Tag Archives: ajaran islam

Kenapa Anak Tak Boleh Keluar saat Maghrib? Ini Penjelasan Islam dan Sains


Jakarta

Ada anjuran bahwa anak-anak tidak boleh keluar rumah saat maghrib. Larangan ini bahkan dijelaskan dalam hadits Rasulullah SAW.

Dalam kehidupan masyarakat muslim, terutama di kalangan orang tua, terdapat anjuran kuat agar anak-anak tidak dibiarkan bermain atau keluar rumah saat waktu maghrib tiba. Anjuran ini bukan hanya sebatas tradisi atau budaya lokal seperti yang diyakini masyarakat, tetapi sejatinya memiliki dasar yang kuat dalam ajaran Islam.

Rasulullah SAW telah mewasiatkan hal tersebut lebih dari 14 abad yang lalu. Dalam hadits, Rasulullah SAW bersabda,


“Jika malam datang menjelang, atau kalian berada di sore hari, maka tahanlah anak-anak kalian, karena sesungguhnya ketika itu setan sedang bertebaran.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dalam riwayat lain dari Jabir bin Abdillah RA, Rasulullah SAW juga bersabda,

“Jika sore hari mulai gelap maka tahanlah bayi-bayi kalian sebab iblis mulai bergentayangan pada saat itu. Jika sesaat dari malam telah berlalu maka lepaskan mereka, kunci pintu rumah dan sebutlah nama Allah, sebab setan tidak membuka pintu yang tertutup.” (HR Muslim)

Hadits ini menunjukkan bahwa Rasulullah SAW dengan tegas melarang anak-anak keluar rumah saat sore menjelang malam (maghrib), karena pada waktu tersebut setan dan jin tengah bertebaran di bumi.

Mengapa Waktu Maghrib Dihindari?

1. Setan Sedang Menyebar di Bumi

Dikutip dari buku Sehari Semalam bersama Rasulullah Muhammad SAW karya Daeng Naja, waktu maghrib hingga awal malam adalah saat di mana makhluk halus seperti jin dan setan mulai berkeliaran dan berpencar. Mereka mencari tempat tinggal atau berlindung, termasuk ke dalam rumah-rumah manusia atau bahkan menyusup ke dalam tubuh manusia yang lengah dari zikir.

Imam Nawawi menjelaskan bahwa pada waktu ini, setan-setan memiliki kekuatan yang lebih besar karena mereka bebas berkeliaran sebelum dikendalikan oleh kegelapan total malam. Maka, menjaga anak-anak tetap di dalam rumah adalah bentuk perlindungan agar mereka tidak menjadi sasaran gangguan makhluk halus.

Rasulullah SAW menganjurkan untuk menutup pintu rumah dan menyebut nama Allah (membaca Bismillah) ketika masuk waktu maghrib. Ini bukan sekadar tindakan fisik, melainkan bentuk perlindungan spiritual agar rumah tidak dimasuki oleh setan.

“Tutuplah pintu-pintu dan sebutlah nama Allah karena setan tidak bisa membuka pintu yang tertutup.” (HR Bukhari dan Muslim)

Imam Ibnu Abdil Barra dalam kitab Al-Istidzkar juga menjelaskan bahwa tindakan ini bukanlah tahayul, melainkan strategi perlindungan diri yang nyata dari gangguan makhluk halus berdasarkan petunjuk wahyu.

Penjelasan Ilmiah: Frekuensi Jin dan Spektrum Cahaya Maghrib

Dalam bukunya yang berjudul The Science of Shalat, Prof. Dr. Ir. H. Osly Rachman menjelaskan bahwa secara ilmiah, menjelang maghrib terjadi perubahan spektrum cahaya alam, yang dominan berwarna merah.

Warna merah ini, menurut penelitian gelombang elektromagnetik, memiliki frekuensi dan energi tertentu. Uniknya, frekuensi warna merah ini mirip dengan frekuensi energi yang dimiliki oleh jin dan setan. Akibatnya, pada waktu maghrib, kekuatan mereka meningkat secara drastis karena frekuensi lingkungan mendukung eksistensi mereka.

Di sisi lain, penglihatan manusia saat transisi dari terang ke gelap menjadi kurang stabil. Kombinasi ini membuat manusia, khususnya anak-anak yang masih lemah fisik dan spiritual, lebih rentan terhadap gangguan jin dan setan.

Doa-Doa Perlindungan dari Godaan Setan

Dirangkum dari buku Panduan Ibadah Doa dan Zikir Harian Terlengkap (Berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah) karya H. Ahmad Zacky, berikut adalah beberapa doa yang dianjurkan untuk dibaca agar terlindung dari gangguan jin dan setan, terutama di waktu maghrib:

1. Ta’awwudz (Ucapan Perlindungan dari Setan)

أَعُوْذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِِ

Latin: A’ūdzu billāhi minas-syaitānir-rajīm

Artinya: “Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk.”

2. Membaca Ayat Kursi (Al-Baqarah: 255)

Membaca Ayat Kursi akan memberikan perlindungan dari gangguan setan dan makhluk jahat hingga pagi hari.

3. Membaca Surah Al-Falaq dan An-Naas

Surat Al-Falaq dan An-Naas sangat dianjurkan untuk dibaca sebelum tidur dan saat petang hari sebagai pelindung diri dari sihir, dengki, dan gangguan jin.

Larangan membiarkan anak-anak keluar rumah saat maghrib bukanlah mitos atau kepercayaan kuno semata, tetapi berasal dari ajaran langsung Nabi Muhammad SAW.

(dvs/kri)



Sumber : www.detik.com

Tidak Melenceng dari Ajaran Islam



Jakarta

Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Bekasi telah melakukan klarifikasi terkait kontroversi pengajian yang dipimpin oleh wanita berinisial PY alias Umi Cinta, yang sempat viral dengan sebutan ‘masuk surga bayar sejuta’.

Setelah mengadakan pertemuan langsung dengan Umi Cinta, MUI Kota Bekasi menegaskan bahwa pengajian tersebut tidak ditemukan indikasi penyimpangan dari ajaran Islam.

“Bahwa pengajian tersebut tidak ada indikasi melenceng dari ajaran Islam. Saya ulangi, pengajian tersebut tidak ada indikasi melenceng dari ajaran Islam,” kata Ketua MUI Kota Bekasi Saifuddin Siroj kepada wartawan, Kamis (14/8/2025) seperti dilansir dari detikNews.


Penghentian Sementara dan Pemindahan Lokasi

Saifuddin menjelaskan bahwa kegiatan pengajian yang biasanya dilakukan di rumah Umi Cinta untuk sementara waktu dihentikan. Hal ini dilakukan agar pihak penyelenggara dapat mengurus perizinan resmi dari warga setempat.

Pengajian tersebut rencananya akan dipindahkan ke Masjid Al-Muhajirin, Cimuning.

“Untuk sementara, pengajian yang dilaksanakan di rumah Ibu Putri ini dihentikan untuk selanjutnya meminta izin warga untuk mengurus perizinan terhadap warga,” tegas Saifuddin.

MUI Kota Bekasi bersama pihak kepolisian dan Pemerintah Kota Bekasi juga akan terus melakukan pendampingan selama proses ini berlangsung.

Alasan Warga Menolak Pengajian

Meski MUI tidak menemukan penyimpangan ajaran Islam, sebagian warga setempat tetap menyampaikan keberatan terhadap kegiatan tersebut. Saifuddin Siroj, mengungkap beberapa alasan penolakan yang berkembang di masyarakat, di antaranya:

1. Kegiatan Pengajian Tertutup

“Lagi kita selidiki fakta-fakta yang muncul di lapangan. Terutama ada timbul keresahan dari masyarakat sekitar masalah pelaksanaan pengajian yang agak aneh menurut mereka. Satu, mereka melaksanakan pengajian secara tertutup,” kata Saifuddin.

2. Jemaah Laki-laki dan Perempuan Digabung

Kegiatan yang mempertemukan jamaah laki-laki dan perempuan dalam satu waktu juga dianggap menimbulkan pertanyaan di kalangan warga.

3. Isu Bayar Rp 1 Juta untuk Masuk Surga

Dugaan adanya pungutan Rp 1 juta untuk masuk surga masih dalam proses pendalaman oleh MUI.

4. Keberadaan Anjing di Lokasi

“Kemudian, katanya ada binatang anjing juga. Kita crosscheck ke lapangan insyaallah,” sebut Saifuddin.

Langkah MUI Jika Terbukti Melenceng

Saifuddin menegaskan bahwa jika nantinya ditemukan ajaran yang melenceng dari pokok-pokok ajaran Islam, MUI akan mengambil langkah tegas dengan merekomendasikan penutupan kegiatan tersebut.

“Kalau memang tidak terbukti yang disampaikan masyarakat, kita cari jalan keluar, antara lain mereka harus menempuh surat izin pendirian majelis taklim terlebih dahulu,” bebernya.

Selama proses pengurusan izin, kegiatan pengajian harus dihentikan sementara.

“Selama proses itu, mereka harus nonaktif dulu pengajiannya. Tapi kalau sudah masuk kategori pelanggaran pokok-pokok ajaran Islam, langsung kita rekomendasi agar ditutup,” lanjutnya.

(dvs/erd)



Sumber : www.detik.com

Pengertian Dakwah dalam Islam, Kenali Makna dan Tujuannya



Yogyakarta

Dakwah memiliki arti yang mendalam dan tujuan yang mulia. Dalam Islam, dakwah memiliki peran yang sangat penting sebagai sarana untuk menyampaikan pesan-pesan agama dan nilai-nilai kebaikan kepada masyarakat.

Memahami arti, makna dan tujuan dakwah adalah langkah awal dalam menjalankan tanggung jawab sebagai seorang muslim yang berkontribusi dalam menyebarkan kebenaran.

Pengertian dan Makna Dakwah

Prof. Dr. Moh. Ali Aziz, M.Ag. dalam bukunya Ilmu Dakwah Edisi Revisi menjelaskan dakwah sebagai proses dari penyampaian ajaran Islam. Hal tersebut sebagaimana hadits Rasulullah SAW.


Abu Said al-Khudri r.a menuturkan, “Ada seorang perempuan datang kepada Rasulullah SAW seraya memprotes, ‘Wahai Rasulullah, banyak orang laki-laki membawa hadits engkau. Jadikanlah kami sebagai pengikut engkau yang suatu hari datang kepadamu untuk mempelajari apa yaang telah diajarkan Allah SWT kepadamu.’ Rasulullah SAW menanggapinya, ‘Berkumpullah kalian di hari begini di tempat begini.’ Kemudian kaum perempuan berkumpul dan mendatangi Rasulullah SAW. Lalu beliau mengajarkan merek mengenai apa yang telah diajarkan oleh Allah SWT. Selanjutnya Rasulullah SAW bersabda, ‘Tak seorang perempuan pun di antara kalian yang menimang anaknya selama tiga kali kecuali ia diberi tabir yang menjauhkannya dari api neraka.’ Seorang perempuan dari mereka bertanya, ‘Wahai Rasulullah, bagaimana jika hanya dua kali?’ Pertanyaan ini diulang sampai dua kali. ‘Meskipun dua kali, meskipun dua kali, meskipun dua kali’ jawab Rasulullah SAW (HR Bukhari.)

Hadits ini mengajarkan tiga hal yakni kesetaraan gender dalam dakwah, kewajiban berdakwah dan pesan dakwah sesuai dengan keadaan penerima dakwah.

Dakwah bukan hanya kewenangan ulama atau tokoh agama. Setiap muslim bisa melakukan dakwah karena dakwah bukan hanya ceramah agama.

Dakwah memiliki makna yang beragam berdasarkan perbedaan para penulis dalam menentukan pengertian dakwah.

Dikutip dari buku Fiqih Dakwah karya Jum’ah Amin Abdul ‘Aziz, bahwa dakwah adalah risalah terakhir yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW sebagai wahyu-Nya dalam bentuk kitab yang tidak ada kebatilan di dalamnya dan yang membacanya bernilai ibadah.

Prof. Dr. Moh. Ali Aziz, M.Ag. dalam bukunya Ilmu Dakwah Edisi Revisi mengatakan bahwa terdapat sepuluh makna dakwah dalam Al-Qur’an, tiga diantaranya yaitu:

– Dalam surat al-Baqarah ayat 221, dakwah bermakna untuk mengajak dan menyeru, baik kepada kebaikan maupun kemusyrikan, kepada jalan ke surga atau neraka.
– Dalam surat Ali Imran ayat 38, dakwah bermakna doa
– Dalam surat ar-Ruum ayat 30, dakwah bermakna memanggil atau panggilan.

Masih mengutip dari sumber buku yang sama, bahwa para ahli mendefinisikan dakwah sebagai berikut:

Syekh Muhammad al-Rawi (1972: 12), dakwah adalah pedoman hidup yang sempurna untuk manusia beserta ketetapan hak dan kewajibannya.

‘Abd al-Karim Zaidan (1976: 5), dakwah adalah mengajak kepada agama Allah SWT, yaitu Islam.

Muhammad Abu al-Fath al-Bayanuni (1993: 17), dakwah adalah menyampaikan dan mengajarkan agama Islam kepada seluruh manusia dan mempraktikkannya dalam kehidupan nyata.

Hukum Dakwah

Para ulama memiliki perbedaan pendapat dengan argumentasi berdasarkan dalil mengenai hukum dakwah.

Dikutip dari buku Pengantar Studi Ilmu Dakwah karya Dr. Muhammad Abu Al-Fath Al-Bayanuni bahwa beberapa ulama menyatakan hukum dakwah adalah wajib ‘ain dengan pedoman beberapa dalil seperti dalam surat Ali Imran ayat 104, surat Ali Imran ayat 110, dan beberapa hadits.

Sedangkan para ulama yang menyatakan bahwa hukum dakwah adalah wajib kifayah memiliki pedoman dalil seperti dalam surat Ali Imran ayat 110 dan At-Taubah ayat 122.

Tujuan Dakwah

Mengutip buku Gagasan Dakwah: Pendekatan Komunikasi Antarbudaya karya Abdul Wahid, bahwa terdapat banyak pandangan para ahli yang mengemukakan tentang tujuan dakwah, diantaranya yaitu,

  • Menyelesaikan problematika umat
  • Membentuk masyarakat islami
  • Mendorong masyarakat untuk mengikuti petunjuk yang diketahui kebenarannya, melarang perbuatan yang buruk agar mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat.
  • Memperkenalkan dan memberi pemahaman mengenai hakikat Islam.
  • Menjaga umat agar selalu memegang nilai-nilai kemanusiaan yang berbasis Al-Qur’an dan sunnah.

Kesimpulan dari beberapa tujuan tersebut adalah bahwa dakwah memiliki tujuan untuk memberikan pedoman kepada manusia sesuai dengan ajaran Islam agar memperoleh keselamatan dunia dan akhirat.

(dvs/dvs)



Sumber : www.detik.com

Tips Mendidik Anak sesuai Ajaran Islam



Jakarta

Setiap orang tua tentu ingin memiliki buah hati yang soleh dan soleha. Untuk mendapatkan anak yang demikian, tentu ada usaha yang harus dilakukan.

Anak adalah anugerah bagi keluarga. Mendidik anak dengan cara yang baik merupakan tugas orang tua. Termasuk mendidik anak secara Islami.

Habib Ja’far menjelaskan tips mendidik anak sesuai ajaran Islam. Semua ditayangkan dalam detikKultum detikcom, Minggu (31/3/2024).


Keluarga adalah salah satu perhiasan terindah dalam hidup, bahkan harta yang paling berharga adalah keluarga. Hal ini menjadi sesuatu yang tercatat dalam Al-Qur’an.

“Di dalam Al-Qur’an, tidak sedikit cerita tentang keluarga, bahkan ada surat yang bercerita tentang keluarga. Contohnya keluarga Imran, dalam surat Ali Imran. Kemudian surat Al-Kahfi yang menceritakan keluarga Ashabul Kahfi. Kemudian surat Luqman, bercerita tentang keluarga Luqman Al Hakim,” jelas Habib Ja’far.

Adanya surat-surat dalam Al-Qur’an yang secara khusus membahas tentang keluarga menjadikan keluarga sebagai sesuatu yang penting dalam Islam.

Dalam Islam, menjaga diri sendiri dan keluarga adalah hal yang paling penting dilakukan.

“Menjaga umat, menjaga rakyat, dan sebagainya itu boleh dilakukan setelah menjaga keluargamu,” jelas Habib Ja’far.

Sebagai bagian dari keluarga, menjaga anak juga menjadi hal yang sangat penting. Anak merupakan sesuatu yang terindah.

“Dalam Al-Qur’an dikatakan, anak beserta harta itu adalah perhiasan bagi dunianya seorang ibu, seorang ayah,” kata Habib Ja’far.

Dalam Surat Al-Furqan ayat 74, Allah SWT berfirman,

وَٱلَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَٰجِنَا وَذُرِّيَّٰتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَٱجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًاā

Artinya: Dan orang orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.

“Mendidik anak menjadi sangat penting, saking pentingnya kata Nabi SAW, kalau Fatimah putriku, mencuri, maka aku sendiri yang akan memotong tangannya,” jelas Habib Ja’far menyebutkan sebuah hadits.

Mendidik anak dengan baik menjadi tanggung jawab orang tua.

Selengkapnya detikKultum Habib Ja’far: Tips Mendidik Anak sesuai Ajaran Islam bisa disaksikan DI SINI. Kajian bersama Habib Ja’far ini tayang tiap hari selama bulan Ramadan menjelang waktu berbuka puasa pukul 18.00 WIB. Jangan terlewat!

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Mengutamakan Imu dan Bersikap Sederhana



Jakarta

Kedua hal tersebut yang menjadi judul tulisan ini merupakan dua landasan bagi pemimpin, karena akan muncul kebaikan jika engkau memimpin dengan ilmu dan memimpin dengan sikap sederhana. Menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan bekal bagi kepemimpinan seseorang, karena tanpa itu niscaya hasil kepemimpinannya akan sia-sia. Adapun sikap sederhana menjadikan ia tidak mempunyai banyak kebutuhan, dengan begitu ia akan menjalankan kepemimpinannya dengan baik. Dengan banyaknya kebutuhan ada kemungkinan ia akan menjalankan kepemimpinannya dengan tidak lurus.

Ingatlah bahwa sejarah telah mencatat, Islam merupakan agama yang tidak berkonfrontasi dengan ilmu pengetahuan. Kitab suci Al-Qur’an telah mendorong umat Islam dan seluruh manusia untuk meningkatkan kualitas diri lewat ilmu pengetahuan. Al-Qur’an merupakan kitab suci yang sejak awal diturunkan boleh dibaca/dipelajari seluruh pemeluknya. Apakah rakyat kecil, kaum kaya dan miskin, cerdik pandai, orang tua dan anak-anak, semua berhak membaca/mempelajari kitab-Nya, bahkan saat ini telah bermunculan sekolah tahfidz.

Oleh sebab itu, seorang pemimpin hendaknya berilmu, sehingga tatkala menjalankan amanahnya akan efektif. Maka dalam ajaran Islam, mengutamakan ilmu dan ahlinya ( orang yang berilmu ), agama dan pemeluknya, Kitab Suci dan orang-orang yang melaksanakannya. Sebab, perhiasan yang paling baik bagi seseorang ialah pengetahuannya tentang agama Allah SWT, menuntut ilmu dan menerapkan, dan hal-hal yang dapat mendekatkan diri kepada-Nya.


Ilmu menunjukkan seseorang kepada kebaikan, memerintahkan kepada yang baik, mencegah dari kemungkaran dan perbuatan yang merusak. Dengan pengetahuan dan taufiq dari-Nya, seseorang semakin mengenal Allah SWT. makin bertambah penghormatan kepada-Nya, makin tinggi derajatnya di akhirat. Pemimpin seperti pastilah akan dicintai-Nya, dihormati rakyatnya, pemerintahanmu lebih berwibawa. Dengan ilmu engkau disenangi dan keadilanmu makin mantap.

Allah SWT. memuji orang-orang yang memiliki ilmu pengetahuan, sebagaimana dalam firman-Nya surah Ali Imran ayat 18, yang artinya, “Allah menyatakan bahwa tidak ada tuhan selain Dia; (demikian pula) para Malaikat dan orang-orang yang berilmu yang menegakkan keadilan, tidak ada tuhan selain Dia, yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana”.
Orang berilmu yang menegakkan keadilan adalah orang yang mengesakan Tuhan dan tidak menyekutukannya.

Adapun landasan berikutnya bagi pemimpin adalah, hidup sederhana. Dengan kesederhanaan seseorang tidak memerlukan banyak kebutuhan. Dengan sedikit kebutuhan maka perjalanan kepemimpinannya akan efektif dan selamat. Adapun keutamaan orang yang hidup sederhana adalah membuat hidup lebih tenang. Sebab, kita tidak perlu mengkhawatirkan beban dari hal-hal yang kurang bermanfaat. Hidup sederhana juga membantu menghilangkan stres dalam menghadapi rencana jangka panjang karena sudah lebih siap.

Agama Islam menganjurkan umatnya agar senantiasa hidup dalam kesederhanaan di semua tindakan, baik sikapnya maupun amalnya. Sehingga sikap sederhana inilah yang menjadi ciri khas umum bagi umat Islam dan salah satu perwatakan utama yang membedakan dari umat yang lain.

Anjuran hidup sederhana dalam Islam juga mencakup dalam gaya hidup atau perilaku sehari-hari. Seorang muslim dilarang untuk menghambur-hamburkan apa pun.
Dalam satu riwayat bahkan melarang muslimin untuk membuang-buang air wudhu walaupun ia sedang berwudhu di pinggir sungai yang airnya terus mengalir. Dari Abdullah bin Amr, Rasulullah SAW. bersabda,
Artinya: Dari Abdullah bin ‘Amru berkata, Rasulullah SAW. melewati Sa’d yang sedang berwudhu, lalu beliau bersabda, “Kenapa berlebih-lebihan?” Sa’d berkata, “Apakah dalam wudhu juga ada berlebih-lebihan?” Beliau menjawab, “Ya, meskipun engkau berada di sungai yang mengalir.” (HR Ibnu Majah dan Ahmad).

Sebagai pemimpin muslim, hendaknya berlaku sederhana dalam semua urusan, karena tiada sesuatu yang lebih jelas manfaatnya, lebih aman dan lebih mendatangkan keutamaan selain dari sikap sederhana. Sikap ini akan membimbing perilaku seseorang menjadi lurus. Ingatlah bahwa godaan sebagai pemimpin / penguasa sangatlah besar dan mudah tergelincir. Maka jadikanlah amanah sebagai pemimpin sebagai wasilah mengumpulkan bekal akhirat.

Bersikap sederhana dalam urusan duniawi akan mendatangkan kemuliaan dan menjaga seseorang dari dosa-dosa. Oleh sebab itu, berlakulah sederhana, niscaya semua urusan akan sempurna, mendapatkan kemampuan yang semakin meningkat dan akan memperoleh prestasi yang gemilang.

Ya Allah, berilah kekuatan batin agar tidak hidup berlebihan, selalu merasa ingin menambah ilmu. Engkau yang Mahabesar dan Maha berkehendak, kami mohon perlindungan-Mu agar tidak mengeksekusi atas bisikan setan.

Aunur Rofiq

Ketua DPP PPP periode 2020-2025
Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggungjawab penulis. (Terimakasih – Redaksi)

(erd/erd)



Sumber : www.detik.com

Kebangkitan Umat Islam



Jakarta

Dalam kehidupan zaman ini, kita masih ada pekerjaan rumah untuk segera diselesaikan yaitu : Kebodohan, kemiskinan, dan terpecah belah.

Ketiga persoalan ini telah membelenggu umat Islam untuk bangkit. Bagaimana bisa jika suatu kelompok yang bodoh untuk bangkit dari keterpurukan ? Bagaimana kemiskinan akan bisa memenangi persaingan atau pertempuran yang memerlukan peralatan canggih yang ongkosnya sangat mahal ? Dan kelompok yang terpecah belah tentu akan sulit mempersatukan kekuatan dalam merebut kejayaan, karena potensi yang dimiliki tidak bisa bersinergi.

1. Kebodohan. Dari Syaddad bin Aus dari Nabi SAW. bersabda: “Orang yang cerdas adalah orang yang menyiapkan dirinya dan beramal untuk hari setelah kematian. Sedangkan orang yang bodoh adalah orang yang jiwanya selalu mengikuti hawa nafsunya dan hanya berangan-angan kepada Allah.” ( HR. at-Tirmidzi ). Seorang Mukmin tidak hanya berfikir pragmatis yang menyebabkan mereka terjebak pada pola hidup hedonisme dan konsumerisme. Lalu dengan sikap itu pula menyebabkan terjebak pada sifat al-kibr atau sombong dan meremehkan orang lain.


Jika tolok ukur keberhasilan kehidupan dunia berdasarkan keberhasilan mencapai segala-galanya itu. Sehingga target kehidupannya adalah meraih sebanyak-banyaknya materi dan kepuasan duniawi. Maka kebenaran bukan lagi menjadi acuan kehidupannya, norma dan hukum agama akan diabaikannya. Dengan berfikir akan adanya kehidupan setelah kematian ini, akan menimbulkan semangat untuk memanfaatkan kehidupan ini dengan sebaik-baiknya. Kehidupan dunia hendaknya dijadikan wasilah untuk bekal di kehidupan yang kekal.

Bagi para pembaru, ajaran Islam justru mendorong umatnya untuk bisa mempelajari dan menguasai ilmu pengetahuan, karena tidak ada dalam ajarannya untuk menghambat kemajuan. Ingatlah bahwa dalam banyak ayat Al-Qur’an yang merangsang manusia untuk melakukan penelitian dan berpikir. Demikian juga terdapat dalam beberapa Hadis yang menganjurkan manusia untuk belajar, bahkan sampai ke negeri China. Namun, dalam mempelajari ilmu pengetahuan janganlah melupakan norma agama. Maka, ilmu jangan dijadikan panglima.

Bagaimana memerangi kebodohan seperti yang disebutkan dalam Hadis di atas ? Artinya, golongan orang-orang bodoh ini adalah orang yang jiwanya selalu menuruti hawa nafsu. Maka kendalikan hawa nafsu dengan berdo’a kepada Allah SWT. hal ini sebagaimana firman-Nya dalam surah ali-Imran ayat 16 yang terjemahannya, “(Yaitu) orang-orang yang berdoa, “Wahai Tuhan kami, sesungguhnya kami benar-benar telah beriman. Maka, ampunilah dosa-dosa kami dan selamatkanlah kami dari azab neraka.”
Adapun langkah berikutnya, sesuai dengan firman-Nya ali Imran ayat 17 yang terjemahannya, “(Juga) orang-orang yang sabar, benar, taat, dan berinfak, serta memohon ampunan pada akhir malam.”

2. Kemiskinan. Islam tidak merestui kemiskinan bahkan memeranginya. Nabi Muhammad SAW. bersabda, “Kufur itu berasal dari perut ( yang lapar ).” Islam juga tidak menghendaki yang lemah. Ini seperti sabda Rasulullah SAW, “Lebih baik tangan di atas daripada tangan di bawah.”

Dalam perspektif Islam, kemiskinan timbul karena sebab struktural, yaitu karena kejahatan manusia terhadap alam (QS. ar Ruum:41); ketidakpedulian dan kebakhilan kelompok kaya (QS. ali-Imran:180); sebagian manusia bersikap zalim, eksploitatif, dan menindas kepada sebagian manusia yang lain (QS. at-Taubah:34). Agar umat Islam seperti Sabda Rasulullah SAW. menjadi tangan di atas dengan langkah-langkah : Putuskan rantai kemiskinan dengan meningkatkan pendidikan, dan ikuti jalan hidup Rasulullah SAW. di masa remaja sebagai pengusaha.

3. Terpecah-belah. Negeri-negeri Islam saat ini terpecah-pecah menjadi negara-negara kecil sehingga tidak mempunyai kekuatan. Bersatu dalam jumlah besar tentu akan memperkuat bidang ekonomi, militer dan lainnya.

Sejak penghujung abad 12 H / 18 M sampai dengan usainya Perang Dunia Kedua. Dunia Timur, khususnya wilayah yang sebagian besar dihuni oleh umat Islam, praktis berada dibawah kekuasaan Barat baik langsung ataupun tidak langsung. Dinasti Utsmani yang dalam abad 10 H / 16 M pernah menguasai wilayah sampai ke gerbang Wina dan telah berperan sebagai jembatan penyeberang peradaban dan kebudayaan Timur kedunia Barat. Wilayah mereka ( Utsmani ) di Barat telah dibagi-bagi oleh kekuasaan besar Barat ( Inggris, Perancis dan Rusia ), sedang wilayah di Timur pun dipreteli mereka ( kekuasaan Barat ).

Oleh sebab itu, bersatulah seluruh umat Islam di seluruh dunia yang konon telah mencapai 2 milyar jiwa. Langkah awal, lakukan sesama muslim adalah saudara ( dari belahan dunia manapun ), makna saudara yang saling bantu membantu, tolong menolong. Lakukan saling tukar kebutuhan dan saling memenuhi, hal ini akan menumbuhkan keseimbangan baru dalam bidang ekonomi dan militer. Langkah yang sudah terbukti saat kita umat Islam membantu saudara-saudara kita di Gaza dengan mengirim kebutuhan mereka dan tidak membeli produk yang terkait dengan Zionis.

Dengan memotong rantai kemiskinan melalui meningkatkan pendidikan dan bersatu bersaudara dengan sesama muslim seluruh dunia, In Syaa’Allah kebangkitan umat Islam akan segera terwujud. Ketahuilah, Allah SWT. telah menebarkan hidayah-Nya sehingga para cerdik pandai di Negara-negara Barat berbondong-bondong memeluk Islam karena kebenarannya.

Semoga Allah SWT. memperteguh iman para kaum muslimin dan memberikan hidayah bagi para umat yang telah sesat akan kembali kepada-Mu.

Aunur Rofiq

Ketua DPP PPP periode 2020-2025
Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggung jawab penulis. (Terima kasih – Redaksi)

(erd/erd)



Sumber : www.detik.com

Menjadi Orang Biasa



Jakarta

Menjelang kontestasi pilkada serentak yang diselenggarakan pada akhir bulan Nopember 2024, kondisi jagad politik riuh dan suhu meningkat di seluruh wilayah negeri. Pada bulan Desember 2024, sudah diketahui hasilnya ada yang mendapat amanah dan ada yang belum beruntung. Di sinilah mereka yang belum beruntung menjadi orang biasa yang berbaur dan bermasyarakat. Bagi yang beruntung mendapat amanah ( ujian ) bisa tetap menjadi orang biasa atau malah menjadi orang yang tidak biasa.

Tentang amanah ini jika peserta kontestasi orang yang beriman maka ia akan selalu ingat pada surah ali-Imran ayat 26, yang intinya adalah derajat manusia yang dimuliakan maupun dihinakan itu merupakan hak kewenangan-Nya. Menang dan kalah itu merupakan ketetapan-Nya, maka ingatlah bahwa pilihan Allah SWT. itu pasti terbaik dari pilihanmu ( keinginanmu ).

Penulis pertama kali menerima buku karya Sudirman Said yang berjudul “Bergerak dengan Kewajaran” dan saat membuka daftar isi, langsung tertuju pada bab ‘Menjadi Orang Biasa.’ Menurut penulis buku tersebut definisi orang biasa adalah : Orang yang tidak melanggar apalagi mencuri hak orang lain ( hak liyan ). Orang biasa taat aturan dan selalu mengenal kata “cukup” dan “secukupnya” tidak lebay dan karena itulah ia bahagia.


Sedangkan orang tak biasa, jauh dari kata “cukup” karena selalu merasa dahaga, lapar, sehingga mengambil, menumpuk. Secara sadar ia mengambil hak milik orang lain ( liyan ). Ia dikendalikan oleh sesuatu yang bukan dari dirinya dan tidak merdeka.

Ini merupakan pilihan bagi yang memperoleh amanah dalam kontestasi pilkada. Oleh karena itu, jika pilihanmu menjadi orang biasa maka engkau akan menjadi sosok pemimpin yang adil. Kehidupanmu akan bersahaja dengan selimut “sederhana.” Menjadi pemimpin yang adil itu merupakan perintah dari ajaran Islam. Hal ini sebagaimana firman-Nya dalam surah an-Nahl ayat 90 yang terjemahannya, “Sesungguhnya Allah menyuruh berlaku adil, berbuat kebajikan, dan memberikan bantuan kepada kerabat. Dia (juga) melarang perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pelajaran kepadamu agar kamu selalu ingat.”

Ayat ini mengiringinya dengan petunjuk-petunjuk dalam Al-Qur’an bagi mereka. Adapun petunjuknya adalah perintah untuk berlaku adil dan berbuat kebajikan. Allah SWT. menyatakan, “Sesungguhnya Allah selalu menyuruh semua hamba-Nya untuk berlaku adil dalam ucapan, sikap, tindakan, dan perbuatan mereka, baik kepada diri sendiri maupun orang lain, dan Dia juga memerintahkan mereka berbuat kebajikan, yakni perbuatan yang melebihi perbuatan adil; memberi bantuan apa pun yang mampu diberikan, baik materi maupun nonmateri secara tulus dan ikhlas, kepada kerabat, yakni keluarga dekat, keluarga jauh, bahkan siapa pun. Dan selain itu, Dia melarang semua hamba-Nya melakukan perbuatan keji yang tercela dalam pandangan agama, seperti berzina dan membunuh; melakukan kemungkaran yaitu hal-hal yang bertentangan dengan nilai-nilai dalam adat kebiasaan dan agama; dan melakukan permusuhan dengan sesama yang diakibatkan penzaliman dan penganiayaan. Melalui perintah dan larangan ini Dia memberi pengajaran dan tuntunan kepadamu tentang hal-hal yang terkait dengan kebajikan dan kemungkaran agar kamu dapat mengambil pelajaran yang berharga.”

Pemimpin yang adil dan demokratis haruslah seseorang yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT. Iman dan takwa menjadi landasan utama yang mendorong seorang pemimpin untuk selalu bertindak sesuai dengan ajaran Islam. Dari Abi Hurairah, Nabi Muhammad Saw. telah bersabda, “Wahai Abu Hurairah, adil sesaat itu lebih utama dari pada ibadah enam puluh tahun. Yaitu bangun pada malamnya dan puasa pada siang harinya. Wahai Abu Hurairah, menyeleweng sesaat dalam memutuskan perkara itu lebih berat dan lebih besar dosanya di sisi Allah Azza wa Jalla dari pada kemaksiatan enam puluh tahun.” (HR. Al Ashbihani)

Orang biasa, tidak hidup dalam kemewahan karena falsafah “cukup” telah melandasinya. Ia sebagai pemimpin negeri akan berusaha untuk melunasi utang negara, tentu ia tahu dan mengerti mana yang boleh dan yang tidak. Sumber-sumber kekayaan dan pendapatan negara akan diefektifkan dengan prinsip keadilan. Pajak sebagai salah satu instrumen pendapatan, tentu kebijakannya memperhatikan unsur keadilan ( terhadap rakyat biasa dan rakyat yang kaya ). Sumber-sumber alam yang menyangkut hajat hidup orang banyak hendaknya negara hadir untuk menguasainya. Tambang contohnya bisa diterapkan pola bagi hasil seperti gas dan minyak bumi. Tarif barang masuk diterapkan untuk melindungi industri dalam negeri dan tarif ini akan menjadi pendapatan negara.

Tabiat orang tak biasa hendaknya mulai dikurangi atau sekalian ditinggalkan. Tabiat ini menimbulkan ketimpangan dalam pengelolaan sumber-sumber ekonomi, hal ini berakibat pada kecemburuan dan berujung pada konflik. Sumber yang mendorong orang melakukan korupsi adalah kebutuhan hidup yang berlebihan. Ali bin Abi Thalib berkata, “Dengan sedikit kebutuhan maka engkau akan selamat.”

Namun kita tidak pungkiri bahwa godaan dan pesona dunia menggoyahkan keimanan, khususnya kekuasaan. Kenapa ? Kekuasaan inilah yang mendatangkan / menjadi sumber kenikmatan dunia. Orang berebut dengan mengeluarkan korbanan yang sangat besar untuk menggapainya dan hal itu kadang menjadi taruhan kehormatan. Engkau lupa bahwa kehormatan/kemulianmu tidak bisa kenakan baju kemewahan, ketenaran dan kuasa karena Allah SWT. hanya melihat ketakwaan hambanya.

Ya Allah, Engkau yang menjadi sandaran kami, mohon berilah petunjuk dan cahaya-Mu agar kami dan para pemimpin istiqomah memilih untuk menjadi orang biasa. Bukalah hijab golongan orang yang tidak biasa agar mereka kembali ke jalan-Mu.

Aunur Rofiq

Ketua DPP PPP periode 2020-2025
Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggung jawab penulis. (Terima kasih – Redaksi)

(erd/erd)



Sumber : www.detik.com

7 Hadits tentang Niat Beserta Fungsinya dalam Ajaran Islam


Jakarta

Hadits tentang niat menjadi bukti bahwa niat dijadikan dasar atau pondasi dari segala perbuatan manusia. Bahkan, niat dijadikan syarat sah suatu amalan.

Menurut buku Fiqih Niat oleh Dr Umar Sulaiman al-Asyqar, makna dari niat sendiri ialah tujuan. Imam Nawawi mendefinisikan niat sebagai menuju ke sesuatu dan berkeinginan untuk melakukannya. Singkatnya, niat diartikan sebagai suatu tujuan dan keinginan.

Bahkan, dalam sebuah hadits dikatakan bahwa segala sesuatu bergantung pada niatnya. Dari Umar bin Khattab, Rasulullah SAW bersabda,


“Sesungguhnya amal perbuatan itu diiringi dengan niat, dan sesungguhnya bagi setiap insan akan memperoleh menurut apa yang diniatkan. Barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka dibenarkan hijrahnya itu oleh Allah dan Rasul-Nya. Dan barang siapa hijrahnya untuk dunia yang hendak diperoleh atau wanita yang hendak dipersunting, maka ia akan mendapatkan apa yang diingini itu saja,” (HR Bukhari dan Muslim)

Selain hadits di atas, masih ada sejumlah hadits lainnya yang membahas tentang niat seperti dirangkum dari Al Akhbar – Seputar Kita susunan Ir Tebyan A’maari Amachalli MM dan Fiqih Islam wa Adilatuhu Jilid 1 karya Prof Dr Wahbah Az-Zuhaili.

7 Hadits tentang Niat

1. Hadits tentang Niat Berbuat Baik

Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas RA, Nabi Muhammad bersabda,

“Sesungguhnya Allah menulis kebaikan-kebaikan dan kesalahan-kesalahan kemudian menjelaskannya. Barangsiapa berniat melakukan kebaikan tetapi dia tidak (jadi) melakukannya, Allah tetap menuliskanya sebagai satu kebaikan sempurna di sisi-Nya. Jika ia berniat berbuat kebaikan kemudian mengerjakannya, Allah menulisnya di sisi-Nya sebagai sepuluh kebaikan hingga 700 kali lipat sampai kelipatan yang banyak. Barangsiapa berniat berbuat buruk tetapi dia tidak jadi melakukannya, Allah menulisnya di sisi-Nya sebagai satu kebaikan yang sempurna. Dan barangsiapa berniat berbuat kesalahan kemudian mengerjakannya, maka Allâh menuliskannya sebagai satu kesalahan,” (HR Bukhari dan Muslim)

2. Hadits tentang Niat akan Melapangkan Rezeki dan Pertolongan Allah

“Barangsiapa yang mengambil harta orang lain (berutang) dengan maksud mengembalikannya, maka Allah akan membayarkannya. Siapa yang mengambil harta orang lain dengan maksud untuk merusaknya, maka Allah akan merusak orang itu,” (HR Bukhari)

3. Hadits tentang Niat Baik dan Buruk Mempengaruhi Kehidupan Dunia dan Akhirat

“Siapa yang menjadikan seluruh tujuannya menjadi satu cita-cita, yaitu cita-cita akhirat, Allah mencukupi tujuan dunianya. Siapa yang tujuannya bercabang cabang dalam berbagai masalah dunia, Allah tidak akan peduli di lembah mana ia meninggal,” (HR Ibnu Majah, sanad haditsnya hasan li ghairih)

4. Hadits tentang Niat Baik Mengubah Adat Menjadi Ibadah

Maksud dari poin ini ialah para suami yang menafkahi keluarganya karena Allah atau menggauli sang istri dengan niat menjaga agamanya, menyenangkan hati istri, atau demi memperoleh keturunan berarti ia telah berbuat taat dengan pernikahannya tersebut.

Dalam sebuah riwayat dari Abu Mas’ud, Nabi Muhammad bersabda,

“Sesungguhnya seorang muslim ketika menafkahi keluarganya dengan harapan pahala Allah, ia akan menjadi shadaqah buatnya,” (Muttafaq ‘Alaih)

5. Hadits tentang Meraih Hasil atas Niat

“Engkau dapati apa yang engkau niatkan wahai Yazid. Sedangkan, wahai Ma’an, engkau boleh mengambil apa yang engkau dapati,” (HR Bukhari)

6. Hadits tentang Niat Lebih Penting Ketimbang Amal

“Niat seorang mukmin lebih utama daripada amalnya,” (HR Al-Baihaqi)

7. Hadits tentang Pahala dan Siksa Mulanya dari Niat

Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda,

“Sesungguhnya Allah SWT mengampuni umatku dari apa saja yang terbesit dalam hatinya, selagi belum terucap atau belum terlaksana,”

Apa Fungsi Niat?

Merujuk pada buku yang sama yaitu Al Akhbar – Seputar Kita, setidaknya ada dua fungsi niat menurut Islam. Pertama yaitu membedakan ibadah satu dengan ibadah lainnya atau membedakan ibadah dengan kebiasaan yang kerap dilakukan.

Lalu yang kedua niat juga berfungsi membedakan tujuan seorang muslim dalam mengerjakan ibadah. Entah ia beribadah dengan niat mengharap ridha Allah atau karena selain-Nya, seperti mengharap materi, pujian, jabatan, dan semacamnya.

Itulah sejumlah hadits tentang niat beserta fungsinya dalam ajaran Islam. Semoga bermanfaat.

(aeb/nwk)



Sumber : www.detik.com