Tag Archives: Abu Hurairah RA

Doa Akhir Ramadan Arab dan Latin untuk Mohon Rahmat Allah



Jakarta

Ramadan sebentar lagi akan berlalu. Di penghujung bulan suci ini, umat Islam bisa mengisinya dengan memanjatkan doa akhir Ramadan.

Menurut sebuah riwayat yang termuat dalam Al-Mushannaf karya Abdurrazzaq Ash-Shan’any, malam berakhirnya Ramadan atau menjelang Hari Raya Idul Fitri termasuk malam yang mustajab untuk berdoa atau sering disebut Lailah Al-Ijabah (malam dikabulkannya doa).

Dari Ibnu Abbas RA, Rasulullah SAW bersabda,


“Lima malam tidak akan ditolak doa di dalamnya, malam Jumat, malam pertama di bulan Rajab, malam Nisfu Syaban, malam Lailatul qadar, malam Hari Raya Idul Adha dan Fitri.” (HR Al Baihaqi)

Melansir arsip berita Hikmah detikcom, berikut bacaan doa akhir Ramadan sebagaimana bersandar pada hadits Jabir bin Abdillah RA.

Doa Akhir Ramadan

أَللَّهُمَّ لاَ تَجْعَلْهُ آخِرَ الْعَهْدِ مِنْ صِيَامِنَا إِيَّاهُ، فَإِنْ جَعَلْتَهُ فَاجْعَلْنِيْ مَرْحُوْمًا وَ لاَ تَجْعَلْنِيْ مَحْرُوْمًا

Allahumma laa taj’alhu aakhiral ‘ahdi min shiyaamina iyyaah, fa-in ja’altahu faj’alnii marhuuman wa laa taj’alnii mahruuma.

Artinya: “Ya Allah, janganlah Engkau jadikan puasa ini sebagai yang terakhir dalam hidupku. Seandainya Engkau berketetapan sebaliknya, maka jadikanlah puasaku ini sebagai puasa yang dirahmati bukan yang hampa semata.”

Dalam Kitab Majma’ Az-Zawaid karya Al Haitsami terdapat sebuah hadits yang menyebut bahwa Allah SWT akan mengabulkan doa yang dipanjatkan pada bulan Ramadan. Dari Jabir bin Abdillah RA, Rasulullah SAW bersabda,

إِنَّ لِلّهِ فِى كُلِّ يَوْمٍ عِتْقَاءَ مِنَ النَّارِ فِى شَهْرِ رَمَضَانَ ,وَإِنَّ لِكُلِّ مُسْلِمٍ دَعْوَةً يَدْعُوْ بِهَا فَيَسْتَجِيْبُ لَهُ

Artinya: “Sesungguhnya Allah membebaskan beberapa orang dari api neraka pada setiap hari di bulan Ramadan dan setiap muslim apabila dia memanjatkan doa akan dikabulkan.” (HR Al Bazzar)

Pada bulan Ramadan juga terdapat suatu malam yang disebut dalam Al-Qur’an sebagai malam yang lebih mulia dari 1000 bulan. Malam tersebut adalah Lailatul Qadar. Allah SWT berfirman,

اِنَّآ اَنْزَلْنٰهُ فِيْ لَيْلَةِ الْقَدْرِ ١ وَمَآ اَدْرٰىكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِۗ ٢ لَيْلَةُ الْقَدْرِ ەۙ خَيْرٌ مِّنْ اَلْفِ شَهْرٍۗ ٣ تَنَزَّلُ الْمَلٰۤىِٕكَةُ وَالرُّوْحُ فِيْهَا بِاِذْنِ رَبِّهِمْۚ مِنْ كُلِّ اَمْرٍۛ ٤ سَلٰمٌ ۛهِيَ حَتّٰى مَطْلَعِ الْفَجْرِ ࣖ ٥

Artinya: “Sesungguhnya Kami menurunkan Al-Qur’an pada malam Lailatul Qadar, tahukah engkau apakah malam Lailatul Qadar itu ? Malam Lailatul Qadar itu lebih baik dari seribu bulan, pada malam itu turunlah malaikat-malaikat dan Jibril dengan izin Allah Tuhan mereka (untuk membawa) segala urusan, selamatlah malam itu hingga terbit fajar.” (QS Al Qadr: 1-5)

Menurut Imam Al-Ghazali dalam Kitab Ihya ‘Ulumuddin, Lailatul Qadar adalah malam yang diberkati. Pada malam tersebut umat Islam dianjurkan untuk memperbanyak amal ibadah. Rasulullah SAW pernah bersabda,

“Barang siapa yang pada malam Lailatul Qadar mengerjakan ibadah dan berdoa dengan penuh keimanan yang dipersembahkan semata-mata untuk Allah, akan diampuni dari segala dosanya yang terdahulu dan yang akan datang.” (HR Ahmad dan Thabrani).

Dalil serupa juga diterangkan dalam Kitab Riyadhus Shalihin karya Imam An-Nawawi. Nabi SAW bersabda, Khat “Siapa saja yang mendirikan salat pada Lailatul Qadar karena iman dan hanya mengharap pahala dari Allah, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (Muttafaq Alaih). Hadits ini berasal dari Abu Hurairah RA.

(kri/lus)



Sumber : www.detik.com

Mengapa Bilal bin Rabah Disiksa oleh Orang-Orang Kafir Quraisy?



Jakarta

Bilal bin Rabah adalah sang muazin Rasulullah SAW yang memiliki sejarah hidup sangat hebat, terutama dalam memperjuangkan akidah.

Bilal bin Rabah juga seorang budak berkulit hitam dari Habsyah (Ethiopia). Nama lengkapnya yaitu Abu Abdullah Bilal bin Rabah al-Habsyi. Ia dilahirkan di daerah As-Sarah. Ayahnya bernama Rabah, sedangkan ibunya seorang budak berkulit hitam bernama Hamamah yang tinggal di Kota Makkah.

Bilal bin Rabah pernah merasakan penderitaan akibat ulah jahat dan kekejaman orang-orang kafir Quraisy. Pada saat itu, Bilal disiksa dengan biadab dan bengis, tetapi ia mampu bersabar dan tetap mempertahankan imannya.


Mengapa Bilal bin Rabah Disiksa Kafir Quraisy?

Dalam buku Ensiklopedi Kisah-Kisah Islami karya Kak Thifa, dikisahkan bahwa ketika Rasulullah SAW mulai berdakwah secara terang-terangan, banyak orang-orang kafir Quraisy yang memusuhi beliau dan orang-orang yang telah masuk Islam. Dengan kejamnya, kafir Quraisy menyiksa dan melukai umat Islam yang lemah, salah satunya Bilal bin Rabah.

Bilal bin Rabah merupakan seorang budak muslim yang kerap disiksa oleh majikannya, Umayyah. Pada saat itu, Bilal dijemur dengan keadaan bertelanjang dada di tengah padang pasir yang panas.

Tak hanya itu, sebongkah batu besar juga ditindihkan di atas perut Bilal. Meskipun siksaan dari kafir Quraisy begitu kejam, ketaqwaan dan keimanannya yang kuat membuat Bilal tetap berpegang teguh dengan agama Islam.

Saat disiksa, Bilal bin Rabah terus menerus mengucapkan, “Ahad, Ahad, Ahad…,” yang berarti Allah Yang Maha Esa.

Mengetahui peristiwa tersebut, hati Abu Bakar sangatlah tersentuh. Kemudian ia segera mengambil harta yang ia miliki lalu menemui Umayyah. Akhirnya, Abu Bakar berhasil membebaskan Bilal dari siksaan majikannya.

Keutamaan Bilal bin Rabah

Sebagai seorang muslim yang kukuh menegakkan akidahnya, Bilal bin Rabah memiliki banyak keutamaan. Mengutip dari buku The Great Sahaba karya Rizem Aizid, di antara keutamaan Bilal bin Rabah yaitu sebagai berikut:

1. Derap Langkah Bilal bin Rabah Terdengar di Surga

Salah satu keutamaan yang dimiliki oleh Bilal bin Rabah yaitu derap langkahnya terdengar di surga. hal ini menunjukkan bahwa Bilal bin Rabah merupakan salah satu orang yang telah dijanjikan surga oleh Allah SWT.

Dari Abu Hurairah RA, ia pernah bercerita bahwa Rasulullah SAW bersabda kepada Bilal bin Rabah setelah menunaikan sholat Subuh, “wahai Bilal, beritahukanlah kepadaku tentang perbuatan-perbuatanmu yang paling engkau harapkan manfaatnya dalam Islam. Sebab, sesungguhnya tadi malam aku mendengar suara terompahmu di depanku di surga.”

Bilal bin Rabah lalu menjawab, “tidak ada satu perbuatan pun yang pernah aku lakukan, yang lebih kuharapkan manfaatnya dalam Islam dibandingkan dengan (harapanku terhadap) perbuatanku yang senantiasa melakukan sholat (sunnah) yang mampu aku lakukan setiap selesai bersuci (wudhu) dengan sempurna pada waktu siang ataupun malam.” (HR Muslim).

2. Menjadi Orang Pertama yang Mengumandangkan Adzan

Bilal bin Rabah menjadi orang pertama yang mengumandangkan adzan. Telah dikisahkan sebelumnya bahwa Bilal bin Rabah adalah muadzin pertama dalam Islam. Ia menjadi orang pertama yang mengumandangkan adzan sejak disyariatkan oleh Rasulullah SAW sehingga hal ini menjadi salah satu dari keutamaannya.

3. Menjadi Orang Pertama yang Menampakkan Keislaman

Keutamaan Bilal bin Rabah berikutnya yaitu ia menjadi orang yang menampakkan keislamannya di depan kaum kafir Quraisy. Meskipun pada akhirnya Bilal bin Rabah mendapatkan siksaan yang sangat keji dari kafir Quraisy, tetapi ia tetap teguh pada keyakinannya.

Abdullah bin Mas’ud berkata:

“Ada tujuh orang yang pertama menampakkan keislamannya: (1) Rasulullah SAW, (2) Abu Bakar, (3) Ammar, (4) Sumayyah, (5) Shuhaib, (6) Bilal, dan (7) Miqdad. Rasulullah SAW dilindungi oleh pamannya dan Abu Bakar dilindungi oleh kaumnya. Adapun selain keduanya disiksa oleh orang-orang kafir Quraisy. Mereka dipakaikan pakaian dari besi lalu dijemur di atas terik Matahari. Mereka semua yang disiksa akhirnya menuruti apa yang diinginkan kafir Quraisy (mengucapkan kalimat kufur walaupun keimanan tetap berada di hati mereka) kecuali Bilal, ia menundukkan dirinya di jalan Allah…”

Itulah alasan mengapa Bilal bin Rabah disiksa oleh orang-orang kafir Quraisy sehingga ia memiliki banyak keutamaan di sisi Allah SWT. Semoga dengan mengetahui sejarah kehidupan Bilal bin Rabah dapat menjadikan keimanan para umat muslim semakin kuat.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Saat Nabi Adam Beri 40 Tahun Usianya kepada Nabi Daud, Ini Kisahnya



Jakarta

Nabi Daud AS termasuk nabi yang mendapat keberuntungan dalam hal umur. Menurut sebuah riwayat, ia mendapatkan tambahan umur dari Nabi Adam AS.

Dalam buku Al-Aabaa wal Abnaa fil Qur’anil Karim karya Adil Musthafa Abdul Halim dan diterjemahkan oleh Abdul Hayyie al-Katani dan Fithriah Wardie mengungkap bahwa Nabi Daud AS masih keturunan Nabi Ibrahim AS dari anaknya, Nabi Ishaq AS.

Kepada Daud AS, Allah SWT mengistimewakannya dengan kenabian serta kerajaan. Dia mewahyukan Nabi Daud dengan kitab Zabur, yang diturunkan sebagai petunjuk bagi bani Israil dan penyempurna kitab sebelumnya, yakni Taurat kepada Nabi Musa AS.


Nabi Daud AS juga merupakan sosok hamba yang bertakwa, taat, dan rajin beribadah. Sehingga ia adalah panutan bagi bani Israil.

Sebagai seorang penguasa, Dia memberikan Daud AS kerajaan yang besar, bala tentara yang kuat, kebijaksanaan dan keadilan dalam memutuskan perkara berdasarkan hukum Allah SWT, serta kebaikan dan kepedulian kepada kaumnya.

Nabi Adam AS Berikan 40 Tahun Umurnya kepada Nabi Daud AS

Selain kenabian dan kerajaan, Allah SWT menganugerahkan pula Nabi Daud AS dengan umurnya yang 100 tahun. Perihal umur Nabi Daud AS ini berkaitan dengan riwayat penciptaan Nabi Adam AS yang dinukil dari Kitab Qashash Al-Anbiyaa’ karya Ibnu Katsir yang diterjemahkan oleh Saefullah MS.

Hadits ini diriwayatkan dari Ibnu Abbas. Diceritakan, ketika Allah SWT mengeluarkan anak-anak keturunan Adam AS dari punggungnya, lalu ia melihat di antara mereka ada yang menjadi para nabi. Ia melihat di antara anak-anak keturunannya seorang laki-laki yang bagus bercahaya.

Kemudian Adam AS bertanya, “Wahai Tuhanku, siapakah dia?” Allah SWT menjawab, “Ia adalah anak keturunanmu yang bernama Daud.”

Adam AS kembali bertanya, “Wahai Tuhanku, berapa umurnya?” Allah SWT menjawab, “60 tahun.”

Adam AS berkata, “Wahai Tuhanku, tambahkanlah umurnya.” Allah SWT menjawab, “Tidak, Aku tidak akan menambah umurnya, kecuali Aku tambah umurnya dengan mengambil dari umurmu.”

Allah SWT menetapkan usia Adam AS mencapai 1000 tahun. Dari umurnya, Nabi Adam memohon agar diambil 40 tahun untuk ditambahkan kepada keturunannya itu, yakni Daud AS.

Saat tiba ajal Adam AS, malaikat maut datang kepadanya. Adam AS keheranan seraya bertanya, “Bukankah umurku masih tersisa empat puluh tahun lagi?”

Kala itu Nabi Adam AS lupa bila umurnya telah dikurangi karena untuk menambah umur salah satu keturunannya, Daud AS. Akan tetapi, kemudian Allah SWT menyempurnakan kembali umur Adam AS menjadi 1000 tahun, begitu pula dengan usia Daud AS yang 100 tahun.” (HR Ahmad)

Imam At-Tirmidzi turut meriwayatkan hadits tersebut dari Abu Hurairah dengan redaksi yang serupa. Ia mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih.

Sementara itu, dalam riwayat yang dikeluarkan oleh Abu Hatib bin Hibban dalam Kitab Shahih-nya dari Abu Hurairah RA, jumlah umur yang ditetapkan untuk Nabi Daud AS adalah 40 tahun dan Nabi Adam AS memberikan 60 tahun jatah umurnya kepada Nabi Daud AS.

Malaikat Maut Datangi Rumah Nabi Daud AS

Ketika usia Nabi Daud AS telah mencapai batasnya, Rasulullah SAW juga menceritakan sebuah kisah mengenainya. Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda,

“Daud AS adalah seorang nabi yang memiliki kecemburuan sangat besar. Apabila beliau keluar rumah, beliau selalu mengunci pintu-pintu rumahnya, sehingga tidak seorang pun yang dapat masuk menemui keluarga (istrinya), hingga beliau kembali pulang.

Pada suatu hari, beliau keluar rumah dan beliau segera menutup pintu rumahnya. Istrinya melihat-lihat di dalam rumahnya. Kemudian ia mendapati seorang lelaki berada di dalamnya.

Lalu ia keheranan dan bertanya-tanya dalam hatinya), ‘Siapa yang ada di dalam rumah? Dari mana pria itu bisa masuk ke dalam rumah, padahal semua pintu sudah terkunci rapat? Sungguh, aku aku melaporkannya kepada (suamiku) Daud.’

Datanglah Nabi Daud AS di rumahnya, dan lelaki tadi berada di tengah rumahnya. Kemudian Daud AS bertanya kepadanya, ‘Siapa engkau?’

Ia menjawab, ‘Aku adalah makhluk yang tidak takut sedikit pun kepada raja dan tidak ada suatu dinding pun yang dapat menghalangiku.’

Daud AS berkata, ‘Kalau begitu, engkau adalah malaikat maut. Selamat datang dengan perintah Allah yang engkau bawa.’ Tak lama kemudian, malaikat maut mencabut nyawa Daud AS.

Ketika Nabi Daud AS dimandikan dan dikafani, suasana berubah dengan munculnya matahari yang menyinarinya. Lalu, Sulaiman AS berkata kepada burung: ‘Naungilah (jenazah) Daud AS.’

Burung pun segera menaunginya, sehingga keadaan bumi menjadi terlihat gelap. Setelah itu, Sulaiman AS berkata kepada burung: ‘Lepaskan naungan kedua sayapmu,’

Abu Hurairah berujar, ‘Pada jenazah Rasulullah SAW juga diperlakukan hal yang sama oleh para burung. Ketika Rasulullah SAW wafat, saat itu tempat penguburan jenazah beliau dinaungi oleh seekor burung yang panjang sayapnya.” (HR Ahmad dalam Musnad-nya)

Wallahu a’lam.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Kala Nabi Musa Salahkan Nabi Adam karena Dikeluarkan dari Surga



Jakarta

Allah SWT mengeluarkan Nabi Adam AS dari surga hingga akhirnya seluruh anak keturunan Nabi Adam AS hidup di bumi. Menurut sebuah riwayat, Nabi Musa AS pernah menyalahkan Nabi Adam AS terkait hal ini.

Hal tersebut diceritakan Imam Ibnu Katsir dalam Kitab Qashash Al-Anbiyaa’ dengan bersandar pada riwayat yang berasal dari Abu Hurairah RA. Rasulullah SAW bersabda,

“Musa AS pernah mendebat Adam AS. Musa berkata kepada Adam, ‘Engkau telah mengeluarkan manusia dari surga hingga membuat mereka sengsara karena kesalahanmu.’ Adam menjawab, ‘Wahai Musa, engkau telah dipilih Allah dengan risalah dan kalam-Nya. Apakah engkau mencela diriku atas suatu hal yang telah ditulis Allah sebelum Dia menciptakan aku atau yang telah ditakdirkan Allah terhadap diriku sebelum Dia menciptakan aku?'” Rasulullah SAW bersabda, “Maka Adam dapat membantah argumentasi Musa.” (HR Bukhari)


Imam Muslim turut mengeluarkan riwayat tersebut. Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan hadits itu dari az-Zuhri, dari Hamid bin Abdurrahman, dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW.

Sementara itu, Imam Ahmad meriwayatkan dari A’masyi, dari Abu Salih, dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW, beliau bersabda,

“Adam dan Musa pernah saling berdebat. Musa berkata kepada Adam, ‘Wahai Adam, engkau telah diciptakan Allah dengan tangan-Nya sendiri. Dia telah meniupkan roh-Nya ke dalam dirimu. Namun, engkau telah menyesatkan manusia dan mengeluarkan mereka dari surga.”

Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Adam menjawab, ‘Adapun engkau Musa telah dipilih Allah dengan kalam-Nya. Apakah engkau mencela diriku atas suatu perbuatan yang tidak aku kerjakan? Padahal, Allah telah menetapkan hal itu atas diriku sebelum Dia menciptakan langit dan bumi?'” Beliau bersabda, “Akhirnya, Adam pun dapat membantah argumentasi Musa.” (HR Ahmad)

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dengan redaksi yang lebih panjang. Dalam riwayat tersebut, Nabi Adam AS membantah argumentasi Nabi Musa AS dengan menanyakan wahyu Allah SWT yang diturunkan kepadanya, yakni Kitab Taurat.

Dikeluarkannya Nabi Adam AS dari surga termaktub dalam surah Al Baqarah ayat 36. Allah SWT berfirman,

فَاَزَلَّهُمَا الشَّيْطٰنُ عَنْهَا فَاَخْرَجَهُمَا مِمَّا كَانَا فِيْهِ ۖ وَقُلْنَا اهْبِطُوْا بَعْضُكُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ ۚ وَلَكُمْ فِى الْاَرْضِ مُسْتَقَرٌّ وَّمَتَاعٌ اِلٰى حِيْنٍ

Artinya: ‘Lalu, setan menggelincirkan keduanya darinya sehingga keduanya dikeluarkan dari segala kenikmatan ketika keduanya ada di sana (surga). Kami berfirman, “Turunlah kamu! Sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain serta bagi kamu ada tempat tinggal dan kesenangan di bumi sampai waktu yang ditentukan.”

Menurut hadits yang terdapat dalam Kitab Shahih Muslim, peristiwa tersebut terjadi pada hari Jumat. Dari Abu Hurairah RA, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,

“Sebaik-baik hari yang padanya matahari terbit adalah hari Jumat. Pada hari itu Adam diciptakan. Pada hari itu juga beliau dimasukkan ke surga dan pada hari itu pula beliau dikeluarkan dari surga.” (HR Muslim)

(kri/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Malaikat Turun dan Menjabat Tangan Manusia di Malam Lailatul Qadar



Jakarta

Malam lailatul qadar disebut sebagai malam yang lebih baik dari seribu bulan. Pada malam tersebut, banyak keutamaan yang terkandung, salah satunya turunnya malaikat ke Bumi.

Dalil mengenai turunnya malaikat ke Bumi tersemat dalam surat Al Qadr ayat 3-4:

لَيْلَةُ الْقَدْرِ ەۙ خَيْرٌ مِّنْ اَلْفِ شَهْرٍۗ – ٣


تَنَزَّلُ الْمَلٰۤىِٕكَةُ وَالرُّوْحُ فِيْهَا بِاِذْنِ رَبِّهِمْۚ مِنْ كُلِّ اَمْرٍۛ – ٤

Artinya: “Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan. Pada malam itu turun para malaikat dan Ruh (Jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur semua urusan,”

Menukil dari buku Rahasia Puasa Ramadhan oleh Yasin T Al Jibouri dan Mirza Javad Agha Maliki Tabrizi, dalam sebuah hadits dijelaskan bahwa Allah memerintahkan Jibril untuk turun ke Bumi disertai dengan sekelompok malaikat yang membawa panji-panji hijau. Jibril menancapkan panji-panji itu di puncak Kakbah.

Bahkan, sayap Jibril yang berjumlah 600 itu tidak bisa mengembang salah satunya kecuali pada malam lailatul qadar. Sebagai malam yang mulia, saat lailatul qadar berlangsung Jibril dan malaikat lain mengucapkan salam kepada setiap orang pada malam tersebut.

Para malaikat menjabat tangan mereka yang berdoa dan memohon kepada Allah SWT di malam lailatul qadar. Allah SWT yang Maha Agung menerima doa-doa mereka hingga terbit fajar tiba, ini sesuai dengan sebuah riwayat.

Dari Ibnu Abbas RA, ia mendengar Rasulullah SAW bersabda:

“Dan bila tiba malam lailatul qadar, Allah akan memerintahkan Jibril turun ke Bumi bersama serombongan malaikat yang membawa bendera hijau dan menancapkan bendera itu di puncak Ka’bah. Malaikat Jibril memiliki seratus sayap, dua sayap di antaranya tidak pernah dibentangkan kecuali pada malam itu. Lalu, ia membentangkan kedua sayapnya itu pada malam tersebut, sehingga meliputi timur dan barat. Kemudian Jibril mengerahkan para malaikat agar memberi salam kepada setiap orang yang sedang berdiri, duduk, shalat, dan berdzikir. Para malaikat akan berjabat tangan dengan mereka dan mengamini doa-doa mereka hingga terbit fajar. Apabila fajar terbit, Jibril menyeru para malaikat, ‘Wahai para malaikat, berpencarlah!’

“Para malaikat bertanya, ‘Wahai Jibril, apa yang akan Allah perbuat, apakah sehubungan dengan hajat-hajat kaum Mukmin dari umat Muhammad?’

“Jibril berkata, ‘Allah memandang mereka pada malam ini dan mengampuni mereka kecuali empat golongan manusia.’

“Maka kami (para sahabat) bertanya, ‘Ya Rasulullah, siapakah mereka itu?’

“Beliau bersabda, ‘Mereka adalah orang yang meminum arak, orang yang durhaka kepada kedua orangtuanya, orang yang memutuskan tali silaturahmi, dan yang memusuhi.’

“Kami bertanya, ‘Ya Rasulullah, siapakah yang memusuhi itu?’

“Beliau bersabda, ‘Yaitu orang yang membenci dan memutuskan persaudaraanya.” …. (HR Ibnu Hibban dan Baihaqi).

Diterangkan pada laman NU Online, malaikat yang turun ke Bumi pada malam lailatul qadar berjumlah besar. Mereka turun dengan cahaya yang cemerlang, penuh kedamaian serta kesejahteraan.

Keutamaan Malam Lailatul Qadar Lainnya

1. Malam Keselamatan dan Setan Tak Mampu Mengganggu

Malam lailatul qadar disifati oleh salaam (keselamatan) sebagaimana tercantum dalam surat Al Qadr ayat 5, “Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar,”

Mujahid dalam Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim menjelaskan bahwa lailatul qadar adalah malam penuh keselamatan, di mana para setan tidak mampu berbuat apapun dii malam tersebut, baik itu kejelekan maupun mengganggu yang lain.

2. Diampuni Dosa-dosa Terdahulu

Mengutip dari buku Sukses Berburu Lailatul Qadar yang disusun oleh Muhammad Adam Hussein, malam lailatul qadar sering disebut sebagai malam pengampunan. Karenanya, dalam sebuah riwayat dikatakan orang yang beribadah menyambut datangnya malam lailatul qadar akan diampuni dosanya yang terdahulu.

Hal tersebut merujuk dalam sebuah hadits yang berasal dari Abu Hurairah RA, Nabi Muhammad SAW bersabda:

“Barang siapa yang pada malam lailatul qadar mengerjakan ibadah dan berdoa dengan penuh keimanan yang dipersembahkan semata-mata untuk Allah, akan diampuni dari segala dosanya yang terdahulu dan yang akan datang.” (HR Ahmad dan Thabrani).

Dalil serupa juga diterangkan dalam Kitab Riyadhus Shalihin karya Imam An-Nawawi, Nabi SAW bersabda sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA,

“Siapa saja yang mendirikan salat pada lailatul qadar karena iman dan hanya mengharap pahala dari Allah, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu,” (Muttafaq Alaih).

3. Khusus untuk Umat Rasulullah SAW

Keutamaan lainnya pada malam lailatul qadar ialah diperuntukkan bagi umat Rasulullah SAW. Jumhur ulama sepakat bahwa keistimewaan malam lailatul qadar hanya berlaku bagi para umat Nabi Muhammad, sementara umat-umat nabi terdahulu tidak mendapatkannya.

Ini sesuai dari hadits yang diriwayatkan oleh Al-Imam Malik dalam Al-Muwaththa:

“Rasulullah diperlihatkan umur-umur manusia sebelumnya yang relatif panjang sesuai dengan kehendak Allah, sampai (akhirnya) usia-usia umatnya semakin pendek (sehingga) mereka tidak bisa beramal lebih lama sebagaimana umat-umat sebelum mereka beramal karena panjangnya usia mereka. Maka Allah memberikan Rasulullah lailatul qadar yang lebih baik dari seribu bulan,” (HR Malik).

(aeb/erd)



Sumber : www.detik.com

Kisah Wafatnya Sayyidah Aisyah pada 17 Ramadan



Jakarta

Tepat hari ini, 17 Ramadan 58 H silam, Sayyidah Aisyah RA menghembuskan napas terakhirnya. Ummul Mukminin wafat setelah salat Witir.

Sayyidah Aisyah RA adalah istri ketiga dan merupakan istri kesayangan Rasulullah SAW. Satu hal yang membuat Rasulullah SAW sangat mencintai dan menyayangi Sayyidah Aisyah RA adalah kecerdasan dan keleluasaan wawasannya.

Semasa hidupnya Sayyidah Aisyah RA memiliki akhlak yang sangat baik, hingga menjelang wafatnya Sayyidah Aisyah RA juga menunjukkan sifat rendah hatinya.


Dalam buku The Way of Muslimah karya Nurfaisya dikatakan, kecerdasan yang dimiliki oleh istri yang paling dicintai oleh Rasulullah SAW itu sudah terlihat sejak dia masih kecil.

Sayyidah Aisyah RA mampu mengingat dengan baik apa yang terjadi pada masa kecilnya, termasuk hadis-hadis yang didengarnya dari Rasulullah SAW.

Dia mampu memahami, meriwayatkan, menarik kesimpulan, serta memberikan penjelasan detail hukum fiqih yang terkandung di dalam hadits. Sayyidah Asiyah RA juga sering menjelaskan hikmah-hikmah dari peristiwa yang dialaminya pada masa kecil.

Selain itu, Sayyidah Aisyah RA mampu mengingat dan memahami rahasia-rahasia hijrah secara terperinci hingga bagian-bagian terkecilnya.

Wafatnya Sayyidah Aisyah pada Malam 17 Ramadan

Merangkum dari buku Agungnya Taman Cinta sang Rasul karya Ustadzah Azizah Hefni dan buku Aisyah Ummul Mukminin, Keanggunan Sejati karya Sulaiman an-Nadawi, menjelang wafatnya Sayyidah Aisyah RA berkeinginan untuk menjadi hamba Allah SWT yang biasa dan tak dikenang. Ia bahkan merasa malu jika dimakamkan di dekat Rasulullah SAW.

Sayyidah Aisyah RA tidak menghendaki hal tersebut dan berpesan agar kelak jika wafat, ia dikubur bersama dengan para sahabat lainnya di Baqi’.

Sayyidah Aisyah RA berwasiat supaya beliau dikebumikan pada waktu malam. Imam Muhammad meriwayatkan dalam Kitab al-Muwatta’ yang Aisyah pernah ditanya mengapa beliau tidak mau dikebumikan di sisi Nabi Muhammad SAW? Aisyah RA menjawab, “Jika saya dikuburkan bersama mereka, saya adalah satu-satunya orang yang pernah melakukan amalan buruk yang dikuburkan di sana.”

Aisyah meninggal dunia pada malam 17 Ramadan tahun 58 Hijriah setelah salat Witir. Utsman bin Abu Atiq berkata bahwa, “Saya melihat perempuan berkumpul di Baqi’ pada malam Sayyidah Aisyah RA meninggal dunia seolah-olah itu malam Raya.” Kisah ini diambil dari Kitab ath-Thabbaqat al-Kubra karya Ibnu Sa’ad.

Pada malam itu pula, Ummu Salamah mendengar bunyi hiruk pikuk seperti orang bergaduh. Beliau menyuruh pembantunya melihat apakah yang sudah terjadi. Tidak lama kemudian, pembantunya pulang dan menyampaikan berita bahwa Sayyidah Aisyah RA sudah meninggal dunia.

Ummu Salamah berkata, “Demi Zat yang diriku berada dalam genggaman-Nya, Aisyah adalah orang yang paling dicintai pesuruh Allah SWT setelah ayahnya (Abu Bakar). Hakim mencatatkan kisah ini.

Sewaktu Sayyidah Aisyah RA meninggal dunia, Abu Hurairah RA merupakan gubernur sementara di Kota Madinah. Beliau menjadi imam sembahyang jenazah. Setelah selesai Aisyah dikebumikan di Baqi’ yang menurunkan jenazah Aisyah ke dalam kubur adalah Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar, Abdullah bin Abdurrahman bin Abu Bakar, Abdullah bin Atiq, Urwah bin Zubair, dan Abdullah bin Zubair.

Pada saat itu pula, Madinah seolah-olah sedang dilanda kiamat pada malam itu, mereka sedang tenggelam pada masa-masa kesedihannya. Cahaya yang terang-benderang menyinari kota Madinah sudah padam untuk selama-lamanya.

Masruq, salah seorang pemimpin tabiin berkata, “Jika bukan karena takut timbulnya masalah, tentu saya sudah dirikan tempat berkabung untuk Aisyah, Ummul Mukminin.”

Sementara itu, ada pendapat lain sebagaimana diceritakan dalam buku Aisyah Ummul Mu’Minin, Ayyamuha Wa Siratuha Al-Kamilah karya Muhammad Said Ramadhan Al-Buthi, Sayyidah Aisyah RA wafat pada malam Selasa, 17 Ramadan. Salah satu ulama yang menguatkan pendapat ini adalah Ibnu Katsir.

Sayyidah Aisyah RA wafat pada usia 66 tahun.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Abu Hurairah dan Setan Pencuri Zakat Bulan Ramadan



Jakarta

Abu Hurairah RA adalah ulama yang paling utama dari kalangan sahabat Rasulullah SAW. Hal ini lantaran Abu Hurairah selalu mengikuti kemanapun Nabi Muhammad SAW pergi, sehingga ia mendapatkan banyak sekali ilmu yang langsung didapat dari Rasulullah SAW.

Selayaknya sahabat lain yang sangat dekat dengan Rasulullah SAW. Abu Hurairah juga sangat dekat dengan Nabi Muhammad SAW, bahkan kedekatannya ini menghasilkan sebuah kisah yang cukup menarik dan bermanfaat bagi umat muslim.

Kisah tersebut adalah kisah Abu Hurairah dan setan pencuri zakat mungkin menjadi salah satu cerita yang manfaatnya dapat kita rasakan dan amalkan hingga saat ini. Dikutip dari 100 Kisah Islami Pilihan untuk Anak-anak oleh Salman Iskandar, berikut adalah kisah Abu Hurairah dan setan pencuri zakat.


Kisah Abu Hurairah dan Setan Pencuri Zakat

Sebab kedekatan Abu Hurairah dengan Rasulullah, ia pernah ditugaskan oleh rasul menjaga gudang zakat Ramadan. Saat Abu Hurairah sedang berjaga, dilihatnya seorang anak mencuri makanan. Abu Hurairah segera menangkapnya, kemudian ia berkata dengan nada menggertak.

“Hai, pencuri! Aku akan mengadukanmu kepada rasul!”

Pencuri itu seketika ketakutan mendengar ancaman dari Abu Hurairah. Dia merengek dan memohon supaya dilepaskan, “Aku ini adalah orang miskin, keluargaku banyak. Sementara, aku sangat membutuhkan makanan.”

Mendengar alasan tersebut akhirnya Abu Hurairah melepaskan si pencuri tersebut. Keesokan harinya, Abu Hurairah melapor kepada Rasulullah SAW mengenai kejadian tempo hari. Kemudian, rasul bertanya, “Apa yang kamu lakukan terhadap anak kecil itu, wahai Abu Hurairah?”

“Ya Rasulullah, anak itu orang miskin, keluarganya banyak, dan sangat membutuhkan makanan. Maka, aku pun melepaskannya,” jawab Abu Hurairah.

“Anak kecil itu telah berbohong,” kata Rasulullah SAW. “Nanti malam, dia akan datang lagi!” lanjut Rasul

Ternyata perkataan Rasulullah SAW itu menjadi kenyataan, anak itu kembali lagi. Lalu, dia mengambil makanan seperti malam kemarin.

Abu Hurairah yang kembali menunggu zakat pun berhasil menangkapnya. Tetapi, mendengar alasan anak itu, Abu Hurairah pun kembali melepaskannya.

Pada pagi harinya, kejadian itu dilaporkan kepada Rasulullah SAW. Sekali lagi, Rasulullah SAW menegaskan, “Pencuri itu sesungguhnya berbohong! Nanti malam, dia pasti akan kembali lagi.”

Malamnya, Abu Hurairah kembali berjaga. Beberapa saat kemudian, muncul sesosok bayangan kecil yang datang mendekati gudang zakat. Tidak lama, anak itu ditangkap oleh Abu Hurairah.

“Kali ini, engkau pasti kuadukan kepada Rasulullah SAW. Sudah dua kali engkau berjanji tidak akan datang lagi. Tetapi, ternyata engkau mengingkari perkataanmu dengan kembali lagi untuk mencuri makanan ini.”

“Lepaskan aku!” teriak anak itu. Tetapi, Abu Hurairah berniat sedikitpun untuk melepaskannya.

Pencuri kecil itu kemudian lekas merengek, “Lepaskan aku. Kalau Tuan bersedia melepaskanku, aku akan mengajari Tuan beberapa kalimat yang sangat berguna.”

“Kalimat-kalimat apakah itu?” tanya Abu Hurairah dengan rasa penasaran.

“Jika Tuan hendak tidur, bacalah Ayat Kursi. Maka, Tuan akan selalu dipelihara oleh Allah dan tidak akan ada setan yang berani mendekati Tuan sampai pagi.” Pada akhirnya, pencuri itu dilepaskan lagi oleh Abu Hurairah.

Keesokan paginya, Abu Hurairah kembali menghadap Rasulullah untuk melaporkan pengalamannya tadi malam. Menanggapi cerita Abu Hurairah tersebut, Rasulullah SAW berkata,”Pencuri itu telah berkata benar sekalipun dia tetap pembohong.”

Kemudian, Rasulullah SAW bertanya, “Tahukah engkau, siapa sebenarnya pencuri kecil yang bertemu denganmu setiap malam?”

“Tidak tahu,” jawab Abu Hurairah.

“Ia adalah setan!”

Dari kisah Abu Hurairah dan setan pencuri zakat di atas kita dapat mengetahui bahwa terdapat keutamaan dalam membaca ayat kursi. Keutamaan tersebut adalah dapat memberikan kita perlindungan dari gangguan setan jika membacanya sebelum tidur.

Hal ini juga selaras dengan sebuah hadits yang disabdakan oleh Rasulullah SAW yaitu,

فَذَكَرَ الْحَدِيثَ فَقَالَ إِذَا أَوَيْتَ إِلَى فِرَاشِكَ فَاقْرَأْ آيَةَ الْكُرْسِىِّ لَنْ يَزَالَ عَلَيْكَ مِنَ اللَّهِ حَافِظٌ ، وَلاَ يَقْرَبُكَ شَيْطَانٌ حَتَّى تُصْبِحَ

Artinya: “Bila engkau akan menuju ke tempat tidurmu maka bacalah Ayat Kursi karena sesungguhnya ia (dapat menjadikanmu) senantiasa mendapatkan penjagaan dari Allah SWT dan setan tidak akan mendekatimu hingga pagi hari.” (HR Bukhari)

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Kisah Rasulullah SAW Hendak Diracun Lewat Hidangan Paha Kambing



Jakarta

Kisah ini terjadi setelah peristiwa penaklukan Khaibar. Seseorang hendak meracuni dan mencelakai Rasulullah SAW lewat makanan berbahan paha kambing.

Hidangan olahan paha kambing ini dibawa kepada Rasulullah SAW oleh seorang wanita Yahudi. Ternyata hidangan ini telah dibubuhi racun.

Dalam buku Sejarah Terlengkap Nabi Muhammad SAW oleh Abdurrahman bin Abdul Karim, Anas bin Malik menuturkan, “Ada seorang wanita Yahudi yang datang menemui Rasulullah SAW dengan membawa seekor kambing yang telah diracun. Lalu, beliau memakannya. Kemudian wanita itu ditangkap dengan bukti daging kambing tersebut. Sejak saat itu, aku senantiasa melihat bekas racun tersebut pada langit-langit mulut Rasulullah SAW.”


Prof. Dr. Ali Muhammad Ash-Shallabi dalam bukunya yang berjudul Sejarah Lengkap Rasulullah Jilid 2 menuliskan kisah ini lewat hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah RA.

Hadits ini menceritakan peristiwa buruk yang hampir terjadi pada Rasulullah SAW.

“Ketika Khaibar takluk, Rasulullah SAW diberi hadiah berupa daging kambing yang sudah diracuni. Kemudian Rasulullah SAW memerintahkan, “Kumpulkan semua orang-orang Yahudi yang ada di sini.”

“Mereka pun berkumpul lalu Rasulullah SAW berkata, “Aku akan menanyakan sesuatu pada kalian, apakah kalian akan menjawab dengan jujur?” Mereka menjawab, “Ya wahai Abu Qasim.”

Rasulullah SAW bertanya, “Siapa ayah kalian?” Mereka menjawab, “Ayah kami fulan.” Rasulullah SAW berkata, “Kalian dusta, ayah kalian adalah fulan.” Mereka berkata, “Kau benar dan bagus.”

Rasulullah SAW berkata, “Aku akan menanyakan sesuatu pada kalian apakah kalian akan menjawab dengan jujur?” Mereka menjawab, “Ya, Abu Qasim. Jika kami berdusta engkau pasti tahu seperti halnya engkau mengetahui ayah kami yang sebenarnya.”

Rasulullah SAW bertanya kepada mereka, “Siapa penghuni neraka itu?” Mereka menjawab, “Kami berada di sana selang beberapa lama setelah itu kalian menggantikan kami.”

Rasulullah SAW berkata, “Masuklah kalian ke sana, demi Allah kami tidak akan menggantikan kalian di sana selamanya.”

Rasulullah SAW kembali berkata, “Aku akan menanyakan sesuatu pada kalian apakah kalian akan menjawab dengan jujur?” Mereka menjawab, “Ya, wahai Abu Qasim.”

Beliau bertanya, “Apa kalian meracuni daging kambing ini?” Mereka menjawab, “Ya”

Rasulullah SAW bertanya, “Apa yang mendorong kalian melakukan hal itu?” Mereka menjawab, “Kami ingin istirahat darimu jika kau berdusta, dan jika kau memang Nabi, itu tidak membahayakanmu.”

Dalam buku 55 Kisah dari hadis oleh Ad-Dien Abdul Kadir disebutkan bahwa peristiwa ini membuat Rasulullah SAW memaafkan Yahudi tersebut dan tidak menghukumnya.

(dvs/lus)



Sumber : www.detik.com

Niat Keramas Puasa Ramadan dan Tata Caranya dalam Islam



Jakarta

Sebelum menyambut datangnya bulan Ramadan, sebagai umat Islam kita harus menyucikan diri terlebih dahulu dengan mandi keramas. Berikut ini niat mandi keramas dan tata caranya dalam Islam.

Mandi keramas yang dimaksud dalam hal ini adalah mandi wajib. Terlebih bagi wanita yang sebelumnya haid atau nifas atau seseorang yang dalam keadaan junub.

Muhammad Jawad Mughniyah dalam Kitab Al-Fiqh ‘ala al-madzahib al-khamsah mengatakan, para ulama sepakat bahwa apabila seorang wanita sedang haid atau nifas maka puasanya tidak sah.


Sebagian ulama mengatakan suci dari hadats ini termasuk syarat sah puasa, sedangkan sebagian yang lain menyebutnya makruh.

Syafi’i Hadzami dalam bukunya yang berjudul Taudhihul Adilah menjelaskan, apabila seorang muslim dalam keadaan hadats besar, maka ia disunnahkan untuk mandi sebelum terbit fajar. Sebagaimana Syeikh Ibnu Ruslan mengatakan dalam Zubad-nya,

وَالْفِطْرُ بِالْمَاءِ لِفَقْدِ الثَّمَرِ : وَغَسْلُ مَنْ أَحْنَبَ قَبْلَ الْفَجْرِ

Artinya: “Sunnah berbuka dengan air jika ketiadaan kurma. Dan sunnah mandi orang yang junub sebelum fajar.”

Adapun, menurut hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda,

من أَصْبَحَ جُنُبا فَلَا صَوْمَ لَهُ

Artinya: “Barang siapa yang pada pagi hari dalam keadaan berhadats besar maka tak ada puasa baginya.” (HR Bukhari)

Merangkum Kitab Lengkap dan Praktis Fiqh Wanita karya Abdul Syukur Al-Azizi dan buku Tata Cara Puasa Wanita: Seri Fikih Wanita Empat Madzhab karya Muhammad Utsman Ak-Khasyt yang diterjemahkan oleh Abu Nafis, ada beberapa ketentuan mengenai mandi wajib bagi wanita haid yang hendak melakukan puasa.

Dikatakan, apabila darah haid seorang wanita telah berhenti pada waktu sebelum terbit fajar (waktu subuh), lalu dia belum sempat mandi melainkan sesudah terbit fajar (waktu subuh), maka boleh baginya untuk berpuasa.

Sebab, tidak disyaratkan bagi orang yang berpuasa untuk terbebas dari keadaan junub, sementara hukum wanita yang telah berhenti haidnya pada waktu sebelum fajar itu sama dengan orang junub.

Dalam Kitab Fathul Bari, Ibnu Hajar mengatakan bahwa jumhur ulama berpendapat, wanita haid yang suci sebelum fajar dan berniat untuk puasa maka sah puasanya dan tidak tergantung pada mandi junub.

Pendapat serupa juga dinyatakan oleh Syekh Utsaimin dalam Majmu’ Fatawa. Ia menyebut, jika seorang wanita dalam keadaan haid kemudian suci sesaat sebelum fajar pada bulan Ramadan, maka wajib baginya berpuasa pada hari itu walaupun ia belum mandi, kecuali setelah terbit fajar, dan puasanya sah.

Adapun hadits yang dijadikan sandaran oleh Syekh Utsaimin ialah riwayat dari Aisyah RA yang berkata,

أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُصْبِحُ جُنُباً مِنْ جِمَاعِ غَيْرَ احْتِلَامٍ ثُمَّ يَصُومُ فِي رَمَضَانَ

Artinya: “Bahwasanya Rasulullah SAW suatu ketika masih berada dalam keadaan junub di waktu subuh lantaran jima’ (sebelum subuh), bukan karena ihtilam (mimpi basah), lalu beliau menjalankan puasa Ramadan (di hari itu).”

Niat Keramas Puasa Ramadan, Tata Cara, dan Sunnahnya

Melansir buku Panduan Lengkap Shalat Wajib dan Sunah Berikut Juz ‘Amma Untuk Pemula karya Zaky Zamani, berikut niat keramas puasa Ramadan dan tata cara mandi selengkapnya,

1. Niat

Niat dilafalkan bersamaan dengan basuhan (air) pertama ke tubuh. Niat mandi wajib atau keramas puasa Ramadan ialah:

نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ الْحَدَثِ الاَ كَبَرِ فَرْضًا للهِ تَعَالَى

Arab latin: Nawaitul ghusla liraf’il hadasil akbari fardlal lillaahi ta’aalaa

Artinya: “Aku niat mandi wajib untuk menghilangkan hadas besar, fardhu karena Allah Ta’ala.”

2. Membasuh seluruh tubuh, mulai dari ujung rambut sampai dengan ujung kaki, dengan menggunakan air

Selain itu, masih dalam buku yang sama dijelaskan mengenai sunnah mandi untuk menghilangkan hadats, yakni sebagai berikut:

  • Mendahulukan membasuh seluruh kotoran dan najis dari tubuh.
  • Mendahulukan berwudhu sebelum mandi.
  • Membaca basmalah.
  • Berkumur dan menghisap air ke dalam hidung.
  • Menghadap kiblat.
  • Mendahulukan basuhan pada anggota badan yang kanan daripada yang kiri.
  • Membasuh badan hingga tiga kali.
  • Membaca doa sesudah mandi. Doa yang dibaca seperti doa sesudah wudhu.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com