Tag Archives: abdullah al-anshari

Kisah Abbad ibn Bisyr, Sahabat Rasulullah SAW Pemilik Tongkat Bercahaya



Jakarta

Abbad ibn Bisyr ibn Waqasy adalah sahabat Rasulullah SAW dari kalangan Anshar. Ia berasal dari suku Aus keturunan Bani Asyahli.

Merangkum buku Ensiklopedia Biografi Sahabat Nabi yang ditulis Muhammad Raji Hassan Kunnas dijelaskan Abbad memiliki dua nama panggilan, yaitu Abu Bisyr dan Abu al-Rabi.

Abbad termasuk sahabat setia Rasulullah SAW. Ia berada di barisan pertama dalam membela ajaran Islam. Abbad turut serta dalam Perang Badar, Perang Uhud, dan peperangan lainnya bersama Rasulullah SAW.


Abbad termasuk sahabat yang dicintai Rasulullah SAW.

Aisyah RA, pernah berkata tentang Abbad, “Ada tiga orang Anshar yang keutamaan mereka sebanding. Mereka semua dari Bani Abdul Asyhal, yaitu Sa’d ibn Muaz, Usaid ibn Hudhair, dan Abbad ibn Bisyr.” Itulah kesaksian Ummul Mukminin.

Peran Abbad dalam Perang Dzaturriqa

Diriwayatkan dari sahabatnya, Ibn Yasar dari Uqail ibn Jabir bahwa Jabir ibn Abdullah al-Anshari berkata, “Kami keluar bersama Rasulullah dari tempat perlindungan kami di kebun kurma dalam Perang Dzaturriqa. Dalam perang itu, seorang wanita musyrik terkena lemparan anak panah dari pasukan muslim.”

Usai peperangan, dan setelah Rasulullah pulang ke markas, suami wanita musyrik itu datang dan melihat apa yang terjadi pada istrinya. Ia marah dan bersumpah akan membalas dendam hingga salah seorang sahabat Nabi SAW bersimbah darah. Diam-diam, ia mencari tahu di mana Nabi SAW menginap malam itu.

Saat Nabi SAW hendak masuk rumah, beliau bersabda, “Siapakah yang mau berjaga malam ini?”

Amar ibn Yasar dan Abbad ibn Bisyr bangkit dan berkata, “Kami (siap berjaga), wahai Rasulullah.”

Keduanya kemudian berjaga dekat gerbang Syi’ib. Saat itu Nabi SAW dan para sahabat menginap di Syi’ib, di sebuah lembah.

Ketika berjaga, Abbad bertanya kepada Amar, “Kau ingin aku berjaga di awal atau di akhir malam?”

Amar menjawab, “Kau berjaga di awal malam, dan aku di akhir malam.” Kemudian Amar berbaring dan tertidur pulas. Sementara Abbad mendirikan salat sunnah sambil berjaga.

Ketika itulah suami wanita musyrik itu datang. Ketika melihat Abbad yang sedang salat, lelaki itu tidak menyia-nyiakan kesempatan. Ia langsung melepaskan panah ke arah Abbad dan tepat mengenai tubuhnya.

Meskipun tubuhnya dihantam anak panah, ia tetap mendirikan salat dan berusaha menyelesaikannya.

Lelaki itu kemudian kembali melemparkan panah. Dan Abbad tetap berdiri dalam salatnya. Untuk ketiga kalinya lelaki itu meluncurkan panah, dan Abbad mencabut panah yang tertancap di tubuhnya, lalu ia rukuk, lantas sujud. Baru setelah selesai salat Abbad membangunkan Ammar dan berkata, “Bangunlah, ada orang yang datang.”

Ammar terkejut ketika melihat suami wanita musyrik itu berada di dekat mereka. Ketika melihat mereka berdua, lelaki itu tahu, mereka menjadi benteng hidup bagi Muhammad dan menjadikan diri mereka sebagai penebus sumpahnya.

Amar kaget melihat sahabatnya Abbad berlumuran darah, “Subhanallah! Kenapa kau tidak membangunkanku saat pertama kali kau terkena panah?”

Abbad menjawab, “Aku sedang membaca salah satu surat dan aku tak mau memutuskan bacaanku sampai selesai. Saat beberapa anak panah menancap di tubuhku, aku pun menyelesaikan salat membangunkanmu. Demi Allah, jika tidak karena tugas berjaga yang diperintahkan Rasulullah, niscaya jiwaku sudah lepas dari raga sebelum aku memutuskan atau menyelesaikan bacaanku.”

Abbad tak pernah absen mengikuti peperangan bersama Rasulullah SAW sampai beliau wafat. Ia pernah mendengar beliau bersabda di depan kaum Anshar, “Wahai Anshar, kalian (bagaikan) pakaian dalam dan manusia bagaikan pakaian luar. Maka, jangan mengikuti orang-orang sebelum kalian.”

Pada saat itu, kaum Anshar ingin agar tidak ada lagi orang yang lari dari medan perang seperti yang terjadi saat Perang Uhud dan Hunain. Ucapan Rasulullah SAW itu menegaskan bahwa mereka adalah para penolong agama Allah dan RasulNya.

Janji setia yang pernah mereka ucapkan di Aqabah benar-benar mereka tunaikan. Sedikit pun tak terlintas dalam benak mereka keinginan meninggalkan Rasulullah sampai beliau wafat menghadap Allah SWT. Mereka teguh memegang janji yang pernah diucapkan meskipun beliau telah tiada.

Ketakwaan Abbad ibn Bisyr

Abbad membagi kehidupannya menjadi dua bagian, waktu malam ia gunakan untuk ibadah dan membaca Al-Quran, sedangkan siang harinya ia manfaatkan untuk berjihad melawan kaum kafir.

Kebiasaan Abbad membaca kalam Allah SWT setiap malam sangat menarik hati setiap orang yang mendengarnya. Pada suatu malam, saat ia menunaikan tahajud di Masjid Nabawi, suara bacaannya yang lembut terdengar hingga kamar Ummul Mukminin Aisyah RA. Saat itu Rasulullah SAW berada di sana.

Beliau bersabda kepada istrinya, “Ini suara Abbad ibn Bisyar.”

Aisyah menjawab, “Benar, wahai Rasulullah.”

Rasulullah SAW berdoa, “Ya Allah, ampunilah dia!” (menurut Ibn al-Atsir, “Ya Allah, kasihilah Abbad”).

Abbad ibn Bisyr Pemilik Tongkat Bercahaya

Dalam kitab Musnad Imam Ahmad, ada sebuah hadits yang diriwayatkan dari Bahz ibn Asad dari Hamad ibn Salamah dari Tsabit dari Anas bahwa Usaid ibn Hudhair dan Abbad ibn Bisyr menemani Rasulullah SAW pada suatu malam. Kemudian mereka keluar meninggalkan beliau.

Tiba-tiba tongkat salah seorang dari mereka memancarkan cahaya terang sehingga mereka dapat berjalan diterangi cahaya itu. Saat keduanya berpisah, tongkat mereka masing-masing mengeluarkan cahaya.

Suatu malam menjelang Perang Yamamah, Abbad bermimpi sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Said al-Khudri bahwa Abbad ibn Bisyr berkata, “Hai Abu Said, aku bermimpi langit terbuka untukku, kemudian tertutup lagi. Aku menafsirkannya, insya Allah, sebagai kesyahidan.”

Abu Said berkata, “Demi Allah, sungguh baik mimpimu itu.”

Keesokan harinya Abbad bersama beberapa sahabat bergabung dalam pasukan Khalid ibn Walid untuk memerangi Musailamah al-Kazzab. Mimpi dan harapan Abbad menjadi kenyataan. Ia terbunuh sebagai syahid dalam peperangan itu. Sungguh mimpi orang bertakwa adalah kebenaran.

(dvs/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Abdullah bin Amr yang Jasadnya Tetap Utuh setelah 46 Tahun Lamanya


Jakarta

Dalam sejarah Islam, terdapat kisah menakjubkan tentang Abdullah bin Amr, seorang sahabat Nabi Muhammad SAW yang gugur sebagai syahid dalam Perang Uhud. Jasad Abdullah bin Amr yang tetap utuh bahkan puluhan tahun setelah kematiannya menjadi salah satu keistimewaannya sebagai sahabat nabi.

Sebelum perang, Abdullah bin Amr merasa yakin bahwa ia akan gugur dalam pertempuran tersebut. Kisah jasad Abdullah bin Amr yang tetap utuh menjadi sebuah keajaiban yang menggambarkan betapa tinggi kedudukan beliau di sisi Allah SWT, bahkan setelah syahid. Inilah kisah jasad Abdullah bin Amr yang tetap utuh setelah 46 tahun lamanya.

Dibalik Kematian Abdullah bin Amr

Dikisahkan dalm buku Biografi 60 Sahabat Rasulullah SAW yang ditulis oleh Khalid Muhammad Khalid, ketika 73 orang kaum Anshar membaiat Rasulullah SAW dalam Baiat Aqabah II, Abdullah bin Amr bin Haram adalah salah seorang dari mereka.


Demikian juga, ketika Rasulullah SAW memilih beberapa yang terbaik dari mereka, Abdullah bin Amr adalah salah satu yang terpilih. Rasulullah SAW menunjuknya sebagai orang pilihan dari kaumnya, Bani Salamah.

Abdullah bin Amr menyerahkan dirinya, harta, dan keluarganya untuk mengabdi kepada Islam. Termasuk saat Perang Badar dan Perang Uhud, ia menunjukkan keberanian yang luar biasa.

Sebelum Perang Uhud, Abdullah bin Amr merasa yakin bahwa ia akan gugur dalam pertempuran tersebut. Hatinya terbang karena bahagia. Ia panggil anaknya, Jabir bin Abdullah, lalu berpesan kepadanya,

“Aku merasa yakin akan gugur dalam perang ini. Bahkan, mungkin aku akan menjadi muslim pertama yang menjadi syuhada. Demi Allah, aku tak meninggalkan seorang pun yang lebih aku cintai sesudah Rasulullah, melebihi dirimu. Sungguh aku memiliki utang maka bayarlah utangku dan berbuat baiklah kepada para saudaramu!”

Setelah Perang, Abdullah bin Amr adalah salah seorang yang pertama kali terbunuh. Jabir bin Abdullah, anaknya, turut serta ketika kaum muslimin mencari jasad para syuhada, termasuk jasad ayahnya di antara para syuhada.

Ia menemukan ayahnya di tengah-tengah tubuh para syuhada, yang jasadnya telah diperlakukan dengan kejam oleh kaum musyrikin sebagaimana yang dialami oleh para pahlawan lainnya.

Ketika Jabir dan beberapa keluarga menangisi sang syuhada Islam, Abdullah bin Amr bin Haram, Rasulullah SAW melihat mereka, lalu bersabda,

“Kalian tangisi atau tidak maka ia telah berada dalam naungan sayap-sayap para malaikat.”

Iman Abdullah bin Amr sangatlah kokoh. Cintanya kepada syahid di jalan Allah SWT adalah puncak harapan dan keinginannya. Suatu ketika, Rasulullah SAW memberitahukan suatu kabar besar yang menggambarkan keinginannya untuk menjadi syuhada.

Suatu hari Rasulullah SAW bersabda kepada Jabir putra Abdullah bin Amr,

“Wahai Jabir, Allah tidak pernah berfirman kepada seorang pun, kecuali dari balik tabir. Namun, Dia telah berfirman kepada ayahmu secara langsung. Dia berfirman kepada ayahmu:

“Wahai hamba-Ku, mintalah kepada-Ku, Aku pasti memberimu!”

Abdullah bin Amr berkata: “Wahai Tuhan, aku minta kepada-Mu agar Engkau kembalikan aku ke dunia untuk sekali lagi berperang di jalan-Mu.”

Allah SWT menjawab: “Sesungguhnya, Aku telah berfirman bahwa mereka tidak akan dikembalikan ke dunia.”

Abdullah bin “Amr berkata: ‘Kalau begitu, sampaikanlah nikmat yang Engkau anugerahkan kepada kami kepada orang-orang sesudahku!”

Selanjutnya, Allah SWT menurunkan surat Ali Imran ayat 169-170 berikut:

وَلَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ فَرِحِينَ بِمَا آتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَيَسْتَبْشِرُونَ بِالَّذِينَ لَمْ يَلْحَقُوا بِهِمْ مِنْ خَلْفِهِمْ أَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ

“Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki. Mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka dan mereka bergirang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka bahwa tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati’.”

Jasad Abdullah bin Amr yang Tetap Utuh

Kisah jasad Abdullah bin Amr yang tetap utuh terjadi ketika kaum muslimin mulai mengenali para syuhada, keluarga Abdullah bin Amr pun berhasil menemukan jasadnya, istri Abdullah kemudian mengangkat jasad sang suaminya dan menaruhnya di atas unta, bersama dengan jasad saudara laki-lakinya yang juga syahid dalam pertempuran tersebut.

Sang istri membawa keduanya ke Madinah untuk dimakamkan di sana sebagaimana yang dilakukan oleh keluarga syuhada lainnya.

Namun, seorang utusan Rasulullah SAW menyusul mereka dan menyerukan perintah Rasulullah SAW,

“Makamkanlah para korban yang gugur di tempat mereka gugur!” Akhirnya, setiap dari mereka pun kembali dengan membawa pahlawan syahidnya. Nabi sendiri memimpin pemakaman para sahabat yang menjadi syuhada. Mereka yang telah menepati apa yang mereka janjikan dengan Allah, mengorbankan nyawa yang berharga dengan mendekatkan diri dan tawadhu kepada Allah dan Rasul-Nya.

Ketika tiba giliran Abdullah bin Amr untuk dimakamkan, Rasulullah SAW menyeru,

“Makamkanlah Abdullah bin ‘Amr dan ‘Amr bin Jamûh dalam satu liang karena saat di dunia mereka berdua saling mencintai dan saling setia!”

Sebagaimana dijelaskan dalam buku Kisah Karomah Para Wali Allah yang ditulis oleh Abul Fida’ Abdurraqib bin Ali Al-Ibi, Abdullah bin Amr memiliki ciri khas berkulit merah, berkepala botak, dan berpostur tinggi. Begitu pun dengan Amr bin Jamuh yang juga memiliki postur tubuh tinggi, sehingga keduanya dapat dikenali. Makam mereka terletak di area yang rawan terkena banjir. Akibatnya, ketika terjadi banjir, kuburan mereka terbongkar.

Ketika kubur mereka dibongkar, jasad mereka ditemukan masih dalam keadaan utuh. Kain kafan mereka masih dalam kondisi sempurna, bahkan luka di wajah Abdullah bin Amr masih tampak.

Saat anaknya, Jabir, mencoba menggeser tangannya dari luka, darah mengalir dengan deras. Namun, ketika tangannya dikembalikan ke posisi semula, darah berhenti mengalir. Jabir merasa bahwa ayahnya seolah tidur dengan tenang, tanpa ada perubahan.

Kain selimut yang digunakan sebagai kafan untuk menutupi wajahnya, masih dalam keadaan utuh. Begitu pula dengan mantel yang menyelimuti kedua kakinya. Padahal, sudah berlalu empat puluh enam tahun sejak saat itu.

Awalnya, Jabir berkeinginan untuk memindahkan makam ayahnya ke tempat lain. Namun, para sahabat Rasulullah SAW keberatan. Mereka berkata,

“Jangan melakukan perubahan sedikit pun dan jangan memindahkan mereka ke tempat lain. Hal itu karena tempat kubur mereka bisa dilewati oleh pipa sehingga bisa membahayakan.”

Mengenai kisah ini, Ibnu Sa’ad mengatakan,

“Kami mendapatkan cerita dari Amr bin Al-Haitsam Abu Qathan, dari Hisyam Ad-Dastawa’i, dari Abu Az-Zubair, dari Jabir Radhiyallahu Anhu, ia berkata, ‘Mayat para pahlawan yang gugur dalam Perang Uhud harus dibongkar ketika Khalifah Mu’awiyah membuat saluran mata air yang melewati tanah pekuburan mereka. Ketika kami bongkar, mayat-mayat mereka masih dalam keadaan utuh, padahal sudah berlangsung empat puluh tahun yang lalu. “

Ibnu Ishaq juga mengemukakan tentang kisah jasad Abdullah bin Amr yang tetap utuh ini, ia mengatakan,

“Aku mendapatkan cerita dari beberapa orang tua kaum Anshar. Mereka berkata, ‘Ketika Khalifah Mu’awiyah mengeluarkan kebijakan membuat mata air yang saluran pipanya harus melewati tanah pekuburan para pahlawan syahid yang gugur pada Perang Uhud, kami terpaksa melakukan pembongkaran terhadap kubur Amr bin Al-Jamuh dan Amr bin Abdullah Al-Anshari. Kami mendapati mayat mereka berdua masih utuh, termasuk kain kafan mereka yang masing-masing hanya berupa dua lembar selimut dan sepotong mantel. Sepertinya mereka baru saja dikubur kemarin’.”

(inf/inf)



Sumber : www.detik.com