Tag Archives: Ali bin Abi Thalib

Rasulullah SAW Pernah Larang Ali bin Abi Thalib Poligami, Mengapa Demikian?


Jakarta

Nabi Muhammad SAW pernah melarang Ali bin Abi Thalib RA untuk melakukan poligami. Sebagaimana diketahui, poligami diperbolehkan dalam Islam selama suami bisa berlaku adil dalam memperlakukan istri-istrinya.

Menurut buku Konsepsi Al-Qur’an, Kajian Tafsir Tematik Atas Sejumlah Persoalan Masyarakat Seri 2 yang disusun Mardan, poligami adalah penggalan kata yang berasal dari bahasa Yunani yaitu poli atau polus yang artinya banyak. Kata kedua adalah gamein atau gamos dengan makna perkawinan sehingga jika digabung berarti perkawinan yang memiliki banyak pasangan.

Poligami dalam Islam dibatasi hanya sampai empat orang. Artinya, seorang lelaki hanya boleh menikahi maksimal empat orang istri.


Terkait poligami turut dijelaskan dalam surah An Nisa ayat 3,

وَاِنْ خِفْتُمْ اَلَّا تُقْسِطُوْا فِى الْيَتٰمٰى فَانْكِحُوْا مَا طَابَ لَكُمْ مِّنَ النِّسَاۤءِ مَثْنٰى وَثُلٰثَ وَرُبٰعَ ۚ فَاِنْ خِفْتُمْ اَلَّا تَعْدِلُوْا فَوَاحِدَةً اَوْ مَا مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْ ۗ ذٰلِكَ اَدْنٰٓى اَلَّا تَعُوْلُوْاۗ

Artinya: “Jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Akan tetapi, jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil, (nikahilah) seorang saja atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat untuk tidak berbuat zalim.”

Cerita Rasulullah SAW Pernah Larang Ali bin Ali Thalib RA Poligami

Mengutip dari buku Amazing Stories Fatimah karya Zakiah Nur Jannah, Ali bin Abi Thalib RA sempat ingin berpoligami dengan putri Abu Jahal. Mendengar itu, Fatimah Az Zahra yang merupakan istri Ali RA mengadukan hal itu kepada ayahnya, Rasulullah SAW.

“Kaummu mengira bahwa engkau tidak ikut marah apabila putrinya marah. Ali ingin menikahi putri Abu Jahal,” kata Fatimah.

Rasulullah SAW lantas berdiri dan berkata sebagaimana disebutkan dalam hadits,

“Sungguh Fatimah adalah bagian dariku. Aku tidak suka apabila ia disakiti. Demi Allah, putri utusan Allah dan putri musuh Allah tidak bisa berkumpul pada satu suami.” (HR Bukhari dan Muslim)

Turut diterangkan melalui buku Pernikahan Menurut Islam tulisan Samsurizal, Rasulullah SAW melarang Ali bin Abi Thalib RA berpoligami karena beliau merupakan wali dari Ali. Sementara itu, wanita yang ingin dinikahi adalah putri dari Abu Jahal.

Sebagaimana diketahui, Abu Jahal adalah tokoh Quraisy yang sangat benci kepada Islam. Perlawanannya terhadap agama Allah SWT sangat keji sehingga dikhawatirkan timbul fitnah serta pengaruh yang buruk.

Dengan begitu, larangan Rasulullah SAW terhadap Ali bin Abi Thalib RA untuk berpoligami bukan karena melanggar ketentuan Allah SWT. Tetapi, hal tersebut dilakukan demi mencegah fitnah yang akan timbul.

Beliau bersabda,

“Sungguh aku tidak mengharamkan yang halal, tapi demi Allah, tidak akan bersatu putri Rasulullah dengan putri dari musuh Allah SWT dalam satu tempat selama-lamanya.”

Karena kecintaan Ali bin Ali Thalib RA yang luar biasa terhadap Fatimah Az Zahra, akhirnya ia memutuskan untuk tidak menikahi putri Abu Jahal. Mendengar itu, Fatimah merasa lega dan keduanya hidup bahagia sepanjang hayat.

Ali bin Abi Thalib pernah berkata,

“Aku bertanya kepada Rasulullah SAW di antara kami berdua, siapakah yang lebih engkau cintai, aku atau Fatimah?” Rasulullah SAW menjawab, “Fatimah lebih aku cintai daripada kamu, dan kamu lebih mulia bagiku daripada dia.” (Sunan at-Tirmidzi, Sunan an-Nasa’i, Musnad Abu Ya’la, dan lain-lain)

Istri Boleh Menolak Poligami Jika Tak Sesuai Syariat

Berdasarkan cerita Rasulullah SAW yang melarang Ali bin Abi Thalib RA untuk poligami, maka dapat diketahui bahwa seorang wanita diperbolehkan menolak niatan suaminya untuk berpoligami apabila hal itu dilakukan tidak sesuai syariat Islam. Sebagai contoh, suami menikahi wanita yang telah memiliki suami juga atau wanita musyrik.

Allah SWT berfirman dalam surah Al Baqarah ayat 221,

وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكٰتِ حَتّٰى يُؤْمِنَّ ۗ وَلَاَمَةٌ مُّؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِّنْ مُّشْرِكَةٍ وَّلَوْ اَعْجَبَتْكُمْ ۚ وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِيْنَ حَتّٰى يُؤْمِنُوْا ۗ وَلَعَبْدٌ مُّؤْمِنٌ خَيْرٌ مِّنْ مُّشْرِكٍ وَّلَوْ اَعْجَبَكُمْ ۗ اُولٰۤىِٕكَ يَدْعُوْنَ اِلَى النَّارِ ۖ وَاللّٰهُ يَدْعُوْٓا اِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِاِذْنِهٖۚ وَيُبَيِّنُ اٰيٰتِهٖ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُوْنَ ࣖ ٢٢١

Artinya: “Janganlah kamu menikahi perempuan musyrik hingga mereka beriman! Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik, meskipun dia menarik hatimu. Jangan pula kamu menikahkan laki-laki musyrik (dengan perempuan yang beriman) hingga mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. (Allah) menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran.”

Wallahu a’lam.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Jangan Pernah Bilang ‘Aku Sudah Sabar’, Ini Pesan Rasulullah


Jakarta

Allah SWT memerintahkan hamba-Nya untuk senantiasa bersabar. Dia juga menunjukkan balasan di akhirat bagi yang melaksanakan ibadah hati tersebut.

Allah SWT berfirman dalam surah An Nahl ayat 96,

مَا عِنْدَكُمْ يَنْفَدُ وَمَا عِنْدَ اللّٰهِ بَاقٍۗ وَلَنَجْزِيَنَّ الَّذِيْنَ صَبَرُوْٓا اَجْرَهُمْ بِاَحْسَنِ مَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ ٩٦


Artinya: “Apa yang ada di sisimu akan lenyap dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal. Kami pasti akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik daripada apa yang selalu mereka kerjakan.”

Menurut Tafsir Al-Qur’an Kementerian Agama RI, ayat tersebut memberitahukan bahwa orang yang beriman dan sabar menghadapi tugas agama dan tabah dari segala penderitaan akan mendapat ganjaran lebih dari apa yang mereka kerjakan. Allah SWT menonjolkan sifat sabar atau tabah karena sifat tersebut adalah asas dari segala amal perbuatan.

Buya HAMKA dalam Tafsir Al Azhar mengatakan di sinilah letak ujian manusia, antara janji Tuhan yang begitu jelas dan janji manusia atau iblis yang mendebarkan dada. Orang lemah kerap kali jatuh.

Allah SWT juga berfirman dalam surah Asy Syura ayat 43,

وَلَمَنْ صَبَرَ وَغَفَرَ اِنَّ ذٰلِكَ لَمِنْ عَزْمِ الْاُمُوْرِ ࣖ ٤٣

Artinya: “Akan tetapi, sungguh siapa yang bersabar dan memaafkan, sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang (patut) diutamakan.”

Pesan Rasulullah agar Bersabar

Jangan pernah bilang “aku sudah sabar”. Sebab, hal ini bisa berarti menolak untuk menghadapi ujian dengan kesabaran.

Rasulullah SAW dalam salah satu hadits pernah menyebut bahwa sabar ada tiga macam. Yaitu sabar dalam melakukan ketaatan kepada Allah SWT, sabar dalam menjauhi kemaksiatan kepada Allah SWT, dan sabar dalam menerima ujian dari Allah SWT.

Beliau SAW bersabda,

الصَّبْرُ ثَلَاثَةٌ صَبْرٌ عَلَى الْمُصِيبَةِ، وَصَبْرٌ عَلَى الطَّاعَةِ، وَصَبْرٌ عَنِ الْمَعْصِيَةِ، فَمَنْ صَبْرَ عَلَى الْمُصِيبَةِ حَتَّى يَرُدَّهَا بِحُسْنِ عَزَائِهَا، كَتَبَ اللهُ لَهُ ثَلَاثُ مِائَةٍ دَرَجَةِ، مَا بَيْنَ الدَّرَجَةِ إِلَى الْأُخْرَى كَمَا بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ، وَمَنْ صَبَرَ عَلَى الطَّاعَةِ كُتِبْتَ لَهُ سِتْ مِائَةِ دَرَجَةٍ، مَا بَيْنَ الدَّرَجَةِ إِلَى الدَّرَجَةِ كَمَا بَيْنَ تُحُوْمِ الْأَرْضِ إِلَى مُنْتَهَى الْعَرْشِ، وَمَنْ صَبْرَ عَنِ الْمَعْصِيَةَ كَتَبَ اللَّهُ لَهُ تِسْعَ مِائَةِ دَرَجَةٍ، مَا بَيْنَ الدَّرَجَةِ إِلَى الدَّرَجَةِ كَمَا بَيْنَ تُخُوْمِ الأَرْضِ إِلَى مُنْتَهَى الْعَرْشِ مَرَّتَيْنِ. (رواه ابن أبي الدنيا)

Artinya: “Sabar itu ada tiga macam: Sabar menghadapi musibah, sabar untuk taat dan sabar menghindari kedurhakaan. Barang siapa sabar menghadapi musibah hingga dia dapat menolak musibah itu dengan menganggap baik kedukaannya, maka Allah menetapkan baginya tiga ratus derajat, yang jarak antara satu derajat dengan yang lainnya seperti jarak antara langit dan bumi. Barang siapa sabar untuk taat, ditetapkan baginya enam ratus derajat, yang jarak antara satu derajat dengan yang lainnya seperti antara batas bumi hingga ke ujung ‘Arsy. Barang siapa sabar dalam menghindari kedurhakaan, Allah menetapkan sembilan ratus derajat kepadanya, yang jarak antara satu derajat dengan yang lainnya seperti jarak antara batas bumi hingga ke ujung ‘Arsy dua kali lipat.” (HR Ibnu Abud-Dunya dan Abusy Syaikh dikutip dari Minhajul Qashidin Ibnu Qudamah)

Ulama kontemporer Syekh Yusuf Al-Qaradhawi dalam Akhlaq Al-Islam terjemahan Fuad SN, juga memaparkan sebuah hadits tentang keutamaan sabar. Rasulullah SAW bersabda,

“Betapa menakjubkannya orang mukmin itu! Sesungguhnya segala urusannya baik baginya, dan itu tidak terjadi pada siapa pun selain hanya bagi orang mukmin. Jika ia mendapatkan kemudahan, ia bersyukur, maka itu lebih baik baginya. Dan apabila ia tertimpa kesusahan, ia bersabar, maka itu baik baginya.” (HR Muslim dan Ahmad)

Pada masa-masa dakwahnya, Rasulullah SAW berpesan kepada para sahabat agar senantiasa menahan diri dan bersabar, lapang dada, waspada, dan tidak membalas penganiayaan kaum musyrikin. Beliau SAW mengatakan, “Sesungguhnya sabar itu dihitung ketika hantaman pertama.” (HR Bukhari)

Pesan Ali bin Abi Thalib

Salah seorang sahabat nabi, Ali bin Abi Thalib RA, juga banyak berpesan tentang kesabaran. Dia berpesan kepada Asy’at bin Qais, “Kamu jika sanggup bersabar maka ketetapan Allah akan terjadi dan kamu mendapatkan pahala, namun jikalau tidak sanggup bersabar maka ketetapan Allah akan terjadi dan kamu mendapatkan dosa.”

Sayyidina Ali RA menyebut sabar memiliki kedudukan tinggi dalam iman. Dia berpesan, “Ketahuilah bahwa kedudukan kesabaran terhadap keimanan bagaikan kedudukan kepala terhadap badan. Apabila kepala dipotong maka binasalah badan.”

Setelah itu, Sayyidina Ali RA mengeraskan suaranya dan berkata, “Ketahuilah bahwa tidak ada keimanan bagi yang tidak memiliki kesabaran. Kesabaran adalah kendaraan yang tidak akan menyesatkan.”

Pesan-pesan Sayyidina Ali RA tersebut tertuang dalam Biografi Ali bin Abi Thalib karya Ali Muhammad Ash-Shalabi edisi Indonesia terjemahan Muslich Taman dkk.

Wallahu a’lam.

(kri/lus)



Sumber : www.detik.com

Pesan Khusus Ali bin Abi Thalib RA kepada Pemungut Pajak


Jakarta

Ali bin Abi Thalib RA merupakan salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW. Semasa peninggalan sang rasul, beliau termasuk satu dari empat Khulafaur Rasyidin atau Khalifah yang memimpin umat Islam.

Menurut buku ‘Ali ibn Abi Thalib susunan Musthafa Murad yang diterjemahkan Dedi Slamet Riyadi, nama lengkap Ali bin Abi Thalib RA adalah Ali bin Abi Thalib bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdul Manaf. Ia merupakan sosok yang cerdas dan mementingkan ilmu pengetahuan ketimbang harta.


Ali bin Abi Thalib RA menjadi khalifah menggantikan kedudukan Utsman bin Affan. Ia meneruskan cita-cita Abu Bakar RA dan Umar bin Khattab RA serta mengembalikan kekayaan yang diperoleh dari para pejabat melalui cara yang tidak baik.

Selain itu, Ali bin Abi Thalib juga bertekad mengganti seluruh gubernur yang dianggap tidak mampu memimpin dan tidak disenangi masyarakat. Ali mencopot jabatan Gubernur Basrah dari tangan Abu Bakar bin Muhammad bin Amr dan digantikan oleh Utsman bin Hanif.

Mengutip buku Sejarah Perkembangan Ekonomi Islam susunan Nurdila Oktia Risanti dan Desi Isnaini, Ali bin Abi Thalib RA sebagai khalifah juga mendistribusikan pendapatan pajak per tahun sesuai dengan peraturan yang telah ditentukan Umar bin Khattab RA. Pada masa pemerintahannya, Ali menentukan pajak terhadap pemilik hutan sebesar 4.000 dirham serta mengizinkan Ibnu Abbas RA yang kala itu menjadi Gubernur Kufah untuk mengumpulkan zakat pada sayuran segar yang akan digunakan sebagai bumbu masakan.

Semasa kepemimpinan khalifah Ali bin Abi Thalib RA, prinsip yang paling utama dari pemerataan distribusi uang rakyat sudah diperkenalkan. Sistem distribusi setiap pekan sekali untuk pertama kalinya dilakukan.

Hari pendistribusian atau hari pembayaran adalah hari Kamis. Pada hari itu, seluruh perhitungan harus diselesaikan dan pada Sabtu dimulai perhitungan yang baru.

Bahkan Ali bin Abi Thalib RA memiliki pesan khusus bagi para pemungut pajak, zakat dan sejenisnya. Menukil dari buku Sejarah Hidup Imam Ali RA susunan H M H Al Hamid Al Husaini terbitan Lembaga Penyelidikan Islam, seperti apa pesannya?

Pesan Khusus Ali bin Abi Thalib RA kepada Pemungut Pajak

“Datangilah mereka dengan tenang dan sopan. Jika engkau sudah berhadapan dengan mereka, ucapkanlah salam. Hormatilah mereka itu dan katakanlah: ‘Hai para hamba Allah, penguasa Allah dan Khalifah-Nya mengutus aku datang kepada kalian untuk mengambil hak Allah yang ada pada kekayaan kalian. Apakah ada bagian yang menjadi hak Allah itu dalam harta kekayaan kalian? Jika ada, hendaknya hak Allah itu kalian tunaikan kepada Khalifah-Nya.”

Selain itu, Ali bin Abi Thalib RA juga berpesan agar pemungut pajak, zakat dan semacamnya tidak memaksa ketika orang tersebut mengatakan tidak ada.

“Jika orang yang bersangkutan menjawab ‘tidak’, janganlah kalian ulangi lagi. Tetapi jika orang itu menjawab ‘ya’, pergilah engkau bersama-sama untuk memungut hak Allah itu.”

Ali RA berpesan pula pada para pemungut pajak untuk tidak menakut-nakuti orang yang ingin diambil pajaknya atau mengancam. Ia melarang mereka untuk membentak dan bersikap kasar.

Bahkan, khalifah Ali bin Abi Thalib RA melarang mereka untuk masuk memeriksa tanpa seizin yang punya. Meskipun orang tersebut memiliki ternak yang banyak.

“Janganlah kalian menakut-nakuti dia, janganlah mengancam-ancam dia, dan jangan pula membentak atau bersikap kasar. Ambillah apa yang diserahkan olehnya kepada kalian, emas atau pun perak. Jika orang yang bersangkutan mempunyai ternak berupa unta atau lainnya, janganlah kalian masuk untuk memeriksa tanpa seizin dia, walaupun orang itu benar-benar mempunyai banyak ternak.”

Apabila orang tersebut memberi izin, barulah mereka diperkenankan memeriksanya.

“Jika orang itu memberi izin kepada kalian untuk memeriksanya, janganlah kalian masuk dengan lagak seperti orang yang berkuasa. Jangan berlaku kasar, jangan menakut-nakuti dan jangan sekali-kali menghardik binatang-binatang itu. Jangan kalian berbuat sesuatu yang akan menyusahkan pemiliknya.”

Selain itu, Ali bin Abi Thalib RA juga berpesan agar mereka menentukan sendiri harta kekayaan yang ingin diberikan.

“Kemudian apabila harta kekayaan diperlihatkan kepada kalian, persilakan pemiliknya memilih dan menentukan sendiri mana yang menjadi hak Allah. Jika ia sudah menentukan pilihannya, janganlah kalian menghalang-halangi dia mengambil bagian yang menjadi haknya. Hendaknya kalian tetap bersikap seperti itu, sampai orang yang bersangkutan menetapkan mana yang menjadi hak Allah yang akan ditunaikan. Tetapi ingat, jika kalian diminta supaya meninggalkan orang itu, tinggalkanlah dia!”

Ali bin Abi Thalib RA juga berpesan kepada penguasa daerah setempat agar berlaku adil terhadap rakyatnya. Jangan sampai mereka terpaksa melunasi pajak dengan menjual ternak atau hamba sahaya yang dimilikinya.

“Berlakulah adil terhadap semua orang. Sabarlah dalam menghadapi orang-orang yang hidup
kekurangan, sebab mereka itu sesungguhnya adalah juru bicara rakyat. Janganlah kalian menahan-nahan kebutuhan seseorang dan jangan pula sampai menunda-nunda permintaannya. Untuk keperluan melunasi pajak janganlah sampai ada orang yang terpaksa menjual ternak atau hamba sahaya yang diperlukan sebagai pembantu dalam pekerjaan. Janganlah sekali-kali kalian mencambuk seseorang hanya karena dirham!”

Pesan dan amanah dari Ali bin Abi Thalib RA itu menunjukkan secara jelas keadilan yang dijunjung tinggi oleh sang khalifah. Bahkan, pernah suatu ketika Ali menerima setoran pajak dari penduduk Isfahan, ditemukan sepotong roti kering terselip dalam wadah.

Roti tersebut lalu dipotong-potong oleh Ali bin Abi Thalib RA menjadi tujuh keping, sama seperti uang setoran itu juga yang dibagi menjadi tujuh bagian. Setiap bagian dari uang itu ditaruh sekeping roti kering.

Wallahu a’lam.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Lelaki



Jakarta

Diriwayatkan dari Hasan r.a., Rasulullah Saw. bersabda, ” Ada orang-orang dengan jumlah lebih banyak dari Bani Rabi’ah dan Mudhar, kelak akan masuk surga karena syafaat seorang laki-laki dari umatku. Maukah kalian aku beritahu nama lelaki itu ?”

Orang-orang menjawab, ” Tentu saja, wahai Rasulullah!.”
Rasulullah Saw. bersabda, ” Lelaki itu adalah Uwais al-Qarni.”
Kemudian beliau bersabda, ” Wahai Umar! Apabila engkau menemukannya, sampaikan salamku untuknya, berbincanglah dengannya hingga dia mendo’akanmu. Ketahuilah bahwa dia menderita penyakit kusta. Lalu dia berdo’a memohon (kesembuhan) kepada Allah Swt, kemudian Allah Swt mengangkat penyakitnya. Lalu, dia berdo’a kepada Allah Swt. (untuk dikembalikan penyakitnya), dan Allah Swt mengembalikan sebagian dari penyakitnya itu.”

Uwais Al-Qarni merupakan seorang pemuda yang tidak terkenal, miskin, dan memiliki penyakit kulit. Tak ada orang yang mengenalnya bahkan namanya pun tak pernah dikenal. Namun ia merupakan pemuda yang pernah disebut oleh Rasulullah Saw. dalam sabdanya. Ia seorang pemuda yang sangat dicintai oleh Allah Swt. dan terkenal di langit dan tidak dikenal di bumi. Saat Ibunya sakit lumpuh, ia pamit ke Madinah sangat rindu untuk bertemu dengan Rasulullah Saw. Ibunya berpesan jika sudah bertemu segera pulang. Sesuai takdirnya, ia tidak bertemu dengan Rasulullah Saw. karena lagi pergi berperang. Kemudian segera kembali ke rumahnya di Yaman dan menitip pesan pada Aisyah r.a.


Tatkala Sang Ibu ingin naik haji, meski tergolong miskin, Uwais menyanggupinya dengan menggendong Ibunya sampai ke Baitullah. Inilah bakti seorang anak pada Ibunya. Belum pernah berjumpa dengan junjungan-Nya, namun ia dikatakan dalam sabdanya sebagai orang yang memberi syafaat.

Saat Amirul Mukminin Umar bin Khatab dalam musim haji menyampaikan pesan untuk bertemu dengan Uwais, maka salah seorang yang berasal dari daerahnya menyanggupi untuk menyampaikan pesan itu kepada Uwais.
Kemudian Uwais datang menemui Umar.
Umar bertanya,” Apakah Anda Uwais ?” Uwais menjawab, ” Ya, benar, wahai Amirul Mukminin.”
Kemudian Umar berkata, ” Sungguh, Allah Swt dan Rasulullah Saw benar. Apakah anda memiliki penyakit kusta, lalu Anda berdo’a kepada Allah Swt. dan diangkat penyakitnya. Lantas Anda berdo’a kembali ( agar dikembalikan ) dan Allah Swt. mengembalikan sebagian penyakit Anda itu.”
Uwais menjawab, ” Benar. Siapa yang mengabari Anda tentang hal itu? Demi Tuhan, tak ada yang mengetahuinya selain Allah Swt.”
Umar menjawab, ” Yang memberitahuku Rasulullah Saw. Beliau memerintahkan untuk memohon kepada Anda berkenan mendo’akanku. Karena beliau bersabda tentang lelaki yang memasukkan surga dengan syafaatnya orang-orang yang jumlahnya lebih banyak dari Bani Rabi’ah dan Mudhar. Beliau menyebut nama Anda sebagai lelaki itu.”
Kemudian Uwais mendo’akan Umar, lalu berkata,” Wahai Amirulmukminin, saya punya keperluan kepada Anda berupa permohonan untuk menyembunyikan kabar tentang diri saya dan izinkan saya untuk beranjak dari tempat ini,”

Kemudian Umar mengabulkan permohonannya, lantas Uwais tetap tersembunyi dari umat manusia dan terbunuh syahid di hadapan Ali bin Abi Thalib dalam perang Shiffin.

Dalam kisah di atas, hal-hal yang baik seperti: patuh pesan Sang Ibu, tidak menolak atas permintaan Sang Ibu meski sangat berat karena keadaan yang miskin dan ingin menyembunyikan diri dari umat manusia, karena ia ingin berhubungan dan bersandar dengan Allah Swt. agar tidak terganggu. Namun demikian ia berakhir dengan syahid saat ikut berperang. Akhir yang menjadi idaman setiap orang yang beriman.

Berbakti kepada Sang Ibunda merupakan tuntunan utusan-Nya. Ingatlah bahwa begitu panjang Ibunda merawat saat bayi, membimbing saat remaja dan selalu berdo’a dalam tahajudnya saat engkau dewasa. Maka jauhilah sikap ingkar dan dekaplah semua permintaannya. Banyak contoh sahabat penulis yang begitu patuh, taat dan melayani sang Ibu, maka ia telah diberikan limpahan barokah serta dibimbing dalam mengisi kehidupan ini. Ada yang bersedih hingga beberapa pekan saat ditinggalkannya, ada yang menggendong Ibunya saat membutuhkan perpindahan tempat, tidak membuat hati Ibu bersedih dan berusaha selalu menyenangkan.

Penulis bermimpi, jika seseorang yang akan memimpin suatu negeri dengan karakter yang berbakti pada Ibundanya, maka rakyat atau warga akan dilayaninya seperti saat melayani Ibunya. Kebutuhan warga akan dipenuhinya seperti saat menenuhi kebutuhan Ibunya. ” Ya Allah, Engkau yang berkuasa, pilihlah pemimpin yang Engkau kehendaki dan bimbinglah ia agar menjadikan negeri yang Baldatun Thoyyibatun warobbun Ghofur. Jauhkanlah pemimpin yang tiada memberi contoh kebaikan, agar kehidupan harmonis selalu ada pada negeri tercinta ini.”

Aunur Rofiq

Ketua DPP PPP periode 2020-2025
Ketua Dewan Pembina HIPSI ( Himpunan Pengusaha Santri Indonesia)
Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggungjawab penulis. (Terimakasih – Redaksi)

(erd/erd)



Sumber : www.detik.com

Sosok Sepupu Nabi Muhammad yang Pertama Kali Masuk Islam



Jakarta

Setelah mendapatkan wahyu pertamanya, Nabi Muhammad SAW masih melaksanakan dakwah dengan cara sembunyi-sembunyi. Rasulullah SAW hanya memprioritaskan teman-teman dekat dan kerabatnya. Orang pertama yang menyambut dakwah Nabi Muhammad SAW ialah istri beliau, Siti Khadijah diikuti dengan sepupu Nabi Muhammad SAW.

Sepupu Nabi Muhammad SAW yang masuk Islam adalah Ali bin Abi Thalib, sebagaimana disebutkan dalam buku Sejarah Terlengkap Nabi Muhammad SAW karya Abdurrahman bin Abdul Karim. Ali bin Abi Thalib menjadi keluarga sekaligus laki-laki pertama yang menerima dakwah Nabi Muhammad SAW.

Pada saat itu, Ali bin Abi Thalib masih berusia 10 tahun. Setelah itu, sahabat karib Rasulullah SAW sejak kecil, yakni Abu Bakar, diikuti oleh Zaid bin Haritsah serta Ummu Aimah menerima dengan baik dakwah Rasulullah SAW, seperti dijelaskan dalam buku Nabiku Teladanku karya Lutfiya Cahyani.


Sosok Ali bin Abi Thalib, Sepupu Nabi Muhammad yang Masuk Islam

Menurut buku Biografi Ali bin Abi Thalib karya Ali Muhammad Ash-Shalabi, Ali bin Abi Thalib (Abdu Manaf) bin Abdul Muthalib adalah anak paman Rasulullah SAW yang bernama Abu Thalib. Nasabnya bertemu dengan Rasulullah SAW pada kakeknya yang pertama, Abdul Muthalib bin Hasyim, yang memiliki anak bernama Abu Thalib, saudara laki-laki kandung Abdullah, bapak Nabi Muhammad SAW.

Ali memiliki nama lahir Asad (singa). Nama tersebut merupakan pemberian dari sang ibu sebagai kenangan dari bapaknya yang bernama Asad bin Hasyim. Hal ini turut diceritakan melalui syair yang dilantunkan Ali saat peristiwa Perang Khaibar.

Dalam buku Ali bin Abi Thalib RA karya Abdul Syukur al-Azizi, sifat fisik Ali bin Abi Thalib digambarkan sebagai seorang laki-laki dengan perawakan sedang, tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu pendek. Namun, cenderung lebih sedikit pendek.

Ia memiliki tubuh yang kokoh, kuat, dan terlihat agak gemuk. Lehernya proporsional dengan pundak yang lebar layaknya tipikal laki-laki perkasa pada umumnya.

Ali bin Abi Thalib disebut memiliki wajah tampan dengan kulit sawo matang. Sebagai keturunan bani Hasyim, ketampanan ini merupakan hal wajar karena memang rata-rata fisik mereka seperti itu.

Kisah Ali bin Abi Thalib saat Masuk Islam

Pada saat itu, Ali bin Abi Thalib masih berusia 10 tahun. Dikisahkan dalam buku berjudul 150 Qishah min Hayati ‘Ali ibn Abi Thalib karya Ahmad ‘Abdul ‘Al Al-Thahtawi yang diterjemahkan oleh Rashid Satari, Ibn Ishaq meriwayatkan bahwa pada saat itu Ali bin Abi Thalib datang ke rumah Nabi Muhammad SAW tepat ketika beliau dan istrinya sedang melaksanakan salat.

Ali bertanya, “Muhammad, apakah yang engkau lakukan itu?” Nabi SAW menjawab, “Inilah agama Allah dan untuk itu dia mengutus utusan-nya. Aku mengajak engkau untuk masuk ke jalan Allah yang Maha Esa, yang tidak ada sekutu bagi-Nya, dan hendaklah engkau kafir kepada patung Latta dan Uzza.”

Ali berkata, “Sesungguhnya ajakan ini sama sekali belum pernah aku dengar sampai hari ini. Karena itu, aku harus berunding dengan ayahku, Abi Thalib. Sebab, aku tidak dapat memutuskan sesuatu tanpa dia.”

Namun, Nabi SAW mencegahnya karena khawatir kabar ajarannya akan menyebar sebelum diperintahkan Allah SWT untuk disiarkan. Beliau berkata, “Ali, jika engkau belum mau masuk Islam, sembunyikanlah dahulu kabar ini!”

Pada saat itu Ali mendengarkan ucapan Rasulullah SAW, hingga pada akhirnya ia mantab untuk masuk dan menerima Islam, namun masih merahasikannya.

Ali bin Abi Thalib termasuk ke dalam orang yang sangat dipercaya oleh Rasulullah SAW. Ia banyak membantu Rasulullah SAW, bahkan ketika Rasulullah SAW memutuskan untuk melakukan hijrah ke Madinah. Pada saat itu, Ali bin Abi Thalib menggantikan Rasulullah SAW di atas tempat tidurnya.

Kaum Quraisy yang ingin untuk membunuh Nabi Muhammad SAW merasa kecolongan karena mendapati Ali bin Abi Thalib yang tidur dalam ranjang tersebut. Hingga pada akhirnya, kaum Quraisy memukulinya dan membawanya ke Masjidil Haram.

Sepeninggalnya Nabi Muhammad SAW, Ali bin Abi Thalib juga menjadi salah satu sahabat Rasulullah SAW yang menjadi Khulafaur Rasyidin. Khulafaur Rasyidin sendiri artinya para khalifah yang sangat arif bijaksana.

Bukan hanya itu saja, Ali bin Abi Thalib juga menyandang sebagai gelar Amirul Mukminin, yang berati pemimpin orang-orang yang beriman. Betapa luar biasanya Ali bin Abi Thalib dalam membantu Rasulullah SAW untuk meneruskan ajarannya.

Ia juga dikenal sebagai orang yang paling memahami ketentuan syariat Islam. Pada saat malam tiba, Ali bin Abi Thalib akan tunduk dan merendah di hadapan Allah SWT. Di siang hari, ia berpuasa dan senantiasa dekat dengan Allah SWT, sebagaimana diceritakan dalam buku Kisah Hidup Ali Ibn Abi Thalib karya Mustafa Murrad.

Sifat Ali bin Abi Thalib yang sangat pemberani serta taat kepada Rasul dan Allah SWT ini wajib untuk kita teladani. Itulah tadi sosok dan kisah singkat sepupu Nabi Muhammad SAW yang masuk Islam.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Pengertian, Hukum, Unsur-unsur dan Keutamaannya



Jakarta

Dakwah umumnya digunakan untuk menyebarkan ajaran Islam kepada orang lain, dan bertujuan untuk mengajak mereka memahami dan mengamalkan nilai-nilai agama. Namun, apa sebenarnya arti dakwah?

Pengertian Dakwah

Dikutip dari buku Sejarah Dakwah karya Jamaluddin secara etimologi kata dakwah berasal dari bahasa arab دَعَا يَدْعُوا دَعْوَةً (da’a yad’u da’watan) yang berarti memanggil, mengajak, menyeru, dan meminta.

Menurut istilah, pengertian dakwah ialah mengajak manusia dengan cara bijaksana menuju jalan yang benar sesuai dengan perintah Allah SWT demi kebahagiaan dunia dan akhirat.


Salah satu pengertian dakwah secara etimologi adalah menyeruh manusia kejalan keselamatan, ini sebagaimana yang tercantum dalam Al-Qur’an surah Yunus ayat 25,

وَ اللَّهُ يَدْعُوْا إِلَى دَارِ السَّلَامِ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ

Arab Latin: wallâhu yad’û ilâ dâris-salâm, wa yahdî may yasyâ’u ilâ shirâthim mustaqîm

Artinya: “Allah menyeru (manusia) ke Darussalam (surga) dan menunjuki orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus”

Menurut buku Pengantar Studi Ilmu Dakwah karya Abu Al-Fath Al -Bayanuni, para ulama bersepakat tentang kewajiban berdakwah. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW,

“Barangsiapa di antara kalian melihat suatu kemungkaran, maka hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya. Apabila tidak mampu, maka dengan lisannya. Apabila tidak mampu, maka dengan hatinya. Itulah iman yang paling lemah.”

Dikutip dari buku pengantar Ilmu Retorika Dakwah karya Ahmad Hawassy, tujuan utama dan satu-satunya dakwah adalah agar umat manusia beribadah hanya kepada Allah SWT semata dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun selain-Nya, dengan meniti syariat sesuai perintah Rasulullah SAW sebagai pedoman hidup mereka.

Sebagaimana dikisahkan oleh Abu Sufyan bin Harb kepada Kaisar,

“Dia (Nabi Muhammad SAW) memerintahkan kami untuk menyembah Allah semata dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, dan ia melarang kami menyembah apa-apa yang biasa disembah oleh nenek moyang kami….”

Unsur-unsur Dakwah

Adapun unsur-unsur dakwah yang dikutip dari sumber sebelumnya adalah sebagai berikut:

1. Dai: Juru dakwah yang berperan sebagai penyampai ajaran, pemimpin, dan penasihat yang memberikan nasihat dengan baik.

2. Maddatu Al Dakwah (Pesan Ilahi): Ajaran Islam yang diambil dari Al-Quran dan hadits, serta rumusan para ulama, yang harus disampaikan oleh dai.

3. Tariqatu Al Dakwah (Metode): Cara-cara yang digunakan dai untuk berdakwah, yang berlandaskan hikmah dan kasih sayang.

4. Wasilah (Media): Sarana yang digunakan untuk berdakwah, baik langsung (tatap muka) maupun jarak jauh (telepon, televisi, radio, dan sebagainya.)

5. Mad’u (Sasaran Dakwah): Individu atau kelompok yang menjadi target dakwah.

6. Atsar (Efek): Dampak yang ditimbulkan pada mad’u setelah menerima dakwah.

Keutamaan Berdakwah

Masih merujuk pada buku Pengantar Ilmu Retorika Dakwah, dakwah memiliki berbagai keutamaan, di antaranya adalah:

1. Dakwah Adalah Muhimmatur Rusul (Tugas Utama Para Rasul)

Para rasul adalah orang yang diutus oleh Allah SWT untuk melakukan tugas utama mereka yakni berdakwah. Keutamaan dakwah terletak pada disandarkannya kerja dakwah ini pada manusia yang paling utama dan mulia yaitu Rasulullah SAW dan saudara-saudara beliau para nabi dan rasul.

2. Dakwah adalah Ahsanul A’mal (Amal yang terbaik)

Dakwah adalah amal yang terbaik, karena dakwah memelihara amal islami dalam pribadi dan masyarakat.

Membangun potensi dan memelihara amal saleh adalah amal dakwah, sehingga dakwah merupakan aktivitas dan amal yang mempunyai peranan penting di dalam menegakkan Islam. Tanpa dakwah ini maka amal saleh tidak akan berlangsung.

3. Para Dai Akan Memperoleh Balasan Yang Besar Dan Berlipat Ganda

Sabda Rasulullah SAW kepada Ali bin Abi Thalib,

“Demi Allah, sesungguhnya Allah SWT menunjuki seseorang dengan (dakwah)mu, maka itu lebih baik bagimu dari unta merah”. (Bukhari, Muslim & Ahmad)

Hadits ini menunjukkan bahwa usaha seorang da’ï menyampaikan hidayah kepada seseorang adalah sesuatu yang amat besar nilainya di sisi Allah SWT, lebih besar dan lebih baik dari kebanggaan seseorang terhadap kendaraan merah miliknya.

4. Dakwah Dapat Menyelamatkan Manusia dari Azab Allah (An-Najatu Minal ‘Adzab)

Dakwah yang dilakukan oleh seorang dai akan membawa manfaat bagi dirinya sebelum manfaat itu dirasakan oleh orang lain yang menjadi objek dakwah. Manfaat itu antara lain adalah terlepasnya tanggung jawabnya dihadapan Allah SWT sehingga ia terhindar dari azab Allah SWT.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

4 Doa Orang Menikah agar Rumah Tangga Penuh Berkah



Jakarta

Ketika ada sepasang pengantin yang baru menikah, Nabi SAW menganjurkan umatnya untuk mendoakan mereka dengan berbagai kebaikan dan keberkahan.

Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani dalam buku Tuntunan Pernikahan Islami menyebutkan bahwa mendoakan orang yang menikah merupakan sunnah nabi.

Adapun maksud mendoakan mempelai juga sebagai bentuk kepedulian seseorang atas jalinan hubungan yang baru terikat itu. Di mana keduanya akan mengarungi bahtera rumah tangga sehingga sepatutnya berdoa untuk keharmonisan dan kelanggengan hubungan tersebut.


Rasulullah SAW dalam sejumlah hadits juga kerap mencontohkan doa serta ucapan yang beliau panjatkan kepada para sahabatnya yang menikah agar kaum muslim turut mengikuti kebiasaannya itu.

Seperti halnya ketika Jabir bin Abdullah menikahi seorang janda. Nabi SAW menuturkan, “Semoga Allah memberkahi engkau.” Dalam riwayat lain beliau mengucapkan, “Semoga Allah memberikan kebaikan untukmu.” (HR Bukhari)

Kepada Ali bin Abi Thalib yang menikahi anak gadisnya, Fatimah, Rasulullah SAW tak hanya mendoakan mereka, bahkan beliau mengucapkan selamat datang kepada Ali.

Maksud ucapan selamat datang, yakni Nabi SAW menyambut hangat Ali yang bergabung dengan keluarga beliau karena pernikahannya dengan Fatimah.

Doa untuk Pasangan yang Baru Menikah

Berikut doa untuk pengantin baru yang Rasul SAW ajarkan melalui sejumlah hadits, dinukil dari buku Keutamaan Doa & Dzikir Untuk Hidup Bahagia Sejahtera oleh M. Khalilurrahman Al-Mahfani dan kitab Al-Adzkar susunan Imam Nawawi:

1. Doa untuk kedua mempelai

بَارَكَ اللهُ لَكَ وَبَارَكَ عَلَيْكَ وَجَمَعَ بَيْنَكُمَا فِي الْخَيْرِ

Baarakallahu laka wa baaraka ‘alaika wa jama’a bainakuma fil khairi

Artinya: “Semoga Allah memberkahimu, semoga Allah memberkahi engkau dan semoga Allah mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan.” (HR Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah, Ad-Darimi, Ahmad, Baihaqi, & Hakim, dari Abu Hurairah)

2. Doa untuk pengantin pria

بَارَكَ اللهُ لَكَ

Baarakallahu laka

Artinya: “Semoga Allah memberkahimu.” (HR Bukhari & Muslim, dari Anas bin Malik)

3. Doa untuk masing-masing mempelai

بَارَكَ اللهُ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْكُمَا فِي صَاحِبِهِ وَجَمَعَ بَيْنَكُمَا فِي خَيْرٍ

Baarakallaahu likulli wahidin min kumaa fii shaahibihi wa jama’a bainakumaa fii khairin

Artinya: “Semoga keberkahan Allah atas tiap-tiap dari kalian dalam perjodohannya dan semoga Allah mengumpulkan antara kalian berdua dalam kebaikan.”

4. Doa bagi orang yang menikah

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ خَيْرَهَا وَخَيْرَ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَمِنْ شَرِّ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ

Allahumma innii as’aluka khairahaa wa khaira maa jabaltahaa ‘alaihi wa a’uudzu bika mn syarrihaa wa min syarri maa jabaltahaa ‘alaihi

Artinya: berdoa, “Ya Allah, sesungguhnya aku mohon kepada-Mu akan kebaikannya berikut kebaikan karakternya. Dan aku berlindung kepada-Mu dari kejahatannya berikut kejahatan karakternya.” (HR Abu Dawud & Ibnu Majah)

Itulah doa untuk orang menikah yang dapat dilafalkan, semoga bermanfaat!

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Doa Pelunas dan Terbebas dari Utang sesuai Sunnah Nabi SAW



Jakarta

Bagi orang yang tak punya uang untuk memenuhi kebutuhannya dan enggan meminjam karena khawatir tak mampu membayarnya, Nabi SAW mengajarkan sebuah doa yang bisa diamalkan agar dirinya terbebas dari utang.

Doa Terhindar dari Utang

M. Khalilurrahman Al-Mahfani dalam buku Keutamaan Doa & Dzikir Untuk Hidup bahagia Sejahtera menukil riwayat dari Anas bin Malik yang mana Nabi SAW mencontohkan bacaan yang bisa dilanggengkan supaya dapat terhindar dari jeratan utang.

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْهَم وَالْحَزَنِ، وَالْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَالْبُخْلِ وَضَلَعِ الدَّيْنِ وَغَلَبَةِ الرِّجَالِ


Allahumma innii a’uudzu bika minal hammi wal hazani wal ‘ajzi wal kasali wal bukhli wa dhala’id daini wa ghalabatir rijaal

Artinya: “Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari penderitaan, kesedihan, kelemahan (pikun), kemalasan, kekikiran, banyak utang dan dari penguasaan seseorang.” (HR Tirmidzi)

Dalam buku Filosofi Doa susunan Sukron Abdilah dijelaskan, doa tersebut mengandung permohonan kepada Allah SWT agar senantiasa berkenan untuk menolong segala urusan dan permasalahan hamba-Nya. Yang mana manusia tak mungkin mampu jika ditinggal sedetik pun oleh-Nya, sehingga seseorang diibaratkan mengemis terhadap-Nya dengan doa tersebut.

Doa Mudah Melunasi Utang

Selain doa terbebas dari utang, Rasul SAW juga mengajarkan bacaan yang dapat diperbanyak bagi mereka yang terlanjur berutang kepada orang lain, tetapi sulit untuk membayarnya kembali.

Mengutip buku Fiqih Doa & Dzikir Jilid 2 oleh Syaikh Abdurrazaq bin Abdul Muhsin Al-Badr, bacaan doa ini termuat dalam hadits riwayat Ali bin Abi Thalib, ia berkata:

“Seorang budak membuat perjanjian dengan tuannya untuk menebus dirinya secara berangsur-angsur, kemudian budak itu mendatangi diriku dan mengatakan, ‘Sungguh aku sudah tidak mampu menunaikan tebusan diriku, maka bantulah aku.’

Ali berujar, ‘Maukah aku ajarkan kepadamu kalimat-kalimat yang diajarkan Rasulullah SAW kepadaku, sekiranya engkau memiliki utang seperti gunung Tsabir, niscaya Allah SWT akan melunasinya untukmu.’

Kemudian Ali menyebutkan doa pelunas utang sesuai sunnah Nabi SAW, berikut ini:

اللَّهُمَّ اكْفِنِي بِحَلَالِكَ عَنْ حَرَامِكَ وَأغْنِي بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ

Allahummakfinii bihalaalika ‘an haraamika wa aghnii bifadhlika ‘amman siwaak

Artinya: “Ya Allah, cukupkanlah aku dengan yang rezeki-Mu yang halal daripada yang haram dan cukupkanlah aku dengan karunia-Mu daripada selain Engkau.” (HR Tirmidzi)

Doa setelah Membayar Utang

Adapun Rasulullah SAW juga mencontohkan adab bagi orang yang berutang setelah ia membayar pinjamannya itu. Melansir buku Sukses Dunia Akhirat dengan Doa-Doa Harian oleh Mahmud Asy-Syafrowi, hendaknya seseorang mendoakan orang yang mengutanginya dengan bacaan ini yang diajarkan oleh Nabi SAW.

بارَكَ اللهُ لَكَ فِي أَهْلِكَ وَمَالِكَ

Baarakallahu laka fii ahlika wa maalika

Artinya: “Semoga Allah memberikan berkah kepadamu dalam keluarga dan hartamu.” (HR Nasa’i, Ibnu Majah, dan Ibnu Sunni)

Demikian doa-doa utang seperti terbebas dari pinjaman hingga bacaan ketika melunaskannya. Yuk amalkan!

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Doa Qurb, Dipanjatkan Rasulullah SAW ketika Mengalami Kesulitan



Jakarta

Doa Qurb merupakan doa yang dibaca oleh Rasulullah SAW ketika bersedih hati dan mengalami kesulitan dalam hidup. Kesulitan merupakan suatu hal yang kerap dihadapi manusia serta termasuk ke dalam ujian yang Allah SWT berikan.

Mengutip dari buku Dahsyatnya Doa Para Nabi yang disusun oleh Syamsuddin Noor SAg, berikut merupakan bacaan doa qurb disertai arab latin dan artinya.

لاَ إِلَـٰهَ إِلاَّ اللَّهُ الْعَظِيْمُ الْحَلِيْمُ، لاَ إِلَـٰهَ إِلاَّ اللَّهُ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ، لاَ إِلَـٰهَ إِلاَّ اللَّهُ رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَرَبُّ اْلأَرْضِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْكَرِيْمِ


Arab latin: Laa ilaaha illallahul ‘adzhiimul haliim, laa ilaaha illallaahu rabbil arsyil ‘adzhiim, laa ilaaha illallaahu rabbus samaawaati wa rabbul ardhi wa rabbul arsyil kariim.

Artinya: “Tiada Tuhan yang wajib disembah selain Allah, Tuhan Yang Maha Agung dan Mahasantun, tiada Tuhan yang wajib disembah selain Allah, Tuhan yang menguasai Arsy yang agung, tiada Tuhan yang wajib disembah selain Allah, Tuhan yang menguasai langit dan bumi dan menguasai Arsy yang agung,” (HR. Bukhari dan Muslim).

Di samping membaca doa qurb, dianjurkan juga membaca istighfar ketika mengalami kesulitan. Istighfar dapat menenangkan hati dan menjernihkan pikiran.

Selain itu, doa qurb juga bisa dibaca oleh ibu hamil untuk menguatkan janin dalam kandungan, sebagaimana dijelaskan dalam buku Ya Allah, Berkahilah Anak Kami tulisan Ummu Azzam. Bahkan, doa tersebut juga dapat dipanjatkan agar diberi kemudahan dalam proses melahirkan.

Doa yang Dibaca saat Menghadapi Masalah Hidup

Tak hanya doa qurb, masih ada sejumlah doa yang bisa dilafalkan ketika seseorang mengalami masalah hidup dan kesulitan. Berikut bacaannya yang dikutip dari Al-Adzkar: Buku Induk Doa dan Zikir karya Imam Nawawi.

1. Doa Sapu Jagat

رَبّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَة وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَة وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

Arab- atin: Rabbanaa aatinaa fid dunyaa hasanatan wa fil aakhirati hasanatan wa qinaa ‘adzaaban naar

Artinya: “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka,” (Riwayat dari Anas bin Malik, HR Bukhari & Muslim).

2. Doa Menghadapi Kesulitan

لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ الكَرِيمُ العَظِيمُ، سُبْحَانَهُ تَبَارَكَ اللَّهُ رَبُّ العَرْشِ الْعَظِيْمِ، اَلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

Arab latin: Laa ilaaha illallaahul kariimul ‘adzhiim, subhaanahu tabaarakallaahu rabbul ‘arsyil ‘adzhiim, Alhamdulillaahi rabbil ‘aalamiin

Artinya: “Tidak ada Tuhan selain Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Agung, Maha Suci Dia, maha Berkah Allah, Rabb Arasy yang Agung, segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam,” (Riwayat dari Ali bin Abi Thalib, HR Nasa’i & Ibnu Sinni).

3. Doa ketika Diterpa Permasalahan

يَا حَيُّ يَا قَيُّومُ، بِرَحْمَتِكَ أَسْتَغِيثُ

Arab latin: Yaa hayu yaa qayyuumu birahmatika astaghiits

Artinya: “Wahai Yang Hidup Abadi, wahai yang mengurus makhluk-Nya secara terus menerus, aku memohon pertolongan dengan rahmat-Mu,” (Riwayat dari Anas bin Malik, HR Tirmidzi).

Itulah bacaan doa qurb beserta pembahasan terkait. Semoga bermanfaat.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Bacaan Doa Kanzul Arsy Teks Arab dan Latin, Ketahui Arti dan Manfaatnya


Jakarta

Doa kanzul arsy dipercaya sebagai ajaran Nabi Muhammad kepada Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib, yang diyakini membawa manfaat dan keutamaan tertentu.

Doa kanzul arsy juga dikenal dengan nama “Doa Kasyful Ghummah” atau “Doa Pelindung dari Kesusahan.” Lantas bagaimana bacaan doa kanzul arzy? Simak dalam artikel berikut ini!

Teks Arab dan Latin Doa Kanzul Arsy

Dikutip dari buku Majmu Syarif (Laki-Laki), berikut ini adalah bacaan doa kanzul arsy:


بسم الله الرحمن الرحيم

لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ اْلَملِكِ الْقُدُّوْسِ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ الْعَزِيْزِ الْجَبَّارِ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ الرَّءُوْفِ الرَّحِيْمِ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ الغَفُوْرِ الرَّحِيْمِ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ الْكَرِيْمِ الْحَكِيْمِ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ الْقَوِيِّ اْلوَفِيّ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ اللَّطِيْفِ الْخَبِيْرِ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ الصَّمَدِ الْمَعْبُوْدِ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ الْغَفُوْرِ الْوَدُوْدِ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ الْوَكِيْلِ الْكَفِيْلِ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ الرَّقِيْبِ الْحَفِيْظِ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ الدَّائِمِ الْقَائِمِ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ الْمُحْيِ الْمُمِيْتِ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ الْحَيِّ الْقَيُّوْمِ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ الْخَالِقِ الْبَارِئِ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ الْوَاحِدِ اْلاَحَدِ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ الْمُئْومِنِ الْمُهَيْمِنِ،

لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ الْحَبِيْبِ الشَّهِيْدِ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ الْحَلِيْمِ الْكَرِيْمِ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ الْاول القديم، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ الْاَوَّلِ الْاَخِرِ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ الظَّاهِرِ الْبَاطِنِ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ الْكَبِيْرِ الْمُتَعَالِ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ الْقَاضَىِّ الْحَاجَاتِ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ رَبِّ اْلعَرْشِ الْعَظِيْمِ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ رَبِّي الْاَعْلَى، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ الْبُرْهَانِ السُّلْطَانِ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ السَّمِيْعِ الْبَصِيْرِ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ الْوَاحِدِ الْقَهَّارِ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ الْعَلِيْمِ الْحَكِيْمِ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ السَتَّارِ الْغَفَّارش، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ الرَّحْمَنِ الدَيَّانِ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ الْكَبِيْرِ الْاَكْبَرِ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ الْعَلِيْمِ الْعَلَّامِ،

لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ الشَّافِى الْكَافِي، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ الْعَظِيْمِ الْبَاقِيّ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ الصَّمَدِ الْاَحَدِ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ رَبِّ الْاَرْضِ وَالسَّمَوَتِ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ خَالِقِ الْمَخْلُوْقَاتِ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ مَنْ خَلَقَ الَّيْلِ وَالنَّهَارِ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ الْخَالِقِ الرّاَزِقِ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ الْفَتَّاحِ الْعَلِيْمِ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ الْعَزِيْزِ الْغَنِيِّ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ الْغَفُوْرِ الشَّكُوْرِ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ اْلعَظِيْمِ اْلعَلِيْمِ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ ذِى الْمُلْكِ وَالْمَلَكُوْتِ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ ذِى اْلعِزَّةِ وَاْلعَظَمَةِ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ ذِي الْهَيْبَةِ وَاْلقُدْرَةِ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ الْكِبْرِيَاءِ وَالْجَبَرُوْتِ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ السَتَّارِ اْلعَظْيْمِ،

لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ الْعَالِمِ الْغَيْبِ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ الْحَمِيْدِ الْمَجِيْدِ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ الْحَكِيْمِ اْلقَدِيْمِ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ الْقَادِرِ السَتَّارِ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ السَّمِيْعِ اْلعَلِيْمِ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ الْغَنِيِّ الْعَظِيْمِ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ الْعَلَّامِ السَّلَامِ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ الْمَلِكِ النَّصِيْرِ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ الْغَنِيِّ الرَّحِيْمِ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ الْقَرِيْبِ الْحَسَنَاتِ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ الْوَلِيِّ الْحَسَنَاتِ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ الصَّبُوْرِ السَتَّارِ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ الْخَالِقِ النُّوْرِ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ اْلغَنِيِّ الْمُعْجِزِ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ الْفَاضِلِ الشَّكُوْرِ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ الْغَنِيِّ الْقَدِيْمِ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ ذِى الْجَلَالِ الْمُبِيْنِ،

لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ الْخَالِصِ الْمُخْلِصِ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ الصَّادِقِ اْلوَعْدِ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ الْحَقِّ الْمُبِيْنِ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ ذِى اْلقُوَّةِ الْمَتِيْنِ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ اْلقَوِيِّ الْعَزِيْزِ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ الْحَيِّ الَّذِي لَايَمُوْتِ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ اْلعَلَّامِ الْغُيُوْبِ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ السَتَّارِ اْلعُيُوْبِ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ ذِى الْغُفْرَانِ الْمُسْتَعَانِ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ الرَّحْمَنِ السَتَّارِ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ الرَّحِيْمِ الْغَفَّارِ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ اْلَعَزِيْزِ الْوَهَّابِ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ الْقَادِرِ الْمُقْتَدِرِ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ ذِى الْغُفْرَانِ الْحَلِيْمِ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ الْمَلِكِ الملك، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ البارئ المصور، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ العزيز الجبار، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ الجبار الْمُتَكَبِّرِ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ اللهِ عَمَّا يَصِفُوْنَ،

لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ اْلقُدُّوْسِ السُبُّوْحِ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ رَبِّ الْمَلِائِكَةِ وَالرُّوْحِ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ ذِى الْاَلَاءِ وَالنَّعْمَاءِ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْمَقْصُوْدِ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ الْحَنَّانِ الْمَنَّانِ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ سُبْحَانَ اَدَمُ صَفِيُّ اللهِ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ نُوْحٌ نَجِيُّ اللهِ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ اِبْرَاهِيْمُ خَلِيْلٌ اللهِ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ اِسْمَاعِيْلُ ذَبِيْحُ اللهِ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ مُوْسَى كَلِيْمُ اللهِ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ دَاُوْدُ خَلِيْفَةٌ اللهِ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ عِيْسَى رُوْحٌ اللهِ، لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ مُحَمَّدٌ رَسُوْلٌ اللهِ، اَلَّلهُمَّ ارْحَمْنَا بِبَرْكَةِ تَوْرَاةِ مُوْسَى وَاِنْجِيْلِ عِيْسَى وَزَبُوْرِ دَاوُدَ وَفُرْقَانِ مُحَمَّدٍ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِرَحْمَتِكَ يَااَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ، وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ

Bismillaahir Rahmanir Rahiim.
Laa ilaaha illallaahu subhaanal malikil qudduus.
Laa ilaaha illallaahu subhaanal `aziizil jabbaar.
Laa ilaaha illallaahu subhaanar rauufir rahiim.
Laa ilaaha illallaahu subhaanal ghafuurir rahiim.

Laa ilaaha illallaahu subhaanal kariimil hakiim.
Laa ilaaha illallaahu subhaanal qawiyyil wafiy.
Laa ilaaha illallaahu subhaanal lathiifil khabiir.
Laa ilaaha illallaahu subhaanash shamadil ma`buud.
Laa ilaaha illallaahu subhaanal ghafuuril waduud.

Laa ilaaha illallaahu subhaanal wakiilil kafii.
Laa ilaaha illallaahu subhaanal raqiibil hafizh.
Laa ilaaha illallaahu subhaanal daa-imil qaa-imi.
Laa ilaaha illallaahu subhaanal muhyil mumiit.
Laa ilaaha illallaahu subhaanal hayyil qayyuum.

Laa ilaaha illallaahu subhaanal khaaliqil baari-i.
Laa ilaaha illallaahu subhaanal aliyyil azhiim.
Laa ilaaha illallaahu subhaanal waahidil ahadi.
Laa ilaaha illallaahu subhaanal mu-minil muhaimini.
Laa ilaaha illallaahu subhaanal khabiibisy syahiid.

Laa ilaaha illallaahu subhaanal haliimil kariim.
Laa ilaaha illallaahu subhaanal awwalil qadiim.
Laa ilaaha illallaahu subhaanal awwalil aakhir.
Laa ilaaha illallaahu subhaanazh zhaahiril baathini.
Laa ilaaha illallaahu subhaanal kabiiril muta`aali.

Laa ilaaha illallaahu subhaanal qaadhil haajaat.
Laa ilaaha illallaahu subhaana rabbil `arsyil `azhiim.
Laa ilaaha illallaahu subhaanar rahmaanir rahiim.
Laa ilaaha illallaahu subhaana rabbiyal a`laa.
Laa ilaaha illallaahu subhaanal burhaanis sulthaan.

Laa ilaaha illallaahu subhaanas samii`il bashiir.
Laa ilaaha illallaahu subhaanal waahidil qahhaar.
Laa ilaaha illallaahu subhaanal `aliimil hakiim.
Laa ilaaha illallaahu subhaanas sattaaril ghaffaar.
Laa ilaaha illallaahu subhaanar rahmaanid dayaani.

Laa ilaaha illallaahu subhaanal kabiiril akbar.
Laa ilaaha illallaahu subhaanal `aliimil `allaam.
Laa ilaaha illallaahu subhaanasy syaafil kaafii.
Laa ilaaha illallaahu subhaanal `azhiimil baaqii.
Laa ilaaha illallaahu subhaanash shamadil ahadi.

Laa ilaaha illallaahu subhaana rabbil ardhi was samaawaat.
Laa ilaaha illallaahu subhaana khaaliqil makhluuqaat.
Laa ilaaha illallaahu subhaana man khalaqal laila wan nahaar.
Laa ilaaha illallaahu subhaanal khaaliqir razzaaq.
Laa ilaaha illallaahu subhaanal fattaahil `aliim.

Laa ilaaha illallaahu subhaanal `aziizil ghaniyyi.
Laa ilaaha illallaahu subhaanal ghafuurisy syakuur.
Laa ilaaha illallaahu subhaanal `azhiimil `aliim.
Laa ilaaha illallaahu subhaana dzil mulki wal malakuut.
Laa ilaaha illallaahu subhaana dzil `izzati wal`azhamah.

Laa ilaaha illallaahu subhaana dzil haibati wal qudrah.
Laa ilaaha illallaahu subhaana dzil kibriyaa-i wal jabaruut.
Laa ilaaha illallaahu subhaanas sattaaril `azhiim.
Laa ilaaha illallaahu subhaanal `aalimil ghaibi.
Laa ilaaha illallaahu subhaanal khamiidil majiid.

Laa ilaaha illallaahu subhaanal khakiimil qadiim.
Laa ilaaha illallaahu subhaanal qaadiris sattaar.
Laa ilaaha illallaahu subhaanas samii`il `aliim.
Laa ilaaha illallaahu subhaanal ghaniyyil `azhiimi.
Laa ilaaha illallaahu subhaanal `allaamis salaam.

Laa ilaaha illallaahu subhaanal malikin nashiir.
Laa ilaaha illallaahu subhaanal ghaniyyir rahmaan.
Laa ilaaha illallaahu subhaanal qariibil hasanaat.
Laa ilaaha illallaahu subhaanash shabuuris sattaar.
Laa ilaaha illallaahu subhaanal khaaliqin nuur.

Laa ilaaha illallaahu subhaanal waliyyil hasanaat.
Laa ilaaha illallaahu subhaanal ghaniyyil mu`jiz.
Laa ilaaha illallaahu subhaanal fadhilisy syakuur.
Laa ilaaha illallaahu subhaanal ghaniyyil qadiim.
Laa ilaaha illallaahu subhaana dzil jalaalil mubiin.

Laa ilaaha illallaahu subhaanal khaalishil mukhlish.
Laa ilaaha illallaahu subhaanash shaadiqil wa`di.
Laa ilaaha illallaahu subhaanal khaqqil mubiin.
Laa ilaaha illallaahu subhaana dzil quwwatil matiin.
Laa ilaaha illallaahu subhaanal qawiyyul `aziiz.

Laa ilaaha illallaahu subhaanal khayyil ladzii laa yamuut.
Laa ilaaha illallaahu subhaanal `allaamil ghuyuub.
Laa ilaaha illallaahu subhaanas sattaaril `uyuub.
Laa ilaaha illallaahu subhaana dzil ghufraanil musta`aan.
Laa ilaaha illallaahu subhaana rabbil `aalamiin.

Laa ilaaha illallaahu subhaanar rahmaanis sattaar.
Laa ilaaha illallaahu subhaanal baari-il mushawwir.
Laa ilaaha illallaahu subhaanar rahiimil ghaffaar.
Laa ilaaha illallaahu subhaanal `aziizil wahhab.
Laa ilaaha illallaahu subhaanal qaadiril muqtadir.

Laa ilaaha illallaahu subhaanadzil ghufraanil haliim.
Laa ilaaha illallaahu subhaanal malikil mulki.
Laa ilaaha illallaahu subhaanal `aziizil jabbaar.
Laa ilaaha illallaahu subhaanal jabbaari mutakabbir.
Laa ilaaha illallaahu subhaanallaahi `amma yashifuun.

Laa ilaaha illallaahu subhaanal qudduusis subuuh.
Laa ilaaha illallaahu subhaana rabbil malaa-ikati warruuh.
Laa ilaaha illallaahu subhaana dzil aalaa-I wan na`maa.
Laa ilaaha illallaahu subhaanal malikil maqshuud.
Laa ilaaha illallaahu subhaanal hannaanil mannaan.

Laa ilaaha illallaahu subhaana aadamu shafiyyullaah.
Laa ilaaha illallaahu subhaana nuuhu najiyyullaah.
Laa ilaaha illallaahu subhaana ibraahiimu khaliilullaah.
Laa ilaaha illallaahu subhaana ismaa`iilu dzabiihullaah.
Laa ilaaha illallaahu subhaana muusaa kalimullaah.

Laa ilaaha illallaahu subhaana daawuudu khaaliifatullaah.
Laa ilaaha illallaahu subhaana `Iisaa ruuhullaah.
Laa ilaaha illallaah, muhammadur rasuulullaah.

Allahummar hamnaa bibarakati tauraati muusaa wainjiili `iisaa wazabuuri daawuuda wafurqaani muhammadir rasuulillaahi shallallaahu `alaihi wasallama birahmatika yaa arhanar raahimiiin.
Wal hamdu lillaahi rabbil `aalamiin.

Arti Doa Kanzul Arsy

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, Mahasuci raja yang Maha Qudus.
Tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, Mahasuci Tuhan yang Maha Perkasa lagi Maha Kuasa.
Tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, Mahasuci Tuhan yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, Mahasuci Tuhan yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, Mahasuci Tuhan yang Maha Mulia lagi Maha Bijaksana.
Tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, Mahasuci Tuhan yang Maha Kuat lagi Maha Memenuhi.
Tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, Mahasuci Tuhan yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui.

Tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, Mahasuci Tuhan yang bergantung kepadanya segala sesuatu lagi yang disembah.
Tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, Mahasuci Tuhan yang Maha Pengampun lagi Maha Pecinta.
Tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, Mahasuci Tuhan yang Maha Penolong lagi Maha Pelindung.
Tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, Mahasuci Tuhan yang Maha Mengawasi lagi Maha Memelihara.

Tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, Mahasuci Tuhan yang kekal lagi mengurus makhluk-Nya.
Tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, Mahasuci Tuhan yang menghidupkan lagi yang mematikan.
Tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, Mahasuci Tuhan yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus makhluk-Nya.
Tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, Mahasuci Tuhan yang menciptakan lagi menjadikan.

Tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, Mahasuci Tuhan yang Maha Tinggi lagi Maha Besar.
Tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, Mahasuci Tuhan yang satu lagi Esa.
Tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, Mahasuci Tuhan yang memberikan keamanan lagi Maha Memelihara.
Tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, Mahasuci Tuhan yang Maha Mencintai lagi Maha Menyaksikan.

Manfaat Doa Kanzul Arsy

Berikut manfaat atau keutamaan yang diperoleh setelah membaca doa kanzul arsy:

  • Mendapat pengampunan dosa
  • Mendapat pahala berlipat ganda
  • Meningkatkan keimanan pada Allah dan para Nabi
  • Diberikan cahaya terang di wajahnya
  • Dimudahkan melewati jembatan sirotol mustaqim
  • Dijauhkan dari kekafiran
  • Dikabulkan doanya
  • Diangkat penyakitnya

Demikian bacaan dan arti Doa Kanzul Arsy yang bisa diamalkan. Jangan lupa dipanjatkan ya!

(inf/inf)



Sumber : www.detik.com