Tag Archives: Abu Bakar Ash

Sosok Sahabat Nabi yang Paling Kuat, Dulunya Preman Quraisy



Jakarta

Sosok sahabat Nabi SAW paling kuat adalah Umar bin Khattab. Ia adalah khalifah kedua yang menggantikan Abu Bakar Ash-Shiddiq.

Melansir buku Biografi 10 Sahabat Nabi yang Dijamin Masuk Surga karya Sujai Fadil, Umar bin Khattab dijuluki Al-Faruq oleh Rasulullah SAW karena bisa memisahkan antara kebenaran dan kebatilan.

Biografi Singkat Umar bin Khattab

Umar bin Khattab lahir di Makkah, Jazirah Arab pada 583 M. Ia wafat pada 25 Zulhijah atau 23 Hijriyah, tepatnya pada 3 November 644 M.


Letak makam Umar bin Khattab tepat di sebelah kiri makam Nabi Muhammad SAW di Masjid Nabawi, Madinah. Umar bin Khattab memiliki gelar selain Al-Faruq yaitu Amirul Mukminin yang artinya pemimpin orang-orang yang beriman.

Masih dalam buku yang sama, juga menjelaskan mengenai profil dari Umar bin Khattab. Ia berasal dari bani Adi yang masih satu rumpun dari suku Quraisy dengan nama lengkap Umar bin al-Khattab bin Abdul Uzza.

Keluarga Umar bin Khattab termasuk dalam keluarga kelas menengah. Ia bisa membaca dan menulis yang pada masa itu merupakan sesuatu yang sangat jarang sekali terjadi. Bukan hanya itu saja, Umar bin Khattab juga dikenal memiliki fisik yang kuat bahkan ia juga menjadi juara gulat di Makkah.

Umar bin Khattab tumbuh menjadi pemuda yang sangat disegani dan ditakuti pada masa itu. Ia memiliki watak yang keras hingga dijuluki sebagai “Singa Padang Pasir”. Ia termasuk pemuda yang amat keras dalam membela agama tradisional Arab yang saat itu masih menyembah berhala serta menjaga adat istiadat mereka.

Kebiasaan Umar bin Khattab sebelum Masuk Islam

Merangkum buku Akidah Akhlak karya Harjan Syuhada dan buku Biografi 10 Sahabat Nabi yang Dijamin Masuk Surga karya Sujai Fadil dikisahkan bahwa sebelum memeluk Islam, Umar bin Khattab dikenal sangat gigih dalam membela agama nenek moyangnya.

Bahkan, ia dikenal sebagai peminum berat namun setelah menjadi muslim ia tidak lagi menyentuh alkohol (khamr) sama sekali, meskipun saat itu belum diturunkan larangan meminum khamr secara tegas. Umar bin Khattab dulu juga tidak membiarkan siapapun mengusik agama nenek moyangnya. Itulah mengapa ketika Rasulullah SAW mulai mendakwahkan Islam Umar bin Khattab menjadi salah satu yang sangat memusuhi Rasulullah SAW.

Dalam buku Umar bin Khathab RA karya Abdul Syukur al-Azizi turut dikatakan bahwa Umar bin Khattab dikenal sebagai jawara kota Makkah alias preman di kota itu. Pada masa mudanya, ia senang berkelahi dan menantang siapa pun yang berbeda pendapat dengannya.

Ia memiliki sifat temperamen, keras, arogan, dan mudah emosi. Ia juga dikenal sebagai pegulat yang biasa bertanding pada pekan tahunan Ukaz dan menyabet predikat jawara.

Kisah Umar bin Khattab Memeluk Islam

Pada waktu awal dakwah Islam di Makkah, bersama dengan Abdul Hakam bin Hisyam (Abu Jahal), Umar bin Khattab merupakan tokoh Quraisy yang sangat ditakuti oleh kaum Muslimin. Hingga pada puncak kebenciannya terhadap Rasulullah SAW ia mencoba untuk membuhun Nabi Muhammad SAW.

Namun, sebelum melaksanakan niatnya, dalam perjalanan ia bertemu dengan Nu’aim bin Abdullah dan memberikan kabar bahwa saudara perempuan Umar bin Khattab telah memeluk Islam.

Karena kabar tersebut, Umar bin Khattab menjadi terkejut dan kembali ke rumah. Dalam riwayatnya, Umar bin Khattab menjumpai saudarinya yang kebetulan sedang membaca Al-Qur’an surah At-Thaha ayat 1-8. Hal ini membuatnya semakin marah dan memukul saudarinya.

Hingga ia merasa iba saat melihat saudarinya berdarah, ia kemudian meminta agar ia melihat bacaan tersebut. Hingga ia menjadi sangat terguncang saat melihat isi Al-Qur’an dan beberapa waktu setelah kejadian itu Umar bin Khattab akhirnya menyatakan masuk Islam dan membuat semua orang terkejut.

Hingga pada akhirnya, Umar bin Khattab masuk Islam setelah Nabi Muhammad SAW menjadi rasul selama enam tahun. Ia pun menjadi Khalifah setelah Abu Bakar Ash-Shiddiq. Selama di bawah pemerintahan Umar bin Khattab kekuasaan Islam tumbuh sangat pesat.

Islam mengambil alih Mesopotamia dan Persia dari tangan Dinasti Sassanid, serta mengambil alih Mesir, Palestina, Syria, Afrika Utara dan Armenia dari Kekaisaran Romawi (Byzantium). Saat itu ada dua negara adidaya, yaitu Persia dan Romawi, namun keduanya telah ditaklukkan oleh kekhalifahan Islam di bawah pimpinan Umar bin Khattab.

Umar bin Khattab juga melakukan banyak reformasi secara administratif dan mengontrol dari dekat mengenai kebijakan publik termasuk membangun sistem administrasi untuk daerah yang baru ditaklukkan.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Nu’aiman, Sahabat Nabi yang Suka Menjahili Rasulullah SAW



Jakarta

Nu’aiman adalah seorang sahabat Nabi Muhammad SAW yang terkenal suka bercanda. Meski demikian, Nu’aiman pernah ikut serta menjadi bagian pasukan Islam dalam Perang Badar yang dipimpin Rasulullah SAW.

Dikutip melalui buku Saring Sebelum Sharing karya Nadirsyah Hosen, salah satu kisah Nu’aiman yang menarik untuk diceritakan yakni saat ia mengerjai Rasulullah SAW. Nu’aiman bin Ibnu Amr bin Raf’ah adalah nama lengkapnya. Nu’aiman diriwayatkan oleh Nabi Muhammad SAW bahwa ia akan memasuki surga dengan keadaan tertawa.

Saat Nu’aiman Mengerjai Rasulullah SAW

Kisah ini dimulai ketika Nu’aiman mendatangi Nabi Muhammad SAW dengan membawakan buah-buahan sebagai hadiah. Tak lama kemudian ternyata datanglah seorang penjual buah-buahan yang menagih uang pembayaran buah-buahan tersebut kepada Nabi Muhammad SAW.


Rasulullah SAW yang terkaget sontak bertanya kepada Nu’aiman, “Bukankah engkau memberikan buah-buah ini sebagai hadiah kepadaku?”

Tanpa disangka ternyata Nu’aiman berhutang terlebih dahulu kepada penjual buah-buahan tersebut. Ia ternyata berkata kepada penjual tersebut bahwa buah-buahan itu sudah dibebankan tagihan atas nama Rasulullah SAW.

Nu’aiman menjawab pertanyaan Rasulullah SAW tadi, “Benar, ya Rasulullah, aku sungguh ingin memakan buah-buahan ini bersamamu, akan tetapi aku sedang tidak memiliki uang.”

Respons suri tauladan umat Islam ini tertawa, lalu ia membayar harga buah yang ditagihkan kepadanya itu.

Saat Nuaiman ‘Menjual’ Sahabatnya

Kisah selanjutnya yang juga masih diceritakan dari buku yang sama, dipastikan sumbernya melalui Ibnu Majah. Pada suatu hari Nu’aiman pernah diajak untuk berjualan bersama Abu Bakar Ash-Shiddiq juga dengan sahabat lainnya ke Negeri Syam. Negeri Syam dapat dikatakan menjadi salah satu negeri paling maju saat itu.

Salah satu dari sahabat itu namanya adalah Suwaibith bin Harmalah. Dikisahkan ketika hari beranjak siang, Nu’aiman yang sedang merasa kelaparan menghampiri Suwaibith yang saat itu ditugaskan untuk menjaga makanan.

Suwaibith yang bersikap patuh serta amanah kemudian menolak dengan tegas saat Nu’aiman hendak meminta satu potong roti untuknya. Hingga Nu’aiman berkata, “Kalau memang begitu, artinya kamu setuju saya buat ulah yang membuatmu marah!”

Ulah yang dimaksudkan oleh Nu’aiman adalah ketika ia bertemu dengan sekelompok kafilah, ia bertanya kepada mereka, “Apakah kalian hendak membeli budak? Saya memiliki budak yang tangkas dan pandai bicara,” ujarnya.

Kafilah yang tertarik dengan budak yang ditawarkan Nu’aiman itu kemudian membayarnya dengan sepuluh ekor unta. Dengan cerdik seakan membaca masa depan Nu’aiman berkata, “Budak itu nantinya akan berkata, ‘Saya adalah orang merdeka dan bukan budak!’ Apabila demikian, jangan hiraukan perkataannya,”

Setelah beberapa saat para kafilah itu datang ke tempat Suwaibith berada dan berkata “Kami telah membelimu!” Suwaibith pun menjawab “Dia (Nuaiman) itu pembohong, saya adalah seorang lelaki merdeka!”

Lalu, para kafilah itu menjawab, “Dia telah mengatakan kepada kami bahwa engkau akan berkata yang sedemekian itu.” Mereka pun menghiraukan perkataan Suwaibith kemudian mengikatkan tali di lehernya dan langsung pergi.

Ketika beberapa waktu, Abu Bakar yang datang Negeri Syam kemudian diberi tahu akan kejadian tersebut. Ia dan para sahabat pun akhirnya bergegas pergi untuk menemui kafilah untuk menjelaskan kondisi yang sebenarnya.

Setelah berunding, kafilah pun sepakat untuk mengembalikan Suwaibith dan dikembalikan juga sepuluh ekor unta yang dibayarkan mereka untuk ‘budak’ Suwaibith.

Setelah beberapa lama, Rasulullah SAW pun juga mendengarkan mengenai kisah ini. Ketika kisah ini diceritakan kepada Rasulullah SAW, beliau merespons dengan tertawa karena kelucuan atas aksi jahil Nuaiman tersebut.un

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Saat Umar bin Khattab Ingin Dimakamkan di Sisi Dua Sahabatnya



Jakarta

Umar bin Khattab dikenal sebagai sosok sahabat nabi yang sekaligus pernah menjadi khalifah. Menjelang dirinya wafat, ia punya satu permintaan yang tak ada lagi lebih penting dari hal itu. Ini kisahnya!

Menukil Kitab Bidayah wan Nihayah karya Ibnu Katsir, Umar bin Khattab memiliki julukan ‘Al-Faruq’. Ia juga diberi gelar ‘Amirul Mukminin’ saat menjabat sebagai khalifah yang menggantikan kepemimpinan Rasulullah SAW dalam persoalan kenegaraan.

Ketika memangku amanah menjadi khalifah, ia banyak menorehkan prestasi. Seperti berhasil menaklukkan banyak daerah di negeri Syam dan Irak, sehingga wilayah kekuasaan Islam meluas.


Selain itu, ia yang pertama kali membuat penanggalan Hijriah, mengumpulkan kaum muslim untuk salat Tarawih berjamaah, berkeliling untuk mengontrol rakyatnya, membentuk tentara resmi, hingga membuat undang-undang perpajakan.

Menjelang penghujung hayatnya, Umar bin Khattab sempat berdoa kepada Allah SWT untuk mengadu akan usianya yang senja dan kekuataannya yang melemah, sementara rakyatnya tersebar luas dan ia khawatir tak mampu menjalankan tugasnya dengan baik.

Sehingga berdoalah ia kepada Allah SWT supaya mewafatkannya dalam keadaan syahid dan bisa dikebumikan di Madinah. Diriwayatkan dalam Shahih Muslim, Umar pernah berkata, “Ya Allah, aku memohon kepada-Mu mendapatkan syahadah (mati syahid) di atas jalan-Mu dan wafat di tanah Nabi-Mu.”

Dan benar saja, Allah SWT yang Maha Mendengar mengabulkan doa Umar bin Khattab. Dirinya wafat setelah dibunuh oleh seorang budak Majusi.

Kisah Terbunuhnya Umar bin Khattab

Masih dari Kitab Bidayah wan Nihayah, Umar bin Khattab ditikam seorang hamba sahaya Majusi bernama Abu Lu’lu’ah Fairuz, milik al-Mughirah bin Syu’bah.

Peristiwa penusukan terjadi pada waktu pagi, tepatnya tanggal 25 Dzulhijjah tahun 23 Hijriah, ketika dirinya memimpin salat Subuh berjamaah. Setelah kejadian, Umar tersungkur dan menunjuk Abdurrahman bin Auf agar menggantikannya menjadi imam salat.

Kemudian Abu Lu’lu’ah berlari ke belakang sambil menikam orang-orang yang dilaluinya. Sebanyak 13 orang terluka dan enam orang dari mereka tewas. Saat itu, ada seseorang yang melemparkan humus (baju panjang) kepada Abu Lu’lu’ah supaya ia terjerat. Tetapi Abu Lu’lu’ah terlanjur bunuh diri.

Darah Umar bin Khattab yang kala itu mengalir deras dari luka tusuk, membuat dirinya segera dibawa pulang ke rumah.

Ketika mengetahui bahwa seorang budak Majusi yang menikamnya, Umar berkata, “Semoga Allah memberikan kejelekan baginya, kami telah menyuruhnya suatu perkara yang baik.”

Kemudian Umar bin Khattab mewasiatkan agar penggantinya (seorang khalifah) dimusyawarahkan oleh enam orang yang Rasulullah SAW wafat dalam keadaan ridha kepada mereka, yakni Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Thalhah, az-Zubair, Abdurrahman bin Auf, dan Sa’ad bin Abi Waqqash.

Umar bin Khathab berwasiat kepada orang yang akan menggantikannya untuk berbuat yang terbaik kepada seluruh manusia dengan berbagai tingkatan mereka.

Akhirnya, Umar bin Khattab wafat tiga hari setelah peristiwa penikaman itu. Ia dimakamkan pada hari Ahad, awal Muharram tahun 24 H.

Umar Minta Izin Dikebumikan di Sisi Dua Sahabatnya

Saat Umar bin Khattab dalam keadaan terluka berdarah-darah setelah peristiwa penikaman, dirinya menyuruh Abdullah bin Umar, putranya, untuk mendatangi Ummul Mukminin Aisyah di rumahnya.

Umar berujar, “Berangkatlah engkau sekarang ke rumah Aisyah Ummul Mukminin dan katakan, ‘Umar bin Khattab menyampaikan salam kepadanya dan jangan kau katakan salam dari Amirul Mukminin. Sebab sejak hari ini, aku tidak lagi menjadi Amirul Mukminin, katakan kepadanya bahwa Umar bin Khattab minta izin agar dapat dimakamkan di samping dua sahabatnya.”

Maka pergilah Abdullah bin Umar ke rumah Aisyah, dan segera mengucapkan salam untuk izin masuk ke dalam. Ternyata didapati Aisyah sedang duduk menangis.

Abdullah bin Umar berkata, “Umar bin Khattab mengucapkan salam untukmu dan ia meminta izin agar dapat dikebumikan di sisi kedua sahabatnya.”

Aisyah menjawab, “Sebenarnya aku menginginkan agar tempat tersebut menjadi tempatku kelak jika mati, tetapi hari ini aku harus mengalah untuk Umar bin Khattab.”

Ketika Abdullah bin Umar kembali, maka ada seorang yang mengatakan, “Lihatlah Abdullah bin Umar telah datang.” Kemudian Umar bin Khattab berkata, “Angkatlah aku.”

Salah seorang menyandarkan Umar bin Khattab ke tubuh anaknya, Abdullah bin Umar. Umar lalu bertanya kepada putranya, “Apa berita yang engkau bawa?” Ia menjawab, “Sebagaimana yang engkau inginkan, wahai Amirul Mukminin. Aisyah telah mengizinkan dirimu.”

Maka Umar berkata, “Alhamdulillah, tidak ada yang lebih penting bagiku selain dari itu. Jika aku wafat maka bawalah jenazahku ke sana dan katakan, ‘Umar bin Khattab minta izin untuk dapat masuk.’ Jika ia (Aisyah) memberikan izin maka bawalah aku masuk, tetapi jika ia menolak, maka bawalah jenazahku ke pemakaman kaum muslimin.”

Tak lama Umar bin Khattab menemui ajalnya, maka kaum muslim yang hadir kala itu keluar membawa jenazahnya menuju rumah Aisyah. Abdullah bin Umar mengucapkan salam sambil berkata, ‘Umar bin Khattab meminta izin agar dapat masuk.”

Aisyah menjawab, “Bawalah ia masuk.” Kemudian jenazah Umar bin Khattab dibawa masuk dan dimakamkan di tempat itu bersama kedua sahabatnya, yakni Rasulullah SAW dan Abu Bakar Ash-Shiddiq.

Diketahui semasa hidupnya Umar bin Khattab sangat dekat dengan Nabi SAW, begitu juga bersama Abu Bakar Ash-Shiddiq. Sebagaimana Ali bin Abi Thalib pernah menuturkan kepada Umar, yang dinukil dari sumber yang sama:

“Demi Allah, aku merasa yakin bahwa Allah akan mengumpulkanmu dengan kedua sahabatmu (Nabi SAW dan Abu Bakar Ash-Shiddiq). Aku banyak mendengar Rasulullah SAW bersabda, ‘Aku berangkat bersama Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Umar bin Khattab, aku masuk bersama Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Umar bin Khattab, aku keluar bersama Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Umar bin Khattab.”

Akhirnya, Umar bin Khattab dikubur di kamar Nabi Muhammad SAW, di samping Abu Bakar Ash-Shiddiq, setelah mendapat izin dari Ummul Mukminin, Aisyah.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Siapa Wanita Pertama yang Mati Syahid Membela Islam?



Jakarta

Sumayyah binti Khayyat adalah wanita pertama yang mati syahid karena membela Islam. Mengutip dari buku Wanita-wanita Penghuni Surga karangan Endah Suci Astuti, Sumayyah juga merupakan wanita kedua yang masuk Islam setelah Khadijah binti Khuwailid yaitu istri Nabi Muhammad SAW.

Sumayyah dalam berbagai keterangan dituliskan dengan nama Sumayyah binti Khabath ada pula yang menyebutnya Sumayyah binti Khayyat.

Masih bersumber dari buku yang sama, Sumayyah dijelaskan sebagai seorang budak yang dimiliki oleh Abu Hudzaifah bin Al-Mughirah Al-Makhzumi. Setelah putranya yang bernama Ammar bin Yasir lahir, Sumayyah kemudian dimerdekakan. Lalu ketika Abu Hudzaifah meninggal, keluarganya pun mendapat perlindungan dari Bani Makhzum.


Meskipun menjadi budak, Sumayyah adalah orang yang berani dan termasuk dalam tujuh sahabat pertama yang memeluk Islam. Ia bersama dengan adalah Abu Bakar As-Shiddiq, Ali bin Abi Thalib, Khadijah, Zaid bin Haritsah, Sumayyah binti Khabath, Ammar bin Yasir, dan Bilal bin Rabah termasuk orang-orang istimewa khususnya pada awal kenabian Muhammad SAW.

Sumayyah dinikahkan oleh tuannya dengan Yasir. Abu Hudzaifah melakukan pernikahan ini karena merasa sayang dengan Yasir serta merasa Sumayyah adalah gadis yang pantas.

Hasil pernikahan ini pun melahirkan Ammar, Abdullah, dan Harits. Namun dikisahkan bahwa Harits atau putra bungsunya telah meninggal sebelum kedatangan ajaran Islam karena telah dibunuh.

Mati Syahid di Tangan Abu Jahal

Setelah Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi rasul, Sumayyah dan keluarganya perlahan-lahan mulai memasuki Islam. Permasalahan pun dimulai ketika kaum kafir Quraisy yang kejam mulai mengganggu dakwah dan penyebaran agama Islam Rasulullah SAW.

Ketika itu kaum kafir Quraisy belum berani mencelakakan Nabi Muhammad SAW secara langsung. Hal ini dikarenakan Nabi Muhammad SAW merupakan keponakan Abu Thalib yang disegani. Nabi Muhammad SAW juga dilindungi Abu Bakar Ash-Shiddiq yang memiliki kekuasaan.

Gangguan kepada dakwah Rasulullah SAW ini semakin parah ketika kaum Quraisy mulai menyerang orang-orang terdekat Rasulullah SAW. Salah satu cara kaum Quraisy untuk mengganggu Rasulullah SAW adalah dengan menyerang keluarga-keluarga kecil dan lemah sebagai teror dan peringatan.

Keluarga Sumayyah sebagai keluarga budak pun tak luput dari kekejaman yang dipimpin oleh Abu Jahal ini. Keluarga Sumayyah diseret ke pasang pasir di tengah hari kemudian dikenakan baju besi. Hal ini dilakukan sebagai bentuk penyiksaan Abu Jahal yang berlangsung berhari-hari lamanya.

Oleh karena penyiksaan yang kejam itu, Nabi Muhammad SAW tidak berdaya untuk membantu menyelamatkan keluarga Sumayyah. Diriwayatkan lewat Utsman bin Affan, Nabi Muhammad SAW hanya bisa menghibur dan mendoakan mereka sebagai berikut, “Bersabarlah wahai keluarga Yasir, karena tujuan kalian adalah surga,” (HR Al-Hakim)

Karena tetap teguh mempertahankan keislamannya dan bersaksi tiada tuhan selain Allah SWT maka Yasir dan Sumayyah wafat dalam keadaan syahid. Keteguhan hati Sumayyah ini membuat jengkel Abu Jahal dan membuatnya langsung membunuh Sumayyah.

Penghormatan Nabi untuk Sumayyah

Rasulullah SAW yang masih terus berjuang berdakwah demi Islam mengetahui putra dari Sumayyah, Ammar, berhasil selamat. Ammar pun bertanya kepada Rasulullah SAW,

“Kapankah siksaan kepada kaum muslim ini akan berakhir? Kapan kaum muslim bisa hidup dengan tenang? Penderitaan yang kami terima ini sudah di luar batas,”

Rasulullah SAW pun menjawab, “Sabarlah, wahai Abal Yaqdha… Sabarlah wahai keluarga Yasir, tempat kalian yang dijanjikan adalah surga!”

Setelah itu, Ammar yang ditinggalkan kedua orang tuanya yang mati syahid sangat disayang oleh Rasulullah SAW. Ammar diberikan panggilan Ibnu Sumayyah. Nama yang tidak umum menurut budaya Arab.

Sebab, umumnya panggilan seorang anak akan berdasarkan nama ayahnya. Namun, khusus untuk Ammar disematkan nama Sumayyah karena dianggap sebagai bentuk penghormatan Rasulullah SAW kepada Sumayyah.

Sumayyah pada akhirnya berperan penting tidak hanya menginspirasi umat muslim, namun juga sebagai teladan akan keimanannya. Itulah kisah dari wanita pertama yang mati syahid, semoga kita sebagai umat muslim juga diberikan kekuatan untuk menjaga keimanan seperti Sumayyah ya, detikers!

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com