Tag Archives: al-jazairi

4 Doa Berkendara dan Adabnya agar Selamat Sampai Tujuan


Jakarta

Doa berkendara diamalkan untuk memohon keselamatan kepada Allah SWT selama perjalanan. Selain itu, membaca doa berkendara menjadi anjuran yang bisa dikerjakan kapanpun.

Dalam Islam, doa orang yang sedang dalam perjalanan atau musafir termasuk salah satu yang mustajab. Diterangkan dalam Fiqih Do’a dan Dzikir Jilid 1 oleh Syaikh Abdurrazaq bin Abdul Muhsin Al-Badr terjemahan Amiruddin Djalil, semakin lama perjalanan maka semakin tinggi kemungkinan doa dikabulkan.

Hal itu dikarenakan waktu mereka dalam perjalanan bertepatan dengan luluhnya jiwa karena lama terasing di suatu tempat dan menanggung kesulitan. Disebutkan bahwa orang yang sedang dalam perjalanan dianggap mengemban beban berat sehingga kondisi itu menjadi penyebab dikabulkannya doa.


Bahkan, Nabi Muhammad SAW dalam sebuah hadits mengatakan bahwa safar termasuk bagian dari azab karena kesulitan yang dihadapi musafir. Beliau bersabda,

“Safar adalah bagian dari azab (siksaan). Ketika safar salah seorang dari kalian akan sulit makan, minum dan tidur. Jika urusannya telah selesai, bersegeralah kembali kepada keluarganya.” (HR Bukhari dan Muslim)

Kumpulan Doa Berkendara bagi Muslim

Berikut beberapa doa berkendara perjalanan darat, laut dan udara yang bisa dibaca oleh muslim sebelum keberangkatan seperti dinukil dari Kumpulan Dzikir dan Doa Shahih: Tuntunan Hidup 24 karya Anshari Taslim.

1. Doa Berkendara Versi Pertama

Doa berkendara versi pertama ini dapat dibaca muslim sebelum berangkat menggunakan kendaraan darat, seperti mobil, motor, dan sebagainya.

سُبْحَانَ الَّذِي سَخَّرَ لَنَا هَذَا وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِينَ وَإِنَّا إِلَى رَبَّنَا لَمُنْقَلِبُونَ

Arab latin: Subhaanalladzii sakhkhoro lanaa haadzaa wa maa kunnaa lahu muqriniin, wa innaa ilaa robbinaa lamun qolibuun

Artinya: “Mahasuci Allah yang telah menundukkan kendaraan ini bagi kami, padahal sebelumnya kami tidak akan mampu menguasainya, dan sungguh kami akan kembali kepada Tuhan kami.”

2. Doa Berkendara Versi Kedua

Selain doa di atas, ada juga bacaan yang bisa diamalkan muslim yang akan melakukan perjalanan laut. Berikut bacaannya,

بِسْمِ اللَّهِ مَجْرَاهَا وَمُرْسَاهَا، إِنَّ رَبِّي لَغَفُورٌ رَحِيمٌ

Arab latin: Bismillaahi majreehaa wa mursaahaa, inna robbii laghofuurur rohiim

Artinya: “Dengan nama Allah, kami berlayar dan berlabuh. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun dan Maha Penyayang.”

3. Doa Berkendara Versi Ketiga

Selanjutnya, doa berkendara dapat dibaca muslim sebelum melakukan perjalanan udara.

اَللّٰهُمَّ هَوِّنْ عَلَيْنَا سَفَرَنَا هَذَا وَاطْوِعَنَّابُعْدَهُ اَللّٰهُمَّ اَنْتَ الصَّاحِبُ فِى السَّفَرِوَالْخَلِيْفَةُفِى الْاَهْلِ

Arab latin: Allaahumma hawwin ‘alainaa safaranaa hadzaa wathwi ‘annaa bu’dahu allaahumma anta ashshoohibu fissafari walkholiifatu fil-ahl.

Artinya: “Ya Allah, mudahkanlah kami bepergian ini, dan dekatkanlah kejauhannya. Ya Allah yang menemani dalam bepergian, dan Engkau pula yang melindungi keluarga.”

4. Doa Berkendara Versi Keempat

Doa berkendara ini dapat dibaca bagi muslim yang melakukan perjalanan udara juga. Doa kali ini lebih panjang dibanding doa sebelumnya.

للهُ أَكْبَر، اللهُ أكْبر، الله أكْبَر، سُبْحَانَ الَّذِي سَخَّرَ لَنَا هَذَا، وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِينَ، وَإِنَّا إِلَى رَبِّنَا لَمُنْقَلِبُونَ، اللهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ فِي سَفَرِنَا هَذَا الْبِرَّ وَالتَّقْوَى، وَمِنَ الْعَمَلِ مَا تَرْضَى، اللهُمَّ هَوِّنْ عَلَيْنَا سَفَرَنَا هَذَا، وَاطْوِ عَنَّا بُعْدَهُ، اللهُمَّ أَنْتَ الصَّاحِبُ فِي السَّفَرِ، وَالْخَلِيفَةُ فِي الْأَهْلِ، اللهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ وَعْثَاءِ السَّفَرِ، وَكَآبَةِ الْمَنْظَرِ، وَسُوءِ الْمُنْقَلَبِ فِي الْمَالِ وَالْأَهْلِ

Arab latin: Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar. Subhanalladzi sakkhoro lana hadza wa maa kunnaa lahu muqrinin, wa innaa ilaa robbinaa lamunqolibun, allahumma inna nas’aluka fii safarinaa hadzal birro wat taqwa wa minal ‘amal maa tardho, allahumma hawwin ‘alaina safarona hadza wa athwi ‘annaa bu’dahu, allahumma antash shohibu fis safari wal kholifatu fil ahli, allahumma inni a’udzubika min wa’tsaais safari wa kaabatil mandzhori wa suuil munqolibi fil maali wal ahli.

Artinya: “Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar. Maha suci Allah yang telah menundukkan (pesawat) ini bagi kami, padahal sebelumnya kami tidak mampu menguasainya, dan sesungguhnya kepada Allah lah kami kembali. Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kebaikan dan takwa dalam perjalanan ini, kami mohon perbuatan yang Engkau ridhai.

Ya Allah, permudahkanlah perjalanan kami ini, dan dekatkanlah jaraknya bagi kami. Ya Allah, Engkaulah pendampingku dalam bepergian dan mengurusi keluarga. Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kelelahan dalam bepergian, pemandangan yang menyedihkan dan kepulangan yang buruk dalam harta dan keluarga.”

Adab Berkendara bagi Muslim

Menukil dari kitab Minhajul Muslim oleh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi yang diterjemahkan Fedrian Hasmand dan Syarah Riyadhush Shalihin terjemahan Bamuallim, berikut sejumlah adab bepergian.

1. Membaca Doa ketika Berkendara

Adab pertama dalam berkendara yaitu membaca doa sebelum memulai perjalanan. Hal ini dijelaskan dalam hadits dari Ibnu Umar RA. Ia berkata,

“Apabila Rasul SAW di atas punggung untanya untuk bepergian, beliau bertakbir tiga kali, kemudian mengucapkan doa:

سُبْحٰنَ الَّذِيْ سَخَّرَ لَنَا هٰذَا وَمَا كُنَّا لَهٗ مُقْرِنِيْنَ وَاِنَّآ اِلٰى رَبِّنَا لَمُنْقَلِبُوْنَ

Arab latin: Subhaanalladzii sakhkhara lanaa haadzaa wa maa kunna lahu muqriniina wa innaa ilaa rabbinaa lamunqalibuun

Artinya: “Mahasuci Zat yang telah menundukkan (semua) ini bagi kami, padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasainya. Sesungguhnya kami pasti akan kembali kepada Tuhan kami.” (HR Muslim)

Adab lainnya ketika berkendara adalah membaca takbir ketika menanjak dan tasbih ketika menurun. Dari Jabir bin Abdullah berkata,

“Ketika kami bepergian, kami bertakbir bila berjalan menanjak, dan bertasbih apabila berjalan menurun.” (HR Bukhari)

3. Bagi Perempuan yang Bepergian Jauh Harus dengan Mahram

Bagi perempuan muslim yang melakukan perjalanan jauh hendaknya disertai oleh mahram. Ini turut disebutkan dalam hadits Nabi SAW,

“Tidak boleh seorang perempuan melakukan safar yang jarak tempuhnya sehari semalam, kecuali jika bersama mahramnya.” (Muttafaq Alaih)

4. Membaca Doa ketika Kembali dari Bepergian

Setelah menyelesaikan perjalanan dan hendak pulang, muslim juga bisa membaca doa lagi untuk memohon perlindungan. Dari Anas bin Malik berkata,

“Kami tiba bersama Nabi SAW, yaitu aku, Abu Thalhah, dan Shafiyyah yang membonceng Rasulullah SAW, hingga ketika kami mendekati Madinah beliau mengucapkan:

‘Kita semua adalah orang-orang yang kembali, orang-orang yang bertaubat, dan orang-orang yang beribadah serta memuji kepada Allah.; Beliau senantiasa mengucapkannya hingga kami sampai di Madinah.’ (HR Muslim, An-Nasa’i, & Ahmad)

Adapun, doa pulang dari bepergian yang bisa diamalkan muslim seperti dikutip dari buku Kumpulan Doa Makbul tulisan Neni Nuraeni.

آيِبُوْنَ تَائِبُوْنَ عَابِدُوْنَ لِرَبِّنَاحَامِدُوْنَ

Arab latin: Aaibuuna taaibuuna ‘aabiduuna lirobbina haamiduun

Artinya: “Kami adalah orang-orang yang kembali, orang-orang yang bertaubat, orang-orang yang beribadah kepada Rabb kami, kami memanjatkan segala puji.” (HR Muslim)

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Dalil tentang Haid, Kenali Arti dan Perbedaannya dengan Istihadhah


Jakarta

Haid merupakan siklus alami yang terjadi pada setiap perempuan. Ketika dalam keadaan haid, seorang muslimah tidak boleh mengerjakan ibadah seperti salat dan puasa.

Setiap muslimah wajib memahami hal-hal yang berkaitan dengan haid. Pahami juga dalilnya sebagai panduan untuk mengerjakan ibadah saat dalam keadaan haid.

Pengertian Haid

Mengutip buku Syarah Kumpulan Hadits Shahih Tentang Wanita: Pustaka Azzam oleh Isham bin Muhammad Asy-Syarif dijelaskan pengertian haid secara etimologis adalah darah yang mengalir. Darah haid tergolong darah normal dan alami.


Darah haid menurut pengertian syariat adalah darah alami yang keluar dari ujung rahim secara sehat tanpa suatu sebab dalam waktu-waktu yang diketahui. Demikian seperti dikutip dari buku Kitab Haid, Nifas dan Istihadhah yang ditulis Sayyid Abdurrahman bin Abdullah bin Abdul Qadir Assegaf, Abdul Majid, Lc.

Secara lebih rinci dijelaskan definisi haid secara syariat, sebagai berikut:

1. Darah haid bersifat alamiah, artinya memang terjadi akibat siklus tabiat dalam tubuh wanita yang keluar dalam keadaan sehat dan baik-baik.

2. Darah haid keluar dari rahim. Maksudnya bagian terjauh rahim (dari farji wanita).

3. Darah haid keluar dalam keadaan sehat dan tidak diakibatkan oleh suatu sebab, berbeda dari darah nifas dan istihadhah.

4. Haid memiliki siklus waktu tertentu. Ada batas waktu minimal dan maksimal bagi haid.

Dalam buku Minhajul Muslim, Syaikh Abu Bakar Jabar Al-Jazairi menjelaskan ada tiga macam perempuan yang mengalami keluarnya darah yakni perempuan yang baru mengalami haid, perempuan yang haidnya teratur dan perempuan yang mengalami istihadhah.

Pertama, perempuan yang baru mengalami haid adalah mereka yang baru haid untuk pertama kalinya. Ketika ia melihat darah haid maka ia harus meninggalkan salat, puasa dan hubungan suami istri sampai bersih haid dan suci kembali.

Kedua, perempuan yang haidnya teratur, yaitu memiliki tanggal haid yang diketahui dengan jelas dalam satu bulan. Hukumnya, dia meninggalkan salat, puasa dan hubungan suami istri selama tanggal-tanggal tersebut.

Ketiga, perempuan istihadhah, yaitu perempuan yang tidak henti mengalirkan darah, hukumnya apabila sebelum mengalami istihadhah dia adalah perempuan yang haidnya teratur dan tanggal haidnya diketahui jelas maka dia berhenti salat pada tanggal-tanggal tersebut setiap bulan. Setelah tanggal-tanggal tersebut, dia boleh mandi, salat, puasa dan berhubungan suami istri.

Dalil Tentang Haid Dijelaskan dalam Al-Qur’an dan Hadits

Ada banyak dalil yang menjelaskan tentang haid pada perempuan. Dalil ini dijelaskan melalui ayat Al-Qur’an dan beberapa hadits Rasulullah SAW.

1. Surat Al-Baqarah Ayat 222

Melalui Al-Qur’an, Allah SWT berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 222,

وَيَسْـَٔلُونَكَ عَنِ ٱلْمَحِيضِ ۖ قُلْ هُوَ أَذًى فَٱعْتَزِلُوا۟ ٱلنِّسَآءَ فِى ٱلْمَحِيضِ ۖ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّىٰ يَطْهُرْنَ ۖ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ ٱللَّهُ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلتَّوَّٰبِينَ وَيُحِبُّ ٱلْمُتَطَهِّرِينَ

Arab-Latin: Wa yas`alụnaka ‘anil-maḥīḍ, qul huwa ażan fa’tazilun-nisā`a fil-maḥīḍi wa lā taqrabụhunna ḥattā yaṭ-hurn, fa iżā taṭahharna fa`tụhunna min ḥaiṡu amarakumullāh, innallāha yuḥibbut-tawwābīna wa yuḥibbul-mutaṭahhirīn

Artinya: Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: “Haid itu adalah suatu kotoran”. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.

2. Surat Al-Baqarah Ayat 228

Allah SWT berfirman,

وَٱلْمُطَلَّقَٰتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنفُسِهِنَّ ثَلَٰثَةَ قُرُوٓءٍ ۚ وَلَا يَحِلُّ لَهُنَّ أَن يَكْتُمْنَ مَا خَلَقَ ٱللَّهُ فِىٓ أَرْحَامِهِنَّ إِن كُنَّ يُؤْمِنَّ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ ۚ وَبُعُولَتُهُنَّ أَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِى ذَٰلِكَ إِنْ أَرَادُوٓا۟ إِصْلَٰحًا ۚ وَلَهُنَّ مِثْلُ ٱلَّذِى عَلَيْهِنَّ بِٱلْمَعْرُوفِ ۚ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ ۗ وَٱللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

Arab-Latin: Wal-muṭallaqātu yatarabbaṣna bi`anfusihinna ṡalāṡata qurū`, wa lā yaḥillu lahunna ay yaktumna mā khalaqallāhu fī ar-ḥāmihinna ing kunna yu`minna billāhi wal-yaumil-ākhir, wa bu’ụlatuhunna aḥaqqu biraddihinna fī żālika in arādū iṣlāḥā, wa lahunna miṡlullażī ‘alaihinna bil-ma’rụfi wa lir-rijāli ‘alaihinna darajah, wallāhu ‘azīzun ḥakīm

Artinya: Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Mengutip buku Tafsir Ayat-Ayat Ahkam karya Syaikh Ahmad Muhammad Al-Hushari dijelaskan lafal quru pada ayat ini artinya haid dan dan suci. Ulama berpendapat, masa iddah perempuan berakhir setelah mengalami tiga kali haid. Mereka mengatakan, “Sehingga suci dari haid yang ketiga dan sudah mandi dari haid yang ketiga.”

3. Hadits Perbedaan Haid dan Istihadhah

Haid berbeda dengan istihadhah. Seorang yang haid tidak diperbolehkan salat, puasa dan berhubungan suami istri, sementara seorang yang istihadhah tetap diwajibkan salat, puasa dan boleh melakukan hubungan suami istri dalam keadaan tertentu.

Merujuk buku Minhajul Muslim, disebutkan perempuan yang mengalami istihadhah bisa membedakan darah hitam dan darah yang merah (kuning kecoklatan), mereka tidak salat di saat hari-hari darahnya hitam, lalu boleh mandi dan salat seusai mengalirnya darah hitam atau telah berganti kemerahan. Hal ini dengan catatan selama keluarnya darah hitam itu tidak lebih dari 15 hari.

Jika tidak bisa membedakan darahnya, baik darah hitam maupun lainnya, maka dia tidak salat setiap bulan selama masa haid yang paling umum yaitu enam atau tujuh hari, setelah itu mandi dan salat. Berikut beberapa hadits yang mendasarinya:

Aisyah RA berkata, “Suatu ketika, Fatimah binti Abi Hubaisy istihadhah. Rasulullah SAW bersabda, “Sebagaimana yang diketahui, darah haid itu berwarna hitam. Apabila darah itu keluar, maka berhentilah melaksanakan salat. Dan jika yang keluar darah selainnya, maka berwudhu dan salatlah.” (HR Abu Dawud dan Nasa’i)

Dalam hadits Asma bin Umais dari Abu Dawud, “Hendaklah orang yang haid itu duduk di atas bejana yang berisi air. Jika melihat warna kuning di permukaan airnya, maka hendaklah dia mandi untuk salat Dzuhur dan Ashar dengan satu kali mandi. Kemudian mandi satu kali untuk salat Maghrib dan Isya. Mandi untuk salat Subuh satu kali. Dan berwudhulah di antara masing-masing kedua waktu tersebut.”

Dalam hadits lain dari Hammah binti Jahsy berkata, “Saya beristidhah banyak sekali. Lalu saya menemui Nabi SAW untuk meminta nasihat. Beliau bersabda, “Itu adalah gangguan setan. Anggaplah masa haid itu eman atau tujuh hari, lalu mandilah. Apabila telah bersih, maka salatlah dua puluh empat atau dua puluh tiga hari. Lakukanlah puasa dan dirikan salat, karena hal seperti itu adalah cukup bagimu. Lakukanlah setiap bulan sebagaimana yang dilakukan perempuan haid lainnya. Jika kamu mampu mengakhirkan salat Dzuhur dan mempercepat salat Ashar (maka lakukanlah). Kamu mandi ketika telah bersuci, kemudian menjamak salat Zuhur dan Ashar. Kemudian (jika kamu mampu) mengakhirkan salat Maghrib dan mempercepat salat Isya kemudian mandi dan menjamak dua waktu salat tersebut, maka lakukanlah. Kemudian kamu mandi pada waktu Subuh dan lakukan salat Subuh.’ Beliau meneruskan ucapannya, ‘Ini adalah perkara yang paling aku sukai.” (HR Imam lima kecuali an Nasai)

(dvs/lus)



Sumber : www.detik.com