riwayat lain dari Abu Qasim Abdurrahman RA yang menyebutkan sabda Rasulullah SAW:

“Apabila seorang hamba mukmin meninggal dunia, maka rohnya bertemu dengan roh orang-orang beriman.” (HR Hakim)

Roh Bisa Saling Mengenali di Alam Kubur

Tidak hanya dapat bertemu, roh-roh di alam kubur juga dapat saling mengenali dan mengingat satu sama lain. Hal ini dijelaskan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abid-Dunya melalui jalur periwayatan Muhammad bin Abdullah bin Buzaigh, Fudhail bin Sulaiman An-Numairi, Yahya bin Abdurrahman bin Abu Labibah, dari kakeknya.

“Ketika Bisyr bin Al-Bara’ bin Ma’rur meninggal dunia, aku justru melihat kegembiraan memancar dari muka Ummu Bisyr. Dia berkata, ‘Wahai Rasulullah, dia senantiasa berharap agar meninggal lebih dahulu dari Bani Salamah. Lalu, apakah orang-orang yang sudah meninggal itu bisa saling mengenal, sehingga aku dapat mengirimkan salam kepadanya?’

Beliau menjawab, ‘Benar. Demi diriku yang ada di tangan-Nya wahai Ummu Bisyr, mereka saling mengenal sebagaimana burung di pucuk pohon yang juga saling mengenal’.”

Meski demikian, pengetahuan manusia tentang roh terbatas. Sebagaimana firman-Nya dalam surah Al Isra ayat 85,

وَيَسْـَٔلُوْنَكَ عَنِ الرُّوْحِۗ قُلِ الرُّوْحُ مِنْ اَمْرِ رَبِّيْ وَمَآ اُوْتِيْتُمْ مِّنَ الْعِلْمِ اِلَّا قَلِيْلًا ٨٥

Artinya: Mereka bertanya kepadamu (Nabi Muhammad) tentang roh. Katakanlah, “Roh itu termasuk urusan Tuhanku, sedangkan kamu tidak diberi pengetahuan kecuali hanya sedikit.”

Wallahu a’lam.

(hnh/kri)



Sumber : www.detik.com

Bolehkah Menahan Kentut saat Salat?


Jakarta

Bagi umat Islam, salat adalah pilar agama yang sangat penting. Melaksanakannya dengan khusyuk dan sempurna adalah dambaan setiap muslim.

Oleh karena itu, penting sekali untuk memahami hukum-hukum salat. Termasuk soal menahan kentut, demi memastikan salat kita diterima oleh Allah SWT.

Lantas, bagaimana hukumnya? Bolehkan menahan kentut saat salat?


Hukum Menahan Kentut Saat Salat

Menurut Saleh bin Al Fauzan dalam buku Ringkasan Fiqih Islam, makruh hukumnya bagi seseorang untuk salat dalam kondisi terganggu oleh sesuatu yang menyusahkan. Ini termasuk merasa kepanasan, kedinginan, menahan kencing, menahan buang air besar, menahan kentut, lapar, atau haus.

Mengapa? Karena kondisi-kondisi tersebut dapat menghilangkan kekhusyukan dalam ibadah salat. Hal ini juga didukung oleh hadits yang diriwayatkan Aisyah RA bahwa Rasulullah SAW bersabda,

لاَ صَلاَةَ بِحَضْرَةِ الطَّعَامِ وَلاَ وَهُوَ يُدَافِعُهُ الأَخْبَثَانِ

Artinya: “Tak ada salat ketika makanan telah dihidangkan. Begitu pula tak ada salat bagi yang menahan (kencing atau buang air besar).” (HR Muslim dalam Shahih Muslim Kitab Ash-Shalat)

Frasa “tidak ada salat” dalam hadits ini dijelaskan berarti tidak sempurnanya salat seseorang. Jadi, makruh hukumnya bagi orang yang menahan kencing, buang air besar, termasuk kentut, saat salat.

Makruh sendiri artinya tak haram dikerjakan, tapi lebih baik untuk ditinggalkan. Alasan utama mengapa ini makruh adalah karena menahan kentut dapat mengganggu pikiran, sehingga menghilangkan kesempurnaan dan kekhusyukan dalam mendirikan ibadah salat.

Batalkah Salah Jika Menahan Kentut?

Mengutip buku Populer Tapi Keliru karya Adil Fathi Abdillah, hal-hal yang dapat menghilangkan kekhusyukan salat secara keseluruhan tidak otomatis membatalkan salat. Menurut mayoritas ulama, keadaan menahan kentut saat salat tidak membatalkan salat.

Yang perlu ditekankan di sini adalah pentingnya salat tanpa gangguan. Meskipun salatnya sah, orang yang salat sambil menahan kentut, kencing, atau buang air besar, tidak akan bisa menyempurnakan pahalanya seperti orang yang khusyuk dalam salatnya.

Jadi, salat orang yang menahan kencing, buang air besar, atau kentut, hukumnya makruh. Namun salatnya tetap sah.

Oleh karena itu, sangat disarankan untuk menyelesaikan urusan buang air kecil atau besar sebelum memulai salat. Seorang muslim sebaiknya memastikan diri dalam kondisi paling nyaman dan tenang agar tidak merasa ingin kentut saat mendirikan salat.

Dengan begitu, salat bisa dikerjakan dengan khusyuk dan tenang, tanpa rasa was-was, dan pahalanya pun bisa sempurna.

Wallahu a’lam.

(hnh/kri)



Sumber : www.detik.com

Rasulullah SAW Pernah Larang Ali bin Abi Thalib Poligami, Mengapa Demikian?


Jakarta

Nabi Muhammad SAW pernah melarang Ali bin Abi Thalib RA untuk melakukan poligami. Sebagaimana diketahui, poligami diperbolehkan dalam Islam selama suami bisa berlaku adil dalam memperlakukan istri-istrinya.

Menurut buku Konsepsi Al-Qur’an, Kajian Tafsir Tematik Atas Sejumlah Persoalan Masyarakat Seri 2 yang disusun Mardan, poligami adalah penggalan kata yang berasal dari bahasa Yunani yaitu poli atau polus yang artinya banyak. Kata kedua adalah gamein atau gamos dengan makna perkawinan sehingga jika digabung berarti perkawinan yang memiliki banyak pasangan.

Poligami dalam Islam dibatasi hanya sampai empat orang. Artinya, seorang lelaki hanya boleh menikahi maksimal empat orang istri.


Terkait poligami turut dijelaskan dalam surah An Nisa ayat 3,

وَاِنْ خِفْتُمْ اَلَّا تُقْسِطُوْا فِى الْيَتٰمٰى فَانْكِحُوْا مَا طَابَ لَكُمْ مِّنَ النِّسَاۤءِ مَثْنٰى وَثُلٰثَ وَرُبٰعَ ۚ فَاِنْ خِفْتُمْ اَلَّا تَعْدِلُوْا فَوَاحِدَةً اَوْ مَا مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْ ۗ ذٰلِكَ اَدْنٰٓى اَلَّا تَعُوْلُوْاۗ

Artinya: “Jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Akan tetapi, jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil, (nikahilah) seorang saja atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat untuk tidak berbuat zalim.”

Cerita Rasulullah SAW Pernah Larang Ali bin Ali Thalib RA Poligami

Mengutip dari buku Amazing Stories Fatimah karya Zakiah Nur Jannah, Ali bin Abi Thalib RA sempat ingin berpoligami dengan putri Abu Jahal. Mendengar itu, Fatimah Az Zahra yang merupakan istri Ali RA mengadukan hal itu kepada ayahnya, Rasulullah SAW.

“Kaummu mengira bahwa engkau tidak ikut marah apabila putrinya marah. Ali ingin menikahi putri Abu Jahal,” kata Fatimah.

Rasulullah SAW lantas berdiri dan berkata sebagaimana disebutkan dalam hadits,

“Sungguh Fatimah adalah bagian dariku. Aku tidak suka apabila ia disakiti. Demi Allah, putri utusan Allah dan putri musuh Allah tidak bisa berkumpul pada satu suami.” (HR Bukhari dan Muslim)

Turut diterangkan melalui buku Pernikahan Menurut Islam tulisan Samsurizal, Rasulullah SAW melarang Ali bin Abi Thalib RA berpoligami karena beliau merupakan wali dari Ali. Sementara itu, wanita yang ingin dinikahi adalah putri dari Abu Jahal.

Sebagaimana diketahui, Abu Jahal adalah tokoh Quraisy yang sangat benci kepada Islam. Perlawanannya terhadap agama Allah SWT sangat keji sehingga dikhawatirkan timbul fitnah serta pengaruh yang buruk.

Dengan begitu, larangan Rasulullah SAW terhadap Ali bin Abi Thalib RA untuk berpoligami bukan karena melanggar ketentuan Allah SWT. Tetapi, hal tersebut dilakukan demi mencegah fitnah yang akan timbul.

Beliau bersabda,

“Sungguh aku tidak mengharamkan yang halal, tapi demi Allah, tidak akan bersatu putri Rasulullah dengan putri dari musuh Allah SWT dalam satu tempat selama-lamanya.”

Karena kecintaan Ali bin Ali Thalib RA yang luar biasa terhadap Fatimah Az Zahra, akhirnya ia memutuskan untuk tidak menikahi putri Abu Jahal. Mendengar itu, Fatimah merasa lega dan keduanya hidup bahagia sepanjang hayat.

Ali bin Abi Thalib pernah berkata,

“Aku bertanya kepada Rasulullah SAW di antara kami berdua, siapakah yang lebih engkau cintai, aku atau Fatimah?” Rasulullah SAW menjawab, “Fatimah lebih aku cintai daripada kamu, dan kamu lebih mulia bagiku daripada dia.” (Sunan at-Tirmidzi, Sunan an-Nasa’i, Musnad Abu Ya’la, dan lain-lain)

Istri Boleh Menolak Poligami Jika Tak Sesuai Syariat

Berdasarkan cerita Rasulullah SAW yang melarang Ali bin Abi Thalib RA untuk poligami, maka dapat diketahui bahwa seorang wanita diperbolehkan menolak niatan suaminya untuk berpoligami apabila hal itu dilakukan tidak sesuai syariat Islam. Sebagai contoh, suami menikahi wanita yang telah memiliki suami juga atau wanita musyrik.

Allah SWT berfirman dalam surah Al Baqarah ayat 221,

وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكٰتِ حَتّٰى يُؤْمِنَّ ۗ وَلَاَمَةٌ مُّؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِّنْ مُّشْرِكَةٍ وَّلَوْ اَعْجَبَتْكُمْ ۚ وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِيْنَ حَتّٰى يُؤْمِنُوْا ۗ وَلَعَبْدٌ مُّؤْمِنٌ خَيْرٌ مِّنْ مُّشْرِكٍ وَّلَوْ اَعْجَبَكُمْ ۗ اُولٰۤىِٕكَ يَدْعُوْنَ اِلَى النَّارِ ۖ وَاللّٰهُ يَدْعُوْٓا اِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِاِذْنِهٖۚ وَيُبَيِّنُ اٰيٰتِهٖ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُوْنَ ࣖ ٢٢١

Artinya: “Janganlah kamu menikahi perempuan musyrik hingga mereka beriman! Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik, meskipun dia menarik hatimu. Jangan pula kamu menikahkan laki-laki musyrik (dengan perempuan yang beriman) hingga mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. (Allah) menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran.”

Wallahu a’lam.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

7 Keutamaan Puasa Senin Kamis yang Bisa Diraih Muslim


Jakarta

Puasa Senin Kamis adalah amalan sunnah yang dilakukan Nabi Muhammad SAW semasa hidupnya. Hal ini diterangkan dalam hadits dari Abu Hurairah RA.

Rasulullah SAW bersabda,

“Amal-amal perbuatan itu diajukan ke hadapan Allah pada hari Senin dan Kamis. Oleh karenanya, aku ingin agar amal-amal perbuatanku itu diajukan saat aku sedang berpuasa.” (HR At Tirmidzi)


Mengerjakan puasa Senin Kamis tak hanya mengikuti sunnah Rasul. Ada banyak keutamaan di dalamnya.

Lantas, apa saja keutamaan yang bisa diraih muslim dari puasa Senin Kamis? Berikut bahasannya yang dinukil dari buku Kedahsyatan Puasa tulisan M Syukron Maksum.

Keutamaan Puasa Senin Kamis bagi Muslim

1. Dijauhkan dari Api Neraka 70.000 Musim

Keutamaan pertama dari puasa Senin Kamis adalah dijaga dari api neraka. Hal ini tertuang dalam hadits berikut,

“Setiap hamba yang berpuasa satu hari karena Allah, Allah akan menjauhkan wajahnya dari api neraka sejauh 70.000 musim.” (HR Muslim)

2. Bertepatan dengan Hari Pencatatan Amal

Mengacu pada hadits yang diriwayatkan Tirmidzi sebelumnya, Senin dan Kamis merupakan hari pelaporan amal. Dengan berpuasa Senin Kamis, maka amal perbuatan muslim dilaporkan ketika sedang berpuasa.

3. Termasuk Sunnah Rasul

Puasa Senin Kamis adalah kebiasaan Nabi Muhammad SAW. Artinya, amalan ini menjadi salah satu sunnah Rasulullah SAW yang bisa dihidupkan kaum muslimin.

4. Sebagai Syafaat pada Hari Kiamat

Muslim yang melakukan puasa Senin Kamis secara rutin akan mendapat syafaat dari Rasulullah SAW pada hari kiamat kelak. Beliau bersabda,

“Pada hari kiamat, puasa dan Al-Qur’an akan memberikan syafaat kepada seorang hamba. Puasa akan berkata, ‘Wahai Tuhanku, aku telah menahannya dari makanan dan hawa nafsu di siang hari, izinkanlah aku memberikan syafaat kepadanya.’

Sedangkan Al-Qur’an akan berkata, ‘Aku telah menahannya dari tidur di malam hari, izinkanlah aku memberikan syafaat kepadanya.’ Selanjutnya, Rasulullah melanjutkan, ‘Maka keduanya, puasa dan Al-Qur’an, akhirnya memberikan syafaat kepada hamba tersebut.” (HR Ahmad)

5. Senin Hari Kelahiran Nabi SAW

Mengutip dari buku The Miracle of Puasa Senin Kamis yang disusun Ubaidurrahim El Hamdy, Senin adalah hari kelahiran dari Rasulullah SAW. Hal ini diterangkan dalam hadits dari Abu Qatadah RA,

“Rasulullah SAW pernah ditanya tentang puasa pada hari Arafah, Beliau menjawab: Puasa itu menghapus dosa tahun yang lalu dan tahun yang akan datang. Dan Beliau ditanya tentang puasa Asyura, Beliau menjawab: Puasa itu menghapus dosa tahun yang lalu. Beliau ditanya lagi tentang puasa Senin Kamis, lalu Beliau menjawab: Pada hari itu adalah hari di mana aku dilahirkan, aku dijadikan seorang utusan (Rasul), dan pada hari itu juga aku menerima wahyu.” (HR Muslim dari Abi Qatadah al-Anshariy RA)

6. Diganjar Kebaikan 700 Kali

Melalui sebuah hadits, dikatakan bahwa puasa menjadi amalan yang dinilai langsung oleh Allah SWT. Selain itu, muslim yang mengerjakan puasa juga diganjar kebaikan sebanyak 700 kali lipat. Berikut bunyi haditsnya,

“Demi keberadaan-Nya yang menjaga nyawaku, sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa lebih wangi di sisi Allah daripada minyak kesturi. Dia menahan nafsu dan menahan diri dari makanan dan minuman karena Aku. Oleh karena itu, puasa adalah hak milik-Ku, dan Aku yang akan memberikan pahalanya. Setiap kebaikan dilipatgandakan hingga tujuh ratus kali, kecuali puasa. Puasa adalah hak milik-Ku, dan Aku yang akan memberikan balasannya.” (HR Malik)

7. Masuk Surga Lewat Pintu Ar Rayyan

Surga memiliki banyak tingkatan dan nama, salah satunya Ar Rayyan. Muslim yang rutin berpuasa bisa masuk surga melalui pintu Ar Rayyan sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW:

“Dalam surga terdapat satu pintu yang disebut sebagai Ar Rayyan, yang pada Hari Kiamat tidak ada seorang pun yang akan masuk surga melalui pintu tersebut kecuali para orang yang berpuasa. Tidak akan ada seorang pun yang melewati pintu tersebut kecuali mereka. Kemudian dikatakan kepada mereka, ‘Di mana orang-orang yang berpuasa?’ Maka para orang yang berpuasa akan berdiri menghadap. Tidak akan ada seorang pun yang masuk melalui pintu tersebut kecuali mereka. Setelah mereka semua masuk, pintu itu akan ditutup dan tidak akan ada seorang pun yang masuk melalui pintu tersebut.” (HR Bukhari dan Muslim)

Wallahu a’lam.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Hukum Shalatnya Makmum yang Mendahului Imam


Jakarta

Shalat berjamaah merupakan salah satu bentuk ibadah yang sangat dianjurkan dalam Islam. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam surah Ash-Shaff ayat 4,

اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الَّذِيْنَ يُقَاتِلُوْنَ فِيْ سَبِيْلِهٖ صَفًّا كَاَنَّهُمْ بُنْيَانٌ مَّرْصُوْصٌ

Arab latin: Innallāha yuḥibbul-lażīna yuqātilūna fī sabīlihī ṣaffan ka’annahum bun-yānum marṣūṣ(un).


Artinya: Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam satu barisan, seakan-akan mereka suatu bangunan yang tersusun kukuh.

Menurut penjelasan dalam Tafsir Tahlili, ayat ini tidak hanya berkaitan dengan jihad, tetapi juga menjadi landasan pentingnya keteraturan dalam shalat berjamaah. Barisan shalat harus rapat, tanpa celah, karena celah akan diisi oleh setan.

Salah satu wujud keteraturan itu adalah mengikuti imam dengan tertib. Namun, dalam praktiknya, masih sering terjadi makmum mendahului imam, baik dalam gerakan maupun bacaan. Lalu, bagaimana hukum shalat makmum yang mendahului imam? Apakah sah atau justru batal?

Apa Hukum Makmum yang Mendahului Imam?

Dalam syariat Islam, imam ditetapkan sebagai pemimpin shalat berjamaah yang harus diikuti oleh makmum. Segala bentuk gerakan shalat seperti rukuk, sujud, dan salam, seharusnya dilakukan makmum setelah imam melakukannya. Jika makmum mendahului imam, maka ada ketentuan hukum yang perlu diperhatikan.

Dalam kitab Syarhul Muqaddimah Al-Hadramiyyah, Syekh Sa’id bin Muhammad menyatakan bahwa jika seorang makmum yakin telah mendahului imam dalam posisi shalat, maka shalatnya tidak sah. Namun, beliau memberikan pengecualian apabila terjadi kondisi darurat, seperti perasaan takut atau ancaman yang membahayakan. Dalam situasi seperti ini, mendahului imam dibolehkan karena adanya udzur syar’i.

Pernyataan ini memperjelas bahwa mendahului imam bukanlah hal sepele. Bahkan, jika dilakukan tanpa alasan yang sah, bisa berakibat fatal bagi keabsahan shalat berjamaah seseorang.

Penjelasan Buya Yahya tentang Makmum Mendahului Imam

Penjelasan lebih rinci disampaikan oleh Buya Yahya, pengasuh Lembaga Pengembangan Dakwah dan Pondok Pesantren Al-Bahjah, Cirebon. Dalam salah satu kajian yang disiarkan melalui kanal Youtube Al-Bahjah TV, beliau menjelaskan,

“Imam belum salam, Anda salam duluan, batal ya. Jelas ini orang buru-buru,” ujar Buya Yahya. detikHikmah telah mendapatkan izin dari Tim Al Bahjah TV untuk mengutip ceramah Buya Yahya.

Namun, beliau memberikan pengecualian jika makmum memiliki kebutuhan mendesak yang membuatnya harus menyelesaikan shalat lebih cepat dan berniat mufaraqah (memisahkan diri dari jamaah). Buya Yahya memberi contoh kondisi seperti sakit perut yang bisa menyebabkan gangguan saat menunggu imam menyelesaikan shalat. Dalam kondisi seperti itu, makmum diperbolehkan mempercepat shalatnya dan mendahului imam, asalkan diniatkan mufaraqah.

“Kalau Anda mempercepat, memutus, niat memisahkan diri dari imam karena ada hajat mendesak pada diri Anda… tidak ada masalah,” lanjut Buya Yahya.

Buya Yahya juga menekankan bahwa rukun fi’li seperti rukuk, i’tidal, dan sujud tidak boleh dilakukan lebih dulu dari imam, dan ada ukuran dalam hal ini. Jika makmum mendahului dua rukun fi’li secara sempurna tanpa niat mufaraqah, maka shalatnya menjadi tidak sah. Tapi bila yang didahului hanya satu rukun, meskipun hukumnya haram, shalatnya tetap sah selama tidak berlebihan.

(inf/dvs)



Sumber : www.detik.com

Dimana Ruh saat Manusia Tertidur?


Jakarta

Tidur adalah salah satu bentuk istirahat yang Allah berikan kepada manusia. Melalui tidur, tubuh bisa kembali segar dan pikiran menjadi lebih tenang. Namun dalam Islam, tidur tidak hanya dianggap sebagai waktu untuk beristirahat. Ada hal penting yang terjadi saat seseorang tidur, yaitu berkaitan dengan ruh atau jiwa. Lalu, ke mana ruh pergi saat manusia tertidur?

Allah berfirman dalam Al-Qur’an surah Al-An’am ayat 60,

وَهُوَ الَّذِيْ يَتَوَفّٰىكُمْ بِالَّيْلِ وَيَعْلَمُ مَا جَرَحْتُمْ بِالنَّهَارِ ثُمَّ يَبْعَثُكُمْ فِيْهِ لِيُقْضٰٓى اَجَلٌ مُّسَمًّىۚ ثُمَّ اِلَيْهِ مَرْجِعُكُمْ ثُمَّ يُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ ࣖ


Arab latin: Wa huwal-lażī yatawaffākum bil-laili wa ya’lamu mā jaraḥtum bin-nahāri ṡumma yab’aṡukum fīhi liyuqḍā ajalum musammā(n), ṡumma ilaihi marji’ukum ṡumma yunabbi’ukum bimā kuntum ta’malūn(a).

Artinya: Dialah yang menidurkan kamu pada malam hari dan Dia mengetahui apa yang kamu kerjakan pada siang hari. Kemudian, Dia membangunkan kamu padanya (siang hari) untuk disempurnakan umurmu yang telah ditetapkan. Kemudian kepada-Nya tempat kamu kembali, lalu Dia memberitahukan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.

Dimana Ruh saat Kita Tertidur?

Dalam buku Rahasia dan Keutamaan Waktu untuk Ibadah karya Imam al-Ghazali, dijelaskan bahwa tidur adalah keadaan yang mirip dengan kematian. Seseorang yang tertidur seperti berada di antara hidup dan mati. Ketika bangun, itu seperti dibangkitkan kembali dari kematian. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surah Az-Zumar ayat 42:

اَللّٰهُ يَتَوَفَّى الْاَنْفُسَ حِيْنَ مَوْتِهَا وَالَّتِيْ لَمْ تَمُتْ فِيْ مَنَامِهَا ۚ فَيُمْسِكُ الَّتِيْ قَضٰى عَلَيْهَا الْمَوْتَ وَيُرْسِلُ الْاُخْرٰىٓ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّىۗ اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ

Arab latin: Allāhu yatawaffal-anfusa ḥīna mautihā wal-latī lam tamut fī manāmihā, fayumsikul-latī qaḍā ‘alaihal-mauta wa yursilul-ukhrā ilā ajalim musammā(n), inna fī żālika la’āyātil liqaumiy yatafakkarūn(a).

Artinya: Allah menggenggam nyawa (manusia) pada saat kematiannya dan yang belum mati ketika dia tidur. Dia menahan nyawa yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan nyawa yang lain sampai waktu yang ditentukan. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat bukti-bukti (kekuasaan) Allah bagi kaum yang berpikir.

Ayat ini menunjukkan bahwa setiap kali seseorang tidur, Allah mengambil ruhnya. Ruh orang yang memang telah ditetapkan ajalnya tidak dikembalikan. Sementara ruh orang yang masih diberi kehidupan, akan dikembalikan sampai tiba waktunya nanti.

Dijelaskan juga bahwa orang yang tidur dapat melihat sesuatu yang tidak dapat dipahami saat ia sadar. Inilah yang disebut mimpi. Saat tidur, ruh seakan masuk ke alam lain yang tidak bisa dijangkau oleh akal saat terjaga. Oleh karena itu, mimpi bisa terasa sangat nyata dan berbeda dari kenyataan.

Luqman Al-Hakim pernah memberi nasihat kepada anaknya:

“Wahai anakku, jika engkau ragu akan kematian, maka janganlah engkau tidur. Sebagaimana engkau tidur, demikian pula engkau akan mati. Dan jika engkau ragu akan kebangkitan, maka janganlah engkau bangun. Sebagaimana engkau bangun dari tidur, demikian pula engkau akan dibangkitkan setelah mati.”

Pesan ini mengingatkan bahwa tidur adalah gambaran kecil dari kematian. Maka, orang yang menyadari hal ini seharusnya tidak lalai dan selalu mempersiapkan diri untuk menghadapi kematian.

Rasulullah SAW juga mencontohkan bagaimana seharusnya seorang Muslim bersikap sebelum tidur. Dalam sebuah riwayat dari ‘Aisyah RA, disebutkan bahwa ketika hendak tidur, Nabi meletakkan kepalanya di atas tangan kanannya, lalu membaca doa dan mengingat kematian:

Allāhumma rabbas-samāwātis-sab’i wa rabbal-‘arsyil-‘azhīm. Rabbanā wa rabba kulli syai’in wa mālikah.

“Ya Allah, Tuhan langit yang tujuh dan Tuhan ‘Arsy yang agung. Tuhan kami, Tuhan segala sesuatu dan Raja atas segala sesuatu.”

Doa ini menunjukkan bahwa Nabi SAW mengajarkan agar sebelum tidur, seseorang menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah dan menyadari bahwa hidup bisa berakhir kapan saja.

(inf/lus)



Sumber : www.detik.com

Warisan Anak Laki-laki Lebih Besar, Apa Alasannya dalam Islam?


Jakarta

Islam adalah way of life yang sempurna dan menyeluruh bagi umat manusia. Ajarannya tidak hanya mengatur hubungan makhluk dengan Sang Pencipta, tetapi juga mencakup seluruh lini kehidupan, termasuk persoalan harta warisan.

Dalam hukum waris Islam, laki-laki memang mendapatkan bagian warisan yang lebih besar dibandingkan perempuan. Lantas, mengapa ketentuan ini berlaku dan apa hikmah di balik pembagian tersebut?

Mengapa Warisan Laki-laki Lebih Banyak?

Mengutip buku Ilmu Waris karya Asy-Syaikh Muhammad bin shaleh Al-Utsaimin, laki-laki ditetapkan sebagai pemimpin bagi perempuan dan memperoleh keutamaan atas mereka karena dua alasan utama, yaitu karunia dari Allah SWT serta hasil usaha mereka sendiri (atas izin-Nya).


Sebagai bentuk karunia Allah SWT, laki-laki diberikan kelebihan berupa akal yang lebih sempurna dalam mengatur urusan, kekuatan lebih besar dalam tindakan dan ketaatan. Karena itu, mereka memiliki kedudukan istimewa dibandingkan perempuan, seperti diangkat menjadi nabi, pemimpin, penegak syiar Islam, dan saksi dalam berbagai perkara.

Selain itu, laki-laki juga memiliki kewajiban yang lebih besar, misalnya berjihad di jalan Allah, melaksanakan salat Jumat, serta memperoleh hak warisan ‘ashobah yang menjadikan bagiannya lebih banyak.

Di samping itu, laki-laki bertanggung jawab memberikan mahar saat pernikahan dan menanggung nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup perempuan.

Senada dengan itu, dalam Kitab Lengkap dan Praktis Fiqh Wanita, Abdul Syukur Al-Azizi menjelaskan bahwa perbedaan bagian warisan antara laki-laki dan perempuan memiliki dasar yang jelas. Laki-laki diberikan tanggung jawab untuk menafkahi keluarganya, sehingga secara proporsional mereka mendapatkan porsi warisan yang lebih besar daripada perempuan.

Jika laki-laki memperoleh bagian yang sama atau bahkan lebih kecil, hal itu justru dapat menimbulkan ketidakadilan bagi mereka. Meskipun perempuan menerima bagian warisan yang lebih sedikit, hak-hak seperti mahar dan nafkah dari suami menjadi kompensasi yang menyeimbangkan ketentuan tersebut.

Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam surah An-Nisa’ ayat 34:

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى
بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ

Artinya: “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah SWT telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.”

Adapun dalam hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Rasulullah SAW bersabda,

أَحْقُوا الفَرَائِضَ بِأَهْلِهَا فَمَا بَقِيَ فَهُوَ لِأَوْلَى رَجُلٍ ذَكَرٍ

Artinya: “Berikanlah hak waris yang telah ditentukan itu kepada pemiliknya, adapun sisanya bagi ahli waris laki-laki yang paling dekat nasabnya.”

Selain itu, dijelaskan bahwa Allah SWT telah menetapkan bagian warisan bagi para ahli waris dengan kadar yang beragam, sesuai kondisi dan kedudukan masing-masing.

Semua ahli waris yang beragama Islam, baik yang masih anak-anak maupun yang sudah dewasa, yang kuat maupun yang lemah, tetap berhak memperoleh warisan selama tidak ada penghalang syar’i.

Ketentuan pembagian ini sepenuhnya berasal dari Allah SWT, Sang Pencipta yang Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana.

Kadar Pembagian Harta Warisan

Islam mengatur dengan sangat spesifik tentang kadar atau banyaknya warisan yang bisa didapatkan seseorang dari pewarisnya. Menukil buku Pembagian Warisan Menurut Islam, berikut rincian pembagian harta warisan.

1. Setengah (1/2)

Golongan ahli waris yang berhak memperoleh setengah bagian warisan terdiri dari satu laki-laki dan empat perempuan. Mereka adalah suami, anak perempuan, cucu perempuan dari garis keturunan anak laki-laki, saudara perempuan sekandung, serta saudara perempuan seayah.

2. Seperempat (1/4)

Bagian seperempat warisan hanya diberikan kepada dua pihak, yaitu suami atau istri, tergantung situasi ahli waris yang ditinggalkan.

3. Seperdelapan (1/8)

Istri menjadi satu-satunya ahli waris yang berhak atas seperdelapan warisan, yang diperoleh dari harta peninggalan suaminya, baik ketika memiliki anak atau cucu dari dirinya maupun dari istri yang lain.

4. Duapertiga (2/3)

Hak dua pertiga warisan diperuntukkan bagi empat perempuan, yaitu anak perempuan kandung, cucu perempuan melalui anak laki-laki, saudara perempuan sekandung, serta saudara perempuan seayah.

5. Sepertiga (1/3)

Bagian sepertiga harta warisan diberikan kepada dua ahli waris, yakni ibu dan dua saudara. Baik laki-laki maupun perempuan, yang berasal dari satu ibu.

6. Seperenam (1/6)

Sebanyak tujuh pihak memiliki hak atas seperenam warisan, yakni ayah, kakek, ibu, cucu perempuan keturunan anak laki-laki, saudara perempuan seayah, nenek, dan saudara laki-laki atau perempuan seibu.

(hnh/inf)



Sumber : www.detik.com

Viral Perempuan Buat Video Syur dengan Adik Kandung, Begini Hukumnya dalam Islam


Jakarta

Tengah ramai di media sosial sebuah video berdurasi 2 menit 31 detik yang memperlihatkan seorang perempuan melakukan tindakan asusila dengan adik kandungnya sendiri. Perbuatan ini mencoreng nilai kemanusiaan dan disebut sebagai inses atau hubungan seks sedarah.

Kasus tersebut bukan hanya memancing kemarahan publik, tetapi juga menjadi sorotan hukum dan agama. Banyak yang mempertanyakan bagaimana pandangan Islam terhadap zina yang dilakukan dengan saudara kandung sendiri.

Lantas, seperti apa hukum zina dalam Islam, terutama jika pelakunya adalah dua orang yang masih memiliki pertalian darah dekat?


Hukum Inses dalam Islam

Berdasarkan keterangan dari situs resmi MUI, Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia menegaskan bahwa praktik hubungan sedarah (inses) hukumnya haram dan tergolong dosa besar dalam ajaran Islam.

Hubungan dengan adik sendiri atau inses sudah jelas dilarang oleh Allah di dalam Al-Quran. Dalam Surah An-Nisa ayat 23, Allah SWT berfirman:

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ اُمَّهٰتُكُمْ وَبَنٰتُكُمْ وَاَخَوٰتُكُمْ وَعَمّٰتُكُمْ وَخٰلٰتُكُمْ وَبَنٰتُ الْاَخِ وَبَنٰتُ الْاُخْتِ وَاُمَّهٰتُكُمُ الّٰتِيْٓ اَرْضَعْنَكُمْ وَاَخَوٰتُكُمْ مِّنَ الرَّضَاعَةِ وَاُمَّهٰتُ نِسَاۤىِٕكُمْ وَرَبَاۤىِٕبُكُمُ الّٰتِيْ فِيْ حُجُوْرِكُمْ مِّنْ نِّسَاۤىِٕكُمُ الّٰتِيْ دَخَلْتُمْ بِهِنَّۖ فَاِنْ لَّمْ تَكُوْنُوْا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْۖ وَحَلَاۤىِٕلُ اَبْنَاۤىِٕكُمُ الَّذِيْنَ مِنْ اَصْلَابِكُمْۙ وَاَنْ تَجْمَعُوْا بَيْنَ الْاُخْتَيْنِ اِلَّا مَا قَدْ سَلَفَۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا ۝٢٣

Artinya: Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu, anak-anak perempuanmu, saudara-saudara perempuanmu, saudara-saudara perempuan ayahmu, saudara-saudara perempuan ibumu, anak-anak perempuan dari saudara laki-lakimu, anak-anak perempuan dari saudara perempuanmu, ibu yang menyusuimu, saudara-saudara perempuanmu sesusuan, ibu istri-istrimu (mertua), anak-anak perempuan dari istrimu (anak tiri) yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum bercampur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), tidak berdosa bagimu (menikahinya), (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu), dan (diharamkan pula) mengumpulkan (dalam pernikahan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali (kejadian pada masa) yang telah lampau. Sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Muslim, dkk, di dalam penelitian berjudul Analisis Dampak Inses dalam Perspektif Q.S. An-Nisa Ayat 23 yang diterbitkan di Jurnal Ilmu Hukum Vol. 1, No. 4 Juli 2024, memaparkan bahwa inses memiliki istilah khusus dalam bahasa Arab.

Inses disebut ghisyan al-maharim, sifah al-qurba, atau zina almaharim, yakni hubungan seksual antara orang-orang yang secara syariat dilarang menikah karena hubungan kekerabatan.

Mengingat adanya larangan menikahi wanita yang termasuk mahram, maka hubungan seksual antara dua individu dengan hubungan mahram secara syar’i adalah perzinaan. Dengan demikian, inses secara langsung tercakup dalam ayat-ayat yang melarang perbuatan zina.

Para ulama menerangkan bahwa di antara berbagai bentuk zina, inses merupakan perzinaan yang paling berat dosanya. Hal ini disebabkan perilaku menyimpang tersebut merusak banyak sendi akhlak mulia dan ajaran syariat Islam. Syekh Ibnu Hajar Al-Haitami pun memberikan penjelasan mengenai hal ini.

وَأَعْظَمُ الزِّنَا عَلَى الْإِطْلَاقِ الزِّنَا بِالْمَحَارِمِ

Artinya, “Dosa zina yang paling besar secara mutlak adalah zina dengan wanita mahram.”

Hukum Zina dalam Islam

Dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman:

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنٰىٓ اِنَّهٗ كَانَ فَاحِشَةً ۗوَسَاۤءَ سَبِيْلًا ٣٢

Artinya: “Janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya (zina) itu adalah perbuatan keji dan jalan terburuk.” (QS Al-Isra: 32)

Dalam Tafsir Jalalain, Surah Al-Isra ayat 32 menggarisbawahi bahwa larangan mendekati zina jauh lebih tegas daripada hanya melarang perbuatan zinanya. Mendekatinya saja tidak boleh, apalagi melakukannya.

Ini mengindikasikan betapa beratnya dosa zina di mata agama. Setiap perilaku yang dapat mengarah pada zina, baik melalui pandangan, ucapan, maupun sentuhan, juga dilarang.

Konsep ini diperkuat oleh hadits yang menyatakan bahwa setiap anggota tubuh manusia memiliki potensi untuk melakukan zina.

“Telah ditentukan atas setiap anak Adam bagiannya dari perbuatan zina, ia pasti melakukannya. Zina kedua mata adalah dengan memandang, zina kedua telinga adalah dengan mendengarkan, zina lisan adalah dengan berbicara, zina kedua tangan adalah dengan menggenggam, dan zina kedua kaki adalah dengan melangkah, sedangkan hati berkeinginan dan berandai-andai, dan kemaluan mempraktikkan keinginan untuk berzina itu atau menolaknya.” (Muttafaqun ‘alaih).

Dalam surah lain, Allah SWT juga berfirman mengenai prilaku zina:

وَالَّذِيْنَ لَا يَدْعُوْنَ مَعَ اللّٰهِ اِلٰهًا اٰخَرَ وَلَا يَقْتُلُوْنَ النَّفْسَ الَّتِيْ حَرَّمَ اللّٰهُ اِلَّا بِالْحَقِّ وَلَا يَزْنُوْنَۚ وَمَنْ يَّفْعَلْ ذٰلِكَ يَلْقَ اَثَامًا ۙ ٦٨

Artinya: “Dan, orang-orang yang tidak mempersekutukan Allah dengan sembahan lain, tidak membunuh orang yang diharamkan Allah kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina. Siapa yang melakukan demikian itu niscaya mendapat dosa.” (QS Al-Furqan: 68)

Dalam Tafsir Al-Qur’an Kementerian Agama (Kemena), ayat ini disertai ancaman neraka dan azab berlipat ganda bagi pelakunya.

Wallahu a’lam.

(hnh/lus)



Sumber : www.detik.com

Sabar Itu Ibadah Hati yang Berat, tapi Ini Hadiahnya di Akhirat


Jakarta

Sabar adalah ibadah hati yang berat, terlebih jika ujian hidup datang bertubi-tubi. Namun, di balik itu ada hadiah besar menanti di akhirat.

Allah SWT dalam banyak ayat-Nya memerintahkan manusia agar bersabar. Dia juga telah memberitahukan ganjaran atas orang-orang yang bersabar.

Dalam surah Ali ‘Imran ayat 200, Allah SWT berfirman,


يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اصْبِرُوْا وَصَابِرُوْا وَرَابِطُوْاۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ ٢٠٠

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu, kuatkanlah kesabaranmu, tetaplah bersiap siaga di perbatasan (negerimu), dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.”

Sabar akan menjadi penolong manusia, sebagaimana firman-Nya dalam surah Al Baqarah ayat 153,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اسْتَعِيْنُوْا بِالصَّبْرِ وَالصَّلٰوةِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ مَعَ الصّٰبِرِيْنَ ١٥٣

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan salat. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.”

Menurut terjemahan Tafsir Ibnu Katsir, ayat di atas menjelaskan perihal sabar dan hikmah di baliknya. Melalui ayat tersebut, Allah SWT menjelaskan bahwa sarana terbaik menanggung segala macam cobaan ialah dengan bersabar dan banyak salat.

Sabar, kata Ibnu Katsir, ada dua macam, yakni sabar dalam meninggalkan hal-hal yang diharamkan dan dosa-dosa serta sabar dalam menjalankan ketaatan dan amal untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Hadiah di Akhirat bagi Orang yang Sabar

Dijelaskan dalam Rihlah ilâ Dâr al-Âkhirah karya Mahmud Al-Mishri Abu Ammar yang diterjemahkan Ghilmanul Wasath dkk, orang-orang yang sabar akan diberi pahala tanpa batas. Sebagaimana firman Allah SWT, “Orang-orang yang sabar akan mendapatkan pahala tanpa batas.” (QS Az Zumar: 10)

Hujjatul Islam Imam al-Ghazali dalam Ihya ‘Ulumuddin yang diterjemahkan Purwanto, memaparkan sejumlah hadits keutamaan orang yang bersabar. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda, “Sabar adalah permata di antara permata-permata surga.”

Pada suatu hari, seseorang bertanya kepada beliau SAW, “Apakah iman?” Beliau menjawab, “(Iman adalah) sabar.”

Imam al-Ghazali menafsirkan sabar adalah cabang terpenting dan terbesar di antara cabang-cabang iman.

Dalam hadits lain dikatakan, orang yang bersabar akan mendapat kesempurnaan pahala. Imam al-Ghazali memaparkan hadits ini dengan redaksi yang cukup panjang. Berikut bunyinya,

“Pemberian terendah yang dikaruniakan kepada kalian adalah keyakinan dan kesungguhan dalam bersabar. Barang siapa yang diberi sebagian dari kedua macam pemberian itu, niscaya ia tidak akan pernah merasa khawatir sekalipun tidak banyak mengerjakan shalat malam dan puasa siang hari.

Seandainya kalian tetap bersabar sebagaimana kalian sekarang ini dan tidak berpaling dari jalan ini, maka hal itu lebih aku sukai. Akan tetapi, aku takut seandainya seseorang dari kalian melakukan amal ibadah yang sama dengan amal ibadah kalian semua, namun berpaling dari sikap sabar, maka hal itu tidak aku sukai. Aku takut dunia akan terbuka kepada kalian sepeninggalku. Dikarenakan hal itu, sebagian kalian akan membenci sebagian lainnya dan, setelah itu, para penghuni langit menjadi sangat kecewa pada kalian. Barangsiapa yang tetap bersabar dan berharap balasan dari kesabarannya itu, ia akan memperoleh kesempurnaan dalam pahala.”

Kemudian beliau membaca ayat berikut,

مَا عِنْدَكُمْ يَنْفَدُ وَمَا عِنْدَ اللّٰهِ بَاقٍۗ وَلَنَجْزِيَنَّ الَّذِيْنَ صَبَرُوْٓا اَجْرَهُمْ بِاَحْسَنِ مَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ ٩٦

Artinya: “Apa yang ada di sisimu akan lenyap dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal. Kami pasti akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik daripada apa yang selalu mereka kerjakan.” (QS An Nahl: 96)

Wallahu a’lam.

(kri/inf)



Sumber : www.detik.com