Larangan Bicara di 3 Waktu Ini dalam Islam, Apa Saja?


Jakarta

Islam sangat menekankan adab menjaga lisan, termasuk larangan berbicara pada waktu-waktu tertentu yang dianggap tidak tepat. Dalam kondisi tertentu, berbicara bisa menjadi sumber kekeliruan, mengganggu ibadah, atau bahkan mengurangi pahala.

Allah SWT berfirman dalam surah Qaf ayat 18,

مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ اِلَّا لَدَيْهِ رَقِيْبٌ عَتِيْدٌ


Artinya: “Tidak ada suatu kata pun yang terucap, melainkan ada di sisinya malaikat pengawas yang selalu siap (mencatat).”

Ayat ini menjadi pengingat bahwa setiap ucapan memiliki konsekuensi. Karena itu, umat Islam diajarkan untuk menahan diri dari berbicara pada situasi tertentu.

Waktu-waktu yang Dilarang untuk Berbicara dalam Islam

Berikut tiga waktu yang secara jelas dilarang untuk berbicara dalam ajaran Islam.

1. Larangan Berbicara saat Khutbah Jumat

Salah satu waktu yang dilarang untuk berbicara menurut ajaran Islam adalah ketika khatib sedang menyampaikan khutbah Jumat. Hal ini dijelaskan dalam buku Fikih Sunnah Jilid 2 karya Sayyid Sabiq. Para ulama sepakat bahwa mendengarkan khutbah merupakan kewajiban. Oleh sebab itu, berbicara saat khutbah berlangsung tidak diperbolehkan, bahkan jika tujuannya baik seperti menegur orang lain agar diam.

Larangan ini ditegaskan dalam sabda Rasulullah SAW:

“Barang siapa yang berbicara pada hari Jumat ketika imam sedang berkhutbah, maka dia seperti keledai yang membawa kitab. Dan orang yang berkata kepada orang lain, ‘diamlah’, maka Jumatnya tidak sempurna.” (HR Ahmad dan Abu Daud)

2. Larangan Berbicara saat Buang Hajat

Dijelaskan dalam buku Fiqih Wanita: Edisi Lengkap karya Syaikh Kamil Muhammad, berbicara ketika sedang buang air kecil atau besar tidak dianjurkan dalam Islam. Walaupun pembicaraan itu berkaitan dengan hal baik seperti menjawab salam atau adzan, tetap disarankan untuk diam selama berada di kamar mandi.

Ibnu Umar RA meriwayatkan:

“Ada seseorang yang melewati Nabi SAW yang ketika itu sedang buang air kecil. Orang tersebut memberi salam, namun Rasulullah tidak membalasnya.” (HR Jamaah kecuali Bukhari)

3. Larangan Berbicara saat Salat

Berbicara saat menjalankan salat juga termasuk dalam hal yang dilarang. Dalam buku Panduan Shalat Lengkap dan Praktis Wajib dan Sunnah karya Ahmad Sultoni dijelaskan bahwa percakapan di tengah salat dapat membatalkan salat. Umat Islam diperintahkan untuk menjaga kekhusyukan dan menghindari ucapan yang bukan bagian dari ibadah.

Zaid bin Al-Arqam RA menceritakan:

“Dahulu kami biasa berbicara saat salat. Seseorang berbicara dengan temannya di dalam salat. Lalu turunlah firman Allah: ‘Berdirilah untuk Allah dengan khusyuk.’ Setelah itu kami diperintahkan diam dan dilarang berbicara dalam salat.” (HR Jamaah kecuali Ibnu Majah)

(inf/kri)



Sumber : www.detik.com

Tidak Sempurna Jika Masih Ada Anak Kelaparan



Jakarta

Kementerian Agama (Kemenag) menggelar Zikir dan Doa Kebangsaan di kawasan Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat, Jumat (1/8/2025) malam. Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar menyebut, kemerdekaan tidak akan sempurna jika masih ada anak-anak yang kelaparan.

“Presiden kita selalu menekankan bahwa kemerdekaan tidak sempurna jika masih ada anak-anak kelaparan,” kata Nasaruddin Umar dalam keterangan persnya.


Nasaruddin Umar mengatakan, mengisi kemerdekaan sejati adalah dengan menghadirkan keadilan sosial. Indikatornya adalah terpenuhinya gizi dan akses pendidikan merata bagi anak bangsa.

“Bagaimana masa depan bangsa ini kalau generasi mudanya kekurangan gizi? Maka pemberian gizi sehat dan pendidikan adalah bentuk konkret pengisian kemerdekaan,” tegasnya.

Menurutnya, banyak anak muda Indonesia yang cerdas tetapi terhalang oleh akses pendidikan, terutama untuk kuliah di perguruan tinggi kelas dunia. Ia menyebut program Pendidikan Garuda sebagai salah satu upaya agar anak-anak Indonesia bisa mengakses ilmu global tanpa meninggalkan akar spiritual dan kebangsaan.

Di samping itu, Menag Nasaruddin Umar menyebut bahwa proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945 bukan hanya peristiwa politik, melainkan juga momen spiritual. Menurutnya, proklamasi yang dibacakan pada hari Jumat, 9 Ramadan 1364 Hijriah, adalah sebuah isyarat ilahiah.

“Ini bukan kebetulan. Para proklamator menyadari betul bahwa hari itu bukan sekadar tanggal, tapi juga momentum ilahiah. Zikir dan doa menjadi bagian dari kekuatan bangsa ini sejak awal berdiri,” ujarnya.

Menag juga menjelaskan empat istilah dalam tradisi Islam yang menggambarkan makna kemerdekaan, yaitu istiqlal, tahrir, hurriyah, dan in’itaq. Dari keempatnya, kata kunci utamanya adalah istiqlal, yang berarti merdeka dari penjajahan dan kekuasaan zalim.

“Tanpa istiqlal, tidak mungkin ada hurriyah, tahrir, dan in’itaq. Karena itu, Masjid Istiqlal bukan sekadar bangunan, melainkan nazar bangsa atas nikmat kemerdekaan,” paparnya.

Zikir dan doa kebangsaan yang dipimpin para tokoh lintas agama, sambungnya, membuktikan bahwa keberagaman adalah kekuatan Indonesia. Keberagaman yang terjaga adalah fondasi kuat untuk menjaga keutuhan NKRI.

“Inilah Indonesia. Negara yang sangat plural tapi tetap kokoh. Jumlah pulaunya besar, etniknya banyak, agamanya beragam, bahkan waktu dan ruangnya berbeda. Tapi kita bisa utuh karena satu: komitmen terhadap nilai kemanusiaan dan ketuhanan,” kata Menag.

Ia juga menekankan bahwa doa adalah senjata paling ampuh bagi orang beriman. Bangsa ini, kata dia, berdiri berkat doa para ulama, tokoh agama, dan rakyat kecil yang ikhlas.

(hnh/lus)



Sumber : www.detik.com

Tabel 99 Asmaul Husna dan Artinya Lengkap



Jakarta

Asmaul Husna adalah nama-nama baik Allah SWT yang jumlahnya ada 99. Asmaul Husna kerap dijadikan dzikir karena besarnya keutamaan di dalamnya.

Jumlah Asmaul Husna dan keutamaan mengamalkannya diterangkan dalam sebuah hadits shahih yang berasal dari Abu Hurairah RA dari Nabi SAW. Menukil kitab Bulughul Maram karya Ibnu Hajar al-Asqalani, berikut bunyi haditsnya:

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ اللهِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ إِنَّ لِلَّهِ تِسْعًا وَتِسْعِيْنَ اسْمًا، مَنْ أَحْصَاهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ. وَسَاقَ التَّرْمِذِيُّ وَابْنُ حِبَّانَ الْأَسْمَاءَ، وَالتَّحْقِيقُ أَنَّ سَرْدَهَا إِدْرَاجُ مِنْ بَعْضِ الرُّوَاةِ


Artinya: Dari Abu Hurairah RA bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah mempunyai 99 nama, barang siapa menghafalnya ia masuk surga.” (Muttafaq ‘Alaih) At-Tirmidzi dan Ibnu Hibban menguraikan nama-nama tersebut, sebenarnya penyebutan nama-nama itu adalah penyusupan oleh sebagian perawi hadits.

Menurut penjelasan Hamka dalam buku Pelajaran Agama Islam terkait hadits tersebut, arti “barang siapa yang menghitungnya (membacanya) akan masuk surga” adalah orang tersebut akan diberi pahala. Orang yang membacanya akan mendapat pahala jika benar-benar tahu arti dari setiap nama-nama Allah SWT itu.

“Misalnya apabila semangat terasa dalam menghadapi kesukaran hidup, kita baca ‘Ya Qawiyyun, ya Azizun’ (Wahai Tuhanku Yang Mahakuat dan Mahaperkasa). Dengan mengingat makna yang terkandung di dalamnya, niscaya akan timbul pulalah kekuatan pada diri kita sendiri karena bersandar kepada kekuatan Ilahi,” jelas Hamka.

Berikut daftar Asmaul Husna lengkap 99 dengan tulisan Arab, latin, dan artinya.

(kri/lus)



Sumber : www.detik.com

tentang Toleransi dan Keteguhan Iman


Jakarta

Surah Al-Kafirun adalah salah satu surah pendek dalam Al-Qur’an yang mengandung pelajaran penting tentang keteguhan dalam beragama. Surah ini menegaskan bahwa ajaran tauhid tidak bisa dicampur dengan keyakinan lain.

Dalam buku Hidup bersama Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam karya Daeng Naja disebutkan bahwa Rasulullah SAW menganjurkan membaca surah Al-Kafirun pada rakaat pertama salat sunnah qobliyah Subuh, dan surah Al-Ikhlas pada rakaat kedua. Hal ini sesuai dengan hadits riwayat Muslim:

“Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam membaca ketika salat sunnah qobliyah Subuh, surah Al-Kafirun dan surah Al-Ikhlas.” (HR Muslim)


Artikel ini akan menyajikan bacaan lengkap surah Al-Kafirun dalam tulisan Arab, latin, terjemahan, serta penjelasan tafsirnya agar mudah dipahami.

Surah Al-Kafirun: Arab, Latin, dan Terjemahan

1. قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ

Arab latin: Qul yaa ayyuhal-kaafiruun
Artinya: Katakanlah: “Hai orang-orang kafir,

2. لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ

Arab latin: Laa a’budu maa ta’buduun
Artinya: Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.

3. وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ

Arab latin: Wa laa antum ‘aabiduuna maa a’bud
Artinya: Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah.

4. وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ

Arab latin: Wa laa ana ‘aabidum maa ‘abadtum
Artinya: Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah,

5. وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ

Arab latin: Wa laa antum ‘aabiduuna maa a’bud
Artinya: Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah.

6. لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ

Arab latin: Lakum diinukum wa liya diin
Artinya: Untukmu agamamu, dan untukku lah, agamaku.

Tafsir Surah Al-Kafirun

Berdasarkan Tafsir Al-Azhar susunan Buya Hamka, surah Al-Kafirun diturunkan di Makkah sebagai jawaban atas tawaran kompromi dari para tokoh Quraisy kepada Nabi Muhammad SAW. Mereka mengajak Nabi untuk saling bergantian menyembah tuhan masing-masing dengan harapan tercipta perdamaian di tengah perbedaan keyakinan.

Namun, tawaran ini ditolak dengan tegas melalui turunnya surah ini. Allah memerintahkan Nabi untuk menyampaikan bahwa tidak ada titik temu antara ajaran tauhid dengan penyembahan berhala. Nabi tidak menyembah apa yang mereka sembah, dan mereka pun tidak menyembah apa yang beliau sembah.

Perbedaan ini tidak hanya terletak pada siapa yang disembah, tetapi juga pada cara beribadah. Nabi menyembah Allah yang Maha Esa dengan cara yang benar sesuai petunjuk wahyu, sedangkan kaum musyrik menyembah berhala dengan cara yang mereka buat sendiri. Karena itu, ajaran keduanya tidak bisa disatukan.

Dalam hal keyakinan, tidak ada ruang untuk mencampuradukkan antara kebenaran dan kesesatan. Surah ini menjadi penegasan bahwa masing-masing memiliki agama sendiri, dan umat Islam harus menjaga kemurnian tauhid tanpa dipengaruhi ajaran lain. Akidah tidak bisa disesuaikan dengan kepercayaan lain. Mencampur ibadah kepada Allah dengan unsur-unsur syirik justru menghilangkan nilai ibadah itu sendiri.

(inf/kri)



Sumber : www.detik.com

Arab, Asbabun Nuzul dan Kandungannya


Jakarta

Surah Al-Baqarah dikenal sebagai surah terpanjang dalam Al-Qur’an. Namun, di balik panjangnya ayat-ayat yang terkandung di dalamnya, terdapat keutamaan luar biasa terutama pada tiga ayat terakhirnya, 284-486.

Dalam sebuah hadits dari Sahl bin Sa’d yang dikutip dari Ad-Du’aa Al-Mustajaab karya Ahmad ‘Abdul Jawwad terjemahan Masturi Irham dan M. Asmui Taman, Rasulullah SAW bersabda,

إِنَّ لِكُلِّ شَيْءٍ سَنَامًا وَإِنَّ سَنَامَ الْقُرْآنِ الْبَقَرَةُ مَنْ قَرَأَهَا فِي بَيْتِهِ لَيْلًا لَمْ يَدْخُلْهُ الشَّيْطَانُ ثَلَاثَ لَيَالٍ وَمَنْ قَرَأَهَا فِي بَيْتِهِ نَهَارًا لَمْ يَدْخُلْهُ الشَّيْطَانُ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ


Artinya: “Sesungguhnya segala sesuatu memiliki puncak, dan puncak Al-Qur’an adalah surah Al-Baqarah. Barang siapa yang membacanya di rumah pada malam hari, maka setan tidak akan masuk ke rumahnya selama tiga malam. Barang siapa yang membacanya di siang hari, maka setan tidak akan masuk ke rumahnya selama tiga hari.” (HR Ibnu Hibban, Thabrani, Baihaqi)

Hadits ini menunjukkan betapa besarnya keutamaan surah ini, termasuk tiga ayat terakhirnya yang berisi pengakuan iman, permintaan ampun, dan harapan kepada Allah SWT

Surah Al Baqarah Ayat 284-286 dalam Arab, Latin, dan Terjemahannya

لِلّٰهِ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَمَا فِى الْاَرْضِ ۗ وَاِنْ تُبْدُوْا مَا فِيْٓ اَنْفُسِكُمْ اَوْ تُخْفُوْهُ يُحَاسِبْكُمْ بِهِ اللّٰهُ ۗ فَيَغْفِرُ لِمَنْ يَّشَاۤءُ وَيُعَذِّبُ مَنْ يَّشَاۤءُ ۗ وَاللّٰهُ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ ٢٨٤

Arab latin: Lillāhi mā fis-samāwāti wa mā fil-arḍ, wa in tubdụ mā fī anfusikum au tukhfụhu yuḥāsibkum bihillāh, fa yagfiru limay yasyā`u wa yu’ażżibu may yasyā`, wallāhu ‘alā kulli syai`ing qadīr

Artinya: “Milik Allahlah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Jika kamu menyatakan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikannya, niscaya Allah memperhitungkannya bagimu. Dia mengampuni siapa saja yang Dia kehendaki dan mengazab siapa pun yang Dia kehendaki. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (284)

اٰمَنَ الرَّسُوْلُ بِمَآ اُنْزِلَ اِلَيْهِ مِنْ رَّبِّهٖ وَالْمُؤْمِنُوْنَۗ كُلٌّ اٰمَنَ بِاللّٰهِ وَمَلٰۤىِٕكَتِهٖ وَكُتُبِهٖ وَرُسُلِهٖۗ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ اَحَدٍ مِّنْ رُّسُلِهٖ ۗ وَقَالُوْا سَمِعْنَا وَاَطَعْنَا غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَاِلَيْكَ الْمَصِيْرُ ٢٨٥

Arab latin: Amanar-rasụlu bimā unzila ilaihi mir rabbihī wal-mu`minụn, kullun āmana billāhi wa malā`ikatihī wa kutubihī wa rusulih, lā nufarriqu baina aḥadim mir rusulih, wa qālụ sami’nā wa aṭa’nā gufrānaka rabbanā wa ilaikal-maṣīr

Artinya: “Rasul (Muhammad) beriman pada apa (Al-Qur’an) yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang mukmin. Masing-masing beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya. (Mereka berkata,) “Kami tidak membeda-bedakan seorangpun dari rasul-rasul-Nya.” Mereka juga berkata, “Kami dengar dan kami taat. Ampunilah kami, wahai Tuhan kami. Hanya kepada-Mu tempat (kami) kembali.” (285)

لَا يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلَّا وُسْعَهَا ۗ لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ ۗ رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَآ اِنْ نَّسِيْنَآ اَوْ اَخْطَأْنَا ۚ رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَآ اِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهٗ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا ۚ رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهٖۚ وَاعْفُ عَنَّاۗ وَاغْفِرْ لَنَاۗ وَارْحَمْنَا ۗ اَنْتَ مَوْلٰىنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكٰفِرِيْنَ ࣖ ٢٨٦

Arab latin: Laa yukalliful-laahu nafsan illaa wus’ahaa; lahaa maa kasabat wa ‘alaihaa maktasabat; rabbanaa la tu’aakhidznaa in nasiinaaa aw akhtaa-naa; rabbanaa wa laa tahmil-‘alainaaa ishran kamaa hamaltahuu ‘alal-ladziina min qablinaa; rabbanaa wa laa tuhammilnaa maa laa thooqatalanaa bih, wa’fuannaa waghfirlanaa warhamnaa, anta maulanaa fanshurnaa ‘alal-qoumil-kaafiriin

Artinya: “Allah tidak membebani seseorang, kecuali menurut kesanggupannya. Baginya ada sesuatu (pahala) dari (kebajikan) yang diusahakannya dan terhadapnya ada (pula) sesuatu (siksa) atas (kejahatan) yang diperbuatnya. (Mereka berdoa,) “Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami salah. Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau bebani kami dengan beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tidak sanggup kami memikulnya. Maafkanlah kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami. Engkaulah pelindung kami. Maka, tolonglah kami dalam menghadapi kaum kafir.” (286)

Kandungan Surah Al-Baqarah Ayat 284-286

Berdasarkan Tafsir Al-Azhar susunan Buya Hamka, surah Al Baqarah ayat 284 menjadi pengingat bahwa segala sesuatu di langit dan di bumi adalah milik Allah. Bahkan lintasan hati dan pikiran manusia tidak luput dari perhatian-Nya. Dalam kehidupan, manusia kerap mengalami pergolakan batin seperti rasa benci, iri, dendam, atau keinginan terhadap sesuatu yang dilarang.

Di sisi lain, ada pula dorongan untuk berbuat baik. Selama itu semua masih berupa lintasan dalam hati dan belum diwujudkan menjadi tindakan nyata, belumlah tercatat sebagai dosa. Namun jika sudah menjadi niat yang kuat dan mulai dilakukan, maka seseorang akan dimintai pertanggungjawaban.

Sementara itu, niat baik yang belum sempat dilakukan sudah mendapat nilai kebaikan di sisi Allah. Ini menunjukkan betapa pentingnya muhasabah atau introspeksi, agar seseorang mampu menilai dan mengendalikan isi pikirannya sebelum berubah menjadi perbuatan.

Ayat 285 menjelaskan bahwa Rasulullah SAW dan orang-orang beriman menerima sepenuh hati wahyu yang diturunkan kepada mereka. Iman yang mereka miliki mencakup keyakinan kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan para rasul tanpa membeda-bedakan.

Mereka mengucapkan, “Kami dengar dan kami taat,” sebagai ungkapan penerimaan penuh terhadap ajaran agama. Bersamaan dengan itu, mereka juga memohon ampun kepada Allah, karena menyadari bahwa sebagai manusia, mereka tidak lepas dari kesalahan. Semakin tinggi tingkat keimanan seseorang, semakin besar pula rasa takutnya kepada Allah dan keinginannya untuk mendapatkan pengampunan.

Ayat 286 memberikan ketenangan kepada orang-orang beriman bahwa Allah tidak membebani seseorang di luar batas kemampuannya. Segala kewajiban yang dibebankan oleh Allah pasti sesuai dengan kapasitas manusia. Bila seseorang tidak mampu karena sakit atau kondisi tertentu, ada keringanan yang disediakan. Bahkan kesalahan yang terjadi karena lupa atau tidak sengaja tidak dihitung sebagai dosa.

Setiap perbuatan baik dibalas sesuai dengan usaha seseorang, sementara keburukan pun dibalas sesuai tanggung jawab pelakunya. Amal baik terasa ringan karena memberikan ketenangan, sedangkan dosa terasa berat karena menyalahi nurani.

Asbabun Nuzul Al Baqarah Ayat 284-286

Dalam Asbabun Nuzul Sebab Turunnya Ayat Al-Qur’an karya Jalaluddin as-Suyuthi, dijelaskan bahwa saat ayat 284 diturunkan, para sahabat merasa khawatir dan gelisah. Abu Hurairah RA meriwayatkan bahwa surah Al Baqarah ayat 284 yang berbunyi, “Jika engkau nyatakan apa yang ada dalam hatimu atau engkau sembunyikan, niscaya Allah memperhitungkannya untukmu,” membuat mereka merasa tak sanggup menanggung beban itu. Mereka pun segera menemui Rasulullah SAW, berlutut di hadapan beliau, dan berkata:

“Telah turun kepadamu ayat ini, sedangkan kami tidak sanggup menanggungnya.”

Rasulullah SAW kemudian bersabda:

“Apakah kalian ingin mengatakan seperti yang dikatakan oleh dua Ahli Kitab sebelum kalian, yaitu: ‘Kami dengar, tetapi kami tidak menaati?’ Katakanlah: ‘Kami dengar dan kami taat. Ampunilah kami, ya Tuhan kami, dan kepada-Mu tempat kembali.'”

Ketika mereka menerima ajaran itu dengan sepenuh hati dan mengucapkan perkataan tersebut, Allah menurunkan ayat ke-286. Ayat ini menjadi peneguh hati bagi mereka, bahwa Allah tidak membebani seseorang di luar kemampuannya.

Riwayat yang serupa juga disampaikan oleh Ibnu Abbas RA dan tercantum dalam sahih Muslim serta sumber-sumber lainnya.

(inf/kri)



Sumber : www.detik.com

Senin-Kamis, Ayyamul Bidh dan Daud


Jakarta

Agustus 2025 bertepatan dengan bulan Safar dan Rabiul Awal 1447 H. Ada amalan puasa sunnah yang bisa diamalkan pada bulan ini.

Puasa merupakan salah satu ibadah utama dalam Islam yang tidak hanya terbatas pada bulan Ramadhan. Di luar puasa wajib, terdapat berbagai puasa sunnah yang sangat dianjurkan. Meskipun tidak diwajibkan, puasa sunnah mengandung pahala besar, keutamaan, dan manfaat kesehatan yang luar biasa.


Apa Itu Puasa Sunnah?

Puasa sunnah adalah puasa yang tidak diwajibkan, namun sangat dianjurkan untuk dilakukan oleh umat Islam sebagai bentuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan mengikuti sunnah Nabi Muhammad SAW. Puasa ini memiliki pahala yang besar, namun tidak berdosa jika ditinggalkan.

Dikutip dari buku Inilah Alasan Rasulullah SAW Menganjurkan Puasa Sunah karya H. Amirulloh Syarbini dan Hj. Iis Nur’aeni Afgandi, puasa sunnah dilakukan sesuai dengan anjuran Rasulullah SAW, pada hari-hari tertentu yang telah ditunjukkan oleh Rasulullah SAW.

Puasa sunnah berhukum sunnah muakkadah (sangat dianjurkan). Artinya, pelakunya mendapat pahala, sementara orang yang tidak melakukannya tidak berdosa. Namun, meninggalkannya secara terus-menerus bisa membuat seseorang kehilangan banyak keutamaan dan kesempatan untuk meraih cinta Allah SAW.

Puasa Sunnah Bulan Agustus 2025

Sejumlah puasa sunnah yang bisa dikerjakan bulan Agustus 2025 antara lain puasa Senin Kamis, puasa Ayyamul Bidh dan puasa Daud.

1. Puasa Senin dan Kamis

Puasa ini dianjurkan karena Rasulullah SAW biasa melaksanakannya secara rutin.

Dalam hadits, Rasulullah SAW bersabda, “Amal-amal manusia diperiksa pada hari Senin dan Kamis, maka aku ingin ketika amalanku diperiksa, aku dalam keadaan berpuasa.” (HR. Tirmidzi)

2. Puasa Ayyamul Bidh (Tanggal 13, 14, 15 Hijriyah)

Disebut juga “hari-hari putih” karena bulan tampak terang di malam hari.

Dalil yang melandasinya adalah hadits Rasulullah SAW, “Berpuasalah tiga hari setiap bulan, karena satu kebaikan dibalas sepuluh kali lipat, maka itu seperti puasa sepanjang tahun.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

3. Puasa Dawud

Yaitu puasa sehari dan berbuka sehari, secara selang-seling. Dalam hadits dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash, ia berkata bahwa Rasulullah SAW mengatakan padanya,

أَحَبُّ الصَّلاَةِ إِلَى اللَّهِ صَلاَةُ دَاوُدَ – عَلَيْهِ السَّلاَمُ – وَأَحَبُّ الصِّيَامِ إِلَى اللَّهِ صِيَامُ دَاوُدَ ، وَكَانَ يَنَامُ نِصْفَ اللَّيْلِ وَيَقُومُ ثُلُثَهُ وَيَنَامُ سُدُسَهُ ، وَيَصُومُ يَوْمًا وَيُفْطِرُ يَوْمًا

“Sebaik-baik shalat di sisi Allah adalah shalatnya Nabi Daud ‘alaihis salam. Dan sebaik-baik puasa di sisi Allah adalah puasa Daud. Nabi Daud dahulu tidur di pertengahan malam dan beliau shalat di sepertiga malamnya dan tidur lagi di seperenamnya. Adapun puasa Daud yaitu puasa sehari dan tidak berpuasa di hari berikutnya.” (HR. Bukhari).

Jadwal Puasa Sunnah Agustus 2025

Puasa Ayyamul Bidh Agustus 2025

Berikut jadwal puasa Ayyamul Bidh Agustus 2025 yang bertepatan dengan bula Safar 1447 H:

Kamis, 7 Agustus 2025 = 13 Safar 1447 H
Jumat, 8 Agustus 2025 = 14 Safar 1447 H
Sabtu, 9 Agustus 2025 = 15 Safar 1447 H

Puasa Senin Kamis Agustus 2025

Selain puasa Ayyamul Bidh, di bulan Agustus 2025 umat Islam juga bisa melaksanakan puasa sunnah Senin-Kamis. Berikut jadwal lengkap puasa Senin Kamis:

Senin, 4 Agustus 2025 = 10 Safar 1447 H
Kamis, 7 Agustus 2025 = 13 Safar 1447 H
Senin, 11 Agustus 2025 = 17 Safar 1447 H
Kamis, 14 Agustus 2025 = 20 Safar 1447 H
Senin, 18 Agustus 2025 = 24 Safar 1447 H
Kamis, 21 Agustus 2025 = 27 Safar 1447 H
Senin, 25 Agustus 2025 = 1 Rabiul Awal 1447 H
Kamis, 28 Agustus 2025 = 4 Rabiul Awal 1447 H

Puasa Daud Agustus 2025

Puasa Daud bisa dikerjakan secara selang seling. Untuk pelaksanaannya bisa melihat kalender Hijriah Agustus 2025. Berikut rujukan lengkapnya:

Jumat, 1 Agustus 2025 = 7 Safar 1447 H
Sabtu, 2 Agustus 2025 = 8 Safar 1447 H
Minggu, 3 Agustus 2025 = 9 Safar 1447 H
Senin, 4 Agustus 2025 = 10 Safar 1447 H
Selasa, 5 Agustus 2025 = 11 Safar 1447 H
Rabu, 6 Agustus 2025 = 12 Safar 1447 H
Kamis, 7 Agustus 2025 = 13 Safar 1447 H
Jumat, 8 Agustus 2025 = 14 Safar 1447 H
Sabtu, 9 Agustus 2025 = 15 Safar 1447 H
Minggu, 10 Agustus 2025 = 16 Safar 1447 H
Senin, 11 Agustus 2025 = 17 Safar 1447 H
Selasa, 12 Agustus 2025 = 18 Safar 1447 H
Rabu, 13 Agustus 2025 = 19 Safar 1447 H
Kamis, 14 Agustus 2025 = 20 Safar 1447 H
Jumat, 15 Agustus 2025 = 21 Safar 1447 H
Sabtu, 16 Agustus 2025 = 22 Safar 1447 H
Minggu, 17 Agustus 2025 = 23 Safar 1447 H
Senin, 18 Agustus 2025 = 24 Safar 1447 H
Selasa, 19 Agustus 2025 = 25 Safar 1447 H
Rabu, 20 Agustus 2025 = 26 Safar 1447 H
Kamis, 21 Agustus 2025 = 27 Safar 1447 H
Jumat, 22 Agustus 2025 = 28 Safar 1447 H
Sabtu, 23 Agustus 2025 = 29 Safar 1447 H
Minggu, 24 Agustus 2025 = 30 Safar 1447 H
Senin, 25 Agustus 2025 = 1 Rabiul Awal 1447 H
Selasa, 26 Agustus 2025 = 2 Rabiul Awal 1447 H
Rabu, 27 Agustus 2025 = 3 Rabiul Awal 1447 H
Kamis, 28 Agustus 2025 = 4 Rabiul Awal 1447 H
Jumat, 29 Agustus 2025 = 5 Rabiul Awal 1447 H
Sabtu, 30 Agustus 2025 = 6 Rabiul Awal 1447 H
Minggu, 31 Agustus 2025 = 7 Rabiul Awal 1447 H

(dvs/lus)



Sumber : www.detik.com

Hukum Nikah dengan Sepupu Menurut Syariat Islam dan Dalilnya


Jakarta

Pernikahan adalah salah satu ibadah terpenting dalam Islam yang menyempurnakan separuh agama. Namun, dalam masyarakat, sering muncul pertanyaan tentang hukum menikahi sepupu.

Pertanyaan ini wajar, apalagi jika ada perasaan cinta yang tumbuh di antara mereka. Lantas, bagaimana syariat Islam memandang pernikahan dengan sepupu?


Sepupu Bukan Mahram dan Boleh Dinikahi

Menurut mayoritas ulama dan pandangan syariat Islam, menikah dengan sepupu hukumnya diperbolehkan. Sepupu, baik dari pihak ayah maupun ibu, tidak termasuk dalam daftar orang-orang yang diharamkan untuk dinikahi atau yang disebut mahram.

Dalil utama yang menjadi landasan adalah Surah An-Nisa ayat 23. Dalam ayat tersebut, Allah SWT secara jelas merinci siapa saja perempuan yang haram dinikahi.

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ اُمَّهٰتُكُمْ وَبَنٰتُكُمْ وَاَخَوٰتُكُمْ وَعَمّٰتُكُمْ وَخٰلٰتُكُمْ وَبَنٰتُ الْاَخِ وَبَنٰتُ الْاُخْتِ وَاُمَّهٰتُكُمُ الّٰتِيْٓ اَرْضَعْنَكُمْ وَاَخَوٰتُكُمْ مِّنَ الرَّضَاعَةِ وَاُمَّهٰتُ نِسَاۤىِٕكُمْ وَرَبَاۤىِٕبُكُمُ الّٰتِيْ فِيْ حُجُوْرِكُمْ مِّنْ نِّسَاۤىِٕكُمُ الّٰتِيْ دَخَلْتُمْ بِهِنَّۖ فَاِنْ لَّمْ تَكُوْنُوْا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ ۖ وَحَلَاۤىِٕلُ اَبْنَاۤىِٕكُمُ الَّذِيْنَ مِنْ اَصْلَابِكُمْۙ وَاَنْ تَجْمَعُوْا بَيْنَ الْاُخْتَيْنِ اِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا ۔ ٢٣

Artinya: Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu, anak-anak perempuanmu, saudara-saudara perempuanmu, saudara-saudara perempuan ayahmu, saudara-saudara perempuan ibumu, anak-anak perempuan dari saudara laki-lakimu, anak-anak perempuan dari saudara perempuanmu, ibu yang menyusuimu, saudara-saudara perempuanmu sesusuan, ibu istri-istrimu (mertua), anak-anak perempuan dari istrimu (anak tiri) yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum bercampur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), tidak berdosa bagimu (menikahinya), (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu), dan (diharamkan pula) mengumpulkan (dalam pernikahan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali (kejadian pada masa) yang telah lampau. Sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. An-Nisa: 23).

Dari daftar tersebut, sepupu tidak termasuk di dalamnya. Oleh karena itu, hubungan pernikahan antara dua orang sepupu tidak melanggar ketentuan syariat.

Pandangan Lain tentang Pernikahan dengan Sepupu

Meskipun diperbolehkan, ada beberapa pandangan yang menyebutkan bahwa menikahi sepupu adalah khilafu al-aula, yang berarti ‘menyalahi yang lebih utama’. Pandangan ini didasarkan pada beberapa alasan, salah satunya terkait kesehatan keturunan.

Dalam buku Taudhihul Adillah 6 karya KH. M. Syafi’i Hadzami, disebutkan bahwa pernikahan dengan kerabat dekat dapat berisiko menghasilkan keturunan yang kurang kuat atau kurang sehat. Pendapat ini juga didukung oleh riwayat yang menganjurkan untuk menikahi orang yang bukan kerabat dekat agar keturunan tidak lemah.

Namun, pendapat tersebut tidak bersifat mutlak. Ada banyak contoh pernikahan sepupu dalam sejarah Islam yang melahirkan keturunan yang sehat dan kuat.

Siapa Saja yang Termasuk Mahram?

Sebagai pedoman, berikut adalah daftar orang-orang yang haram dinikahi (mahram) sesuai dengan Al-Qur’an:

  • Ibu kandung
  • Anak-anak perempuan
  • Saudara-saudara perempuan (sekandung, seayah, atau seibu)
  • Bibi dari pihak ayah dan ibu
  • Anak perempuan dari saudara laki-laki (keponakan)
  • Anak perempuan dari saudara perempuan (keponakan)
  • Ibu susu dan saudara perempuan sesusuan
  • Ibu mertua
  • Anak tiri perempuan yang ibunya sudah digauli
  • Menantu perempuan (istri dari anak kandung)

Dengan memahami dalil dan pandangan ini, diharapkan umat muslim bisa membuat keputusan yang tepat dalam memilih pasangan hidup, termasuk jika ingin menikahi sepupu.

Wallahu a’lam.

(hnh/inf)



Sumber : www.detik.com

13 Rukun Sholat: Pengertian, Urutan, dan Penjelasannya


Jakarta

Sholat adalah ibadah wajib bagi setiap muslim yang menjadi tiang agama. Agar sholat sah, seorang muslim harus memenuhi rukun sholat.

Rukun sholat yaitu bagian-bagian pokok dalam sholat yang tidak boleh ditinggalkan, baik sengaja maupun tidak. Jika salah satu rukun ditinggalkan, sholat menjadi batal.


Pengertian Rukun Sholat

Dikutip dari buku Tuntunan Bersuci Dan Sholat: Madzhab Imam Asy Syafi’i oleh Humaidi Al Faruq, rukun sholat adalah bagian dari sholat yang menentukan sah atau tidaknya sholat.

Dalam sholat ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan, ada yang dinamakan fardhu dan ada pula yang dinamakan sunnah. Yang termasuk dalam fardhu adalah masuk kedalam hakikat shalat dinamakan syarat. Dan yang sunnah kalau dianjurkan mengerjakan sujud sahwi dikala tertinggal maka dinamakan ab’ad dan kalau tidak dianjurkan mengerjakan sujud sahwi dikala tertinggal dinamakan hai’at.

Maka dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa syarat sah sholat itu ada empat macam: pertama rukun, kedua syarat, ketiga sunnah ab’ad dan keempat sunnah hai’at.

Rukun sholat seperti disebutkan Imam Nawawi di dalam kitab ‘Minhaj” ada tiga belas perkara dengan memasukkan
tuma’ninah pada empat tempat ke dalam perbuatan yang mengikuti rukun tetapi bukan termasuk rukun.

Rukun Sholat

Dikutip dari buku Panduan Sholat Rosulullah 1 oleh Imam Abu Wafa, rukun sholat ada 13. Berikut penjelasan lengkapnya:

1. Berdiri bagi yang Mampu

Rukun pertama dalam sholat adalah berdiri tegak bagi yang mampu. Hal ini berlaku untuk sholat wajib.

Bagi orang yang sakit atau tidak mampu berdiri, boleh sholat sambil duduk atau berbaring sesuai kemampuan.

Hal ini dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 238,

حَٰفِظُوا۟ عَلَى ٱلصَّلَوَٰتِ وَٱلصَّلَوٰةِ ٱلْوُسْطَىٰ وَقُومُوا۟ لِلَّهِ قَٰنِتِينَ

Artinya: Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu’.

2. Niat

Sholat harus diawali dengan niat di dalam hati untuk menentukan sholat apa yang sedang dikerjakan, misalnya sholat Subuh, Zuhur, atau sholat sunnah tertentu.

Niat tidak harus diucapkan keras-keras, karena tempatnya ada di hati.

Niat dilakukan bersamaan dengan takbiratul ihram.

3. Takbiratul Ihram

Rukun ketiga adalah mengucapkan takbiratul ihram, yaitu lafaz:

الله أكبر (Allahu Akbar)

Takbir ini sebagai pembuka sholat, menandakan berpindahnya seseorang dari aktivitas biasa menuju ibadah sholat. Tanpa takbiratul ihram, sholat tidak dimulai.

4. Membaca Al-Fatihah pada Setiap Rakaat

Setiap rakaat sholat wajib membaca Surah Al-Fatihah. Membaca Al-Fatihah adalah rukun sholat yang tidak boleh ditinggalkan.

Dalam hadits Rasulullah SAW bersabda,

لاَ صَلاَةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ

“Tidak sah sholat bagi orang yang tidak membaca Al-Fatihah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

5. Rukuk dengan Tumakninah

Rukuk dilakukan setelah membaca bacaan surat setelah Al-Fatihah.

Tumakninah artinya berhenti sejenak dengan tenang, tidak terburu-buru. Berikut bacaan rukuk:

سُبْحَانَ رَبِّىَ الْعَظِيْمِ وَبِحَمْدِهِ

Arab latin: Subhaana rabbiyal ‘adhiimi wabihamdihi (3x)
Artinya: Maha suci Tuhanku yang Maha Agung dan segala puji bagi-Nya

6. I’tidal dengan Tumakninah

Setelah rukuk, bangkitlah ke posisi berdiri tegak yang disebut i’tidal.

Tangan diangkat atau diletakkan di samping badan.

Beberapa hadits menjelaskan bacaan doa itidal sesuai ajaran Rasulullah SAW, berikut bacaannya:

Doa Itidal 1
رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ

Rabbana lakal hamdu.

Artinya: “Wahai Tuhan kami, bagi-Mu segala puji.”

Doa itidal ini bersandar pada sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan Abu Hurairah RA,

“Apabila imam mengucapkan, ‘Sami’allaahu liman hamidah (Allah mendengar orang-orang yang yang memuji-Nya)’, maka katakanlah, ‘Rabbana lakal hamdu (Wahai Tuhan kami, bagi-Mu segala puji)’. Sebab barang siapa yang ucapannya itu bertepatan dengan ucapan malaikat, ia akan diampuni dari segala dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR Bukhari dan Muslim)

Doa Itidal 2
رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ مِلْءَ السَّمَوَاتِ وَمِلْءَ الْأَرْضِ وَمِلْءَ مَا شِئْتَ مِنْ شَيْءٍ بَعْدُ

Rabbana lakal hamdu mil-ussamaawaati, wa mil-ul ardhi, wa mil-umaa syi’ta min syai-in ba’du.

Artinya: “Wahai Tuhan kami. Bagi-Mu segala puji sepenuh langit dan bumi, dan sepenuh apa yang Engkau kehendaki sesudah itu.”

Doa itidal ini bersandar pada hadits yang diriwayatkan Ibnu Abu Awfa RA. Ia mengatakan,

“Jika Rasulullah SAW bangkit dari ruku’, beliau membaca, ‘Sami’allaahu liman hamidah (Allah mendengar orang yang memuji-Nya). Rabbana lakal hamdu mil-ussamaawaati, wa mil-ul ardhi, wa mil-umaa syi’ta min syai-in ba’du (Wahai Tuhan kami. Bagi-Mu segala puji sepenuh langit dan bumi, dan sepenuh apa yang Engkau kehendaki sesudah itu)’.” (HR Muslim)

Doa Itidal 3
رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ ، حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ

Rabbana wa lakal hamdu hamdan katsiira thayyiban mubaarakan fiih.

Artinya: “Wahai Tuhan kami, bagi-Mu segala puji yang banyak, baik, dan mengandung berkah.”

Doa ini bersandar pada kisah yang diriwayatkan Rifa’ah bin Rafi’ Az-Zuraqiy RA. Ia berkata bahwa ia sering salat di belakang Rasulullah SAW. Ketika mengangkat kepala dari ruku’, Rasulullah SAW mengucapkan, “Sami’allaahu liman hamidah (Allah mendengar orang yang memuji-Nya).”

7. Sujud dengan Tumakninah

Sujud dilakukan dengan tujuh anggota badan yang menyentuh lantai:

  • Kening (termasuk hidung)
  • Kedua telapak tangan
  • Kedua lutut
  • Ujung jari kaki kiri dan kanan

Ketika sujud disunnahkan membaca,
سُبْحَانَ رَبِّيَ الْأَعْلَى

Subḥāna rabbiyal a’lā

Artinya: “Maha Suci Rabb-ku yang Maha Tinggi”.

8. Duduk di Antara Dua Sujud dengan Tumakninah

Setelah sujud pertama, duduklah dengan tenang untuk melaksanakan duduk di antara dua sujud.

Posisi duduk iftirasy (duduk di atas kaki kiri, kaki kanan ditegakkan) adalah yang paling dianjurkan.

Bacaan yang dianjurkan:

رَبِّ اغْفِرْ لِي، وَارْحَمْنِي، وَاهْدِنِي، وَارْزُقْنِي
“Ya Tuhanku, ampunilah aku, rahmatilah aku, beri aku petunjuk, dan rezeki.”

9. Duduk Tasyahud Akhir

Tasyahud akhir wajib dilakukan pada rakaat terakhir sholat. Pada duduk ini, kita membaca tahiyat, shalawat atas Nabi, dan doa terakhir sebelum salam.

10. Membaca Tasyahud Akhir

Tasyahud akhir merupakan rukun yang tidak boleh ditinggalkan. Bacaan tasyahud akhir adalah:

التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّبَاتُ…

Disunnahkan juga membaca shalawat Ibrahimiyah untuk menyempurnakan tasyahud akhir.

11. Membaca Shalawat Nabi pada Tasyahud Akhir

Shalawat kepada Nabi Muhammad SAW pada tasyahud akhir hukumnya rukun.

Contoh bacaan,

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ
“Ya Allah, limpahkanlah shalawat atas Nabi Muhammad dan keluarga Nabi Muhammad.”

12. Salam yang Pertama

Salam adalah penutup sholat. Minimal dibaca:

السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ

Hanya salam pertama yang termasuk rukun, sedangkan salam kedua hukumnya sunnah.

13. Tertib dalam Menjalankan Rukun Sholat

Rukun sholat harus dilakukan secara berurutan (tertib). Jika ada rukun yang didahului atau tertinggal, sholat menjadi batal.

13 rukun sholat adalah syarat sah sholat yang wajib dipenuhi setiap muslim. Mengetahui dan memahami rukun ini penting agar sholat kita sah dan sempurna di mata Allah.

(dvs/lus)



Sumber : www.detik.com

Viral Gerhana Matahari 2 Agustus Bikin Bumi Gelap 6 Menit, Begini Menurut Islam


Jakarta

Klaim gerhana matahari total 2 Agustus 2025 menyebabkan bumi gelap selama 6 menit viral di media sosial. Faktanya, gerhana matahari total memang akan terjadi pada 2 Agustus, tapi bukan tahun ini.

Menurut laporan Space, gerhana matahari total akan terjadi pada 2 Agustus 2027. Pada hari tersebut, bulan akan menutupi matahari selama 6 menit 22 detik yang menjadikannya totalitas terpanjang dalam 87 tahun. Ini akan menjadi “gerhana abad ini” yang spektakuler.


Jalur totalitas gerhana akan melintasi 11 negara yang mayoritas di Afrika Utara dan Timur Tengah. Gerhana matahari total akan terlihat di Spanyol, Gibraltar, Maroko, Algeria, Tunisia, Libya, Mesir, Sudan, Arab Saudi, Yaman, dan Somalia. Adapun sebagian besar wilayah Afrika, Eropa, dan Asia Selatan akan mengalami gerhana sebagian. Sementara wilayah lain, tidak akan menyaksikannya.

Tak Ada Gerhana 2 Agustus 2025, Terdekat September 2025

Tak ada gerhana matahari pada Agustus 2025 ini. Dalam informasi yang dibagikan NASA lewat situsnya, fenomena gerhana terdekat akan terjadi pada 7-8 September 2025 yakni gerhana bulan total. Gerhana ini bisa disaksikan di Eropa, Afrika, Asia, dan Australia.

Selanjutnya, pada 21 September 2025 akan terjadi gerhana matahari sebagian. Gerhana akan melintasi wilayah Australia, Antartika, Samudera Pasifik, dan Samudera Atlantik.

Gerhana Matahari dalam Islam

Fenomena gerhana memang menjadi salah satu perhatian dalam Islam. Menurut sebuah hadits, terjadinya gerhana adalah kuasa Allah SWT. Pernyataan ini menepis anggapan orang zaman jahiliah yang menyebut gerhana terjadi karena kelahiran atau kematian seseorang. Nabi Muhammad SAW menganjurkan umat Islam untuk melakukan salat ketika terjadi gerhana, baik matahari maupun bulan.

Keterangan tersebut bersandar dalam hadits tentang salat gerhana yang termuat dalam kitab Bulughul Maram karya Ibnu Hajar al-Asqalani.

عَنِ الْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ رضي الله عنه قَالَ: ( إِنْكَسَفَتِ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَوْمَ مَاتَ إِبْرَاهِيمُ, فَقَالَ النَّاسُ: انْكَسَفَتِ الشَّمْسُ لِمَوْتِ إِبْرَاهِيمَ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَا يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا الِحَيَاتِهِ، فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا، فَادْعُوا اللَّهَ وَصَلُّوا حَتَّى تَنْكَشِفَ ( مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ وَفِي رِوَايَةٍ لِلْبُخَارِيِّ : ( حَتَّى تَنْجَلِي )
وَلِلْبُخَارِيِّ مِنْ حَدِيثِ أَبِي بَكْرَةَ رضي الله عنه ( فَصَلُّوا وَادْعُوا حَتَّى يُكْشَفَ مَا بِكُمْ )

Artinya: Al-Mughirah Ibnu Syu’bah Radliyallaahu ‘anhu berkata: Pada zaman Rasulullah SAW pernah terjadi gerhana matahari yaitu pada hari wafatnya Ibrahim. Lalu orang-orang berseru: Terjadi gerhana matahari karena wafatnya Ibrahim. Maka Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kekuasaan Allah. Keduanya tidak terjadi gerhana karena kematian dan kehidupan seseorang. Jika kalian melihat keduanya berdoalah kepada Allah dan salatlah sampai kembali seperti semula.” Muttafaq ‘Alaih. Menurut riwayat Bukhari disebutkan: “Sampai terang kembali.”

Menurut riwayat Bukhari dari hadits Abu Bakrah Radliyallaahu ‘anhu: “Maka salatlah dan berdoalah sampai kejadian itu selesai atasmu.”

Dalam hadits dari Aisyah RA dikatakan, Nabi SAW mengeraskan bacaannya dalam salat gerhana. Beliau salat dua rakaat dengan empat kali rukuk dan empat kali sujud. Beliau juga menyerukan orang-orang untuk salat berjamaah ketika terjadi gerhana.

Terkait tata caranya, Rasulullah SAW bersabda,

إِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ، فَصَلُّوْهَا كَأَحْدَثِ صَلَاةِ صَلَّيْتُمُوْهَا مِنَ الْمَكْتُوبَةِ

Artinya: “Apabila engkau melihat (gerhana) itu, maka lakukanlah salat sebagaimana layaknya engkau mengerjakan salat wajib.” (HR Ahmad dan An-Nasa’i)

Menurut penjelasan dalam kitab Fiqh Sunnah karya Sayyid Sabiq terjemahan Khairul Amru Harahap dkk, membaca Al Fatihah hukumnya wajib pada tiap rakaat salat gerhana. Adapun, surah setelah bebas. Tak ada ketentuan bacaan surah-surah khusus terkait hal ini.

(kri/lus)



Sumber : www.detik.com