Tag Archives: al ankabut

Benarkah Anak-anak yang Wafat dalam Islam Langsung Masuk Surga?


Jakarta

Wafatnya seorang anak tentu meninggalkan luka mendalam bagi orang tuanya. Ajal tidak mengenal usia dan waktu.

Dalil mengenai kematian disebutkan dalam sejumlah ayat suci Al-Qur’an, salah satunya surah Al Ankabut ayat 57.

كُلُّ نَفْسٍ ذَاۤىِٕقَةُ الْمَوْتِۗ ثُمَّ اِلَيْنَا تُرْجَعُوْنَ


Artinya: “Setiap yang bernyawa pasti akan merasakan kematian. Kemudian, hanya kepada Kami kamu dikembalikan.”

Setiap muslim yang sudah baligh dan meninggal dunia akan dihisab serta dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT. Lalu, bagaimana dengan anak-anak yang belum baligh?

Anak yang Wafat sebelum Baligh Dijamin Masuk Surga

Menukil dari buku Seni Menjemput Kematian susunan Brilly El Rasheed, anak yang wafat sebelum usia baligh akan langsung masuk surga tanpa dihisab. Selain itu, mereka juga disebut menjadi syafaat bagi kedua orang tuanya.

Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadits,

“Wahai Ummu Sulaim, tidaklah dua orang muslim yang telah ditinggal mati tiga orang anaknya kecuali Allah akan memasukkannya ke dalam surga karena kasih sayangnya kepada mereka.” Ummu Sulaim kemudian bertanya, “Kalau dua?” Beliau menjawab, “Dua juga.” (HR Bukhari, An Nasa’i, dan Ahmad)

Roh anak yang meninggal sebelum usia baligh berada di alam barzakh sejak wafat hingga kiamat tiba. Mereka akan selalu mengingat kedua orang tuanya.

Apabila anak yang wafat itu diziarahi, mereka tahu dan melihat siapa saja yang mengunjungi mereka. Anak-anak tersebut juga menjawab salam, mendengarkan omongan dan doa yang dipanjatkan.

Di alam barzakh, anak-anak yang belum baligh ini hanya beristirahat dan menunggu hingga kiamat tiba. Yusuf bin Muhammad bin Ibrahim al-Atiq melalui kitab Fataawa wa Ahkaam Khaashah li Ath-Thifl yang diterjemahkan Imron Rosadi menjelaskan bahwa anak-anak ini akan masuk surga mengikuti akidah kedua orang tuanya.

Allah SWT berfirman dalam surah At Tur ayat 21,

وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِاِيْمَانٍ اَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَآ اَلَتْنٰهُمْ مِّنْ عَمَلِهِمْ مِّنْ شَيْءٍۗ كُلُّ امْرِئٍ ۢبِمَا كَسَبَ رَهِيْنٌ

Artinya: “Dan orang-orang yang beriman, beserta anak cucu mereka yang mengikuti mereka dalam keimanan, Kami pertemukan mereka dengan anak cucu mereka (di dalam surga), dan Kami tidak mengurangi sedikit pun pahala amal (kebajikan) mereka. Setiap orang terikat dengan apa yang dikerjakannya.”

Apakah Anak-anak yang Bukan Keturunan Mukmin Juga Masuk Surga?

Masih dari sumber yang sama, anak-anak yang bukan dari keturunan orang mukmin atau lahir dari orang tua yang bukan muslim hanya Allah SWT yang mengetahui nasib mereka di akhirat. Rasulullah SAW dalam haditsnya mengatakan hal berikut mengenai nasib mereka.

“Sesungguhnya Allah Ta’ala Maha Mengetahui apa yang telah mereka lakukan.” (HR Ahmad, Bukhari dan Muslim)

Dalam riwayat lain yang diceritakan Aisyah RA, dia berkata:

“Pada suatu ketika Rasulullah pernah diundang untuk melayat jenazah seorang bayi dari kaum Anshar. Kemudian saya berkata kepada beliau, ‘Ya Rasulullah bahagianya bayi kecil ini! Seekor dari burung-burung di surga.’

Kemudian Rasulullah bersabda, ‘Hai Aisyah, sesungguhnya Allah telah menciptakan bagi surga penghuni yang akan mendiaminya, sedangkan mereka, kala itu masih dalam tulang rusuk orang tua mereka.”

Hadits di atas menjelaskan larangan bagi Aisyah RA memberi kepastian tentang tempat kembalinya seseorang di akhirat, apakah itu surga atau neraka meskipun ia anak kecil yang tidak mempunyai dosa. Ini dikarenakan bisa jadi anak tersebut mengikuti keyakinan kedua orang tuanya yang bukan muslim.

Anak yang Meninggal sebelum Baligh Jadi Perisai Orang Tua dari Neraka

Dijelaskan dalam Kitabul Kabaair susunan Imam Ad Dzahabi terjemahan Asfuri Bahri, anak yang meninggal dunia akan menjadi perisai kedua orang tuanya dari neraka. Hal ini tertuang dalam hadits Rasulullah SAW dari Abu Sa’id Al Khudri,

“Barang siapa mempunyai tiga orang anak meninggal sebelum baligh mereka menjadi perisai baginya dari neraka.” Abu Darda bertanya, “Aku hanya mempunyai dua orang anak?” Rasulullah SAW bersabda, “Dua juga demikian.” Ubay bin Ka’ab, sayyidul-qurra’ (pemimpin para qari) bertanya, “Aku hanya mempunyai satu anak (meninggal)?” Rasulullah SAW menjawab, “Satu juga, namun disertai dengan sabar pada saat pertama (mendapat musibah).”

Nabi Ibrahim AS dan Siti Sarah Mengasuh Anak-anak di Surga

Abdul Muhsin Al Muthairi melalui Buku Pintar Hari Akhir yang diterbitkan Serambi Ilmu Semesta, anak-anak yang meninggal sebelum balig akan diasuh di surga oleh Nabi Ibrahim AS dan Siti Sarah. Dalam sebuah hadits dijelaskan Rasulullah SAW pernah bermimpi melihat lelaki tinggi bersama banyak anak.

“Adapun lelaki tinggi di dalam Raudhah itu adalah Ibrahim AS dan sekeliling baginda itu ialah wildan (anak yang meninggal dunia pada waktu kecil). Mereka semua yang dilahirkan pada waktu kecil itu mati di atas fitrah (yakni Islam dan dimasukkan ke dalam surga).

Selain itu, anak-anak tersebut akan dijaga sampai kiamat tiba sebelum dipertemukan kembali dengan orang tua mereka. Dari Abu Hurairah RA berkata bahwa Nabi SAW bersabda,

“Anak-anak kecil orang muslim (yang sudah meninggal dunia) tinggal di sebuah gunung di surga. Mereka diasuh oleh Ibrahim dan Sarah hingga dikembalikan lagi ke pangkuan orang-orang tua mereka pada hari kiamat.”

Wallahu a’lam.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Khutbah Jumat Terakhir Bulan Rajab Penuh Keutamaan


Jakarta

Jumat pekan ini adalah Jumat terakhir bulan Rajab 1446 H. Momen ini bisa menjadi referensi khatib untuk menyampaikan khutbah Jumat

Berdasarkan kalender Hijriah Indonesia 2025 terbitan Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama RI, Jumat terakhir bulan Rajab 1446 H jatuh pada Jumat, 27 Januari 2025. Rajab akan berakhir pada Kamis, 30 Januari 2025 pekan depan.

Menukil Kumpulan Naskah Khutbah Jumat terbitan Ditjen Bimas Islam Kemenag RI berikut naskah khutbah Jumat yang bisa disampaikan pada Jumat terakhir bulan Rajab.


Khutbah Jumat Terakhir Bulan Rajab: Hubungan Salat dan Isra Mi’raj

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي فَرَضَ عَلَيْنَا الصَّلَاةَ وَرَفَعَ بِهَا دَرَجَاتِنَا وَجَعَلَهَا صِلَّةً بَيْنَ الْعَبْدِ وَرَبِّهِ. أَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ وَأَشْكُرُهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ الَّذِي عُرجَ بِهِ إِلَى السَّمَاوَاتِ الْعُلَى وَفُرِضَتْ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ خَمْسِينَ صَلَاةً، ثُمَّ خُفِّفَتْ إِلَى خَمْسٍ رَحْمَةً بِأُمِّتِهِ اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلَّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ. أَمَّا بَعْدُ: فَإِنِّي أُوصِيكُمْ وَنَفْسِي المُذيبَةَ الْمُقَصِّرَةَ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ، وَسَلَّمَ قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيمِ أَعُوذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّحِيمِ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ) وَأَقِمِ الصَّلَاةَ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ

Hadirin Sidang Jum’at yang dimuliakan Allah SWT,

Marilah kita senantiasa meningkatkan ketakwaan kepada Allah Swt dengan sebenar-benarnya takwa, karena hanya melalui ketakwaanlah kita dapat meraih kebahagiaan sejati di dunia dan di akhirat.

Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, para sahabat, dan seluruh umatnya yang tetap istikamah di jalan Islam. Semoga kita semua mendapatkan syafaat beliau di hari kiamat kelak. Pada kesempatan yang penuh berkah ini, khatib akan menyampaikan khotbah dengan tema “Hubungan Salat dan Isra Mi’raj”.

Hadirin sidang Jum’at yang dirahmati Allah SWT,

Peristiwa Isra Mi’raj adalah salah satu mukjizat besar yang Allah berikan kepada Nabi Muhammad saw. Dalam perjalanan itu, Allah mewajibkan kepada umat ini sebuah ibadah yang agung, yaitu salat lima waktu. Dalam hadis sahih, Anas bin Malik meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda:

نزلت فريضةُ الصَّلَاةِ عَلَى أُمَّتِي خَمْسِينَ صَلَاةٌ، فَرَاجَعْتُ رَبِّي حَتَّى جَعَلَهَا خَمْسًا، وَهِيَ خَمْسٌ فِي الْعَمَلِ وَخَمْسُونَ فِي الْأَجْرِ

“Allah telah mewajibkan lima puluh kali salat kepada umatku. Aku terus memohon keringanan kepada-Nya hingga Dia menjadikannya lima kali. Namun, (pahala) salat itu tetap dihitung lima puluh dalam timbangan-Nya.” (HR Bukhari dan Muslim).

Salat bukanlah sekadar rangkaian gerakan fisik dan bacaan tertentu, melainkan sebuah hubungan langsung antara seorang hamba dengan Allah SWT. Dalam salat, seorang hamba berdialog secara spiritual dengan Tuhannya, mengungkapkan keikhlasan hati, dan memohon ampunan atas segala dosa. Hal ini sejalan dengan penjelasan Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin yang menyebutkan:

. الصلاة مناجاة بين العبد وربه، فيها الإخلاص، وفيها استغفار عن الذنوب

“Salat adalah munajat seorang hamba kepada Tuhannya, yang di dalamnya terdapat keikhlasan serta permohonan ampun atas dosa.”

Hadirin sidang jemaah Jum’at yang dirahmati Allah SWT

Lebih dari itu, salat memiliki kedudukan yang sangat penting dalam Islam. la merupakan tiang agama yang menjadi penopang utama keimanan seorang muslim. Rasulullah saw menegaskan hal ini dalam sabdanya:

” الصَّلَاةُ عِمَادُ الدِّينِ مَنْ أَقَامَهَا فَقَدْ أَقَامَ الدِّينَ، وَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ هَدَمَ الدِّينَ”

“Salat adalah tiang agama. Barang siapa menegakkannya, berarti ia menegakkan agama; dan barang siapa meninggalkannya, berarti ia meruntuhkan agama.” (HR Baihaqi)

Olehnya, salat tidak hanya menjadi kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap muslim, tetapi juga menjadi penanda utama keteguhan agama dalam kehidupan seorang hamba. Melalui salat, seorang muslim memupuk keimanan, mendekatkan diri kepada Allah, dan menguatkan hubungan spiritual yang akan membimbingnya menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.

Hadirin sidang jemaah Jumat yang dimuliakan Allah SWT,

Isra Mi’raj adalah peristiwa luar biasa yang menyimpan banyak pelajaran berharga bagi umat Islam. Salah satu pelajaran utama dari Isra Mi’raj adalah bahwa salat merupakan hadiah istimewa yang langsung Allah Swt berikan kepada umat Nabi Muhammad saw tanpa perantara. Hal ini menegaskan betapa penting dan istimewanya salat dalam kehidupan seorang muslim. Sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Hajar al-Asqalani dalam kitabnya Fath al- Bari:

فَرْضُ الصَّلَاةِ فِي الْمِعْرَاجِ يَدُلُّ عَلَى عَظِيمٍ مَنْزِلْتِهَا كَوَصَلٍ بَيْنَ الْعَبْدِ وَرَبِّهِ

“Kewajiban salat dalam Isra Mi’raj menunjukkan kedudukannya yang mulia sebagai penghubung antara manusia dengan Allah.”

Salat memiliki peran penting sebagai penjaga moral dan akhlak seorang muslim. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:

إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ

“Sesungguhnya salat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar. Dan mengingat Allah (dalam salat) itu lebih besar (manfaatnya).” (QS. Al-Ankabut. 45).

Ayat ini mengajarkan bahwa salat bukan hanya sekadar ibadah ritual, tetapi juga memiliki dampak signifikan dalam membentuk perilaku dan menjaga seseorang dari perbuatan tercela. Dalam Tafsir al-Jassas, ditegaskan bahwa:

الصلاة هي المرأة التي تصلح أعمال الإنسان وهي التي تزكي الأخلاق وتَحْفَظُ الإيمان

“Salat adalah cermin yang memperbaiki amalan manusia, mensucikan akhlak, dan menjaga iman.”

Hadirin sidang Jumat yang dimuliakan Allah SWT,

Salat juga menjadi sarana yang sangat efektif dalam menghadapi berbagai ujian dan kesulitan hidup. Allah SWT memerintahkan kita untuk menjadikan salat sebagai sumber pertolongan, sebagaimana firman-Nya:

“. وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلوةَ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ “Jadikanlah sabar dan salat sebagai penolongmu. Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah: 45).

Lebih dari itu, salat berjamaah memiliki dimensi sosial yang luar biasa. Ia tidak hanya memperkuat hubungan seorang hamba dengan Tuhannya, tetapi juga mempererat hubungan antar sesama muslim. Dalam kitab Bidayatul Hidayah, Imam Al-Ghazali menjelaskan:

” الصلاة في الجماعة توجد القلوب وتزيل الفروق حيث يقف الأمير بجانب الفقير في صف واحد أمام الله

“Salat berjemaah menyatukan hati dan menghapus perbedaan, di mana seorang pemimpin berdiri sejajar dengan rakyatnya di hadapan Allah.”

Hadirin sidang Jumat yang dirahmati Allah SWT,

Dengan demikian, salat bukan hanya ibadah individual, tetapi juga menjadi instrumen untuk membangun solidaritas sosial. Melalui salat, umat Islam diajarkan nilai-nilai persamaan, persaudaraan, dan pengabdian yang tulus kepada Allah SWT. Semoga kita senantiasa menjadikan salat sebagai penopang keimanan, pelipur dalam kesulitan, dan sarana untuk meraih keridaan Allah di dunia dan akhirat. Semoga kita termasuk hamba-hamba Allah yang menjaga salat, memperbaiki diri, dan meraih rida-Nya.

بَارَكَ اللَّهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيمِ، وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمِ وَاسْتَغْفِرُوهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

Khutbah Kedua

الْحَمْدُ لِلَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ ثُمَّ الْحَمْدُ لِله أَشْهَدُ أن لا إله إلا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ الَّذِي لَا نَبِيَّ بَعدَهُ. اللهُمَّ صَلَّ وَسَلَّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ القِيَامَةِ أَمَّا بَعْدُ فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللَّهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُونَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِي، يَأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا. اللَّهُمُ صَلِّ عَلَى سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ. اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ اللَّهُمُ ادْفَعْ عَمَّا الْغَلَاء وَالْبَلَاء وَالوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالسُّيُوفَ الْمُخْتَلِفَة وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحْنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلْدِنَا إِنَّدُونِيْسِيًّا خاصةً وَسَائِرِ الْبُلْدَانِ المُسْلِمِينَ عامةً يَا رَبِّ الْعَالَمِينَ اللهُم أَرنَا الْحَقِّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتَّبَاعَهُ وَأَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلًا وَارْزُقْنَا اجْتِدَابَهُ رَبَّنَا أَيْنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَلَمِينَ عِبَادَ اللهِ إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِبْتَاءِ ذِي الْقُرْبِي وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَر وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللهَ العَظِيمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ

Khutbah Jumat Terakhir Bulan Rajab: Hikmah Peristiwa Isra Mi’raj

الْحَمْدُ لِلَّهِ وَشُكْرِهِ وَصَلَّى عَلَى نَبِيِّهِ مُحَمَّدٍ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ الَّذِي أَسْرَى بِهِ رَبُّهُ مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى، ثُمَّ عُرِجَ بِهِ إِلَى السَّمَاوَاتِ الْعُلَا لِيُرِيَهُ مِنْ آيَاتِهِ الْعَظِيمَةِ. أَمَّا بَعْدُ فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُونَ فَأُوصِيكُمْ وَنَفْسِي الْمُقَصِرَةَ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ وَاتَّبَاعِ سُنَّةِ لَبِيِّهِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيمِ أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّحِيمِ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

Hadirin sidang Jumat yang dimuliakan Allah SWT,

Marilah kita meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah SWT dengan sebenar-benarnya takwa. Karena hanya dengan ketakwaan, kita dapat meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Sholawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Baginda Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan seluruh umatnya yang istikamah di jalan Islam dan semoga kita mendapatkan syafaatnya di hari akhir nanti. Pada kesempatan yang mulia ini, khatib akan menyampaikan khotbah dengan tema “Hikmah Peristiwa Isra Mi’raj”.

Hadirin sidang Jum’at yang dirahmati Allah SWT, Isra Mi’raj adalah salah satu peristiwa agung yang menjadi tonggak penting dalam sejarah Islam. Peristiwa ini bukan hanya perjalanan fisik Nabi Muhammad SAW, tetapi juga perjalanan spiritual yang penuh makna dan pelajaran bagi umat manusia. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:

سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

“Maha Suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjid Al-Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Al- Isra: 1)

Ayat ini menunjukkan bahwa Isra Mi’raj adalah peristiwa yang dirancang langsung oleh Allah sebagai bentuk penghormatan kepada Nabi Muhammad SAW dan sebagai pelajaran berharga bagi umatnya.

Hadirin jemaah Jumat yang berbahagia,

Dalam perjalanan Isra Mi’raj, Nabi Muhammad SAW menyaksikan berbagai kejadian yang sarat makna. Salah satu hikmah utama dari peristiwa ini adalah kewajiban salat lima waktu yang menjadi tiang agama. Salat adalah ibadah yang menghubungkan langsung seorang hamba dengan Tuhannya. Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda:

الصَّلَاةُ عِمَادُ الدِّينِ مَنْ أَقَامَهَا فَقَدْ أَقَامَ الدِّينِ، وَمَنْ تَرَكَّهَا فَقَدْ هَدَمَ الدِّينِ

“Salat adalah tiang agama, barang siapa mendirikannya maka ia telah menegakkan agama, dan barang siapa meninggalkannya maka ia telah meruntuhkan agama.” (HR Baihaqi)

Perintah salat ini menunjukkan betapa pentingnya hubungan spiritual dalam kehidupan manusia. Salat menjadi pondasi bagi umat Islam untuk menghadirkan nilai-nilai ketakwaan dalam setiap aspek kehidupan.

Hadirin sidang jemaah Jumat yang dimuliakan Allah SWT,

Isra Mi’raj juga mengajarkan tentang pentingnya nilai persatuan dan tanggung jawab sosial. Nabi Muhammad SAW diperlihatkan Masjid Al-Aqsha sebagai simbol hubungan spiritual antara berbagai bangsa dan generasi. Dalam kitab Ihya’ Ulumuddin karya Imam al-Ghazali, beliau menulis:

إِنَّ فِي الْعُبُودِيَّةِ تَوَاضِعًا، وَفِي الْتَوَاضُعِ إِبْحَادًا بَيْنَ الْعِبَادِ

“Dalam penghambaan terdapat kerendahan hati, dan dalam kerendahan hati terdapat persatuan di antara hamba-hamba Allah.”

Persatuan inilah yang menjadi pilar kemajuan dan kekuatan umat. Oleh karena itu, kita sebagai umat Islam harus saling membantu, menjunjung nilai persaudaraan, dan memperkokoh ukhuwah Islamiyah.

Hadirin sidang jemaah Jum’at yang dirahmati Allah SWT, Peristiwa Isra Mi’raj juga mengingatkan kita tentang pentingnya menjaga keseimbangan antara kehidupan dunia dan akhirat. Dalam kitab Al-Hikam karya Ibnu Atha’illah, beliau mengatakan:

مَنْ جَعَلَ هِمْتَهُ فِي الدُّنْيَا وَحْدَهَا خَسِرَ السَّعَادَةَ فِي الدَّارَيْنِ

“Barang siapa yang hanya menjadikan dunia sebagai tujuan hidupnya, ia akan kehilangan kebahagiaan di dua negeri (dunia dan akhirat).”

Oleh karena itu, kita harus menjadikan dunia sebagai sarana untuk mencapai kebahagiaan akhirat. Segala aktivitas yang kita lakukan di dunia ini haruslah didasarkan pada niat untuk beribadah kepada Allah SWT. Dengan demikian, setiap pekerjaan dan usaha kita akan bernilai ibadah di sisi-Nya.

Hadirin jemaah Jumat yang berbahagia,

Isra Mikraj juga memberikan pelajaran tentang pentingnya kesabaran dalam menghadapi ujian hidup. Sebelum peristiwa ini, Nabi Muhammad saw mengalami masa-masa yang sangat berat, seperti ditinggal wafat oleh dua orang tercinta, yakni istri beliau, Khadijah RA, dan pamannya, Abu Thalib. Namun, beliau tetap tegar, sabar, dan tawakal kepada Allah. Sebagai balasannya, Allah mengangkat beliau ke langit dan memperlihatkan berbagai tanda kebesaran-Nya. Allah SWT berfirman:

إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا

“Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.” (QS. Al-Insyirah: 6)

Ayat ini memberikan motivasi kepada kita untuk tidak pernah berputus asa dalam menghadapi cobaan. Karena di balik setiap kesulitan, pasti ada kemudahan yang Allah siapkan untuk hamba-Nya yang sabar.

Hadirin sidang Jumat yang dimuliakan Allah Swt,

Sebagai penutup, marilah kita mengambil hikmah dari peristiwa Isra Mi’raj untuk memperbaiki kualitas hidup kita sebagai individu dan masyarakat. Jadikanlah salat sebagai fondasi spiritual, pererat ukhuwah Islamiyah, dan bangun keseimbangan antara dunia dan akhirat. Dengan demikian, kita akan menjadi umat yang kuat, tangguh, dan diridai oleh Allah Swt. Semoga Allah SWT memberikan kita kekuatan untuk meneladani akhlak mulia Nabi Muhammad SAW dan menjadikan kita hamba-hamba-Nya yang senantiasa berusaha memperbaiki diri. Aamiin ya Rabbal ‘Alamin.

بَارَكَ اللَّهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيمِ، وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمِ وَاسْتَغْفِرُوهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

Khutbah Kedua

الْحَمْدُ لِلَّهِ وَالْحَمْدُ لِلهِ ثُمَّ الْحَمْدُ لِلَّهِ أَشْهَدُ أن لا إلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ الَّذِي لَا نَبِيِّ بعدَهُ. اللَّهُمَّ صَلَّ وَسَلَّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ أَمَّا بَعْدُ فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللَّهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِي يَأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا. اللَّهُمُ صَلِّ عَلَى سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ. اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِينَ وَالمُسْلِمَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ اللَّهُمُ ادْفَعْ عَذَا الغَلَاء وَالبَلاء وَالوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالمُذكَرَ وَالسُّيُوفَ الْمُخْتَلِفَة وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطْنَ عَنْ بَلْدِنَا إِنْدُونِيْسِيًا خاصةً وَسَائِرِ الْبُلْدَانِ الْمُسْلِمِينَ عامةً يَا رَبُّ العَالَمِينَ اللهُم أَرنَا الْحَقِّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتَّبَاعَهُ وَأَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلًا وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ رَبِّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَلَمِينَ عِبَادَ اللهِ إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِبْتَاءِ ذِي الْقُرْبِي وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللهَ العَظِيمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوهُ عَلَى لِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ

(kri/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Nabi Ibrahim AS Hancurkan Berhala hingga Dibakar Hidup-hidup



Jakarta

Ibrahim AS adalah salah satu utusan Allah SWT yang kisahnya tertuang dalam beberapa ayat suci Al-Qur’an. Sebagai seorang nabi dan rasul, banyak rintangan yang beliau hadapi sepanjang berdakwah menegakkan agama Allah SWT.

Nama lengkapnya adalah Ibrahim bin Tarikh bin Nahur bin shrug bin Raghu bin Faligh bin Abir bin Shalih bin Arfakhsyadz bin Sam bin Nuh, seperti disebutkan dalam Qashashul Anbiya oleh Ibnu Katsir yang diterjemahkan Umar Mujtahid. Nama ibunya adalah Buna binti Karbita bin Karatsi yang merupakan keturunan Arfakhsyadz bin Sam bin Nuh.

Nabi Ibrahim AS berdakwah kepada penduduk Babilonia yang menyembah berhala. Allah SWT berfirman dalam surat Al Ankabut ayat 25,


وَقَالَ إِنَّمَا ٱتَّخَذْتُم مِّن دُونِ ٱللَّهِ أَوْثَٰنًا مَّوَدَّةَ بَيْنِكُمْ فِى ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا ۖ ثُمَّ يَوْمَ ٱلْقِيَٰمَةِ يَكْفُرُ بَعْضُكُم بِبَعْضٍ وَيَلْعَنُ بَعْضُكُم بَعْضًا وَمَأْوَىٰكُمُ ٱلنَّارُ وَمَا لَكُم مِّن نَّٰصِرِينَ

Artinya: “Dan berkata Ibrahim: “Sesungguhnya berhala-berhala yang kamu sembah selain Allah adalah untuk menciptakan perasaan kasih sayang di antara kamu dalam kehidupan dunia ini kemudian di hari kiamat sebahagian kamu mengingkari sebahagian (yang lain) dan sebahagian kamu melaknati sebahagian (yang lain); dan tempat kembalimu ialah neraka, dan sekali-kali tak ada bagimu para penolong pun.”

Ibrahim AS menentang penyembahan berhala yang dilakukan oleh kaumnya itu. Ia bahkan bertanya kepada kaumnya apakah berhala-berhala itu dapat mendengar mereka berdoa atau memberi manfaat.

Meski begitu, mereka tetap menyembah para berhala karena mengikuti jejak nenek moyang. Ibrahim AS lantas berkata seperti tertuang dalam surat Asy-Syu’ara ayat 75-77,

“Apakah kamu memerhatikan apa yang kamu sembah, kamu dan nenek moyang kamu yang terdahulu? Sesungguhnya, mereka (apa yang kamu sembah) itu musuhku, lain halnya Rabb seluruh alam.” (QS Asy-Syu’ara: 75-77)

Demi menyadarkan kaumnya, Nabi Ibrahim AS menyusun siasat. Ketika kaumnya merayakan hari besar di luar perkampungan, Ibrahim AS tidak ikut dengan alasan dirinya sedang sakit.

Ibrahim AS lalu pergi secara diam-diam menuju tempat para berhala itu berada. Dengan tangan kanannya, Nabi Ibrahim AS menghancurkan berhala-berhala itu menggunakan kapak sampai hancur berkeping-keping.

Menurut salah satu riwayat, Ibrahim AS meletakkan kapak di tangan berhala yang paling besar untuk memberi kesan bahwa ia cemburu jika ada Tuhan kecil lainnya yang disembah bersamanya.

Benar saja, ketika kaumnya pulang dari perayaan hari besar mereka terkejut melihat kondisi berhala-berhala yang mereka sembah. Mereka kemudian menunjuk Nabi Ibrahim AS sebagai pelakunya karena beliau lah yang kerap mencemooh para berhala itu. Terlebih, Ibrahim AS tidak mengikuti perayaan hari besar di luar perkampungan.

Ketika Nabi Ibrahim AS ditanya tentang perlakuannya terhadap berhala-berhala itu, ia berkata:

“Maka tanyakanlah kepada mereka, jika mereka dapat berbicara.” (QS Al Anbiya: 62-63).

Mendengar hal tersebut, kaum Ibrahim AS menundukkan kepalanya. Menurut tafsir Qatadah, mereka bingung dan menunduk sambil berkata ‘Engkau (Ibrahim) pasti tahu bahwa (berhala-berhala) itu tidak dapat berbicara.”

Saat itulah Nabi Ibrahim AS menjawab, “Mengapa kamu menyembah selain Allah, sesuatu yang tidak dapat memberi manfaat sedikit pun, dan tidak (pula) mendatangkan mudharat kepada kamu? Celakalah kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah! Tidakkah kamu mengerti?” (QS Al Anbiya: 66-67)

Karena kalah dalam perdebatan, akhirnya kaum Nabi Ibrahim AS menggunakan kekuatan dan kekuasaan untuk membela kebodohan mereka. Ibrahim AS lantas dihukum oleh kaumnya dengan dibakar hidup-hidup.

Atas kuasa Allah SWT, api tersebut menjadi dingin. Ini sesuai dengan firman-nya dalam surat Al Anbiya ayat 69, “Kami (Allah) berfirman, ‘Wahai api! Jadilah kamu dingin dan penyelamat bagi Ibrahim!”

Menyaksikan peristiwa itu, seluruh orang di sana tercengang. Akhirnya, pembakaran dihentikan dan Ibrahim AS dibebaskan.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Sosok Kan’an, Putra Nabi Nuh AS yang Durhaka dan Pura-pura Beriman



Jakarta

Kan’an adalah salah putra dari Nabi Nuh AS. Ia merupakan anak yang durhaka dan menyembunyikan kebencian terhadap sang ayah dengan berpura-pura beriman.

Menukil dari buku Menengok Kisah 25 Nabi & Rasul karya Ustaz Fatih, Nuh AS memiliki empat orang putra. Putra pertamanya bernama Kan’an, putra kedua bernama Yafith, ketiga bernama Sam dan keempat bernama Ham.

Suatu hari, Nabi Nuh AS memerintahkan kaumnya untuk naik ke bahtera. Ia juga membawa hewan-hewan naik ke bahtera tersebut agar selamat dari azab yang Allah SWT ditimpakan.


Kala itu, Allah SWT mengazab kaum Nabi Nuh AS yaitu bani Rasib seperti dijelaskan dalam Qashash al-Anbiyaa oleh Ibnu Katsir yang diterjemahkan Umar Mujtahid. Mereka memperlakukan Nuh AS dengan kasar dan menyekutukan sang Khalik hingga akhirnya Allah SWT menurunkan banjir bandang yang luar biasa dahsyatnya.

Allah SWT berfirman dalam surah Al Ankabut ayat 14-15,

وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا نُوْحًا اِلٰى قَوْمِهٖ فَلَبِثَ فِيْهِمْ اَلْفَ سَنَةٍ اِلَّا خَمْسِيْنَ عَامًا ۗفَاَخَذَهُمُ الطُّوْفَانُ وَهُمْ ظٰلِمُوْنَ ١٤
فَاَنْجَيْنٰهُ وَاَصْحٰبَ السَّفِيْنَةِ وَجَعَلْنٰهَآ اٰيَةً لِّلْعٰلَمِيْنَ ١٥

Artinya: “Sungguh, Kami benar-benar telah mengutus Nuh kepada kaumnya, lalu dia tinggal bersama mereka selama seribu tahun kurang lima puluh tahun. Kemudian, mereka dilanda banjir besar dalam keadaan sebagai orang-orang zalim. Maka, Kami selamatkan Nuh dan para penumpang bahtera serta Kami jadikannya sebagai pelajaran bagi alam semesta.”

Kan’an enggan ikut dengan sang ayah meski Nabi Nuh AS sudah memintanya. Ini diceritakan dalam firman Allah SWT dalam surah Hud ayat 42-43,

وَهِىَ تَجْرِى بِهِمْ فِى مَوْجٍ كَٱلْجِبَالِ وَنَادَىٰ نُوحٌ ٱبْنَهُۥ وَكَانَ فِى مَعْزِلٍ يَٰبُنَىَّ ٱرْكَب مَّعَنَا وَلَا تَكُن مَّعَ ٱلْكَٰفِرِينَ قَالَ سَـَٔاوِىٓ إِلَىٰ جَبَلٍ يَعْصِمُنِى مِنَ ٱلْمَآءِ ۚ قَالَ لَا عَاصِمَ ٱلْيَوْمَ مِنْ أَمْرِ ٱللَّهِ إِلَّا مَن رَّحِمَ ۚ وَحَالَ بَيْنَهُمَا ٱلْمَوْجُ فَكَانَ مِنَ ٱلْمُغْرَقِينَ

Artinya: “Dan bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana gunung. Dan Nuh memanggil anaknya, sedang anak itu berada di tempat yang jauh terpencil: “Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir,”

Anaknya menjawab: “Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah!”

Nuh berkata: “Tidak ada yang melindungi hari ini dari azab Allah selain Allah (saja) Yang Maha Penyayang.”

Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan.” (QS. Hud: 42-43)

Dikisahkan dalam buku Insan Pilihan Tuhan tulisan M Arief Hakim, Kan’an tidak mendengar sang ayah dan mendaki ke atas gunung untuk menyelamatkan diri tanpa rasa takut. Air terus mengejarnya sampai ke puncak gunung.

Putra Nuh AS berpikir dia akan selamat namun nyatanya air bah menelan Kan’an dan ia tenggelam dalam pusaran air yang dahsyat bersama kaum Nuh AS yang zalim. Dalam keadaan seperti itu, Nabi Nuh AS memohon kepada Allah SWT agar putranya diselamatkan seperti disebutkan pada surah Hud ayat 45,

وَنَادَىٰ نُوحٌ رَّبَّهُۥ فَقَالَ رَبِّ إِنَّ ٱبْنِى مِنْ أَهْلِى وَإِنَّ وَعْدَكَ ٱلْحَقُّ وَأَنتَ أَحْكَمُ ٱلْحَٰكِمِينَ

Artinya: “Dan Nuh berseru kepada Tuhannya sambil berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku termasuk keluargaku, dan sesungguhnya janji Engkau itulah yang benar. Dan Engkau adalah Hakim yang seadil-adilnya.”

Lalu, Allah SWT menjawab dalam firman-Nya pada surah Hud ayat 46,

قَالَ يَٰنُوحُ إِنَّهُۥ لَيْسَ مِنْ أَهْلِكَ ۖ إِنَّهُۥ عَمَلٌ غَيْرُ صَٰلِحٍ ۖ فَلَا تَسْـَٔلْنِ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِۦ عِلْمٌ ۖ إِنِّىٓ أَعِظُكَ أَن تَكُونَ مِنَ ٱلْجَٰهِلِينَ

Artinya: “Allah berfirman: “Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan), sesungguhnya (perbuatan)nya perbuatan yang tidak baik. Sebab itu janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui (hakekat)nya. Sesungguhnya Aku memperingatkan kepadamu supaya kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan.”

Kisah Kan’an, putra Nabi Nuh AS, yang ingkar terhadap ayat-ayat Allah SWT semoga menjadi pelajaran bagi kita semua. Semoga kita tidak termasuk ke dalam golongan orang-orang yang ingkar. Naudzubillah min dzalik.

(aeb/inf)



Sumber : www.detik.com