Tag Archives: akademisi

Ada Ketua Dewan Pers, Ini Alasan Menag Nasaruddin Angkat Tim Penasihat Menteri



Jakarta

Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar mengangkat Tim Penasihat Ahli. Langkah ini diambil sebagai bagian dari upaya memperkuat pengambilan kebijakan strategis di bidang agama dan keagamaan.

Pengangkatan Tim Penasihat Ahli Menag tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Agama RI Nomor: B-175/MA/KP.00/07/2025. Berdasarkan salinan keputusan seperti dilihat detikHikmah, Selasa (12/8/2025), terdapat 11 nama yang akan menjadi penasihat Nasaruddin Umar.

Menariknya, dalam tim ini terdapat tokoh penting yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Pers, Prof Komaruddin Hidayat. Komaruddin adalah Ketua Dewan Pers periode 2025-2028. Ia juga dikenal sebagai akademisi yang juga mantan rektor Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII).


Alasan Menag Nasaruddin Angkat Tim Penasihat Ahli

Ada tiga alasan utama yang melatarbelakangi pembentukan Tim Penasehat Ahli ini:

1. Perubahan kepemimpinan

Mengacu pada Keputusan Presiden Nomor 133/P Tahun 2024, Nasaruddin Umar telah ditetapkan sebagai Menteri Agama untuk periode 2024-2029, sehingga diperlukan penyusunan tim pendukung yang dapat memberikan masukan strategis.

2. Kebutuhan akan perspektif kemasyarakatan

Dalam menyusun kebijakan strategis di bidang agama, perlu memperhatikan beragam aspek kehidupan masyarakat, termasuk sosial dan budaya.

3. Efektivitas pengambilan keputusan

Tim ini diharapkan membantu Menteri Agama dalam merumuskan kebijakan yang lebih tepat sasaran dan berdampak positif.

Dasar Hukum Pengangkatan

Pengangkatan Tim Penasihat Ahli Menteri Agama ini berlandaskan pada sejumlah regulasi penting, di antaranya:

  1. Undang-Undang Nomor 61 Tahun 2024 tentang Perubahan atas UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.
  2. Peraturan Presiden Nomor 139 Tahun 2024 tentang Penataan Tugas dan Fungsi Kementerian Negara Kabinet Merah Putih Periode 2024-2029.
  3. Peraturan Presiden Nomor 140 Tahun 2024 tentang Organisasi Kementerian Negara.
  4. Peraturan Presiden Nomor 152 Tahun 2024 tentang Kementerian Agama.
  5. Keputusan Presiden Nomor 133/P Tahun 2024 tentang Pembentukan Kementerian Negara dan Pengangkatan Menteri Negara Kabinet Merah Putih Periode 2024-2029.

Daftar Lengkap Tim Penasihat Menag Nasaruddin Umar

  1. Prof. Dr. Ir. Mohammad Nuh, DEA: Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dikenal sebagai tokoh pendidikan dan teknologi.
  2. Prof. Dr. Franz Magnis-Suseno SJ: Seorang rohaniawan Katolik, pengajar filsafat, dan penulis.
  3. Prof. dr. Fasli Jalal, Sp.GK, Ph.D.: Mantan Wakil Menteri Pendidikan Nasional, ahli di bidang pendidikan dan kesehatan.
  4. Prof. Dr. M. Amin Abdullah: Guru Besar UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, yang fokus pada kajian filsafat dan studi Islam.
  5. Prof. Dr. Nur Syam, M.Si.: Mantan Rektor UIN Sunan Ampel Surabaya dan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama.
  6. Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, MA: Mantan Rektor Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII), Mantan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan cendekiawan muslim.
  7. Prof. Dr. Amany Burhanuddin Umar Lubis, MA: Mantan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
  8. Prof. Burhanuddin Muhtadi, MA., Ph.D.: Peneliti senior dan Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, ahli di bidang politik dan sosial.
  9. Dr. Budhy Munawar Rachman: Pemikir Islam liberal dan aktivis.
  10. Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid, S.Psi., M.Psi.: Putri sulung Presiden ke-4 RI, Abdurrahman Wahid (Gus Dur), dan aktivis sosial.
  11. Najelaa Shihab, S.Psi., M.Psi.: Pendiri Sekolah Cikal dan figur yang aktif di dunia pendidikan.

(dvs/kri)



Sumber : www.detik.com

Menag Nasaruddin Umar Angkat Tim Penasihat, Ada Prof Nuh


Jakarta

Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar dikabarkan telah membentuk tim penasihat ahli untuk mendukung kinerjanya. Sederet nama tokoh terkemuka dari berbagai latar belakang direkrutnya.

Berdasarkan daftar undangan rapat yang diterima detikcom, terlihat nama-nama besar masuk dalam daftar tersebut. Mulai dari akademisi, budayawan, hingga tokoh agama.

Staf Khusus Menteri Agama, Gugun Gumilar membenarkan kabar pengangkatan Tim Penasihat Menag tersebut. “Ya betul,” kata Gugun kepada detikcom, Selasa (12/8/2025).


Ada 11 nama yang diundang untuk mengikuti rapat penyampaian Keputusan Menteri Agama tentang Pengangkatan Tim Penasihat Ahli. Berikut daftarnya.

Daftar Lengkap Tim Penasihat Menag Nasaruddin Umar

  1. Prof. Dr. Ir. Mohammad Nuh, DEA: Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dikenal sebagai tokoh pendidikan dan teknologi.
  2. Prof. Dr. Franz Magnis-Suseno SJ: Seorang rohaniawan dan filsuf yang dihormati di Indonesia.
  3. Prof. dr. Fasli Jalal, Sp.GK, Ph.D.: Mantan Wakil Menteri Pendidikan Nasional, ahli di bidang pendidikan dan kesehatan.
  4. Prof. Dr. M. Amin Abdullah: Guru Besar UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, yang fokus pada kajian filsafat dan studi Islam.
  5. Prof. Dr. Nur Syam, M.Si.: Mantan Rektor UIN Sunan Ampel Surabaya dan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama.
  6. Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, MA: Rektor Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) dan cendekiawan Muslim terkemuka.
  7. Prof. Dr. Amany Burhanuddin Umar Lubis, MA: Mantan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
  8. Prof. Burhanuddin Muhtadi, MA., Ph.D.: Peneliti senior dan Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, ahli di bidang politik dan sosial.
  9. Dr. Budhy Munawar Rachman: Pemikir Islam liberal dan aktivis.
  10. Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid, S.Psi., M.Psi.: Putri sulung Presiden ke-4 RI, Abdurrahman Wahid (Gus Dur), dan aktivis sosial.
  11. Najelaa Shihab, S.Psi., M.Psi.: Pendiri Sekolah Cikal dan figur yang aktif di dunia pendidikan.

(hnh/erd)



Sumber : www.detik.com

Indonesia-Korea Perkuat Kolaborasi di Sektor Halal Internasional



Jakarta

Indonesia terus memperkuat peran di pasar halal global. Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) RI menegaskan arah kerja sama dengan Korea Selatan dalam pengembangan industri halal, usai forum internasional di Seoul beberapa waktu lalu.

Kepala BPJPH Ahmad Haikal Hasan menyebut sinergi halal Indonesia-Korea bukan hanya sebatas perdagangan, tetapi juga pembangunan ekosistem halal modern yang inklusif.

“Kerja sama halal Indonesia-Korea bukan hanya soal perdagangan, tapi juga membangun kepercayaan dan membuka jalan bagi generasi mendatang untuk hidup dalam ekosistem halal yang modern dan inklusif,” ujar Haikal dalam keterangan tertulis, Minggu (24/8/2025).


Hal tersebut ia sampaikan dalam The International Halal Seminar 2025 sekaligus perayaan 70 tahun Korea Muslim Federation (KMF) di Seoul, Korea Selatan, Rabu (13/8) lalu.

Dalam forum tersebut, Haikal memaparkan perkembangan kebijakan halal Indonesia sekaligus peluang kolaborasi dengan Korea. Menurutnya, kerja sama kedua negara perlu difokuskan pada penguatan industri halal, perdagangan yang saling menguntungkan, hingga peningkatan kapasitas sumber daya manusia.

Seminar Halal Internasional dihadiri sejumlah tokoh penting, antara lain Presiden KMF Hussein Kim Dong Eok, Kepala BPJPH Ahmad Haikal Hasan, Sekretaris Jenderal OIC/SMIIC (Turki) Ihsan Ovut, Deputy Director JAKIM Malaysia Mohamad Kori Bin Jusoh, Halal Science Center Chulalongkorn University Thailand Winai Dahlan, serta peneliti dari Korea Food Research Institute Lee Hyun Sungg. Selain itu, hadir pula perwakilan pemerintah Korea, akademisi, dan pelaku industri halal dari berbagai negara.

Selain seminar, Haikal juga menghadiri peringatan 70 tahun KMF yang turut dihadiri tokoh internasional seperti Undersecretary of the Ministry of Islamic Affairs Da’wah and Guidance, Kingdom of Saudi Arabia Osama bin Ahmad Al-Jaffal, Sekretaris Jenderal WAMY Saleh I Babar, Deputy Director-General for African and Middle Eastern Affairs Korea MOFA Cho Sujin, serta CEO Samyang Foods Inc Kim Dong Chan.

(akn/ega)



Sumber : www.detik.com

Cendekiawan Muslim Indonesia-Malaysia Bahas Masyarakat Madani



Jakarta

Puluhan cendekiawan muslim Indonesia menghadiri Majlis Cendekiawan Madani Malaysia-Indonesia (MCM Malindo) di Kuala Lumpur. Mereka membahas sejumlah langkah untuk terwujudnya masyarakat madani.

Menurut keterangan yang diterima detikcom, Rabu (27/8/2025), para delegasi Indonesia dipimpin Ketua Center for Dialogue and Cooperation among Civilizations (CDCC) Prof Din Syamsudin. Ada sekitar 40 delegasi dari cendekiawan muslim, ulama dan tokoh dari berbagai latar belakang; pimpinan organisasi Islam, rektor perguruan tinggi, ulama, tokoh, pakar dan akademisi yang menghadiri forum pada 22-23 Agustus 2025 itu.


Ketua Umum DPP Hidayatullah Nashirul Haq bersama Anggota Dewan Pertimbangan Abdul Aziz QM serta Ketua Penasehat Muslimat Hidayatullah Sabriati Aziz turut hadir dalam forum tersebut.

Rombongan disambut Ketua Institut Kepahaman Islam Malaysia (IKIM), Prof. Madya. Dr. Dato’ Mohd. Azam Mohd. Adil yang dilanjutkan dengan sesi pengenalan ekosistem wacana Islam di Malaysia. Perdana Menteri Malaysia Datuk Seri Anwar Ibrahim juga beramah tamah dengan delegasi Indonesia usai salat Jumat di Mesjid Putra di Kompleks Pusat Pemerintahan Putrajaya.

Agenda berikutnya berlanjut di INCEIF University dengan seminar bertemakan ekonomi dan keuangan Islam yang menampilkan beberapa narasumber antara lain Ketua INCEIF dan Fellow Kehormat IKIM, Tan Sri Azman Mokhtar.

Majlis Cendekiawan Madani Malaysia-Indonesia (MCM Malindo) secara resmi dibuka oleh Menteri di Jabatan Perdana Menteri (Hal Ehwal Agama) YB. Senator Dato’ Setia Dr. Mohd. Na’im Bin Mokhtar di aula International Institute of Advanced Islamic Studies (IAIS) Kuala Lumpur pada Jumat (22/8/2025) malam.

Pada hari berikutnya, acara berlanjut dengan forum Cendekiawan Madani yang diawali dengan pengantar oleh beberapa tokoh cendekiawan. Di antaranya Wakil Ketua IKIM Prof. Dr. Dato’ Mohd. Yusof Hj. Othman, Ketua IAIS Prof. Dr. Mazlee Malik, dan Ketua CDCC Prof. Dr. Din Syamsudin. Sesi pertama mengangkat tema “Agenda Pohon Umat Serantau; Sasaran Jangka Pendek Dan Jangka Panjang.” Berlanjut sesi kedua dengan tema “Meneguhkan Akar Umat: Kekuatan, Kelemahan, Peluang Dan Ancaman.”

Masing-masing sesi menampilkan narasumber dari kedua negara. Pembicara dari Indonesia antara lain Mantan Rektor UIN Sunan Kalijaga Prof. Dr. Muhammad Amin Abdullah, Rektor Universitas YARSI Prof. dr. Fasli Jalal, Ph.D, Peneliti BRIN Prof. Dr. R. Siti Zuhro, dan Ketua Paramadina Institute Prof. Dr. Pipip Ahmad Rifai.

Ikut serta dalam delegasi Indonesia puluhan cendekiawan antara lain Dr. H. Hidayat Nurwahid, M.A. (Wakil Ketua MPR-RI), Dr. H. Lukman Saifuddin (Mantan Menteri Agama RI), Amb. Dr. H. Hajriyanto Y. Thohari (Mantan Dubes RI di Lebanon), Dr. K.H. Anwar Abbas, M.A. (Wakil Ketua Umum MUI Pusat), Prof. Dr. H. Syafiq Mughni (Ketua PP Muhammadiyah), Dr. K.H. Ahmad Suaedy, M.Hum (Ketua PB NU), serta sejumlah pimpinan ormas Islam, ulama, tokoh dan akademisi.

Kegiatan tersebut terlaksana atas arahan Perdana Menteri Malaysia, Datuk Seri Anwar Ibrahim sebagai upaya untuk mendukung terwujudnya negara madani sebagai visi Malaysia di bawah kepemimpinannya. Inisiator program Din Syamsudin mengatakan forum akan berlanjut tahun depan.

“Forum ini akan berlanjut tahun depan (2026) di Indonesia dan delegasi Cendekiawan Malaysia akan menjadi peserta tamu”, ucap Din Syamsudin.

(kri/lus)



Sumber : www.detik.com

BPJPH Dorong Kesiapan Industri Nonpangan Sambut Kewajiban Sertifikasi Halal



Jakarta

Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) RI terus mendorong kesiapan industri non-pangan dalam menyambut kewajiban sertifikasi halal pada 18 Oktober 2026.

Sekretaris Utama (Sestama) BPJPH, Muhammad Aqil Irham menjelaskan sertifikasi halal tidak hanya berkaitan dengan aspek religius, tetapi juga menyangkut aspek ekonomi yang memberikan peluang usaha lebih luas bagi pelaku usaha penghasil produk halal.

“Halal saat ini sudah menjadi lifestyle atau gaya hidup yang dalam beberapa tahun terakhir ini diproyeksikan mencapai US$2,8 triliun pada 2025. Jumlah penduduk Muslim dunia juga diprediksi akan mencapai 2,2 miliar jiwa pada tahun 2030,” ujar Aqil dalam keterangannya, Jumat (29/8/2025).


Hal ini disampaikannya saat menjadi pembicara pada forum Coaching Clinic Sertifikasi Halal Non-Food dalam rangkaian Indonesia Retail Summit & Expo 2025 yang digelar hari ini di Swissotel PIK Avenue, Jakarta Utara, Rabu (27/8/2025).

Aqil menyampaikan data tersebut menunjukkan industri halal diprediksi akan terus meningkat pesat setiap tahunnya. Berdasarkan data dari State Global Islamic Economic Report (SGIER) 2024/2025, besarnya data pengeluaran konsumen Muslim dunia tidak hanya untuk sektor pangan (makanan dan minuman) tetapi juga sektor non-pangan seperti kosmetik, obat, pariwisata, fashion, hingga barang gunaan serta gaya hidup halal dalam beberapa tahun terakhir. Adapun angka ini diproyeksikan akan terus meningkat.

Dengan proyeksi peningkatan belanja umat Muslim dunia, Indonesia berpeluang untuk memperkuat perdagangan produk halal dan memperluas perannya dalam rantai pasok global. Indonesia saat ini menduduki peringkat ke-3 dalam Indikator Ekonomi Islam Global (SGIER 2024/2025).

Lebih lanjut, ia juga mengingatkan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya produk bersertifikat halal harus dijawab dengan kesiapan industri. Jika peluang ini tidak diambil oleh pelaku usaha Indonesia, maka pelaku usaha asing sudah bersiap untuk mengambil peluang yang ada.

Menurutnya, hal ini sudah jelas terpampang nyata betapa banyak negara penghasil produk halal bukanlah negara yang penduduknya beragama Islam.

“Pelaku usaha Indonesia harus segera bersertifikat halal jika kita tidak siap, ini bisa menjadi ancaman serius bagi daya saing pelaku usaha dalam negeri,” ungkap Aqil.

Selain kegiatan seminar, pada sesi BPJPH juga dilanjutkan dengan sesi coaching clinic yang diikuti oleh pelaku industri retail nasional dan internasional, produsen, supplier, vendor, pemilik dan pengelola pusat perbelanjaan, hingga UMKM.

Hadir pula peserta dari kalangan akademisi dan peneliti di bidang retail dan ekonomi. Diskusi berjalan interaktif, dengan fokus pada pemahaman regulasi, tahapan proses sertifikasi, serta tantangan implementasi di sektor non-food.

Melalui kegiatan ini, BPJPH juga mengajak seluruh stakeholder untuk memperkuat kolaborasi ekosistem halal di Indonesia. Pasalnya, sertifikasi halal bukan hanya kewajiban regulatif, tetapi juga peluang untuk memperluas pasar, meningkatkan kepercayaan konsumen, serta memperkuat daya saing produk Indonesia di era perdagangan bebas secara global.

(akn/akn)



Sumber : www.detik.com

Memaknai Kunjungan Grand Syekh Al-Azhar di Indonesia



Jakarta

Untuk ketiga kalinya sejak ditabalkan sebagai Pimpinan tertinggi institusi Al-Azhar, Mesir pada 2010, Grand Syekh Al-Azhar, Prof. Dr. Ahmed Mohammad Ahmed Al-Thayeb, menyambangi Indonesia pada 8 hingga 12 Juli 2024.

Kehadirannya di negeri yang amat sangat majemuk dan sekaligus relijius ini selalu bermakna penting, mengingat reputasi dan komitmen Syekh Al-Thayeb di tingkat global dalam mendakwahkan cara pandang, sikap, dan praktik beragama yang menjunjung tinggi nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan.

Kita mungkin masih ingat, pada 4 Februari 2019 di Abu Dhabi, Grand Syekh Ahmed Al-Thayeb mengadakan pertemuan bersejarah dengan Pemimpin Gereja Katolik Vatikan, Paus Fransiskus, dan bersama-sama menandatangani dokumen persaudaraan kemanusiaan (human fraternity document), yang menegaskan keberpihakan untuk menciptakan perdamaian.
Pertemuan dua tokoh agama besar di dunia saat itu mengirim pesan kepada khalayak bahwa musuh bersama kita yang perlu diwaspadai sesungguhnya adalah ekstremisme akut (fanatic extremism), hasrat saling memusnahkan (destruction), perang (war), intoleransi (intolerance), serta rasa benci (hateful attitudes) di antara sesama umat manusia, yang semuanya mengatasnamakan agama.


Pesan moral keagamaan dan kemanusiaan lima tahun lalu itu masih sangat relevan hingga saat ini, ketika di belahan dunia, perang Rusia-Ukrania dan konflik Israel-Palestina yang mengakibatkan ribuan korban kemanusiaan tak kunjung mereda, dan ketika di Negeri sendiri gesekan antarumat beragama sesekali masih mengemuka.

Marwah Indonesia

Mengapa kehadiran Grand Syekh Ahmed Al-Thayeb ketiga kalinya ini menjadi penting bagi kita, bangsa Indonesia?
Pertama, saya meyakini bahwa Syekh Al-Thayeb memahami betul bahwa Indonesia mewarisi tradisi, peradaban, dan marwah (wibawa) keilmuan Islam adiluhung yang telah berusia lebih dari 500 tahun. Syekh Al-Thayeb nyaman berkunjung ke Indonesia.

Sebagai seorang akademisi, Syekh Al-Tayeb niscaya sangat mengapresiasi para ahl al-‘ilmi yang dilahirkan dari rahim bumi Nusantara, yakni para ulama masa silam yang telah mendakwahkan Islam secara damai melalui penyebaran ilmu pengetahuan, menulis manuskrip-manuskrip keagamaan, seraya menerjemahkan ajaran-ajaran Islam ke dalam konteks masyarakat Indonesia yang sangat majemuk, beragam dari segi suku, etnis, bahasa, aksara, dan agamanya.

Bagi seorang ilmuwan seperti Grand Syekh Ahmed Al-Thayeb, mengenal tradisi keilmuan seperti yang kita miliki itu jelas teramat penting, karena dapat menjadi pintu masuk untuk memahami karakter keberagamaan masyarakat Indonesia secara lebih empatik.

Terlebih, corak keilmuan sufistik yang sangat kental mewarnai karakter Islam awal Indonesia, juga sangat sejalan dengan pandangan keagamaan Syekh Al-Thayeb yang pernah mengatakan bahwa:

“Keberterimaan pendekatan pendidikan dan dakwah Al-Azhar di dunia Islam dan luar Islam itu karena spirit yang menggabungkan antara pemikiran ilmiah dan tasawuf dan semangat berpegang pada batas-batas moderat dalam hal akidah dan amal yang mencerminkan jiwa Islam sejati” (kuliah umum Grand Syekh Al-Azhar di kampus UIN Malang, Februari 2016).
Kedua, saya ingin memaknai kunjungan Grand Syekh Al-Azhar ini sebagai isyarat pentingnya Indonesia dalam konteks perjuangan menegakkan nilai-nilai luhur kemanusiaan dan perdamaian dunia.

Indonesia ini negara yang unik. Masyarakatnya amat majemuk dan sekaligus relijius. Hampir tidak ada aktivitas warga masyarakat Indonesia, termasuk dalam bidang sosial-politik, yang tidak dipengaruhi oleh nilai-nilai ajaran agama. Namun begitu, Indonesia bukan negara agama, masyarakat yang majemuk tadi memiliki ruang leluasa dalam mengekspresikan keragaman dan sikap keberagamaannya.

Dalam konteks bernegara, tidak mudah mengelola kemajemukan dan relijiusitas warga yang sangat majemuk itu. Negara harus senantiasa menjaga keseimbangan antara melindungi hak beragama setiap warga yang beragam cara pandang, sikap, dan praktik beragamanya di satu sisi, dengan keharusan menegakkan komitmen kebangsaan untuk menjaga persatuan dan kesatuan.

Syukurlah sejauh ini kita berhasil mengelola keragaman dan keberagamaan masyarakat Indonesia itu dengan baik, antara lain melalui ijtihad merumuskan konsep Moderasi Beragama.
Moderasi Beragama adalah salah satu tawaran solusi untuk mengarusutamakan cara pandang, sikap, dan praktik beragama dalam kehidupan bersama dengan cara mengejawantahkan esensi ajaran agama – yang melindungi martabat kemanusiaan dan membangun kemaslahatan umum – berlandaskan prinsip adil, berimbang, dan menaati konstitusi sebagai kesepakatan berbangsa.
Ketiga, kehadiran (lagi) Grand Syekh Al-Azhar di Indonesia dapat kita maknai sebagai pesan bahwa upaya untuk merawat kerukunan, toleransi, perdamaian, dan menjunjung tinggi nilai-nilai luhur kemanusiaan di Indonesia masih perlu terus-menerus dilakukan.

Agama harus menjadi inspirasi sejati agar kita bisa bersama-sama menjaga hak kodrati setiap manusia, memenuhi hajat hidup orang banyak, memberikan perlindungan kaum lemah, serta mengatur dengan baik tata kehidupan masyarakat yang beragam.

Berharap Langkah Konkrit

Mungkin, hal berikutnya yang penting dipikirkan bersama adalah apa langkah-langkah konkrit yang bisa Indonesia lakukan bersama Grand Syekh Al-Azhar?
Pesan kemanusiaan dan perdamaian tidak cukup berhenti di atas mimbar atau di forum diskusi. Gaungnya akan terasa hambar kalau prinsip kemanusiaan belum bisa tegak diatas sikap keberagamaan, sebagaimana sering disampaikan oleh ulama ahli tafsir kita, Prof. Dr. Quraish Shihab.

Saya tentu tidak dalam kapasitas menawarkan solusi. Namun, kita bersyukur bahwa Indonesia dipercaya menjadi salah satu pusat aktivitas Majelis Hukama Muslimin (MHM) tingkat Asia Tenggara, lembaga yang dipimpin langsung oleh Grand Syekh Al-Azhar Prof. Dr. Ahmed Mohammad Ahmed Al-Thayeb, pemegang otoritas tertinggi keagamaan di Mesir.
Karenanya, sambutan hangat dan terbaik sepatutnya kita berikan menyambut kedatangan Syekh Al-Thayeb di Indonesia, ahlan wa sahlan wa marhaban bi-ziyaratikum…

Kita patut berharap bahwa para ulama, tokoh agama, dan kaum cerdik-cendikia di Indonesia, khususnya yang tergabung dalam Majelis Hukama Muslimin itu, dapat melanjutkan membangun marwah peradaban keagamaan dan kemanusiaan yang kita warisi, sehingga kita, bangsa Indonesia, bisa menegakkan kepala berkontribusi bagi dunia. Semoga.

Ciputat, 6 Juli 2024

Oman Fathurahman
Guru Besar Filologi FAH UIN Jakarta, Pengasuh Pesantren Al-Hamidiyah Depok

Artikel ini adalah kiriman dari pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggung jawab penulis

(erd/erd)



Sumber : www.detik.com