Tag Archives: abu said al-khudri

Kisah Lelaki Pembunuh 100 Orang yang Jadi Ahli Surga



Jakarta

Manusia tak luput dari kesalahan dan dosa, namun Allah SWT Maha Pengampun bagi hamba-Nya yang bertaubat. Seperti kisah lelaki yang telah membunuh 100 orang lalu ia memilih untuk bertobat.

Mengutip buku Berbuat Dosa tapi Masuk Surga oleh Muhammad Akrom dikisahkan dari Rasulullah SAW melalui hadits yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim dari Abu Sa’id Al Khudri.

Diceritakan, pada zaman dahulu ada seorang laki-laki yang telah membunuh 99 orang. Kemudian ia ingin bertobat dan ia mencari penduduk bumi yang paling alim.


Singkat cerita, kemudian ia ditunjukkan kepada salah seorang Rahib dari kalangan bani Israil. Ia pun langsung mendatanginya.

Kepada Rahib, ia mengatakan bahwa telah membunuh 99 orang. Lalu ia bertanya, “Apakah tobat saya itu akan diterima?”

Lantas Rahib menjawab: “Tidak.” Maka langsung dibunuh Rahib itu sehingga genap yang dibunuhnya 100 orang.

Kemudian lelaki itu kembali mencari penduduk bumi yang paling alim, lalu ia ditunjukkan kepada seorang alim (ulama).

Kepada orang alim tersebut, ia berkata bahwa telah membunuh 100 orang. Lalu, ia bertanya, “Apakah tobat saya itu akan diterima?” Orang alim itu menjawab: “Ya, dan apa yang menghalangi antara dirinya dan tobat.”

Alim ulama itu lalu menyuruhnya pergi ke suatu daerah yang terdapat banyak orang yang beribadah kepada Allah SWT. Ia memerintahkan untuk beribadah bersama orang-orang itu dan melarangnya kembali ke daerah itu karena adalah lingkungan yang buruk.

Maka berangkatlah ia ke daerah itu untuk beribadah. Tiba-tiba di tengah perjalanan ia mati! Maka bertengkarlah Malaikat Rahmat dengan Malaikat Azab untuk memperebutkan siapakah yang lebih berhak mengatasi nasib orang ini.

Malaikat Rahmat berkata, “Dia telah datang kepada kami, untuk menghadap kepada Allah Yang Maha Tinggi.” Lalu Malaikat Azab berkata, “Dia tidak pernah berbuat kebaikan sama sekali.”

Akhirnya datanglah malaikat yang berwujud manusia menemui kedua malaikat itu. Lantas kedua malaikat itu mengangkatnya sebagai hakim, kemudian malaikat yang terakhir ini berkata, “Sekarang ukurlah antara jarak yang sudah tempuh dengan jarak yang akan dituju, mana di antara dua daerah itu yang lebih dekat?” lalu diukur dan nyata lebih dekat pada kota yang dituju, lalu diambil oleh Malaikat Rahmat.

alam hadits lain diterangkan, ketika kedua malaikat itu sedang mengukur jarak, Allah memerintahkan kepada bumi yang berada di antara tempat itu dengan tempat yang dituju menjadi lebih dekat, bedanya hanya satu jengkal. (HR Bukhari dan Muslim masing-masing dalam Shahih-nya)

Dalil tentang Tobat

Allah SWT Maha Penyayang dan menerima semua hambanya yang tobat dengan sungguh-sungguh. Dalam Al-Qur’an ada beberapa surat yang menjelaskan bahwa Allah SWT Maha Menerima Tobat.

Salah satunya termaktub dalam surat Al- Maidah ayat 39:

فَمَن تَابَ مِنۢ بَعْدِ ظُلْمِهِۦ وَأَصْلَحَ فَإِنَّ ٱللَّهَ يَتُوبُ عَلَيْهِ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

Artinya: “Maka barang siapa bertaubat (di antara pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima tobatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya orang mukmin bila melakukan dosa di hatinya diberi bintik hitam. Bila bertaubat dan mau meninggalkannya dan minta ampun kepada Allah (dan membaca istighfar) maka hatinya mengkilat lagi. Bila tidak bertaubat dan menambah dosanya maka bertambah bintik hitamnya sehingga menutupi hatinya.

Itulah yang diberi nama arran yang disebut oleh Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Muthaffifin ayat 14:

كَلَّا ۖ بَلْ ۜ رَانَ عَلَىٰ قُلُوبِهِم مَّا كَانُوا۟ يَكْسِبُونَ

Artinya: Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka.

Ali bin Thalib berkata : “Sesungguhnya iman itu terlihat seperti sinar yang putih, apabila seorang hamba melakukan kebaikan, maka sinar tersebut akan tumbuh dan bertambah sehingga hati (berwarna) putih. Sedangkan kemunafikan terlihat seperti titik hitam, maka bila seorang melakukan perkara yang diharamkan, maka titik hitam itu akan tumbuh dan bertambah hingga hitamlah (warna) hati”, kemudian membaca ayat Allah : (كَلَّا ۖ بَلْ ۜ رَانَ عَلَىٰ قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ ) QS Al-Muthaffifin ayat 14.

(dvs/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Abbad ibn Bisyr, Sahabat Rasulullah SAW Pemilik Tongkat Bercahaya



Jakarta

Abbad ibn Bisyr ibn Waqasy adalah sahabat Rasulullah SAW dari kalangan Anshar. Ia berasal dari suku Aus keturunan Bani Asyahli.

Merangkum buku Ensiklopedia Biografi Sahabat Nabi yang ditulis Muhammad Raji Hassan Kunnas dijelaskan Abbad memiliki dua nama panggilan, yaitu Abu Bisyr dan Abu al-Rabi.

Abbad termasuk sahabat setia Rasulullah SAW. Ia berada di barisan pertama dalam membela ajaran Islam. Abbad turut serta dalam Perang Badar, Perang Uhud, dan peperangan lainnya bersama Rasulullah SAW.


Abbad termasuk sahabat yang dicintai Rasulullah SAW.

Aisyah RA, pernah berkata tentang Abbad, “Ada tiga orang Anshar yang keutamaan mereka sebanding. Mereka semua dari Bani Abdul Asyhal, yaitu Sa’d ibn Muaz, Usaid ibn Hudhair, dan Abbad ibn Bisyr.” Itulah kesaksian Ummul Mukminin.

Peran Abbad dalam Perang Dzaturriqa

Diriwayatkan dari sahabatnya, Ibn Yasar dari Uqail ibn Jabir bahwa Jabir ibn Abdullah al-Anshari berkata, “Kami keluar bersama Rasulullah dari tempat perlindungan kami di kebun kurma dalam Perang Dzaturriqa. Dalam perang itu, seorang wanita musyrik terkena lemparan anak panah dari pasukan muslim.”

Usai peperangan, dan setelah Rasulullah pulang ke markas, suami wanita musyrik itu datang dan melihat apa yang terjadi pada istrinya. Ia marah dan bersumpah akan membalas dendam hingga salah seorang sahabat Nabi SAW bersimbah darah. Diam-diam, ia mencari tahu di mana Nabi SAW menginap malam itu.

Saat Nabi SAW hendak masuk rumah, beliau bersabda, “Siapakah yang mau berjaga malam ini?”

Amar ibn Yasar dan Abbad ibn Bisyr bangkit dan berkata, “Kami (siap berjaga), wahai Rasulullah.”

Keduanya kemudian berjaga dekat gerbang Syi’ib. Saat itu Nabi SAW dan para sahabat menginap di Syi’ib, di sebuah lembah.

Ketika berjaga, Abbad bertanya kepada Amar, “Kau ingin aku berjaga di awal atau di akhir malam?”

Amar menjawab, “Kau berjaga di awal malam, dan aku di akhir malam.” Kemudian Amar berbaring dan tertidur pulas. Sementara Abbad mendirikan salat sunnah sambil berjaga.

Ketika itulah suami wanita musyrik itu datang. Ketika melihat Abbad yang sedang salat, lelaki itu tidak menyia-nyiakan kesempatan. Ia langsung melepaskan panah ke arah Abbad dan tepat mengenai tubuhnya.

Meskipun tubuhnya dihantam anak panah, ia tetap mendirikan salat dan berusaha menyelesaikannya.

Lelaki itu kemudian kembali melemparkan panah. Dan Abbad tetap berdiri dalam salatnya. Untuk ketiga kalinya lelaki itu meluncurkan panah, dan Abbad mencabut panah yang tertancap di tubuhnya, lalu ia rukuk, lantas sujud. Baru setelah selesai salat Abbad membangunkan Ammar dan berkata, “Bangunlah, ada orang yang datang.”

Ammar terkejut ketika melihat suami wanita musyrik itu berada di dekat mereka. Ketika melihat mereka berdua, lelaki itu tahu, mereka menjadi benteng hidup bagi Muhammad dan menjadikan diri mereka sebagai penebus sumpahnya.

Amar kaget melihat sahabatnya Abbad berlumuran darah, “Subhanallah! Kenapa kau tidak membangunkanku saat pertama kali kau terkena panah?”

Abbad menjawab, “Aku sedang membaca salah satu surat dan aku tak mau memutuskan bacaanku sampai selesai. Saat beberapa anak panah menancap di tubuhku, aku pun menyelesaikan salat membangunkanmu. Demi Allah, jika tidak karena tugas berjaga yang diperintahkan Rasulullah, niscaya jiwaku sudah lepas dari raga sebelum aku memutuskan atau menyelesaikan bacaanku.”

Abbad tak pernah absen mengikuti peperangan bersama Rasulullah SAW sampai beliau wafat. Ia pernah mendengar beliau bersabda di depan kaum Anshar, “Wahai Anshar, kalian (bagaikan) pakaian dalam dan manusia bagaikan pakaian luar. Maka, jangan mengikuti orang-orang sebelum kalian.”

Pada saat itu, kaum Anshar ingin agar tidak ada lagi orang yang lari dari medan perang seperti yang terjadi saat Perang Uhud dan Hunain. Ucapan Rasulullah SAW itu menegaskan bahwa mereka adalah para penolong agama Allah dan RasulNya.

Janji setia yang pernah mereka ucapkan di Aqabah benar-benar mereka tunaikan. Sedikit pun tak terlintas dalam benak mereka keinginan meninggalkan Rasulullah sampai beliau wafat menghadap Allah SWT. Mereka teguh memegang janji yang pernah diucapkan meskipun beliau telah tiada.

Ketakwaan Abbad ibn Bisyr

Abbad membagi kehidupannya menjadi dua bagian, waktu malam ia gunakan untuk ibadah dan membaca Al-Quran, sedangkan siang harinya ia manfaatkan untuk berjihad melawan kaum kafir.

Kebiasaan Abbad membaca kalam Allah SWT setiap malam sangat menarik hati setiap orang yang mendengarnya. Pada suatu malam, saat ia menunaikan tahajud di Masjid Nabawi, suara bacaannya yang lembut terdengar hingga kamar Ummul Mukminin Aisyah RA. Saat itu Rasulullah SAW berada di sana.

Beliau bersabda kepada istrinya, “Ini suara Abbad ibn Bisyar.”

Aisyah menjawab, “Benar, wahai Rasulullah.”

Rasulullah SAW berdoa, “Ya Allah, ampunilah dia!” (menurut Ibn al-Atsir, “Ya Allah, kasihilah Abbad”).

Abbad ibn Bisyr Pemilik Tongkat Bercahaya

Dalam kitab Musnad Imam Ahmad, ada sebuah hadits yang diriwayatkan dari Bahz ibn Asad dari Hamad ibn Salamah dari Tsabit dari Anas bahwa Usaid ibn Hudhair dan Abbad ibn Bisyr menemani Rasulullah SAW pada suatu malam. Kemudian mereka keluar meninggalkan beliau.

Tiba-tiba tongkat salah seorang dari mereka memancarkan cahaya terang sehingga mereka dapat berjalan diterangi cahaya itu. Saat keduanya berpisah, tongkat mereka masing-masing mengeluarkan cahaya.

Suatu malam menjelang Perang Yamamah, Abbad bermimpi sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Said al-Khudri bahwa Abbad ibn Bisyr berkata, “Hai Abu Said, aku bermimpi langit terbuka untukku, kemudian tertutup lagi. Aku menafsirkannya, insya Allah, sebagai kesyahidan.”

Abu Said berkata, “Demi Allah, sungguh baik mimpimu itu.”

Keesokan harinya Abbad bersama beberapa sahabat bergabung dalam pasukan Khalid ibn Walid untuk memerangi Musailamah al-Kazzab. Mimpi dan harapan Abbad menjadi kenyataan. Ia terbunuh sebagai syahid dalam peperangan itu. Sungguh mimpi orang bertakwa adalah kebenaran.

(dvs/lus)



Sumber : www.detik.com