Tag Archives: ali bin abi thalib ra

Kisah Ali bin Abi Thalib Berbaring Gantikan Rasulullah SAW



Jakarta

Ali bin Abi Thalib RA berbaring di tempat tidur Rasulullah SAW agar beliau bisa hijrah ke Madinah. Kisah ini abadi dan masyhur dan tercatat sebagai salah satu peristiwa di momen hijrah.

Ali RA berbaring di atas ranjang Rasulullah SAW atas perintah beliau langsung.

Mengutip buku 150 Kisah Ali bin Abi Thalib karya Ahmad Abdul `Al Al-Thahthawi, dikisahkan pada suatu malam, Rasulullah SAW berkata kepada Ali Ra, “Tidurlah di pembaringanku. Tutuplah tubuhmu dengan selimut hijauku. Tidurlah dengan mengenakannya. Sesungguhnya tidak akan terjadi sesuatu hal buruk kepadamu dari mereka.”


Mendengar perkataan itu, Ali RA pun kemudian tidur di ranjang milik Rasulullah SAW.

Tujuan dari Rasulullah SAW menyuruh Ali RA berbaring di ranjangnya yakni agar lolos dari kejaran kaum kafir Quraisy yang menentang ajaran Islam dan hendak menahan Rasulullah SAW.

Sementara itu, kaum Quraisy berselisih dan masih berdebat tentang siapa yang akan menyerang pemilik pembaringan dan menangkapnya hingga subuh tiba. Namun, mereka mendapati yang tertidur bukanlah Rasulullah SAW, melaikan Ali RA.

Kaum Quraisy marah dan gencar menanyai keberadaan Rasulullah SAW, namun Ali menjawab, “Tidak tahu.”

Ketika kaum Quraisy menyadari bahwa mereka telah lalai, maka kemarahan ditimpakan kepada Ali RA. Sahabat setia Rasulullah SAW ini dipukuli habis-habisan dan dibawa ke Masjid Al Haram serta megurungnya selama beberapa saat.

Ali RA sama sekali tidak menyesal karena telah menggantikan posisi Rasulullah SAW di ranjang milik beliau. Ali RA justru percaya bahwa hal ini akan membawa kebaikan dan mendapat ridha Allah SWT.

Kegembiraan menghampiri Ali RA saat ia mengetahui bahwa Rasulullah SAW berhasil meninggalkan Makkah bersama Abu Bakar RA.

Ali RA kemudian tinggal di Makkah selama beberapa hari. Dia berkeliling menelusuri setiap jalan untuk menemui para pemilik barang yang pernah menitipkan barangnya kepada Rasulullah SAW.

Selanjutnya, setelah semua amanat ditunaikan, sehingga terbebaslah tanggungan Rasulullah SAW, Ali RA pun bersiap pergi menyusul Rasulullah SAW setelah tiga malam ia habiskan di Makkah.

Ali RA menyusul Rasulullah SAW yang telah lebih dulu ke Madinah bersama Abu Bakar RA. Dalam perjalanan ini, ia bersembunyi agar tidak diketahui kaum Quraisy.

Pada siang hari, Ali RA bersembunyi dan pada malam hari ia melakukan perjalanan ke Madinah. Perjalanan yang panjang dan medan yang sulit membuat Ali RA tiba di Madinah dengan kondisi kaki penuh luka dan berlumuran darah.

(dvs/kri)



Sumber : www.detik.com

Gambaran Kisah dan Kasih Sayang Rasulullah SAW pada Cucunya



Jakarta

Kasih sayang Rasulullah SAW kepada cucunya bisa menjadi panutan bagi umat Islam. Dalam beberapa kisah digambarkan betapa lemah lembutnya sikap Rasulullah SAW.

Kelembutan sikap Rasulullah SAW itu terlihat saat beliau berinteraksi dengan cucunya, Hasan dan Husein. Mereka adalah cucu Nabi SAW dari putrinya Fatimah az-Zahra dan Ali bin Abi Thalib RA.

Mengutip buku Kisah Cinta Fathimah Az-Zahra’: Sungguh Suci Sungguh Lembut Hati karya Azizah Hefni, digambarkan Fatimah dan Ali mendidik putra dan putri mereka dengan penuh kesabaran dan sikap yang lemah lembut.


Dalam pengasuhan Hasan dan Husein, Rasulullah SAW juga sering ikut memberikan pendidikan akhlak yang baik. Beliau bahkan masih sempat
menengok cucu-cucunya, bermain-main dengan mereka, menemani bercerita atau memberikan ilmu-ilmu baru.

Pernah suatu kali, Rasulullah SAW mencemaskan keadaan cucu-cucunya. Ketika Rasulullah SAW mendatangi rumah Fatimah untuk bertemu dengan cucu-cucunya, mereka sedang tidak ada di rumah. Rasulullah SAW pun merasa cemas.

Beliau bertanya pada Fatimah, “Di mana cucuku?” “Mereka dibawa Ali,” jawab Fatimah.

Rasulullah SAW kemudian melihat Hasan dan Husein sedang bermain di tempat minum, dan pada keduanya terdapat sisa kurma. Maka, Rasulullah pun berkata, “Wahai Ali, sebaiknya kamu suruh pulang kedua cucuku sebelum hari panas.” (HR Hakim)

Rasulullah SAW begitu mencintai dan sayang kepada cucunya. Beliau selalu memperhatikan tumbuh kembang mereka.

Saat mereka berbuat salah, Rasulullah SAW mengingatkan mereka dengan cara lemah lembut. Rasulullah SAW menganggap anak-anak sebagai sosok yang harus dihargai meskipun sebenarnya mereka belum mengerti.

Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya kebohongan itu tidak pantas dilakukan dengan sungguh-sungguh ataupun main-main. Dan seorang ayah berjanji kepada anaknya, kemudian janji itu tidak dipenuhi.” (HR Al-Hakim)

Dalam riwayat lain, Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang berkata kepada anak kecil, ‘Kemarilah! Ambillah ini!’ Tetapi ia tidak memberikannya (walaupun anak tersebut sudah mendatanginya), maka itu termasuk perbuatan dusta.” (HR Ahmad)

Rasulullah SAW juga menganjurkan pada para orang tua untuk menunjukkan kasih sayang dengan mencium anak-anak.

Dalam sebuah hadits disebutkan, suatu hari, datang seorang Arab kepada Nabi SAW, lalu ia berkata,

“Apakah kalian mencium anak laki-laki?” Lalu orang Arab tersebut menjawab, “Kami tidak mencium mereka.” Maka Nabi SAW berkata, “Aku tidak bisa berbuat apa-apa kalau Allah mencabut rahmat/sayang dari hatimu.” (HR Bukhari)

Dalam hadits lain juga disebutkan, Rasulullah SAW mencium Hasan bin Ali, dan di sisi Nabi ada Al-Aqro bin Haabis At-Tamim yang sedang duduk. Maka Al-Aqro’ berkata,

“Aku memiliki sepuluh orang anak. Tidak seorang pun dari mereka yang pernah kucium.” Maka Rasulullah SAW melihat kepada Al-Aqro dan berkata,

“Kalau Allah tidak memberikanmu perasaan kasih sayang, apa yang dapat diperbuat-Nya untuk kamu? Barang siapa yang tidak mempunyai kasih sayang kepada orang lain, dia tidak akan mendapat kasih sayang dari Allah.” (HR Bukhari)

Dalam riwayat dikisahkan bahwa Rasulullah SAW juga tidak segan menggendong anak dan cucu beliau. Hal itu sebagaimana dikisahkan oleh Abdullah bin Ja’far RA, ia berkata, “Rasulullah menjemput kami (Ja’far dan Hasan atau Husain) ketika pulang. Kemudian, beliau menggendong salah satu dari kami di punggung, sedangkan yang lain beliau gendong di dada sampai kami memasuki Madinah.” (HR Muslim)

Hikmah yang dapat diteladani dari beberapa riwayat yang telah disebutkan itu adalah mengajak bermain atau bercanda dengan anak-anak tidak akan mengurangi wibawa sebagai orang tua. Bahkan, seorang manusia agung seperti Rasulullah SAW pun tidak merasa malu bermain dan bercanda dengan cucu-cucu beliau di depan orang banyak.

(dvs/kri)



Sumber : www.detik.com