Apakah Resepsi Pernikahan Wajib dalam Islam?


Jakarta

Resepsi pernikahan menyajikan jamuan makanan yang dalam Islam disebut dengan walimah. Apakah acara perayaan ini wajib dalam Islam?

Menurut penjelasan dalam buku Fiqih Munakahat: Hukum Pernikahan dalam Islam tulisan Sakban Lubis dan Muhammad Yuan, pengertian walimah pernikahan berasal dari Arab yang artinya makanan pengantin atau makanan yang disediakan khusus dalam acara pesta perkawinan.

Walimah adalah istilah yang terdapat dalam literatur Arab yang secara arti kata berarti jamuan yang khusus untuk perkawinan dan tidak digunakan untuk perhelatan di luar perkawinan.


Sedangkan walimatul ursy dijelaskan oleh Achmad Ngarifin dalam buku Fikih Pernikahan, secara bahasa “walimah” berarti hidangan, sedangkan “ursy” bermakna pernikahan, yang artinya adalah makanan dan yang dihidangkan karena ada sebuah acara pernikahan.

Menurut Imam As-Syafi’i walimah tidak hanya terkhusus pada pernikahan saja, akan tetapi setiap undangan yang dilaksanakan karena datangnya suatu kebahagiaan seperti khitan, dan juga kelahiran. Meskipun secara umum walimah hanya tertuju pada pernikahan saja.

Namun secara definisi, walimatul ‘ursy tidaklah jauh berbeda dengan acara resepsi yang biasa dilakukan oleh masyarakat karena di dalam acara tersebut pasti disediakan hidangan bagi para tamu yang hadir. Hanya saja kalau dalam acara resepsi pasti terdapat susunan acara sesuai dengan tradisi yang berkembang di berbagai kalangan.

Intinya selama di dalam acara tersebut terdapat hidangan yang disuguhkan bagi para tamu yang hadir sebagai bentuk rasa syukur atas datangnya suatu kebahagiaan maka hal itu sudah bisa dikatakan walimah.

Allah SWT berfirman dalam surah Ar-Rum ayat 21 tentang pernikahan yang berbunyi:

وَمِنْ اٰيٰتِهٖٓ اَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوْٓا اِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَّوَدَّةً وَّرَحْمَةًۗ اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ

Artinya: “Di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah bahwa Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari (jenis) dirimu sendiri agar kamu merasa tenteram kepadanya. Dia menjadikan di antaramu rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.”

Hukum Resepsi Pernikahan dalam Pernikahan Islam

Ada dalil yang mendasari resepsi pernikahan yang disebut jadi salah satu sunnah Rasulullah SAW karena beliau sendiri pernah mengadakan walimah setelah menikahi istri-istri beliau, seperti dalam riwayat:

أَنَّهُ أَوْلَمَ عَلَى بَعْضٍ نِسَائِهِ بِمُدَّيْنِ مِنْ شَعْيْرٍ وَأَنَّهُ أَوْلَمَ عَلَى صَفِيَّةَ بِتَمْرٍ وَسَمِنٍ وَأَقِطٍ

Artinya: “Sesungguhnya Rasulullah SAW melaksanakan walimah atas sebagian istri-istri beliau dengan dua mud jagung, dan sesungguhnya Rasulullah juga melakukan walimah atas Shofiyah dengan kurma, samin dan aqith.” (HR Bukhari)

Hukum walimah menurut paham jumhur ulama adalah sunnah muakkad, bagi suami yang sudah rasyid, atau bagi wali dari suami yang belum rasyid jika harta diambil dari wali suami tersebut. Sedangkan jika harta tersebut diambil dari harta suami yang belum rasyid maka hukumnya haram mengadakan walimatul ‘ursy.

Adapun jika yang mengadakan walimatul ‘ursy dari pihak istri, hukumnya tetap sunnah selama atas izin dari suami. Seperti yang sering terjadi di sebagian kalangan masyarakat di mana prosesi akad nikah dilangsungkan di rumah mempelai wanita lalu dilanjutkan dengan acara resepsi. Kalau memang acara tersebut atas persetujuan dari mempelai pria maka sudah bisa dikatakan walimah dan mendapatkan kesunahannya dengan catatan acara yang dilangsungkan setelah prosesi akad nikah selesai.

Seseorang yang memiliki istri lebih dari satu walimah tersebut juga sunah dilakukan lebih dari satu kali, akan tetapi jika sang suami hanya mengadakan satu kali walimah untuk semua istrinya maka hukumnya boleh dan tetap mendapatkan kesunahan walimah.

Dalam melaksanakan walimah tidak ada batasan minimal untuk bisa mendapatkan kesunahan. Akan tetapi, jika mampu hendaknya minimal dengan satu ekor kambing karena satu ekor kambing adalah batas minimal kesempurnaan dalam kesunahan walimah.

Syarat Walimatul Urs’y

Ali Mansur dalam buku berjudul Hukum dan Etika Pernikahan dalam Islam menyebut ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyelenggaraan resepsi pernikahan, baik untuk orang yang akan menyelenggarakan (shahibul hajat) maupun bagi para undangannya:

1. Undangannya Harus Merata

Jika shahibul hajat termasuk orang yang mampu atau kaya, undangannya harus merata, terdiri dari semua lapisan masyarakat. Tidak boleh hanya orang-orang kaya yang diundang, tetapi orang-orang miskin juga harus diundang.

Hal ini berdasarkan hadits berikut:

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ : أَخْبَرَنَا مَالِكٌ: عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، عَنِ الْأَعْرَجِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّهُ كَانَ يَقُوْلُ : شَرَّ الطَّعَامِ طَعَامُ الْوَلِيمَةِ يُدْعَى لَهَا الْأَغْنِيَاءُ وَيُتْرَكُ الْفُقَرَاءُ، وَمَنْ تَرَكَ الدَّعْوَةَ فَقَدْ عَصَى اللهَ وَرَسُوْلَهُ . رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ)

Artinya: “Abdullah bin Yusuf telah menceritakan kepada kami: Malik telah mengabarkan kepada kami: Dari Ibnu Syihab, dari Al-A’raj, dari Abu Hurairah, sesungguhnya dia berkata: Seburuk-buruk makanan walimah ialah: Orang-orang kaya yang diundang, sedangkan orang-orang miskin ditinggalkan, dan barang siapa yang meninggalkan suatu undangan, maka sungguh dia telah meningkari Allah dan Rasul-Nya.” (HR Bukhari, no. 5177)

Adapun pemahaman penting yang bisa dipetik dari hadits tersebut, di antaranya:

  • Undangan tersebut bisa mempererat hubungan antar sesama muslim, yang terdiri dari berbagai strata dan status sosial, sehingga dapat mengurangi kesenjangan (gap) antara orang kaya dan orang miskin.
  • Jika ditinjau dari segi ekonomi, orang kaya itu secara materi sudah tercukupi semua kebutuhan pokoknya termasuk dalam perihal makanan, mereka setiap hari bisa makan makanan yang lezat dan bergizi, sedangkan bagi orang miskin belum tentu setiap hari bisa makan, apalagi untuk makan makanan yang lezat dan bergizi. Maka makanan yang dihidangkan dalam walimah tersebut bisa dinikmati oleh semua orang, sehingga tidak ada yang terbuang sia-sia (mubazir).
  • Dari segi komunikasi, agar pesan yang ingin disampaikan oleh shahibul hajat tentang adanya pernikahan bisa tercapai, karena dapat menjangkau semua lapisan masyarakat.
  • Doa orang miskin itu mustajab, sehingga kehadiran mereka di suatu acara walimah turut memberikan kontribusi doa kepada shahibul hajat, agar acara tersebut mendapatkan keberkahan dan keridhoan dari Allah Ta’ala.

Namun jika orang yang mempunyai hajat itu orang miskin, atau tidak mampu secara materi, atau situasi dan kondisinya sedang sulit, yang diundang boleh dibatasi, misalnya keluarga, tetangga dan teman dekat saja.

2. Diutamakan dari Orang-orang yang Terdekat dan Kenalan

Diutamakan dari keluarga terdekat, tetangga dan teman-teman terdekat, serta siapa saja yang dikenal. Hal ini berdasarkan hadits:

حَدَّثَنَا مَالِكُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ: حَدَّثَنَا زُهَيْرٌ : عَنْ بَيَانٍ قَالَ: سَمِعْتُ أَنَسًا يَقُوْلُ : بَنَى
النَّبِيُّ عَ بِإِمْرَأَةٍ ، فَأَرْسَلَنِي فَدَعَوْتُ رِجَالًا إِلَى الطَّعَامِ. (رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ)

Artinya: “Malik bin Isma’il telah menceritakan kepada kami: Zuhair telah menceritakan kepada kami: Dari Bayan, dia berkata; Aku mendengar Anas berkata; Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menikahi seorang wanita, lalu beliau mengutusku, maka aku mengundang beberapa orang untuk makan-makan.” (HR Bukhari, no. 5170)

3. Hidangannya Halal dan Baik

Halal menyangkut pada semua bahan dan proses pengolahan, serta penyajiannya, sedangkan baik berkaitan dengan adat dan kemaslahatan (kesehatan) masyarakat.

Hal ini berdasarkan firman Allah dalam surah Al-Maidah ayat 88,

وَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللهُ حَلَالًا طَيِّبًا وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي أَنْتُمْ بِهِ تُؤْمِنُوْنَ (۸۸)

Artinya: “Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.”

4. Hidangannya Berupa Makanan Pokok Masyarakat Setempat

Hidangannya lebih baik berupa makanan pokok yang telah dimasak (siap makan), sehingga orang yang diundang bisa langsung memakannya.

Hal ini berdasarkan hadits berikut:

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يُوسُفَ : حَدَّثَنَا سُفْيَانُ: عَنْ مَنْصُورِ بْنِ صَفِيَّةَ عَنْ أُمِّهِ صَفِيَّةَ بِنْتِ شَيْبَةَ قَالَتْ: أَوْ لَمَ النَّبِيُّ عَلَى بَعْضٍ نِسَائِهِ بِمُدَّتَيْنِ مِنْ شَعِيرٍ. (رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ)

Artinya: “Muhammad bin Yusuf telah menceritakan kepada kami: Sufyan telah menceritakan kepada kami: Dari Manshur bin Shafiyah, dari Ibunya Shafiyah binti Syaibah, dia berkata: Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengadakan walimah untuk sebagian istri-istrinya dengan dua mud gandum.” (HR Bukhari, no. 5172)

Bagi orang yang mampu, hendaknya memberikan hidangan masakan daging, namun jika tidak mampu, cukup seadanya, disesuaikan dengan kemampuan shahibul hajat. Hal ini berdasarkan hadits berikut:

حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ حَرْبٍ: حَدَّثَنَا حَمَّادٌ: عَنْ ثَابِتٍ، عَنْ أَنَسٍ قَالَ: مَا أَوْ لَمَ النَّبِيُّ هِ عَلَى شَيْءٍ مِنْ نِسَائِهِ مَا أَوْلَمَ عَلَى زَيْنَبٍ، أَوْلَمَ بِشَاةٍ. (رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ)

Artinya: “Sulaiman bin Harb telah menceritakan kepada kami: Hammad telah menceritakan kepada kami: Dari Tsabit, dari Anas, dia berkata: Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tidak pernah mengadakan walimah yang lebih baik terhadap istri-istrinya sebagaimana beliau mengadakan walimah atas Zainab, beliau mengadakan walimah dengan seekor kambing.” (HR Bukhari, no. 5168)

5. Tidak Ada Hal-Hal yang Dilarang Syari’at

Meliputi segala aspek yang berkaitan dengan walimah secara umum, misalnya tidak ada unsur syirik dalam waktu penyelenggaraan walimah, dengan percaya terhadap ramalan dukun yang menetapkan pelaksanaanya berdasarkan weton. Sehingga terkadang waktu-waktu yang baik dalam Islam malah dianggap buruk, dan tidak boleh menyelenggarakannya.

Hal ini berdasarkan surah Al-Maidah ayat 2,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوْا لَا تُحِلُّوْا شَعَائِرَ اللَّهِ وَلَا شَهْرَ الْحَرَامِ … (۲)

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi’ar-syi’ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram…”

6. Shahibul Hajat Harus Mempersiapkan Walimah dengan Baik

Penyelenggara hajat tentu harus mempersiapkan dengan baik. Meliputi berbagai hal yang diperlukan dalam acara walimatul ursy, sehingga bisa terlaksana dengan baik, misalnya hidangannya, tempatnya, perlengkapannya, dan yang lainnya.

Hal ini berdasarkan hadits berikut:

حَدَّثَنَا سُوَيْدُ بْنُ سَعِيدٍ: حَدَّثَنَا الْفَضْلُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ: عَنْ جَابِرٍ، عَنِ الشَّعْبِي، عَنْ مَشْرُوقٍ، عَنْ عَائِشَةَ وَأُمُّ سَلَمَةَ قَالَتَا أَمَرَ نَا رَسُوْلُ اللَّهِ ﷺ أَنْ نُجَهْزَ فَاطِمَةَ حَتَّى نَدْخُلَنَا عَلَى عَلِيّ. فَعَمَدْنَا إِلَى الْبَيْتِ. فَفَرَ شُنَاهُ تُرَابًا لَيْنَا مِنْ أَعْرَاضِ الْبَطْحَاءِ. ثُمَّ خَشَوْنَا مِرْ فَقَتَيْنِ لِيْفًا، فَنَفَشْنَاهُ بِأَيْدِيْنَا. ثُمَّ أَطْعَمْنَا تَمْرًا وَزَبِيْبًا وَسَقَيْنَا مَاءً عَذْبًا وَعَمَدْنَا إِلَى عُوْدٍ، فَعَرَضْنَاهُ فِي جَانِبِ الْبَيْتِ لِيُلْقَى عَلَيْهِ الثَّوْبُ وَيُعَلَّقُ عَلَيْهِ السِّقَاءُ فَمَا رَأَيْنَا عُرْسًا أَحْسَنَ مِنْ عُرْسِ فَاطِمَةَ. رَوَاهُ ابْنُ مَاجَةَ)

Artinya: “Suwaid bin Said telah menceritakan kepada kami: Al-Fadlal bin Abdullah telah mengabarkan kepada kami: Dari Jabir, dari Syu’bi, dari Masyruq, dari Aisyah dan Umu Salamah, keduanya berkata: Rasulullah memerintahkan kami untuk mempersiapkan Fathimah hingga kami mempertemukannya dengan Ali. kami pergi ke rumah dan membentangkan tanah lunak dari sisi saluran air, kemudian kami mengisi dua bantal dengan serabut dan kami ratakan dengan tangan-tangan kami. Setelah itu kami hidangkan kurma dan kismis, kami beri minum dengan air yang segar, lalu kami mengambil sebatang kayu dan kami pasang di sisi rumah untuk menyentelkan baju dan menggantungkan tempat air minum. Kami tidak pernah melihat pesta pernikahan yang seindah dari pesta pernikahan Fathimah.” (HR Ibnu Majah)

7. Waktu Penyelenggaraannya Tidak Melebihi Dua Hari

Karena dikhawatirkan menimbulkan sifat sum’ah bagi shahibul hajat, sehingga niatnya sudah bergeser menjadi ingin mendapat pujian dari orang lain. Sebaiknya waktu penyelenggaraan acara tidak melebihi dua hari.

Hal ini berdasarkan hadits berikut:

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مُوسَى الْبَصْرِيُّ: أَخْبَرَنَا زِيَادُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ: أَخْبَرَنَا عَطَاءُ بنُ السَّائِبِ: عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ الله : طَعَامُ أَوَّلِ يَوْمٍ حَقٌّ وَطَعَامُ يَوْمِ الثَّانِي سُنَّةٌ وَطَعَامُ يَوْمِ الثَّالِثِ سُمْعَةٌ وَمَنْ سَمَّعَ سَمَّعَ اللَّهُ بِهِ. رَوَاهُ التَّرْمِذِيُّ)

Artinya: “Muhammad bin Musa Al-Bashri telah menceritakan kepada kami: Ziyad bin Abdullah telah mengabarkan kepada kami: Atha’ bin Sa’ib telah mengabarkan kepada kami: Dari Abu Abdurrahman, dari Ibnu Mas’ud, dia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: Makanan walimah pada hari pertama adalah wajib, dan pada hari kedua adalah sunnah, dan pada hari ketiga adalah sumah (ingin didengar). Barang siapa yang sumah, maka Allah akan menjadikannya sumah.” (HR Tirmidzi)

(lus/kri)



Sumber : www.detik.com

Jangan Baca Ayat Kursi di 4 Waktu Ini, Muslim Perhatikan Ya!


Jakarta

Ayat Kursi terdapat dalam surah Al Baqarah ayat 255. Banyak keistimewaan yang terkandung dari Ayat Kursi sehingga sering diamalkan oleh muslim.

Menukil dari Al Itqan fi Ulumil Qur’an yang disusun Imam Jalaluddin Al Suyuthi terjemahan Muhammad Halabi, Ayat Kursi disebut sebagai ayat yang paling agung dalam Al-Qur’an. Hal ini bersandar pada riwayat dari Ubay bin Ka’ab.

“Ayat yang paling agung dalam Kitab Allah adalah Ayat Kursi.”


Ayat Kursi bisa dibaca kapan saja, namun ada waktu-waktu terbaik untuk mengamalkannya. Begitu pula dengan waktu yang dilarang membaca Ayat Kursi.

Waktu yang Tidak Diperbolehkan Membaca Ayat Kursi

1. Saat Mengantuk

Sebaiknya muslim tidak membaca Ayat Kursi saat mengantuk. Diterangkan oleh Imam Nawawi melalui kitab At Tibyan fi Adabi Hamalatil Qur’an terbitan Mirqat, sebaiknya muslim tidak membaca Ayat Kursi saat mengantuk agar tidak salah melafalkan ayat.

Ini berlaku juga ketika muslim membaca surah lainnya dalam Al-Qur’an dalam keadaan mengantuk. Pada kondisi itu, makruh hukumnya jika tetap membaca.

Ketika muslim salah melafalkan ayat suci, maka bacaan Al-Qur’an terubah pula maknanya. Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadits,

“Apabila salah satu dari kalian bangun malam sehingga bacaan Al-Qur’an-nya menjadi kacau sampai tidak sadar apa yang dia baca, hendaknya ia tidur.” (HR Ibnu Majah)

2. Ketika di Kamar Mandi

Kamar mandi atau toilet adalah tempat yang kotor. Muslim dilarang menyebut Asma Allah di dalam kamar mandi, begitu pula dengan membaca Al-Qur’an.

Membaca Al-Qur’an di kamar mandi sama seperti menghina kitab suci dan menyalahi adabnya. Sebagaimana diketahui, Al-Qur’an adalah kitab suci yang pembacaannya harus memperhatikan adab-adab tertentu.

3. Waktu Rukuk dan Sujud

Menurut buku Imam Ghazali’s Ihya Ulum-id-din Edisi Inggris terjemahan Purwanto, muslim dilarang membaca Ayat Kursi ketika rukuk dan sujud. Nabi Muhammad SAW bersabda,

“Ketahuilah bahwa aku dilarang membaca Al-Qur’an saat rukuk dan sujud. Adapun saat rukuk, hendaknya kalian mengagungkan Tuhan Azza wa Jalla, adapun saat sujud, hendaknya kalian bersungguh-sungguh untuk berdoa, karena saat itu doa kalian dijamin terkabul.” (HR Muslim)

Ayat Kursi termasuk bacaan Al-Qur’an, artinya muslim tidak boleh melafalkannya ketika rukuk maupun sujud seperti diterangkan dalam hadits Rasulullah SAW.

4. Sedang Junub

Muslim dilarang membaca ayat suci Al-Qur’an dalam keadaan junub ataupun hadats besar. Hal ini tertuang dalam hadits Rasulullah SAW,

“Wanita haid dan orang yang junub tidak boleh membaca Al-Qur’an (walaupun satu ayat).” (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Kapan Waktu Terbaik Membaca Ayat Kursi?

Mengutip dari buku Ayat Kursi untuk Perlindungan Diri karya Ahmad Fathoni el-Kaysi, berikut beberapa waktu terbaik membaca Ayat Kursi.

  1. Sebelum tidur agar dilindungi dari gangguan setan hingga pagi hari
  2. Setelah salat fardhu agar dibukakan pintu surga
  3. Pagi dan petang hari agar dilindungi sepanjang hari

Ayat Kursi: Arab, Latin dan Artinya

اَللّٰهُ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَۚ اَلْحَيُّ الْقَيُّوْمُ ەۚ لَا تَأْخُذُهٗ سِنَةٌ وَّلَا نَوْمٌۗ لَهٗ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَمَا فِى الْاَرْضِۗ مَنْ ذَا الَّذِيْ يَشْفَعُ عِنْدَهٗٓ اِلَّا بِاِذْنِهٖۗ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ اَيْدِيْهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْۚ وَلَا يُحِيْطُوْنَ بِشَيْءٍ مِّنْ عِلْمِهٖٓ اِلَّا بِمَا شَاۤءَۚ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَۚ وَلَا يَـُٔوْدُهٗ حِفْظُهُمَاۚ وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيْمُ

Allāhu lā ilāha illā huw, al-ḥayyul-qayyụm, lā ta`khużuhụ sinatuw wa lā na`ụm, lahụ mā fis-samāwāti wa mā fil-arḍ, man żallażī yasyfa’u ‘indahū illā bi`iżnih, ya’lamu mā baina aidīhim wa mā khalfahum, wa lā yuḥīṭụna bisyai`im min ‘ilmihī illā bimā syā`, wasi’a kursiyyuhus-samāwāti wal-arḍ, wa lā ya`ụduhụ ḥifẓuhumā, wa huwal-‘aliyyul-‘aẓīm

Artinya: “Allah, tidak ada tuhan selain Dia, Yang Maha Hidup lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya). Dia tidak dilanda oleh kantuk dan tidak (pula) oleh tidur. Milik-Nyalah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Tidak ada yang dapat memberi syafaat di sisi-Nya tanpa izin-Nya. Dia mengetahui apa yang ada di hadapan mereka dan apa yang ada di belakang mereka. Mereka tidak mengetahui sesuatu apa pun dari ilmu-Nya, kecuali apa yang Dia kehendaki. Kursi-Nya (ilmu dan kekuasaan-Nya) meliputi langit dan bumi. Dia tidak merasa berat memelihara keduanya. Dialah yang Maha Tinggi lagi Maha Agung.” (QS Al Baqarah: 255)

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Siapa Suku Druze yang Bikin Israel Serang Negara Muslim Suriah?


Jakarta

Israel melancarkan serangan udara ke Damaskus, Suriah. Motifnya disebut untuk melindungi suku Druze yang tengah bentrok dengan suku Badui hingga memicu campur tangan pasukan pemerintah Suriah.

Dilansir Reuters, serangan Israel dilakukan pada Rabu (16/7/2025) waktu setempat, meledakkan sebagian kementerian pertahanan dan menghantam lokasi dekat istana presiden. Serangan ini menandai eskalasi signifikan Israel terhadap Suriah yang sementara ini dipimpin kelompok islamis.

Israel berjanji melindungi suku Druze yang terlibat bentrok dengan suku Badui dan pasukan keamanan pemerintah Suriah di Suweida.


Siapa suku Druze?

Suku Druze Adalah Kelompok Agama Arab Minoritas

Menurut Encyclopedia Britannica, suku Druze adalah sebuah kelompok keagamaan minoritas di Timur Tengah. Jumlah penganut Druze mencapai lebih dari 1 juta orang pada awal abad ke-21.

Mayoritas suku Druze tinggal di Lebanon, Suriah, dan Israel serta komunitas-komunitas kecil di negara lainnya. Mereka menyebut dirinya muwaḥḥidūn (unitarian). Suku Druze berbicara dengan bahasa Arab.

Agama Druze

Agama Druze berasal dari Mesir, yang merupakan cabang Syiah Ismailiyah. Pada era Khalifah Fatimiyah keenam, Al-Hakim bi-Amrillah yang memerintah pada 996-1021 Masehi, beberapa teolog Ismailiyah mengorganisir sebuah gerakan yang menyatakan al-Hakim sebagai sosok ilahi. Doktrin ini disampaikan secara terbuka pada 1017 yang menyebabkan kerusuhan di Kairo.

Gagasan tersebut dikutuk oleh lembaga keagamaan Fatimiyah yang menyatakan al-Hakim dan pendahulunya memang diangkat oleh Tuhan tetapi mereka bukan ilahi.

Suku Druze Loyal pada Israel

Suku Druze, khususnya yang tinggal di Israel, dikenal loyal kepada negara. Menurut laporan BBC, hal ini karena partisipasinya dalam dinas militer. Ada sekitar 152.000 orang Druze yang tinggal di Israel dan Dataran Tinggi Golan yang diduduki Israel, menurut Biro Pusat Statistik Israel.

Sementara orang Druze yang tinggal di wilayah selatan Suriah, mereka menentang upaya negara untuk menguasai wilayah tersebut sejak jatuhnya Rezim Assad pada Desember tahun lalu. Mereka menolak kehadiran pasukan keamanan pemerintah Suriah di Suweida.

Jatuhnya Rezim Assad memicu Israel menjangkau suku Druze di perbatasan utaranya untuk menjalin aliansi dengan minoritas Suriah. Israel memposisikan dirinya sebagai pelindung regional bagi kelompok minoritas, termasuk Kurdi, Druze, dan Alawi di Suriah.

(kri/inf)



Sumber : www.detik.com

Sering Disamakan, Ini Perbedaan Mandi Junub dan Mandi Wajib


Jakarta

Setiap Muslim dianjurkan untuk menjaga kebersihan, terutama saat akan menjalankan ibadah. Salah satunya dengan mandi wajib, yaitu mandi untuk menghilangkan hadas besar. Perintah ini disebutkan dalam Surah Al-Maidah ayat 6:

وَاِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوْاۗ

Arab latin: …wa in kuntum junuban faṭṭahharū…
Artinya: “Dan jika kamu junub, maka mandilah…”


Ayat ini menunjukkan betapa pentingnya menjaga kebersihan sebelum mendekatkan diri kepada-Nya.

Perbedaan Mandi Junub dan Mandi Wajib

Secara umum, mandi junub dan mandi wajib mengacu pada hal yang sama, yaitu mandi besar untuk menghilangkan hadas. Perbedaannya hanya terletak pada penyebutan istilah sesuai dengan penyebabnya.

Dalam kitab Al-Fiqh ‘ala al-Madzahib al-Khamsah karya Muhammad Jawad Mughniyah yang diterjemahkan oleh Masykur A.B dan tim, dijelaskan bahwa mandi junub adalah bagian dari mandi wajib karena dilakukan setelah seseorang mengalami junub.

Istilah junub atau janabah merujuk pada keadaan setelah keluar mani atau melakukan hubungan badan. Dalam kondisi ini, seseorang tidak diperbolehkan melaksanakan ibadah tertentu sebelum mandi.

Dijelaskan dalam buku Fiqh Bersuci dan Sholat Sesuai Tuntunan Nabi karya Abu Utsman Kharisman bahwa janabah secara bahasa bermakna menjauh, yaitu menjauhnya seseorang dari tempat ibadah sebelum mandi.

Sedangkan mandi wajib adalah istilah umum untuk mandi besar yang dilakukan karena beberapa sebab seperti junub, haid, nifas, atau untuk memandikan jenazah Muslim. Meski penyebabnya berbeda, cara pelaksanaan mandi tetap sama.

Tata Cara Mandi Wajib

Merujuk pada buku Fiqih Ibadah oleh Zaenal Abidin, berikut ini langkah-langkah mandi wajib yang dianjurkan:

  1. Membaca niat untuk mandi wajib.
  2. Mencuci kedua telapak tangan tiga kali.
  3. Membersihkan bagian tubuh yang kotor atau tersembunyi dengan tangan kiri, seperti kemaluan, dubur, bawah ketiak, pusar, dan sebagainya.
  4. Mencuci tangan dengan sabun atau menggunakan tanah.
  5. Berwudhu seperti hendak melaksanakan shalat.
  6. Menyela pangkal rambut dengan jari-jari yang sudah dibasahi, hingga air menyentuh kulit kepala.
  7. Membasuh seluruh tubuh dimulai dari sisi kanan, lalu dilanjutkan ke sisi kiri.
  8. Memastikan air mengenai seluruh bagian tubuh, termasuk lipatan-lipatan kulit.

Dalam riwayat Imam At-Tirmidzi, disebutkan bahwa laki-laki dianjurkan menyela rambut ketika mandi wajib. Namun, hal tersebut tidak diwajibkan bagi perempuan. Rasulullah SAW bersabda:

“Aku bertanya, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku ini perempuan yang sangat kuat jalinan rambut kepalanya, apakah aku boleh mengurainya ketika mandi junub?’ Maka Rasulullah menjawab, ‘Jangan, sebetulnya cukup bagimu mengguyurkan air pada kepalamu 3 kali guyuran’.” (HR Tirmidzi)

Selain itu, dalam buku Syarah Fathal Qarib: Diskursus Ubūdiyah Jilid Satu karya Tim Pembukuan Ma’had Al-Jāmi’ah Al-Aly UIN Malang dijelaskan bahwa perempuan dianjurkan untuk memakai wewangian setelah mandi, terutama setelah mandi wajib. Wewangian seperti misik atau yang sejenisnya disarankan untuk dioleskan pada kapas, kemudian dibersihkan ke area vagina.

Anjuran ini didasarkan pada hadis Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Aisyah RA. Beliau bersabda:

“Ambillah sepotong kapas yang diberi wewangian, lalu bersucilah.” (HR. Bukhari)

Jika tidak memiliki wewangian, maka cukup menggunakan air. Tujuan dari anjuran ini adalah agar area kemaluan tetap bersih dan memiliki aroma yang harum.

Niat Mandi Wajib Berdasarkan Sebabnya

Niat menjadi bagian penting dalam setiap amal. Masih dari sumber sebelumnya, dijelaskan bahwa hal ini merujuk pada sabda Rasulullah SAW,

“Sesungguhnya sah atau tidaknya suatu amal tergantung pada niatnya.” (HR. Bukhari).

Karena itu, seseorang yang junub harus berniat untuk menghilangkan hadas junub. Jika dalam keadaan haid, maka niatnya harus disesuaikan untuk menghilangkan hadas haid. Begitu pula dalam kondisi nifas atau setelah melahirkan. Niat mandi wajib perlu disesuaikan dengan jenis hadas yang sedang dialami, agar ibadah yang dilakukan setelahnya sah.

Berikut ini adalah lafal niat mandi wajib yang disesuaikan dengan penyebabnya yang bersumber dari buku Fikih 4 susunan Siti Khomisil Fatatil Aqillah, S.Pd.I, Kiki Rejeki dan buku Panduan Muslim Kaffah Sehari-hari dari Kandungan hingga Kematian tulisan Dr. Muh. Hambali, M.Ag.

1. Niat Mandi Wajib setelah Berhubungan Suami-Istri

نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ الْحَدَثِ اْلاَكْبَرِ فَرْضًا ِللهِ تَعَالَى

Arab latin: Nawaitul ghusla liraf’il hadatsil akbari fardhol lillaahi ta’aala.

Artinya: “Aku berniat mandi besar untuk menghilangkan hadas besar fardhu karena Allah Ta’ala.”

2. Niat Mandi Wajib setelah Haid

نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ الْحَدَثِ الْأَكْبَرِ عَنِ الْحَيْضِ لِلَّهِ تَعَالَى

Arab latin: Nawaitul ghusla liraf’il hadatsil akbari ‘anin haidhi lillaahi ta’aala

Artinya: “Aku berniat mandi untuk menghilangkan hadas besar yang disebabkan haid karena Allah Ta’ala.”

3. Niat Mandi Wajib setelah Melahirkan

نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ الْحَدَثِ الْأَكْبَرِ عَنِ الْوِلَادَةِ لِلَّهِ تَعَالَى

Arab latin: Nawaitul ghusla liraf’il hadatsil akbari ‘anin wilaadati lillaahi ta’aala

Artinya: “Aku berniat mandi untuk menghilangkan hadas besar yang disebabkan wiladah karena Allah Ta’ala.”

4. Niat Mandi Wajib setelah Nifas

نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ الْحَدَثِ الْأَكْبَرِ عَنِ النِّفَاسِ لِلَّهِ تَعَالَى

Arab latin: Nawaitul ghusla liraf’il hadatsil akbari ‘anin nifaasi lillaahi ta’aala

Artinya: “Aku berniat mandi untuk menghilangkan hadas besar yang disebabkan nifas karena Allah Ta’ala.”

(inf/lus)



Sumber : www.detik.com

10 Negara dengan Jumlah Masjid Terbanyak di Dunia, Indonesia Nomor Berapa?


Jakarta

Masjid tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah bagi umat Islam, tetapi juga menjadi pusat kegiatan keagamaan, sosial, dan pendidikan. Di berbagai belahan dunia, jumlah masjid mencerminkan seberapa kuatnya pengaruh Islam dalam kehidupan masyarakat.

Menariknya, negara-negara dengan jumlah masjid terbanyak tidak selalu identik dengan negara yang mayoritas penduduknya muslim. Ada kombinasi antara sejarah panjang Islam, budaya lokal, serta faktor demografi yang berperan dalam hal ini.

Dilansir dari The Halal Times, pada data tahun 2024 Indonesia menempati urutan pertama sebagai negara dengan jumlah masjid terbanyak di dunia.


Data terbaru yang dirilis GlobeJunk sebagaimana dilansir dari 500 Words Mag, menunjukkan bahwa Indonesia tetap menduduki negara dengan jumlah masjid terbanyak di dunia berdasarkan data 2025.

Negara dengan Jumlah Masjid Terbanyak

Berdasarkan data dari Globe Junk, berikut adalah 10 negara muslim dengan jumlah masjid terbanyak di dunia:

1. Indonesia – 811.000 Masjid

Indonesia menduduki posisi pertama sebagai negara dengan jumlah masjid terbanyak di dunia, yaitu sekitar 811.000 unit. Jumlah ini sejalan dengan status Indonesia sebagai negara dengan populasi muslim terbesar di dunia.

Masjid tersebar dari perkotaan hingga pelosok desa, mulai dari bangunan kecil seperti musala hingga masjid megah seperti Masjid Istiqlal di Jakarta dan Masjid Raya Baiturrahman di Aceh. Banyaknya masjid mencerminkan peran Islam yang sangat kuat dalam kehidupan masyarakat Indonesia.

2. Republik Demokratik Kongo – 385.000 Masjid

Meski sering luput dari perhatian, Republik Demokratik Kongo mengejutkan banyak pihak dengan menempati posisi kedua, memiliki sekitar 385.000 masjid. Ini menunjukkan bahwa perkembangan Islam di kawasan Afrika Tengah cukup signifikan, dan masjid menjadi elemen penting dalam membangun komunitas muslim di negara ini, meskipun Islam bukan agama mayoritas.

3. Arab Saudi – 326.000 Masjid

Sebagai pusat dua kota suci umat Islam, Arab Saudi memiliki sekitar 326.000 masjid, termasuk Masjidil Haram di Makkah dan Masjid Nabawi di Madinah yang menjadi tujuan utama ibadah haji dan umrah. Masjid-masjid di Arab Saudi tidak hanya melayani warga lokal tetapi juga jutaan jemaah dari seluruh dunia setiap tahunnya. Pemerintah Saudi sangat berperan aktif dalam pembangunan dan pemeliharaan masjid.

4. Pakistan – 313.000 Masjid

Pakistan menempati urutan keempat dengan 313.000 masjid. Islam sebagai agama negara membuat masjid memainkan peran sentral dalam kehidupan sosial dan pendidikan masyarakat. Masjid-masjid besar di kota-kota utama seperti Lahore dan Islamabad berdampingan dengan masjid komunitas di daerah pedesaan, menjadikan mereka titik temu umat untuk belajar, beribadah, dan berdiskusi.

5. India – 300.000 Masjid

India, meskipun bukan negara muslim, memiliki jumlah masjid yang sangat besar, mencapai sekitar 300.000 unit. Dengan lebih dari 200 juta penduduk muslim, komunitas muslim India aktif membangun masjid sebagai pusat keagamaan dan sosial. Beberapa masjid di India juga menjadi warisan budaya, seperti Masjid Jama di Delhi dan Masjid Charminar di Hyderabad.

6. Bangladesh – 253.000 Masjid

Bangladesh memiliki sekitar 253.000 masjid yang tersebar di seluruh negeri. Islam sebagai agama mayoritas menjadikan masjid sebagai pusat kegiatan ibadah dan sosial masyarakat. Masjid di Bangladesh tidak hanya menjadi tempat salat, tetapi juga pusat pendidikan agama dan kegiatan kemasyarakatan lainnya.

7. Mesir – 114.200 Masjid

Mesir memiliki sekitar 114.200 masjid, termasuk masjid-masjid bersejarah seperti Masjid Al-Azhar yang juga menjadi pusat pendidikan Islam tertua dan paling berpengaruh di dunia. Di Mesir, masjid memiliki peran besar dalam membina umat, menjadi pusat dakwah, dan tempat lahirnya para ulama besar.

8. Turki – 85.100 Masjid

Turki mencatat sekitar 85.100 masjid, banyak diantaranya memiliki nilai arsitektur dan sejarah yang tinggi. Warisan Kesultanan Utsmaniyah menjadikan Turki memiliki sejumlah masjid megah, seperti Masjid Sultan Ahmed (Masjid Biru) dan Hagia Sophia. Pemerintah Turki juga aktif mendukung pelestarian dan pembangunan masjid baru di seluruh wilayahnya.

9. Iran – 80.200 Masjid

Iran memiliki sekitar 80.200 masjid, yang sebagian besar juga berperan dalam pendidikan agama dan kegiatan sosial masyarakat. Arsitektur masjid di Iran dikenal sangat khas, dengan dominasi ubin biru, kaligrafi artistik, dan struktur kubah besar. Masjid juga berfungsi sebagai pusat aktivitas keagamaan kaum Syiah.

10. Sudan – 78.100 Masjid

Sudan menutup daftar 10 besar dengan 78.100 masjid. Negara ini merupakan salah satu pusat pertumbuhan Islam di Afrika Timur, dan masjid menjadi pilar penting dalam pembinaan umat dan aktivitas keagamaan masyarakat. Meski sering menghadapi tantangan sosial-politik, kehidupan keagamaan di Sudan tetap hidup melalui aktivitas di masjid.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Inilah Cara Mengamalkan Ayat Kursi agar Rezeki Lancar dan Berkah


Jakarta

Ayat Kursi adalah salah satu ayat paling agung dalam Al-Qur’an yang terdapat dalam Surah Al-Baqarah ayat 255. Ayat ini bukan hanya dikenal karena keutamaannya dalam perlindungan dari gangguan jin dan setan, tapi juga diyakini memiliki faedah besar dalam membuka pintu rezeki dan kekayaan jika diamalkan dengan ikhlas dan istiqamah.

Merujuk buku Fadhilah Al-Qur’an karya Asaduddin Luqman, ada beberapa hadits yang menjelaskan tentang Ayat Kursi. Dalam sebuah riwayat diceritakan,

“Manakah surat Al-Qur’an yang paling utama?” Rasulullah bersabda, “Surat Al-Baqarah.” Kemudian ditanyakan, “Manakah ayat Al-Qur’an yang paling utama?” Rasulullah SAW bersabda, “Ayat Kursi.”


Diriwayatkan oleh Imam Jalaluddin As-Suyuthi dalam Ad-Durr Al-Mantsur dari Robi’ah Al-Jarsy bertanya kepada Rasulullah SAW,

“Rasulullah SAW perah ditanya, bagian Al-Qur’an yang manakah yang paling utama? Rasulullah SAW menjawab, “Surat yang didalamnya disebutkan tentang masalah sapi.” Ditanyakan lagi, “Bagian Al-Baqarah yang manakan yang paling utama?” Rasulullah SAW menjawab, “Ayat Kursi dan akhir surat Al-Baqarah yang turun dari bawah Arsy.”

Bacaan Ayat Kursi

Berikut ini adalah bacaan Ayat Kursi lengkap dengan tulisan Arab, latin dan artinya.

اَللّٰهُ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَۚ اَلْحَيُّ الْقَيُّوْمُ ەۚ لَا تَأْخُذُهٗ سِنَةٌ وَّلَا نَوْمٌۗ لَهٗ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَمَا فِى الْاَرْضِۗ مَنْ ذَا الَّذِيْ يَشْفَعُ عِنْدَهٗٓ اِلَّا بِاِذْنِهٖۗ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ اَيْدِيْهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْۚ وَلَا يُحِيْطُوْنَ بِشَيْءٍ مِّنْ عِلْمِهٖٓ اِلَّا بِمَا شَاۤءَۚ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَۚ وَلَا يَـُٔوْدُهٗ حِفْظُهُمَاۚ وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيْمُ

Arab-latin: Allāhu lā ilāha illā huw, al-ḥayyul-qayyụm, lā ta`khużuhụ sinatuw wa lā na`ụm, lahụ mā fis-samāwāti wa mā fil-arḍ, man żallażī yasyfa’u ‘indahū illā bi`iżnih, ya’lamu mā baina aidīhim wa mā khalfahum, wa lā yuḥīṭụna bisyai`im min ‘ilmihī illā bimā syā`, wasi’a kursiyyuhus-samāwāti wal-arḍ, wa lā ya`ụduhụ ḥifẓuhumā, wa huwal-‘aliyyul-‘aẓīm

Artinya: “Allah, tidak ada tuhan selain Dia, Yang Mahahidup lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya). Dia tidak dilanda oleh kantuk dan tidak (pula) oleh tidur. Milik-Nyalah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Tidak ada yang dapat memberi syafaat di sisi-Nya tanpa izin-Nya. Dia mengetahui apa yang ada di hadapan mereka dan apa yang ada di belakang mereka. Mereka tidak mengetahui sesuatu apa pun dari ilmu-Nya, kecuali apa yang Dia kehendaki. Kursi-Nya (ilmu dan kekuasaan-Nya) meliputi langit dan bumi. Dia tidak merasa berat memelihara keduanya. Dialah yang Mahatinggi lagi Maha Agung.” (QS. Al-Baqarah: 255)

Keutamaan Ayat Kursi

Dikutip dari buku Konseling Qur’ani karya Dr. H. Cholil, M.Pd.I, Ibu Katsir menyimpulkan bahwa keutamaan Ayat Kursi seperti yang telah ditegaskan dalam beberapa hadits Nabi Muhammad SAW adalah sebagai pelindung dan pembatas atau benteng dari godaan setan. Selain itu, nilai Ayat Kursi adalah setara atau sebanding dengan seperempat Al-Qur’an.

Menurut Al-Tahtawi, beberapa keutamaan membaca Ayat Kursi diantaranya:

1. Membaca Ayat Kursi, berarti kita mengagungkan nama Allah SWT.
2. Membaca Ayat Kursi setelah salat wajib, maka kita akan mendapat perlindungan Allah SWT sampai pada salat wajib berikutnya.
3. Membaca Ayat Kursi setelah salat, maka tidak akan ada yang menghalangi seseorang untuk masuk surga kecuali ia meninggal.
4. Membaca Ayat Kursi, maka kita akan mendapat perlindungan dari gangguan setan.

Ayat Kursi untuk Kekayaan

Merangkum buku Kitab Kunci Kekayaan Agung oleh Salahuddin Abbas, dijelaskan cara mengamalkan Ayat Kursi untuk melancarkan rezeki.

– Membaca Al-Fatihah sebanyak 7 kali
– Membaca istighfar sebanyak 100 kali
– Membaca sholawat 100 kali
– Membaca Ayat Kursi sebanyak 165 kai
– Membaca Asmaul Husna, Yaa Kaafi, Yaa Ghaniy, Yaa Fatah, Ya Razaq sebanyak 300 kali
– Berdoa sesuai keinginan atau hajat

Amalan ini dapat dikerjakan setiap selesai salat fardhu atau setelah salat hajat. Pastikan untuk mengamalkannya dengan sungguh-sungguh memohon ridho dan pertolongan Allah SWT.

Wallahu a’lam

(dvs/kri)



Sumber : www.detik.com

Laki-laki yang Tidak Sholat Jumat, Bagaimana Hukumnya?


Jakarta

Melaksanakan sholat Jumat hukumnya wajib bagi laki-laki. Akan tetapi jika seorang laki-laki berhalangan untuk melaksanakan sholat Jumat, bagaimana hukumnya?

Shalat Jum’at adalah ibadah sholat yang dikerjakan pada hari Jum’at dua rakaat secara berjamaah dan dilaksanakan setelah khutbah.

Allah SWT berfirman dalam surat Al-Jumuah ayat 9:


يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا نُوْدِيَ لِلصَّلٰوةِ مِنْ يَّوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا اِلٰى ذِكْرِ اللّٰهِ وَذَرُوا الْبَيْعَۗ ذٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ

Arab-latin: yâ ayyuhalladzîna âmanû idzâ nûdiya lish-sholati miy yaumil-jumu’ati fas’au ilâ dzikrillâhi wa dzarul baî’, dzâlikum khairul lakum in kuntum ta’lamûn

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, apabila (seruan) untuk melaksanakan sholat pada hari Jumat telah dikumandangkan, segeralah mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”

Hukum Sholat Jum’at

Nur Aisyah Albantany dalam buku Rahasia Kedahsyatan Hari Jumat menjelaskan bahwa sholat Jum’at memiliki hukum wajib ‘ain bagi setiap muslim laki-laki/pria dewasa beragama Islam, merdeka, sudah mukallaf, sehat badan serta muqim (bukan dalam keadaan musafir) dan menetap di dalam negeri atau tempat tertentu.

Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah SAW:

“Sholat Jum’at itu wajib bagi atas setiap muslim, dilaksanakan secara berjama’ah kecuali empat golongan, yaitu hamba sahaya, perempuan, anak kecil, dan orang sakit.” (HR. Abu Dawud, Dan Al Hakim)

Hukum Laki-laki Meninggalkan Sholat Jumat

Menurut buku Panduan Shalat Bersama Quraish Shihab karya Quraish Shihab, hukum meninggalkan sholat Jumat bagi muslim adalah haram. Tidak diperbolehkan bagi pria muslim yang sudah baligh dan tidak dalam keadaan musafir atau udzur tertentu untuk meninggalkan sholat Jumat.

Muslim yang tidak sholat Jumat tiga kali berturut-turut maka akan ditutup hatinya oleh Allah SWT sebagaimana dikatakan oleh Rasulullah SAW dalam haditsnya.

“Siapa yang meninggalkan tiga Jumat berturut-turut karena mempermudah maka Allah menutup hatinya.” (HR Muslim, Abu Daud, At-Tirmidzi)

Hal-hal yang Memperbolehkan Laki-laki Meninggalkan Sholat Jumat

Salat Jumat merupakan ibadah wajib bagi setiap pria Muslim yang sudah baligh, tidak dalam perjalanan, dan tidak memiliki uzur syar’i. Namun, menurut Fatwa-Fatwa Imam Asy-Syafi’i dalam Masalah Ibadah yang dikompilasi oleh Dr. Asmaji Muchtar, terdapat beberapa kondisi tertentu yang menjadi udzur sah dan membolehkan seseorang untuk tidak melaksanakan salat Jumat.

Berikut ini adalah lima udzur yang membolehkan laki-laki muslim untuk meninggalkan sholat Jumat menurut pandangan madzhab Syafi’i:

1. Sakit

Seorang Muslim yang sedang sakit dan merasa kondisi tubuhnya akan semakin memburuk jika tetap memaksakan diri untuk sholat Jumat, diperbolehkan untuk tidak hadir ke masjid. Ini termasuk udzur syar’i yang diakui dalam fikih Islam.

2. Ditahan atau Dipenjara

Seseorang yang tengah berada dalam tahanan atau penjara dan tidak memungkinkan baginya untuk melaksanakan salat Jumat berjamaah bersama umat Islam lainnya, juga diberikan keringanan. Kondisi ini dianggap sebagai halangan yang sah menurut hukum Islam.

3. Menjaga Anggota Keluarga yang Sakit Parah

Jika seorang Muslim harus merawat orang tua, anak, atau anggota keluarga lain yang sakit keras hingga dikhawatirkan akan meninggal dunia, maka ia memiliki alasan yang sah untuk tidak salat Jumat. Prioritas dalam menjaga nyawa dan mendampingi keluarga dalam kondisi darurat diakui sebagai udzur.

4. Cuaca Ekstrem

Mengutip kitab Fiqh Al-‘Ibadat karya Syaikh Dr. Alauddin Za’tari, yang mengulas madzhab Syafi’i, kondisi cuaca yang ekstrem seperti hujan deras yang membuat pakaian basah dan tidak adanya tempat berteduh menjadi alasan yang membolehkan seorang Muslim untuk tidak menghadiri sholat Jumat. Islam tidak memaksakan ibadah yang dapat menimbulkan kesulitan berlebihan.

5. Rasa Takut yang Mengancam Jiwa atau Kehormatan

Rasa takut yang timbul akibat adanya ancaman terhadap nyawa, kehormatan, atau harta benda juga termasuk uzur syar’i. Jika seorang Muslim khawatir akan keselamatannya atau terpisah dari rombongan dalam situasi genting, maka ia diperbolehkan tidak melaksanakan sholat Jumat.

Hal ini diperkuat oleh hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda:

“Barang siapa yang mendengar seruan adzan namun tidak memiliki udzur yang sah, maka sholatnya tidak diterima.” (HR Abu Dawud)

Ketika para sahabat bertanya apa yang dimaksud dengan udzur tersebut, Rasulullah menjawab, “Rasa takut dan sakit.”

(lus/inf)



Sumber : www.detik.com

Kemenyan dalam Pandangan Islam, Benarkah Aromanya Disukai Nabi SAW?



Jakarta

Dalam masyarakat Indonesia, penggunaan menyan atau dupa sering kali menjadi polemik, terutama dalam konteks keislaman. Ada yang menganggap perbuatan tersebut sebagai syirik atau menyerupai amalan perdukunan.

Kemenyan adalah bahan aromatik yang berasal dari getah pohon tertentu. Dalam berbagai budaya, termasuk di Nusantara, kemenyan digunakan dalam ritual adat atau pengobatan tradisional. Namun, bagaimana pandangan Islam terhadap kemenyan?

Dikutip dari buku Ensiklopedi Upakara: Edisi Lengkap karya I Nyoman Jati, kemenyan adalah aroma wewangian berbentuk kristal yang digunakan dalam dupa atau parfum. Kristal ini diolah dari pohon jenis Boswellia.


Secara bahasa, kemenyan adalah zat beraroma khas yang dibakar untuk menghasilkan asap harum. Dalam bahasa Arab, kemenyan dikenal dengan nama “al-bakhūr” atau “lubān”. Ada pula jenis kemenyan bernama “kundur” atau “lubān dzakar”, yang biasa digunakan dalam pengobatan Arab dan ruqyah.

Kemenyan memiliki sejarah panjang dalam berbagai peradaban, termasuk Mesir kuno, Yunani, India, hingga Arab. Di Timur Tengah, khususnya Jazirah Arab, membakar kemenyan adalah tradisi umum, terutama untuk mengharumkan rumah, pakaian, dan masjid.

Penggunaan Kemenyan dalam Sejarah Islam

Dalam sejarah Islam, kemenyan pernah disebut dalam beberapa riwayat yang menunjukkan bahwa penggunaannya bukan hal asing bagi bangsa Arab, termasuk kaum muslimin. Dijelaskan dalam sebuah riwayat,

“Dahulu Nabi SAW mengharumkan dirinya dengan minyak wangi dan buhur (kemenyan), terutama pada hari Jumat.” (HR. Ahmad dan al-Bazzar – sanadnya hasan)

Riwayat ini menunjukkan bahwa membakar kemenyan sebagai wewangian pernah dilakukan, bahkan oleh Rasulullah SAW. Namun tentu harus dipahami dalam konteks penggunaan yang dibenarkan, bukan dikaitkan dengan hal-hal mistik atau syirik.

Dalam buku Taudhihul Adillah 2 karya H Muhammad Syafi`i dijelaskan bahwa membakar dupa, mustika, setinggi kayu gaharu, kemenyan yang harum untuk megharumkan ruangan yang membawa ketenangan suasana adalah suatu hal yang baik, ditinjau dari sudut ataupun agama.

Rasulullah SAW menyukai wangi-wangian, baik berupa minyak wangi, bunga-bungaan ataupun pembakaran dupa.

Dalam hadits yang diriwayatkan dari Jabir RA, Nabi SAW bersabda,
“Apabila kamu mengukup (memberi wewangian) mayit, maka ganjilkanlah. ” (HR Ibnu Hibban dan Al Hakim)

Dan menurut riwayat Imam Ahmad, Dari Jabir RA, ia berkata, Nabi SAW bersabda,
“Apabila kamu mengukup mayit, maka ungkuplah tiga kali.” (HR Ahmad)

Dilansir dari NU Online, bahkan beberapa sahabat Nabi SAW berwasiat agar kain kafan mereka diukup,

أوصى أبوسعيد وابن عمر وابن عباس رضي الله عنهم ان تجمر اكفنهم بالعود

Artinya: Abu Said, Ibnu Umar dan Ibnu Abbas ra. Berwasiat agar kain-kain kafan mereka diukup dengan kayu gaharu Bahkan Rasulullah SAW pernah bersabda,

“Jauhkanlah masjid-masjid kamu dari anak-anak kamu, dari pertengkaran kamu, pendarahan kamu dan jual beli kamu. Ukuplah masjid-masjid itu pada hari perhimpunan kamu dan jadikanlah pada pintu-pintunya itu alat-alat bersuci.” (HR. Al-Thabrani).

Hadits-hadits tersebut menunjukkan betapa wangi-wangian adalah sesuatu yang telah menjadi tradisi di zaman Rasulullah SAW.

Hukum Membakar Kemenyan

Habib Novel Alaydrus dalam tayangan di YouTube channelnya yang berjudul Membakar Menyan (kemenyan), menjelaskan hukum membakar kemenyan dalam Islam. detikHikmah telah mendapat izin dari Habib Novel Alaydrus untuk mengutip isi tayangan ini. Dalam video, ia menjelaskan bahwa penggunaan kemenyan sebagai wangi-wangian adalah bagian dari sunnah.

“Menyan adalah istilah dalam bahasa Jawa yang merujuk pada bahan aromatik yang dibakar, menghasilkan asap yang beraroma khas. Dalam istilah modern, menyan bisa disamakan dengan aromaterapi, yaitu membakar bahan tertentu untuk menciptakan suasana harum,” jelas Habib Novel.

Lebih lanjut Habib Novel menjelaskan dalam bahasa Arab, istilah menyan dikenal sebagai “bukhūr” atau “ghāru” (gaharu). Rasulullah SAW dan para sahabat dikenal menyukai bau-bauan harum, terutama saat hendak salat atau menghadiri majelis.

Islam sangat menjunjung tinggi kebersihan dan keharuman. Rasulullah SAW bersabda,

“Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan.” (HR. Muslim)

Maka, jika seseorang membakar menyan atau dupa dengan niat untuk mengharumkan ruangan, menyegarkan suasana ibadah, atau mengikuti sunnah Nabi saw dalam menjaga kebersihan dan aroma tubuh, maka perbuatan itu tergolong mustahabb (disukai) bahkan sunnah.

Sayangnya, sebagian orang terburu-buru menuduh bahwa membakar menyan adalah perbuatan syirik. Padahal, tidak semua yang tampak serupa dengan ritual syirik otomatis dihukumi syirik. Yang menjadi ukuran dalam Islam adalah niat dan tujuan.

“Jika niatnya untuk mengharumkan ruangan sehingga orang lebih khusyuk dalam berdoa, agar para malaikat senang, maka itu sunnah yang pernah dianjurkan. Maka jangan dikatakan orang yang bakar menyan telah berbuat musyrik, dia telah menyekutukan Allah. Di mana letak menyekutukan Allah? Tidak ada, karena niatnya adalah untuk mengagungkan sunnah Nabi Muhammad SAW agar harum wangi dan khusuk.” jelas Habib Novel.

(dvs/lus)



Sumber : www.detik.com

Surat Al-Falaq Arab, Latin dan Terjemahan Lengkap

Bacaan Surat Al Falaq Arab, Latin, dan Artinya

Asbabun Nuzul atau Penyebab Turunnya Surat Al Falaq

Al-Falaq adalah surat ke-113. Surat ini memiliki banyak keutamaan, termasuk sebagai bacaan untuk melindungi diri dari kejahatan hingga menjadi obat dari berbagai penyakit.

Al-Falaq artinya waktu subuh. Surat ini terdiri dari 5 ayat dan termasuk golongan surat Makkiyah. Surat ini menjelaskan tentang menjaga diri dan anjuran berlindung kepada Allah dari kejahatan-kejahatan yang nyata.

M. Quraish Shihab dalam Tafsir al-Mishbah Jilid 15 mengemukakan latar belakang turunnya (sabab nuzul atau asbabun nuzul) Surat Al-Falaq. Menurutnya ada dua pendapat;

Pertama, ketika kaum musyrik Makkah berusaha melukai Nabi SAW dengan yang disebut ‘ain, yaitu pandangan mata yang mampu merusak. Kepercayaan beredar bahwa mata melalui tatapannya bisa menyebabkan penyakit, atau kebinasaan terhadap orang tertentu yang dimaksud.

Dengan anggapan sabab nuzul seperti ini, sebagian ulama menggolongkan Surat Al-Falaq sebagai Surat Makkiyah.

Kedua, ulama yang berpaham Surat Al-Falaq adalah Madaniyyah, mereka meyakini surat ini sebagai pengajaran bagi Rasulullah SAW untuk menangkal sihir oleh Labid bin al-A’sham, seorang Yahudi yang tinggal di Madinah.

Hadist Keutamaan Membaca Surat Al Falaq

  1. Memohon Perlindungan dari Kejahatan
  2. Imam Jalaluddin Al-Mahalli dalam kitab tafsirnya menjelaskan ayat dalam surat Al-Falaq menyebutkan tentang kejahatan yaitu dari kejahatan makhluk hidup yang berakal dan yang tidak berakal, serta dari kejahatan benda mati seperti racun dan sebagainya.

    Surat ini memiliki keutamaan bahwa hamba Allah SWT yang beriman dapat memohon perlindungan juga dari kejahatan malam hari apabila telah gelap, dan dari kejahatan waktu purnama apabila telah terbenam.

  3. Melindungi saat Tidur
  4. Surat Al-Falaq bisa dibaca sebagai doa sebelum tidur. Ini dimaksudkan untuk menangkal berbagai upaya tindakan kejahatan yang akan dilakukan makhluk ciptaan Allah SWT.

    Surat Al-Falaq bisa dibaca bersamaan dengan surat An-Nas dan Al-Ikhlas. Hal ini bahkan dianjurkan oleh Rasulullah SAW

  5. Untuk Menyembuhkan Penyakit
  6. Dalam riwayat Bukhari dan Muslim, dikutip dari buku ‘Kitab Induk Doa dan Zikir Terjemahan Kitab al-Adzkar’ karya Imam an-Nawawi, dari Aisyah RA,

    “Jika Rasulullah SAW beranjak pada tempat tidurnya, beliau menyatukan kedua telapak tangan kemudian beliau meniupnya, dan membaca surat al-Ikhlas, Al-Falaq, dan surat An-Nas, kemudian mengusapkan ke seluruh tubuhnya yang terjangkau, mulai dari kepala, wajah, dan tubuh bagian depan, hingga tiga kali.” Aisyah berkata “Ketika beliau sakit, beliau menyuruhku untuk melakukannya untuk beliau.”



Sumber : www.detik.com

5 Adab Menagih Utang yang Baik, Muslim Perhatikan Ya!


Jakarta

Setiap utang wajib hukumnya untuk dibayarkan. Orang yang memberikan utang boleh menagih uangnya apabila tidak dikembalikan sesuai kesepakatan. Meski begitu, ada sejumlah adab yang harus diperhatikan penagih utang.

Mengutip dari buku Islamic Transaction Law in Business susunan Veitzal Rivai, hukum utang piutang dijelaskan dalam Al-Qur’an, tepatnya pada surah Al Baqarah ayat 282.

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى فَاكْتُبُوْهُۗ


Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu berutang piutang untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu mencatatnya…”

Rasulullah SAW dalam haditsnya mengatakan bahwa pemberian utang dapat membantu sesama muslim terlepas dari kesulitan di dunia. Beliau bersabda,

“Orang yang melepaskan seorang muslim dari kesulitannya di dunia, Allah akan melepaskan kesulitannya di hari kiamat; dan Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama ia (suka) menolong saudaranya.” (HR Muslim)

Adab Menagih Utang yang Baik bagi Muslim

Berikut adab menagih utang yang baik seperti dinukil dari buku Dosa Besar Kecil yang Terabaikan Penyebab Siksa Azab Kubur yang Maha Pedih oleh Nur Aisyah Albantany dan kitab Mausuu’atul Aadaab al-Islamiyyah oleh Abdul Aziz bin Fathi as-Sayyid terjemahan Abu Ihsan Al Atsari.

1. Jangan Menagih Sebelum Waktu yang Ditentukan

Adab pertama yang harus diperhatikan oleh penagih utang adalah jangan menagih sebelum waktu pembayaran yang disepakati. Karenanya ketika berutang dianjurkan memberi tempo pembayaran.

2. Tidak Menetapkan Bunga

Bunga termasuk riba yang harus dihindari oleh muslim. Riba termasuk dosa besar dan dilarang dalam agama Islam.

Menetapkan bunga pada utang maka melebihi jumlah angka pinjaman yang akan dikembalikan oleh orang yang berutang. Allah SWT berfirman dalam surah Al Baqarah ayat 278,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَذَرُوا۟ مَا بَقِىَ مِنَ ٱلرِّبَوٰٓا۟ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.”

3. Jangan Menagih ketika Orang yang Berutang Kesulitan

Adab lain yang harus dipahami oleh penagih utang adalah jangan menagih utang ketika yang berutang kesulitan. Dalam kondisi ini, mereka tidak mampu membayar utangnya sehingga penagih dianjurkan menunggu.

Dari Abu Qatadah RA berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,

“Siapa yang senang diselamatkan Allah SWT dari kesusahan hari kiamat, maka sebaiknya menghilangkan kesusahan orang yang terlilit utang atau membebaskannya.” (HR Muslim)

4. Menagih Baik-baik Tanpa Kekerasan atau Emosi

Ketika menagih utang, hendaknya muslim melakukannya dengan baik-baik tanpa kekerasan atau emosi. Ini sesuai yang disampaikan Rasulullah SAW,

“Siapa yang menuntut haknya, sebaiknya menuntut dengan baik, baik pada orang yang inigin menunaikannya atau pada orang yang tidak ingin menunaikannya.” (HR Ibnu Majah)

5. Mulai Menagih saat Jatuh Tempo

Apabila muslim menyepakati utang dibayar pada waktu tertentu, tagih sesuai kesepakatan. Orang yang berutang juga hendaknya melunasi utang sesuai tempo pembayaran yang diberikan.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com