Tag Archives: al-alaq

Sejak Kapan Nabi Muhammad Diangkat Menjadi Rasul?


Jakarta

Nabi Muhammad SAW merupakan sosok yang penting dalam ajaran agama Islam yang juga memiliki perjalanan hidup yang penuh makna. Salah satu momen paling krusial dalam sejarah Islam adalah ketika beliau diangkat menjadi Rasul.

Peristiwa agung ini menjadi titik balik bagi umat manusia, membawa ajaran-ajaran Islam yang membawa kedamaian dan rahmat bagi seluruh alam. Lantas, sejak kapan tepatnya Nabi Muhammad SAW menerima panggilan suci untuk menjadi utusan Allah SWT?

Nabi Muhammad Diangkat Menjadi Rasul

Dalam buku karya Ajen Dianawati berjudul Kisah Nabi Muhammad SAW, diceritakan bahwa Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi rasul pada tanggal 17 Ramadhan tahun 611 Masehi. Pada momen tersebut, beliau mendapatkan wahyu pertamanya dari malaikat Jibril saat berada di Gua Hira.


Nabi Muhammad SAW ditunjuk sebagai rasul saat menerima wahyu pertama, yaitu Surat Al-Alaq ayat 1-5, di Gua Hira. Menjelang usia 40 tahun, beliau mulai sering menyendiri di gua tersebut, yang terletak di Jabal Nur, karena merasa banyak masyarakatnya saat itu yang bertentangan dengan nilai kebenaran.

Selama mengasingkan diri, Nabi Muhammad SAW membawa persediaan air dan roti gandum, dan berdiam di gua berukuran kecil tersebut yang panjangnya 4 hasta dan lebarnya sekitar 1,75 hasta.

Di bulan Ramadhan, beliau menggunakan waktu tersebut untuk beribadah dan merenung tentang keagungan ciptaan Allah. Serta ketidaksesuaian kehidupan sosial sekitarnya yang masih dipenuhi dengan praktik syirik.

Selama periode ini, beliau merasakan kebutuhan akan petunjuk lebih lanjut dalam menghadapi situasi tersebut tanpa mengetahui cara yang benar memiliki untuk mengubah keadaan.

Turunnya Wahyu Pertama

Moenawar Khalil dalam bukunya berjudul Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad, menjelaskan bahwa wahyu pertama yang diterima Nabi Muhammad SAW, yang menjadi penanda awal kenabian dan kerasulannya, didasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah RA.

Aisyah RA berkata, “Yang pertama sekali apa (wahyu) yang dimuliakan pada Rasulullah SAW itu adalah impian yang baik dalam tidur. Beliau tidak melihat impian itu melainkan terang cuaca datang seperti terang cuacanya waktu subuh. Kemudian kepada beliau rasa amat suka bersembunyi (menyendiri) dan beliau juga menyendiri di Gua Hira maka beliau ber-tahannuts di dalamnya, yaitu beribadah dalam beberapa malam yang berbilangan sebelum beliau kembali pulang kepada ahli keluarganya, dan bersedia untuk yang demikian itu kemudian beliau kembali kepada Khadijah lalu mengambil perbekalan yang seperti itu sehingga datanglah Haq (kebenaran), sedang beliau ada di Gua Hira. Maka datanglah malaikat kepada beliau lalu berkata, ‘Bacalah!’

Beliau berkata, “Aku bukan pembaca.”

Lalu Jibril memegang beliau, lantas memeluknya dengan sekeras-kerasnya sampai payahlah beliau, lalu Jibril melepaskan beliau lantas berkata, “Bacalah!”

Beliau berkata, “Aku bukan pembaca.”

Lalu jibril memegang beliau lantas memeluknya yang kedua kalinya sampai merasa payahlah beliau, lalu melepaskan beliau lantas berkata, “Bacalah!”

Maka beliau berkata, “Aku bukan pembaca.”

Lalu Jibril memegang beliau lantas memeluk beliau dengan sekeras-kerasnya, kemudian melepaskan beliau lalu berkata, “Bacalah dengan nama Tuhanmu yang telah menciptakan. Dia menciptakan manusia dari darah yang beku! Bacalah olehmu dan Tuhanmu Maha Mulia yang mengajar manusia dengan pena, mengajar manusia tentang barang yang ia belum mengetahui.”

Wahyu Pertama Nabi Muhammad

Menurut buku Kisah Nabi Muhammad SAW yang ditulis oleh Ajen Dianawati, wahyu pertama yang diterima Nabi Muhammad sebagai tanda kenabiannya adalah surat Al-Alaq ayat 1-5. Berikut ini adalah bunyi wahyu pertama Rasullah SAW:

اِقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِيْ خَلَقَۚ ١ خَلَقَ الْاِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍۚ ٢ اِقْرَأْ وَرَبُّكَ الْاَكْرَمُۙ ٣ الَّذِيْ عَلَّمَ بِالْقَلَمِۙ ٤ عَلَّمَ الْاِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْۗ ٥

iqra` bismi rabbikalladzi khalaq, khalaqal-insana min ‘alaq, iqra` wa rabbukal-akram, alladzi ‘allama bil-qalam, ‘allamal-insana maa lam ya’lam

Artinya: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan! Dia menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah! Tuhanmulah Yang Mahamulia, yang mengajar (manusia) dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS Al ‘Alaq: 1-5)

Setelah wahyu pertama tersebut, wahyu-wahyu berikutnya diturunkan secara bertahap. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-Isra ayat 106:

وَقُرْاٰنًا فَرَقْنٰهُ لِتَقْرَاَهٗ عَلَى النَّاسِ عَلٰى مُكْثٍ وَّنَزَّلْنٰهُ تَنْزِيْلًا

Artinya: “Al-Qur’an Kami turunkan berangsur-angsur agar engkau (Nabi Muhammad) membacakannya kepada manusia secara perlahan-lahan dan Kami benar-benar menurunkannya secara bertahap.” (QS Al Isra: 106).

(hnh/lus)



Sumber : www.detik.com

Nabi Muhammad Diangkat Menjadi Rasul pada Usia 40 Tahun, Begini Kisahnya


Jakarta

Nabi Muhammad SAW adalah figur yang sangat penting dalam Islam, yang kehidupannya sarat dengan makna mendalam. Salah satu peristiwa paling penting dalam sejarah Islam adalah saat beliau diangkat sebagai Rasul.

Nabi Muhammad SAW diutus sebagai penerang untuk membimbing umat manusia dari kegelapan menuju cahaya iman. Di tengah masyarakat yang diliputi oleh kejahiliahan, penyembahan berhala, dan ketidakadilan, kehadiran beliau sebagai Rasul membawa misi rahmatan lil ‘alamin, yaitu membawa rahmat bagi seluruh alam.

Kapan Nabi Muhammad Diangkat Menjadi Rasul?

Nabi Muhammad diangkat menjadi Rasul saat beliau menginjak usia 40. Dijelaskan dalam buku karya Ajen Dianawati yang berjudul Kisah Nabi Muhammad SAW, Nabi Muhammad SAW diangkat sebagai Rasul pada tanggal 17 Ramadhan tahun 611 Masehi.


Pada saat itu, beliau menerima wahyu pertama dari Malaikat Jibril ketika sedang berada di Gua Hira.

Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi Rasul ketika menerima wahyu pertama, yaitu Surah Al-Alaq https://www.detik.com/hikmah/quran-online/al-alaq ayat 1-5, di Gua Hira. Menjelang usia 40 tahun, beliau sering mengasingkan diri di gua yang terletak di Jabal Nur itu karena merasakan ketidakselarasan antara nilai kebenaran dengan kondisi masyarakat saat itu.

Selama masa pengasingannya, Nabi Muhammad SAW membawa bekal berupa air dan roti gandum, dan tinggal di gua kecil yang memiliki panjang 4 hasta dan lebar sekitar 1,75 hasta.

Pada bulan Ramadhan, beliau memanfaatkan waktunya untuk beribadah dan merenungkan keagungan ciptaan Allah SWT, serta memikirkan ketidaksesuaian antara nilai-nilai kebenaran dengan praktik kehidupan sosial yang masih dipenuhi oleh kemusyrikan.

Kisah Pengangkatan Nabi Muhammad Menjadi Rasul

Masih mengacu sumber yang sama, peristiwa pengangkatan Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul Allah diceritakan terjadi ketika beliau sedang beribadah di Gua Hira. Di tempat tersebut, beliau sering merenungkan berbagai masalah dan memikirkannya dengan mendalam.

Tiba-tiba, seorang laki-laki yang tak dikenal mendekatinya. Laki-laki itu langsung memeluk Nabi Muhammad sambil berkata “Bacalah hai Muhammad!”

Kemudian Nabi Muhammad menjawabnya dengan mengatakan “Saya tidak bisa membaca.” Laki-laki itu melepas pelukannya dan kembali berkata, “Bacalah hai Muhammad!”

Nabi Muhammad SAW tetap memberikan jawaban yang sama, “Saya tidak bisa membaca.” Hingga akhirnya, laki-laki tersebut mengajarkan Nabi Muhammad untuk membaca surah Iqra atau Al-Alaq ayat 1-5 sampai beliau hafal. Sosok laki-laki itu ternyata adalah Malaikat Jibril.

Setelah kejadian tersebut, Nabi Muhammad SAW pulang dan memberi tahu istrinya, Siti Khadijah. Beliau pulang dengan wajah yang sangat pucat dan tubuh yang lemas. Siti Khadijah pun langsung bertanya, “Apa yang terjadi, suamiku?”

Nabi Muhammad SAW tidak segera menjawab pertanyaan itu, melainkan meminta istrinya untuk menyelimutinya. “Selimuti aku, Khadijah, selimuti aku!”

Setelah ketakutan Nabi Muhammad SAW perlahan mereda berkat dukungan Siti Khadijah, akhirnya beliau menceritakan peristiwa tersebut kepada istrinya. Setelah mendengar cerita suaminya, Siti Khadijah kemudian mendatangi Waraqah, seorang ahli Injil dan Taurat, untuk menyampaikan kabar tersebut.

“Sungguh suamimu telah mendapatkan wahyu, sebagaimana wahyu pernah datang kepada Nabi Musa. Sesungguhnya, di akan menjadi Rasul umat ini,” terang Waraqah.

Siti Khadijah memang telah memiliki firasat dan ternyata terbukti benar bahwa suaminya telah diangkat menjadi Rasul Allah.

Setelah peristiwa itu, Siti Khadijah langsung memeluk Islam, menjadikannya orang pertama yang masuk Islam. Siti Khadijah juga menjadi pendukung pertama Nabi Muhammad SAW dalam mengemban wahyu tersebut.

Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi Rasul pada usia 40 tahun dan wafat pada usia 63 tahun. Selama 23 tahun perjalanan dakwahnya, beliau menghadapi tantangan yang sangat berat, terutama karena lingkungan sekitar masih dalam keadaan jahiliyah dan dikelilingi oleh orang-orang kejam dari kaum Quraisy.

Namun, dalam menyebarkan ajaran Islam, Nabi Muhammad SAW tidak sendirian. Beliau ditemani oleh istri dan para sahabatnya, seperti Abu Bakar As-Shiddiq, Umar bin Khattab, Ali bin Abi Thalib, dan lainnya.

Makna dari kisah pengangkatan Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul bagi umat Islam adalah sebagai tonggak awal penyebaran ajaran Islam yang membawa pencerahan dan petunjuk bagi umat manusia. Peristiwa ini juga menegaskan pentingnya misi Nabi Muhammad SAW sebagai utusan Allah untuk mengajak umat manusia menuju jalan kebenaran dan ketauhidan.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Rasulullah Naik ke Sidratul Muntaha untuk Terima Perintah Salat


Jakarta

Salat adalah rukun Islam yang wajib dilaksanakan oleh setiap muslim. Perintah untuk melaksanakannya tercantum dalam ayat-ayat Al-Qur’an, salah satunya dalam surah Al-Baqarah ayat 43.

Allah SWT berfirman,

وَاَقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتُوا الزَّكٰوةَ وَارْكَعُوْا مَعَ الرّٰكِعِيْنَ ۝٤٣


Artinya: “Tegakkanlah salat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk.”

Di balik diwajibkannya seseorang untuk melaksanakan ibadah ini, salat memiliki sejarah pada awal permulaannya. Berikut penjelasan singkatnya.

Sejarah Singkat Awal Diwajibkannya Salat

Dikutip dari buku Sejarah Kenabian karya Aksin Wijaya, istilah salat berasal dari bahasa Aramaik (shala) yang bermakna rukuk. Dalam perjalanannya, makna salat berubah menjadi ibadah sebagaimana umum dikenal.

Kemudian, kaum Yahudi menggunakan istilah itu sehingga salat yang awalnya berbahasa Aramaik berubah menjadi berbahasa Ibrani. Kaum Yahudi menggunakan istilah (shalutuhu).

Salat awalnya turun dalam Al-Qur’an dalam surah Al-‘Alaq, Al-A’la, Al-Baqarah, dan Taha. Dalam Islam, salat diwajibkan pada peristiwa Isra dan Mi’raj pada pertengahan periode Makkah. Tujuan diperintahkannya salat adalah membersihkan hati dari syirik yang kala itu berkembang merata di masyarakat Arab.

Merangkum buku Ensiklopedia Fikih Indonesia 3 karya Ahmad Sarwat, sebelum salat lima waktu ini diwajibkan syariat, sesungguhnya Rasulullah SAW dan para sahabat sudah disyariatkan untuk menjalankan ibadah salat. Hanya saja ibadah salat itu belum seperti salat lima waktu yang disyariatkan sekarang ini.

Aisyah RA menyebutkan bahwa dahulu Rasulullah SAW dan para sahabat telah menjalankan ibadah salat di malam hari sebagai kewajiban. Setidaknya selama setahun sebelum kewajiban salat malam itu diringankan menjadi salat sunnah.

Awalnya, umat Islam mendapatkan rukhshah (kemudahan) dalam bersuci untuk bertayamum, terutama saat berada dalam perjalanan pulang dari peperangan dan tidak menemukan air untuk berwudhu. Meskipun demikian, bersuci dengan air (wudhu) tetap diutamakan.

Sementara itu, perintah untuk menjaga kesucian pakaian terdapat dalam Al-Qur’an surah Al-Muddassir. Selanjutnya, perintah untuk melaksanakan salat khauf dan salat Jumat diturunkan di Madinah. Nabi Muhammad SAW pertama kali melaksanakan salat Jumat di rumah Hay bin Auf setelah tiba di Madinah.

Pada masa itu, tidak terdapat syariat azan dalam Al-Qur’an yang diturunkan di Makkah karena jumlah umat Islam masih sedikit. Azan baru dilaksanakan di Madinah, yang berdasarkan pada hadits Nabi, bukan ketentuan Al-Qur’an. Selain itu, salah satu unsur dalam salat adalah kiblat, yang menunjukkan arah yang harus dihadapi oleh umat Islam saat melaksanakan ibadah.

Kisah Rasulullah Menerima Perintah Salat yang Awalnya 50 Kali

Merujuk kembali pada buku Ensiklopedia Fikih Indonesia 3, salat fardu yang kita kenal saat ini dimulai dengan jumlah yang sangat berbeda. Awalnya, umat Islam diwajibkan untuk melaksanakan salat lima puluh kali dalam sehari semalam.

Peristiwa ini terjadi pada malam Isra Mi’raj, tepatnya pada tanggal 27 Rajab tahun kelima sebelum hijrah Nabi Muhammad SAW ke Madinah. Namun, ada perbedaan pendapat di kalangan ulama terkait waktu Isra Mi’raj ini. Adapun menurut pendapat mayoritas, Isra Mi’raj terjadi setelah Fatimah putri Rasulullah SAW lahir.

Menurut riwayat yang diceritakan dalam kitab al-Isra’ wa al-Mi’raj karya Ibnu Hajar Al-Asqalani dan Jalaluddin As-Suyuthi yang diterjemahkan Arya Noor Amarsyah, perjalanan Isra Mi’raj berlangsung dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa dan berlanjut ke Sidratul Muntaha melewati setiap lapisan langit hingga langit ketujuh.

Dari Anas bin Malik RA, “Telah difardhukan kepada Nabi SAW salat pada malam beliau diisra’kan lima puluh salat, kemudian dikurangi hingga tinggal lima salat saja. Lalu diserukan, “Wahai Muhammad, perkataan itu tidak akan tergantikan. Dan dengan lima salat ini sama bagimu dengan lima puluh kali salat.” (HR Ahmad, An-Nasai dan At-Tirmidzi)

Setelah Nabi Muhammad SAW turun dari Mi’raj di langit ketujuh, yang ditetapkan saat itu adalah salat lima waktu. Namun, jumlah rakaat untuk setiap salat tersebut masih dua rakaat, sehingga totalnya hanya sepuluh rakaat dalam sehari semalam.

Kemudian, Allah SWT menurunkan penyempurnaan yang mengubah jumlah rakaat untuk salat fardu. Salat Zuhur, Asar, dan Isya ditambah dari dua rakaat menjadi empat rakaat, sedangkan salat Magrib ditingkatkan dari dua rakaat menjadi tiga rakaat. Sementara itu, salat Subuh tetap dengan dua rakaat.

Dari Aisyah RA berkata: “Awal mula diwajibkan salat itu dua rakaat kemudian ditetapkan bagi salat safar dan disempurnakan (empat rakaat) bagi salat hadhar (tidak safar). (HR Bukhari Muslim)

Terdapat penambahan riwayat dari Bukhari, “Kemudian beliau SAW hijrah maka diwajibkan salat itu empat rakaat dan ditetapkan bagi salat safar atas yang pertama (dua rakaat).”

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com