Tag Archives: Abu Dawud

5 Amalan Bulan Safar yang Bisa Dikerjakan Muslim


Jakarta

Safar merupakan bulan kedua dalam kalender Islam setelah Muharram. Ada beberapa amalan bulan Safar yang bisa dikerjakan muslim untuk mengisi bulan tersebut.

Mengutip dari buku Mengenal Nama Bulan dalam Kalender Hijriyah susunan Ida Fitri Shohibah, Safar artinya kosong. Sebagian mengartikan Safar sebagai kuning.

Penamaan Safar karena bulan ini masyarakat Arab dulu sering meninggalkan rumah untuk menyerang musuh. Pendapat lain menyebut Safar sebagai sejenis angin berhawa panas yang menyerang bagian perut dan mengakibatkan orang yang terkena menjadi sakit.


Ada pula yang mengatakan Safar diambil dari nama jenis penyakit yang diyakini orang-orang Arab Jahiliyah dulu. Penyakit tersebut bersarang di dalam perut karena adanya sejenis ulat besar yang berbahaya.

Masyarakat Arab Jahiliyah dulu beranggapan Safar sebagai bulan yang penuh keburukan dan kesialan. Padahal dalam Islam, semua bulan dinilai baik.

Rasulullah SAW dalam haditsnya bahkan menegaskan bahwa tidak ada kesialan pada bulan Safar. Beliau bersabda,

“Tidak ada penularan penyakit (dengan sendirinya), tidak ada thiyarah, tidak ada kesialan karena burung hantu, tidak ada kesialan pada bulan Safar.” (HR Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Ahmad)

5 Amalan Bulan Safar bagi Muslim

Berikut beberapa amalan bulan Safar yang bisa dikerjakan muslim seperti dinukil dari buku Kalender Ibadah Sepanjang Tahun tulisan Ustaz Abdullah Faqih Ahmad Abdul Wahid.

1. Sedekah

Sedekah adalah salah satu amalan bulan Safar. Sebagaimana diketahui, sedekah bisa dilakukan kapan saja termasuk bulan Safar.

Rasulullah SAW bersabda,

“Setiap yang baik itu sedekah.” (HR Abu Dawud, Tirmidzi, Ahmad, Ibnu Abi Syaibah)

2. Puasa Sunnah

Amalan bulan Safar lainnya adalah puasa sunnah. Puasa sunnah yang bisa dikerjakan pada Safar yaitu puasa Senin Kamis, serta puasa Ayyamul Bidh pada 13, 14 dan 15 Safar.

3. Membaca Doa Bulan Safar

Menurut penelusuran detikHikmah, tidak ada tuntunan dari Rasulullah SAW untuk mengamalkan doa bulan Safar. Namun, doa ini berasal dari riwayat Abdullah bin Amr RA ketika ditanya sahabat agar dipalingkan dari segala bentuk kesialan.

Doa bulan Safar ini dishahihkan oleh Al Albani melalui Silsilah Al Ahadits Ash Shahihah. Berikut bacaannya,

اللَّهُمَّ لاَ خَيْرَ إِلاَّ خَيْرُكَ وَلاَ طَيْرَ إِلاَّ طَيْرُكَ وَلاَ إِلَهَ غَيْرُكَ

Allahumma laa khaira illa khairuka wa laa thaira illa thairuka wa laa ilaaha ghairuka

Artinya: “Wahai Allah, tidak ada kebaikan melainkan kebaikan-Mu, tidak ada kesialan kecuali kesialan yang engkau takdirkan dan tidak ada sembahan selain-Mu.” (HR Ahmad)

4. Mengerjakan Ibadah Rutin

Amalan lainnya pada bulan Safar adalah mengerjakan ibadah rutin seperti salat wajib dan salat sunnah. Mulai dari salat Dhuha, Tahajud, Witir, Rawatib dan sebagainya.

5. Membaca Doa dan Zikir

Doa dan zikir kepada Allah SWT dapat dilakukan setiap waktu, termasuk ketika bulan Safar. Allah SWT berfirman dalam surah Al Ahzab ayat 41-42,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا ﴿٤١﴾ وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلًا

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Ingatlah kepada Allah, dengan mengingat (nama-Nya) sebanyak-banyaknya, dan bertasbihlah kepada-Nya pada waktu pagi dan petang.”

(aeb/erd)



Sumber : www.detik.com

Rasulullah SAW Tidak Menyukai Warna Ini, Apa Alasannya?


Jakarta

Menurut sejumlah riwayat, Rasulullah SAW tidak menyukai beberapa warna karena alasan tertentu. Selain itu, ada juga warna-warna yang beliau sukai seperti hijau.

Dari Anas bin Malik RA berkata,

“Warna yang paling disukai oleh Rasulullah adalah hijau.” (Shahih Jami’ush Shaghir 4623)


Menukil dari buku Maadza Yuhibbu an Nabi Muhammad SAW wa Maadza Yukrihu susunan Adnan Tharsyah yang diterjemahkan Nur Faizah Dimyathi dkk, Nabi Muhammad SAW kerap mengenakan pakaian hijau dalam kesehariannya. Dari Abu Dawud RA, Abu Ramtsah RA berkata:

“Aku pergi menjumpai Rasulullah bersama ayahku maka setelah sampai aku melihat beliau mengenakan dua jubah berwarna hijau.”

Qatadah berkata, “Suatu hari kami pergi bersama Anas RA ke suatu tempat. Lalu ketika kami sampai di sana seseorang berujar, ‘Betapa indah kehijauan ini.’ Maka ketika itu Anas berkata, ‘Kita sudah pernah membicarakan bahwa warna yang paling disukai oleh Nabi SAW adalah hijau.”

Lantas, warna apa yang tidak disukai Rasulullah SAW?

3 Warna yang Tidak Disukai Rasulullah SAW

1. Merah

Menurut kitab Ar-Raudhah al-Bahiyyah fi Mu’jizah an-Nabi wa asy-Syaa’il Muhammadiyyah oleh Ahmad Musthafa Mutawalli terbitan Qisthi Press, Rasulullah SAW tidak menyukai warna merah. Dari Al Bara’ bin Azib berkata,

“Rasulullah SAW telah melarang kami menggunakan bantalan atau sarung pelana berwarna merah.” (HR Bukhari dan Muslim)

Meski demikian, sebagian ulama berpendapat diperbolehkan mengenakan busana warna merah selama dipadukan dengan warna lain. Sebab, Nabi Muhammad SAW juga mengenakan busana merah dengan motif warna lain.

2. Oranye

Turut dijelaskan dalam buku Tsalatsuna Nahyun Syar’iyan lin-Nisa Washiat min Wahsya Rasulu SAW lin-Nisaa’ susunan Syekh Ibrahim Muhammad Al Jamal yang diterjemahkan Amrozi M Rais dkk bahwa Nabi Muhammad SAW tidak menyukai pakaian berwarna kuning kemerah-merahan atau oranye. Seorang wanita bani Asad berkata,

“Suatu hari aku bertandang ke rumah sayyidah Zainab RA istri Rasulullah SAW. Saat itu kami sedang mewarnai baju sayyidah Zainab RA dengan warna kuning kemerah-merahan. Pada saat kami sedang sibuk mewarnai kain baju, tiba-tiba Rasulullah SAW datang. Ketika melihat hal itu, beliau kembali ke luar rumah. Melihat sikap Rasulullah itu, sayyidah Zainab paham bahwa Rasulullah tidak suka warna itu. Lalu sayyidah Zainab mencuci kain itu untuk menghilangkan semua warna kemerah-merahannya. Kemudian Rasulullah kembali muncul dan ketika tidak melihat lagi warna itu, maka beliau segera masuk ke dalam rumah.” (HR Abu Dawud)

3. Kuning

Dalam sebuah riwayat disebutkan Nabi SAW tidak menyukai warna kuning. Beliau bersabda,

“Sesungguhnya pakaian yang dicelup dengan warna kuning adalah pakaian orang kafir, maka janganlah kamu memakainya lagi.” (HR Muslim)

Melalui hadits lain diceritakan suatu hari Rasulullah SAW melihat Abdullah ibnu Amr ibnul Ash RA ketika kecil mengenakan pakaian berwarna kuning. Abdullah berkata,

“Apakah ibumu yang memerintahkan kamu mengenakan pakaian ini?” Aku menjawab, “Apakah aku harus mencuci keduanya?” Nabi Muhammad SAW menjawab, “Tidak, tetapi keduanya harus dibakar.” (HR Muslim)

Wallahu a’lam.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Dalil Perintah Zakat Fitrah dalam Al-Qur’an dan Hadits



Jakarta

Zakat fitrah merupakan harta yang dikeluarkan seseorang, di mana harta tersebut merupakan hak Allah SWT yang diberikan kepada golongan yang berhak menerimanya. Dalil perintah mengeluarkan zakat fitrah termaktub dalam Al-Qur’an dan hadits.

Mengutip Kitab Al-Wajiz fi Fiqh As-Sunnah Sayyid Sabiq karya Syaikh Sulaiman Ahmad Yahya Al-Faifi dan diterjemahkan oleh Ahmad Tirmidzi dkk, kata zakat diambil dari kata “zakah” yang bermakna tumbuh, suci, dan berkah.

Dinamakan zakat karena di dalamnya terdapat harapan meraih keberkahan, mensucikan jiwa, dan menumbuhkan kebaikan-kebaikan. Kewajiban untuk membayar zakat ini sudah ada Sebelum turunnya Islam secara mutlak, namun belum ditentukan harta apa yang wajib dizakati dan berapa jumlah zakatnya.


Ulama Fikih Wahbah az-Zuhaili dalam Kitab Fiqhul Islam wa Adillatuhu mengatakan, zakat fitrah disyariatkan pada tahun kedua Hijriah.

Dalil Perintah Zakat Fitrah

1. Surah At Taubah Ayat 103

خُذْ مِنْ اَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيْهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْۗ اِنَّ صَلٰوتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْۗ وَاللّٰهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ

Artinya: “Ambillah zakat dari harta mereka (guna) menyucikan) dan membersihkan mereka, dan doakanlah mereka karena sesungguhnya doamu adalah ketenteraman bagi mereka. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS At-Taubah: 103)

Surah At Taubah ayat 103 ini menjadi dalil perintah zakat secara umum.

2. HR Bukhari, Muslim, dan Abu Dawud

Dalil zakat fitrah juga bersandar pada hadits yang menyebut bahwa Rasulullah SAW memerintahkan untuk mengeluarkan zakat fitrah sebelum melaksanakan salat Id. Dari Ibnu Umar RA, ia mengatakan,

فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ ، أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ عَلَى الْعَبْدِ وَالْحُرِّ ، وَالذَّكَرِ وَالأُنْثَى ، وَالصَّغِيرِ وَالْكَبِيرِ مِنَ الْمُسْلِمِينَ وَأَمَرَ بِهَا أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلاَةِ

Artinya: “Rasulullah SAW mewajibkan zakat fitrah atau satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum atas umat Muslim, baik hamba sahaya maupun merdeka, laki-laki maupun perempuan, kecil maupun besar. Beliau SAW memerintahkannya dilaksanakan sebelum orang-orang keluar untuk salat (Id).” (HR Bukhari, Muslim, Abu Dawud)

Sementara itu di dalam Kitab Al-Lu’lu’ Wal Marjan karya Muhammad Fu’ad Abdul Baqi, menjelaskan mengenai besaran zakat yang dikeluarkan oleh seorang muslim. Dari Ibnu Umar RA, ia berkata,

فرض رسول الله صلى الله عليه وسلم زكاة الفطر من رمضان على الناس صاعا من تمر أو صاعا من شعير على كل حر أو عبد ذكر أو أنثى من المسلمين

Artinya: “Rasulullah SAW telah mewajibkan zakat fitrah satu sha’ kurma atau gandum bagi setiap orang merdeka atau budak, lelaki, atau wanita, besar atau kecil dari kaum muslimin.” (HR Bukhari)

Adapun, dalam hadits lain, Abu Said Al-Khudri RA meriwayatkan,

“Pada masa Nabi SAW kami biasa mengeluarkan zakat fitrah berupa satu sha’ makanan, kurma, gandum, atau kismis.” Kemudian pada masa Mu’awiyah dan datang gandum Syam, dia berkata: “Menurutku satu mud gandum ini setara dengan dua mud gandum lainnya.” (HR Bukhari)

Ancaman Bagi Orang yang Menolak untuk Membayar Zakat

Allah SWT mengancam orang-orang yang enggan mengeluarkan zakat. Mengutip Kitab Al-Wajiz fi Fiqh As-Sunnah Sayyid Sabiq, ancaman tersebut termaktub dalam firman Allah SWT yang berbunyi,

۞ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنَّ كَثِيْرًا مِّنَ الْاَحْبَارِ وَالرُّهْبَانِ لَيَأْكُلُوْنَ اَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَيَصُدُّوْنَ عَنْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۗوَالَّذِيْنَ يَكْنِزُوْنَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلَا يُنْفِقُوْنَهَا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۙفَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ اَلِيْمٍۙ ٣٤ َّوْمَ يُحْمٰى عَلَيْهَا فِيْ نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكْوٰى بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنُوْبُهُمْ وَظُهُوْرُهُمْۗ هٰذَا مَا كَنَزْتُمْ لِاَنْفُسِكُمْ فَذُوْقُوْا مَا كُنْتُمْ تَكْنِزُوْنَ ٣٥

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya banyak dari para rabi dan rahib benar-benar memakan harta manusia dengan batil serta memalingkan (manusia) dari jalan Allah. Orang-orang yang menyimpan emas dan perak, tetapi tidak menginfakkannya di jalan Allah, berikanlah kabar ‘gembira’ kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat) azab yang pedih. pada hari ketika (emas dan perak) itu dipanaskan dalam neraka Jahanam lalu disetrikakan (pada) dahi, lambung, dan punggung mereka (seraya dikatakan), “Inilah apa (harta) yang dahulu kamu simpan untuk dirimu sendiri (tidak diinfakkan). Maka, rasakanlah (akibat dari) apa yang selama ini kamu simpan.” (QS At-Taubah: 34-35)

Menurut Tafsir Kementerian Agama RI, ayat tersebut menjelaskan ancaman bagi orang yang dikarunai harta namun kikir kelak akan mendapatkan azab di akhirat.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

detikKultum Prof Nasaruddin Umar: Dahsyatnya Keutamaan Sholawat



Jakarta

Sholawat merupakan wujud cinta seorang muslim kepada Rasulullah SAW. Melalui sholawat, umat Islam memberi pujian sekaligus doa kepada nabi yang bernilai pahala.

Dalam detikKultum detikcom pada Kamis (13/4/2023), Prof Nasaruddin Umar menjelaskan bahwa orang yang rajin bersholawat akan diberi syafaat oleh Nabi Muhammad SAW kelak.

“Jadi jangan memandang enteng sholawat nabi. Sholawat itu adalah bentuk komunikasi batin dengan Rasulullah SAW,” katanya menjelaskan.


Pada sebuah hadits, disebutkan juga bahwa keutamaan bersholawat, yaitu:

“Barang siapa yang bersholawat kepadaku sekali, maka Allah akan bersholawat untuknya 10 kali,” (HR Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, dan Nasa’i).

“Manusia yang paling berhak bersamaku pada hari kiamat ialah yang paling banyak membaca sholawat kepadaku,” (HR Tirmidzi).

Lebih lanjut Prof Nasaruddin menjelaskan, ketika kiamat dan Matahari hanya beberapa jengkal di atas kepala maka tidak ada yang bisa membantu manusia selain nabi. Bagaimana cara mendapatkan bantuannya? Yakni dengan rajin bersholawat dan membiasakan diri untuk melantunkan sholawat nabi.

Ruhnya Rasulullah tidak pernah mati, dia tahu. Dia (Nabi Muhammad SAW) tergetar hatinya manakala ada yang menyebutkan namanya (bersholawat),” bebernya.

Dalam surat Al Ahzab ayat 56 disebutkan bahwa yang bersholawat tidak hanya manusia, bahkan para malaikat sekalipun. Allah SWT berfirman:

اِنَّ اللّٰهَ وَمَلٰۤىِٕكَتَهٗ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّۗ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا

Arab latin: Innallāha wa malā`ikatahụ yuṣallụna ‘alan-nabiyy, yā ayyuhallażīna āmanụ ṣallụ ‘alaihi wa sallimụ taslīma

Artinya: “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bersholawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman! Bersholawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya,”

Di Indonesia sendiri, lantunan sholawat berkisar hingga 100 lebih. Saking banyaknya, jumlah sholawat ini melebihi yang ada di Timur Tengah.

“Umat yang paling rajin bersholawat ini kayaknya Indonesia nih. Ada 100 lantunan sholawat di Indonesia,” kata Prof Nasaruddin Umar.

Selengkapnya detikKultum Prof Nasaruddin Umar: Sholawat bisa disaksikan DI SINI.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Kultum tentang Bulan Muharram Singkat


Jakarta

Kultum tentang Muharram bisa menjadi referensi khatib selama bulan ini. Sebab, Muharram adalah bulan Allah, banyak amalan yang bisa dikerjakan untuk mengisi waktu penuh keutamaan ini.

Salah satu amalan yang bisa dikerjakan umat Islam adalah puasa. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda,

أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلَاةُ اللَّيْلِ.


Artinya: “Sebaik-baik puasa setelah bulan Ramadan adalah puasa bulan Allah Muharram dan sebaik-baik salat setelah salat wajib adalah salat malam.” (HR Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa’i, Ibnu Majah, dan Ahmad)

Berikut contoh kultum bulan Muharram singkat yang bisa menjadi referensi khatib.

Kultum tentang Muharram: Bulan yang Dimuliakan Allah

Segala puji hanya bagi Allah yang maha berkehendak yang dengan kehendak-Nyalah sehingga pada kesempatan ini kita dapat berkumpul di tempat ini, tempat di mana kita melaksanakan aktivitas-aktivitas mulia yang merupakan rutinitas kita semua.

Shalawat dan salam tetap tercurah kepada baginda yang tercinta Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam sosok utusan Allah pembawa risalah kebenaran akhir zaman yang ajaran-ajarannya sungguh dapat membawa kita kepada kebahagiaan hidup di dunia dan di akhrat.

Allah subhanahu wata’ala berfirman pada ayat yang ke 36 dari surah At-Taubah yang artinya :

“Sesungguhnya jumlah bulan di sisi Allah adalah 12 bulan sebagaimana yang tertulis di dalam ketetapan Allah. Dari 12 bulan tersebut, ada 4 bulan yang mulia. Itulah agama yang lurus maka janganlah kamu berbuat aniaya di dalam bulan-bulan tersebut”.

Ini menunjukkan kepada kita bahwasanya Allah memiliki 4 bulan yang mulia dan Allah sendiri yang memuliakannya.

Empat bulan itu adalah :

Bulan Dzulqa’dah

Bulan Dzulhijjah

Bulan Muharram

Bulan Rajab.

Bulan-bulan ini sangatlah dimuliakan oleh Allah sehingga kita pun wajib untuk memuliakannya dengan cara memperbanyak amal kebaikan dan menjauhi segala macam bentuk kezaliman karena hanya orang-orang berakal dan berimanlah yang akan memuliakan apapun yang dimuliakan oleh Allah.

Salah seorang sahabat Nabi yang bernama Ibnu Abbas pernah berkata bahwa “Allah sangatlah memuliakan 4 bulan tersebut sehingga barang siapa yang melakukan maksiat di dalamnya maka Allah akan melipatgandakan dosanya dan barang siapa yang mengerjakan amal kebaikan maka Allah akan melipat gandakan pahalanya”.

Salah seorang ulama Tabi’in yang bernama Qatadah juga pernah berkata : “Muliakanlah apa yang dimuliakan oleh Allah karena sesungguhnya memuliakan apa yang dimuliakan oleh Allah hanya akan dilakukan oleh orang yang berilmu dan berakal”.

Saat ini kita berada pada salah satu dari 4 bulan tersebut yaitu Bulan Muharram. Olehnya itu, sepatutnyalah kita bersyukur kepada Allah karena Allah masih memberikan kesempatan hidup kepada kita semua sampai saat ini sehingga diharapkan kita mampu memanfaatkan momen Muharram ini dalam rangka meraih rahmat dan ampunan dari Allah subhanahu wata’ala.

Betapa mulianya bulan Muharram ini sampai-sampai Nabi menyebutnya sebagai Bulan Allah.

Karena bulan Muharram ini adalah bulan mulia maka jangan sampai ada diantara kita yang menganggap bahwa bulan Muharram adalah bulan kesialan. Karena tidak mungkin sesuatu yang mulia di sisi Allah akan memberikan kesialan bagi hamba-Nya. Justru bulan Muharram adalah bulan keselamatan terbukti melalui kisah-kisah para Nabi dan Rasul yang mendapatkan keselamatan dari sisi Allah pada bulan Muharram semisal Nabi Musa yang mendapat perintah dari Allah untuk membelah lautan dengan tongkatnya agar selamat dari kejaran Fir’aun dan bala tentaranya, dan ini terjadi di bulan Muharram.

Olehnya itu marilah kita memperbanyak amal kebaikan di bulan ini dan banyak memohon keselamatan kepada Allah sehingga di kehidupan yang sementara ini kita dapat merasakan ketenangan dan kebahagiaan yang in syaa Allah pun demikian bahagia di akhirat kelak.

Demikianlah penyampaian saya pada kesempatan ini. Walaupun singkat, semoga bermanfaat bagi kita semua terkhusus bagi diri saya pribadi.

Shalawat dan salam tetap tercurah kepada Nabi besar Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.

Naskah kultum tentang bulan Muharram tersebut disadur dari situs Pengadilan Agama Majene.

(kri/lus)



Sumber : www.detik.com

Doa Pembuka dan Penutup Majelis, Dibaca agar Meraih Keberkahan



Jakarta

Ketika seseorang menghadiri suatu majelis ilmu, maka hendaknya ia berdoa saat memulai hingga mengakhirinya kembali. Doa apa yang dapat dilafalkan?

Menukil buku Memaknai Kehidupan oleh Abdul Hamid, kata majelis berasal dari bahasa Arab ‘majlis’ yang artinya tempat duduk. Sementara dalam konteks ini, majelis ilmu atau sering disapa majelis taklim yang dimaksud.

Sehingga, majelis ilmu atau taklim didefinisikan sebagai tempat untuk mengadakan pengajaran atau pengajian keagamaan Islam.


Syaikh Abdurrazaq bin Abdul Muhsin Al-Badr dalam bukunya Fiqih Doa & Dzikir Jilid 2 mengemukakan bahwa setiap muslim dianjurkan untuk menjaga majelis-majelisnya agar tidak sia-sia, hingga tak diisi dengan kebatilan dan hal-hal yang mampu mendatangkan mudarat kelak di akhirat.

Majelis sepatutnya digunakan dengan perkara bermanfaat dari urusan dunia dan agama. Yang demikian akan menjadi kebaikan bagi seseorang lantaran memelihara dan memakmurkannya dengan dzikir atau mengingat Allah SWT

Sebagaimana Nabi SAW melalui sabdanya riwayat Abu Hurairah menyebutkan perumpamaan bagi sebuah kalangan yang tidak berdzikir dalam majelisnya. Beliau SAW menuturkan:

“Tidaklah suatu kaum berdiri dari majelis yang mereka tidak berdzikir kepada Allah SWT padanya, melainkan mereka berdiri dari seperti bangkai himar dan itu menjadi kerugian bagi mereka.” (HR Abu Dawud)

Maksud dari hadits tersebut dijelaskan oleh Syaikh Abdurrazaq bin Abdul Muhsin Al-Badr, yang mana orang yang menghadiri majelis ilmu tanpa mengingat Allah SWT dengan berdzikir atau ibadah dan amalan lain, yang ada mereka hanya berbuat seperti ghibah, maka tak ada apa pun yang mereka peroleh kecuali dosa.

Agar majelis taklim berlangsung dengan dipenuhi manfaat, keberkahan serta ridha Allah SWT, hendaknya muslim memulai sampai mengakhirinya dengan bacaan doa memohon kepada-Nya.

Doa Pembuka Majelis

Mengutip buku Doa Para Nabi dan Rasul oleh Nurul Huda, untuk memulai majelis hendaknya melafalkan doa yang diambil dari Surat Al-A’raf ayat 43:

الْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ هَدٰىنَا لِهٰذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَآ اَنْ هَدٰىنَا اللّٰهُ

Latin: Alhamdulillaahil ladzii hadaanaa lihaadzaa wa maa kunnaa linahtadiya laulaa an hadaanaa-Allaahu

Artinya: “Segala puji bagi Allah yang telah menunjukkan kami ke (surga) ini. Kami tidak akan mendapat petunjuk sekiranya Allah tidak menunjukkan kami.”

Doa Penutup Majelis

Lafaz doa diajarkan langsung oleh Rasul SAW lewat sabdanya yang diriwayatkan Abu Hurairah, yang dikutip dari buku Fiqih Doa & Dzikir Jilid 2.

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ

Latin: Subhaanaka allahumma wa bihamdika asyhadu an laa ilaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaik

Artinya: “Maha Suci Engkau, Ya Allah Rabb kami, dan dengan pujian-Mu. Aku bersaksi bahwa tidak ada sembahan yang haq kecuali Engkau. Aku mohon ampunan-Mu dan bertaubat kepada-Mu.” (HR Tirmidzi & Abu Dawud)

Itulah doa pembuka dan penutup majelis ilmu yang bisa muslim amalkan agar mendapatkan ridha Allah SWT.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Bacaan Doa Qunut Subuh Sendiri Sesuai Sunnah Rasulullah



Jakarta

Membaca doa qunut Subuh merupakan salah satu amalan sunnah yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Doa ini dilakukan saat memasuki rakaat kedua salat Subuh.

Qunut secara bahasa memiliki makna sebagai ketaatan, salat, berdiri lama, diam, dan berdoa. Imam Nawawi dikutip dari Agama Pelindung Diri karya Duski Samad menyampaikan, qunut adalah berdoa. Dalam konteks syar’i maka diartikan qunut sebagai suatu doa saat berdiri dalam sholat pada tempat tertentu.

Mengutip dari Al-Adzkan karya Imam Nawawi, menurut Imam Syafi’i terdapat tiga pendapat mengenai kapan doa qunut dibaca. Pendapat shahih dan paling terkenal di antaranya menjelaskan, jika turun (datang) suatu malapetaka di kalangan kaum muslim, disunnahkan membaca qunut semua salat, tetapi jika tidak demikian maka tidak disunnahkan.


Menurut pendapat kedua, boleh melakukan qunut secara mutlak ikatan apa pun. Sedangkan menurut pendapat ketiga, tidak boleh qunut secara mutlak.

Dalam keterangan yang lain, Imam an-Nawawi menjelaskan bahwa doa qunut disyariatkan untuk dibaca pada salat Subuh dan hukumnya adalah sunnah muakkad. Hal ini didasarkan pada hadits Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik RA:

أَنَّ رَسُوْلَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يَزَلْ يَقْنُتُ فِي الصُّبْحِ حَتَّى فَارَقَ الدُّنْيَا

Artinya: “Bahwa Rasulullah SAW masih tetap melakukan qunut dalam sholat Subuh hingga beliau wafat.” (HR Hakim)

Imam Nawawi juga menerangkan bahwa doa qunut Subuh dibaca setelah iktidal sebelum beranjak untuk posisi sujud pertama di rakaat kedua tersebut. Keterangan ini bersumber dari sabda Rasulullah SAW melalui riwayat lain, menerangkan:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَنَتَ بَعْدَ الرَّكُوعِ

Artinya: “Sungguh Nabi (Muhammad) SAW membaca doa qunut setelah (bangun dari) rukuk.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Bacaan Doa Qunut Subuh Sendiri

Berikut bacaan dari doa qunut Subuh yang sesuai sunnah Rasulullah SAW, dikutip dari Kitab Al-Adzkan:

اللَّهُمَّ اهْدِنِي فِيْمَنْ هَدَيْتَ، وَعَافِنِي فِيْمَنْ عَافَيْتَ، وَتَوَلَّنِي فِيمَنْ تَوَلَّيْتَ، وَبَارِكْ لِي فِيْمَا أَعْطَيْتَ، وَقِنِي شَرَّ مَا قَضَيْتَ، فَإِنَّكَ تَقْضِي وَلَا يُقْضَى عَلَيْكَ، وَإِنَّهُ لَا يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ، تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ

Bacaan latin: “Allahummahdini fiiman hadait, wa ‘aafinii fiiman ‘aafait, wa tawallanii fiiman tawallait, wa baarik lii fiima a’thait, wa qinii syarra maa qadhait, fa innaka taqdhuu wa laa yuqdha ‘alaik, wa innahu laa yadzillu man waalait, tabaarakta rabbanaa wa ta’aalait”

Artinya: “Ya Allah, berikanlah aku petunjuk bersama dengan orang yang telah Engkau beri petunjuk, sehatkanlah diriku bersama dengan orang yang telah Engkau sehatkan, berilah aku pertolongan bersama dengan orang yang telah Engkau beri pertolongan, berkahilah aku atas semua yang telah Engkau berikan, dan peliharalah diriku dari keburukan yang telah Engkau putuskan, karena sesungguhnya Engkau adalah Tuhan Yang memutuskan dan tiada seorang pun yang menetapkan keputusan terhadap-Mu. Sesungguhnya tidak akan hina orang yang Engkau beri pertolongan, wahai Rabb kami, Maha Suci dan Maha Tinggi Engkau.” (HR Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Majah, & Baihaqi, Riwayat dari Hasan bin Ali)

Selain doa qunut Subuh, Rasulullah SAW juga pernah mengajarkan bacaan doa qunut ketika mengetahui ada musibah besar. Doa qunut ini disebut sebagai qunut nazilah. Rasulullah SAW menurut riwayat diceritakan sebagai berikut:

أَنَّ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَنَتَ شَهْرًا لِقَتْلِ الْقُرَّاءُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ.(متفق عليه

Artinya, “Sungguh Nabi SAW membaca doa qunut (nazilah) selama sebulan karena (tragedi) terbunuhnya para Qurra’ (ahli al-Qur’an) radhiyallahu ‘anhum.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dalam riwayat lain disebutkan:

عن ابْنِ عَبَّاسِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا: قَنَتَ رَسُول اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَهْرًا مُتَتَابِعًا فِي الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ وَالْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ وَالصُّبْحِ، يَدْعُو عَلَىرِعْلِ وَذَكْوَانَ وَعُصَيَّةَ فِي دُبُرِ كُل صَلَاةٍ إِذَا قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ مِنَ الرَّكْعَةِ الأخِيرَةِ، وَيُؤَمِّنُ مَنْ خَلْفَهُ. رواه أبو داود. حديث حسن)

Artinya: “Diriwayatkan melalui Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berdoa qunut (nazilah) secara terus-menerus dalam salat Dzuhur, Asar, Maghrib, Isya dan Subuh, mendoakan atas Ri’li, Dzakwan, ‘Ushayyah di setiap akhir shalat, yaitu ketika beliau mengucapakan: ‘Sami’allahu liman hamidah’ di rakaat terakhir, dan orang yang (berjamaah) di belakangnya mengamininya.” (HR Abu Dawud)

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Doa ketika Marah untuk Kendalikan Emosi Lengkap dengan Artinya



Jakarta

Salah satu cara meredam amarah adalah dengan berdoa atau berzikir. Membaca doa ketika marah membuat hati menjadi lebih tentang dan berada dalam lindungan Allah SWT.

Mahmud as-Syafrowi mengatakan dalam buku Sukses Dunia Akhirat dengan Doa-doa Harian, marah yang dibiarkan meluap berasal dari godaan setan. Ia menyebut, marah yang demikian adalah bara api yang ditiupkan setan ke dalam hati anak Adam.

Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda,


إنَّ الْغَضَبُ مِنَ الشَّيْطَانِ

Artinya:”Sesungguhnya, amarah itu dari setan.” (HR Ahmad dan Abu Dawud)

Dalam Islam tidak menafikan secara khusus mengenai marah, karena pada dasarnya marah merupakan fitrah yang diciptakan oleh Allah SWT untuk manusia. Namun, secara khusus Islam mengarahkan supaya kita dapat mengendalikan emosi tersebut.

Saat marah, Islam mengarahkan kita untuk menyikapinya dengan bijak, tidak memendamnya dalam hati sehingga menimbulkan penyakit, serta tidak pula membiarkan kita untuk meluap tanpa kontrol.

Melansir buku Pintar Doa untuk Anak karya Abu Ezza, ada beberapa adab ketika diliputi amarah. Di antaranya membaca ta’awudz,”A’uudzu billahi minasy syaithoonir rajim“, segera duduk atau berbaring, tidak bicara, dan berwudhu.

Bacaan Doa ketika Marah

Mengutip buku Doa Harian Pengetuk Pintu Langit karya Hamdan Hamedan, berikut bacaan doa ketika marah Arab, latin, dan artinya:

أعُوذُ بالله من الشيطان الرَّحيم

Arab latin: A’udzu billahi min asy-syaithaani ar-rajiimi

Artinya: “Aku berlindung kepada Allah SWT dari godaan setan yang terkutuk.” (HR Bukhari dan Muslim)

Adapun, riwayat lengkap mengenai doa tersebut dikisahkan dari Sulaiman bin Shurad RA berkata, “Ada dua orang saling memaki di hadapan Rasulullah SAW, saat itu kami sedang duduk di sampingnya. Salah seorang dari keduanya memaki temannya dengan sangat marah, sehingga tampak mukanya memar merah.

Rasulullah SAW lalu bersabda, ‘Sesungguhnya saya mengetahui sebuah kalimat yang apabila diucapkan, maka marah kalian akan hilang, yaitu: A-‘uudzu billaahi minasy-syaithaanir-rajim (Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk).'” (HR Muslim)

Selain itu, bisa juga membaca doa ketika marah yang lebih panjang dengan lafaz berikut,

أعُوذُ بالله من الشيطان الرَّحيم اللهم اغْفِرْلِي ذَلِبِي وَأَذْهَبْ غَيْظَ قَلْبِي وَأَجِرْنِي مِنَ النَّارِ

Arab latin: A’uudzu billahi minasy syaithaanir rojiim. Allahummaghfirlii dzanbi wa adzhib ghoizha qalbii wa ajirnii minan naar

Artinya: “Aku berlindung kepada Allah dari godaan Syaitan yang terkutuk. Ya Allah, ampunilah aku, lenyapkanlah amarah dari hatiku dan peliharalah aku dari siksa neraka.” (HR Ibnu Sunni)

Cara Menghindari Marah

Masih dalam sumber yang sama, amarah dihindari dengan dua cara, yakni:

  • Menutup pintu masuk setan dengan membaca doa isti’adzah, sebagaimana yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW, beliau bersabda,

إنِّي لَأُعَلِّمُ كَلِمَةً لَوْ قَالَهَا لَذَهَبَ عَنْهُ مَا يَجِدُ لَوْ قَالَ أَعُوْذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّحِيمِ ذَهَبَ عَنْهُ مَا يَجِدُهُ.

Artinya: “Sungguh, aku akan mengajari suatu kalimat, yang apabila ia mengucapkannya maka akan hilang apa yang ia dapatkan (marah). Jika ia membaca A’uudzubillahi minasy syaitaanir rajiim niscaya hilanglah apa yang ia dapatkan.” (HR Ahmad, Bukhari, dan Muslim)

  • Selanjutnya, kita juga dapat membaca doa untuk membina hati dan mengelola pikiran agar ingat kepada Allah SWT, kita dapat membaca doa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW,

اللّهُمَّ رَبِّ مُحَمَّدٍ اغْفِرْ لِي ذَنْبي وَأَذْهِبْ غَيْظَ قَلْبِي وَأَجِرْنِي مِنْ الْفِتَنِ.مُضَلَّاتِ

Artinya: “Wahai Allah, Tuhan Muhammad, ampunilah dosaku, hilangkanlah kejengkelan hatiku, dan selamatkanlah aku dari fitnah-fitnah yang menyesatkan.” (HR Ibnu Sunni)

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Antara Adzan dan Iqomah, Waktu Mustajab Berdoa yang Sering Terlewat



Jakarta

Kaum muslim yang menginginkan kehendaknya terkabul oleh Allah SWT perlu memperhatikan sejumlah adab berdoa, termasuk kapan doa itu dipanjatkan. Salah satu waktu mustajab berdoa yang dinyatakan oleh Nabi SAW adalah antara adzan dan iqomah.

Saat tibanya waktu salat yang ditandai dengan adzan, banyak umat Islam yang hanya bergegas menunaikan ibadah. Mereka kerap kali melupakan atau bahkan tidak menyadari bahwa terdapat waktu yang jika berdoa maka Allah SWT akan memperkenankannya.

Ya, antara adzan dan iqomah. Ketika adzan telah berhenti dikumandangkan dan sebelum iqomah dilafalkan, kaum muslim hendaknya berdoa pada saat tersebut. Sebagaimana sabda Rasul SAW dari Abdullah bin Amr bin Al-Ash, ia berkata:


“Sesungguhnya seorang laki-laki berujar, ‘Wahai Rasulullah, sungguh orang-orang yang adzan telah mendapat kelebihan atas kami.” Kemudian Nabi SAW menuturkan, ‘Ucapkanlah seperti yang mereka ucapkan. Apabila telah selesai maka berdoalah, niscaya engkau akan diberi.’ (HR Abu Dawud)

Dalam riwayat Anas bin Malik, Rasul SAW bersabda pula:

الدُّعَاءُ لَا يُرَدُّ بَيْنَ الآذَانِ وَالإِقَامَةِ فَادْعُوا

Artinya: “Doa tidak ditolak antara adzan dan iqomah, maka berdoalah.” (HR Ahmad, Tirmidzi, dan Abu Dawud)

Selain itu, Sahl bin Saad As-Sa’idi juga meriwayatkan sebuah hadits dari Nabi SAW mengenai waktu antara adzan dan iqomah yang menjadi tempat diperkenankannya doa.

يْتَتَانِ لَا تُرَدَّانِ، أَوْ قَلَّمَا تُرَدَّانِ الدُّعَاءُ عِنْدَ النَّداءِ، وَعِنْدَ الْبَأْسِ حِيْنَ يُلْحِمُ بَعْضُهُمْ بَعْضًا

Artinya: “Dua perkara tidaklah ditolak, atau sangat jarang ditolak; doa ketika adzan dan ketika perang saat pasukan membabat satu sama lain.” (HR Abu Dawud)

Syaikh Abdurrazaq bin Abdul Muhsin Al-Badr dalam buku Fiqih Doa & Dzikir Jilid 2 mengemukakan doa yang hendaknya dipinta oleh umat Islam. Menurutnya doa kebaikan dunia ahirat dan apa-apa yang seseorang inginkan, dapat dipanjatkan pada waktu antara adzan dan iqomah.

Adapun Rasulullah SAW juga mengungkapkan doa yang bisa diucapkan saat waktu mustajab berdoa itu, yang tercantum dalam riwayat Abdullah bin Amr bin Al-Ash.

إِذَا سَمِعْتُمُ الْمُؤَذِّنَ فَقُوْلُوْا مِثْلَ مَا يَقُوْلُ، ثُمَّ صَلُّوْا عَلَيَّ، فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلَاة صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا، ثُمَّ سَلُوا اللَّهَ لِيَ الْوَسِيلَةَ، فَإِنَّهَا مَنْزِلَةٌ فِي الْجَنَّةِ لَا تَنْبَغِي إِلَّا لِعَبْدِ مِنْ عِبَادِ اللَّهِ، وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ أَنا هُوَ، فَمَنْ سَأَلَ في الْوَسِيلَةَ حَلَّتْ لَهُ الشَّفَاعَةُ

Artinya: “Apabila kamu mendengar muadzin maka ucapkanlah seperti yang dia ucapkan, kemudian bersholawatlah atasku, karena barang siapa bersholawat atasku satu kali, Allah akan bersholawat atasnya dengan sebab itu sepuluh kali. Kemudian mintalah pada Allah untukku wasilah. Sungguh ia adalah tempat di surga yang tidak patut kecuali kepada seorang hamba di antara hamba-hamba Allah Aku berharap bahwa hamba itu adalah aku. Barang siapa meminta untukku wasilah niscaya halal baginya syafaat.” (HR Muslim)

Lafaz Doa yang Dibaca antara Adzan dan Iqomah

Buku Fiqih Doa & Dzikir Jilid 2 menukil hadits dari Jabir bin Abdullah untuk doa yang dianjurkan untuk dipanjatkan antara adzan dan iqomah, sebagai berikut:

اللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلَاةِ الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيْلَةَ وَالْفَضِيلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُوْدًا الَّذِي وَعَدْتَهُ، حَلَّتْ لَهُ شَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Allahumma rabba hadzihi ad-da’wati at-taammati wash sholaatil qaa’imati aati muhammadan al-wasiilata wal fadhiilata wab’atshu maqaaman mahmuudan alladzi wa’adtah

Artinya: “Ya Allah, pemilik seruan yang sempurna ini, dan salat yang akan didirikan, berilah Muhammad wasilah dan keutamaan, dan bangkitkan untuknya kedudukan terpuji yang Engkau janjikan.” (HR Bukhari)

Shalawat Ibrahimiyah: Paling Utama Dibaca antara Adzan dan Iqomah

Tak hanya doa di atas, Nabi SAW pula mensyariatkan untuk melafalkan sholawat. Syaikh Abdurrazaq bin Abdul Muhsin Al-Badr dalam bukunya menyebutkan sholawat Ibrahimiyah yang paling anjurkan untuk dibaca antara adzan dan iqomah. Berikut bacaannya:

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ جَيْدٌ مَجِيدٌ اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ

Allahumma shalli ‘ala muhammadin wa ‘ala aali muhammadin, kamaa shallayta ‘ala ibraahiim wa ‘ala aali ibraahiim, innaka hamiidun majiid, Allahumma baarik ‘ala muhammadin wa ‘ala aali muhammadin, kamaa baarakta ‘ala ibraahiim wa ‘ala aali ibraahiim, innaka hamiidun majiid

Artinya: “Ya Allah, limpahkan sholawat atas Muhammad dan atas keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau limpahkan sholawat atas Ibrahim dan atas keluarga Ibrahim. Sungguh Engkau Maha Terpuji lagi Mahaagung. Ya Allah, berkahilah atas Muhammad dan atas keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau berkahi atas Ibrahim dan atas keluarga Ibrahim, sungguh Engkau Maha Terpuji lagi Mahaagung.”

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Bacaan Doa setelah Pemakaman Lengkap dengan Artinya



Jakarta

Menguburkan jenazah merupakan kewajiban terhadap orang yang meninggal dunia. Salah satu adab dalam menguburkan jenazah adalah membaca doa setelah pemakaman.

Ali Mas’ud Ahmad dalam bukunya Panduan Praktis Perawatan dan Shalat Jenazah, menjelaskan mengenai sunnah setelah pemakaman yaitu dengan membaca doa untuk jenazah dan membaca talqin. Hal tersebut diriwayatkan dari sahabat Rasulullah SAW, Utsman RA, ia berkata,

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا فَرَغَ مِنْ دَفْنِ الْمَيِّتِ وَقَفَ عَلَيْهِ فَقَالَ اسْتَغْفِرُوا لِأَخِيكُمْ وَسَلُوا لَهُ بِالتَّثْبِيتِ فَإِنَّهُ الْآنَ يُسْأَلُ


Artinya: “Apabila Nabi Shallallahu alaihi wasallam telah selesai dari menguburkan mayit, beliau berkata, ‘Mintakanlah ampunan untuk saudara kalian, dan mohonkanlah keteguhan untuknya, karena sesungguhnya sekarang ia sedang ditanya.” (HR Abu Dawud dan Al-Hakim)

Sementara itu, talqin memiliki fungsi untuk mengingatkan bagi orang yang masih hidup atau pelayat akan pentingnya mengingat kematian karena pada dasarnya semua makhluk yang bernyawa akan mengalami kematian.

Doa setelah Pemakaman Arab, Latin, dan Artinya

Mengutip Kitab al-Adzkar karya Imam an-Nawawi, berikut bacaan doa setelah pemakaman Arab, latin, dan artinya:

مِنْهَا خَلَقْنَاكُمُ

Arab latin: Minhaa Khalaqnaa kum

Artinya: “Dari tangan itulah kami menciptakan kalian”

وَفِيْهَا نُعِيْدُكُمْ

Arabt latin: Wa fiiha nu’iidukum

Artinya: “Dan daripadanya Kami akan mengembalikan kalian.”

وَمِنْهَا نُخْرِجُكُمْ تَارَةً أُخْرَى

Arab latin: Wa fiiha nukhrijukum taratan ukraa

Artinya: “Dan daripadanya Kami akan mengeluarkan kalian pada kesempatan lain”

Imam an-Nawawi juga menyebut sebuah riwayat dalam Shahih Bukhari dan Muslim bahwa Nabi SAW menganjurkan untuk membaca Al-Qur’an ketika menghadiri pemakaman. Dari Ali RA, ia mengatakan,

“Kami berada di pemakaman Baqi’ul Ghurfah, kemudian Rasulullah SAW mendatangi kami dan beliau duduk-duduk bersama kami, di tangan beliau memegang tongkat kecil. Kemudian beliau menghujamkan tongkatnya ke tanah lalu bersabda: “Tidak ada seorang pun di antara kalian kecuali telah ditentukan tempatnya di neraka atau di surga.” Kemudian para sahabat bertanya: ‘Wahai Rasulullah SAW, apakah tidak lebih baik kalau kita menyandarkan pada ketentuan tersebut?’ Kemudian beliau bersabda: ‘Beramalah kalian, karena semuanya akan dimudahkan dengan apa yang diperbuat..’

Masih dalam buku yang sama, Imam Syafi’i dan ulama Syafi’iyah mengatakan: “Ketika itu disunnahkan membaca sebagian dari beberapa ayat Al-Qur’an, mereka mengatakan: ‘Jika sampai menghatamkan, maka itu lebih baik.”

Sementara itu, Muhammad Sholikhin dalam buku Panduan Lengkap Perawatan Jenazah menjelaskan mengenai doa setelah pemakaman. Tastbit, dalam sebagian tradisi masyarakat dilaksanakan melalui talqin yang dirangkai dengan doa.

Istighfar dan tastbit yang disunnahkan Nabi SAW sebagai berikut,

اللَّهُمَّ اغْفِرْلَهُ وَارْحَمْهُ نصف المله، اللهم ثبته عند السؤال باقيها

Artinya: “Ya Allah, ampunilah ia dan rahmatilah ia pada satu sisi. Ya Allah, mantapkanlah ia ketika ditanya (Malaikat Munkar dan Nakir) pada sisi lain.” (HR Abu Dawud)

Masih dalam buku yang sama, dijelaskan pula mengenai sunnah bagi pengantar mayat untuk berhenti sejenak dan mendoakan, dengan memintakan ampun dan meminta supaya mayat diberi ketetapan/keteguhan dalam menjawab pertanyaan kubur.

Paling tidak sekitar satu jam sesudah penguburan, diutamakan membaca surah Yasin atau Tabarak (Al-Mulk) yang pahalanya diperuntukkan bagi si mayat, sebagaimana dikatakan Syaikh Shalih Al-Samarani dalam buku Munjiyat.

Bagi yang menghadiri pemakaman juga disunnahkan untuk duduk sejenak setelah selesai menguburkan jenazah dengan kira-kira lamanya penyembelihan domba dan membagikan dagingnya, dengan memperbanyak membaca Al-Qur’an , mendoakan mayit, mauidhah hasanah, menceritakan orang-orang baik, dan hikayah-hikayah orang saleh.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com