Tag Archives: abu bakar ash shiddiq

3 Sahabat Nabi Ini Bersedekah Besar-besaran, Siapa Paling Banyak?


Jakarta

Ada tiga sahabat nabi yang bersedekah besar-besaran, bahkan salah satu dari mereka rela menyerahkan seluruh hartanya. Hal ini terjadi saat Perang Tabuk.

Perang Tabuk terjadi pada bulan Rajab tahun ke-9 Hijriah, sekitar September-Oktober tahun 630 M. Ketika itu, Nabi Muhammad SAW mengajak umat Islam untuk menghadapi ancaman pasukan Romawi yang berkumpul di wilayah Syam. Tabuk sendiri berjarak sekitar 564 kilometer dari Madinah, seperti dijelaskan dalam buku Perang Hunain dan Perang Tabuk oleh Muhammad Ridha.

Biasanya, strategi perang disampaikan secara rahasia. Namun kali ini, Rasulullah SAW menyampaikannya secara terbuka karena ancaman dari 40.000 pasukan Bizantium yang dibantu oleh Bani Lakhm, Jadzm, dan sekutu Arab Nasrani dianggap sangat serius.


Situasi masyarakat saat itu cukup berat. Cuaca sedang sangat panas, kondisi ekonomi sulit, dan musim panen belum tiba. Dalam keadaan seperti ini, Rasulullah meminta kaum Muslimin untuk bersedekah dan membantu para sahabat yang tidak memiliki bekal untuk ikut berperang.

Sahabat Nabi yang Bersedekah Besar-besaran

Dalam buku Fikih Sirah susunan Said Ramadhan Al-Buthy dan buku Perang Hunain dan Perang Tabuk mencatat bahwa sejumlah sahabat utama berlomba-lomba bersedekah besar-besaran. Tiga di antaranya menonjol karena kontribusinya yang luar biasa.

1. Utsman bin Affan

Utsman bin Affan menyumbangkan 300 ekor unta lengkap dengan perlengkapannya, serta uang tunai sebanyak 1.000 dinar. Rasulullah SAW sangat menghargai sedekah ini dan bersabda,

“Tidak ada sesuatu pun yang akan membahayakan Utsman setelah apa yang ia lakukan hari ini.” (HR Tirmidzi dan Ahmad)

Dari sisi jumlah, sumbangan Utsman adalah yang paling besar secara materi.

2. Umar bin Khattab

Umar bin Khattab datang membawa setengah dari seluruh hartanya. Ia berkata,

“Hari ini aku akan mengalahkan Abu Bakar.” Rasulullah SAW kemudian bertanya, “Apa yang engkau tinggalkan untuk keluargamu?” Umar menjawab, “Sebanyak ini pula.”

Umar ingin bersedekah maksimal, tetapi tetap meninggalkan sesuatu untuk keluarganya.

3. Abu Bakar Ash-Shiddiq

Abu Bakar datang membawa seluruh hartanya. Ketika ditanya oleh Rasulullah SAW,

“Apa yang kau tinggalkan untuk keluargamu?” ia menjawab, “Aku tinggalkan bagi mereka Allah dan Rasul-Nya.” Melihat hal ini, Umar berkata, “Saya tidak akan pernah bisa mengalahkan Abu Bakar.” (HR Tirmidzi)

Keikhlasan Abu Bakar menjadi teladan utama. Ia tidak menyisakan apapun selain keimanan.

Sahabat Nabi Lainnya yang Bersedekah saat Perang Tabuk

Selain ketiga sahabat utama tersebut, beberapa sahabat lain juga menunjukkan kepedulian besar dalam bentuk sedekah. Abdurrahman bin Auf, salah satu sahabat kaya yang terkenal dermawan, menyumbangkan 200 uqiyah perak, yang jika dikonversi nilainya setara dengan sekitar 8.000 dirham. Jumlah ini bukan sedikit, mengingat pada masa itu satu dirham cukup untuk membeli kebutuhan pokok harian.

Ashim bin Adi turut berkontribusi dengan menyumbangkan satu wasaq kurma. Dalam ukuran sekarang, satu wasaq kurma setara dengan 144 hingga 180 kilogram. Sedekah ini menjadi sangat berarti karena saat itu kurma adalah makanan pokok dan sangat dibutuhkan untuk bekal perjalanan panjang ke Tabuk.

Siapa yang Bersedekah Paling Banyak?

Jika dihitung secara materi, Utsman bin Affan menyumbang dengan nominal yang paling besar. Namun jika dilihat dari tingkat pengorbanan, Abu Bakar Ash-Shiddiq menyerahkan seluruh hartanya dan tidak menyisakan apa pun. Masing-masing menunjukkan keutamaan yang luar biasa dalam bersedekah dan berjuang di jalan Allah.

(inf/kri)



Sumber : www.detik.com

40 Kata Bijak Abu Bakar Ash-Shiddiq, Inspirasi Hidup dari Sahabat Nabi



Jakarta

Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah salah satu tokoh mulia dalam sejarah Islam. Nama aslinya adalah Abdullah bin Abi Quhafah, dan ia dikenal dengan gelar “Ash-Shiddiq” karena selalu membenarkan dan mempercayai Nabi Muhammad SAW, termasuk saat peristiwa Isra’ Mi’raj yang sulit diterima logika banyak orang.

Abu Bakar adalah sahabat paling dekat Rasulullah SAW, orang pertama dari kalangan laki-laki dewasa yang masuk Islam, serta pendamping setia Nabi SAW dalam berbagai peristiwa penting, termasuk saat hijrah ke Madinah.


Ia juga dikenal sebagai khalifah pertama setelah wafatnya Rasulullah SAW, memimpin umat Islam dengan bijaksana, adil, dan penuh ketakwaan.

Dikutip dari buku Biografi Abu Bakar Ash-Shiddiq karya Prof. Dr. Ali Muhammad Ash-Shallabi, Abu Bakar Ash Shiddiq adalah pimpinan golongan Ash Shiddiqun dan sebaik-baik orang saleh setelah para nabi dan rasul. Rasulullah SAW pernah bersabda tentang dirinya, “Seandainya aku ingin mengambil seorang khalil, niscaya Abu Bakar lah orangnya, akan tetapi ia adalah saudaraku dan sahabatku.” (HR Bukhari)

Semasa hidupnya, Abu Bakar dikenal sebagai sosok zuhud, lemah lembut namun tegas, sangat mencintai kebenaran dan rela mengorbankan hartanya demi Islam. Ia wafat pada usia 63 tahun dan dimakamkan di samping makam Rasulullah SAW di Madinah.

Kata Bijak Abu Bakar Ash-Shiddiq

Berikut 40 kata bijak Abu Bakar Ash-Shiddiq, sahabat paling dekat Rasulullah SAW sekaligus khalifah pertama. Kalimat ini penuh hikmah dan menjadi inspirasi hidup umat Islam:

  1. “Siapa yang menyembah Muhammad, maka Muhammad telah wafat. Siapa yang menyembah Allah, maka Allah Maha Hidup dan tidak akan mati.”
  2. “Kematian lebih ringan dari bulu, namun dosa lebih berat dari gunung.”
  3. “Tidak ada kebaikan dalam diam dari kebenaran, sebagaimana tidak ada kebaikan dalam bicara tanpa ilmu.”
  4. “Bertakwalah kepada Allah, karena takwa adalah perisai.”
  5. “Orang yang paling aku sukai adalah dia yang menunjukkan kesalahanku.”
  6. “Tidak ada kelebihan atas orang lain kecuali dalam takwa dan amal saleh.”
  7. “Jangan pernah putus asa dari rahmat Allah, walau dosamu sebanyak buih di lautan.”
  8. “Hendaklah setiap amal disertai dengan niat yang benar.”
  9. “Jangan memandang kecil sebuah kebaikan, karena gunung tersusun dari kerikil.”
  10. “Sungguh, aku merasa berat memikul amanah ini, tetapi aku takut kepada Allah jika menolaknya.”
  11. “Orang berilmu tanpa amal seperti pohon tanpa buah.”
  12. “Kesabaran adalah pondasi bagi segala urusan.”
  13. “Jadilah seperti pohon yang rindang, memberi manfaat meski dilempari batu.”
  14. “Kebenaran itu amanah, dan dusta itu khianat.”
  15. “Keikhlasan adalah rahasia antara Allah dan hamba-Nya.”
  16. “Tiada kebaikan pada dunia jika di dalamnya tidak ada akhirat.”
  17. “Lakukanlah kebaikan meski engkau tak dikenal, karena Allah mengenalmu.”
  18. “Orang yang paling kuat adalah yang mampu menahan amarahnya.”
  19. “Kehidupan dunia hanyalah ujian, bukan tempat untuk menetap.”
  20. “Janganlah engkau merasa aman dari makar Allah, walau kau berada di puncak kebaikan.”
  21. “Kematian datang tiba-tiba, maka persiapkan bekal sebelum ajal tiba.”
  22. “Takutlah kepada Allah saat sendiri, sebagaimana engkau takut saat dilihat manusia.”
  23. “Ilmu tanpa amal adalah kegagalan, dan amal tanpa ilmu adalah kesesatan.”
  24. “Carilah sahabat yang mengingatkanmu kepada Allah.”
  25. “Jangan sombong dengan dunia, karena ia cepat pergi dan menipu.”
  26. “Kekayaan bukanlah banyaknya harta, tapi hati yang merasa cukup.”
  27. “Lidah bisa menyelamatkanmu atau membinasakanmu, maka jagalah ia.”
  28. “Berpeganglah pada kebenaran meski sedikit orang yang mengikutinya.”
  29. “Jangan engkau sakiti orang lain, karena luka hati lebih lama sembuhnya.”
  30. “Tegakkan keadilan walau terhadap dirimu sendiri.”
  31. “Pemimpin yang baik adalah yang paling takut kepada Allah.”
  32. “Takutlah kalian terhadap doa orang yang terzalimi.”
  33. “Hiduplah dengan sederhana, meski kau mampu hidup mewah.”
  34. “Kelembutan dalam berbicara lebih tajam daripada pedang.”
  35. “Ucapkan yang baik atau diamlah.”
  36. “Ketakwaan adalah pakaian terbaik seorang mukmin.”
  37. “Manusia terbaik adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain.”
  38. “Orang yang ikhlas tidak peduli pujian atau cacian manusia.”
  39. “Jangan biarkan dunia masuk ke hatimu, biarlah ia hanya di tanganmu.”
  40. “Siapkan akhiratmu seolah mati besok, dan bekerjalah untuk duniamu seolah hidup selamanya.”

(dvs/lus)



Sumber : www.detik.com

Radhiyallahu Anhu Artinya Apa? Ini Penjelasan Lengkapnya


Jakarta

Sebagai seorang Muslim, tentu kita sudah tidak asing lagi dengan istilah “radhiyallahu anhu” atau yang biasa disingkat “ra.” Istilah ini sering kita temukan setelah nama-nama mulia para sahabat Nabi Muhammad seperti Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu anhu atau Umar bin Khattab radhiyallahu anhu.

Ucapan ini bukan sekadar penghias nama, melainkan doa yang mengandung makna yang sangat dalam dan mulia dalam tradisi Islam.

Lantas, radhiyallahu anhu artinya apa? Mengapa para sahabat Nabi diberikan gelar ini secara khusus?


Arti Radhiyallahu Anhu

Imam Nawawi dalam kitab Terjemah Al-Adzkar Nawawi menjelaskan bahwa ungkapan seperti “radhiyallahu anhu” (untuk laki-laki) atau “anha” (untuk perempuan). Ucapan-ucapan tersebut bermakna “semoga Allah meridhainya” dan “semoga Allah merahmati mereka” sesuai dengan konteksnya.

Ucapan doa radhiyallahu ‘anhu (رضي الله عنه) memiliki arti “Semoga Allah meridhainya.” Kalimat ini lazim diucapkan setelah menyebut nama para sahabat Nabi Muhammad, misalnya Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu.

Kata “hu” pada akhir doa tersebut adalah kata ganti orang ketiga tunggal laki-laki dan berfungsi sebagai obyek (maf’ul bih). Penggunaannya dapat disesuaikan dengan jenis kelamin orang yang didoakan. Jika yang disebut adalah perempuan, seperti Sayyidah Aisyah, maka bentuknya menjadi radhiyallahu ‘anha.

Secara umum, doa ini dikhususkan bagi para sahabat Nabi. Meski ada perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang boleh tidaknya mengucapkannya untuk selain sahabat, mayoritas menjadikannya sebagai ciri khas yang melekat pada nama-nama sahabat Rasulullah SAW.

Contoh Penggunaan Radhiallahu ‘Anhu

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, doa radhiallahu ‘anhu ini disematkan kepada para sahabat dan kerabat nabi. Berikut ini adalah beberapa contoh sahabat dan kerabat Nabi Muhammad dengan gelar ra.

Berikut adalah 10 contoh sahabat Nabi Muhammad lengkap dengan gelar doa “radhiyallahu ‘anhu/anha”, mencakup sahabat laki-laki dan perempuan:

1. Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu
Sahabat terdekat Muhammad dan khalifah pertama umat Islam.

2. Umar bin Al-Khattab radhiyallahu ‘anhu
Khalifah kedua, dikenal dengan ketegasannya dan keadilannya.

3. Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu
Khalifah ketiga dan menantu Muhammad yang dikenal sangat dermawan.

4. Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu
Khalifah keempat, sepupu dan menantu Muhammad.

5. Abdurrahman bin Auf radhiyallahu ‘anhu
Sahabat yang terkenal dengan kekayaannya dan kemurahan hatinya.

6. Bilal bin Rabah radhiyallahu ‘anhu
Muazin pertama dan simbol keteguhan iman dalam sejarah Islam.

7. Zubair bin Awwam radhiyallahu ‘anhu
Sahabat dekat Muhammad dan termasuk dari 10 sahabat yang dijamin masuk surga.

8. Aisyah binti Abu Bakar radhiyallahu ‘anha
Istri Nabi Muhammad dan salah satu periwayat hadis terbanyak.

9. Khadijah binti Khuwailid radhiyallahu ‘anha
Istri pertama Nabi Muhammad dan wanita pertama yang beriman kepada Islam.

10. Fatimah Az-Zahra radhiyallahu ‘anha
Putri kesayangan Muhammad dan ibu dari Hasan dan Husain.

Para sahabat dan kerabat Nabi Muhammad adalah generasi terbaik umat Islam yang menemani dan membela beliau dalam menyebarkan dakwah.

Mereka dikenal sebagai orang-orang mulia karena keimanan, ketakwaan, dan pengorbanan mereka yang luar biasa di jalan Allah. Allah memuji mereka dalam Al-Qur’an dan meridhai mereka atas keimanan dan amal shaleh yang mereka lakukan.

Ucapan “radhiyallahu ‘anhu/anha” menjadi bentuk penghormatan dan doa atas ridha Allah yang telah mereka raih.

Wallahu a’lam.

(hnh/lus)



Sumber : www.detik.com

Doa ketika Mengalami Kesusahan, Pernah Dipanjatkan Nabi Yaqub dan Nabi Muhammad



Jakarta

Setiap manusia pasti pernah mengalami kesusahan dalam hidupnya, tapi bukan berarti langsung pasrah. Ada doa yang bisa dipanjatkan untuk memohon kekuatan dan kesabaran, sebagaimana yang dilakukan Nabi Yaqub serta dicontohkan Nabi Muhammad SAW.

Allah SWT memberikan cobaan kepada hamba-Nya sebagai bentuk kasih sayang. Siapa yang sabar dalam menghadapi cobaan ini maka akan mendapatkan pahala berlipat.

Dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 155, Allah SWT berfirman,


وَلَنَبْلُوَنَّكُم بِشَىْءٍ مِّنَ ٱلْخَوْفِ وَٱلْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ ٱلْأَمْوَٰلِ وَٱلْأَنفُسِ وَٱلثَّمَرَٰتِ ۗ وَبَشِّرِ ٱلصَّٰبِرِينَ

Artinya: “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.”

Doa ketika Mengalami Kesusahan

Doa Nabi Yaqub

Nabi Yaqub AS terkenal atas kesabaran dan kasih sayangnya kepada anak-anaknya. Ia pernah memanjatkan doa untuk memohon kesabaran dan pertolongan ketika mendapat musibah.

Doa Nabi Yaqub AS tersebut dipanjatkan tatkala ia kehilangan putranya, Yusuf AS. Disebutkan dalam buku Doa Harian yang Dianjurkan Para Nabi dan Orang Saleh susunan Tim Lentera Hati, saat itu beliau sangat bersedih. Sebagaimana firman-Nya:

وَتَوَلّٰى عَنْهُمْ وَقَالَ يٰٓاَسَفٰى عَلٰى يُوْسُفَ وَابْيَضَّتْ عَيْنٰهُ مِنَ الْحُزْنِ فَهُوَ كَظِيْمٌ ٨٤

Artinya: “Dia (Ya’qub) berpaling dari mereka (anak-anaknya) seraya berkata, “Alangkah kasihan Yusuf,” dan kedua matanya menjadi putih karena sedih. Dia adalah orang yang sungguh-sungguh menahan (amarah dan kepedihan).” (QS Yusuf: 84)

Dalam ayat selanjutnya Allah SWT menceritakan jawaban Nabi Yaqub AS kepada anak-anaknya dengan penuh kesabaran. Perkataan ini yang kemudian disebut sebagai doa Nabi Yaqub AS.

Bacaan Doa Nabi Yaqub AS

اَشْكُوْا بَثِّيْ وَحُزْنِيْٓ اِلَى اللّٰهِ وَاَعْلَمُ مِنَ اللّٰهِ مَا لَا تَعْلَمُوْنَ ٨٦

asykụ baṡṡī wa ḥuznī ilallāhi wa a’lamu minallāhi mā lā ta’lamụn

Artinya: “Hanya kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku. Aku mengetahui dari Allah apa yang tidak kamu ketahui.” (QS Yusuf: 86)

Disebutkan dalam sebuah riwayat, tatkala Sayyidina Abu Bakar tengah salat Subuh dan membaca ayat ini, seketika itu ia pun menangis dan jemaahnya juga ikut menangis. Hal ini juga terjadi pada masa Sayyidina Umar setelah dinobatkan sebagai khalifah menggantikan Abu Bakar Ash Shiddiq.

Namun, riwayat tersebut banyak diperdebatkan oleh para ulama.

Doa Nabi Muhammad SAW

Doa Qurb merupakan doa yang dibaca oleh Rasulullah SAW ketika bersedih hati dan mengalami kesulitan dalam hidup. Kesulitan merupakan suatu hal yang kerap dihadapi manusia serta termasuk ke dalam ujian yang Allah SWT berikan.

Mengutip dari buku Dahsyatnya Doa Para Nabi yang disusun oleh Syamsuddin Noor SAg, berikut merupakan bacaan doa qurb disertai arab latin dan artinya.

لاَ إِلَـٰهَ إِلاَّ اللَّهُ الْعَظِيْمُ الْحَلِيْمُ، لاَ إِلَـٰهَ إِلاَّ اللَّهُ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ، لاَ إِلَـٰهَ إِلاَّ اللَّهُ رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَرَبُّ اْلأَرْضِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْكَرِيْمِ

Arab latin: Laa ilaaha illallahul ‘adzhiimul haliim, laa ilaaha illallaahu rabbil arsyil ‘adzhiim, laa ilaaha illallaahu rabbus samaawaati wa rabbul ardhi wa rabbul arsyil kariim.

Artinya: “Tiada Tuhan yang wajib disembah selain Allah, Tuhan Yang Maha Agung dan Mahasantun, tiada Tuhan yang wajib disembah selain Allah, Tuhan yang menguasai Arsy yang agung, tiada Tuhan yang wajib disembah selain Allah, Tuhan yang menguasai langit dan bumi dan menguasai Arsy yang agung,” (HR. Bukhari dan Muslim).

Doa Memohon Perlindungan

Mengutip buku Kisah Teladan dan Inspiratif 25 Nabi & Rasul, ada juga doa yang bisa dibaca untuk meminta perlindungan Allah SWT:

اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِ مَا سَأَلَكَ مِنْهُ نَبِيُّكَ مُحَمَّدٌ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا اسْتَعَاذَ مِنْهُ نَبِيُّكَ مُحَمَّدٌ وَأَنْتَ المُسْتَعَانُ وَعَلَيْكَ البَلَاغُ وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ

Allaahumma innaa nas’aluka min khairi maa sa’alaka minhu nabiyyuka muhammadun wa na’uudzu bika min syarri maas ta’aadza minhu nabiyyuka muhammadun wa antal musta’aanu wa ‘alaikal balaaghu, wa laa haula wa laa quwwata illaabillahi.

Artinya: “Ya Allah, kami memohon di antara kebaikan apa yang diminta Nabi-Mu Muhammad, dan kami berlindung dari keburukan yang Nabi-Mu Muhammad meminta perlindungan kepadanya. Engkau tempat meminta pertolongan dan Engkaulah tempat mengadu, dan tidak ada daya serta kekuatan kecuali karena pertolongan-Mu.”

Semoga Allah SWT senantiasa memberi kemudahan dalam setiap langkah hamba-Nya yang beriman.

(dvs/lus)



Sumber : www.detik.com

Ini Alasan Utsman bin Affan Masuk Islam, Kenapa?



Jakarta

Utsman bin Affan adalah termasuk golongan orang-orang pertama yang masuk Islam atau yang disebut sebagai Assabiqunal Awwalun. Bahkan beliau adalah orang laki-laki kelima yang masuk Islam setelah Khadijah binti Khuwailid, Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Haritsah, dan Abu Bakar Ash Shiddiq.

Dikutip dari buku Sahabat Rasulullah Utsman Bin Affan karya M. Syaikuhudin dipaparkan mengenai kisah Utsman sebagai berikut. Utsman bin Affan memeluk Islam secara garis besar dikarenakan ajakan Abu Bakar Ash-Shiddiq.

Sebagai sesama pedagang keduanya memang berteman dekat, kedekatan tersebut yang pada akhirnya membuat Utsman akhirnya tertarik untuk mengikuti ajaran Rasulullah SAW yaitu agama Islam.


Keislaman Utsman bin Affan dimulai dari ketika Utsman mendengar mengenai Ruqayyah putri dari Rasulullah SAW yang telah dinikahkan dengan sepupunya Utbah bin Abi Lahab.

Utsman merasa menyesal karena keduluan oleh Utbah dan tidak mendapatkan istri sebaik Ruqayyah baik budi dan nasabnya. Saat itu, Utsman pun kembali ke rumahnya dengan merasa kesal dan bersedih.

Saat kembali ke rumahnya, Utsman mendapati bibinya yang bernama Su’da binti Kuraiz, seorang peramal di masa Jahiliyah, berada di rumah. Melihat Utsman tengah bersedih, bibinya menyampaikan kepada Utsman mengenai kemunculan Nabi Muhammad SAW dan agama yang dibawa olehnya.

Su’da mengatakan bahwa Muhammad itu berada di pihak yang benar serta agama yang diajarkannya akan unggul dan mengalahkan seluruh kaum yang memusuhinya. Su’da pun menyuruh Utsman untuk mengikuti ajaran agama nabi tersebut.

Pernyataan bibinya tersebut selalu terngiang dalam benaknya. Hingga Utsman bertemu dengan Abu Bakar Ash Shiddiq dan menceritakan apa yang dikabarkan oleh bibinya.

Singkat cerita, Abu Bakar Ash Shiddiq menyambut baik cerita tersebut dan mengajak Utsman untuk memeluk agama Islam. Ia diajak untuk menemui Rasulullah SAW,

“Ini adalah Muhammad bin Abdullah, telah diutus oleh Allah SWT untuk menyampaikan risalah-Nya kepada seluruh makhluk-Nya. Apakah engkau ingin menemuinya dan mendengar sesuatu darinya?”

Utsman bin Affan Radhiyallahu ‘anhu pun tanpa berpikir panjang langsung mengiyakan ajakan Abu Bakar Radhiyallahu anhu. Keduanya lalu berangkat menemui Rasulullah SAW.

Sesampainya di sana, Abu Bakar Radhiyallahu anhu pun berbicara kepada beliau tentang maksud kedatangan mereka. Maka, Rasulullah SAW menghadapkan wajahnya ke Utsman bin Affan Radhiyallahu anhu dan berkata kepadanya,

“Wahai Utsman, penuhi panggilan Allah untuk masuk ke surga-Nya. Sesungguhnya, saya adalah utusan Allah kepadamu dan kepada seluruh makhluk-Nya.”

Utsman bin Affan Radhiyallahu ‘anhu pun menceritakan kesannya berhadapan dengan Rasulullah SAW, ia berkata, “Demi Allah, ketika saya mendengar ucapkan beliau, saya tidak bisa mengelak untuk masuk Islam. Saya langsung bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan sesungguhnya Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.”

Setelah mengalami beberapa perdebatan dan dialog dijelaskan bahwa akhirnya Rasulullah SAW melihat kegundahan Utsman, lalu Rasulullah SAW langsung bersabda:

“Ya Utsman, sambutlah seruan orang yang mengajak ke jalan Allah, sebab aku adalah utusan Allah kepada kalian secara khusus, dan kepada semua makhluk Allah secara umum.”

Utsman berkata, “Demi Allah, begitu aku melihat Beliau dan mendengarkan sabdanya, maka aku langsung merasa nyaman dan aku percaya akan kerasulannya.”

Sesaat kemudian, Utsman pun langsung masuk Islam dan bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba-Nya dan Rasul-Nya.”

Begitulah kisah singkat Utsman bin Affan masuk Islam karena Abu Bakar yang mempertemukannya dengan Rasulullah SAW. Pada konteks ini, terdapat pelajaran berharga yang bisa dijadikan panutan dari kisah Utsman bin Affan.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Saat Khalifah Abu Bakar Perintahkan Bakar Pelaku Homoseksual



Jakarta

Abu Bakar As-Shiddiq RA adalah khalifah pertama yang memerintah sepeninggalan Rasulullah SAW. Pada masa kepemimpinannya, ia memerintahkan untuk membakar hidup-hidup para pelaku homoseksual.

Hukuman mati dengan cara dibakar bagi para penyuka sesama jenis yang ditetapkan Abu Bakar Ash-Shiddiq RA ini dijelaskan Ibnu Qayyim al-Jauziyyah dalam Ath-Thuruq Al-Hukmiyyah fi As-Siyasah Asy-Syar’iyyah, sebuah kitab yang memuat tentang hukum-hukum dalam memutuskan perkara.

Diceritakan, alasan Abu Bakar Ash-Shiddiq RA menetapkan hukuman ini karena ia ingin para pelaku homoseksual merasakan panasnya api dunia sebelum merasakan panasnya api neraka. Para sahabat lain juga mengatakan bahwa pemerintah boleh membakar kaum homoseksual jika sudah menjadi ketetapan.


Pada saat itu, Khalid bin Al-Walid RA mengirim surat kepada Abu Bakar ash-Shiddiq RA yang isinya di beberapa wilayah Arab, terdapat seorang lelaki yang “dinikahi” sebagaimana wanita juga “dinikahi.”

Untuk menjawab surat itu, Abu Bakar RA kemudian meminta saran dari para sahabat Radhiyallahu Anhum, termasuk di antaranya Ali bin Abu Thalib RA yang merupakan sahabat paling keras pendapatnya.

Ali RA berkata, “Dosa ini tidak dilakukan oleh umat manapun selain satu umat (umat Nabi Luth). Karena itu, Allah menurunkan azab-Nya sebagaimana yang juga kalian tahu. Aku berpendapat, mereka dibakar saja.”

Setelah mendengar saran Ali RA, Abu Bakar RA mengirimkan surat balasan kepada Khalid RA yang isinya memerintahkan agar membakar pelaku homoseksual, “Dia (pelaku homoseksual) dibakar.” Khalid RA pun membakar orang tersebut, sebagaimana diceritakan dalam hadits yang dikeluarkan oleh Al-Baihaqi dari jalur Shafwan bin Sulaim dengan derajat hadits mursal.

Khalifah lain yang menerapkan hukuman serupa dengan Abu Bakar ash-Siddiq RA adalah Abdulah bin Zubair. Ia membakar para pelaku homoseksual. Hal yang sama juga dilakukan Khalifah Hisyam bin Abdul Malik.

Perilaku menyimpang dalam skala besar pernah terjadi pada masa Nabi Luth AS. Ibnu Katsir dalam Qashash Al-Anbiyaa menceritakan, kaum Nabi Luth AS adalah penyuka sesama jenis. Hingga Allah SWT menurunkan azab kepada mereka.

Kisah homoseksual kaum Nabi Luth AS diceritakan dalam Al-Qur’an surah Al Qamar ayat 33-40. Allah SWT berfirman,

كَذَّبَتْ قَوْمُ لُوْطٍ ۢبِالنُّذُرِ ٣٣ اِنَّآ اَرْسَلْنَا عَلَيْهِمْ حَاصِبًا اِلَّآ اٰلَ لُوْطٍ ۗنَجَّيْنٰهُمْ بِسَحَرٍۙ ٣٤ نِّعْمَةً مِّنْ عِنْدِنَاۗ كَذٰلِكَ نَجْزِيْ مَنْ شَكَرَ ٣٥ وَلَقَدْ اَنْذَرَهُمْ بَطْشَتَنَا فَتَمَارَوْا بِالنُّذُرِ ٣٦

وَلَقَدْ رَاوَدُوْهُ عَنْ ضَيْفِهٖ فَطَمَسْنَآ اَعْيُنَهُمْ فَذُوْقُوْا عَذَابِيْ وَنُذُرِ ٣٧ وَلَقَدْ صَبَّحَهُمْ بُكْرَةً عَذَابٌ مُّسْتَقِرٌّۚ ٣٨ فَذُوْقُوْا عَذَابِيْ وَنُذُرِ ٣٩ وَلَقَدْ يَسَّرْنَا الْقُرْاٰنَ لِلذِّكْرِ فَهَلْ مِنْ مُّدَّكِرٍ ࣖ ٤٠

Artinya: “Kaum Luth pun telah mendustakan peringatan-peringatan. Sesungguhnya Kami menimpakan atas mereka badai batu, kecuali pengikut Luth. Kami menyelamatkan mereka sebelum fajar menyingsing sebagai nikmat dari Kami. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur. Sungguh, dia (Luth) benar-benar telah memperingatkan mereka akan hukuman Kami, tetapi mereka membantah peringatan itu.

Sungguh, mereka benar-benar telah membujuknya berkali-kali (agar menyerahkan) tamunya (kepada mereka). Lalu, Kami butakan mata mereka. Maka, rasakanlah azab-Ku dan peringatan-peringatan-Ku! Sungguh, pada esok harinya mereka benar-benar ditimpa azab yang terus-menerus. Maka, rasakanlah azab-Ku dan peringatan-peringatan-Ku! Sungguh, Kami benar-benar telah memudahkan Al-Qur’an sebagai pelajaran. Maka, adakah orang yang mau mengambil pelajaran?”

(kri/lus)



Sumber : www.detik.com

Saat Abu Bakar & Umar Mendengar Kabar Wafatnya Nabi SAW



Jakarta

Terdapat sebuah kisah mengharukan yang terjadi tak lama setelah Rasulullah SAW menghembuskan nafas terakhirnya, yakni ketika para sahabat beserta kaum muslim kala itu mendengar kepergian Nabi panutannya. Seperti apa kisahnya?

Menukil As-Siraah an-Nabaiwiyah fii Dhau’i al-Mashaadir al-Ashliyyah: Diraasah Tahliiliyyah susunan Mahdi Rizqullah Ahmad, jumhur ulama berpendapat bahwa meninggalnya Rasul SAW bertepatan dengan hari Senin, pada tanggal 12 Rabiul Awal, di usianya yang 63 tahun.

Diketahui, beliau mengalami sakit yang cukup parah selama beberapa hari sebelum menghadap Ilahi. Kemudian beliau wafat di rumah Aisyah, pada jatah hari gilirannya, dan berada tepat di pelukan Aisyah.


Menjelang Wafatnya Rasulullah SAW

Dalam Sirah Nabawiyah karya Ibnu Hisyam diceritakan tak lama menjelang wafatnya, ketika Nabi SAW sakit dan suhu tubuhnya meninggi, beliau keluar dari kediaman Aisyah untuk menemui kaum muslim. Lalu berangkatlah beliau ke masjid.

Ibnu Ishaq berkata bahwa az-Zuhri menuturkan, “Ayyub bin Yasar mengatakan kepadaku bahwa Rasulullah SAW keluar dari rumah dengan memakai ikat kepala, lalu duduk di mimbar.

Kalimat pertama yang diucapkannya adalah doa untuk para syuhada perang Uhud, memohonkan ampunan untuk mereka, dan bershalawat untuk mereka. Setelah itu, beliau bersabda: ‘Sesungguhnya, seorang hamba diberi pilihan oleh Allah antara dunia dengan apa yang ada di sisi-Nya. Kemudian ia memilih apa yang ada di sisi Allah.’

Abu Bakar memahami perkataan tersebut dan tahu bahwa hamba yang dimaksud adalah diri beliau sendiri. Ia pun menangis dan berkata, ‘Tetapi kami akan menebus engkau dengan jiwa kami dan anak-anak kami.’

Beliau bersabda, ‘Tenanglah, Abu Bakar!’ Beliau meneruskan, ‘Lihatlah pintu-pintu masjid yang terbuka ini. Tutuplah kecuali pintu yang mengarah ke rumah Abu Bakar, sebab aku benar-benar tidak kenal seseorang yang lebih baik persahabatannya denganku selain dirinya’.”

Ibnu Hisyam berkata, “Ada yang meriwayatkan: ‘Kecuali pintu Abu Bakar’.”

Ada yang meriwayatkan daari keluarga Abu Sa’id bin Al-Mu’alla, bahwa Rasul SAW bersabda pada hari itu, “Seandainya aku boleh menjadikan seseorang sebagai kekasihku, tentu akan kujadikan Abu Bakar sebagai kekasihku. Akan tetapi, cukuplah persahabatan, persaudaraan, dan iman sampai Allah menghimpun kita di sisi-Nya.” (Muttafaq Alaih)

Reaksi Umar dan Abu Bakar saat Wafatnya Nabi SAW

Masih dari Sirah Nabawiyah oleh Ibnu Hisyam, Ibnu Ishaq mendengar dari az-Zuhri dan Sa’id bin Musayyab dari Abu Hurairah: “Ketika Rasul SAW wafat, Umar bin Khattab berdiri dan berkata: ‘Ada orang-orang munafik yang menganggap Rasulullah sudah wafat. Sebenarnya Rasulullah tidak wafat!

Beliau hanya pergi menemui Tuhannya seperti kepergian Musa bin Imran. Musa meninggalkan kaumnya selama 40 malam lalu kembali kepada mereka setelah dikatakan bahwa ia wafat. Demi Allah, Rasulullah pasti akan kembali seperti Musa juga! Lalu aku akan memotong tangan dan kaki orang-orang munafik yang menganggap beliau sudah wafat!”

Setelah menerima berita duka tentang wafatnya Rasulullah SAW, Abu Bakar Ash-Shiddiq bergegas kembali. Ia berhenti di pintu masjid, sementara Umar masih bicara kepada orang banyak.

Abu Bakar tidak menoleh kanan kiri, melainkan terus masuk ke tempat Rasulullah di rumah Aisyah. Jenazah beliau sudah diselubungi selimut Yaman di sudut rumah. Abu Bakar mendekati jenazah beliau dan menyingkapkan selubung di wajahnya.

Ia mendekat lalu menciumnya (jenazah Rasulullah), sesudah itu berkata, ‘Demi ayah bundaku! Kematian yang ditentukan Allah SWT atas dirimu telah engkau rasakan. Setelah itu, tak ada lagi kematian yang menimpa dirimu selama-lamanya.’

Setelah mengembalikan selimut ke wajah Rasulullah, Abu Bakar keluar. Saat itu Umar masih saja bicara. Abu Bakar berkata, ‘Tenanglah, Umar, diamlah!’

Namun, Umar menolak diam. Ia terus saja meracau. Melihat Umar tak bisa dihentikan, Abu Bakar menghadap ke arah orang-orang. Saat orang-orang mendengar suara Abu Bakar, mereka pun berpaling kepadanya dan meninggalkan Umar.

Abu Bakar memuji Allah SWT, lalu berkata, ‘Saudara-saudara, siapa yang menyembah Muhammad, sesungguhnya Muhammad telah wafat. Siapa yang menyembah Allah, sesungguhnya Allah Maha Hidup tak pernah mati.’

Kemudian Abu Bakar membaca firman Allah SWT yang tertuang dalam Surat Ali Imran ayat 144:

وَمَا مُحَمَّدٌ اِلَّا رَسُوْلٌۚ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ ۗ اَفَا۟ىِٕنْ مَّاتَ اَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلٰٓى اَعْقَابِكُمْ ۗ وَمَنْ يَّنْقَلِبْ عَلٰى عَقِبَيْهِ فَلَنْ يَّضُرَّ اللّٰهَ شَيْـًٔا ۗوَسَيَجْزِى اللّٰهُ الشّٰكِرِيْنَ – 144

Artinya: “Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika ia wafat atau dibunuh engkau berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikit pun; dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.”

Kala itu, kaum muslim seakan tak tahu bahwa ayat ini pernah diturunkan sampai Abu Bakar membacakannya pada hari itu. Mereka mengambil ayat tersebut dari Abu Bakar, padahal ayat itu sebenarnya sudah mereka ketahui.

Abu Hurairah menirukan perkataan Umar, “Demi Allah, sesaat setelah mendengar Abu Bakar membacakan ayat tersebut, aku pun tersadar lalu roboh ke tanah karena kedua kakiku tak mampu menopang tubuhku. Terbuka mataku kini bahwa Rasulullah benar-benar sudah wafat.”

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Wafatnya Abu Bakar Ash Shiddiq, Sakit di Ujung Ajalnya



Jakarta

Abu Bakar Ash Shiddiq termasuk dalam golongan orang-orang pertama yang masuk surga dari kalangan sahabat Rasulullah SAW. Berikut kisah wafatnya Abu Bakar Ash Shiddiq sebagai orang yang meneruskan perjuangan Rasulullah SAW.

Abu Bakar Ash Shiddiq adalah khalifah pertama umat Islam yang menggantikan kepemimpinan umat Islam setelah wafatnya Rasulullah SAW. Dijelaskan oleh buku 10 Kisah Pahlawan Surga Cerita Anak Shaleh & Cerdas karya Abu Zein, Abu Bakar menjadi pemimpin yang disepakati oleh muslim saat itu sebagai pemimpin yang jauh lebih baik dari semua orang.

Abu Bakar menjalankan tugasnya dengan dedikasi yang tinggi. Setelah wafatnya Rasulullah SAW, terjadi perlawanan dari beberapa penduduk, namun Abu Bakar dengan bijaksana berhasil meredakan pertikaian di antara mereka. Dia juga melawan mereka yang menolak membayar zakat.


Salah satu tugas terbesar yang dilakukan Abu Bakar adalah mengumpulkan lembaran-lembaran Al-Qur’an. Dia dibantu oleh para sahabatnya, Umar bin Khattab dan Zaid bin Tsabit.

Lembaran-lembaran tersebut disimpan di rumah Ummul Mukminin, Hafshah. Kemudian, pada masa kepemimpinan Utsman bin Affan, lembaran-lembaran tersebut digabungkan menjadi sebuah kitab seperti yang sering kita baca sekarang.

Ali bin Abi Thalib, salah satu sahabat Rasulullah SAW, pernah mengatakan, “Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada Abu Bakar, karena dialah yang memiliki kontribusi terbesar dalam pengumpulan Al-Qur’an.”

Abu Bakar wafat pada usia 63 tahun, sama seperti Rasulullah SAW. Wafatnya Abu Bakar terjadi pada tanggal 22 Jumadil Akhir tahun 13 Hijriah, tepatnya hari Senin malam.

Kisah Wafatnya Abu Bakar Ash Shiddiq

Dijelaskan oleh Rizem Zaid dalam bukunya yang berjudul The Great Sahaba, wafatnya Abu Bakar disebabkan oleh penyakit yang dideritanya. Terdapat cerita bahwa penyakit yang ia alami adalah karena keracunan.

Menurut cerita tersebut, orang-orang Yahudi diduga memasukkan racun ke dalam makanan Abu Bakar yang kemudian membuatnya jatuh sakit dan akhirnya mengakibatkan kematiannya.

Ketika Abu Bakar memakan makanan beracun tersebut, ia didampingi oleh Attab bin Usaid. Selain itu, Al-Harits bin Kaldah juga ada di sana, tetapi ia hanya sedikit makan, sehingga racun tidak langsung berdampak padanya.

Lama waktu antara memakan makanan beracun itu dan munculnya reaksi racun tersebut dikatakan satu tahun. Attab wafat di Makkah pada hari yang sama dengan wafatnya Abu Bakar di Madinah.

Namun, terdapat juga versi lain mengenai penyebab wafatnya Abu Bakar. Menurut riwayat yang kuat dan diceritakan oleh Aisyah RA dalam buku Khalifah Rasulullah Abu Bakar Ash Shiddiq oleh Muhammad Husain Haikal, penyakit Abu Bakar disebabkan oleh mandi malam saat musim dingin yang membuatnya demam dan panas selama 15 hari.

Karena kondisinya yang tidak memungkinkan untuk menjadi imam, Abu Bakar meminta Umar bin Khattab untuk menggantikannya.

Saat penyakitnya semakin parah dan Abu Bakar berada di dekat ajalnya, seseorang menawarkan pengobatan kepadanya. Namun, Abu Bakar menolak tawaran tersebut.

Dikutip dari Tafsir Ibnu Katsir, Abu Bakar mengatakan bahwa ia telah melihat Allah SWT dan Dia berkata, “Sesungguhnya, Aku akan melakukan apa yang Aku kehendaki.”

Hingga akhirnya, Abu Bakar Radhiyallahu anhu meninggal dengan damai. Wallahu’alam.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Kisah Para Pemuda Kaum Musyrik yang Gagal Mencelakai Nabi di Gua Tsur



Jakarta

Rasulullah SAW bersama sahabat Abu Bakar As-Shiddiq RA pernah bersembunyi di Gua Tsur selama tiga hari. Kala itu, mereka sedang dalam perjalanan untuk hijrah secara sembunyi-sembunyi dari Makkah menuju Madinah.

Perjalanan hijrah beliau mendapat ancaman dari Kaum Quraisy yang berniat membunuhnya. Karena itulah, Rasulullah SAW bersembunyi di Gua Tsur karena takut Kaum Quraisy akan mencarinya kemana-mana.

Disebutkan dalam buku 25 Kisah Nabi & Rasul karya Aan Wulandari Usman, kaum musyrik terus menerus mencari Rasulullah SAW hingga mereka mengadakan sayembara. Barang siapa berhasil menemukan Nabi SAW dan Abu Bakar RA, maka orang tersebut akan diberi hadiah berupa 200 ekor unta.


Namun, para pemuda kaum musyrik gagal mencelakai Nabi di Gua Tsur. Mengapa hal itu bisa terjadi? Berikut ini kisahnya.

Kisah Kaum Musyrik yang Gagal Mencelakai Nabi di Gua Tsur

Kaum musyrik gagal mencelakai Nabi Muhammad SAW di Gua Tsur karena mereka melihat ada sarang laba-laba di tempat tersebut. Tak hanya itu, pemuda kaum musyrik juga melihat ada dua ekor burung dara hutan di lubang gua sehingga mereka yakin tidak ada orang di dalamnya.

Dikisahkan dalam buku 99 Kisah Menakjubkan dalam Al-Qur’an karya Ridwan Abqary, awalnya kaum musyrik Quraisy begitu marah ketika menyadari telah tertipu Ali bin Abi Thalib yang menyamar menjadi Rasulullah SAW. Nabi SAW kala itu sudah tidak lagi ada di rumahnya ataupun di Makkah.

Mereka mendapati Ali bin Abi Thalib yang tidur di atas kasur Rasulullah SAW. Kaum musyrik pun panik kehilangan sosok yang menjadi buruan mereka. Akhirnya, pencarian pun dilakukan di setiap jengkal Kota Makkah dan daerah sekitarnya.

Semua tempat diperiksa dengan teliti hingga akhirnya mereka melihat ada sebuah gua, yaitu Gua Tsur. Lalu pemuda dari kaum musyrik berjalan ke arahnya dan melihat Abdullah sedang menggembalakan kambing-kambingnya di dekat gua itu.

Pemuda dari kaum musyrik itu bertanya sambil menunjuk ke arah Gua Tsur, “Wahai penggembala, apakah engkau melihat ada seseorang di dalam gua itu?”

“Sudah beberapa hari ini saya menggembala di sini, tetapi tak seorang pun saya lihat masuk ke gua itu,” jawab Abdullah.

Percakapan Kaum Quraisy dengan Abdullah itu begitu keras hingga Nabi SAW dan Abu Bakar mendengarnya dari dalam gua. Beliau tak henti-hentinya berdoa kepada Allah SWT untuk memohon perlindungan dan pertolongan-Nya. Hanya kepada Allah SWT mereka menyerahkan semua nasib yang menimpanya.

Salah seorang pemuda kaum musyrik bertanya, “Apakah kita akan masuk ke gua ini?”

“Aku yakin tidak ada seorang pun yang masuk ke gua,” timpal seorang pemuda yang lainnya.

“Lihatlah, ada sarang laba-laba menutupi mulut gua. Sarang laba-laba itu sepertinya sudah lama ada di sana. Mungkin sebelum Muhammad lahir pun, sarang laba-laba itu sudah ada.”

Sepasang burung merpati terbang ketika melihat pemuda dari kaum musyrikin hendak masuk ke dalam Gua Tsur. Para pemuda itu juga melihat ada sebutir telur di sarang burung yang terletak di mulut gua.

“Tidak mungkin ada orang yang masuk ke sana. Buktinya, burung merpati itu bisa bertelur di mulut gua,” ucap salah seorang pemuda kaum musyrikin lagi.

Kafir Quraisy yang sedang mencari-cari Nabi SAW pun merasa yakin beliau tidak mungkin ada di dalam Gua Tsur. Apalagi, mereka juga melihat ada sebatang dahan pohon yang terkulai menghalangi mulut gua. Siapapun yang masuk ke dalamnya, harus menyingkirkan dahan-dahan pohon tersebut.

Akhirnya, para pemuda kaum musyrik pun gagal mencelakai Nabi di Gua Tsur karena mereka berangsur-angsur mundur dari tempat itu dan pergi menjauh.

Nabi SAW dan Abu Bakar yang sudah merasa ketakutan di dalam gua pun langsung mengucapkan syukur kepada Allah SWT yang telah melindunginya dari serangan orang-orang musyrik.

Atas mukjizat dan kekuasaan-Nya, laba-laba datang dan menganyam sarangnya agar dapat menghalangi pandangan ke dalam gua. Kemudian dua ekor burung merpati juga hinggap dan bertelur di pintu masuk gua. Sebatang pohon pun tumbuh di tempat yang sebelumnya tidak ditumbuhi pepohonan sama sekali. Wallahu ‘alam bish shawab.

(dvs/dvs)



Sumber : www.detik.com

Kisah Nabi Muhammad Ditolong Laba-Laba dan Burung Merpati di Gua Tsur


Jakarta

Saat dalam perjalanan hijrah menuju Madinah, Nabi Muhammad SAW pernah ditolong laba-laba dan burung merpati di Gua Tsur. Beliau bersembunyi di dalam gua bersama sahabat yang menemaninya berhijrah, Abu Bakar As-Shiddiq RA.

Setelah diangkat menjadi nabi dan rasul, Nabi Muhammad SAW mendapatkan berbagai perlawanan yang keji dari kaum kafir Quraisy yang saat itu berada di zaman jahiliyah. Pada masa kenabiannya, sempat terjadi beberapa perang besar dalam menegakkan agama Islam.

Mengutip dari buku Kisah Teladan dan Inspiratif 25 Nabi & Rasul karya Anita Sari dkk, dikisahkan bahwa suatu ketika kondisi di Makkah dirasa sudah tidak aman bagi umat Islam. Rasulullah SAW kemudian memerintahkan seluruh kaum muslim untuk berhijrah ke Madinah. Mulanya, beliau berangkat secara diam-diam ditemani oleh Abu Bakar RA.


Ketika dalam perjalanan menuju Madinah, Rasulullah SAW pernah bersembunyi di dalam Gua Tsur dari kejaran kaum musyrikin Makkah. Di tempat tersebut, Allah SWT menunjukkan kebesaran-Nya dengan menempatkan laba-laba dan burung merpati di Gua Tsur.

Pada saat perjalanan menuju Madinah, Nabi Muhammad SAW dan Abu Bakar RA singgah menuju Gua Tsur setelah merasakan ada sosok yang mengintai keduanya. Di situlah keduanya bersembunyi selama tiga malam lamanya.

Nabi Muhammad Ditolong Laba-Laba dan Burung Merpati

Dikisahkan dalam dalam buku Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad yang disusun oleh Moenawar Khalil, kala itu kaum musyrikin mengadakan rapat untuk merundingkan cara menangkap Nabi Muhammad SAW. Mereka lalu mengutus orang-orang yang dapat menjajaki bekas tapak kaki manusia yang berjalan di atas pasir.

Tak hanya itu, mereka juga mengadakan sayembara bahwa barang siapa dapat memancung kepala Nabi Muhammad SAW sampai dapat membawanya di muka mereka, akan mendapat hadiah 100 ekor unta.

Usai menemukan bekas tapak kaki Nabi SAW dan Abu Bakar RA, ahli pencari jejak tapak kaki itu pun mengikutinya. Sesampainya di Gua Tsur, tiba-tiba bekas tapak itu berkenti dan terputus sehingga mereka pun kebingungan harus kemana selanjutnya.

Sesudah Nabi SAW dan Abu Bakar RA masuk ke dalam Gua Tsur, seketika Allah SWT menyuruh laba-laba yang berjumlah ribuan membuat sarang di muka gua serta menyuruh burung-burung merpati liar supaya bersarang dan bertelur di tempat tersebut.

Karena itulah, di depan pintu Gua Tsur dan sekitarnya penuh dengan sarang laba-laba di atasnya serta telur merpati di bawahnya. Orang-orang pencari jejak itu pun berselisih satu sama lain.

Mereka berpikir, seandainya Nabi Muhammad SAW dan Abu Bakar RA masuk ke dalam gua itu, mestinya banyak telur burung merpati yang pecah dan pasti sarang laba-laba itu hancur. Padahal, terlihat tidak satu pun telur yang pecah dan sarang laba-laba itu masih penuh di muka gua.

Salah seorang di antara mereka berkata, “Kita perlu mencoba masuk bersama-sama, coba marilah!”

Kemudian Ummayah bin Khalaf membalasnya, “Mengapa kamu hendak masuk ke dalamnya? Kalau Muhammad telah masuk, tentu sarang laba-laba itu telah luluh bukan? Ya, kalau di dalam gua itu tidak ada binatang liar dan buas atau ular berbisa. Kalau ada, tentu akan mencelakakan kamu bukan?”

Akhirnya, mereka kembali dengan tangan hampa serta hati penuh sesal. Nabi SAW yang berada di dalam gua tersebut tak sedikit pun merasa cemas maupun takut kepada mereka sebab beliau percaya bahwa Allah SWT akan memberinya pertolongan.

Abu Bakar RA kala itu mengangkatkan kepalanya ke atas dan melihat orang-orang yang sedang di atas gua, ia pun berkata kepada Nabi SAW, “Oh, jika mereka melihat kakinya ke bawah atau menundukkan kepalanya ke bawah, tentu dengan segera melihat kita ada di sini bukan?”

Rasulullah SAW pun bersabda, “Janganlah engkau menyangka bahwa aku ini sendirian bersama engkau, tetapi sesungguhnya Allah selalu bersama kita, selamanya Ia akan melindungi kita. Adapun jika mereka nanti masuk ke dalam gua ini dengan jalan melalui pintu gua itu, nanti kita melepaskan diri melalui ini (Nabi menunjukkan jarinya ke sebelah belakang).”

Padahal, sebelah belakang gua itu aslinya tidak berpintu, tetapi setelah Abu Bakar RA menoleh ke belakang, ia melihat di belakang gua itu ada pintu lebar yang dapat digunakan untuk melarikan diri dari musuh. Ia pun menjadi penuh keyakinan bahwa Allah SWT pasti akan memberi perlindungan dan pertolongan kepadanya.

Akhirnya, para pengepung dan pencari jejak itu pun bubar dan pergi dari tempat tersebut untuk kembali ke Makkah. Demikianlah bentuk pertolongan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW dan Abu Bakar RA saat bersembunyi di Gua Tsur, wallahu a’lam.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com