Tag Archives: al maun

Keutamaan Menyantuni Anak Yatim, Amalan yang Bisa Dikerjakan pada 10 Muharram


Jakarta

Dalam Islam, menyantuni anak yatim adalah amalan yang sangat dianjurkan. Bahkan, Allah SWT menyebutkan perhatian terhadap anak yatim sebagai salah satu ukuran keimanan dan kesalehan seseorang.

Menyantuni anak yatim bukan hanya bentuk kepedulian sosial, tapi juga sarana meraih keberkahan hidup dan kemuliaan di sisi Allah SWT.

Pengertian Anak Yatim

Mengutip buku Dahsyatnya Doa Anak Yatim karya M. Khalilurrahman Al-Mahfani, secara bahasa, yatim berarti seseorang yang kehilangan ayah. Dalam istilah syariat, anak yatim adalah anak yang belum baligh dan telah ditinggal wafat oleh ayahnya. Setelah baligh, status yatimnya gugur.


Islam memberikan perhatian besar terhadap anak-anak yatim karena mereka kehilangan sosok pelindung dan pencari nafkah utama dalam hidup. Maka dari itu, umat Islam dianjurkan untuk memberikan kasih sayang, perlindungan, dan dukungan materi kepada anak-anak yatim.

Allah SWT secara tegas memerintahkan untuk memperhatikan nasib anak yatim dalam berbagai ayat Al-Qur’an. Di antaranya dalam surat Al-Maun ayat 1 dan 2,

فَذَٰلِكَ ٱلَّذِى يَدُعُّ ٱلْيَتِيمَأَرَءَيْتَ ٱلَّذِى يُكَذِّبُ بِٱلدِّينِ

Artinya: Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim.

Kemudian dalam surat An-Nisa ayat 10, Allah SWT berfirman,

إِنَّ ٱلَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوَٰلَ ٱلْيَتَٰمَىٰ ظُلْمًا إِنَّمَا يَأْكُلُونَ فِى بُطُونِهِمْ نَارًا ۖ وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيرًا

Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).

Ayat ini menegaskan ancaman keras bagi siapa saja yang mengambil atau menyia-nyiakan harta anak yatim.

Keutamaan Menyantuni Anak Yatim

1. Kedudukan yang Dekat dengan Rasulullah SAW

Dikutip dari buku Ismail Zulkarnain: Anak Bakul Kerupuk Jadi Orang Tenar karya KH. Lukman Hakim & Abu Mansur Al-Asy’ari, terdapat hadits yang menjelaskan keutamaan bagi orang yang menyantuni anak yatim.

Dalam hadits Rasulullah SAW bersabda,
“Aku dan orang yang menanggung anak yatim (kedudukannya) di surga seperti ini.”
Beliau mengisyaratkan dengan jari telunjuk dan jari tengah serta merenggangkan keduanya. (HR. Bukhari)

Hadits ini menunjukkan keutamaan luar biasa bahwa orang yang menyantuni anak yatim akan dekat dengan Nabi Muhammad SAW di surga, posisi yang sangat mulia.

2. Mendapat Balasan Surga

Umat muslim yang menyayangi dan mengasuh anak yatim juga akan dimasukkan ke dalam surga. Sebagaimana hadits Rasulullah SAW,

“Orang yang memelihara anak yatim di kalangan umat muslimin, memberikannya makan dan minum, pasti Allah akan masukkan ke dalam surga, kecuali ia melakukan dosa yang tidak bisa diampuni.” (HR Tirmidzi).

3. Pelembut Hati dan Penghilang Kekerasan

Seorang laki-laki mengadu kepada Rasulullah SAW tentang hatinya yang keras. Maka Nabi bersabda:
“Usaplah kepala anak yatim dan beri makan orang miskin, maka hatimu akan menjadi lembut dan kebutuhanmu akan tercukupi.” (HR. Thabrani)

4. Golongan Orang yang Taat

Dikutip dari buku Dahsyatnya Doa Anak Yatim oleh M Khallurrahman Al-Mahfani, dijelaskan orang-orang yang memuliakan anak yatim akan meraih predikat abrar yakni saleh atau taat kepada Allah SWT.

Dalam Al-Qur’an surat Al-Insan ayat 8, Allah SWT berfirman,

وَيُطْعِمُونَ ٱلطَّعَامَ عَلَىٰ حُبِّهِۦ مِسْكِينًا وَيَتِيمًا وَأَسِيرًا

Artinya: Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan.

5. Diselamatkan dari Siksa Hari Kiamat

Rasulullah SAW bersabda bahwa Allah SWT berfirman: “Demi yang Mengutusku dengan Hak, Allah tidak akan menyiksa pada hari kiamat nanti orang yang menyayangi anak yatim, lemah lembut pembicaraan dengannya, menyayangi keyatiman dan kelemahannya.” (HR Thabrani)

Menyantuni anak yatim adalah amalan yang bukan hanya berdampak pada kehidupan anak tersebut, tetapi juga pada kehidupan spiritual kita sebagai umat muslim. Islam sangat mendorong agar umatnya menjadi pelindung dan pembimbing bagi anak-anak yatim yang membutuhkan kasih sayang.

(dvs/inf)



Sumber : www.detik.com

Rahasiakan Kebaikanmu Seolah Itu Aibmu



Jakarta

Ramadan menjadi bulan untuk memperbanyak amal kebaikan. Termasuk, mengajarkan bagaimana sikap kita atas kebaikan yang telah kita lakukan.

Habib Ja’far mengatakan, puasa Ramadan mengajarkan kepada umat Islam untuk merahasiakan kebaikan. Puasa merupakan ibadah yang sifatnya rahasia atau sirriyah, hanya hamba tersebut dan Tuhan yang mengetahuinya.

“Intinya puasa mengajarkan kepada kita untuk rahasiakan kebaikanmu. Jangankan kebaikan, aib aja dilarang bagi kita untuk mengumbarnya apalagi kebaikan,” ujar Habib Ja’far dalam detikKultum detikcom, Minggu (26/3/2023).


“Begitu juga harta, itu bukan untuk di-flexing, tapi untuk didermakan kepada orang lain setelah kita menggunakannya untuk kebutuhan kita,” imbuhnya.

Habib Ja’far menjelaskan, kebaikan yang tidak dirahasiakan berpotensi menghanguskan pahala bahkan menjadi kecelakaan bagi pelakunya lantaran riya. Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam surah Al Maun,

فَوَيْلٌ لِّلْمُصَلِّيْنَۙ ٤ الَّذِيْنَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُوْنَۙ ٥ الَّذِيْنَ هُمْ يُرَاۤءُوْنَۙ ٦ وَيَمْنَعُوْنَ الْمَاعُوْنَ ࣖ ٧

Artinya: “Celakalah orang-orang yang melaksanakan salat, (yaitu) yang lalai terhadap salatnya, yang berbuat riya, dan enggan (memberi) bantuan.” (QS Al Maun: 4-7)

Ada banyak kisah tentang bagaimana orang-orang alim merahasiakan kebaikannya. Salah satunya, seperti dicontohkan oleh Habib Ja’far, adalah cicit Rasulullah SAW yang bernama Sayyidina Ali Zainal Abidin.

Semasa hidupnya, Sayyidina Ali Zainal Abidin membagikan sedekahnya untuk orang miskin pada malam hari saat semua penerimanya tidur. Amal kebaikan Sayyidina Ali Zainal Abidin tersebut baru diketahui orang-orang ketika ia wafat.

Sebab, sejak saat itu, sedekah yang biasanya didapat pada waktu subuh sudah tidak ada lagi dan di punggung Sayyidina Ali Zainal Abidin terdapat bekas lebam akibat memikul sedekahnya untuk orang miskin di sekitarnya.

Lantas, apakah kebaikan tidak boleh diperlihatkan sama sekali? Selengkapnya detikKultum Habib Ja’far: Rahasiakan Kebaikanmu Seolah Itu Aibmu tonton DI SINI.

(kri/lus)



Sumber : www.detik.com

Doa Indah Berhias Cinta



Jakarta

Seorang pria paruh baya yang populer dipanggil Togog. Padahal nama aslinya sangat mulia, Slamet. Nama jawa yang diplesetkan dari bahasa Arab yang makna asalnya adalah selamat. Karena nama adalah doa, maka pemilik nama itu semestinya selalu didoakan agar selamat selamanya, dunia-akhirat.

Sayangnya Togog orangnya tidak mau shalat. Walau pun rumahnya bersebelahan dengan masjid. Jangankan shalat fardlu, shalat Jumat saja Togog tidak mau.

Karena di sebelah masjid, pasti adzan sulit dihindarkan mengalun agung di telinganya. Namun, walau istri Togog berulangkali mengingatkannya, minimal shalat Jumat, ia masih terus enggan. Bukan hanya tidak shalat, Togog juga hobi main, minum dan pekerjaan lain di sekitar itu.


Suatu hari di genap 50 tahun usianya, Togog menderita sakit cukup berat. Sakit yang membuatnya hampir satu tahun belum bisa beraktifitas sebagaimana biasanya. Di perjalanan sakitnya, entah karena rumah dekat masjid, atau kesadaran datang akan kemungkinan segera datangnya ajal, Togog mulai rajin pegang tasbih sambil berdzikir.

Setelah sekian lama Togog sakit, akhirnya ia sembuh. Satu keajaiban menarik yang kali ini dilakukan Togog. Ia mulai shalat berjemaah di masjid. Mungkin karena sungkan atau perasaan kurang pantas, Togog memilih tempat di pojok belakang area jemaah shalat.

Semakin hari Togog terlihat semakin istiqamah. Sehingga ketika hampir satu tahun terbiasa shalat berjemaah di masjid, lokasi shalat Togog sudah berselisih satu shaf dari posisi imam.

Tepat di Kamis malam Jumat. Di tengah-tengah shalat berjemaah maghrib, sampai rakaat kedua, Togog dipanggil Tuhan untuk menghadap. Innaa lillaah.

Gempar seluruh jemaah tempat Togog tinggal. Mereka saling penasaran. Bahkan ada yang berujar, “kok enak jadi Togog. Perilaku becik (baiknya) sangat minim dibandingkan kelirunya. Tapi, enaknya dia bisa meninggal sewaktu shalat berjemaah, di dalam masjid, bahkan pada malam Jumat”.

Banyak komentar serupa itu pun seolah mengambarkan rasa ‘iri’ pada nasib seorang Togog.
Demi penasaran yang tinggi, rasa kepo yang tak terbendung, para tetangga Togog mencari musabab ia bisa husnul khaatimah.

Sampai juga mereka pada kesepakatan bukti, bahwa selama ini, walaupun Togog belum rajin shalat ditambah mengerjakan yang belum sesuai ia sangat senang dan ringan tangan membantu para saudaranya. Membantu para tetangga atau kawan yang membutuhkan pertolongannya. Tanpa kecuali, tanpa syarat, tanpa banyak pertanyaan, bahkan disertai suasana senang dan riang gembira dalam membantu itu.

Seluruh kawan dan para tetangga sepakat, bahwa itulah satu-satunya kelebihan Togog. Slamet yang populer dengan panggilan Togog ini beralamat di Krian, Sidoarjo, Jawa Timur.

Di lain sisi, pernah seorang ‘aabid, ahli shalat malam yang sangat ingin menjadi wali, pernah protes kepada malaikat dalam mimpinya. Mengapa namanya belum tercantum di daftar nama para wali, padahal dirinya berupaya keras menjaga diri, bahkan shalat malam tidak pernah absen.

Malaikat yang ditanya malah santai menjawab,”Itu shalat kan untuk dirimu. Sedangkan tetanggamu yang suatu ketika membutuhkan pertolonganmu malah kamu abaikan. Di mana letak manfaat shalatmu itu secara sosial?”

Mungkin banyak di antara kita merasa agung kalau sudah melakukan ibadah maghdah dengan baik. Boleh jadi lupa bahwa hakikat ibadah harus berdampak rahmat. Ialah rahmat bagi semesta. Rahmat itu antara lain berupa keceriaan hati dalam membantu orang lain,menundukkan egoisme.

Mungkin banyak orang yang shalatnya sulit dihitung jumlahnya, tetapi jika shalat itu tak menimbulkan dampak pertolongan, tak mampu menindih egoisme nya, selamat tinggal agama. Ia distempel sebagai pendusta agama (al Ma’uun 107:7).

Mengapa demikian?

Bukankah sangat tidak rasional. Jelas di dalam surat alFatihah yang menjadi satu bacaan wajib dalam shalat, dirinya berujar, “Hanya kepada Engkau kami menghamba (mengabdi) dan hanya kepada Engkau kami memohon pertolongan” (alFatihah 1:5).

Sedangkan Nabi bersabda, “wa Allahu fii ‘aunil ‘abdi maa kaanal ‘abdu fii ‘auni akhihi”, dan Allah akan menolong hambaNya sebagaimana hamba itu menolong saudaranya.

Dari dua rangkai informasi agama ini, rupanya kita diminta sadar untuk segera gemar menolong orang lain tanpa pamrih. Maksud tampa pamrih adalah hanya mengharap ridloNya. Ridlo Allah antara lain berwujud pertolongan dariNya.

Jadi agak sulit dipahami jika doa (dalam alFatihah ayat 5) ini hanya bersifat pasif, sedangkan syarat dikabulkannya doa atau permohonan pertolonganNya adalah melalui menolong saudara kita.

Di susunan ayat 5 surat alFatihah itu, awal kalimat berbunyi “hanya kepada Engkau kami menghamba”.
Salah satu makna hamba adalah cinta. Jadi kalimat itu bisa dipahami dengan makna, hanya kepada Engkau kami mencinta.
Bagaimana kita bisa mencintaiNya sedangkan Dia tidak membutuhkan kita. Cintailah hambaNya, itulah wujud cinta kepadaNya.

Sebagai penutup. Rupanya ayat 5 surat alFatihah itu bisa genap menyimpulkan arti utuh jika menggabung dua rangkai isyarat makna. Bahwa di dalam melakukan pertolongan, kita pun berjanji kepadaNya untuk melakukannya itu dengan senang, dengan rasa suka, rasa cinta.

Itulah rupanya yang dilakukan Slamet, sehingga ia mampu tampil bahagia insyaAllah di surgaNya, setelah pernah tampak keliru di mata para tetangga.

Abdurachman

Penulis adalah Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya, Pemerhati spiritual medis dan penasihat sejumlah masjid di Surabaya.
Artikel ini adalah kiriman dari pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggung jawab penulis.

(erd/erd)



Sumber : www.detik.com