Tag Archives: abu dzar al ghifari

Doa Agar Dijauhkan dari Sifat Pelupa, Yuk Baca Setiap Hari!



Jakarta

Manusia adalah makhluk yang lemah. Ia diciptakan dengan banyak kekurangan, di samping kesempurnaannya sebagai khalifah di muka bumi. Salah satu sifat lemahnya yakni pelupa.

Oleh karenanya, Allah SWT melimpahkan kenikmatan pada manusia dengan wujud daya ingat. Daya ingat ini yang membantu manusia dalam menjalani kehidupan sehari-hari mulai dari bangun tidur hingga kembali tidur.

Sayangnya, manusia tidak bisa menutupi kelemahannya. Perlu pertolongan dari Allah untuk mengurangi sifat pelupa tersebut. Ada doa yang bisa dibaca agar dijauhkan dari sifat pelupa.


Doa Dijauhkan dari Sifat Lupa

Rasulullah selalu mengajarkan pada keluarga, sahabat, dan umatnya untuk selalu memanjatkan doa pada Allah apabila menemui kesulitan karena hanya hanya Allah Sang Penolong. Sebagaimana dijelaskan dalam hadits berikut ini,

Utsman ibn Abi al-Ash berkata, “Aku mendatangi Rasulullah SAW seraya mengadu, ‘Wahai Rasulullah, aku dulu termasuk orang yang memiliki ingatan paling kuat. Namun, ada sesuatu yang masuk ke dalam diriku sehingga sebagian ingatanku hilang’.

Kemudian beliau meletakkan tangannya di atas dadaku sambil mengucapkan,

اللهم أخرج عنه أصييط نة

Artinya: ‘Ya Allah, keluarkanlah setan darinya.’

Maka, Allah pun melenyapkan sifat pelupa dari diriku.”

Dikutip dari Rahasia Doa Mustajab oleh Ibn Qayyim dan Ibn Athaillah, Nabi Muhammad SAW juga mengajarkan umatnya untuk membaca doa berikut setiap hari.

اَللَّهُمَّ اجْعَلْ نَفْسِيْ مُطْمَئِنَّةً، تُؤْمِنُ بِلِقَائِكَ، وَتَرْضَى بِقَضَائِكَ

Arab-Latin: Allâhumma ij’al nafsî muthmainnatan, tu’minu bi liqâika wa tardlâ bi qadlâika).

Artinya: “Ya Allah, jadikan jiwa kami menjadi tenang, beriman akan adanya pertemuan dengan-Mu, dan rela atas garis yang Engkau tentukan.”

Setelah saran dari Rasulullah tersebut dibaca tiga kali sehari, pemuda tersebut mengaku, “Setelah saya membaca itu, saya tidak pernah lupa tentang apapun.”

(Lihat Habib Zain bin Ibrâhîm bin Sumaith, Al-Manhajus Sâwî, Dârul Ilmi wad Da’wah, [Hadramaut, 2005], halaman 234).

Membaca Surat Al Baqarah Ayat 286

Selain membaca doa yang diajarkan Rasulullah SAW, bisa juga membaca surat Al-Baqarah ayat 286,

لَا يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلَّا وُسْعَهَا ۗ لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ ۗ رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَآ اِنْ نَّسِيْنَآ اَوْ اَخْطَأْنَا ۚ رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَآ اِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهٗ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا ۚ رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهٖۚ وَاعْفُ عَنَّاۗ وَاغْفِرْ لَنَاۗ وَارْحَمْنَا ۗ اَنْتَ مَوْلٰىنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكٰفِرِيْنَ

Artinya: Allah tidak membebani seseorang, kecuali menurut kesanggupannya. Baginya ada sesuatu (pahala) dari (kebajikan) yang diusahakannya dan terhadapnya ada (pula) sesuatu (siksa) atas (kejahatan) yang diperbuatnya. (Mereka berdoa,) “Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami salah.

Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau bebani kami dengan beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tidak sanggup kami memikulnya. Maafkanlah kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami. Engkaulah pelindung kami. Maka, tolonglah kami dalam menghadapi kaum kafir.”

Dijelaskan bahwa doa ini merupakan sebuah permohonan agar terhindar dari siksa neraka bila kita melakukan suatu perbuatan dosa tanpa unsur kesengajaan atau lupa.

Jejen Musfah dan Anis Masykhur dalam buku Doa Ajaran Ilahi memaparkan bahwa menurut riwayat Al-Baghawy, Nabi Muhammad SAW bersabda, “Dua ayat terakhir dari surat Al Baqarah, apabila seseorang membacanya di malam hari, maka terpeliharalah ia dari segala macam bencana,” (Tafsir Al-Khazin, I:26).

Selain hadits tersebut, banyak sekali riwayat yang menjelaskan hikmah membaca doa dengan ayat ini. Di antaranya adalah hadits yang diriwayatkan dari Abu Dzar Al-Ghifari, ia berkata: Bahwasannya Nabi Muhammad SAW bersabda, “Dua ayat terakhir dari surat Al Baqarah diambil dari tempat bawah ‘Arasy (singgasana) Tuhan.”

Sementara dalam riwayat Al Hakim, disebutkan: “Orang yang tidak membacanya (dua ayat tersebut) selama tiga hari, maka setan akan mendekatinya.”

Adapun dalam kitab Shahihain, Nabi Muhammad SAW bersabda:

“Telah turun Jibril kepadaku, dan berkata dengan membawa perintah Tuhan, “Aku memberikan kabar gembira dengan adanya dua Nur yang aku berikan kepadamu dan belum pernah aku berikan kepada nabi-nabi sebelum mu. (Yakni) fatihat al-kitab dan penutup surat Al Baqarah,” (HR Bukhari dan Muslim).

Dilihat dari sisi materinya, doa ini merupakan bentuk pengakuan manusia sebagai makhluk yang pelupa, mudah melakukan kesalahan, dan makhluk yang sangat lemah.

Lupa merupakan sifat anak cucu Adam. Oleh karena itu bila kita melanggar perintah Allah, melakukan suatu dosa, mengerjakan perbuatan haram tanpa adanya unsur kesengajaan (lupa), maka kita diharuskan cepat-cepat memohon ampun kepada-Nya.

Doa ini baik dibaca di waktu pagi dan sore hari, sebab doa ini merupakan penangkal segala kekurangan manusia yang memungkinkan dapat merusak ajaran Allah.

Selain itu, doa ini merupakan bentuk permohonan agar Allah tidak memberikan beban yang berat yang kita tidak sanggup memikulnya.

Demikian bacaan doa untuk memohon dijauhkan dari sifat pelupa. Sifat pelupa ini dapat mengganggu dan menghambat kegiatan sehari-hari. Doa ini bisa menjadi amalan yang dikerjakan setiap hari.

(dvs/dvs)



Sumber : www.detik.com

Abu Dzar RA, Sosok Sahabat Rasulullah SAW yang Sederhana



Jakarta

Abu Dzar al Ghifari adalah salah seorang sahabat Rasulullah SAW yang paling sederhana. Ia dikenal sebagai orang yang taat kepada Allah SWT sekaligus sahabat setia bagi Rasulullah SAW.

Mengutip buku The Great Sahaba yang ditulis Rizem Aizid, disebutkan Abu Dzar al-Ghifari RA adalah sosok sahabat Rasulullah SAW yang sangat setia dan dikenal sebagai orang yang jujur serta sederhana.

Abu Dzar berasal dari suku Ghifar, sebuah kelompok yang tinggal di Lembah Waddan, sekitar Makkah. Abu Dzar hidup di lingkungan sederhana yang jauh dari peradaban kota.


Bani Ghifar dikenal sebagai gerombolan perampok. Penduduk Ghifar dikenal sebagai orang-orang yang pemberani dan senang berperang. Mereka tahan terhadap penderitaan, kekurangan dan kelaparan. Di antara orang-orang bani Ghifar, yang paling buruk tabiatnya adalah Abu Dzar. Nama lengkapnya adalah Abu Dzar Jundab bin Junadah bin Sufyan al Ghifari.

Jauh sebelum mengenal Islam, Abu Dzar adalah sosok perampok. Namun atas izin Allah SWT, ia mendapat hidayah setelah mengenal Islam. Ia menjadi sosok yang bertakwa kepada Allah SWT dan menjadi salah satu pengawal sekaligus sahabat Rasulullah SAW.

Abu Dzar sama sekali tidak takut pada orang-orang yang menentang Islam. Ia berkata pada Rasulullah SAW, “Wahai Rasulullah, demi Dzat yang nyawaku berada di tangan-Nya, aku akan melafalkan kalimat tauhid ini dengan lantang di tengah kerumunan orang-orang yang tidak beriman itu!”

Abu Dzar Meninggalkan Kesenangan Dunia

Selain dikenal sebagai pemberani, Abu Dzar juga dikenal sebagai sosok yang sederhana. Ia berpendapat bahwa menyimpan harta yang lebih dari keperluan hukumnya haram.

Kesederhanaan Abu Dzar juga telah disabdakan Rasulullah SAW, sebelum beliau wafat, beliau bersabda, “Abu Dzar akan tetap sama sepanjang hidupnya.”

Arti dari perkataan Rasulullah SAW adalah bahwa Abu Dzar akan tetap menjadi Abu Dzar yang dikenal sederhana, zuhud dan setia kepada Islam.

Mengutip buku Sosok Para Sahabat Nabi yang ditulis oleh Dr. Abdurrahman Raf’at al-Basya, setelah Rasulullah SAW wafat, Abu Dzar pergi ke Damaskus. Di kota ini ia melihat kaum muslimin tenggelam dalam kemewahan. Abu Dzar terkejut menyaksikan banyak orang condong dan fokus pada kehidupan dunia.

Suatu kali, Khalifah Utsman memanggil ia untuk kembali ke Madinah. Abu Dzar segera memenuhi panggilan tersebut. Di Madinah, ia menyaksikan kondisi yang sama yakni orang-orang larut pada kemewahan dunia.

Abu Dzar yang tidak nyaman dengan suasana tempat tinggalnya, kemudian memutuskan untuk bermukim di Rabadzah, sebuah desa kecil di Madinah. Ia hidup dengan sangat sederhana, jauh dari hiruk pikuk perkotaan. Ia zuhud terhadap kekayaan, tak mengirikan harta benda orang lain serta berpegang teguh pada cara hidup Rasulullah SAW. Ia mengutamakan kehidupan akhirat yang kekal.

Suatu hari, seseorang berkunjung ke rumah Abu Dzar. Ia melihat kondisi rumah Abu Dzar yang kosong tanpa perabotan. Tamu itu lantas bertanya, “Wahai Abu Dzar, di mana perabot rumahmu?”

Abu Dzar menjawab, “Kita punya rumah di kampung sana (maksudnya akhirat) sehingga perabot yang terbaik ku kirimkan ke sana.”

Tamu itu lantas menimpali jawaban Abu Dzar, “Tapi engkau juga harus punya perabot selama berada di kampung yang sekarang.”

“Tapi si pemilik rumah tidak mengizinkan kita menetap di rumah yang ini (di dunia),” jawab Abu Dzar.

Suatu ketika pernah Gubernur Syam mengirimkan uang sebanyak tiga ratus dinar kepada Abu Dzar disertai ucapan, “Pergunakanlah uang itu untuk kebutuhanmu.”

Abu Dzar lantas mengembalikan uang tersebut dan bertanya, “Apakah Tuan Gubernur tidak menemukan seorang hamba yang lebih miskin dari saya?”

Pada tahun 32 H, Abu Dzar meninggal dunia. Ia adalah sosok sahabat yang jujur dan sederhana. Rasulullah SAW pernah menyebutkan Abu Dzar dalam haditsnya, “Tidak ada di atas bumi dan di bawah naungan langit orang yang lebih jujur daripada Abu Dzar.”

Ketika Perang Tabuk, Rasulullah SAW berkata kepada Abu Dzar, ” Engkau datang sendirian, engkau hidup sendirian dan engkau akan meninggal dalam kesendirian. Namun, segerombolan orang dari Irak yang salih kelak akan mengurus pemakamanmu.”

(dvs/kri)



Sumber : www.detik.com