Kenapa Anak Tak Boleh Keluar saat Maghrib? Ini Penjelasan Islam dan Sains


Jakarta

Ada anjuran bahwa anak-anak tidak boleh keluar rumah saat maghrib. Larangan ini bahkan dijelaskan dalam hadits Rasulullah SAW.

Dalam kehidupan masyarakat muslim, terutama di kalangan orang tua, terdapat anjuran kuat agar anak-anak tidak dibiarkan bermain atau keluar rumah saat waktu maghrib tiba. Anjuran ini bukan hanya sebatas tradisi atau budaya lokal seperti yang diyakini masyarakat, tetapi sejatinya memiliki dasar yang kuat dalam ajaran Islam.

Rasulullah SAW telah mewasiatkan hal tersebut lebih dari 14 abad yang lalu. Dalam hadits, Rasulullah SAW bersabda,


“Jika malam datang menjelang, atau kalian berada di sore hari, maka tahanlah anak-anak kalian, karena sesungguhnya ketika itu setan sedang bertebaran.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dalam riwayat lain dari Jabir bin Abdillah RA, Rasulullah SAW juga bersabda,

“Jika sore hari mulai gelap maka tahanlah bayi-bayi kalian sebab iblis mulai bergentayangan pada saat itu. Jika sesaat dari malam telah berlalu maka lepaskan mereka, kunci pintu rumah dan sebutlah nama Allah, sebab setan tidak membuka pintu yang tertutup.” (HR Muslim)

Hadits ini menunjukkan bahwa Rasulullah SAW dengan tegas melarang anak-anak keluar rumah saat sore menjelang malam (maghrib), karena pada waktu tersebut setan dan jin tengah bertebaran di bumi.

Mengapa Waktu Maghrib Dihindari?

1. Setan Sedang Menyebar di Bumi

Dikutip dari buku Sehari Semalam bersama Rasulullah Muhammad SAW karya Daeng Naja, waktu maghrib hingga awal malam adalah saat di mana makhluk halus seperti jin dan setan mulai berkeliaran dan berpencar. Mereka mencari tempat tinggal atau berlindung, termasuk ke dalam rumah-rumah manusia atau bahkan menyusup ke dalam tubuh manusia yang lengah dari zikir.

Imam Nawawi menjelaskan bahwa pada waktu ini, setan-setan memiliki kekuatan yang lebih besar karena mereka bebas berkeliaran sebelum dikendalikan oleh kegelapan total malam. Maka, menjaga anak-anak tetap di dalam rumah adalah bentuk perlindungan agar mereka tidak menjadi sasaran gangguan makhluk halus.

Rasulullah SAW menganjurkan untuk menutup pintu rumah dan menyebut nama Allah (membaca Bismillah) ketika masuk waktu maghrib. Ini bukan sekadar tindakan fisik, melainkan bentuk perlindungan spiritual agar rumah tidak dimasuki oleh setan.

“Tutuplah pintu-pintu dan sebutlah nama Allah karena setan tidak bisa membuka pintu yang tertutup.” (HR Bukhari dan Muslim)

Imam Ibnu Abdil Barra dalam kitab Al-Istidzkar juga menjelaskan bahwa tindakan ini bukanlah tahayul, melainkan strategi perlindungan diri yang nyata dari gangguan makhluk halus berdasarkan petunjuk wahyu.

Penjelasan Ilmiah: Frekuensi Jin dan Spektrum Cahaya Maghrib

Dalam bukunya yang berjudul The Science of Shalat, Prof. Dr. Ir. H. Osly Rachman menjelaskan bahwa secara ilmiah, menjelang maghrib terjadi perubahan spektrum cahaya alam, yang dominan berwarna merah.

Warna merah ini, menurut penelitian gelombang elektromagnetik, memiliki frekuensi dan energi tertentu. Uniknya, frekuensi warna merah ini mirip dengan frekuensi energi yang dimiliki oleh jin dan setan. Akibatnya, pada waktu maghrib, kekuatan mereka meningkat secara drastis karena frekuensi lingkungan mendukung eksistensi mereka.

Di sisi lain, penglihatan manusia saat transisi dari terang ke gelap menjadi kurang stabil. Kombinasi ini membuat manusia, khususnya anak-anak yang masih lemah fisik dan spiritual, lebih rentan terhadap gangguan jin dan setan.

Doa-Doa Perlindungan dari Godaan Setan

Dirangkum dari buku Panduan Ibadah Doa dan Zikir Harian Terlengkap (Berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah) karya H. Ahmad Zacky, berikut adalah beberapa doa yang dianjurkan untuk dibaca agar terlindung dari gangguan jin dan setan, terutama di waktu maghrib:

1. Ta’awwudz (Ucapan Perlindungan dari Setan)

أَعُوْذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِِ

Latin: A’ūdzu billāhi minas-syaitānir-rajīm

Artinya: “Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk.”

2. Membaca Ayat Kursi (Al-Baqarah: 255)

Membaca Ayat Kursi akan memberikan perlindungan dari gangguan setan dan makhluk jahat hingga pagi hari.

3. Membaca Surah Al-Falaq dan An-Naas

Surat Al-Falaq dan An-Naas sangat dianjurkan untuk dibaca sebelum tidur dan saat petang hari sebagai pelindung diri dari sihir, dengki, dan gangguan jin.

Larangan membiarkan anak-anak keluar rumah saat maghrib bukanlah mitos atau kepercayaan kuno semata, tetapi berasal dari ajaran langsung Nabi Muhammad SAW.

(dvs/kri)



Sumber : www.detik.com

Bolehkah Berdoa agar Dinikahi Orang Tertentu? Ini Penjelasan Fikihnya


Jakarta

Tidak sedikit orang yang memiliki harapan untuk bisa menikah dengan seseorang yang disukai. Lalu, apakah boleh secara khusus berdoa agar orang tersebut menjadi jodoh?

Dalam Islam, memohon kepada Allah SWT adalah bentuk tawakal, sebagaimana firman-Nya dalam surah Gafir ayat 60,

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُوْنِيْٓ اَسْتَجِبْ لَكُمْ ۗاِنَّ الَّذِيْنَ يَسْتَكْبِرُوْنَ عَنْ عِبَادَتِيْ سَيَدْخُلُوْنَ جَهَنَّمَ دَاخِرِيْنَ ࣖ


Arab latin: Wa qāla rabbukumud’ūnī astajib lakum, innal-lażīna yastakbirūna ‘an ‘ibādatī sayadkhulūna jahannama dākhirīn(a).

Artinya: Tuhanmu berfirman, “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu (apa yang kamu harapkan). Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri tidak mau beribadah kepada-Ku akan masuk (neraka) Jahanam dalam keadaan hina dina.”

Ayat ini menjadi dasar bahwa setiap hamba berhak memanjatkan doa, termasuk doa terkait jodoh. Lantas, bagaimana para ulama memandang doa yang menyebut seseorang secara spesifik?

Bolehkah Berdoa agar Dinikahi Orang Tertentu?

Buya Yahya, pengasuh Lembaga Pengembangan Dakwah dan Pondok Pesantren Al-Bahjah, menjelaskan bahwa berdoa agar seseorang menjadi jodoh kita diperbolehkan dalam Islam. Menurutnya, tidak ada larangan untuk berharap dan memohon kebaikan, termasuk dalam hal perjodohan.

“Boleh saja berdoa agar seseorang dapat menjadi jodoh kita. Hal tersebut tidaklah dilarang, karena orang boleh menginginkan kebaikan dari mana pun datangnya,” ujar Buya Yahya di YouTube Buya Yahya seperti dilihat, Senin (14/7/2025). detikHikmah telah mendapat izin dari tim media Buya Yahya untuk mengutip tayangan dalam channel tersebut.

Meskipun doa seperti itu diperbolehkan, Buya Yahya mengingatkan bahwa berdoa dengan menyebut secara langsung nama seseorang agar dijadikan pasangan hidup sebenarnya kurang tepat.

Pasalnya, urusan jodoh bukan semata soal keinginan pribadi, tetapi juga melibatkan kehendak Allah SWT. Tentu tidak ada salahnya berharap, tetapi harapan itu sebaiknya diiringi dengan sikap pasrah dan tawakal, bukan memaksa.

Jangan Memaksa dan Mengatur Allah dalam Doa

Buya Yahya juga mengingatkan bahwa dalam berdoa, tidak boleh sampai memaksa atau seolah mengatur Allah SWT. Doa bukanlah alat untuk menuntut, tetapi sarana memohon dan menyerahkan keputusan kepada Allah yang Maha Tahu segalanya.

Terkadang, seseorang memaksa dalam doa dengan berkata, “Ya Allah, harus dia, tidak ada yang lain.”

Sikap seperti ini bertentangan dengan adab berdoa. Sesuatu yang terlihat baik menurut kita belum tentu baik menurut Allah SWT, dan sesuatu yang tidak kita sukai bisa saja itulah yang terbaik.

Maka, dalam urusan jodoh pun, kita diajarkan untuk tidak mengikat doa pada satu nama, tetapi memohon agar Allah SWT memilihkan yang terbaik, karena kepasrahan dalam doa itu penting.

Sertakan Istikharah dalam Memilih Jodoh

Buya Yahya menegaskan cara paling tepat dalam memohon petunjuk jodoh adalah dengan istikharah. Istikharah bukan hanya untuk mencari “jawaban”, tetapi dapat menjadi tanda menyerahkan diri kepada Allah SWT dalam menentukan yang terbaik.

“Jika orang tersebut sangat layak dan pantas menurut syariat, maka boleh diistikharahi. Tapi kalau ia orang yang jelas tidak baik, seperti penjudi atau pezina, maka tidak pantas dijadikan pilihan istikharah,” terang Buya Yahya.

Dalam doa istikharah, penting untuk tidak mengatur Allah SWT, karena yang terlihat baik di mata kita belum tentu baik menurut Allah SWT, begitu pun sebaliknya.

Dikutip dari buku Seri Fikih Kehidupan susunan Ahmad Sarwat, berikut isi doa istikharah yang diajarkan Rasulullah SAW:

اللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْتَخِيْرُكَ بِعِلْمِكَ، وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ، وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ الْعَظِيْمِ، فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلاَ أَقْدِرُ، وَتَعْلَمُ وَلاَ أَعْلَمُ، وَأَنْتَ عَلاَّمُ الْغُيُوْبِ. اَللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا اْلأَمْرَ -وَيُسَمَّى حَاجَتَهُ- خَيْرٌ لِيْ فِيْ دِيْنِيْ وَمَعَاشِيْ وَعَاقِبَةِ أَمْرِيْ فَاقْدُرْهُ لِيْ وَيَسِّرْهُ لِيْ ثُمَّ بَارِكْ لِيْ فِيْهِ، وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا اْلأَمْرَ شَرٌّ لِيْ فِيْ دِيْنِيْ وَمَعَاشِيْ وَعَاقِبَةِ أَمْرِيْ فَاصْرِفْهُ عَنِّيْ وَاصْرِفْنِيْ عَنْهُ وَاقْدُرْ لِيَ الْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ ثُمَّ أَرْضِنِيْ بِهِ

Arab latin: Allahumma inni astakhiruka bi ilmika, wa astaqdiruka bi qudratika, wa as-aluka min fadhlikal adzim, fa innaka taqdiru wa laa aqdiru, wa talamu wa laa alamu, wa anta allaamul ghuyub. Allahumma inkunta talamu hadzal amro (menyebutkan persoalannya) khoirun lii fii diinii wa maasyi wa aqibati amrii faqdur lii, wa yassirhu lii, tsumma baarik lii fiihi. Wa in kunta talamu anna hadzal amro syarrun lii fii fiinii wa maasyi wa aqibati amrii fasrifhu anni wasrifni anhu waqdur liyalkhoiro haytsu kaana tsumma ardinii bih

Artinya: “Ya Allah, aku memohon dipilihkan dengan ilmu-Mu. Aku bermohon penilaian dengan kekuasaan-Mu, dan meminta dengan keutamaan-Mu yang agung. Sesungguhnya Engkau berkuasa dan aku tidak berkuasa. Engkau Maha Mengetahui dan aku tidak mengetahui. Dan Engkau Maha Mengetahui hal-hal yang ghaib.

Ya Allah, bila Engkau mengetahui bahwa urusan ini baik untukku, untuk agamaku, untuk kehidupanku, serta rezekiku, takdirkanlah hal itu untukku, mudahkanlah untukku, serta berkahilah aku pada hal itu.

Ya Allah, bila Engkau mengetahui bahwa urusan ini buruk untukku, untuk agamaku, untuk kehidupanku, serta rezekiku, jauhkanlah hal itu dariku, dan jauhkan aku dari hal itu. Jadikanlah untukku kebaikan di mana pun kebaikan itu berada. Kemudian ridhailah aku pada hal itu.”

Doa Memohon Jodoh Terbaik

Setelah melakukan istikharah, doa bisa dilanjutkan dengan bacaan lain yang berisi permohonan agar dipertemukan dengan pasangan yang membawa kebaikan dunia dan akhirat. Berikut dua bacaan doa tambahan yang dinukil dari Kitab Doa Mustajab Terlengkap karya Ustaz H. Amrin Ali Al-Kasyaf:

1. Doa Memohon Pasangan yang Baik

رَبِّ هَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ زَوْجًا طَيِّبًا وَيَكُوْنَ صَاحِباً لِي فِي الدِّيْنِ وَالدُّنْيَا وَالآخِرَةِ. اَللَّهُمَّ افتح لى حِكْمَةً وَانْشُرْ عَلَيَّ مِنْ خَزَائِنِي بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ. رَبِّ إِنِّى لما أَنزَلْتَ إِلَيَّ مِنْ خَيْرٍ فَقِيرٌ . حَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ وَنِعْمَ الْمَوْلَى وَنِعْمَ النَّصِيرُ. رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا.

Arab latin: Rabbi hablii milladunka zaujan thayyiban wayakuuna shaahiban lii fiddiini wad dunyaa wal aakhirah. Allahummaf tahlii hikmatan wansyur ‘alayya min khazaa-inii rahmatika yaa arhamar raahimiin. Rabbi innii limaa anzalta ilayya min khairim faqiirun. Hasbunallaah wani’mal wakiil ni’mal maula wani’man nashiir. Rabbanaa hablanaa min azwaajinaa wa dzurriyyaatinaa qurrata a’yunin, waj’alnaa lil muttaqiina imaamaa

Artinya: “Ya Rabb, berikanlah kepadaku suami yang terbaik dari sisi-Mu, suami yang juga menjadi sahabatku dalam urusan agama, urusan dunia dan akhirat. Ya Allah, bukakanlah bagiku hikmah-Mu dan limpahkanlah padaku keberkahan-Mu, wahai Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Wahai Tuhan, sungguh aku sangat fakir atas pemberian anugerah-Mu. Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik pelindung. Dia adalah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong. Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami) dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.”

2. Doa Memohon Istri Solehah

رَبِّ هَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ زَوْجَةً طَيِّبَةً أَخْطُبُهَا وَأَنزَوْجُ بِمَا وَتَكُوْنَ صَاحِبَةً لِي فِي الدِّيْنِ وَالدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ.

Arab latin: Rabbi hablij milladunka zaujatan thaiiyabatan akhthubuhaa wa atazawwaju bihaa wa takuuna shaahibatal lii fiddiini wad dunyaa wal aakhirah

Artinya: “Ya Rabb, berikanlah kepadaku istri yang terbaik dari sisi-Mu, istri yang aku lamar dan nikahi dan istri yang menjadi sahabatku dalam urusan agama, urusan dunia, dan akhirat.”

(inf/kri)



Sumber : www.detik.com

Marak Judi Online, Apa Hukum Memberi Nafkah Keluarga dari Hasil Judi Slot?


Jakarta

Judi slot merupakan permainan yang berisi taruhan, baik dalam bentuk uang maupun materi lain. Nantinya, harta taruhan itu akan menjadi milik orang yang menang.

Sejatinya, Islam mengharamkan perbuatan judi. Sayyid Sabiq melalui Fiqh As Sunnah-nya yang diterjemahkan Khairul Amru Harahap mengatakan bahwa larangan judi ini disejajarkan dengan pengharaman khamar.

Allah SWT berfirman dalam surah Al Maidah ayat 90,


يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِنَّمَا ٱلْخَمْرُ وَٱلْمَيْسِرُ وَٱلْأَنصَابُ وَٱلْأَزْلَٰمُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ ٱلشَّيْطَٰنِ فَٱجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”

Dalam bahasa Arab, judi disebut dengan maysir. Judi sangat disukai oleh masyarakat Arab jahiliah sebelum kedatangan Rasulullah SAW. Mereka berjudi dengan cara taruhan dan lotre.

Hukum Memberi Nafkah Keluarga dengan Uang Judi

Mengutip buku Ensiklopedia Fikih Indonesia 7: Muamalat oleh Ahmad Sarwat, main judi tergolong dosa besar, meski uang yang digunakannya adalah uang orang lain. Pada kasus tertentu, orang yang mahir memainkan judi kerap disewa atau dijadikan joki.

Uang yang diperoleh dari hasil judi hukumnya haram. Artinya, karena cara memperolehnya haram maka haram pula untuk dimakan, dibelanjakan, atau digunakan untuk memberi nafkah kepada anak, istri dan keluarga.

Perlu dipahami, uang haram akan tumbuh menjadi darah dan daging yang haram. Akibatnya, orang yang memakan harta haram bisa masuk ke dalam neraka.

Rasulullah SAW bersabda dalam haditsnya,

“Siapa saja hamba yang dagingnya tumbuh dari (makanan) haram, neraka lebih pantas baginya.” (HR At Tirmidzi)

Uang judi juga haram untuk disedekahkan. Baik itu kepada orang lain, masjid, madrasah atau kegiatan keagamaan. Allah SWT Maha Suci dan tidak menerima persembahan kecuali yang suci juga.

Bagaimana Jika Keluarga Terlanjur Makan dari Uang Hasil Judi?

Menurut kitab Taudlihul Adillah yang disusun KH M Sjafi’i Hadzami, seseorang yang sudah dewasa termasuk anak dan istri yang mengatahui bahwa sesuatu yang dimakannya adalah haram maka wajib ditinggalkan. Artinya, anak dan istri yang sudah dewasa itu mempunyai pilihan untuk tidak memakan makanan dari uang hasil judi.

Sesuatu yang haram dan diketahui berasal dari yang haram akan dituntut di akhirat kelak. Hal ini turut dijelaskan oleh Syekh Zainuddin al Malibary melalui kitab Fathu al-Mu’in.

Apabila mengetahui bahwa makanan yang dimakan merupakan hasil dari judi slot yang dilarang agama, sejatinya keluarga tidak memakannya kecuali dalam kondisi darurat. Semisal tidak memakan makanan dari hasil uang judi slot maka dia akan sakit, celaka dan sebagainya. Dalam kondisi ini, diperbolehkan memakannya untuk bertahan hidup.

Allah SWT berfirman dalam surah Al Maidah ayat 3,

فَمَنِ اضْطُرَّ فِيْ مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِّاِثْمٍۙ فَاِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

Artinya: “…Maka, siapa yang terpaksa karena lapar, bukan karena ingin berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Jika anak yang belum dewasa dan tergolong kanak-kanak memakan uang hasil judi slot, ia dibebaskan dari dosa. Sebab, ia belum bisa mencari nafkah sendiri dan bergantung pada kedua orang tuanya.

Wallahu a’lam.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Islam Larang Muslim Tidur di Waktu Ini, Catat Ya!


Jakarta

Tidur merupakan kebutuhan biologis mendasar bagi setiap makhluk hidup, termasuk manusia. Perlu dipahami bahwa tidur memiliki waktu tersendiri.

Artinya, tidak semua waktu bisa digunakan untuk tidur karena ada kegiatan lain yang lebih penting. Misalnya bekerja, makan, dan beribadah kepada Allah SWT.

Berkaitan dengan itu, ada empat waktu yang dilarang bagi muslim untuk tidur. Lantas, kapan waktu dilarangnya tidur bagi muslim?


Waktu Dilarangnya Tidur bagi Muslim

Mengutip dari buku Kita Hidup Hanya Tiga Hari Kumpulan Nasihat dan Kalam Hikmah Sepanjang Tahun oleh Faisal Kuhni, berikut beberapa waktu yang dilarang untuk tidur bagi muslim.

1. Pagi Hari

Muslim dilarang tidur pada pagi hari. Sebab, pagi hari merupakan waktu yang berkah sebagaimana sabda Rasulullah SAW,

“Ya Allah, berkahilah bagi umatku pada pagi harinya.” (HR Abu Dawud dan Ibnu Majah)

Dijelaskan dalam Fawaid al-Mukhtarah oleh Habib Zain bin Smith, tidur setelah salat Subuh dapat menghilangkan berkah dari rezeki dan usia. Selain itu, pada riwayat lain dikatakan bahwa waktu subuh adalah momen diturunkannya para malaikat oleh Allah SWT.

Beliau bersabda,

“Setiap awal pagi saat matahari terbit, Allah menurunkan dua malaikat ke bumi. Lalu salah satu berkata, ‘Ya Allah, berilah karunia orang yang menginfakkan hartanya. Ganti kepada orang yang membelanjakan hartanya karena Allah’. Malaikat yang satu berkata, ‘Ya Allah, binasakanlah orang-orang yang bakhil.” (HR Bukhari dan Muslim)

2. Sebelum Salat Isya

Waktu lainnya yang dilarang untuk tidur bagi muslim adalah sebelum salat Isya. Tidur sebelum mengerjakan salat Isya bisa membuat seseorang terhalang mendapat pahala yang sangat besar dari salat Isya berjamaah.

Dalam sebuah hadits dari Muhammad bin Basyar, dari Yahya bin Sa’id, Muhammad bin Ja’far, dan Abdul Wahab, dari Auf dari Abu Minhal Sayyar bin Salamah, dari Abu Barzah al-Aslami, ia berkata,

“Rasulullah SAW suka mengakhirkan shalat Isya, dan beliau tidak suka tidur sebelumnya, juga tidak berbicara setelahnya.” (Muttafaq ‘Alaih)

3. Setelah Makan

Setelah menyantap makanan, muslim dilarang untuk tidur. Diterangkan dalam buku Dahsyatnya 7 Puasa Wajib, Sunnah & Thibbun Nabawi yang disusun Maryam Kinanthi N, tidur setelah makan dapat mengeraskan hati.

Sebaiknya usai makan, lakukan banyak gerakan seperti berjalan atau mendirikan salat agar makanan bisa tercerna dengan baik. Dari segi kesehatan, tidur setelah makan juga bisa mendatangkan penyakit obesitas.

4. Sepanjang Hari

Tidur sepanjang hari dilarang dalam Islam. Menghabiskan waktu sehari penuh untuk tidur akan membuat muslim kehilangan banyak kegiatan, baik dari segi agama maupun kehidupan sosial seseorang.

Tidur sepanjang hari juga bisa membuat seseorang dicap sebagai pemalas. Tidur seharian menyebabkan muslim meninggalkan salat karena mengakibatkan dosa.

(aeb/inf)



Sumber : www.detik.com

Siapa Dia dan Bagaimana Menghadapi Bisikannya?


Jakarta

Dunia gaib selalu menarik untuk dibahas. Contohnya seperti jin, makhluk ciptaan Allah SWT yang diyakini keberadaannya dalam Islam.

Jin diciptakan oleh Allah SWT dari api. Mereka tidak bisa dilihat oleh manusia.

Al-Qur’an dan Hadits menyebut, jin diciptakan jauh sebelum manusia. Salah satu jenis jin yang sering disebut dalam Al-Qur’an adalah jin qorin.


Namun, apa sebenarnya jin qorin itu? Dan bagaimana pengaruhnya dalam kehidupan kita? Mari kita selami lebih dalam.

Apa Itu Jin Qorin?

Dalam buku Terjemah & Syarah Misykah Al-Mashobih Jilid 2 karya M. Hasan Biqi Muhammad, jin qorin adalah jin yang hadir saat manusia lahir. Perawakannya sama dengan setiap manusia yang hadir di muka bumi ini.

Setiap individu memiliki qorinnya sendiri. Hal ini ditegaskan dalam sebuah hadits dari Sayyidina Ibnu Mas’ud radhiyallahu anhu, beliau berkata, Rasulullah SAW bersabda:

مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ إِلَّا وَقَدْ وُكِّلَ بِهِ قَرِينُهُ مِنْ الْجِنِّ قَالُوا وَإِيَّاكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ وَإِيَّايَ إِلَّا أَنَّ اللَّهَ أَعَانَنِي عَلَيْهِ فَأَسْلَمَ فَلَا يَأْمُرُنِي إِلَّا بِخَيْرٍ

Artinya: “Tidaklah dari kalian kecuali telah dikuasakan satu qorin (teman) dari kalangan jin dan satu qorin (teman) dari kalangan malaikat.

Para sahabat bertanya: “Apakah Engkau juga (memiliki qorin) ya Rasulullah?”

Rasulullah SAW menjawab: “Aku juga (memiliki qorin dari jin), namun Allah menolongku, sehingga dia pun tunduk dan tidak memerintahkanku kecuali kebaikan.” (HR Muslim)

Hadits ini menunjukkan bahwa bahkan Nabi Muhammad SAW pun memiliki qorin. Namun dengan pertolongan Allah, qorin beliau telah tunduk dan tidak lagi memerintahkan keburukan.

Pengaruh Jin Qorin dalam Kehidupan Manusia

Allah SWT berfirman dalam Surat Az-Zukhruf ayat 36:

وَمَنْ يَّعْشُ عَنْ ذِكْرِ الرَّحْمٰنِ نُقَيِّضْ لَهٗ شَيْطٰنًا فَهُوَ لَهٗ قَرِيْنٌ

Artinya: “Siapa yang berpaling dari pengajaran (Allah) Yang Maha Pengasih (Al-Qur’an), Kami biarkan setan (menyesatkannya). Maka, ia (setan) selalu menemaninya.”

Ayat ini secara jelas menggambarkan bagaimana jin qorin (dalam konteks setan) dapat menjadi teman yang menyesatkan bagi mereka yang berpaling dari zikir atau mengingat Allah. Jin qorin akan terus mengajak manusia pada kedurhakaan, menganiaya diri sendiri, dan menolak peringatan Allah.

Pada hari kiamat, penyesalan akan menghampiri mereka yang mengikuti bisikan qorin yang menyesatkan. Allah berfirman dalam Surat Az-Zukhruf ayat 38:

حَتَّىٰٓ إِذَا جَآءَنَا قَالَ يَٰلَيْتَ بَيْنِى وَبَيْنَكَ بُعْدَ ٱلْمَشْرِقَيْنِ فَبِئْسَ ٱلْقَرِينُ

Artinya: “Sehingga apabila orang-orang yang berpaling itu datang kepada kami (di hari kiamat) dia berkata: “Aduhai, semoga (jarak) antaraku dan kamu seperti jarak antara masyrik dan maghrib, maka syaitan itu adalah sejahat-jahat teman (yang menyertai manusia).”

Kata “hatta” (sehingga) menunjukkan bahwa sang qorin akan selalu membersamai manusia hingga wafat dan dibangkitkan kembali oleh Allah. Ini menjadi batasan akhir dari hubungan jin qarin dengan manusia dan penyesatan yang dilakukannya.

Qorin: Jin, Malaikat, atau Manusia?

Menurut Quraisy Shihab, kata qorin memiliki makna yang lebih luas. Ia bisa merujuk pada sesuatu yang menyertai seseorang, baik itu manusia, setan, jin, atau malaikat.

Dijelaskan bahwa qorin berupa setan/jin akan selalu berusaha menjerumuskan manusia, membisikkan hal-hal buruk, dan mempengaruhi pikiran serta perbuatan.

Di sisi lain, Al-Qur’an juga menyebutkan adanya “qorin” atau teman yang baik. Tafsir Al-Azhar menjelaskan bahwa manusia tidak dibiarkan hidup sendiri oleh Allah. Dengan senantiasa mengingat Allah, malaikat akan dikirim untuk menjadi teman (qorin) dan memeliharanya.

Allah berfirman dalam Surat Al-An’am ayat 61:

وَهُوَ الْقَاهِرُ فَوْقَ عِبَادِهٖ وَيُرْسِلُ عَلَيْكُمْ حَفَظَةًۗ حَتّٰٓى اِذَا جَاۤءَ اَحَدَكُمُ الْمَوْتُ تَوَفَّتْهُ رُسُلُنَا وَهُمْ لَا يُفَرِّطُوْنَ

Artinya: “Dialah Penguasa mutlak di atas semua hamba-Nya, dan Dia mengutus kepadamu malaikat-malaikat penjaga, sehingga apabila kematian datang kepada salah seorang di antara kamu, malaikat-malaikat Kami mencabut nyawanya, dan mereka tidak melalaikan tugasnya.”

Dalam konteks ini, qorin berupa malaikat akan membisikkan kebaikan, mengingatkan untuk tidak takut atau bersedih dalam menghadapi ujian hidup. Namun, jika manusia lengah dari mengingat Allah, malaikat itu akan menjauh dan setanlah yang akan mengambil alih peran teman.

Doa agar Terhindar dari Bisikan Jin Qorin

Mengutip laman Kemenag, ada satu doa yang bisa dipakai agar terhindar dari godaan jin qorin menurut Tim Layanan Syariah, Ditjen Bimas Islam. Doa ini diajarkan Malaikat Jibril kepada Rasulullah SAW, berikut bacaannya:

أَعُوذُ بِوَجْهِ اللَّهِ الْكَرِيمِ، وَبِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّاتِ الَّتِي لَا يُجَاوِزُهُنَّ بَرٌّ وَلَا فَاجِرٌ مِنْ شَرِّ مَا يَنْزِلُ مِنَ السَّمَاءِ، وَمِنْ شَرِّ مَا يَعْرُجُ فِيهَا. وَمِنْ شَرِّ مَا ذَرَأَ فِي الْأَرْضِ، وَمِنْ شَرِّ مَا يَخْرُجُ مِنْهَا، وَمِنْ شَرِّ فِتَنِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ، وَمِنْ شَرِّ طَوَارِقِ اللَّيْلِ، وَمِنْ شَرِّ كُلِّ طَارِقٍ إِلَّا طَارِقًا يَطْرُقُ بِخَيْرٍ يَا رَحْمَنُ

Latin: A’ûdzu biwajhillâhil karîm, wabikalimâtillâhit-tâmmâtil-latî lâ yujâwizuhunnâ barrun wa fâjirun, min syarri mâ yanzilu minas-samâ’i, wa min syarri ma ya’ruju fîhâ, wa min syarri mâ dzara’a fil-ardhi, wamin syarri ma yakhruju minhâ, wa min syarri fitanil-laili wan-nahâri, wamin syarri thawâriqil-laili, wamin syarri kulli thâriqin illâ thâriqan yathruqu bi khairin, yâ rahmân.

Artinya: “Aku berlindung dengan Zat Allah yang Maha Mulia, dengan kalimat-kalimat-Nya yang sempurna, yang tidak ada orang baik dan juga orang durhaka yang melampuainya, dari keburukan yang turun dari langit dan keburukan apa pun yang naik ke langit; dari keburukan apa saja yang masuk ke bumi dan keburukan apa saja yang keluar dari bumi; dari keburukan fitnah-fitnah siang dan malam; dari keburukan petaka-petaka malam; dari keburukan setiap petaka yang datang, kecuali petaka yang datang membawa kebaikan, wahai Zat Yang Maha Penyayang.”

Wallahu a’lam.

(hnh/hnh)



Sumber : www.detik.com

Kesalahan dalam Menjemput Jodoh yang Sering Tak Disadari


Jakarta

Menikah adalah ibadah yang mulia dan termasuk sunnah Rasulullah SAW. Islam mengajarkan bahwa jodoh adalah takdir Allah SWT, namun manusia tetap diperintahkan untuk berikhtiar menjemputnya dengan cara yang benar.

Sayangnya, dalam proses mencari dan menjemput jodoh, banyak kaum muslimin yang secara tidak sadar terjebak dalam kesalahan-kesalahan yang bertentangan dengan ajaran Islam.

Buya Yahya dalam tayangan di channel YouTube-nya yang berjudul “Susah Ketemu Jodoh? Simak Nasehat Buya Yahya” menjelaskan bahwa menjemput jodoh dalam Islam adalah bagian dari ikhtiar ibadah. Namun, dalam prosesnya, banyak orang yang belum juga dipertemukan dengan jodoh yang tepat, bahkan setelah menunggu bertahun-tahun. Bukan karena jodohnya tidak ada, tapi bisa jadi karena ada kesalahan dalam cara menjemputnya.


Kesalahan dalam Menjemput Jodoh

Berikut adalah beberapa kesalahan yang sering tak disadari dalam menjemput jodoh:

1. Tidak Kembali kepada Allah SWT

Buya Yahya menegaskan bahwa jodoh adalah urusan Allah SWT, maka langkah pertama dalam mencarinya haruslah dengan kembali kepada Allah SWT. Banyak orang yang terlalu sibuk mencari jodoh, tapi lupa memperbaiki hubungan dengan Sang Pemberi jodoh.

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an surat At-Talaq ayat 3,

وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ ۚ وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى ٱللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُۥٓ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ بَٰلِغُ أَمْرِهِۦ ۚ قَدْ جَعَلَ ٱللَّهُ لِكُلِّ شَىْءٍ قَدْرًا
Artinya: Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.

Sebagai solusi, mulai dengan memperbanyak istighfar dan taubat, kemudian perkuat hubungan dengan Allah SWT lewat tahajud dan dzikir serta berdoa dengan khusyuk. Allah SWT Maha Tahu kapan waktu terbaik untuk mendatangkan jodoh.

2. Menganggap Meminang atau Dipinang Itu Malu

Buya Yahya menekankan juga bahwa tidak ada yang salah dalam meminang atau menyampaikan keinginan untuk menikah, baik oleh laki-laki maupun perempuan. Selama dilakukan dengan cara yang syar’i dan penuh adab, hal ini boleh menjadi ikhtiar.

Sayangnya, budaya malu, gengsi, atau takut ditolak membuat banyak orang menahan niat baik untuk menikah, padahal Islam telah memberikan jalan.

Dalam Sirah Nabawiyah dikisahkan, “Dulu Khadijah meminang Nabi Muhammad SAW lewat perantara.”
(Sirah Nabawiyah)

3. Tidak Melihat Jodoh di Sekitarnya

Salah satu penyebab seseorang tak kunjung menikah adalah karena akalnya tertutup. Maksudnya, ia tidak mampu melihat peluang jodoh yang sudah ada di sekitarnya karena terlalu fokus pada kriteria yang tinggi, khayalan, atau bayangan yang tidak realistis.

“Bisa jadi jodoh itu adalah orang yang setiap hari kamu lihat, namun tidak kamu sadari. Jangan terlalu banyak menetapkan kriteria,” ujar Buya Yahya.

Terkadang seseorang enggan menerima pinangan karena terlalu perfeksionis, artinya hanya mau menikah dengan orang yang sesuai 100% dengan keinginan.

Ada yang menuntut pasangan harus mapan, tinggi, tampan, cerdas, lucu, dan seterusnya. Akibatnya, jodoh yang baik dan telah datang pun ditolak karena “tidak sesuai standar pribadi”.

Islam tidak memerintahkan kita mencari pasangan sempurna, tetapi pasangan yang baik agamanya, siap membangun rumah tangga, dan punya niat tulus.

(dvs/erd)



Sumber : www.detik.com

Cara Cek Arah Kiblat, Update Ulang saat Matahari Tepat di Atas Ka’bah 15-16 Juli


Jakarta

Matahari tepat berada di atas Ka’bah pada 15-16 Juli 2025. Manfaatkan momen ini untuk mengecek dan mengkalibrasi ulang arah kiblat.

Salah satu syarat sah dalam pelaksanaan shalat adalah menghadap kiblat. Dalam Islam, kiblat adalah arah menuju Ka’bah di Masjidil Haram, Makkah.

Menghadap ke arah kiblat saat shalat bukan hanya sekadar simbol, melainkan bentuk ketaatan terhadap perintah Allah SWT. Sebagaimana termaktub dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 144,


قَدْ نَرَىٰ تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِى ٱلسَّمَآءِ ۖ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَىٰهَا ۚ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ ٱلْمَسْجِدِ ٱلْحَرَامِ ۚ وَحَيْثُ مَا كُنتُمْ فَوَلُّوا۟ وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُۥ ۗ وَإِنَّ ٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْكِتَٰبَ لَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ ٱلْحَقُّ مِن رَّبِّهِمْ ۗ وَمَا ٱللَّهُ بِغَٰفِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ

Artinya: Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.

Perintah sholat menghadap kiblat juga dijelaskan dalam sebuah hadits dari Khallad bin Rafi’, Rasulullah SAW bersabda,

إِذا قمتَ إِلى الصلاة فأسبغ الوضوء، ثمَّ استقبِل القبلة فكبِّر

Artinya: “Jika kamu hendak sholat sempurnakanlah wudhu kemudian menghadaplah ke arah kiblat.” (HR Muslim. Bukhari juga meriwayatkan hal serupa).

Fenomena Istiwa A’zam untuk Bantu Tentukan Arah Kiblat

Menentukan arah kiblat secara akurat sangat penting dalam pelaksanaan ibadah shalat. Salah satu metode yang dapat digunakan tanpa bantuan alat elektronik adalah dengan memanfaatkan fenomena Rashdul Qiblah, yaitu momen ketika matahari tepat berada di atas Ka’bah, sehingga bayangan benda tegak di permukaan bumi akan menunjuk langsung ke arah kiblat.

Dilansir dari laman Kementerian Agama (Kemenag) diinformasikan kabar terjadinya fenomena astronomi Istiwa A’zam pada 15 dan 16 Juli 2025, yaitu matahari melintas tepat di atas Ka’bah. Saat itu, bayangan benda yang berdiri tegak lurus akan menunjuk arah yang berlawanan dari arah kiblat.

Fenomena ini terjadi dua kali dalam setahun, yakni sekitar tanggal 27 atau 28 Mei dan 15 atau 16 Juli, pada pukul 16.27 WIB (untuk wilayah Indonesia bagian barat).

Cara Menentukan Arah Kiblat

Berikut langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk menentukan dan mengkalibrasi ulang arah kiblat secara manual saat Rashdul Qiblah:

1. Pilih Lokasi yang Terbuka dan Rata

Pilih tempat yang datar, terbuka, dan terkena cahaya matahari langsung pada waktu Rashdul Qiblah. Pastikan tidak ada bayangan bangunan atau pohon yang mengganggu.

2. Gunakan Benda Tegak Lurus

Siapkan benda tegak seperti tongkat, batang lurus, atau alat lain yang dapat berdiri tegak. Alternatif lainnya adalah menggunakan benang berbandul, yang dapat menggantung secara vertikal karena gravitasi.

3. Gunakan Jam yang Akurat

Pastikan jam yang Anda gunakan sudah disesuaikan dengan waktu resmi, seperti jam dari BMKG, atau jam digital yang terkoneksi ke waktu internet standar.

4. Pasang Tongkat atau Bandul dengan Posisi Tegak Lurus

Tancapkan tongkat secara tegak lurus (membentuk sudut 90 derajat terhadap tanah), atau gantungkan benang berbandul sehingga menggantung sempurna tanpa goyangan.

5. Tunggu Waktu Rashdul Qiblah

Tunggu hingga waktu 16.27 WIB tiba pada hari terjadinya Rashdul Qiblah. Saat itu, matahari berada tepat di atas Ka’bah di Makkah.

6. Amati dan Tandai Bayangan

Saat waktu tiba, bayangan dari benda tegak akan terbentuk di tanah. Amati arah bayangan tersebut.

7. Tarik Garis Lurus dari Bayangan

Tandai ujung bayangan dan pusat benda (misalnya tempat tongkat ditancapkan). Tarik garis lurus yang menghubungkan keduanya. Garis lurus ini adalah arah kiblat yang akurat dari tempat Anda berdiri.

(dvs/inf)



Sumber : www.detik.com

Misteri Kota Maju yang Hilang Sekejap karena Tolak Ajaran Nabi



Jakarta

Al-Qur’an mengungkap sejumlah misteri yang di antaranya belum terpecahkan. Salah satunya soal keberadaan sebuah kota maju yang kemudian hilang dalam sekejap.

Kota tersebut bernama Iram, sering disebut Kota Seribu Pilar. Menurut Ibnu Katsir dalam Qashashul Anbiya yang diterjemahkan Saefulloh MS, penduduk Iram adalah kaum Ad generasi pertama. Mereka adalah kaum Nabi Hud AS.

Kaum Ad banyak tinggal di bangunan-bangunan dengan tiang-tiang besar dan tinggi. Hal ini diungkap dalam Al-Qur’an surah Al Fajr ayat 6-8. Allah SWT berfirman,


اَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِعَادٍۖ ٦ اِرَمَ ذَاتِ الْعِمَادِۖ ٧ الَّتِيْ لَمْ يُخْلَقْ مِثْلُهَا فِى الْبِلَادِۖ ٨

Artinya: “Tidakkah engkau (Nabi Muhammad) memperhatikan bagaimana Tuhanmu berbuat terhadap (kaum) ‘Ad, (yaitu) penduduk Iram (ibu kota kaum ‘Ad) yang mempunyai bangunan-bangunan yang tinggi, yang sebelumnya tidak pernah dibangun (suatu kota pun) seperti itu di negeri-negeri (lain)?”

Iram bisa dikatakan sebuah kota maju dan megah. Bangunan pilar-pilar di Iram belum pernah ada di tempat mana pun.

Menurut penafsiran Ibnu Katsir terkait kondisi penduduk Iram dalam surah Al Araf ayat 69, Allah SWT menjadikan kaum Ad sebagai orang-orang paling kuat pada zamannya. Mereka kuat dalam hal fisik dan tenaganya.

Keberadaan Kota Iram atau Kota Seribu Pilar

Keberadaan Kota Iram yang menjadi tempat tinggal kaum Ad masih misteri. Sebab, Allah SWT membinasakan kaum Ad karena mereka enggan mengikuti ajaran Nabi Hud AS.

Kaum Ad adalah orang-orang pertama yang menyembah berhala usai peristiwa banjir besar yang membinasakan kaum Nabi Nuh AS, yang tak lain adalah penyembah berhala. Berhala sesembahan kaum Ad ada tiga, yaitu Shamda, Shamud, dan Hira.

Allah SWT kemudian mengutus Nabi Hud AS dari kalangan mereka untuk kembali ke ajaran Allah SWT. Hud AS berasal dari kabilah Ad bin Aush bin Sam bin Nuh. Mereka adalah bangsa Arab yang tinggal di bukit-bukit pasir di Yaman, antara Oman dan Hadramaut.

Nabi Hud AS memerintahkan kaum Ad untuk beribadah kepada Allah SWT dan mengesakan-Nya. Namun, mereka mendustakan, menentang, dan menolak ajakan sang nabi.

Mereka (kaum Ad) berkata, “Wahai Hud, engkau tidak mendatangkan suatu bukti yang nyata kepada kami dan kami tidak akan (pernah) meninggalkan sembahan kami karena perkataanmu serta kami tidak akan (pernah) percaya kepadamu. Kami hanya mengatakan bahwa sebagian sembahan kami telah menimpakan penyakit gila atas dirimu.” (QS Hud: 53)

Dia (Hud) menjawab, “Sesungguhnya aku menjadikan Allah (sebagai) saksi dan saksikanlah bahwa aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan.” (QS Hud: 54)

Setelah Nabi Hud AS berlepas dari kaumnya, azab Allah SWT pun datang menimpa kaum Ad. Masih dalam kitab Ibnu Katsir, pertanda datangnya azab dimulai dengan datangnya kemarau panjang dan mereka minta diturunkan hujan.

Setelah itu, Kaum Ad melihat gumpalan awan hitam pekat di langit. Mereka mengira gumpalan itu akan menurunkan hujan sebagai rahmat. Namun, itu tak lain adalah pusaran angin yang membawa api untuk menghancurkan kaum Ad. Mereka pun musnah tak tersisa, sebagaimana firman Allah SWT, “Angin itu tidak membiarkan satu pun yang dilaluinya, kecuali dijadikan seperti serbuk.” (QS Az Zariyat: 42)

Menurut sebuah pendapat, azab yang menimpa kaum Ad berlangsung selama tujuh malam delapan hari tanpa henti.

Tak hanya kaum Ad yang binasa, kota tempat tinggal mereka yang berisi rumah-rumah dan benteng-benteng megah pun hancur berantakan.

Wallahu a’lam.

(kri/inf)



Sumber : www.detik.com

6 Hal yang Harus Dilakukan Ketika Ada yang Sakaratul Maut


Jakarta

Sakaratul maut adalah fase terakhir kehidupan seseorang sebelum ruh berpisah dari jasad. Momen ini sangat sakral dan berat, baik bagi orang yang mengalaminya maupun orang-orang di sekitarnya.

Dalam ajaran Islam, setiap muslim dianjurkan untuk memperlakukan orang yang sedang sakaratul maut dengan penuh kasih sayang, kelembutan, serta menuntunnya dengan adab yang baik agar ia wafat dalam keadaan husnul khatimah.

Sakaratul maut dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Qaf ayat 19, Allah SWT berfirman,


وَجَآءَتْ سَكْرَةُ ٱلْمَوْتِ بِٱلْحَقِّ ۖ ذَٰلِكَ مَا كُنتَ مِنْهُ تَحِيدُ

Artinya: Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari daripadanya.

Dikutip dari buku Menguak Rahasia Kehidupan Setelah Kematian karya M. Khalilurrahman Al-Mahfani, Ma., dan Abdurrahim Hamdi, MA., dijelaskan sakaratul maut merupakan kondisi yang dirasakan seseorang ketika menjelang ajalnya. Imam Al Ghazali melukiskan bahwa sakaratul maut adalah ungkapan tentang rasa sakit yang menyerang inti jiwa dan menjalar ke seluruh bagian jiwa sehingga tidak ada lagi satu pun bagian jiwa yang terbebas dari rasa sakit itu.

Rasulullah SAW juga pernah mengalami sakaratul maut dan Rasulullah SAW bersabda, “Ya Allah Tuhanku, ringankanlah sakaratul maut bagi Muhammad.” Pada saat Rasulullah SAW berada di ambang kematian, di dekat beliau ada seember air yang digunakan oleh beliau untuk membasuh muka seraya berdoa, “Wahai Tuhanku! Ringankanlah bagiku sakaratul maut.” Pada saat yang sama, Fatimah berkata, “Alangkah berat penderitaanku melihat penderitaanmu, Ayah!”. Tapi beliau berkata, “Tidak akan ada lagi penderitaan ayahmu sesudah hari ini.” (HR. Bukhari)

Hal yang Dilakukan pada Orang yang sedang Sakaratul Maut

Dirangkum dari buku Panduan Muslim Sehari-hari karya DR. KH. M. Hamdan Rasyid, MA., dan Saiful Hadi El-Sutha, berikut enam hal penting yang harus dilakukan ketika ada orang yang sedang dalam kondisi sakaratul maut:

1. Membaringkannya Menghadap Kiblat

Salah satu sunnah yang dianjurkan ketika seseorang mengalami sakaratul maut adalah membaringkan tubuhnya dengan posisi miring ke kanan menghadap kiblat. Jika tidak memungkinkan, bisa juga dibaringkan telentang dengan wajah dan dada diarahkan ke kiblat.

Dari hadits Rasulullah SAW, “Apabila kalian menghadiri orang yang sakit atau yang meninggal dunia, maka arahkanlah ia ke kiblat.” (HR. Baihaqi)

2. Membimbing dengan Talqin

Talqin artinya membimbing orang yang sedang sakaratul maut untuk mengucapkan kalimat syahadat: “Laa ilaaha illallaah” (Tidak ada Tuhan selain Allah).

Bimbingan ini dilakukan dengan lembut dan tenang tanpa memaksanya. Jika ia sudah mengucapkannya, sebaiknya jangan diulangi lagi kecuali jika ia kembali berbicara hal lain.

Rasulullah SAW bersabda,
“Talqinkanlah orang yang akan meninggal di antara kalian dengan kalimat: Laa ilaaha illallaah.” (HR. Muslim)

3. Berdoa dan Membacakan Ayat Suci Al-Qur’an

Ketika menemani orang yang sedang sakaratul maut, disunnahkan untuk memperbanyak doa dan bacaan Al-Qur’an, terutama surat-surat yang menenangkan hati seperti Yasin. Tujuannya adalah untuk memberikan ketenangan dan mengingatkan kepada rahmat Allah.

Dalam hadits, Rasulullah SAW bersabda,

“Bacakanlah surat Yasin untuk orang-orang yang sedang menghadapi kematian di antara kalian.” (HR. Abu Dawud)

4. Memintakan Ampun dan Mendoakan Kebaikan

Selain membimbing dan menenangkan, kita dianjurkan untuk mendoakan orang yang sedang sakaratul maut. Doa-doa yang dipanjatkan bisa berupa permohonan ampun untuknya, memohon agar dimudahkan saat menghadapi sakaratul maut, serta agar ia wafat dalam keadaan husnul khatimah.

5. Menjaga Suasana Sekitar Tetap Tenang dan Penuh Kasih Sayang

Hindari menangis dengan suara keras, berteriak, atau melakukan hal-hal yang bisa mengganggu ketenangan hati orang yang sedang sakaratul maut.

Hindari berkata-kata buruk, memunculkan emosi negatif, atau membuat keributan di sekitar orang yang sedang sakaratul maut. Jangan pula membicarakan masalah duniawi yang bisa membebani pikirannya. Hindari juga mengeluh atau menyalahkan takdir di hadapannya.

Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah kalian mengatakan kecuali yang baik, karena para malaikat mengamini apa yang kalian ucapkan.” (HR. Muslim)

6. Bantu Pejamkan Matanya

Seorang yang meninggal dunia biasanya memiliki mata yang terbuka dan memandang ke atas karena mengikuti keluarnya ruh.

Maka dari itu, hendaklah orang di sekitarnya membantunya memejamkan mata. Caranya dengan mengusap kelopak mata si mayit dengan lembut dan penuh kasih sayang, bisa juga diiringi dengan bacaan zikir dan doa untuk si mayit.

(dvs/inf)



Sumber : www.detik.com

Sholat Tapi Masih Maksiat, Apa Artinya Belum Diterima?


Jakarta

Sholat merupakan ibadah yang wajib dilaksanakan oleh setiap muslim lima waktu dalam sehari. Muslim diajarkan bahwa sholat memiliki banyak keutamaan, salah satunya adalah mencegah dari perbuatan keji dan mungkar.

Dalam surat Al Ankabut ayat 45, Allah SWT berfirman:

ٱتْلُ مَآ أُوحِىَ إِلَيْكَ مِنَ ٱلْكِتَٰبِ وَأَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَ ۖ إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ تَنْهَىٰ عَنِ ٱلْفَحْشَآءِ وَٱلْمُنكَرِ ۗ وَلَذِكْرُ ٱللَّهِ أَكْبَرُ ۗ وَٱللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ


Artinya: Bacalah apa yang telah diwahyukan (Allah) kepadamu, yaitu Al-Kitab (Al Qur’an) dan dirikanlah sholat. Sesungguhnya sholat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (sholat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Namun, tidak jarang kita menemukan kenyataan bahwa ada orang yang rajin sholat tetapi masih saja terjerumus dalam berbagai perbuatan maksiat. Lantas, apakah sholat yang dilakukan oleh seseorang yang masih berbuat maksiat berarti tidak diterima oleh Allah SWT?

Rajin Sholat Tapi Masih Maksiat

Mengenai fenomena Muslim yang rajin melaksanakan sholat tetapi masih melakukan maksiat, Muhammad Aqil Haidar, Lc., M.H., Dosen Tafsir dan Bahasa Arab di Sekolah Tinggi Ilmu Ushuluddin Dirosat Islamiyah Al-Hikmah Jakarta memberikan penjelasan yang penting untuk dipahami, seperti yang dikutip dalam arsip detikhikmah.

Ia menerangkan bahwa sholat tetap menjadi kewajiban mutlak bagi setiap Muslim yang berakal, baligh, dan suci dari haid maupun nifas bagi perempuan.

Beliau menegaskan bahwa meninggalkan sholat tanpa alasan syar’i termasuk perbuatan dosa besar yang tidak dapat dibenarkan. Kewajiban sholat tidak berkaitan dengan apakah seseorang tergolong saleh atau tidak saleh.

Seseorang yang masih melakukan maksiat pun tidak berarti terbebas dari kewajiban mendirikan sholat. Justru dalam keadaan seperti itu, sholat semakin dibutuhkan sebagai benteng dari perbuatan dosa.

Aqil Haidar menjelaskan bahwa sholat memiliki pengaruh yang secara bertahap dapat mengurangi kebiasaan maksiat, meskipun hasilnya tidak terjadi secara instan. Sholat yang dilaksanakan secara konsisten akan membantu menahan diri dari perbuatan keji dan mungkar sedikit demi sedikit.

Beliau juga mengingatkan bahwa kualitas sholat sangat menentukan seberapa besar dampaknya dalam kehidupan sehari-hari. Namun jika belum mampu mencapai sholat yang berkualitas, bukan berarti seseorang boleh meninggalkannya sama sekali.

Seseorang yang masih bermaksiat meski rajin sholat menandakan sholatnya yang belum sempurna. Pasalnya, jika seorang Muslim melakukan sholatnya dengan khusyuk dan benar, maka otomatis dia akan terhindar dari kegiatan-kegiatan maksiat.

Seperti kata Allah di dalam surat Al Ankabut ayat 45 bahwa orang yang sholat maka akan terhindar dari perbuatan munkar atau maksiat.

Motivasi utama sholat adalah mendekatkan diri kepada Allah serta menjaga diri dari perbuatan salah. Jika seseorang benar-benar memahami dan melaksanakan sholat dengan niat yang tulus, maka tidak mungkin sholat berjalan sementara maksiat tetap dilakukan tanpa ada perubahan.

Mengenai diterima atau tidaknya sholat, hal ini dijelaskan di dalam kitab Terjemah Nashaihul Ibad karya Syekh Nawawi bin Al-Bantani. Dalam kitab itu disebutkan Rasulullah SAW pernah menyatakan hal demikian,

عشرة نفر لن يقبل الله تعالى صلاتهم

Artinya: “Sepuluh orang yang sholatnya tidak diterima Allah SWT,”

Dari 10 golongan tersebut, salah satunya adalah seseorang yang rutin menunaikan sholat tetapi sholatnya tidak mampu menahan diri dari perbuatan keji dan mungkar, justru bisa membuatnya semakin jauh dari Allah SWT.

Maka dari itu, mari kita memperbaiki sholat dengan sungguh-sungguh dan berusaha sekuat mungkin menjauhkan diri dari segala perbuatan maksiat.

Wallahu a’lam.

(hnh/inf)



Sumber : www.detik.com