Tag Archives: Al-Quran

Kisah Abu Darda, Sahabat Nabi yang Merupakan Ahli Hikmah



Jakarta

Abu Darda merupakan satu dari sekian banyak sahabat Nabi Muhammad SAW yang kisahnya menginspirasi. Ia merupakan seorang ahli hikmah yang memiliki pemahaman mendalam tentang nilai-nilai kehidupan yang bersumber dari Al-Qur’an.

Menurut buku Ibrah Kehidupan yang disusun oleh Mahsun Djayadi, nama lengkap Abu Darda adalah Abu Darda’ Uwaimir bin Amir bin Malik bin Zaid bin Qais bin Umayyah bin Amir bin Adi bin Ka’ab bin Khazraj bin al-Harits bin Khazraj. Sementara Abu Darda atau Uwaimir merupakan panggilan populernya.

Masuk Islamnya Abu Darda bermula ketika berhalanya dirusak oleh temannya sendiri. Kala itu ia langsung berpikir, jika saja berhala tersebut memang berkuasa tentu dia mampu menyelamatkan dirinya sendiri saat dirusak.


Dari situlah mulai timbul benih-benih keimanan kepada Allah. Akhirnya, Abu Darda menyatakan keislamannya di hadapan Rasulullah SAW.

Khalid Muhammad Khalid dalam buku yang bertajuk Biografi 60 Sahabat Rasulullah SAW mengisahkan Abu Darda sebagai seseorang yang tidak pernah berhenti belajar. Dia selalu merenung, berpikir, dan berguru kepada Nabi Muhammad SAW hingga menjadi ahli hikmah.

Di masa Rasulullah, pendapat Abu Darda sebagai ahli hikmah bahkan menjadi pegangan umat Islam karena ia selalu menyeru kepada kebaikan.

Semasa kekhalifahan Utsman bin Affan, beliau mengangkat Abu Darda sebagai hakim di Syam. Ia merupakan seseorang dengan penuh pesona, hatinya berisi perasaan cinta pada akhirat, bahkan sehari-harinya beliau membuka majelis-majelis taklim.

Mengutip dari buku Kisah Seru 60 Sahabat Rasul tulisan Ummu Akbar, Abu Darda berkata,

“Bila Anda menghendaki saya pergi ke Syam, saya mau pergi untuk mengajarkan Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah kepada mereka serta menegakkan sholat bersama-sama mereka,”

Utsman lantas menyetujui maksud Abu Darda. Selanjutnya ia berangkat ke Damsyiq dan di sana ternyata masyarakat tenggelam dalam kenikmatan dunia serta hidup bermewah-mewah.

Keadaan tersebut lantas membuat Abu Darda sedih, ia kemudian memperingati mereka agar tidak melupakan kehidupan akhirat. Sayangnya, masyarakat Damsyiq tidak menyukai sifat Abu Darda, terlebih dengan nasihat-nasihatnya.

Agar tidak berlarut-larut, Abu Darda lalu mengumpulkan orang-orang di masjid untuk berpidato di hadapan mereka.

“Wahai penduduk Damsyiq! Kalian adalah saudaraku seagama, tetangga senegeri, dan pembela dalam melawan musuh bersama. Wahai penduduk Damsyiq! Saya heran, apakah yang menyebabkan kalian tidak menyenangi saya? Padahal, saya tidak mengharapkan balas jasa dari kalian. Nasihatku berguna untuk kalian, sedangkan belanjaku bukan dari kalian,” kata Abu Darda.

Ia berpidato cukup panjang hingga membuat orang-orang yang mendengar menangis. Isak tangisnya bahkan terdengar hingga ke luar masjid.

“Saya tidak suka melihat ulama-ulama pergi meninggalkan kalian, sementara orang-orang bodoh tetap saja bodoh. Saya hanya mengharapkan kalian supaya melaksanakan segala perintah Allah Taala dan menghentikan segala larangan-Nya. Saya tidak suka melihat kalian mengumpulkan harta kekayaan banyak-banyak, tetapi tidak kalian pergunakan untuk kebaikan. Kalian membangun gedung-gedung yang mewah, tetapi tidak kalian tempati,” beber Abu Darda.

Sejak hari itu, Abu Darda mengunjungi majelis-majelis masyarakat Damsyiq dan pergi ke pasar-pasar. Dia akan menjawab pertanyaan orang yang lalai.

Suatu hari, ketika Abu Darda sedang berjalan-jalan ia melihat sekelompok orang yang memaki seorang laki-laki. Melihat hal itu, Abu Darda segera menghampiri mereka.

“Apa yang terjadi?” tanyanya

“Orang ini jatuh ke dalam dosa besar,” jawab mereka.

“Seandainya dia jatuh ke dalam sumur, apakah kalian akan membantunya keluar dari sumur itu?” ujar Abu Darda.

“Tentu saja!” sahut sekelompok orang tersebut.

“Karena itu, janganlah kalian mencaci dia, tapi ajari dan sadarkan dia. Bersyukurlah kalian kepada Allah yang senantiasa memaafkan kalian dari dosa,” kata Abu Darda menanggapi.

Orang yang bersalah itu lantas menangis dan bertobat.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Nabi yang Memiliki Kekayaan dan Mampu Berkomunikasi dengan Hewan, Ini Sosoknya



Jakarta

Nabi Sulaiman adalah nabi yang memiliki kekayaan dan mampu berkomunikasi dengan hewan. Beliau adalah salah satu putra Nabi Daud yang diangkat menjadi raja bagi Bani Israil untuk menggantikan ayahnya.

Nabi Sulaiman juga dikenal memiliki kekayaan berupa kerajaan yang sangat luas dan kekuasaan yang besar. Ia mampu menaklukkan bangsa jin dengan izin Allah SWT. Melalui bantuan jin inilah beliau mampu membangun istana yang megah dan benteng yang tinggi. Namun, kekayaan ini tidak membuatnya menjadi sosok yang angkuh dan sombong.

Allah SWT telah mengajarkan Nabi Sulaiman bahasa burung dan semua bahasa hewan. Hal ini membuat Nabi Sulaiman mampu berkomunikasi dengan hewan dan mengerti pembicaraan hewan yang umumnya tidak diketahui oleh manusia.


Kekayaan Nabi Sulaiman

Dikisahkan dalam buku Cara Kaya Seperti Nabi Sulaiman karya Ahmad Zainal Abidin, dari catatan sejarah, Nabi Sulaiman adalah orang yang paling kaya seantero dunia. Ia menguasai seluruh dunia selama 40 tahun dan memiliki istana yang terbuat dari kayu gaharu serta memiliki bau harum emas. Bagian dari istananya juga ada yang terbuat dari kristal berkilau.

Bisa dikatakan, Nabi Sulaiman menjadi satu-satunya nabi memiliki teknologi yang maju di masanya. Di istananya, banyak karya seni dan benda berharga yang mengesankan bagi semua orang yang menyaksikannya. Pintu gerbang istananya terbuat dari gelas sehingga tidak heran jika istana Nabi Sulaiman menjadi istana paling besar di dunia.

Namun, meski Nabi Sulaiman memiliki kekayaan berupa kerajaan yang megah dan luas, ia tetap menunjukkan sikap berserah diri dan rendah diri kepada Allah SWT dan manusia.

Nabi Sulaiman menyadari bahwa seluruh kekuasaan yang dimilikinya tidak ada apa-apanya di hadapan Allah SWT. Ia menggunakan semua kekayaannya hanya untuk menegakkan kebaikan. Sebagaimana ayahnya yang selalu bertasbih, Nabi Sulaiman juga kerap memuji Allah SWT.

Tujuan Nabi Sulaiman meminta diberikan kerajaan dan kekayaan kepada Allah SWT tidak terlepas dari tujuan luhur untuk berdakwah.

Dalam salah satu riwayat, Rasulullah SAW berkata, “Permintaan yang diajukan oleh Nabi Sulaiman AS untuk mendapatkan pemerintahan yang besar dan meluas bertujuan agar ia bisa mengalahkan kefasikan dan kerusakan para setan.” (HR Bukhari).

Karunia Allah SWT kepada Nabi Sulaiman berupa kekayaan yang melimpah juga menjadi teladan bagi orang-orang yang memiliki kekayaan. Dalam kondisi sekaya apapun, seseorang tidak boleh melampaui batas atau bahkan merasa sombong atas kekayaannya.

Kemampuan Nabi Sulaiman yang Berkomunikasi dengan Hewan

Selain menjadi nabi yang memiliki kekayaan, Nabi Sulaiman juga memiliki kemampuan berkomunikasi dengan hewan. Disebutkan dalam buku Sulaiman: Raja Segala Makhluk karya Humam Hasan Yusuf Salom, Nabi Sulaiman dapat memahami bahasa burung dan saling berbincang satu sama lain atas izin Allah SWT. Hal ini juga disebutkan dalam Al-Qur’an surat An-Naml ayat 16, sebagaimana Allah SWT berfirman:

وَوَرِثَ سُلَيْمٰنُ دَاوٗدَ وَقَالَ يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ عُلِّمْنَا مَنْطِقَ الطَّيْرِ وَاُوْتِيْنَا مِنْ كُلِّ شَيْءٍۗ اِنَّ هٰذَا لَهُوَ الْفَضْلُ الْمُبِيْنُ

Artinya: “Sulaiman telah mewarisi Daud dan dia (Sulaiman) berkata, “Wahai manusia, kami telah diajari (untuk memahami) bahasa burung dan kami dianugerahi segala sesuatu. Sesungguhnya (semua) ini benar-benar karunia yang nyata.” (QS An-Naml: 16).

Terdapat pula kisah Nabi Sulaiman berkomunikasi dengan semut yang diceritakan dalam buku Hikmah Kisah Nabi dan Rasul karya H. Ridwan Abdullah Sani dan Muhammad Kadri.

Suatu hari ketika Nabi Sulaiman berpergian dalam rombongan kafilah yang terdiri dari manusia, jin, dan binatang-binatang, Nabi Sulaiman mendengar seekor semut berkata kepada kawanannya.

“Hai semut-semut, masuklah kamu semuanya ke dalam sarangmu agar kamu selamat dan tidak menjadi binasa diinjak oleh Nabi Sulaiman dan tentaranya tanpa sadar dan sengaja.”

Nabi Sulaiman tersenyum tertawa setelah mendengar suara semut yang ketakutan itu. Beliau kemudian memberitahukan hal tersebut kepada pra pengikutnya untuk tidak menginjak jutaan semut dan sarangnya yang ada di depan mereka.

Nabi Sulaiman sangat mensyukuri karunia yang diberikan Allah SWT kepadanya sehingga menjadikan dirinya dapat mendengar dan menangkap maksud suara semut. Kisah ini juga dikisahkan dalam Al-Qur’an surat An-Naml ayat 17-19

وَحُشِرَ لِسُلَيْمٰنَ جُنُوْدُهٗ مِنَ الْجِنِّ وَالْاِنْسِ وَالطَّيْرِ فَهُمْ يُوْزَعُوْنَ

حَتّٰىٓ اِذَآ اَتَوْا عَلٰى وَادِ النَّمْلِۙ قَالَتْ نَمْلَةٌ يّٰٓاَيُّهَا النَّمْلُ ادْخُلُوْا مَسٰكِنَكُمْۚ لَا يَحْطِمَنَّكُمْ سُلَيْمٰنُ وَجُنُوْدُهٗۙ وَهُمْ لَا يَشْعُرُوْنَ

فَتَبَسَّمَ ضَاحِكًا مِّنْ قَوْلِهَا وَقَالَ رَبِّ اَوْزِعْنِيْٓ اَنْ اَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِيْٓ اَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلٰى وَالِدَيَّ وَاَنْ اَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضٰىهُ وَاَدْخِلْنِيْ بِرَحْمَتِكَ فِيْ عِبَادِكَ الصّٰلِحِيْنَ

Artinya: (17) Untuk Sulaiman di kumpulkanlah bala tentara dari (kalangan) jin, manusia, dan burung, lalu mereka diatur dengan tertib. (18) hingga ketika sampai di lembah semut, ratu semut berkata, “Wahai para semut, masuklah ke dalam sarangmu agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan bala tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadarinya.” (19) Dia (Sulaiman) tersenyum seraya tertawa karena (mendengar) perkataan semut itu. Dia berdoa, “Ya Tuhanku, anugerahkanlah aku (ilham dan kemampuan) untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku dan untuk tetap mengerjakan kebajikan yang Engkau ridhai. (Aku memohon pula) masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh.” (QS An-Naml: 17-19).

Keistimewaan Nabi Sulaiman yang mampu berkomunikasi dengan semut mengajarkan kepada umat manusia agar peduli terhadap semua makhluk ciptaan Allah SWT. Bahkan Rasulullah SAW pun pernah mengajarkan kepada umatnya untuk menyelamatkan semut yang sedang berada di tengah air dan akan tenggelam.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Ahli Ibadah Sahur di Dunia, Buka Puasa di Surga



Jakarta

Ada suatu kisah dari salah seorang ahli ibadah yang sahur di dunia dan buka puasa di surga. Ia merupakan sosok yang kedatangannya dinantikan bidadari surga.

Adalah Sa’id bin al-Harits. Ia merupakan salah satu pejuang muslim dalam perang melawan Kekaisaran Romawi pada 38 H. Perang tersebut dikenal dengan Perang Yarmuk, sebagaimana disebutkan dalam Kitab Al-Buldan Futuhuha wa Ahkamuha karya Syaikh Al-Baladzuri.

Kisah Sa’id bin Al-Harits yang berbuka puasa di surga ini diceritakan oleh Hisyam bin Yahya al-Kinani dalam buku Qiyam Al-Lail wa Al-Munajat ‘inda Al-Sahr karya Sallamah Muhammad Abu Al-Kamal. Kisah ini turut dinukil oleh Ahmad Zacky El-Syafa dalam buku Ia Hidup Setelah Mati 100 Tahun.


Diceritakan, Hisyam bin Yahya al-Kinani dan rombongannya melakukan peperangan di negeri Romawi. Pemimpin mereka saat itu bernama Maslamah bin Abdul Malik. Mereka berteman dengan penduduk Bashrah.

Selama di sana, mereka saling bergiliran melayani pasukan, berjaga, mencari bekal, dan mempersiapkan makanan dalam satu tempat. Di antara rombongan mereka ada Sa’id bin al-Harits.

Selama di medan jihad, Sa’id bin al-Harits berpuasa pada siang hari dan mengerjakan salat pada malam harinya. Hisyam bin Yahya al-Kinani mengaku setiap siang maupun malam melihat Sa’id bin al-Harits sangat sabar dalam beribadah. Di luar waktu salat atau ketika sedang dalam perjalanan, ia tidak pernah berhenti berzikir dan membaca Al-Qur’an.

Hisyam pun mengatakan kepada Sa’id agar menyayangi dirinya. Namun, Sa’id menjawab, “Saudaraku, napas bisa dihitung, umur ada batasnya, dan hari-hari pun akan berakhir. Aku sedang menunggu kematian, dan tak lama lagi nyawaku akan dicabut.”

Jawaban tersebut membuat Hisyam menangis dan ia berdoa kepada Allah SWT agar menganugerahkan pertolongan dan keteguhan kepada Sa’id. Ia lalu meminta Sa’id untuk istirahat di kemah dan ia yang berjaga.

Saat tidur tersebut, Sa’id berbicara dan tertawa dengan mata tetap terlelap. Ia mengatakan ‘Aku tidak ingin kembali.’ Kemudian, ia mengulurkan tangan kanannya seolah-olah mengambil sesuatu. Kemudian, ia menarik kembali tangannya dengan pelan sambil tertawa. Ia lalu berkata, “Malam ini saja!”

Setelah itu ia terbangun dengan tubuh gemetar. Ia menengok ke kanan dan kiri, lalu diam hingga kesadarannya pulih. Dia kemudian bertahlil, bertakbir, dan memuji Allah SWT. Hisyam kemudian memintanya menceritakan apa yang tengah dialaminya.

Sa’id menceritakan didatangi oleh dua orang laki-laki dengan wajah rupawan. Mereka berkata, “Bangunlah agar kami bisa memperlihatkan nikmat yang Allah sediakan untukmu.”

Sa’id lalu menceritakan, dalam tidurnya, ia melihat istana dan bidadari-bidadari yang menyambutnya. Ia berjalan-jalan dalam istana itu sampai ke sebuah kasur yang di atasnya terdapat satu bidadari yang seolah-olah ia adalah permata yang disimpan.

Bidadari itu berkata kepadanya, “Sudah cukup lama aku menantimu.”

Sa’id bertanya, “Siapa kamu?”

Bidadari menjawab, “Aku adalah istrimu yang abadi.”

Sa’id kemudian mengulurkan tangan kepadanya, namun bidadari itu menampiknya dengan lembut seraya berkata, “Hari ini belum bisa. Sebab engkau masih harus kembali ke dunia.”

Sa’id lalu berkata kepadanya, “Aku tidak ingin kembali.”

Bidadari itu menjawab, “Engkau harus kembali. Engkau masih harus tinggal di dunia selama tiga hari. Pada malam ketiga, engkau akan berbuka bersama kami. Insya Allah.”

Sa’id kemudian berkata, “Malam ini saja!” Namun bidadari itu menjawab, “Perkara ini telah ditetapkan.” Kemudian ia bangkit dari tempat duduknya dan saat itulah Sa’id terbangun dari tidurnya dengan tubuh gemetar. Ia kemudian keluar kemah untuk mandi dan bersuci lalu memakai kain kafannya.

Pada pagi harinya, ia menyerang musuh dengan sangat hebat dalam kondisi berpuasa. Ia mencari kematian di jalan Allah SWT. Setelah tiba waktu sore ia berbuka. Hari berikutnya ia melakukan hal yang sama. Hingga tibalah pada hari ketiga.

Ketika matahari hampir terbenam, salah seorang prajurit Romawi melemparkan anak panah dan mengenai Sa’id. Ia pun tersungkur. Hisyam lalu berlari mendekatinya seraya berkata, “Selamat berbahagia! Engkau akan berbuka di istana itu pada malam hari ini. Aduhai, andai saja aku bisa ikut bersamamu.”

Mendengar itu Sa’id pun tertawa. Kemudian ia berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah menepati janji-Nya kepada kita.”

Sa’id pun syahid dalam keadaan masih berpuasa. Petang itu, ia berbuka bersama bidadari di surga. Wallahu a’lam.

(kri/dvs)



Sumber : www.detik.com

Peristiwa Pasukan Gajah di Balik Surat Al-Fiil, Bagaimana Kisahnya?



Jakarta

Surat Al-Fiil terdiri dari lima ayat, berada di urutan ke-105 dalam susunan mushaf Al-Qur’an, dan termasuk kelompok surat Makkiyah. Kata ‘Al-Fiil’ yang artinya “gajah” diambil dari ayat pertama surat ini, dan dinamakan demikian pula karena menceritakan riwayat pasukan bergajah. Bagaimana kisahnya?

M. Quraish Shihab melalui Tafsir Al-Mishbah Jilid 15 menjelaskan tema utama Surat Al-Fiil mengenai uraian atas kegagalan upaya perluasan wilayah oleh Abrahah al-Asyram al-Habasyi bersama pasukan bergajahnya yang dikerahkan dari Yaman menuju Makkah untuk menghancurkan Kakbah.

Tafsir Tahlili Kementerian Agama (Kemenag) Jilid 10 turut menyebut isi kandungan Surat Al-Fiil terkait kisah pasukan bergajah yang diazab oleh Allah SWT dengan mengirimkan sejenis burung yang menyerang mereka hingga binasa.


Seperti apa riwayat tentang pasukan bergajah ini? Simak berikut ini!

Kisah Abrahah dan Pasukan Gajah yang Ingin Hancurkan Kakbah

Masih dari Tafsir Tahlili Kemenag Jilid 10, peristiwa ini diketahui terjadi pada tahun 570 M, bertepatan dengan tahun kelahiran Nabi Muhammad SAW. Ada yang mengatakan, kejadian ini berlangsung tak lebih dari dua bulan sebelum lahirnya beliau SAW.

Para ahli tafsir dan sejarawan Arab mengemukakan bahwa peristiwa itu bermula ketika terjadi pembunuhan besar-besaran ata orang Nasrani oleh Zu Nuwaz, raja Himyar terakhir yang beragama Yahudi.

Mendengarnya, raja Abisinia segera mengirim pasukan besar setelah dihubungi untuk minta bantuan. Bala tentara itu dipimpin oleh dua orang pangeran, Aryat dan Abrahah sebagai wakil raja, dan pasukan ini dikirim untuk menaklukkan Yaman.

Tapi tak lama, percekcokan mencuat sampai memuncaknya pertarungan antara Aryat dan Abrahah. Pertengkaran berakhir dengan terbunuhnya Aryat. Dengan begitu, Yaman berada di bawah pengawasan Abrahah sebagai wakil raja dan gubernurnya.

Kemudian Abrahah mendirikan sebuah katedral besar Sa’an. Dan konon dibangun dengan barang-barang mewah, pualam dibawa dari peninggalan istana Ratu Saba’, ornamen salib dari emas dan perak, serta mimbar dari gading dan kayu hitam.

Tujuannya didirikan dengan megah dan hebat itu dengan maksud mengambil hati raja atas tindakannya itu. Sekaligus ia ingin agar perhatian masyarakat Arab yang setiap tahun berziarah ke Kakbah di Makkah, berganti menjadi ke gereja besar Sa’an itu.

Lantaran harapannya tak pernah terwujud dengan berbagai cara, maka ia tak punya jalan lain selain harus menghancurkan Kakbah.

Didorong oleh ambisi dan fanatisme agama, Abrahah mengerahkan dan memimpin sebuah pasukan besar disertai pasukan gajah-yang kala itu orang Arab masih asing sekali-menuju Makkah. Ia ingin sekali menyerang Kakbah, dan bahkan Abrahah berada paling depan dan di atas seekor gajah besar.

Singkatnya, setelah Abrahah dan bala tentaranya masuk wilayah Hijaz dan sudah hampir dekat dengan Makkah, ia lalu mengirim pasukan berkuda sebagai kurir. Dalam perjalanan itu, mereka merampas harta kaum Quraisy, di antaranya 200 ekor unta milik Abdul Muthalib bin Hasyim, kakek Nabi SAW. Melihat banyaknya gerombolan Abrahah, Quraisy tak mungkin mampu melawan.

Lalu Abrahah mengirim seorang Himyar pengikutnya untuk mendatangi Abdul Muthalib, yang kala itu merupakan pembesar di Makkah. Utusan Abrahah itu meruntuhkan Kakbah, sehingga pihak Makkah tak perlu mengadakan perlawanan.

Mendengar itu, konon Abdul Muthalib mendatangi markas pasukan itu, diantar oleh utusan Abrahah, dengan diikuti anak-anaknya dan beberapa tokoh pemuka Makkah lain.

Sesampainya Abdul Muthalib, Abrahah yang melihat figurnya bertubuh tegap besar dan tampan, lalu ia turun dari singgasananya untuk menyambut dengan hormat, dan duduk bersama-sama dengan tamunya itu.

Menjawab pertanyaan Abrahah melalui penerjemahnya apa yang diperlukan Abdul Muthalib dengan kedatangannya itu, konon dijawab bahwa ia mau meminta 200 ekor yang dirampas pasukannya dikembalikan.

Yang sebelumnya Abrahah hormat dan kagum kepada Abdul Muthalib saat melihatnya, ia menjadi tidak lagi setelah mengetahui kedatangannya yang hanya membicarakan 200 ekor unta miliknya yang dirampas anak buahnya. Bukan perihal rumah suci yang mendasari agamanya dan agama nenek moyangnya. Adapun Kedatangannya akan menghancurkan Kakbah tidak disinggung sama sekali.

Akan tetapi, Abdul Muthalib menjawab bahwa ia pemilik unta, bukan pemilik Kakbah. Rumah suci itu milik Allah SWT, dan Dialah yang akan melindunginya. Abdul Muthalib dan beberapa pemuka Makkah lalu menawarkan sepertiga kekayaan Tihamah untuk Abrahah asal tidak mengganggu Kakbah.

Tetapi tawaran itu ditolak. Kemudian Abdul Muthalib kembali ke Malkah setelah 200 untanya dikembalikan, dan yakin bahwa mereka tidak perlu mengadakan perlawanan, karena mereka percaya bahwa Kakbah sudah ada yang menjaganya.

Kembalinya Abdul Muthalib di Makkah, lalu ia memerintahkan suku Quraisy keluar dari kota Makkah agar tidak menjadi korban pasukan Abrahah. Setelah keluar, kemudian mereka mereka berdoa untuk memohon perlindungan kota Makkah.

Setelah semuanya keluar dan kota Makkah menjadi sunyi, datanglah Abrahah bersama pasukannya yang siap menghancurkan Kakbah. Setelah meruntuhkan Kakbah, ia berencana untuk kembali ke Yaman. Namun rencananya gagal.

Harapannya sia-sia lantaran pada saat itu bala tentaranya secara tiba-tiba dihujani batu yang dibawa oleh sekelompok burung besar. Kawanan burung itu menyebarkan virus wabah sangat berbahaya dan mematikan berupa bisul dan letupan-letupan kulit, yang diduga sejenis campak ganas.

Mereka sebelumnya tak pernah mengalami kejadian seperti itu, dan mengira wabah itu terbawa oleh angin laut. Sesudahya, tak sedikit dari pasukan Abrahah yang binasa. Dan Abrahah sendiri pun mati dalam perjalanan pulang ke Yaman.

Riwayat lain menceritakan bahwa Abrahah ketakutan melihat wabah yang mengganas yang menyebabkan banyak anggota pasukannya mati. Kemudian ia bersegera pulang ke Yaman, tetapi nyatanya badan ia sendiri telah terkena penyakit itu. Dan tidak selang lama ia pun binaa seperti pasukannya yang lain.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Uzair yang Dicabut Nyawanya oleh Allah Selama 100 Tahun



Jakarta

Uzair dikisahkan adalah sebagai seseorang yang merasakan hidup dan mati dalam 100 tahun atas kuasa Allah SWT. Kisah Uzair dalam Al Quran sendiri terdapat pada surah Al Baqarah ayat 259.

اَوْ كَالَّذِيْ مَرَّ عَلٰى قَرْيَةٍ وَّهِيَ خَاوِيَةٌ عَلٰى عُرُوْشِهَاۚ قَالَ اَنّٰى يُحْيٖ هٰذِهِ اللّٰهُ بَعْدَ مَوْتِهَا ۚ فَاَمَاتَهُ اللّٰهُ مِائَةَ عَامٍ ثُمَّ بَعَثَهٗ ۗ قَالَ كَمْ لَبِثْتَ ۗ قَالَ لَبِثْتُ يَوْمًا اَوْ بَعْضَ يَوْمٍۗ قَالَ بَلْ لَّبِثْتَ مِائَةَ عَامٍ فَانْظُرْ اِلٰى طَعَامِكَ وَشَرَابِكَ لَمْ يَتَسَنَّهْ ۚ وَانْظُرْ اِلٰى حِمَارِكَۗ وَلِنَجْعَلَكَ اٰيَةً لِّلنَّاسِ وَانْظُرْ اِلَى الْعِظَامِ كَيْفَ نُنْشِزُهَا ثُمَّ نَكْسُوْهَا لَحْمًا ۗ فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهٗ ۙ قَالَ اَعْلَمُ اَنَّ اللّٰهَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

Artinya: “Atau, seperti orang yang melewati suatu negeri yang (bangunan-bangunannya) telah roboh menutupi (reruntuhan) atap-atapnya. Dia berkata, “Bagaimana Allah menghidupkan kembali (negeri) ini setelah kehancurannya?” Lalu, Allah mematikannya selama seratus tahun, kemudian membangkitkannya (kembali). Dia (Allah) bertanya, “Berapa lama engkau tinggal (di sini)?” Dia menjawab, “Aku tinggal (di sini) sehari atau setengah hari.” Allah berfirman, “Sebenarnya engkau telah tinggal selama seratus tahun. Lihatlah makanan dan minumanmu yang belum berubah, (tetapi) lihatlah keledaimu (yang telah menjadi tulang-belulang) dan Kami akan menjadikanmu sebagai tanda (kekuasaan Kami) bagi manusia. Lihatlah tulang-belulang (keledai itu), bagaimana Kami menyusunnya kembali, kemudian Kami membalutnya dengan daging (sehingga hidup kembali).” Maka, ketika telah nyata baginya, dia pun berkata, “Aku mengetahui bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al Baqarah: 259)


Begitulah bagaimana Allah SWT memberikan kita contoh nyata bagaimana mukjizat-Nya yang dahsyat untuk menambah iman manusia. Selanjutnya, dikutip dari 99 Kisah Menakjubkan dalam Al-Quran karya Ridwan Abqary, lebih lanjut kisah Uzair adalah sebagai berikut.

Kisah Uzair dalam Al Quran, Mati Hidup dalam 100 Tahun

Pada suatu hari, Uzair bermaksud pergi ke kebun. Dia ingin sekali memetik buah-buahan yang sudah tumbuh lebat di kebunnya.

Akhirnya, Uzair pun berangkat dengan mengendarai keledainya dan pergi menuju kebun. Di sana, dia memetik buah anggur dan buah lainnya sampai dua buah keranjang yang dibawanya penuh tanpa ruang tersisa.

Uzair yang telah selesai memanen buah-buahan pun kemudian pulang dengan menaiki keledainya. Siang itu, rasanya matahari bersinar sangat terik.

Matahari kala itu memancarkan sinarnya yang menyengat ke seisi alam. Keledai yang ditumpangi Uzair pun nampaknya juga terdampak dari panas itu, keledai berjalan perlahan dan tampak keletihan.

Tanpa disadari, keledai itu ternyata membawa Uzair ke sebuah tempat yang sangat jauh dari rumah. Ketika sampai di sebuah makam atau kuburan, keledai itu tampak sangat kelelahan sehingga Uzair bermaksud beristirahat dahulu di sana.

Ketika sedang melihat-lihat pekuburan yang sudah hancur itu, tiba-tiba Uzair teringat bahwa semua yang sudah meninggal akan dibangkitkan dan dihidupkan kembali oleh Allah SWT di akhirat nanti. Setelah tubuh manusia yang sudah meninggal, hancur, dan menjadi tanah seperti ini, bagaimana cara Allah SWT menghidupkan mereka kembali?

Pikiran itu kemudian mengusik hati Uzair. Allah SWT Maha Mengetahui. Untuk menjawab rasa penasaran Uzair, Allah SWT mengutus Malaikat ‘Izrail mencabut nyawa Uzair. Uzair pun meninggal saat itu juga di tengah pekuburan yang sangat sepi dan jauh dari mana-mana.

Keledainya yang terikat pun tidak bisa bergerak ke mana-mana sehingga lambat laun, karena kehausan dan kelaparan keledai itu pun akhir mati.

Keluarga Uzair yang merasa kehilangan kemudian mencoba mencari ke mana-mana. Namun, semua usaha mereka berakhir sia-sia karena Uzair tidak bisa lagi mereka temukan.

Setelah sekian lama, mereka pun mengikhlaskan kepergian Uzair yang mungkin saja sudah meninggal di suatu tempat yang tidak pernah mereka ketahui. Setahun, dua tahun, puluhan tahun, berlalu, sampai akhirnya seratus tahun sejak Uzair meninggal, Allah SWT pun menghidupkan kembali Uzair.

Sekarang, kuburan tempat Uzair meninggal sudah berubah menjadi sangat hancur, lebih dari 100 tahun lalu. Bahkan, keledainya yang mati pun sudah tinggal tulang belulang.

Tubuh Uzair yang sudah hancur pun perlahan dikembalikan secara utuh seperti sediakala oleh Allah SWT. Uzair yang terbangun kembali dari kematiannya merasa bingung dengan keadaan yang dilihatnya.

Dia tidak mengetahui yang sudah terjadi pada dirinya. Dia hanya merasa sudah tertidur di tempat itu tapi tidaklah begitu lama. Namun ketika bangun, semuanya sudah sangat berubah. Allah SWT mengutus malaikat untuk bertanya kepada Uzair.

“Sudah berapa lama kamu tinggal di sini?”

Uzair mengerutkan keningnya. Hari sudah senja dan dia masih ingat ketika sampai di pemakaman ini hari masih siang.

“Saya tinggal di sini sehari atau mungkin hanya setengah hari,” jawabnya.

“Kamu sudah tinggal di sini selama seratus tahun,” kata malaikat.

Uzair yang mendengar jawaban tersebut terlihat bingung. Mana mungkin dia tinggal di sini selama seratus tahun, sementara buah-buahan yang ada di dalam keranjangnya masih terlihat segar dan tidak busuk sama sekali.

Namun, alangkah terkejutnya Uzair ketika melihat keledainya justru hanyalah tinggal tulang belulang.

“Demikianlah, sesungguhnya kekuasaan Allah SWT Sekarang kamu perhatikan dengan baik, Allah SWT dapat menghidupkan kembali orang yang sudah meninggal dan mengembalikan jasad yang sudah hancur dengan mudahnya. Demikianlah, Allah SWT akan menghidupkan dan mengembalikan jasad manusia yang sudah meninggal di akhirat nanti dengan begitu mudahnya.” Wallahua’lam.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Sahabat Nabi yang Mulutnya Keluar Cahaya



Jakarta

Sahabat nabi adalah orang-orang terpilih yang memiliki beragam kisah dan tentunya dekat dengan Rasulullah SAW. Salah satu kisah yang diabadikan ini adalah sebuah kisah sahabat nabi yang mulutnya keluar cahaya.

Kisah ini banyak dituliskan, salah satunya adalah bersumber dari buku Beli Surga dengan Al Qur’an karya Ridhoul Wahidi dan M. Syukron Maksum. Sahabat nabi yang dimaksud adalah Zaid bin Haritsah, Abdullah bin Rawahah, Qatadah bin Nu’man, dan Qois bin Ashim.

Kisah Sahabat Nabi yang Mulutnya Keluar Cahaya

Kisah ini sejatinya diceritakan oleh Ali bin Abi Thalib RA. Ia bercerita, saat itu, Rasulullah SAW mengirim pasukan untuk menyerang suatu kaum yang memusuhi kaum muslimin.


Ketika Rasulullah tidak mendapatkan berita perkembangan keadaan pasukannya tersebut, lalu beliau bersabda, “Andaikan ada orang yang dapat mencari kabar tentang mereka dan memberitahukannya kepada kami.”

Beberapa saat kemudian datanglah seseorang dan mengabarkan bahwa muslim utusan beliau telah meraih kemenangan dalam penyerangan itu. Setelahnya, saat pasukan kaum muslimin pulang dari peperangan menuju Madinah, Rasulullah SAW dan para sahabat menyambut mereka di dekat Madinah.

Sesampai dekat Madinah, pemimpin pasukan, Zaid bin Haritsah turun dari untanya dan mencium tangan Rasulullah. Rasulullah SAW kemudian merangkul dan seraya mencium kepalanya.

Lalu, Zaid diikuti oleh Abdullah bin Rawahah dan Qois bin Ashim. Nabi Muhammad SAW merangkul mereka berdua.

Selanjutnya, seluruh pasukan berkumpul di depan Rasulullah SAW. Mereka mengucapkan salam kepada Rasulullah SAW dan beliau menjawab salam mereka. Kemudian Rasulullah SAW bersabda,

“Ceritakanlah apa yang terjadi selama bepergian kepada saudara-saudara kalian yang berada di sini, agar Aku memberikan kesaksian dari apa-apa yang kalian ucapkan, karena Jibril telah memberitahukan kepadaku tentang kebenaran yang kalian ucapkan.”

Salah seorang pasukan kemudian menjawab, “Ya Rasulullah, ketika kami berada di dekat pasukan lawan, kami mengutus seorang mata-mata dari pihak mereka agar memberitahukan kepada pasukan kami mengenai kondisi dan jumlah mereka. Kemudian mata-mata tersebut menemui kami dan berkata, ‘Jumlah mereka seribu orang’, sedangkan jumlah kami dua ribu orang.”

“Namun yang seribu pasukan lawan itu hanya menunggu di luar benteng kota. Sedangkan yang tiga ribu menunggu di jantung kota. Mereka sengaja menggunakan tipu daya dengan berbohong bahwa kekuatan mereka hanya seribu tentara supaya kami berani melawan mereka dan memenangkan pertempuran.”

Cerita itu pun berlanjut, pasukan musuh di dalam kota kemudian menutup pintu gerbangnya, pasukan muslim kemudian menanti di luar. Ketika malam telah tiba, mereka tiba-tiba membuka pintu gerbang di kala pasukan muslim lelap tidur.

Namun, hal itu terkecuali Zaid bin Haritsah, Abdullah bin Rawahah, Qatadah bin Nu’man, dan Qois bin Ashim yang sedang sibuk mengerjakan salat malam dan membaca Al-Qur’an di empat sudut perkemahan.

Di dalam kondisi yang gelap gulita itu, para musuh menyerang kaum muslim dan mereka menghujani mereka dengan panah hingga mereka tidak mampu menghalau karena gelapnya malam. Di tengah kekacauan tersebut, tiba-tiba kaum muslim tersebut melihat cahaya yang datangnya dari pembaca Al-Qur’an.

Cahaya seperti api mereka saksikan keluar dari mulut Qais bin Ashim, dan keluar cahaya seperti bintang kejora keluar dari mulut Qatadah bin Nu’man. Lalu, dari mulut Abdullah bin Rawahah keluar sinar seperti cahaya rembulan dan keluar sinar seperti cahaya Matahari dari mulut zaid bin Haritsah.

Keempat cahaya itulah yang menerangi muslim dan membuat gelapnya malam berubah seperti hari masih siang. Akan tetapi musuh kaum muslim tetap melihat seakan masih dalam keadaan kegelapan.

Sang panglima perang, Zaid bin Haritsah, kemudian memimpin pasukan muslim memasuki daerah lawan. Pasukan muslim dapat mengepung, membunuh sebagian mereka dan menawan mereka. Selanjutnya mereka mampu memasuki jantung kota dan mengumpulkan ghanimah perang.

“Wahai Rasulullah, yang membuat kami sangat heran adalah cahaya yang keluar dari keempat sahabat tersebut, dan kami tidak melihatnya sebelumnya. Cahaya dari mulut mereka itu mampu menerangi kami sehingga kami menang dan menebarkan kegelapan bagi musuh-musuh.” terang salah satu pasukan itu.

Begitulah kisah sahabat nabi yang mulutnya keluar cahaya yang diduga karena keempat sahabat tersebut adalah pembaca Al-Qur’an yang taat beribadah kepada Allah SWT. Wallahua’lam.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Kisah Ibu Nabi Musa saat Menghanyutkan Bayinya di Sungai Nil



Jakarta

Nabi Musa AS adalah salah satu nabi ulul azmi atau yang memiliki mukjizat dari kehendak Allah SWT. Namun, terdapat kisah unik ibu Nabi Musa saat menghanyutkan bayinya atau Nabi Musa ketika masih bayi.

Kisah ibu Nabi Musa menghanyutkan bayinya itu sendiri termaktub dalam Surah Thaha ayat 39,

أَنِ ٱقْذِفِيهِ فِى ٱلتَّابُوتِ فَٱقْذِفِيهِ فِى ٱلْيَمِّ فَلْيُلْقِهِ ٱلْيَمُّ بِٱلسَّاحِلِ يَأْخُذْهُ عَدُوٌّ لِّى وَعَدُوٌّ لَّهُۥ ۚ وَأَلْقَيْتُ عَلَيْكَ مَحَبَّةً مِّنِّى وَلِتُصْنَعَ عَلَىٰ عَيْنِىٓ


Arab Latin: Aniqżi fīhi fit-tābụti faqżi fīhi fil-yammi falyulqihil-yammu bis-sāḥili ya`khuż-hu ‘aduwwul lī wa ‘aduwwul lah, wa alqaitu ‘alaika maḥabbatam minnī, wa lituṣna’a ‘alā ‘ainī

Artinya: “Letakkanlah ia (Nabi Musa) di dalam peti, kemudian lemparkanlah ia ke sungai (Nil), maka pasti sungai itu membawanya ke tepi, supaya diambil oleh (Firaun) musuh-Ku dan musuhnya. Dan Aku telah melimpahkan kepadamu kasih sayang yang datang dari-Ku; dan supaya kamu diasuh di bawah pengawasan-Ku,”

Dikutip dari Tafsir Kementerian Agama (Kemenag) RI, perintah untuk menaruh Nabi Musa di dalam peti yang rapi dan kuat dilaksanakan oleh ibu Nabi Musa. Dengan kuasa Allah, peti tersebut justru ditemukan istri Firaun.

Lebih jelas, cerita lengkap ini juga banyak diturunkan dan dikisahkan oleh berbagai sumber, salah satunya dalam buku Hikmah Kisah Nabi dan Rasul karya Ridwan Abdullah Sani dan Muhammad Kadri.

Kisah Ibu Nabi Musa saat Menghanyutkan Bayi

Kisah ini diawali dengan latar belakang bahwa Firaun pada masa itu sangat berkuasa bahkan dianggap sebagai Tuhan. Namun, pada suatu hari terdapat ramalan bahwa akan datang saat di mana ada bayi laki-laki dari Bani Israil yang kelak akan menjadi musuh Firaun sekaligus mengalahkannya.

Seketika setelah mendengar ramalan yang sangat ia percaya itu, kemudian ia mengeluarkan perintah untuk membunuh semua bayi laki-laki pada tahun-tahun dimana ramalan itu akan terjadi. Semua aparat dan pasukan dari Firaun menggeledah dan memastikan bahwa tidak ada bayi laki-laki yang terlewat untuk dibunuh.

Namun, karena kehendak Allah SWT yang Maha Besar, tidak ada kemauan-Nya yang dapat ditahan atau ditolak oleh makhluknya, tidak terlepas juga firaun. Ibu Musa yang saat itu melahirkan bayinya, ia berhasil memohon dan meluluhkan hati bidan yang membantu persalinannya untuk tidak melapor kepada Firaun dan pasukannya.

Selama beberapa waktu, ibu Musa menyusui bayinya seperti biasa. Akan tetapi, perasaan tidak nyaman dan selalu gelisah pasti menghantui dirinya.

Allah SWT kemudian memberi ilham kepadanya agar menyembunyikan bayinya dalam sebuah peti, kemudian menghanyutkan peti yang berisi bayinya itu di Sungai Nil. Allah memberikan petunjuk bahwa ibu Musa tidak boleh bersedih dan cemas atas keselamatan bayinya lantaran Allah menjamin akan mengembalikan bayi itu kepadanya bahkan akan mengutusnya sebagai salah seorang rasul.

Akhirnya ibu Nabi Musa pun mantap untuk melakukan apa yang telah diperintahkan kepadanya melalui ilham dari Allah SWT. Kemudian, kakak Nabi Musa diperintahkan oleh ibunya untuk mengawasi dan mengikuti peti tersebut untuk mengetahui dimana peti itu bersandar dan siapa yang mengambilnya.

Ternyata yang mengambil peti bayi Musa itu adalah istri dari Firaun sendiri yaitu Asiyah binti Muzahim. Asiyah yang dengan senang hati mengambil peti itu kemudian memberitakan kepada firaun mengenai bayi laki-laki tersebut kepadanya.

Firaun yang mendengar kabar tersebut kemudian berkata kepada istrinya, “Aku khawatir bahwa inilah bayi yang diramalkan, yang akan menjadi musuh dan penyebab kesedihan kami dan akan membinasakan kerajaan kami yang besar ini.”

Kemudian istrinya menjawab, “Janganlah bayi yang tidak berdosa ini dibunuh. Aku sayang kepadanya dan lebih baik kami ambil ia sebagai anak, kalau-kalau kelak ia akan berguna dan bermanfaat bagi kita. Hatiku sangat tertarik kepadanya dan ia akan menjadi kesayanganku dan kesayanganmu.”

Demikianlah, Allah Yang Mahakuasa menghendaki sesuatu maka jalan bagi terlaksananya takdir itu akan dimudahkan. Allah SWT telah menakdirkan bahwa nyawa bayi tersebut akan selamat dan Musa akan diasuh oleh keluarga Firaun.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Nama Jin yang Bantu Nabi Sulaiman Pindahkan Istana Ratu Bilqis



Jakarta

Nabi Sulaiman AS adalah putra dari Nabi Daud AS. Salah satu mukjizatnya adalah menguasai bahasa hewan dan juga menaklukan jin.

Hal ini dijelaskan dalam surah An-Naml ayat 17. Berikut bacaan dan terjemahannya,

وَحُشِرَ لِسُلَيْمَٰنَ جُنُودُهُۥ مِنَ ٱلْجِنِّ وَٱلْإِنسِ وَٱلطَّيْرِ فَهُمْ يُوزَعُونَ


Artinya: “Dan dihimpunkan untuk Sulaiman tentaranya dari jin, manusia dan burung lalu mereka itu diatur dengan tertib (dalam barisan).”

Kemudian, Nabi Sulaiman juga berhasil menundukkan jin untuk bekerja di bawah perintahnya. Dikutip dari buku Berburu Warisan Nabi Yusuf dan Nabi Sulaiman karya Muhammad Gufron Hidayat, mereka bahkan bekerja membantu Nabi Sulaiman dalam membangun gedung.

Selain itu, mereka berhasil membuat bejana besar untuk makanan para tentara dan pekerja, hingga membuat tempat minum yang besarnya seperti kolam. Mukjizat Nabi Sulaiman ini diceritakan dalam surah Saba’ ayat 13,

يَعْمَلُونَ لَهُ مَا يَشَاءُ مِنْ مَحَارِيبَ وَتَمَاثِيلَ وَجِفَانٍ كَالْجَوَابِ وَقُدُورٍ رَاسِيَاتٍ ۚ اعْمَلُوا آلَ دَاوُودَ شُكْرًا ۚ وَقَلِيلٌ مِنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ

Artinya: “Mereka (para jin itu) bekerja untuk Sulaiman sesuai dengan apa yang dikehendakinya di antaranya (membuat) gedung-gedung yang tinggi, patung-patung, piring-piring yang (besarnya) seperti kolam dan periuk-periuk yang tetap (berada di atas tungku). Bekerjalah wahai keluarga Dawud untuk bersyukur (kepada Allah). Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur.”

Pada kisahnya, Nabi Sulaiman dibantu golongan jin dalam membantu memimdahkan istana Ratu Bilqis. Siapakah jin yang membantu Nabi Sulaiman?

Nama Jin yang Membantu Nabi Sulaiman

Nama jin yang membantu Nabi Sulaiman disebutkan secara tersurat dalam firman-Nya di surah An Naml ayat 38 sampai 40. Berikut ini adalah ayat beserta artinya.

قَالَ يٰٓاَيُّهَا الْمَلَؤُا اَيُّكُمْ يَأْتِيْنِيْ بِعَرْشِهَا قَبْلَ اَنْ يَّأْتُوْنِيْ مُسْلِمِيْنَ (38

قَالَ عِفْرِيْتٌ مِّنَ الْجِنِّ اَنَا۠ اٰتِيْكَ بِهٖ قَبْلَ اَنْ تَقُوْمَ مِنْ مَّقَامِكَۚ وَاِنِّيْ عَلَيْهِ لَقَوِيٌّ اَمِيْنٌ (39

قَالَ الَّذِيْ عِنْدَهٗ عِلْمٌ مِّنَ الْكِتٰبِ اَنَا۠ اٰتِيْكَ بِهٖ قَبْلَ اَنْ يَّرْتَدَّ اِلَيْكَ طَرْفُكَۗ فَلَمَّا رَاٰهُ مُسْتَقِرًّا عِنْدَهٗ قَالَ هٰذَا مِنْ فَضْلِ رَبِّيْۗ لِيَبْلُوَنِيْٓ ءَاَشْكُرُ اَمْ اَكْفُرُۗ وَمَنْ شَكَرَ فَاِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهٖۚ وَمَنْ كَفَرَ فَاِنَّ رَبِّيْ غَنِيٌّ كَرِيْمٌ (40

Arab latin: “Qāla yā ayyuhal-mala’u ayyukum ya’tīnī bi’arsyihā qabla ay ya’tūnī muslimīn(a). Qāla ‘ifrītum minal-jinni ana atīka bihī qabla an taqūma mim maqāmik(a), wa innī ‘alaihi laqawiyyun amīn(un). Qālal-lażī ‘indahū ‘ilmum minal-kitābi ana ātīka bihī qabla ay yartadda ilaika ṭarfuk(a), falammā ra’āhu mustaqirran ‘indahū qāla hāżā min faḍli rabbī, liyabluwanī a’asykuru am akfur(u), wa man syakara fa’innamā yasykuru linafsih(ī), wa man kafara fa’inna rabbī ganiyyun karīm(un).”

Artinya: Dia (Sulaiman) berkata, “Wahai para pembesar, siapakah di antara kamu yang sanggup membawakanku singgasananya sebelum mereka datang menyerahkan diri?” Ifrit dari golongan jin berkata, “Akulah yang akan membawanya kepadamu sebelum engkau berdiri dari singgasanamu. Sesungguhnya aku benar-benar kuat lagi dapat dipercaya.” Seorang yang mempunyai ilmu dari kitab suci berkata, “Aku akan mendatangimu dengan membawa (singgasana) itu sebelum matamu berkedip.” Ketika dia (Sulaiman) melihat (singgasana) itu ada di hadapannya, dia pun berkata, “Ini termasuk karunia Tuhanku untuk mengujiku apakah aku bersyukur atau berbuat kufur. Siapa yang bersyukur, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri. Siapa yang berbuat kufur, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia.”

Dari bantuan jin ifrit atas kehendak dan kuasa Allah SWT kepada Nabi Sulaiman, beliau mampu membuat Ratu Balqis beriman kepada Allah SWT. Berikut adalah kisah selengkapnya.

Ratu Balqis Takjub pada Mukjizat Nabi Sulaiman

Dikutip dari Cerita Teladan 25 Nabi dan Rasul tulisan Iip Syarifah, dijelaskan bahwa Ratu Balqis memimpin kerajaan yang sangat mahsyur namun tidak beriman kepada Allah SWT. Singkat cerita, setelah utusan Ratu Balqis datang menemui Nabi Sulaiman, ia menyampaikan apa yang dilihatnya ini sangat di luar nalarnya. Hal ini membuat Ratu Balqis ingin mengecek sendiri kabar tersebut.

Mendengar kabar bahwa Ratu Balqis ingin datang langsung ke istananya, Nabi Sulaiman AS bertanya kepada para jin, “Siapa yang sanggup memindahkan kerajaan Ratu Balqis ke istanaku dalam waktu sekejap?”

Akhirnya istana yang megah ini berhasil dibangun oleh anugerah yang diberikan Allah SWT kepada Nabi Sulaiman AS. Segera setelah Ratu Balqis sampai di istana Nabi Sulaiman AS, ia bertanya, “Seperti inikah singgasanamu?” kepada Ratu Balqis yang kebingungan mengamati siggahsana itu.

Setelah kebingungan beberapa saat, Ratu Balqis menjawab, “Seakan-akan singgasana ini adalah singgasanaku”.

Nabi Sulaiman AS kemudian berkata lagi, “Kami telah diberi pengetahuan sebelumnya dan kami adalah orang-orang yang berserah diri.”

Ratu Balqis akhirnya tersadar bahwa yang dilihatnya adalah benar-benar singgasananya. Ratu Balqis kemudian sangat terpesona dengan keimanan Nabi Sulaiman AS yang telah disaksikannya.

Dia juga terpesona dengan kemajuan ilmu yang telah dicapai di kerajaan Nabi Sulaiman AS. Beliau kemudian mempersilakan Ratu Balqis untuk masuk ke istana yang sudah dipersiapkannya.

Akhirnya Ratu Balqis tersadar bahwa matahari yang selama ini disembah oleh kaumnya hanyalah makhluk yang telah diciptakan oleh Allah SWT untuk semua hamba-Nya. Ratu Balqis lalu mengumumkan keislamannya. Dia pun tunduk dan berserah diri kepada Allah SWT dan diikuti oleh seluruh rakyatnya.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Kisah Cinta Nabi Yusuf dan Zulaikha, Berpisah sebelum Menikah



Jakarta

Nabi Yusuf AS banyak dikenal dalam masyarakat sebagai nabi yang memiliki wajah tampan dan memiliki sifat baik hati dengan suara yang lembut. Terdapat kisah unik dan menarik untuk diketahui muslim mengenai kisah cinta Nabi Yusuf dan Zulaikha.

Mengutip buku Menengok Kisah 25 Nabi & Rasul karya Ustad Fatih, dikatakan bahwa kisah ini menjadi salah satu kisah yang dapat dijadikan rujukan bagi umat khususnya ketika mengagumi seseorang. Berikut ini adalah kisah cinta Nabi Yusuf dan Zulaikha selengkapnya.

Kisah Cinta Nabi Yusuf dan Zulaikha

Kisah cinta ini berawal dari pertemuan antara Nabi Yusuf dan Zulaikha. Keduanya diketahui bertemu lantaran Nabi Yusuf saat itu adalah budak yang diangkat menjadi anak oleh Qithfir Al Aziz, yaitu suami Zulaikha yang saat itu sedang menjabat menjadi menteri keuangan di Mesir.


Singkat cerita, Nabi Yusuf pun tinggal bersama dengan anak angkat lainnya hidup bersama dengan Zulaikha dan suaminya. Dengan wajah yang tampan, Nabi Yusuf menarik perhatian dari Zulaikha hingga menarik pujian yang keluar dari mulut Zulaikha.

Kejadian ini pun terjadi berulang kali dan dapat dikatakan semakin parah. Terlebih lagi fakta bahwa Zulaikha memiliki paras yang cantik jelita dan bahkan berias hanya untuk menggoda Nabi Yusuf semata.

Akan tetapi, Nabi Yusuf adalah sosok yang sangat taat pada Allah sehingga ia melindungi diri dan tidak terhasut tipu daya istri tuannya itu. Dalam kondisi seperti itu, melansir Ibnu Katsir dalam Kisah Para Nabi, Nabi Yusuf terus menolak sebagaimana termaktub dalam surah Yusuf ayat 23,

وَرَاوَدَتْهُ الَّتِيْ هُوَ فِيْ بَيْتِهَا عَنْ نَّفْسِهٖ وَغَلَّقَتِ الْاَبْوَابَ وَقَالَتْ هَيْتَ لَكَ ۗقَالَ مَعَاذَ اللّٰهِ اِنَّهٗ رَبِّيْٓ اَحْسَنَ مَثْوَايَۗ اِنَّهٗ لَا يُفْلِحُ الظّٰلِمُوْنَ

Artinya: Perempuan, yang dia (Yusuf) tinggal di rumahnya, menggodanya. Dia menutup rapat semua pintu, lalu berkata, “Marilah mendekat kepadaku.” Yusuf berkata, “Aku berlindung kepada Allah. Sesungguhnya dia (suamimu) adalah tuanku. Dia telah memperlakukanku dengan baik. Sesungguhnya orang-orang zalim tidak akan beruntung.”

Zulaikha yang merasa cintanya tidak berbalas pun kemudian memfitnah Nabi Yusuf. Suatu waktu, ia mengejar dan menangkap Nabi Yusuf yang hendak lari darinya hingga gamis yang dipakai Nabi Yusuf terkoyak. Suami dari Zulaikha pun muncul hingga membuat wanita itu menuduh Yusuf sebagai pelakunya.

Setelah beradu argumen serta saksi, Al Aziz menyadari bahwa penggoda utamanya ialah Zulaikha. Ia pun meminta sang istri agar segera berdoa dan memohon ampun.

Kabar dan cacian kepada istri Al Aziz pun menjadi perbincangan dari para istri pejabat tinggi dan pembesar di Mesir saat itu. Mereka menyebarkan berita tentang kekejian perilaku istri Al Aziz yang berusaha menggoda pelayannya, Nabi Yusuf.

Hal itu pun membuat Zulaikha berinisiatif mengundang mereka makan di rumahnya. Para tamu wanita itu diberikan pisau untuk memotong makanan. Zulaikha pun dengan sengaja memanggil Nabi Yusuf untuk hadir demi menunjukkan ketampanan beliau pada para tamu.

Akibatnya, para tamu tersebut terpana dengan ketampanan Nabi Yusuf hingga mereka tidak menyadari mengiris tangan mereka sendiri dengan pisau. Hal ini terabadikan dalam surah Yusuf ayat 31.

Setelah itu, Zulaikha dan Raja Qithfir memasukkan Yusuf ke penjara. Maksud tujuan ini supaya rumor tentang keluarganya tidak berkepanjangan dan membuat masyarakat melupakannya. Yusuf tidak keberatan dimasukkan ke penjara, ia pun mendekam di sana cukup lama hingga lebih dari lima tahun.

Bertemunya Kembali Nabi Yusuf dan Zulaikha

Seiring berjalannya waktu berlalu, Zulaikha mengakui kesalahan dirinya hingga Nabi Yusuf pun dikeluarkan dari penjara. Al Aziz juga turut membersihkan nama Nabi Yusuf atas tuduhan palsu yang dialamatkan padanya.

Setelah terbebas dari segala tuduhan, Al Aziz memberikan kepercayaan jabatan kepada Nabi Yusuf untuk memimpin Mesir dan berhasil menggantikan posisi raja yang sebelumnya memimpin.

Tidaknya hanya itu, sebelum wafat, Al Aziz sudah lebih dulu mempertemukan kembali Nabi Yusuf dengan Zulaikha dan menikahkan keduanya. Dari pernikahannya tersebut, Nabi Yusuf dikaruniai dua putra yang bernama Afrayin dan Mansa.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Kisah Kurban dari Dua Putra Nabi Adam AS, Qabil dan Habil



Jakarta

Mendekati momentum Hari Idul Adha, ada beberapa kisah yang menarik bagi muslim ketahui sekaligus memperkaya khasanah pengetahuan. Salah satunya adalah kisah kurban dari kedua putra Nabi Adam AS yang dapat kita jadikan sebagai pembelajaran.

Dikutip dari buku Kisah Para Nabi tulisan Ibnu Katsir, kisah ini diterangkan dari As-Sadi yang menceritakan melalui Abu Malik dan Abu Shalih, yang meriwayatkan dari Ibnu Abbas, yang diteruskan dari Murrah, yang berasal dari Ibnu Mas’ud, yang mendengar dari beberapa sahabat Nabi Muhammad SAW.

Menurut kisahnya, Nabi Adam menikahkan setiap anak laki-lakinya yang bernama Qabil dan Habil dengan anak perempuan yang bukan pasangan kembarannya. Menurut aturan ini, Habil seharusnya dinikahkan dengan saudara perempuan kembarannya, Qabil, yang lebih tua darinya.


Perempuan tersebut merupakan salah satu putri Nabi Adam yang paling cantik. Namun, Qabil berkeinginan untuk menikahi saudari kembarannya yang sangat cantik itu.

Nabi Adam kemudian memerintahkan Qabil untuk menikahkan saudari kembarannya dengan Habil, tetapi Qabil menolak perintah tersebut. Akhirnya, Nabi Adam memerintahkan kedua putranya untuk berkurban.

Pada saat yang sama, Nabi Adam sendiri berangkat ke Mekah Makkah dapat menunaikan ibadah haji. Sebelum berangkat, Nabi Adam berusaha menitipkan penjagaan keluarganya kepada langit, namun langit menolaknya.

Kemudian, beliau mencoba menitipkannya kepada bumi dan gunung, tetapi keduanya juga menolak. Akhirnya, Qabil menyatakan kesediaannya untuk menjaga keluarganya.

Selanjutnya, ketika Qabil dan Habil berangkat untuk mempersembahkan kurban seperti yang diminta oleh Nabi Adam berdasarkan perintah Allah, Habil memilih untuk mempersembahkan kurbannya berupa seekor kambing yang terbaik dan paling gemuk. Perlu diketahui bahwa latar belakang Habil adalah seorang peternak.

Sementara itu, Qabil memilih untuk mempersembahkan hasil pertanian yang buruk. Ketika mereka menyerahkan kurban-kurban tersebut, api turun dari langit dan menyambar kurban Habil, menunjukkan bahwa kurban Habil diterima.

Namun, api tidak menyentuh kurban Qabil, menandakan bahwa kurban Qabil ditolak. Qabil marah dan mengancam Habil, mengatakan bahwa dia akan membunuhnya dan menghalangi Habil untuk menikahi saudara perempuannya yang kembar.

Habil menjawab, “Sesungguhnya, Allah SWT hanya menerima kurban dari orang-orang yang bertakwa.”

Kisah ini juga diabadikan dalam surah Al Ma’idah ayat 27. Allah SWT berfirman,

۞ وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَاَ ابْنَيْ اٰدَمَ بِالْحَقِّۘ اِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنْ اَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ الْاٰخَرِۗ قَالَ لَاَقْتُلَنَّكَ ۗ قَالَ اِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللّٰهُ مِنَ الْمُتَّقِيْنَ

Artinya: Bacakanlah (Nabi Muhammad) kepada mereka berita tentang dua putra Adam dengan sebenarnya. Ketika keduanya mempersembahkan kurban, kemudian diterima dari salah satunya (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Dia (Qabil) berkata, “Sungguh, aku pasti akan membunuhmu.” Dia (Habil) berkata, “Sesungguhnya Allah hanya menerima (amal) dari orang-orang yang bertakwa.

Ibnu Abbas juga meriwayatkan melalui riwayat lainnya, yang berasal dari Abdullah bin Amru. Abdullah bin Amru berkata,

“Sungguh, yang terbunuh (Habil) adalah orang yang lebih kuat di antara kedua saudara itu, tetapi dia menahan diri dari melakukan dosa dengan tidak menggerakkan tangannya untuk membunuh saudaranya, Qabil.”

Abu Ja’far al-Bakir juga meriwayatkan bahwa Nabi Adam merasa gembira karena kedua putranya telah mempersembahkan kurban dan kurban Habil diterima sedangkan kurban Qabil ditolak. Qabil kemudian mengatakan kepada Nabi Adam,

“Kurban Habil diterima karena engkau mendoakannya, tetapi engkau tidak mendoakanku.” Padahal, Nabi Adam telah mendoakan kedua putranya dengan baik.

Wallahu’alam.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com