Tag Archives: al-khamsah

Haruskah Makmum Membaca Al-Fatihah dan Surat Pendek saat Sholat Berjamaah?


Jakarta

Dalam sholat berjamaah, tak sedikit makmum yang masih merasa bingung mengenai bacaan yang perlu dibaca. Apakah makmum tetap wajib membaca Surat Al-Fatihah? Lalu, apakah surat pendek setelahnya juga perlu dibaca? Pertanyaan-pertanyaan seperti ini sering muncul, terutama ketika imam membaca dengan suara pelan atau gerakan yang cukup cepat.

Kebingungan ini muncul karena dalam ajaran Islam, makmum diperintahkan untuk mengikuti imam dalam setiap gerakan dan bacaan sholat. Hal ini selaras dengan firman Allah SWT surah An-Nisa ayat 59,

“Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya serta ulil amri di antara kamu.”


Lalu, apa sebenarnya yang harus dibaca oleh makmum ketika sholat berjamaah?

Apakah Makmum Wajib Membaca Al-Fatihah?

Dalam kitab Al-Fiqh ‘ala Al-Madzahib Al-Khamsah karya Muhammad Jawad Mughniyah disebutkan bahwa seluruh imam mazhab sepakat makmum wajib mengikuti imam dalam setiap gerakan sholat. Selain itu, makmum juga dianjurkan mengikuti imam dalam bacaan, khususnya pada sholat yang bacaannya dikeraskan.

Penjelasan serupa juga ditemukan dalam buku Fiqih Kontroversi Jilid 1: Beribadah antara Sunnah dan Bid’ah karya H. M. Anshary, yang mengutip sabda Rasulullah SAW:

“Sesungguhnya imam itu diangkat untuk diikuti. Jika imam bertakbir, maka bertakbirlah. Jika imam ruku’, maka ruku’lah. Jika imam bangkit dari ruku’, maka bangkitlah. Jika imam mengucapkan ‘sami’Allahu liman hamidah’, ucapkanlah ‘rabbana wa lakal hamd’. Jika imam sujud, maka sujudlah.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dalam riwayat Muslim dari Abu Musa, disebutkan tambahan:

“Jika imam membaca Al-Fatihah, maka diamlah.”

Dari keterangan ini, dapat dipahami bahwa ketika imam membaca Al-Fatihah pada sholat jahriyah, makmum cukup diam dan mendengarkan. Hal ini dikuatkan dalam buku Sifat Shalat Nabi SAW karya Syaikh Muhammad Nashiruddin dan Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani, bahwa pada sholat jahriyah, makmum tidak perlu membaca Al-Fatihah karena bacaan imam sudah mewakili makmum.

Rasulullah SAW bersabda:

“Barangsiapa yang sholat di belakang imam, maka bacaan imam adalah bacaannya juga.” (HR Ibnu Abi Syaibah, Daruquthni, Ibnu Majah, Ath-Thahawi, dan Ahmad)

Namun berbeda halnya dengan sholat sirriyah (seperti Dzuhur dan Ashar), di mana imam membaca dengan suara pelan. Dalam kondisi ini, makmum dianjurkan untuk membaca Surat Al-Fatihah. Sebagaimana riwayat dari Jabir RA:

“Kami membaca Al-Fatihah dan surat yang lain di belakang imam ketika sholat Dzuhur dan Ashar pada dua rakaat pertama. Adapun pada dua rakaat terakhir hanya membaca Surat Al-Fatihah.” (HR Ibnu Majah)

Perbedaan Pendapat Para Ulama

Menurut Ensiklopedia Fikih Indonesia 3: Shalat karya Ahmad Sarwat, para ulama memiliki pandangan yang berbeda-beda tentang bacaan makmum, yaitu sebagai berikut:

1. Madzhab Hanafiyah

Madzhab Hanafiyah menyatakan bahwa makmum tidak wajib membaca Al-Fatihah. Makmum hanya perlu mendengarkan bacaan imam ketika imam membaca dengan suara keras (jahriyah) dan diam saat imam membaca dengan suara pelan (sirriyah).

2. Madzhab Maliki dan Hambali

Di sisi lain, Madzhab Maliki dan Hambali berpendapat bahwa dalam sholat jahriyah, makmum cukup mendengarkan bacaan imam karena bacaan imam juga dianggap sebagai bacaan makmum. Namun, saat sholat sirriyah, makmum dianjurkan untuk membaca Al-Fatihah secara perlahan.

3. Madzhab Syafi’i

Sedangkan Madzhab Syafi’i mewajibkan makmum membaca Surat Al-Fatihah pada semua jenis sholat, baik jahriyah maupun sirriyah. Meski begitu, makmum tetap diwajibkan untuk memperhatikan bacaan imam. Hal ini dikarenakan Al-Fatihah merupakan salah satu rukun sholat, dan Rasulullah SAW menegaskan bahwa sholat tidak sah tanpa membaca Al-Fatihah.

Apakah Makmum Juga Perlu Membaca Surat Pendek?

Setelah membaca Al-Fatihah, disunnahkan untuk membaca surat pendek dari Al-Qur’an, terutama pada dua rakaat pertama dalam setiap sholat.

Namun, dalam sholat berjamaah yang jahriyah, makmum tidak perlu membaca surat pendek karena bacaan imam sudah mewakili seluruh jamaah. Dalam situasi ini, makmum cukup mendengarkan.

Sebaliknya, pada sholat sirriyah, makmum dianjurkan membaca surat pendek setelah Al-Fatihah. Ini sesuai dengan riwayat dari Jabir RA:

“Kami membaca Al-Fatihah dan surat yang lain di belakang imam ketika sholat Dzuhur dan Ashar pada dua rakaat pertama. Adapun pada dua rakaat terakhir hanya membaca Surat Al-Fatihah.” (HR Ibnu Majah)

(inf/lus)



Sumber : www.detik.com

Sering Disamakan, Ini Perbedaan Mandi Junub dan Mandi Wajib


Jakarta

Setiap Muslim dianjurkan untuk menjaga kebersihan, terutama saat akan menjalankan ibadah. Salah satunya dengan mandi wajib, yaitu mandi untuk menghilangkan hadas besar. Perintah ini disebutkan dalam Surah Al-Maidah ayat 6:

وَاِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوْاۗ

Arab latin: …wa in kuntum junuban faṭṭahharū…
Artinya: “Dan jika kamu junub, maka mandilah…”


Ayat ini menunjukkan betapa pentingnya menjaga kebersihan sebelum mendekatkan diri kepada-Nya.

Perbedaan Mandi Junub dan Mandi Wajib

Secara umum, mandi junub dan mandi wajib mengacu pada hal yang sama, yaitu mandi besar untuk menghilangkan hadas. Perbedaannya hanya terletak pada penyebutan istilah sesuai dengan penyebabnya.

Dalam kitab Al-Fiqh ‘ala al-Madzahib al-Khamsah karya Muhammad Jawad Mughniyah yang diterjemahkan oleh Masykur A.B dan tim, dijelaskan bahwa mandi junub adalah bagian dari mandi wajib karena dilakukan setelah seseorang mengalami junub.

Istilah junub atau janabah merujuk pada keadaan setelah keluar mani atau melakukan hubungan badan. Dalam kondisi ini, seseorang tidak diperbolehkan melaksanakan ibadah tertentu sebelum mandi.

Dijelaskan dalam buku Fiqh Bersuci dan Sholat Sesuai Tuntunan Nabi karya Abu Utsman Kharisman bahwa janabah secara bahasa bermakna menjauh, yaitu menjauhnya seseorang dari tempat ibadah sebelum mandi.

Sedangkan mandi wajib adalah istilah umum untuk mandi besar yang dilakukan karena beberapa sebab seperti junub, haid, nifas, atau untuk memandikan jenazah Muslim. Meski penyebabnya berbeda, cara pelaksanaan mandi tetap sama.

Tata Cara Mandi Wajib

Merujuk pada buku Fiqih Ibadah oleh Zaenal Abidin, berikut ini langkah-langkah mandi wajib yang dianjurkan:

  1. Membaca niat untuk mandi wajib.
  2. Mencuci kedua telapak tangan tiga kali.
  3. Membersihkan bagian tubuh yang kotor atau tersembunyi dengan tangan kiri, seperti kemaluan, dubur, bawah ketiak, pusar, dan sebagainya.
  4. Mencuci tangan dengan sabun atau menggunakan tanah.
  5. Berwudhu seperti hendak melaksanakan shalat.
  6. Menyela pangkal rambut dengan jari-jari yang sudah dibasahi, hingga air menyentuh kulit kepala.
  7. Membasuh seluruh tubuh dimulai dari sisi kanan, lalu dilanjutkan ke sisi kiri.
  8. Memastikan air mengenai seluruh bagian tubuh, termasuk lipatan-lipatan kulit.

Dalam riwayat Imam At-Tirmidzi, disebutkan bahwa laki-laki dianjurkan menyela rambut ketika mandi wajib. Namun, hal tersebut tidak diwajibkan bagi perempuan. Rasulullah SAW bersabda:

“Aku bertanya, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku ini perempuan yang sangat kuat jalinan rambut kepalanya, apakah aku boleh mengurainya ketika mandi junub?’ Maka Rasulullah menjawab, ‘Jangan, sebetulnya cukup bagimu mengguyurkan air pada kepalamu 3 kali guyuran’.” (HR Tirmidzi)

Selain itu, dalam buku Syarah Fathal Qarib: Diskursus Ubūdiyah Jilid Satu karya Tim Pembukuan Ma’had Al-Jāmi’ah Al-Aly UIN Malang dijelaskan bahwa perempuan dianjurkan untuk memakai wewangian setelah mandi, terutama setelah mandi wajib. Wewangian seperti misik atau yang sejenisnya disarankan untuk dioleskan pada kapas, kemudian dibersihkan ke area vagina.

Anjuran ini didasarkan pada hadis Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Aisyah RA. Beliau bersabda:

“Ambillah sepotong kapas yang diberi wewangian, lalu bersucilah.” (HR. Bukhari)

Jika tidak memiliki wewangian, maka cukup menggunakan air. Tujuan dari anjuran ini adalah agar area kemaluan tetap bersih dan memiliki aroma yang harum.

Niat Mandi Wajib Berdasarkan Sebabnya

Niat menjadi bagian penting dalam setiap amal. Masih dari sumber sebelumnya, dijelaskan bahwa hal ini merujuk pada sabda Rasulullah SAW,

“Sesungguhnya sah atau tidaknya suatu amal tergantung pada niatnya.” (HR. Bukhari).

Karena itu, seseorang yang junub harus berniat untuk menghilangkan hadas junub. Jika dalam keadaan haid, maka niatnya harus disesuaikan untuk menghilangkan hadas haid. Begitu pula dalam kondisi nifas atau setelah melahirkan. Niat mandi wajib perlu disesuaikan dengan jenis hadas yang sedang dialami, agar ibadah yang dilakukan setelahnya sah.

Berikut ini adalah lafal niat mandi wajib yang disesuaikan dengan penyebabnya yang bersumber dari buku Fikih 4 susunan Siti Khomisil Fatatil Aqillah, S.Pd.I, Kiki Rejeki dan buku Panduan Muslim Kaffah Sehari-hari dari Kandungan hingga Kematian tulisan Dr. Muh. Hambali, M.Ag.

1. Niat Mandi Wajib setelah Berhubungan Suami-Istri

نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ الْحَدَثِ اْلاَكْبَرِ فَرْضًا ِللهِ تَعَالَى

Arab latin: Nawaitul ghusla liraf’il hadatsil akbari fardhol lillaahi ta’aala.

Artinya: “Aku berniat mandi besar untuk menghilangkan hadas besar fardhu karena Allah Ta’ala.”

2. Niat Mandi Wajib setelah Haid

نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ الْحَدَثِ الْأَكْبَرِ عَنِ الْحَيْضِ لِلَّهِ تَعَالَى

Arab latin: Nawaitul ghusla liraf’il hadatsil akbari ‘anin haidhi lillaahi ta’aala

Artinya: “Aku berniat mandi untuk menghilangkan hadas besar yang disebabkan haid karena Allah Ta’ala.”

3. Niat Mandi Wajib setelah Melahirkan

نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ الْحَدَثِ الْأَكْبَرِ عَنِ الْوِلَادَةِ لِلَّهِ تَعَالَى

Arab latin: Nawaitul ghusla liraf’il hadatsil akbari ‘anin wilaadati lillaahi ta’aala

Artinya: “Aku berniat mandi untuk menghilangkan hadas besar yang disebabkan wiladah karena Allah Ta’ala.”

4. Niat Mandi Wajib setelah Nifas

نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ الْحَدَثِ الْأَكْبَرِ عَنِ النِّفَاسِ لِلَّهِ تَعَالَى

Arab latin: Nawaitul ghusla liraf’il hadatsil akbari ‘anin nifaasi lillaahi ta’aala

Artinya: “Aku berniat mandi untuk menghilangkan hadas besar yang disebabkan nifas karena Allah Ta’ala.”

(inf/lus)



Sumber : www.detik.com

Panduan Lengkap Mandi Wajib Pria setelah Mimpi Basah


Jakarta

Mandi wajib setelah mimpi basah menjadi kewajiban setiap muslim yang sudah baligh. Sebagaimana diketahui, mani yang keluar saat mimpi basah termasuk hadas besar sehingga harus disucikan dengan cara mandi wajib.

Dinukil dari kitab Al Fiqh ‘Ala Al-Madzahib Al-Khamsah oleh Muhammad Jawad Mughniyah yang diterjemahkan Masykur dkk, mandi wajib disebabkan oleh sejumlah perkara. Misalnya karena junub, haid, nifas, meninggal dunia dan mualaf.


Sementara itu, bagi pria muslim mandi wajib harus dilakukan apabila seseorang dalam keadaan keluar mani disertai syahwat, berhubungan badan, mimpi basah, meninggal dunia dan mualaf. Hal ini dijelaskan pada buku Kajian Fikih dalam Bingkai Aswaja susunan Ahwam Hawassy.

Dalam Islam, perintah mandi wajib tercantum dalam surah Al Maidah ayat 6:

وَإِنْ كُنتُمْ حُنُبًا فَاطَّهَّرُوا

Artinya: “Jika kamu junub maka mandilah.”

Tata Cara Mandi Wajib Pria setelah Mimpi Basah

Berikut tata cara mandi wajib pria setelah mimpi basah yang dinukil dari buku Fiqih Ibadah susunan Zaenal Abidin.

  1. Membaca niat mandi wajib pria, berikut lafaznya:

    نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ اْلحَدَثِ اْلأَكْبَرِ مِنَ اْلِجنَابَةِ فَرْضًا لِلهِ تَعَالَى

    Nawaitul ghusla li raf’il hadatsil akbari minal jinaabati fardhan lillahi ta’ala

    Artinya: “Aku niat mandi untuk menghilangkan hadats besar dari janabah, fardhu karena Allah ta’ala.”

  2. Membersihkan kedua telapak tangan dengan air hingga tiga kali
  3. Dilanjut dengan membersihkan kotoran yang tersembunyi dengan tangan kiri, mulai dari kemaluan, dubur, bawah ketiak, pusar dan semacamnya
  4. Setelah itu, cucilah tangan dengan menggosokkannya ke sabun
  5. Berwudhu seperti akan melaksanakan salat
  6. Menyela pangkal rambut menggunakan jari-jari tangan yang sudah dibasuh air hingga menyentuh kulit kepala
  7. Membasuh seluruh tubuh dengan air yang dimulai dari sisi kanan, kemudian ke sisi kiri
  8. Pastikan seluruh lipatan kulit serta bagian yang tersembunyi ikut dibersihkan

Doa setelah Mandi Wajib Pria

Menurut buku Praktik Mandi Janabah Rasulullah Menurut Empat Madzhab yang ditulis Isnan Ansory, ada bacaan yang bisa diamalkan muslim setelah mandi wajib. Doa ini bisa dibaca wanita maupun pria.

أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ اللَّهُمَّ اجْعَلْنِى مِنَ التَّوَّابِينَ وَاجْعَلْنِى مِنَ الْمُتَطَهِّرِينَ

Asyhadu an laa ilaha illallahu wahdahu laa syarika lahu, wa asyhadu anna Muhammadan abduhu wa Rasuluhu, allahumma-jalni minattawwabina, waj-alni minal-mutathahirrina

Artinya: “Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah Yang Esa, tiada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad itu hamba-Nya dan utusan-Nya. Ya Allah, jadikanlah aku termasuk orang-orang yang bertobat dan jadikanlah aku pula termasuk orang-orang yang selalu mensucikan diri.”

(aeb/inf)



Sumber : www.detik.com