Tag Archives: abu bakar

3 Sahabat Nabi Ini Bersedekah Besar-besaran, Siapa Paling Banyak?


Jakarta

Ada tiga sahabat nabi yang bersedekah besar-besaran, bahkan salah satu dari mereka rela menyerahkan seluruh hartanya. Hal ini terjadi saat Perang Tabuk.

Perang Tabuk terjadi pada bulan Rajab tahun ke-9 Hijriah, sekitar September-Oktober tahun 630 M. Ketika itu, Nabi Muhammad SAW mengajak umat Islam untuk menghadapi ancaman pasukan Romawi yang berkumpul di wilayah Syam. Tabuk sendiri berjarak sekitar 564 kilometer dari Madinah, seperti dijelaskan dalam buku Perang Hunain dan Perang Tabuk oleh Muhammad Ridha.

Biasanya, strategi perang disampaikan secara rahasia. Namun kali ini, Rasulullah SAW menyampaikannya secara terbuka karena ancaman dari 40.000 pasukan Bizantium yang dibantu oleh Bani Lakhm, Jadzm, dan sekutu Arab Nasrani dianggap sangat serius.


Situasi masyarakat saat itu cukup berat. Cuaca sedang sangat panas, kondisi ekonomi sulit, dan musim panen belum tiba. Dalam keadaan seperti ini, Rasulullah meminta kaum Muslimin untuk bersedekah dan membantu para sahabat yang tidak memiliki bekal untuk ikut berperang.

Sahabat Nabi yang Bersedekah Besar-besaran

Dalam buku Fikih Sirah susunan Said Ramadhan Al-Buthy dan buku Perang Hunain dan Perang Tabuk mencatat bahwa sejumlah sahabat utama berlomba-lomba bersedekah besar-besaran. Tiga di antaranya menonjol karena kontribusinya yang luar biasa.

1. Utsman bin Affan

Utsman bin Affan menyumbangkan 300 ekor unta lengkap dengan perlengkapannya, serta uang tunai sebanyak 1.000 dinar. Rasulullah SAW sangat menghargai sedekah ini dan bersabda,

“Tidak ada sesuatu pun yang akan membahayakan Utsman setelah apa yang ia lakukan hari ini.” (HR Tirmidzi dan Ahmad)

Dari sisi jumlah, sumbangan Utsman adalah yang paling besar secara materi.

2. Umar bin Khattab

Umar bin Khattab datang membawa setengah dari seluruh hartanya. Ia berkata,

“Hari ini aku akan mengalahkan Abu Bakar.” Rasulullah SAW kemudian bertanya, “Apa yang engkau tinggalkan untuk keluargamu?” Umar menjawab, “Sebanyak ini pula.”

Umar ingin bersedekah maksimal, tetapi tetap meninggalkan sesuatu untuk keluarganya.

3. Abu Bakar Ash-Shiddiq

Abu Bakar datang membawa seluruh hartanya. Ketika ditanya oleh Rasulullah SAW,

“Apa yang kau tinggalkan untuk keluargamu?” ia menjawab, “Aku tinggalkan bagi mereka Allah dan Rasul-Nya.” Melihat hal ini, Umar berkata, “Saya tidak akan pernah bisa mengalahkan Abu Bakar.” (HR Tirmidzi)

Keikhlasan Abu Bakar menjadi teladan utama. Ia tidak menyisakan apapun selain keimanan.

Sahabat Nabi Lainnya yang Bersedekah saat Perang Tabuk

Selain ketiga sahabat utama tersebut, beberapa sahabat lain juga menunjukkan kepedulian besar dalam bentuk sedekah. Abdurrahman bin Auf, salah satu sahabat kaya yang terkenal dermawan, menyumbangkan 200 uqiyah perak, yang jika dikonversi nilainya setara dengan sekitar 8.000 dirham. Jumlah ini bukan sedikit, mengingat pada masa itu satu dirham cukup untuk membeli kebutuhan pokok harian.

Ashim bin Adi turut berkontribusi dengan menyumbangkan satu wasaq kurma. Dalam ukuran sekarang, satu wasaq kurma setara dengan 144 hingga 180 kilogram. Sedekah ini menjadi sangat berarti karena saat itu kurma adalah makanan pokok dan sangat dibutuhkan untuk bekal perjalanan panjang ke Tabuk.

Siapa yang Bersedekah Paling Banyak?

Jika dihitung secara materi, Utsman bin Affan menyumbang dengan nominal yang paling besar. Namun jika dilihat dari tingkat pengorbanan, Abu Bakar Ash-Shiddiq menyerahkan seluruh hartanya dan tidak menyisakan apa pun. Masing-masing menunjukkan keutamaan yang luar biasa dalam bersedekah dan berjuang di jalan Allah.

(inf/kri)



Sumber : www.detik.com

Amalan Ringan yang Membawa ke Surga



Jakarta

Ada banyak amalan yang menjadi sarana seseorang masuk surga. Amalan tersebut bisa berupa amal jariyah, amal ibadah, dan amal saleh baik yang berat maupun amalan ringan sekalipun.

Anjuran untuk mengerjakan amal kebaikan telah disebutkan dalam Al-Qur’an. Sebagaimana Allah SWT berfirman,

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّنْ ذَكَرٍ اَوْ اُنْثٰى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهٗ حَيٰوةً طَيِّبَةًۚ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ اَجْرَهُمْ بِاَحْسَنِ مَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ ٩٧


Artinya: “Siapa yang mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan, sedangkan dia seorang mukmin, sungguh, Kami pasti akan berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik daripada apa yang selalu mereka kerjakan.” (QS An Nahl: 97)

Ibnu Majah mengeluarkan sebuah hadits dalam Kitab Sunan-nya tentang amalan ringan yang membawa ke surga. Dari Abu Bakar bin Abu Syaibah dan Ali bin Muhammad, dari Waki, dari Aban bin Sham’ah, dari Abul Wazi’ ar-Rasibiy, dari Abu Barzah al-Aslami ia berkata, “Aku pernah bertanya, ‘Ya Rasulullah, tunjukkanlah satu amal perbuatan yang bermanfaat bagiku.’ Beliau menjawab, ‘Singkirkanlah rintangan yang menghalangi jalan kaum muslimin.'”

Hadits tersebut dinilai shahih dalam Silsilatul Ahaadiits ash-Shahiihah dan dalam Shahih Muslim.

Imam Bukhari dan Muslim juga meriwayatkan hadits yang menyebut bahwa menghilangkan rintangan dari jalan termasuk amalan ringan yang membawa seseorang masuk surga. Dari Abu Bakar bin Abu Syaibah, dari Abdullah bin Numair, dari A’masy, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah ia meriwayatkan dari Nabi SAW bahwa beliau bersabda,

“Pernah ada dahan pohon di jalan yang merintangi orang-orang. Lalu ada seorang laki-laki yang menyingkirkan dahan itu dan kemudian ia dimasukkan ke dalam surga.” (HR Muttafaq ‘Alaih dengan redaksi sama dan dinilai shahih)

Kemudian, dalam Kitab Shahih Muslim juga terdapat hadits serupa. Dari Abu Bakar bin Abu Syaibah, dari Yazid bin Harun, dari Hisyam bin Hassan, dari Washil maula Abu Uyainah, dari Yahya bin Uqail, dari Yahya bin Ya’mur, dari Abu Dzarr, ia meriwayatkan dari Nabi SAW, beliau bersabda,

“Amal perbuatan umatku ditunjukkan kepadaku, baik yang baik maupun yang buruk. Aku melihat dalam amal baik mereka adalah menyingkirkan rintangan dari jalan. Dan aku melihat dalam amal buruk mereka adalah berdahak di masjid dan tidak dipendam.”

Meski demikian, hal yang menentukan seseorang masuk surga bukanlah amal melainkan rahmat Allah SWT. Hal ini dikatakan dalam sebuah hadits yang termuat dalam Kitab Shahih Bukhari dan Muslim. Rasulullah SAW bersabda,

Rasulullah SAW bersabda, “Seseorang tidak akan masuk surga karena amalnya.” Sahabat bertanya, “Engkau pun juga, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Ya, aku pun juga.”

Abu Usamah Salim bin ‘Ied Al-Hilali mengatakan dalam Kitab Syarah Riyadhus Shalihin, hadits tersebut bisa bermaksud bahwa amal tidak dapat membuat seseorang berhak atas surga. Ia menjelaskan lebih lanjut, seseorang akan masuk surga karena karunia Allah SWT dan rahmat-Nya yang telah menjadikan amal sebagai sebab masuknya surga.

Wallahu a’lam.

(kri/erd)



Sumber : www.detik.com

10 Sahabat Nabi Kaum Muhajirin yang Dukung Penuh Dakwah Rasulullah



Jakarta

Perjuangan dakwah Nabi Muhammad SAW di Makkah sangatlah sulit karena kaum Quraisy enggan untuk menerima seruan serta ajakan dari Rasulullah SAW. Ancaman serta makian sering kali diterima oleh Nabi Muhammad SAW beserta dengan para pengikutnya. Meskipun begitu, terdapat sepuluh sahabat Nabi kaum Muhajirin yang selalu mendampingi beliau.

Pada akhirnya, Nabi Muhammad SAW lalu memutuskan untuk melakukan hijrah ke Madinah. Kaum muslimin yang hijrah dari Mekah ke Madinah disebut kaum Muhajirin, dinamakan kaum Muhajirin artinya ialah orang-orang yang berhijrah atau berpindah.

Mengutip buku Agama Islam karya Hindun Anwar, berikut sepuluh sahabat Nabi kaum Muhajirin:


  1. Abu Bakar ash-Shiddiq
  2. Umar bin Khattab
  3. Bilal bin Rabah
  4. Amir bin Abdillah
  5. Abdul Rahman bin Auf
  6. Zubair bin Awwan
  7. Usman bin Affan
  8. Thalhah bin Ubaidillah
  9. Abu Huzaifah bin Utbah
  10. Ammar bin Yasir

Semua sahabat Nabi SAW ini memiliki sifat baik yang bisa dijadikan suri tauladan. Misalnya saja Abu Bakar ash-Shiddiq yang rela untuk meninggalkan harta bendanya dan ikut membantu dalam perjuangan Rasulullah SAW.

Hal ini turut diterangkan dalam surah Al Lail ayat 17-18 sebagaimana ditafsirkan oleh Kementerian Agama RI. Dikatakan, Abu Bakar ash-Shiddiq telah menggunakan hartanya untuk memerdekakan orang lemah dan perempuan yang masuk Islam yang membantu mereka.

Allah SWT berfirman,

وَسَيُجَنَّبُهَا الْاَتْقَىۙ ١٧ الَّذِيْ يُؤْتِيْ مَالَهٗ يَتَزَكّٰىۚ ١٨

Artinya: “Akan dijauhkan darinya (neraka) orang yang paling bertakwa, yang menginfakkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkan (diri dari sifat kikir dan tamak).” (QS Al Lail: 17-18)

Di dalam buku Biografi 10 Sahabat Nabi yang Dijamin Masuk Surga karya Sujai Fadil diceritakan, Abu Bakar ash-Shiddiq adalah orang yang menemani Nabi Muhammad SAW di gua ketika dikejar kaum Quraisy. Hal ini jelaskan dalam firman Allah SWT,

اِلَّا تَنْصُرُوْهُ فَقَدْ نَصَرَهُ اللّٰهُ اِذْ اَخْرَجَهُ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا ثَانِيَ اثْنَيْنِ اِذْ هُمَا فِى الْغَارِ اِذْ يَقُوْلُ لِصَاحِبِهٖ لَا تَحْزَنْ اِنَّ اللّٰهَ مَعَنَاۚ فَاَنْزَلَ اللّٰهُ سَكِيْنَتَهٗ عَلَيْهِ وَاَيَّدَهٗ بِجُنُوْدٍ لَّمْ تَرَوْهَا وَجَعَلَ كَلِمَةَ الَّذِيْنَ كَفَرُوا السُّفْلٰىۗ وَكَلِمَةُ اللّٰهِ هِيَ الْعُلْيَاۗ وَاللّٰهُ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ ٤٠

Artinya: “Jika kamu tidak menolongnya (Nabi Muhammad), sungguh Allah telah menolongnya, (yaitu) ketika orang-orang kafir mengusirnya (dari Makkah), sedangkan dia salah satu dari dua orang, ketika keduanya berada dalam gua, ketika dia berkata kepada sahabatnya, “Janganlah engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita.” Maka, Allah menurunkan ketenangan kepadanya (Nabi Muhammad), memperkuatnya dengan bala tentara (malaikat) yang tidak kamu lihat, dan Dia menjadikan seruan orang-orang kafir itu seruan yang paling rendah. (Sebaliknya,) firman Allah itulah yang paling tinggi. Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.” (QS At Taubah: 40)

Bukan Abu Bakar ash-Shiddiq saja, semua para sahabat Nabi SAW masing-masing memiliki sifat terpuji yang dapat kita teladani.

Kisah Hijrah Rasulullah SAW ke Madinah

Selanjutnya pada buku yang berjudul Agama Islam karya Hindun Anwar dikisahkan pula bahwa kedatangan Nabi Muhammad SAW ke Madinah pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun ke-13 dari masa kenabiannya. Rasulullah SAW beserta kaum Muhajirin mendapat sambutan yang hangat. Bahkan, penduduk Madinah menunjukkan rasa persaudaraan serta rasa kesetiakawanan yang sangat mendalam.

Tidak hanya sampai di situ, segala keperluan kaum Muhajirin tersebut disediakan oleh para kaum muslimin di Madinah. Beberapa penduduk menyediakan makanan dan ada juga yang memberikan pakaian.

Para penduduk Madinah menjamin keselamatan jiwa mereka dari gangguan dan ancaman, entah itu berasal dari kaum kafir Quraisy maupun dari suku Arab lainnya. Semua penduduk yang ada di Kota Madinah saling memberikan penawaran terhadap Rasulullah SAW untuk bermalam di rumahnya.

Namun, beliau mengatakan bahwa akan berhenti dan singgah di tempat untanya berhenti. Kebetulan pada saat itu unta Rasulullah SAW berhenti di depan rumah Abu Ayyub al-Anshari, sehingga Rasulullah SAW memutuskan untuk singgah serta tinggal di rumah tersebut sampai rumah yang dibangun untuk beliau selesai.

Atas dasar inilah, pada akhirnya Nabi Muhammad SAW menamakan penduduk Madinah dengan sebutan kaum Anshar. Kaum Anshar sendiri artinya yaitu kaum pemberi pertolongan.

Itulah sahabat Nabi kaum Muhajirin dan kisahnya saat memutuskan untuk hijrah ke Madinah.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

10 Doa Setelah Sholat Fardhu Singkat Sesuai Sunnah Rasul SAW


Jakarta

Usai mendirikan sholat wajib 5 waktu, muslim sebaiknya tidak tergesa-gesa meninggalkan tempat. Hendaknya ia duduk sebentar untuk berdzikir dan membaca doa setelah sholat fardhu.

Para ulama menyepakati hukumnya sunnah berdzikir usai sholat. Bukan tanpa sebab, melainkan terdapat keutamaan pada waktu tersebut.

عن أَبي أمامة رضي الله عنه قَالَ : قيل لِرسولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم: أيُّ الدُّعاءِ أَسْمَعُ ؟ قَالَ : ((جَوْفَ اللَّيْلِ الآخِرِ، وَدُبُرَ الصَّلَواتِ المَكْتُوباتِ))


Artinya: Abu Umamah RA mengatakan: Seseorang bertanya kepada Rasulullah SAW, “Apakah doa yang berpotensi dikabulkan?” Maka Rasulullah SAW menjawab, “Doa di akhir malam, dan doa setelah salat wajib.” (HR Tirmizi).

Dalam berbagai riwayat disebutkan Nabi SAW senantiasa berdzikir dan berdoa usai sholat wajib. Dzikir dan doa apa yang Rasul SAW baca?

Doa Setelah Sholat Fardhu Sesuai Sunnah

Mengutip buku Fiqih Doa dan Dzikir Jilid 2 karya Syaikh Abdur Razzaq bin Abdul Muhsin Al-Badr dan Kitab Induk Doa dan Zikir Terjemah Kitab Al-Adzkar Imam Nawawi oleh Ulin Nuha, berikut sejumlah doa selesai sholat fardhu yang diajarkan Rasulullah SAW:

1. Istighfar 3X

أَسْتَغْفِرُ اللهَ

اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلامُ وَمِنْكَ السَّلَامُ، تَبَارَكْتَ يَا ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ

Arab latin: Astaghfirullah (3X). Allahumma anta assalaam, wa minka assalaam, tabaarakta ya dzal jalaali wal ikraam.

Artinya: “‘Aku memohon ampunan kepada Allah (3X). Ya Allah, Engkaulah Maha memberi keselamatan, dan dari-Mu keselamatan, Engkau Maha memberi berkah, Wahai Dzat yang Maha Mulia.” (HR Muslim dari Tsauban)

2. Tahlil

لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ، اللَّهُمَّ لَا مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ، وَلَا مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ، وَلَا يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ

Arab latin: Laa ilaaha illallaahu wahdahu laa syariika lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ‘ala kulli syai’in qadiir, Allahumma laa maani’a limaa a’thaita wa laa mu’thiya limaa mana’ta, wa laa yanfa’u dzal jaddi minkal jaddu.

Artinya: “Tidak ada sembahan yang haq kecuali Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya kerajaan, dan bagi-Nya segala pujian, dan Dia berkuasa atas segala sesuatu. Ya Allah, tidak ada pencegah terhadap apa yang Engkau beri, tidak ada pemberi apa yang Engkau cegah, dan tidak di sisi-Mu kedudukan orang yang memiliki kedudukan.” (HR Bukhari dan Muslim dari Warrad Maula Al-Mughirah bin Syu’bah)

3. Tasbih, Tahmid, dan Takbir 33X

سُبْحَانَ الله
اَلْحَمْدُ لِلَّه
اللهُ أَكْبَرُ

لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

Arab latin: Subhaanallah (33X), Alhamdulillah (33X), Allahu akbar (33X). Laa ilaaha illallaahu wahdahu laa syariika lah, lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ‘ala kulli syai’in qadiir.

Artinya: “Maha Suci Allah, (33X), Segala puji bagi Allah (33X), Allah Maha Besar (33X). Tidak ada sembahan yang haq kecuali Allah semata tidak ada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya kerajaan, dan bagi-Nya segala pujian, dan Dia berkuasa atas segala sesuatu.” (HR Muslim dari Abu Hurairah)

4. Surat Al-Ikhlas, Al-Falaq, dan An-Nas

قُلْ هُوَ اللّٰهُ اَحَدٌۚ – 1 اَللّٰهُ الصَّمَدُۚ – 2 لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدْۙ – 3 وَلَمْ يَكُنْ لَّهٗ كُفُوًا اَحَدٌ – 4

Arab latin: Qul huwallāhu aḥad(un). Allāhuṣ-ṣamad(u). Lam yalid wa lam yūlad. Wa lam yakul lahū kufuwan aḥad(un).

Artinya: “Katakanlah (Nabi Muhammad), “Dialah Allah Yang Maha Esa. Allah tempat meminta segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan serta tidak ada sesuatu pun yang setara dengan-Nya.”

قُلْ اَعُوْذُ بِرَبِّ الْفَلَقِۙ – 1 مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَۙ – 2 وَمِنْ شَرِّ غَاسِقٍ اِذَا وَقَبَۙ – 3 وَمِنْ شَرِّ النَّفّٰثٰتِ فِى الْعُقَدِۙ – 4 وَمِنْ شَرِّ حَاسِدٍ اِذَا حَسَدَ – 5

Arab latin: Qul a’ūżu birabbil-falaq(i). Min syarri mā khalaq(a). Wa min syarri gāsiqin iżā waqab(a). Wa min syarrin-naffāṡāti fil-‘uqad(i). Wa min syarri ḥāsidin iżā ḥasad(a).

Artinya: Katakanlah (Nabi Muhammad), “Aku berlindung kepada Tuhan yang (menjaga) fajar (subuh) dari kejahatan (makhluk yang) Dia ciptakan, dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita, dari kejahatan perempuan-perempuan (penyihir) yang meniup pada buhul-buhul (talinya), dan dari kejahatan orang yang dengki apabila dia dengki.”

قُلْ اَعُوْذُ بِرَبِّ النَّاسِۙ – 1 مَلِكِ النَّاسِۙ – 2 اِلٰهِ النَّاسِۙ – 3 مِنْ شَرِّ الْوَسْوَاسِ ەۙ الْخَنَّاسِۖ – 4 لَّذِيْ يُوَسْوِسُ فِيْ صُدُوْرِ النَّاسِۙ – 5 مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ – 6

Arab latin: Qul a’ūżu birabbin-nās(i). Malikin-nās(i). Ilāhin-nās(i). Min syarril-waswāsil-khannās(i). Allażī yuwaswisu fī ṣudūrin-nās(i). Minal jinnati wan-nās(i).”

Artinya: “Katakanlah (Nabi Muhammad), “Aku berlindung kepada Tuhan manusia, raja manusia, sembahan manusia, dari kejahatan (setan) pembisik yang bersembunyi yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia, dari (golongan) jin dan manusia.”

5. Ayat Kursi

اَللّٰهُ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَۚ اَلْحَيُّ الْقَيُّوْمُ ەۚ لَا تَأْخُذُهٗ سِنَةٌ وَّلَا نَوْمٌۗ لَهٗ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَمَا فِى الْاَرْضِۗ مَنْ ذَا الَّذِيْ يَشْفَعُ عِنْدَهٗٓ اِلَّا بِاِذْنِهٖۗ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ اَيْدِيْهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْۚ وَلَا يُحِيْطُوْنَ بِشَيْءٍ مِّنْ عِلْمِهٖٓ اِلَّا بِمَا شَاۤءَۚ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَۚ وَلَا يَـُٔوْدُهٗ حِفْظُهُمَاۚ وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيْمُ – 255

Arab latin: Allāhu lā ilāha illā huw(a), al-ḥayyul-qayyūm(u), lā ta’khużuhū sinatuw wa lā naum(un), lahū mā fis-samāwāti wa mā fil-arḍ(i), man żal-lażī yasyfa’u ‘indahū illā bi’iżnih(ī), ya’lamu mā baina aidīhim wa mā khalfahum, wa lā yuḥīṭūna bisyai’im min ‘ilmihī illā bimā syā'(a), wasi’a kursiyyuhus-samāwāti wal-arḍ(a), wa lā ya’ūduhū ḥifẓuhumā, wa huwal-‘aliyyul-‘aẓīm(u).

Artinya: “Allah, tidak ada tuhan selain Dia, Yang Maha Hidup lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya). Dia tidak dilanda oleh kantuk dan tidak (pula) oleh tidur. Milik-Nyalah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Tidak ada yang dapat memberi syafaat di sisi-Nya tanpa izin-Nya. Dia mengetahui apa yang ada di hadapan mereka dan apa yang ada di belakang mereka. Mereka tidak mengetahui sesuatu apa pun dari ilmu-Nya, kecuali apa yang Dia kehendaki. Kursi-Nya (ilmu dan kekuasaan-Nya) meliputi langit dan bumi. Dia tidak merasa berat memelihara keduanya. Dialah yang Maha Tinggi lagi Maha Agung.”

6. Doa Memohon Perlindungan

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الجُبْنِ، وَأَعُوْذُ بِكَ أَنْ أُرَدَّ إِلَى أَرْذَلِ الْعُمُرِ . وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الدُّنْيَا، وَأَعُوْذُبِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ

Arab latin: Allaahumma innii a’uudzubika minal jubni, wa a’uudzubika an uradda ilaa ardzalil ‘umuri, wa a’uudzubika min fitnatid dun-yaa wa a’uudzubika min ‘azabil qabri.

Artinya: “Ya Allah, sungguh aku berlindung kepada-Mu dari sifat pelit, dan aku berlindung kepada-Mu dari keburukan pada usia tua, dan aku berlindung kepada-Mu dari keburukan fitnah dunia, dan aku berlindung kepada-Mu dari pedihnya siksa kubur.”

7. Doa Memohon Diperbagus Ibadah

اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ

Arab latin: Allaahumma a’innii ‘alaa dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibaadatik.

Artinya: “Ya Allah, tolonglah diriku agar berzikir kepada-Mu, bersyukur kepada-Mu, dan agar membaguskan ibadah kepada-Mu.” (HR Abu Dawud, Tirmidzi, dan Nasai dari Mu’adz bin Jabal)

8. Doa Mohon Dihilangkan Kesedihan Hati

أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ ، اَللَّهُمَّ أذْهِبْعَنِّي الْهَمَّ وَالْحَزَنَ

Arab latin: Asyhadu an laa ilaaha illallaahur rahmaanur rahiim, allaahummadzhib ‘annil hamma wal hazan.

Artinya: “Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang, ya Allah, semoga Engkau hilangkan dari kami keresahan dan kesedihan.” (HR Ibnu Sunni dari Anas RA)

9. Doa Memohon Ampunan

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي ذُنُوبِي وَخَطَايَايَ كُلَّهَا، اللَّهُمَّ انْعِشْنِي وَاجْبُرْنِي وَاهْدِنِي لِصَالِحِ الْأَعْمَالِ وَالْأَخْلَاقِ إِنَّهُ لَا يَهْدِي لِصَالِحِهَا وَلَا يَصْرِفُ سَيِّئَهَا إِلَّا أَنْتَ

Arab latin: Allaahummaghfir lii dzunuubii wa khathaayaaya kullahaa, allaahumman ‘isynii wajbur nii wahdinii lishalihil a’maali wal akhlaaq, innahuu laa yahdii lishaalihihaa wa laa yashrifu sayyii-ahaa illaa anta.

Artinya: ‘Ya Allah, ampunilah semua dosa-dosa dan kesalahanku, ya Allah, bimbinglah aku dan cukupkanlah aku, dan tunjukkanlah aku pada amal-amal yang sholeh dan akhlak yang mulia, sungguh tidak ada yang bisa menunjukkan amal-amal yang sholeh dan menolak amal-amal buruk, kecuali Engkau.” (HR Ibnu Sunni dari Umamah RA)

10. Doa Berlindung dari Kekufuran

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْكُفْرِ وَالفَقْرِ وَعَذَابِ القَبْرِ

Arab latin: Allaahumma innii a’uudzubika minal kufri wal faqri wa ‘adzaabal qabri.

Artinya: “Ya Allah, sungguh aku berlindung kepada-Mu dari kekufuran, kefakiran, dan dari pedihnya siksaan kubur.” (HR Ibnu Sunni dari Abu Bakar RA)

Demikian doa-doa setelah sholat fardhu singkat yang dicontohkan Rasulullah SAW dan bisa muslim amalkan. Semoga tiap muslim selalu memperoleh pengampunan dan ridho Allah SWT.

(azn/row)



Sumber : www.detik.com

Mengapa Bilal bin Rabah Disiksa oleh Orang-Orang Kafir Quraisy?



Jakarta

Bilal bin Rabah adalah sang muazin Rasulullah SAW yang memiliki sejarah hidup sangat hebat, terutama dalam memperjuangkan akidah.

Bilal bin Rabah juga seorang budak berkulit hitam dari Habsyah (Ethiopia). Nama lengkapnya yaitu Abu Abdullah Bilal bin Rabah al-Habsyi. Ia dilahirkan di daerah As-Sarah. Ayahnya bernama Rabah, sedangkan ibunya seorang budak berkulit hitam bernama Hamamah yang tinggal di Kota Makkah.

Bilal bin Rabah pernah merasakan penderitaan akibat ulah jahat dan kekejaman orang-orang kafir Quraisy. Pada saat itu, Bilal disiksa dengan biadab dan bengis, tetapi ia mampu bersabar dan tetap mempertahankan imannya.


Mengapa Bilal bin Rabah Disiksa Kafir Quraisy?

Dalam buku Ensiklopedi Kisah-Kisah Islami karya Kak Thifa, dikisahkan bahwa ketika Rasulullah SAW mulai berdakwah secara terang-terangan, banyak orang-orang kafir Quraisy yang memusuhi beliau dan orang-orang yang telah masuk Islam. Dengan kejamnya, kafir Quraisy menyiksa dan melukai umat Islam yang lemah, salah satunya Bilal bin Rabah.

Bilal bin Rabah merupakan seorang budak muslim yang kerap disiksa oleh majikannya, Umayyah. Pada saat itu, Bilal dijemur dengan keadaan bertelanjang dada di tengah padang pasir yang panas.

Tak hanya itu, sebongkah batu besar juga ditindihkan di atas perut Bilal. Meskipun siksaan dari kafir Quraisy begitu kejam, ketaqwaan dan keimanannya yang kuat membuat Bilal tetap berpegang teguh dengan agama Islam.

Saat disiksa, Bilal bin Rabah terus menerus mengucapkan, “Ahad, Ahad, Ahad…,” yang berarti Allah Yang Maha Esa.

Mengetahui peristiwa tersebut, hati Abu Bakar sangatlah tersentuh. Kemudian ia segera mengambil harta yang ia miliki lalu menemui Umayyah. Akhirnya, Abu Bakar berhasil membebaskan Bilal dari siksaan majikannya.

Keutamaan Bilal bin Rabah

Sebagai seorang muslim yang kukuh menegakkan akidahnya, Bilal bin Rabah memiliki banyak keutamaan. Mengutip dari buku The Great Sahaba karya Rizem Aizid, di antara keutamaan Bilal bin Rabah yaitu sebagai berikut:

1. Derap Langkah Bilal bin Rabah Terdengar di Surga

Salah satu keutamaan yang dimiliki oleh Bilal bin Rabah yaitu derap langkahnya terdengar di surga. hal ini menunjukkan bahwa Bilal bin Rabah merupakan salah satu orang yang telah dijanjikan surga oleh Allah SWT.

Dari Abu Hurairah RA, ia pernah bercerita bahwa Rasulullah SAW bersabda kepada Bilal bin Rabah setelah menunaikan sholat Subuh, “wahai Bilal, beritahukanlah kepadaku tentang perbuatan-perbuatanmu yang paling engkau harapkan manfaatnya dalam Islam. Sebab, sesungguhnya tadi malam aku mendengar suara terompahmu di depanku di surga.”

Bilal bin Rabah lalu menjawab, “tidak ada satu perbuatan pun yang pernah aku lakukan, yang lebih kuharapkan manfaatnya dalam Islam dibandingkan dengan (harapanku terhadap) perbuatanku yang senantiasa melakukan sholat (sunnah) yang mampu aku lakukan setiap selesai bersuci (wudhu) dengan sempurna pada waktu siang ataupun malam.” (HR Muslim).

2. Menjadi Orang Pertama yang Mengumandangkan Adzan

Bilal bin Rabah menjadi orang pertama yang mengumandangkan adzan. Telah dikisahkan sebelumnya bahwa Bilal bin Rabah adalah muadzin pertama dalam Islam. Ia menjadi orang pertama yang mengumandangkan adzan sejak disyariatkan oleh Rasulullah SAW sehingga hal ini menjadi salah satu dari keutamaannya.

3. Menjadi Orang Pertama yang Menampakkan Keislaman

Keutamaan Bilal bin Rabah berikutnya yaitu ia menjadi orang yang menampakkan keislamannya di depan kaum kafir Quraisy. Meskipun pada akhirnya Bilal bin Rabah mendapatkan siksaan yang sangat keji dari kafir Quraisy, tetapi ia tetap teguh pada keyakinannya.

Abdullah bin Mas’ud berkata:

“Ada tujuh orang yang pertama menampakkan keislamannya: (1) Rasulullah SAW, (2) Abu Bakar, (3) Ammar, (4) Sumayyah, (5) Shuhaib, (6) Bilal, dan (7) Miqdad. Rasulullah SAW dilindungi oleh pamannya dan Abu Bakar dilindungi oleh kaumnya. Adapun selain keduanya disiksa oleh orang-orang kafir Quraisy. Mereka dipakaikan pakaian dari besi lalu dijemur di atas terik Matahari. Mereka semua yang disiksa akhirnya menuruti apa yang diinginkan kafir Quraisy (mengucapkan kalimat kufur walaupun keimanan tetap berada di hati mereka) kecuali Bilal, ia menundukkan dirinya di jalan Allah…”

Itulah alasan mengapa Bilal bin Rabah disiksa oleh orang-orang kafir Quraisy sehingga ia memiliki banyak keutamaan di sisi Allah SWT. Semoga dengan mengetahui sejarah kehidupan Bilal bin Rabah dapat menjadikan keimanan para umat muslim semakin kuat.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Deretan Pujian Rasulullah kepada Umar bin Khattab



Jakarta

Umar bin Khattab adalah seorang sahabat kesayangan Rasulullah SAW. Semasa hidupnya, Rasulullah SAW banyak melontarkan pujian kepada Umar.

Sebelum mengenal ajaran Islam, Umar sangat membenci agama yang dibawa Rasulullah SAW ini karena menganggap Islam telah melanggar ajaran nenek moyang dan memecah belah kaum Quraisy. Dalam perjalanannya, kemudian Umar berubah menjadi seorang pembela Islam yang gigih lagi pemberani. Ia juga menjadi sahabat Rasulullah SAW yang dijamin surga.

Beliau turut membantu barisan Islam yang pada zaman itu masih sedikit jumlahnya. Keislaman Umar bin Khattab adalah jawaban Allah atas doa-doa yang dipanjatkan oleh Nabi Muhammad, “Ya Allah, muliakanlah Islam dengan salah seorang dari dua orang yang Engkau cintai, Umar bin Khattab atau Abu Jahal bin Hisyam.”


Pilihan Allah jatuh kepada Umar bin Khattab karena Abu Jahal mengingkari Allah beserta Rasul-Nya, bahkan melecehkan dan menyiksa umat Islam. Berkat perjuangan, kesetiaan, ketaatan, dan kegigihannya, Rasulullah memuji Umar dalam beberapa hadits.

Pujian Rasulullah untuk Umar bin Khattab

Rasulullah SAW memberikan julukan khusus kepada Umar, yakni Al Faruq (pembeda) yang berarti orang yang dapat memisahkan antara kebenaran dan kebatilan.

Nabi Muhammad bersabda,

أقواكم في دين الله عمر ؛ قوله الحق و ما له في الناس من الصديق

Artinya: “Yang paling teguh dalam melaksanakan agama Allah (syariat Islam) ialah Umar. Perkataanya adalah benar dan yang ia miliki dari (kepribadian) manusia adalah kejujuran.”

Mengutip buku Kisah Hidup Umar ibn Khattab oleh Mustafa Murrad, dari Uqbah ibn Amir Rasulullah bersabda, “Andaikata setelah aku terdapat seorang nabi, dia adalah Umar.” (HR Ahmad 4/154, At Tirmidzi 3686, al-Hakim 3/85, Ibn Syahin 140, al-Lalkai 2491).

Kemudian, dalam riwayat yang lain, Amr ibn Ash bertanya, “Wahai Rasulullah, siapakah yang paling kau cintai?” Rasulullah menjawab, “Aisyah.”

“Lalu siapakah lelaki yang paling kau utamakan?” Beliau menjawab, “Ayah ‘Aisyah (Abu Bakar).” Aku lanjut bertanya, “Lalu siapa lagi, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Umar ibn Khattab.”

Setelah itu Rasulullah menyebut nama sahabat lainnya. (HR al-Bukhari dalam Kitab Fadhail al-Shahabah, bab Qawl an-Nabi, juz 7, hal. 22, nomor 3662)

Pujian untuk Keimanan Umar

Rasulullah pernah memuji ketaatan Umar yang luar biasa. “Suatu malam aku bermimpi. Beberapa orang mendatangiku sambil membawa baju. Di antara mereka ada yang bajunya hanya sampai menutupi dada, di antara yang lain ada yang melebihinya.

Umar bin Khattab menghadapku sambil menyodorkan baju, dan aku pun menerima baju pemberian Umar.” Para sahabat bertanya, “Apa takwilnya, wahai Rasulullah?” Rasul menjawab, “Itu adalah perlambang dari agama.” (HR al-Bukhari dalam Kitab Fadhail al-Shahabah, Bab Manaqib Umar, juz 7, hal. 52, nomor 3861)

Rasulullah juga memuji Umar dalam hadits yang lain: “Suatu ketika aku pernah bermimpi. Dalam mimpi itu aku meminum susu sampai kurasakan kesegarannya mengalir di antara sela kuku jemariku. Setelah itu, kusodorkan gelas itu kepada Umar.”

Para sahabatnya bertanya, “Apa arti semua itu?” Rasulullah pun menjawab, “Itu perumpamaan ilmu.”

Perumpamaan ilmu dan susu sejatinya menyiratkan makna banyaknya manfaat dari keduanya. Ilmu dan susu juga obat dan penyembuh. Susu adalah sumber pokok kekuatan badani sementara ilmu adalah sumber kekuatan maknawi.

Adapun Lia Heliana dalam bukunya Rasulullah My Soulmate, menyebutkan bahwa Umar mendapat pujian dari Rasulullah. Salah satunya adalah, “Hai Umar, tidaklah setan berjumpa denganmu sedang berjalan di satu sisi melainkan ia berjalan di sisi yang tidak engkau lalui.”

Dalam riwayat lainnya disebutkan pujian kepada Umar bin Khattab atas keimanan dan sikapnya yang teguh pendirian, “Hai Umar, setanpun akan lari terbirit-birit jika berjumpa denganmu.”

Sebagai bagian dari Khulafaur Rasyidin, Umar bin Khattab memimpin Islam dengan gagah berani. Hal ini terbukti pada masa kepemimpinannya selepas Rasulullah dan Abu Bakar wafat, Islam pun mencapai masa-masa gemilang dan menjadi suatu kekhalifahan yang kuat.

Maka, tidak heran apabila Rasulullah SAW begitu menghormati perjuangan Umar lagi mengutamakannya dengan pujian-pujian yang beliau lontarkan. Hal ini termasuk bukti cinta Rasulullah kepada sahabatnya.

(dvs/dvs)



Sumber : www.detik.com

Kisah Nabi Adam yang Wafat & Dikafani Kain dari Surga



Jakarta

Ketika Nabi Adam AS yang merupakan manusia pertama ciptaan Allah SWT menemui ajalnya, beliau memperoleh perlakuan khusus dari para malaikat.

Ibnu Katsir dalam bukunya Qashash Al-Anbiya, mengemukakan bahwa Adam AS wafat pada hari Jumat. Di mana kemudian malaikat menemui beliau sambil membawa balsam (wewangian) dan kain kafan dari Allah SWT yang berasal dari surga.

Jumat adalah hari Adam AS menjemput ajal juga diketahui melalui sabda Nabi SAW yang diriwayatkan Abu Lubabah Al-Badri. Beliau SAW menuturkan: “Penghulu hari (Sayyidul Ayyam) adalah hari Jumat, dan ia adalah seagung-agungnya hari bagi Allah SWT, bahkan lebih agung bagi Allah daripada hari raya Fitri dan Adha.


Dan pada hari Jumat itu terdapat lima kejadian, yaitu; Allah menciptakan Adam AS, Allah menurunkan Adam ke dunia, Allah mewafatkan Adam, hari Jumat adalah saat yang tidaklah seseorang memohon kepada Allah melainkan pasti dikabulkan selama ia tidak meminta barang yang haram, dan pada hari itu akan terjadi kiamat. Tidak ada malaikat yang dekat kepada Allah, langit, bumi, angin, gunung-gunung, lautan melainkan semuanya mencintai hari Jumat.” (HR Ahmad & Ibnu Majah)

Kisah Wafatnya Nabi Adam AS

Masih dari Qashash Al-Anbiya, Ubay bin Ka’ab meriwayatkan hadits mengenai kisah wafatnya Adam AS. Ia berkata:

“Sesungguhnya ketika menjelang wafatnya, Adam AS berkata kepada anak-anaknya, ‘Wahai anak-anakku, aku menginginkan buah-buahan dari surga.’

Ka’ab melanjutkan, “Kemudian anak-anak Adam AS pun segera mencari buah-buahan itu untuk ayah mereka. Mereka lalu ditemui oleh para malaikat yang membawa balsam dan kain kafan. Sementara itu, anak-anak Adam AS membawa kapak, pedang, dan golok.

Para malaikat berkata kepada mereka, ‘Wahai anak-anak Adam, apa yang kalian inginkan dan apa yang kalian cari?’ Mereka menjawab: ‘Ayah kami sedang sakit dan beliau menginginkan buah-buahan dari surga.’

Para malaikat kembali berujar, ‘Kalian pulang lagi saja. Sesungguhnya, ayah kalian telah mendapatkannya.’

Setelahnya, para malaikat datang menemui Adam AS. Saat Hawa (istri Nabi Adam) melihat kedatangan mereka, ia mengetahui bahwa mereka adalah para malaikat. Hawa segera berlindung mendekati Adam AS.

Lalu Adam AS menuturkan, ‘Menjauhlah dariku, sesungguhnya aku datang sebelum kamu. Oleh sebab itu, menjauhlah dari hadapanku dan dari hadapan para malaikat Tuhanku.’

Tak lama, malaikat mencabut nyawa Adam AS. Kemudian memandikan, mengafani, dan mengolesi tubuhnya dengan wewangian. Selanjutnya, mereka mengubur jenazah beliau ke dalam liang kubur yang telah dipersiapkan.

Setelah itu, para malaikat berkata: ‘Wahai anak-anak Adam, inilah tata cara (mengurus jenazah) bagi kalian’.” (HR Ahmad dalam kitab Musnad-nya) Ibnu Katsir menyatakan hadits ini bersanad shahih.

Ibnu Abbas mengutip sumber yang sama, meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Para malaikat bertakbir empat kali (saat mensholati jenazah) Adam AS. Abu Bakar bertakbir empat kali (saat mensholati jenazah) Fathimah. Umar bertakbir empat kali (saat mensholati jenazah) Abu Bakar, dan Shuhaib bertakbir empat kali (saat mensholati jenazah) Umar.” (Disebutkan As-Suyuthi dalam kitab Al-Fathul Kabir, 2/316)

Tempat Nabi Adam AS Dimakamkan

Dalam Qashash Al-Anbiya dijelaskan bahwa para ulama berbeda pendapat mengenai lokasi makam Adam AS. Menurut pendapat yang masyhur, jenazah beliau dikebumikan di pegunungan yang juga menjadi tempat beliau diturunkan (dari surga), yaitu di Hindi.

Ada juga yang mengatakan jenazah Adam AS dikubur di Jabal Abu Qubais, sebuah gunung di kawasan Makkah.

Dikatakan dalam sumber lain, sebelum badai topan dan banjir dahsyat di zaman Nabi Nuh AS, Nuh AS sempat memindahkan jasad Adam AS dan Hawa dalam sebuah peti. Kemudian, jenazah keduanya dimakamkan di Baitul Maqdis. Pandangan ini juga diceritakan oleh Ibnu Jarir.

Ibnu Asakir meriwayatkan pula dari sebagian perawi, ia berkata, “Kepala (jenazah) Adam AS berada di Masjid Ibrahim, sementara kedua kakinya berada di bebatuan di Baitul Maqdis. Adapun Hawa wafat setahun setelah kematian Adam AS.” Wallahu a’lam.

(dvs/dvs)



Sumber : www.detik.com

Kisah Pemenggalan Malik bin Nuwairah, Si Pemimpin yang Enggan Bayar Zakat



Jakarta

Malik bin Nuwairah merupakan kepala suku dari Bani Tamim. Ia merupakan salah satu tokoh pembangkang pada masa khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq.

Pria yang tinggal di Buthah itu menolak membayar zakat. Selain itu, ia juga memerangi para pengikut-pengikut Islam yang ada di dalam sukunya, seperti dikisahkan dalam buku Kisah Empat Khalifah tulisan Fazl Ahmad.

Seusai wafatnya Nabi Muhammad SAW, mulailah muncul sosok pembangkang di Islam, seperti nabi palsu hingga sosok Malik bin Nuwairah. Kesesatan Malik ini diperangi oleh Abu Bakar dengan mengutus Khalid bin Walid, seorang panglima perang Islam yang tersohor pada masanya.


Kala itu, setelah mendengar Khalid akan datang menggempur pasukannya, Malik langsung membubarkan pasukannya. Sahabat Rasulullah yang dijuluki Pedang Allah itu bermain cerdik demi mengatasi kelicikan Malik, akhirnya dengan kepintarannya Khalid berhasil menangkap Malik.

Mengutip dari buku Lelaki Penghuni Surga oleh Ahmed Arkan, sebagian kaum Anshar tidak ingin menuruti Khalid untuk menyerang Malik. Khalid lantas berkata:

“Hal ini harus dilakukan karena ini adalah kesempatan yang tak boleh terlewatkan. Walaupun aku tidak mendapatkan instruksi, namun aku adalah pimpinan kalian dan akulah yang bertanggung jawab. Oleh karena itu, aku tidak bisa memaksakan kalian untuk mengikutiku, yang jelas aku harus ke Al-Buthah,” ujarnya.

Sebagai informasi, kala itu Malik tengah berdiam diri di suatu tempat yang dinamai Al-Buthah. Khalid dengan semangatnya yang berkobar untuk memerangi para pembangkang lalu melakukan perjalanan selama dua hari ke Buthah.

Menyaksikan hal itu, kaum Anshar lalu mengikuti dan menyusul Khalid untuk memerangi Malik di Buthah. Sesampainya di sana, Khalid memanggil Maik bin Nuwairah yang sedang berdiam diri.

Kemudian, Khalid menyatakan bahwa apa yang dilakukan Malik tidaklah baik. Terlebih zakat wajib ditunaikan oleh tiap umat Islam.

“Tidakkah engkau tahu bahwa zakat itu seiring dengan salat?” tanya Khalid.

Alih-alih merasa bersalah dan berdosa, Malik justru menjawab dengan enteng, “Begitulah yang dikatakan oleh sahabat kalian (Abu Bakar),”

“Berarti Abu Bakar adalah sahabat kami dan bukan sahabatmu?” kata Khalid kembali melontarkan pertanyaan dengan geram.

Melihat hal itu, Khalid kemudian meminta Dhirar ibnul Azur, salah satu bala tentaranya yang ia bawa untuk memenggal leher Malik. Mematuhi perintah sang panglima, Dhirar segera memenggal leher Malik tanpa pikir panjang. Terlebih, sikap Malik terlihat sangat melecehkan panglima perangnya dan merendahkan Islam.

Sayangnya, berita pemenggalan leher Malik sampai ke telinga Umar bin Khattab. Mendengar hal itu, Umar merasa kurang senang dengan keputusan sang panglima perang yang dinilai terburu-buru untuk menghabisi nyawa Malik bin Nuwairah.

Lantas, Umar berkata kepada Abu Bakar:

“Copotlah Khalid dari jabatannya! Sesungguhnya pedangnya terlampau mudah mencabut nyawa orang,” beber Umar.

Abu Bakar yang tidak setuju lalu menjawab, “Aku tidak akan menyarungkan pedang yang dihunus Allah terhadap orang kafir,”

Muttammim bin Nuwairah juga turut melaporkan perbuatan Khalid yang memenggal Malik. Umar lantas membantunya agar Abu Bakar membayarkan diyat untuk keluarga Malik dari harta pribadinya.

Diyat adalah uang darah. Nantinya saudara atau kerabat terdekat dari seseorang yang membunuh harus mengumpulkan dana untuk membantu keluarga yang terlibat dalam pembunuhan.

Meski Abu Bakar telah menyatakan tidak akan mencabut jabatan Khalid, Umar bin Khattab masih memaksa dan terus menyakinkannya. Akhirnya, Khalid dibawa ke Madinah dengan mengenakan baju perang yang berkarat karena banyak terkena darah.

Ketika menghadap Abu Bakar, Khalid pun meminta maaf atas tindakannya memenggal kepala Malik bin Nuwairah. Melihat Khalid yang seperti itu, Abu Bakar lantas memaafkannya dan tidak mencopot jabatan Khalid.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Saat Ali bin Abi Thalib Dobrak Benteng Kuat Khaibar Seorang Diri



Jakarta

Bersama 1.600 pasukan muslimin, Nabi Muhammad SAW bergerak menuju Khaibar. Pada permulaan bulan Rabiulawal tahun ke-7 Hijriah itu, Rasulullah SAW benar-benar merahasiakan pergerakan pasukannya untuk mengagetkan pasukan Yahudi sekaligus mencegah bantuan-bantuan militer yang datang dari kabilah-kabilah Ghathfan.

Menurut buku Kisah-kisah Manusia Suci susunan Sayyid Mahdi Ayatullah, di bawah lindungan kegelapan malam kaum Muslimin mengepung benteng-benteng Khaibar dan mengambil posisi di antara pepohonan kurma. Pada pagi harinya, pertempuran pun pecah dan jatuhlah benteng-benteng tersebut satu demi satu.

Dalam Perang Khaibar ini, ada sebuah kisah menarik mengenai Ali bin Abi Thalib RA yang turut serta di dalamnya. Keberanian Ali RA dibuktikan dengan menerobos gerbang Khaibar tanpa pelindung sebagaimana dijelaskan melalui buku 125 Cerita Fakta Islam yang Unik & Menakjubkan tulisan Alifa Aryatna.


Sebelumnya, kaum Muslimin kesulitan menaklukkan dua benteng tempat kaum Yahudi berkumpul untuk melakukan perlawanan pada kaum Muslimin dengan menggunakan anak panah. Rasulullah SAW kemudian mengutus Abu Bakar RA memimpin sebagian kekuatan pasukan Islam, sayangnya beliau menelan kekalahan.

Akhirnya Nabi Muhammad SAW mengutus Umar bin Khattab RA, namun kaum Muslimin tetap kalah. Hal itu lantas mendorong kaum Yahudi untuk mengolok-olok kekalahan pasukan Islam.

Kemudian, Rasulullah SAW bersabda:

“Sungguh besok aku akan menyerahkan panji-panji kepada seorang lelaki yang mencintai Allah serta rasul-Nya, dan Allah serta rasul-Nya pun mencintainya. Ia akan bertempur terus dan tidak melarikan diri. Karenanya ia tidak akan kembali hingga Allah memberikan kemenangan kepadanya,”

Mendengar ucapan Nabi Muhammad SAW, pasukan muslim bertanya-tanya siapakah sosok tersebut. Ketika pagi tiba, Rasulullah SAW memanggil Ali bin Abi Thalib RA dan menyerahkan panji-panji kepadanya serta mendoakannya meraih kemenangan.

Ali bin Abi Thalib RA mengibarkan panji-panji dan bergerak bersama pasukan muslim untuk menghadapi musuh-musuh. Kaum Yahudi yang tengah terlena karena sebagian kemenangannya, sehingga sebagian kekuatan mereka berada di luar benteng.

Pada saat itu pula, Ali RA bersama pasukan muslim masuk dan melancarkan serangan tak terduga. Bahkan, Ali RA berhasil membunuh Marhab dan Al Harits yang kala itu merupakan pahlawan Yahudi hingga menimbulkan ketakutan dalam barisan Yahudi.

Setelahnya, pasukan Yahudi menarik diri ke dalam benteng dan mengunci seluruh pintunya. Kaum Muslimin menghalau agar mereka tidak masuk benteng. Namun, ketika pasukan Yahudi masuk dan mengunci pintu benteng, barisan muslimin tidak dapat mendobraknya.

Ali RA kemudian menjulurkan tangannya ke pintu benteng dan menggoyangkan pintu itu sekuat tenaga. Atas izin Allah, dicabutnya pintu tersebut dan dijadikan sebagai jembatan penyeberangan pasukan Islam.

Menyaksikan peristiwa itu, tentara muslim terkejut. Bagaimana bisa Ali RA mendobrak pintu itu seorang diri sementara sebelumnya mereka mencoba mendobrak pintu dengan kekuatan tujuh orang.

Setelah itu, pasukan muslim meraih kemenangan. Kaum Yahudi memohon perdamaian dengan Rasulullah dan meminta untuk tetap diizinkan menghuni rumah-rumah mereka, dengan catatan mereka menyerahkan separuh penghasilan setiap tahun kepada kaum Muslimin.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Abu Bakar Temani Rasulullah SAW Hijrah ke Madinah


Jakarta

Rasulullah SAW melakukan hijrah dari Makkah ke Madinah untuk menyebarkan syiar dakwah ajaran Islam. Seorang sahabat mendampingi dengan setia, dia adalah Abu Bakar Ash Shiddiq RA.

Sebelum Rasulullah SAW melakukan perjalanan hijrah, Abu Bakar RA menjadi orang yang sangat ingin berhijrah. Abu Bakar RA bahkan telah menyiapkan beberapa keperluan yang nantinya akan dibawa selama perjalanan hijrah.

Merangkum buku, Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam Jilid 1 yang ditulis oleh Abu Muhammad Abdul Malik bin Hisyam Al-Muafiri, Ibu Ishaq mengatakan bahwa Abu Bakar RA seringkali meminta izin kepada Rasulullah SAW untuk pergi berhijrah ke Madinah. Abu Bakar RA pun bahkan telah membeli dua ekor unta, sebagai kendaraan untuk persiapan berhijrah. Dua ekor unta itu kemudian ia pelihara di rumahnya, sambil menunggu waktu hijrah tiba.


Mengetahui Abu Bakar RA sangat bersemangat, Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah engkau terlalu terburu-buru, mudah-mudahan Allah akan memberimu teman.”

Persiapan Hijrah Rasulullah SAW Ditemani Abu Bakar

Urwah bin Az-Zubair dari Aisyah Ummul Mukminin berkata, “Rasulullah biasanya datang ke rumah Abu Bakar di waktu sore atau pagi. Pada hari Allah mengizinkan dan memerintahkan beliau untuk berhijrah, beliau datang pada tengah hari.”

Abu Bakar RA yang melihat kedatangan Rasulullah SAW ke rumahnya terkejut dan berkata, “Ya Rasulullah, engkau tidak datang di waktu seperti ini melainkan untuk sesuatu yang penting.”

Kala itu di dalam rumah Abu Bakar RA hanya ada kedua anaknya, yaitu Aisyah RA dan saudarinya Asma’ binti Abu Bakar.

Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah telah mengizinkanku keluar dari Makkah untuk berhijrah.”

Aisyah RA berkata, “Demi Allah, aku belum pernah melihat orang menangis karena gembira, saat itu aku melihat pada Abu Bakar.”

Abu Bakar RA bertanya kepada Rasulullah SAW, “Apa aku boleh menemanimu ya Rasulullah?
Rasulullah SAW pun menjawab, “Engkau boleh menemaniku.”

Abu Bakar RA langsung berkata, “Ya Nabi Allah, sesungguhnya aku telah mempersiapkan dua ekor unta untuk berhijrah, silakan engkau ambil.”

Rasulullah SAW lalu mengambilnya, namun tidak secara cuma-cuma melainkan membelinya dari Abu Bakar RA. Keduanya kemudian melakukan persiapan untuk perjalanan panjang dari Makkah ke Madinah.

Rasulullah SAW dan Abu Bakar RA kemudian menyewa Abdullah bin Uraiqith seorang dari Bani Ad-Dail bin Bakr dan ibunya yang berasal dari Bani Sahm bin Amr seorang musyrik, yang akan menjadi petunjuk jalan bagi mereka.

Akhirnya, Rasulullah SAW dan Abu Bakar RA menyerahkan unta tersebut kepadanya sampai hari yang telah ditentukan oleh keduanya untuk melakukan perjalanan.

Pada tahun 622 Masehi atau 13 tahun pasca kenabian, Nabi Muhammad SAW hijrah dari Mekah menuju Madinah. Mereka melakukan perjalanan hijrah secara sembunyi-sembunyi untuk menghindari kejaran kaum Quraisy.

Ancaman kepada Rasulullah SAW

Kaum Quraisy merasa marah karena mendengar kabar tentang banyaknya orang-orang kaum Anshar dan Muhajirin yang telah memeluk agama Islam. Atas dasar tersebut, mereka sangat mewaspadai keluarnya Rasulullah SAW dari Mekkah ke Madinah.

Kaum Quraisy bahkan bersepakat membuat rencana untuk menyerang, dan telah menyusun rencana untuk membunuh Rasulullah SAW.

Ketika orang-orang kafir dari kaum Quraisy mengetahui bahwa Nabi SAW dan Abu Bakar RA sudah pergi dari Makkah, mereka langsung mencari dan menyiapkan hadiah seratus unta bagi orang yang berhasil menangkap Rasulullah SAW untuk diserahkan kepada mereka.

Abu Bakar RA merasa khawatir dan bersedih, setiap kali ada orang yang akan memburu mereka dalam perjalanan. Kemudian Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah engkau bersedih, karena sesungguhnya Allah bersama kita” lalu beliau melanjutkan membaca doa ” Ya Allah, lindungilah kami dari mereka menurut kehendak-Mu.”

Kisah ini diabadikan dalam Al-Qur’an surat At Taubah ayat 40,

إِلَّا تَنصُرُوهُ فَقَدْ نَصَرَهُ ٱللَّهُ إِذْ أَخْرَجَهُ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ ثَانِىَ ٱثْنَيْنِ إِذْ هُمَا فِى ٱلْغَارِ إِذْ يَقُولُ لِصَٰحِبِهِۦ لَا تَحْزَنْ إِنَّ ٱللَّهَ مَعَنَا ۖ فَأَنزَلَ ٱللَّهُ سَكِينَتَهُۥ عَلَيْهِ وَأَيَّدَهُۥ بِجُنُودٍ لَّمْ تَرَوْهَا وَجَعَلَ كَلِمَةَ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ ٱلسُّفْلَىٰ ۗ وَكَلِمَةُ ٱللَّهِ هِىَ ٱلْعُلْيَا ۗ وَٱللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

Artinya: Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya: “Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita”. Maka Allah menurunkan keterangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Al-Quran menjadikan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Rasulullah SAW dan Abu Bakar RA memilih untuk melewati Gunung Tsur setelah menempuh perjalanan sejauh 5 mil (sekitar 8 km). Tempat ini medannya sulit karena jalannya menanjak dan banyak bebatuan besar.

Abu Bakar Ash-Shiddiq RA sempat memapah beliau hingga tiba di sebuah gua di puncak gunung. Gua tersebut dikenal dengan Gua Tsur. Keduanya lalu bersembunyi di dalam gua selama tiga malam, dari malam Jumat hingga malam Minggu.

Kedatangan Rasulullah SAW di Madinah

Kedatangan Rasulullah SAW dan Abu Bakar RA disambut baik oleh penduduk Madinah. Kaum muslimin di Madinah yang telah mendengar keberangkatan Abu Bakar RA dan Rasulullah SAW dari Mekkah ke Madinah merasa sangat gembira.

Dikutip dari buku “Kisah Teladan Sepanjang Zaman: Rasullullah dan Para Sahabat” karya Syaikh Muhammad Yusuf, orang yang pertama kali melihat kedatangan Rasulullah SAW adalah seorang Yahudi. Pada saat itu orang Yahudi tersebut melihat kedatangan mereka dari atap rumahnya, setelah itu ia langsung berteriak keras memanggil penduduk Madinah untuk memberitahukan mengenai kedatangan Rasulullah SAW dan Abu Bakar RA.

Penduduk Madinah pun segera keluar dan pergi ke batas kota untuk menyambut kedatangan mereka. Namun,orang-orang belum pernah melihat wujud dari Rasulullah SAW. Pada saat itu kaum Anshar langsung mendatangi dan menyalami Abu Bakar RA, karena mereka mengira Abu bakar RA adalah Rasulullah SAW.

Al Baihaqi telah meriwayatkan dalam Al-Bidayah: 3/197, dari Aisyah RA mengatakan, “Ketika Rasulullah dan Abu Bakar tiba di kota Madinah, saking bahagianya penduduk di sana banyak kaum wanita dan anak-anak membacakan syair:

“Telah muncul bulan purnama ke atas kami yang datang dari bukit, Tsaniyatil Wada’, wajib bersyukur atas kami dan atas ajakanya kepada Allah.”

Setibanya di Madinah, bertepatan dengan hari Senin bulan Rabi’ul Awal Rasulullah SAW tinggal di kediaman Bani Amir bin Auf. Selama di sana, beliau membangun masjid di Quba. Beliau menjadi orang yang meletakan batu pertama untuk pembangunan Masjid Quba, yang dibangun atas dasar ketakwaan kepada Allah SWT.

Peristiwa hijrahnya Rasulullah SAW dari Makkah ke Madinah ini menjadi peristiwa yang kemudian dikenang sebagai awal tahun Hijriyah.

(rah/kri)



Sumber : www.detik.com