Tag Archives: 21

5 Tanda Rezeki yang Berkah Menurut Islam



Jakarta

Manusia diciptakan Allah lengkap dengan rezekinya. Rezeki ditentukan setelah empat bulan di perut ibu. Rezeki ada yang baik atau yang buruk, tergantung cara mengambilnya. Rezeki yang buruk karena cara mengambilnya yang buruk.

Dalam buku Qur’an Hadist karya Muhaemin, rezeki berasal dari bahasa Arab razago, yarzuqu, rizqan yang berarti nasib, bagian, atau kekayaan. Rezeki adalah bagian atau kekayaan yang dapat diambil dan dirasakan. Contohnya pakaian yang dipakai terus-menerus hingga kusam atau makanan dan minuman yang benar-benar dimasukkan ke dalam tubuh.

Menurut Abdullah Gymnastiar dalam buku Menjemput Rezeki dengan Berkah disebutkan bahwa setiap makhluk sudah ada rezekinya. Misalnya, Allah menciptakan pohon terbatas gerakannya karena pohon tak lincah maka makanannya didekatkan lewat akar. Rezekinya didekatkan, ini sengaja diatur oleh Allah.


Begitu pun binatang, misalnya singa, pada waktu masih bayi dia tak bisa mengejar kijang, maka Allah menyediakan air susu di tubuh induknya. Ketika air susunya berhenti, Allah menggantinya dengan makanan yang diburu induknya. Setelah besar dia berburu sendiri. Ma-kin kuat fisiknya, makin tinggi kualitas ikhtiarnya.

Terkait rezeki, Allah SWT berfirman dalam surah Hud ayat 6:

وَمَا مِنْ دَاۤبَّةٍ فِى الْاَرْضِ اِلَّا عَلَى اللّٰهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَاۗ كُلٌّ فِيْ كِتٰبٍ مُّبِيْنٍ

Artinya: “Tidak satu pun hewan yang bergerak di atas bumi melainkan dijamin rezekinya oleh Allah. Dia mengetahui tempat kediamannya dan tempat penyimpanannya. Semua (tertulis) dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuz).”

Di dalam mencari rezeki, Islam memerintahkan agar kita senantiasa mencari rezeki dari jalan yang halal. Hal ini dikarenakan rezeki yang halal akan mendatangkan berkah dalam kehidupan, baik di dunia maupun di akhirat.

Rezeki yang halal memastikan bahwa kita memperoleh hasil yang bersih, tanpa melibatkan tindakan yang merugikan orang lain atau melanggar hukum agama. Selain itu, dengan mencari rezeki yang halal, kita juga menjaga integritas dan akhlak yang baik, serta menghindari perbuatan yang dapat menyebabkan dosa.

Allah SWT berjanji akan memberikan keberkahan kepada mereka yang mencari rezeki dengan cara yang benar dan jujur.

Dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman:

يَأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَتِ مَا رَزَقْنَكُمْ وَاشْكُرُوا لِلَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ (۱۷۲)

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, makanlah dari rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu, dan bersyukurlah kepada Allah, jika hanya kepada-Nya kamu menyembah.” (QS al-Baqarah: 172).

Selain itu, rezeki yang halal juga memberikan kedamaian dalam hati, karena kita tahu bahwa usaha yang dilakukan sesuai dengan tuntunan agama, dan tidak mengandung unsur-unsur yang merusak jiwa dan masyarakat.

Tanda Rezeki yang Berkah

1. Didapat dengan Cara Halal

Rezeki termasuk dalam bagian dari takdir dan ketentuan Allah. Jika telah ditetapkan bahwa seseorang akan memperoleh rezeki melalui usaha dan kerja kerasnya, maka Allah akan memberikan jalan serta kemampuan baginya untuk melakukan usaha tersebut.

Karena itu, segala rezeki yang telah ditakdirkan oleh Allah bisa diraih melalui ikhtiar dan kerja. Namun, bila rezeki itu diperoleh dengan cara yang tidak benar, maka pemanfaatannya dalam kehidupan sehari-hari menjadi tidak halal.

Allah SWT berfirman dalam surah An-Najm ayat 39-41, Allah SWT berjanji akan memberikan balasan sesuai apa yang diusahakan hamba-Nya.

وَأَن لَّيْسَ لِلْإِنسَٰنِ إِلَّا مَا سَعَىٰ وَأَنَّ سَعْيَهُۥ سَوْفَ يُرَىٰ ثُمَّ يُجْزَىٰهُ ٱلْجَزَآءَ ٱلْأَوْفَىٰ

Artinya: Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya. Dan bahwasanya usaha itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya). Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna.

2. Memberikan Kebahagiaan Lahir dan Batin

Salah satu tanda rezeki yang penuh keberkahan adalah meskipun jumlahnya tidak besar, manfaatnya terasa luas dan mencukupi kebutuhan. Misalnya, upah yang diperoleh dari pekerjaan mampu memenuhi kebutuhan keluarga sekaligus memungkinkan untuk berbagi kepada tetangga.

Sebaliknya, harta yang berlimpah namun tidak berkah biasanya dihabiskan untuk hal-hal yang sia-sia, tidak memberi manfaat baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Pemilik harta seperti ini juga kerap mengalami gangguan fisik dan batin, serta cenderung kikir dan enggan menggunakan hartanya untuk kepentingan agama maupun sosial.

Jika kita merasa mengalami hal-hal tersebut, sebaiknya segera introspeksi dan memohon ampun kepada Allah. Salah satu bentuk upaya taubat adalah dengan rutin melaksanakan sholat Dhuha sebanyak empat rakaat.

3. Mendapat Rezeki yang Bermanfaat

Harta sebagai bentuk rezeki yang dimiliki seorang muslim seharusnya memberikan manfaat bagi sesama. Contohnya, seseorang yang memiliki kecukupan finansial akan menggunakan hartanya untuk bersedekah, membantu mereka yang membutuhkan, atau mendukung kegiatan sosial yang bermanfaat.

Semakin besar rezeki yang diterimanya, maka semakin luas pula peluang untuk menebar kebaikan melalui berbagai amal.

Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an surah Al Lail ayat 17-21,

وَسَيُجَنَّبُهَا الْاَتْقَىۙ ١٧ الَّذِيْ يُؤْتِيْ مَالَهٗ يَتَزَكّٰىۚ ١٨ وَمَا لِاَحَدٍ عِنْدَهٗ مِنْ نِّعْمَةٍ تُجْزٰىٓۙ ١٩ اِلَّا ابْتِغَاۤءَ وَجْهِ رَبِّهِ الْاَعْلٰىۚ ٢٠ وَلَسَوْفَ يَرْضٰى ࣖ ٢١

Artinya: “Akan dijauhkan darinya (neraka) orang yang paling bertakwa, yang menginfakkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkan (diri dari sifat kikir dan tamak). Tidak ada suatu nikmat pun yang diberikan seseorang kepadanya yang harus dibalas, kecuali (dia memberikannya semata-mata) karena mencari keridhaan Tuhannya Yang Mahatinggi. Sungguh, kelak dia akan mendapatkan kepuasan (menerima balasan amalnya).” (QS Al Lail: 17-21)

4. Rezeki yang Selalu Dicukupkan

Rezeki yang penuh berkah adalah harta yang membuat seorang muslim merasa cukup dan tidak serakah. Meskipun hartanya bertambah, ia tetap rendah hati dan menjalani kehidupan dengan sederhana.

Harta yang baik adalah harta yang membuat pemiliknya merasa puas dan tidak selalu ingin lebih. Rasa cukup ini membawa ketenangan dalam hidup dan menjauhkan seseorang dari sikap berlebihan dalam mengejar urusan duniawi

5. Harta Tak Mudah Hilang dan Selalu Rindu Allah

Tanda rezeki berkah salah satunya adalah menyadari bahwa nikmat rezeki yang dirasakan datangnya dari Allah SWT.

Tanda rezeki yang kita miliki berkah adalah ia tidak akan mudah hilang atau berkurang. Terlebih jika selalu digunakan untuk sedekah. Karena sedekah dapat menolak bala.

(lus/kri)



Sumber : www.detik.com

BMH Raih Predikat ‘Sangat Baik’ dalam Audit Syariah Kementerian Agama



Jakarta

Baitul Maal Hidayatullah (BMH) berhasil mencatatkan prestasi gemilang dalam audit syariah yang dilakukan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Agama Republik Indonesia. Selama delapan hari audit, yang berlangsung pada 20-28 Agustus 2024, BMH menunjukkan komitmennya terhadap pengelolaan dana Zakat, Infak, dan Sedekah (ZIS) yang sesuai dengan prinsip syariah dan transparan.

Proses audit tersebut melibatkan berbagai aspek penilaian, termasuk manajemen tata kelola, pengumpulan, penyaluran, dan pendayagunaan dana ZIS. Pelaksanaan audit ini merupakan amanah dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat dan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2014, yang mengharuskan pengelolaan dana zakat untuk diaudit baik secara syariah maupun keuangan.

Hasil audit menunjukkan bahwa BMH meraih predikat ‘Sangat Baik’ dengan nilai 89,71 dalam aspek kepatuhan syariah. Selain itu, BMH juga berhasil mendapatkan predikat ‘Transparan’ dengan nilai 83,75, mencakup seluruh aspek tata kelola dana ZIS yang mencerminkan integritas dan akuntabilitas lembaga tersebut. Ketua Pengurus BMH Firmanza pun mengungkapkan rasa syukurnya atas hasil audit ini.


“Alhamdulillah, proses audit telah berjalan lancar dan hasilnya sangat memuaskan. Ini menjadi motivasi bagi kami untuk terus meningkatkan kinerja dan menjaga transparansi dalam pengelolaan dana ZIS,” ujar Firmanza dalam keterangannya, Kamis (29/8/2024).

Firmanza menambahkan hasil audit ini merupakan bukti nyata dari komitmen BMH dalam menjalankan amanah pengelolaan dana umat secara profesional dan sesuai syariah. Ia juga menegaskan lembaga ini akan terus berupaya meningkatkan kinerja untuk memberikan manfaat yang lebih besar kepada masyarakat.

Foto: dok. BMH

Foto: dok. BMH

Apresiasi juga datang dari Ketua Tim Auditor Syariah, Ali Efendi. Ia memuji kerja sama BMH selama proses audit.

“BMH telah menunjukkan transparansi dan kepatuhan yang tinggi terhadap prinsip-prinsip syariah dalam pengelolaan dana ZIS. Kami berharap BMH terus mempertahankan prestasi ini dan semakin meningkatkan kontribusinya bagi umat,” katanya.

Dengan hasil audit yang cemerlang ini, BMH semakin memantapkan posisinya sebagai lembaga pengelola zakat yang terpercaya dan berkomitmen untuk terus memberikan manfaat bagi umat. Audit ini juga menjadi landasan kuat bagi BMH untuk melanjutkan program-program pemberdayaan ekonomi yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Foto: dok. BMH

Foto: dok. BMH

Untuk diketahui Baitul Maal Hidayatullah (BMH) adalah lembaga zakat nasional yang telah berdiri sejak tahun 2001. Dengan fokus utama pada penghimpunan dana Zakat, Infak, dan Sedekah (ZIS), BMH menyalurkan dana tersebut untuk mendukung berbagai kegiatan pendidikan, sosial, dan ekonomi di Indonesia. Hingga kini, BMH didukung oleh lebih dari 500 amil yang berdedikasi dalam menjalankan berbagai program pemberdayaan umat.

Berkantor di Kalibata Office Park Blok H2 Nomor 21, Jakarta Selatan, BMH terus berkomitmen untuk memberikan dampak positif bagi masyarakat melalui pengelolaan dana ZIS yang profesional dan amanah. Meskipun berstatus lembaga non-profit, BMH terus menunjukkan kinerja yang transparan dan akuntabel dalam setiap kegiatannya.

Untuk mengetahui informasi lebih lanjut mengenai BMH, Anda dapat berkunjung ke website https://bmh.or.id/ atau Instagram @official.bmh. Selain itu, BMH dapat dihubungi melalui telepon di nomor 021-7975770.

(Content Promotion/BMH)





Sumber : www.detik.com

Peradaban Islam, Pada Kehidupan



Jakarta

Islam dan peradaban merupakan satu kesatuan yang tak mungkin dipisahkan. Sejak kehadirannya, Islam telah membawa konsep dan misi peradaban yang inheren dalam dirinya. Peradaban Islam bersumber pada dîn (baca: agama) yang berasal dari wahyu Allah. Secara umum, peradaban Islam dibagi menjadi tiga babak, yaitu Periode Islam Klasik, Pertengahan, dan Modern, yang memiliki cirinya masing-masing.

Islam yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW telah membawa bangsa Arab yang semula terbelakang, bodoh, tidak terkenal dan diabaikan oleh bangsa-bangsa lain, menjadi bangsa yang maju. Ia dengan cepat bergerak mengembangkan dunia, membina satu kebudayaan dan peradaban yang sangat penting artinya dalam sejarah manusia hingga saat ini. Bahkan kemajuan Barat pada mulanya bersumber dari peradaban Islam yang masuk ke Eropa melalui Spanyol. H.A.R. Gibb dalam bukunya Whitter Islam menyatakan, “Islam sesungguhnya lebih dari sekedar sebuah agama, ia adalah sebuah peradaban yang sempurna”.

Lahirnya peradaban Islam dan berdirinya negara Islam pada abad Pertama Hijriah, merupakan babak baru sejarah dan gejala baru bagi dunia politik dan sosial. Dakwah agama yang dibawa oleh para Nabi sebelumnya masih tetap dilakukan oleh kaum misionaris dan diperjuangkan oleh orang-orang yang jujur. Akan tetapi, mereka tidak pernah berhasil mendirikan suatu negara atau pemerintahan yang berdasarkan pada prinsip-prinsip ajaran agama itu sendiri. Dakwah dan kegiatan seperti itu belum pernah mencapai sukses seperti yang dicapai Rasulullah SAW dan para Khulafa’ Ar-Rasyidiin.


Peradaban Islam ini menempatkan kerohanian di atas gejala kebendaan yang amat kosong dan gersang. Peradaban ketika itu menempatkan manusia berlomba-lomba meraih keutamaan dengan jalan bertakwa kepada Allah SWT. saat itu manusia menaruh perhatian besar terhadap kehidupan akhirat sehingga jiwa menjadi tenteram dan hati menjadi khusyuk.

Awal peradaban Islam dengan segala kebajikannya berhadapan dengan peradaban yang kacau, saling membunuh, rapuh dan goyah sendi-sendinya, yaitu peradaban ketika yang besar menelan yang kecil, yang kuat menyingkirkan yang lemah. Inilah peradaban yang bobrok yang di dalamnya manusia berlomba- lomba mengejar kesenangan, kemewahan dan kedurhakaan, bersaing dengan segala cara memperebutkan kedudukan, harta kekayaan, sehingga dunia menjadi arena peperangan silih berganti, dan peradaban itu sendiri berubah menjadi neraka bagi pendukung-pendukungnya. Inilah proses perubahan peradaban Jahiliah beralih kepada peradaban Islam.

Allah SWT telah mengingatkan kepada semua hamba-hamba-Nya, bahwa perbuatan yang di luar batas (tabiat Jahiliyah) akan memperoleh balasannya. Hal ini sebagaimana firman-Nya dalam surah as-Sajdah ayat 21 yang terjemahannya, “Kami pasti akan menimpakan kepada mereka sebagian azab yang dekat (di dunia) sebelum azab yang lebih besar (di akhirat) agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”

Makna ayat ini adalah: Allah SWT menerangkan bahwa sebenarnya orang-orang kafir itu sewaktu masih hidup di dunia telah diazab oleh-Nya dengan berbagai macam azab, baik yang tampak maupun yang hanya dapat dirasakan oleh mereka. Siksaan bagi mereka di dunia disebut dengan al-‘ażāb al-adnā (azab yang dekat), sedangkan siksaan di akhirat disebut al-‘ażāb al-akbar (azab yang lebih besar). Banyak cobaan-cobaan yang diberikan Allah SWT kepada manusia selama hidup di dunia, sejak dari cobaan yang kecil sampai kepada cobaan yang paling besar. Bisa juga dalam bentuk kemewahan lahiriah sampai kepada kemiskinan dan kesengsaraan. Seorang yang kaya tetapi tidak dilandasi dengan iman kepada-Nya, hatinya selalu was-was dan khawatir, mungkin ada orang yang akan merampas kekayaannya itu, atau ada ahli waris yang hendak membunuhnya agar memperoleh kekayaan itu.

Sedangkan seorang penguasa yang tidak beriman selalu khawatir kekuasaannya akan pindah kepada orang lain. Kalau perlu, kekuasaan itu dipertahankan dengan tangan besi dan kekerasan. Kekhawatiran seperti ini pernah terjadi pada Fir’aun di kala tukang-tukang sihirnya dikalahkan oleh Nabi Musa. Allah berfirman: Dia (Fir’aun) berkata, “Apakah kamu telah beriman kepadanya (Musa) sebelum aku memberi izin kepadamu? Sesungguhnya dia itu pemimpinmu yang mengajarkan sihir kepadamu. Maka sungguh, akan kupotong tangan dan kakimu secara bersilang, dan sungguh, akan aku salib kamu pada pangkal pohon kurma dan sungguh, kamu pasti akan mengetahui siapa di antara kita yang lebih pedih dan lebih kekal siksaannya.” (Surah Taha ayat 71).

Banyak penguasa-penguasa saat ini yang bersikap seperti Fir’aun ini. Mereka mengira bahwa merekalah yang memiliki semuanya dan merekalah yang paling berkuasa. Sebenarnya Allah SWT memberikan cobaan-cobaan dari azab duniawi itu agar semuanya menjadi pelajaran bagi orang-orang kafir itu. Hal ini bertujuan agar mereka mau beriman, beramal saleh, dan mudah-mudahan kembali ke jalan yang benar. Biarlah mereka menanggung siksa yang ringan di dunia ini asal di akhirat nanti mereka terhindar dari siksa yang amat berat.

Wahai para pemimpin negeri, jadikanlah pemerintahan yang adil dan melaksanakan prinsip persamaan di kalangan rakyatnya, melindungi hak yang lemah dari kezaliman yang kuat, menjaga kelurusan akhlak rakyat, menjaga keselamatan rumah dan harta benda mereka, serta menjaga keamanan dan kehormatan rakyatnya. Jadilah pemimpin yang zuhud, menjauhkan dari kenikmatan dan kesenangan duniawi. Maka engkau pantas untuk menguasai dan mengatur syarat-syarat penghidupan rakyatnya. Hindarilah menjadi penguasa yang zalim dan bertindak sewenang-wenang.

Peradaban Islam ini menuntun adab pemimpin untuk mendakwahkan kebenaran, memerintahkan kebajikan dan mencegah kemungkaran dalam kehidupan berbangsa dan bermasyarakat. Semoga Allah SWT memberikan hidayah bagi para pemimpin daerah yang baru terpilih untuk menghindari tabiat Jahiliah dan menerapkan peradaban Islam dengan sungguh-sungguh.

Aunur Rofiq

Ketua DPP PPP periode 2020-2025
Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggung jawab penulis. (Terima kasih – Redaksi)

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com